I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
Sungai serayu merupakan sungai yang memiliki suatu ekosistem yang dapat dika di kata taka kan n sta stabi bil. l. Ke Kean anek ekara araga gama man n sp spes esies ies da dapa patt ki kita ta ju jump mpai ai da dan n ki kita ta li liha hatt disekitar sungai serta yang terdapat di dalam sungi tersebut. Spesies yang terdapat di sana sangat bermacam – macam mulai dari paghotroph berupa herbivora yang besar, karnivora, serta ada pula organisme makro seperti gastropoda, crustacea, pisces, annelida. Namun, mengikuti perkembangan jaman yang ada, penggunaan akan sungai sun gai sera serayu yu sang sangat at ber berane aneka ka rag ragam, am, sep sepert ertii dig diguna unakan kan unt untuk uk man mandi, di, cuc cuci, i, tempat buang air besar, irigasi, serta digunakan pula sebagai pembuangan limbah, baik limbah rumah tangga maupun limbah dari pabrik sekitar. Permasalahan Permas alahan itulah yang membuat mahasi mahasiswa swa perika perikanan nan dan kelau kelautan tan mela me laku kuka kan n pr prak akti tiku kum m di wi wilay layah ah ter terseb sebut ut.. Ha Hall te terse rsebu butt di dila laku kuka kan n un untu tuk k meng me ngeta etahu huii ke kesei seimb mban anga gan n ek ekos osist istem em kh khus usus usny nyaa pa pada da be bent ntos os,, ya yang ng ma mana na merupakan organisme makro yang hidup diperairan sebagai pemakan plankton, dan pencerna reruntuk atau substrat.
Habitatt air tawar menem Habita menempati pati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi jika dibandingkan dengan habitat laut dan darat. Berdasarkan siklus hidrologi, diketahui jumlah air tawar yang ada di bumi mencapai 1.384.120.000 km, tetapi yang tersedia untuk kehidupan biota air tawar hanya 0,14% atau 193 juta km³ dimana 50% 50 % da dari ri ju juml mlah ah te terse rsebu butt be berad radaa di da dana nau u da dan n 2, 2,75 75 ju juta ta km berada
di
sungai.
Dalam
sungai
banyak
faktor
yang
mempengaruhi kehidupan organisme baik itu faktor biotik atau faktor abiotik. Faktor tersebut merupakan faktor pembatas yang dapat digunakan untuk dapat mengetahui keragaman organisme dan kelimpahannya. Faktor abiotik terdiri dari faktor fisika dan kimi ki mia, a, da dala lam m ha hall in inii sa sang ngat at be berp rper eran an te terh rhad adap ap ke kehi hidu dupa pan n organisme yang ada di perairan. Dalam ekositem terdapat pendekatan fungsional yaitu aliran energi dan siklus materi. Dalam aliran energi terdapat rantai makanan dan jaring –jaring makanan. Satu tingkatan tropik tersusun atas organisme yang mendapat energi dari cara dan waktu serta sumber daya yang sama. Praktikum dilaksanakan pada tanggal 5-6 November 2008 di sepanjang Daerah Dae rah Ali Aliran ran Sun Sungai gai Sera Serayu. yu. DAS Ser Serayu ayu yan yang g dit diteli eliti ti ter terdir dirii dar darii dae daerah rah Pegalongan, Somagede, Kembangan, Mandiraja, garung, kejajar.
1.2. TUJUAN
1. Pra Prakti ktikum kum ini bertujua bertujuan n unt untuk uk mengetah mengetahui ui komposisi komposisi atau spesies spesies dari bentik yang ada di suatu perairan daerah aliran sungai serayu. 2. Mem Member berika ikan n pen penget getahu ahuan an kep kepada ada praktika praktikan n men mengen genai ai pen pengar garuh uh bentik bentik terhadap suatu perairan
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sungai merupakan suatu ekosistem dan habitat bagian organisme aquatik yang mempunyai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi (Ilyas, 1990). Organisme yang hidup didalamnya dapat berupa benthos, nekton, maupun plankton. Sungai alami di bentuk oleh aliran air tanah. Sungai terus mengalami perubahan karena masukan bahan-bahan dari daerah sekitarnya yang dapat diakibatkan oleh adanya erosi dan dekomposisi tanah. Perubahan fisiko kimia air akan diikuti oleh perubahan komposisi fauna (Brotowijoyo, 1995). Menurut Soemarwoto (1980), bahwa sungai dibagi menjadi tiga bagian antara lain : 1. Hulu sungai, yaitu bagian sungai yang letaknya didataran tinggi, air mengalir melalui bagian yang curam dan berbatu dengan goncangan dan arus yang kuat. 2. Hilir sungai, yaitu bagian sungai yang terletak didataran rendah dengan arus tidak begitu kuat, kecepatan fotosintesis lebih tinggi dan mengandung banyak bahan organik. 3. Muara sungai, yaitu bagian sungai yang berada hampir mencapai laut, arusnya yang sangat lambat, banyak mengandung bahan terlarut dan lumpur dari hilir sehingga membentuk delta yang airnya sangat keruh. Ekosistem sungai merupakan suatu kesatuan integral dikomponen abiotik seperti fisiko-kimia dan komponen biotik seperti organisme hidup yang berhubungan satu sama lain, dan saling berinteraksi membentuk suatu struktur fungsional. Komponen ini secara fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan demikian, perubahan yang terjadi pada satu komponen akan
mengakibatkan perubahan pada komponen lain. Perubahan ini dapat mempengaruhi struktur fungsional ekosistem perairan (Bengen et al , 1994). Strutur komunitas memiliki lima karakteristik yaitu keragaman, dominasi, bentuk dan struktur pertumbuhan, kelimpahan relatif serta struktur tropik (Krebs, 1978). Keragaman menunjukkan keberadaan suatu spesies dalam suatu ekosistem. Keragaman yang tinggi menunjukkan suatu ekosistem yang seimbang, dan memberikan timbal balik atau peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan terhadap perubahan ekosistem. Rendahnya keragaman menunjukkan suatu ekosistem kurang stabil (Clarck, 1974). Benthos merupakan jasad nabati maupun hewani yang hidup dipermukaan dasar perairan. Menurut Barnes dan Mann (1978) Benthos merupakan salah satu hewan invertebrata yang mempunyai ukuran-ukuran tertentu, yaitu : a) Makrobenthos, yaitu invertebrata yang mempunyai ukuran yang lebih besar dari 1,0 mm (misalnya, Crustacea, Annelida dan Mollusca). b) Mikrobenthos, yaitu hewan invertebrata yang mempunyai ukuran yang lebih kecil dari 0,1 mm. c) Mesobenthos, yaitu hewan yang mempunyai ukuran antara 0,1-1,0 mm. Makroinvertebrata benthik merupakan hewan benthik yang berukuran lebih dari 1,0 mm dan biasanya terdiri dari Crustacea, Annelida, Insekta dan Mollusca. Organisme tersebut sebagian atau seluruh masa hidupnya berada didasar perairan baik yang menggali lubang ataupun yang merayap didasar perairan.
Berdasarkan
cara
hidup makrobenthos
dibagi
menjadi
dua
(Odum,1971), yaitu : a)
Infauna
Infauna yaitu Hewan yang dalam hidupnya membenamkan diri didalam sedimen atau menggali lubang atau saluran dasar perairan seperti pada larva Cironomidae.
b)
Epifauna
Epifauna yaitu Hewan benthos yang hidup dipermukaan dasar perairan dengan cara melekat, merangkak atau merayap didasar perairan, seperti udang, kepiting dan Gastropoda. Pergerakan bentik ada yang bersifat pasif dan ada yang bersifat aktif. Perilaku merapung makro invertebrata yang bersifat aktif dilakukan untuk mencari sumber makan dan substrat yang cocok, menghindar dari predator, menghindari kondisi perairan yang kurang baik akibat adanya cemaran dan pergerakan yang berhubungan dengan kehidupannya, seperti menetaskan telur, pupasi dan fase dewasa (Otto, 1986). Sedangkan beberapa individu merapung pasif yaitu secara tidak sengaja berpindah tempat karena terbawa arus. Habitat Bentik
Jenis organisme yang membentuk komunitas bentik sangat banyak dari filum invertebrata, sebagian diwakili oleh sejumlah kecil genus saja, sedangkan yang lain jumlahnya melimpah baik dalam jumlah individu maupun genus. Filum invertebrata yang biasanya bertubuh
kecil dengan ukuran sejak permulaan
beradaptasi untuk dapat hidup di ruangan yang kecil antara butiran pasir dan lumpur, dan diwakili oleh banyak individu dan genus. Pada komunitas alami, genus yang berukuran kecil (<1mm) memiliki ukuran populasi yang besar, laju penyebaran tinggi dan laju pemusnahan rendah, sifat habitat tersebut diperlukan untuk menjelaskan kehadiran organisme dan faktor historisnya. ( Odum, 1988 )
Zonasi dan Distribusi bentik
Distribusi bentik dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan Biologi. Faktorfaktor ini bergantung pada total
area permukaan partikel
dan ukuran pori
sedimen, dimana hal ini penting untuk kolonisasi bentik. Pola kolonisasi bentik dipengaruhi oleh kondisi habitat Di perairan laut dangkal, bentik menunjukkan pola zonasi dan distribusi yang khas baik secara vertikal maupun horizontal. Zonasi dan distribusi vertikal bentik ini terutama dikontrol oleh
tingkat
diskontinuitas potensial redoks (RPD) sedimen, yaitu batas antara sedimen aerob
dan sedimen anaerob. Sementara itu, zonasi dan distribusi horizontal bentik lebih ditentukan oleh gradien salinitas yang terjadi pada bentik yang hidup di dasar estuaria, dan juga ditentukan oleh gradien kedalaman air yang terjadi pada bentik yang hidup di antara perairan paparan benua dan laut dalam (Khasanah, 2002)
Adaptasi Morfologi
Masing-masing
bentik memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap
kondisi ekologi sejalan dengan seberapa jauh keberhasilannya mengembangkan mekanisme adaptasi. Hal
tersebut memungkinkan faktor-faktor ekologik
mengatur komposisi dan ukuran komunitas bentik. Dalam menghadapi perubahan kondisi lingkungan di habitatnya, bentik telah mengembangkan berbagai bentuk adaptasi morfologi. Adaptasi morfologi yang dimaksud adalah adaptasi ukuran tubuh, adaptasi bentuk tubuh, penyederhanaan organ dan memperkuat dinding tubuh serta mengembangkan alat pelekat. Semua organisme bentik berukuran sangat kecil. Adaptasi yang sangat nyata terhadap lingkungan dinamis adalah ukuran dan bentuk tubuh. Ukuran tubuh bentik berkisar 0.63–1 mm (63–1.000 µm). Kebanyakan organisme bentik mempunyai bentuk tubuh memanjang atau seperti plat, dan ada juga berbentuk silinder. Umumnya bentik melakukan pelangsingan tubuh dan meningkatkan fleksibilitas tubuh. Bentuk tubuh seperti flat,organisme bentik dapat melekatkan dirinya pada ruang yang sempit pada butiran sedimen. Adaptasi ini agar bentik
dapat tetap tinggal dalam ruang
sedimen yang sempit, sehingga terbebas dari pengaruh selama proses suspensi kembali (resuspensi) ke atas. Dalam lingkungan sedimen yang gelap, bentik melakukan adaptasi dengan mereduksi mata dan pigmen tubuhnya (Khasanah, 2002)
Adaptasi Fisiologi
Bentik mampu mengembangkan adaptasi fisiologi terhadap kondisi lingkungan bentik untuk kelangsungan hidupnya di bawah kondisi yang kurang oksigen. Adaptasi fisiologi bentik terhadap kandungan oksigen yang rendah adalah dengan cara: 1) mengurangi (mereduksi) aktivitas dan metabolisme 2) mengembangkan pigmen darah dengan mengikat oksigen yang s angat tinggi 3) respirasi anaerob dengan menghasilkan dan mengeluarkan hasil akhir pernafasan. Kondisi lingkungan bentik yang kurang oksigen ini berkaitan dengan keberadaan senyawa sulfida (H2S) dalam sedimen .Terkait dengan adaptasi bentik pada sedimen yang mengandung H2S dengan kondisi oksigen yang rendah, maka bentik mempunyai hubungan simbiotik yang berkembang sehingga dapat beradaptasi terhadap kondisi tersebut. Bentik yang toleran terhadap H2S dan mampu hidup pada kadar oksigen yang rendah atau miskin oksigen disebut dengan
thiobios. Beberapa bentik yang mampu hidup pada kondisi yang
demikian
adalah
Nematoda,
Ciliata,
Platyhelminthes,
Gnathostomulida,
Gastrotricha, Oligochaeta dan Aschelmintes .
Adaptasi Perilaku (Behavior)
Perilaku migrasi juga dapat diperlihatkan oleh bentik. Dalam beberapa kasus, bentik lebih atau kurang mengandalkan transpor pasif oleh arus pasang. Ketika munculnya pasang, bentik akan ditranspor secara pasif walaupun bentik bergerak dengan pelan-pelan pada permukaan sedimen. Beberapa bentik dapat beradaptasi
untuk
menghadapi
pengaruh
arus
pasang,
yaitu
dengan
mengembangkan mekanisme organ renang. Bagi bentik yang dapat berenang secara aktif dapat melakukan migrasi ke kolom air. Pada fase muda, bentik berenang secara aktif ke lapisan air di atasnya dan disebarkan ke laut oleh arus. Sementara itu, bentikfase dewasa cenderung berada dekat dasar dan kemudian disebarkan kembali oleh arus. bentik yang terbawa oleh arus pasang tersebut akan
mengembangkan adaptasi perilaku untuk membuat dan menempati habitat yang baru (McLay ,1970).
Peranan Ekologis Bentik
Bentik yang menempati sedimen merupakan komponen utama lingkungan bentik Sebagai fauna interstisial, bentik merupakan komponen penting dalam ekosistem pantai dan laut. Di sedimen laut, bentik memiliki peranan ekologis yang sangat penting, yaitu: 1) sebagai penyedia makanan bagi berbagai tingkat trofik yang lebih tinggi; 2) memainkan peranan penting dalam biodegradasi bahan organik; 3) memudahkan biomineralisasi bahan organik dan meningkatkan regenerasi nutrien; 4) berperan dalam menyuburkan dasar perairan dan meningkatkan produktivitas bentik; 5) sebagai anggota komunitas bentos yang dapat menyumbangkan pengaruh interaktif kepada biota laut lainnya melalui kompetisi, simbiosis, predasi dan asosiasi; dan 6) karena sensitivitasnya yang tinggi terhadap masukan antropogenik dan bahan bahan pencemar, membuatnya sebagai organisme yang baik sekali untuk studi pencemaran dan digunakan sebagai bioindikator dalam menilai kondisi lingkungan laut. Kehadiran bentik dalam suatu ekosistem dapat mempengaruhi struktur komunitas makrofauna secara nyata. bentik yang berasosiasi dengan ekosistem tersebut memiliki peranan yang amat penting, yaitu sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus materi dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi, dan memberikan kontribusi dalam menopang kehidupan
organisme trofik yang lebih tinggi seperti kepiting, ikan dan udang. Terkait dengan responnya terhadap lingkungan, bentik mempunyai kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi terhadap lingkungannya, sehingga jenis tertentu dari bentik, seperti Nematoda dan Copepoda sering digunakan sebagai indikator dalam menyatakan kelimpahan bahan organik. Perbandingan Nematoda dan Copepoda (rasio N/C) dapat digunakan sebagai alat biomonitoring pencemaran organik dalam komunitas bentik). Pengaruh utama akumulasi bahan organik adalah pengurangan kandungan oksigen dalam sedimen dan selanjutnya menstimulasi pembentukan lapisan hidrogen sulfida. Keuntungan menggunakan bentik untuk studi pencemaran adalah: 1) biasanya bentik mempunyai kemampuan untuk bertambah dalam lingkungan bentik yang terganggu/tercemar, tidak seperti makrofauna; 2) umumnya bentik mempunyai siklus hidup yang pendek (sekitar 30–40 hari), menghasilkan
generasi
dalam
setahun,
organisme
yang
terekspos
tahanterhadap toksikan dan siklus hidupnya lebih komplit 3) ukuran bentik yang kecil dapat diberikan untuk ukuran sampel yang kecil pula; 4) komunitas bentik sifatnya lebih stabil, baik kualitas maupun kuantitasnya terhadap musim dan dari tahun ke tahun daripada makrofauna.
III. MATERI DAN METODE 3.1.
Alat
Alat yang digunakan dalam praktek ini adalah : jala surber ukuran mata jala 500 μm dan bukaan mulut jala seluas 25 x 40 cm, plastik, kertas label, botol film, saringan, pinset, nampan, buku identifikasi, alat tulis, pipet tetes dan kaca pembesar. 3.2.
Bahan
Bahan praktek ini terdiri dari makroinvertebrata dan sample air pada stasiun pengamatan. Selain itu, digunakan pula bahan-bahan untuk menganalisis hasil penganbilan sample yaitu : formalin 4%. 3.3.
Metode Penelitian
a. Jala surber Jala surber dipasang melawan arus pada bagian sungai dengan
kedalaman < 0,5 m. Batuan yang berada di daerah luasan jala di usap-usap dengan
tangan lakukan di muka mulut jala agar hewan masuk ke jala. Batu yang sudah di usap-usap di keluarkan dari kotak jala. Jika batu sudah tidak ada lakukan pengadukan substrat dengan
menggunakan tangan.
Lakukan pengambilan semple pada bagian tepi kiri-tengah dan tepi
kanan Makrobentos yang didapatkan dibersihkan dari bahan-bahan lain
kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik, diberi formalin hingga menjadi 4%, dan diberi label. b. Kick sampling Lakukan pengambilan 2 sample dengan cara mengaduk aduk
substrat dengan kaki tepat di muka kick sample Berjalan sepanjang 5 m melawan arus dan bukaan sample
menghadap arus Sample di awetkan dengan menggunakan formalin 4% dan di
masukkan ke dala plastik kemudian di beri label.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut : 1.1 Tabel makrobentos di stasiun Pegalongan. Spesies Diptera Limnea stagnalis Limnea trucatula Limnea polustris Bithynia tentoculata Potamogyrgus jenkisi
Jumlah 12 1 2 3 1 2 3 24
1.2 Tabel makrobentos di stasiun Somagede Spesies Pleuroceridae
Hydrobidae viviparidae Horpobdella Histerlimneus Stenocolus
Jumlah 1 1 1 4 2 2
Dubiraphia Ritrogena doddsi Aeschna Argia Scissurella Belamyia
1 5 1 7 1 2
1.3 Tabel makrobentos di stasiun Kembangan Spesies Psehenidae H.elongata P.parasitica Hellobdella lineata Coryganda Ephemera Epicordalia Ienetra Sialis Climcia areolis Chauloides
Jumlah 1 2 1 12 4 1 1 1 2 1 1 27
1.4 Tabel makrobentos di stasiun Mandiraja Spesies Mysis Hydropsyche Haliplus
Jumlah 4 4 5 13
1.5 Tabel makrobentos di stasiun Sigaluh Spesies Bithyniidae Hydroblidae Ishnora Belamyia Isoptera
Jumlah 1 1 5 7 1
1.6 Tabel makrobentos di stasiun Garung Spesies Optioservus
Jumlah 2
Dubiraphia Elmidae Capniidae
1 2 1
Taeniopterygidae
1
Helophoridae
4
1.7 Tabel makrobentos di stasiun Kejajar Spesies Zygoptera Odonata Sialidae Athericidae
Jumlah 1 1 1 1
Helophoridae Dytiscidae
1 1
Dyticus dauricus
1
4.2
Pembahasan
Tabel diatas menunjukkan komposisi dari berbagai macam bentik dari berbagai ordo, antara lain ordo Odonata, Coleoptera, Mollusca, Megaloptera, Plecoptera dan lain-lain. Dari sekian banyak ordo yang didapat ternyata yang paling dominan jumlahnya adalah ordo Ephemeroptera dengan jumlah sbanyak 35 ekor bentik dari 5 macam spesies, dan yang paling sedikit adalah dari ordo Plecoptera, sedangkan jika melihat dari banyaknya spesies yang ditangkap maka ordo yang paling dominan adalah dari ordo Coleoptera, Mollusca, dan ephemeroptera, dan ordo yang paling sedikit jumlah spesiesnya adalah ordo Plecoptera. Makrobentos yang paling banyak diperoleh terdapat di statsiun Somagede karena di sungai tersebut keadaan suhunya tinggi di bandingkan di statsiun lain, substratnya berupa pasir berlumpur yang merupakan habitat yang baik untuk benthos.
Pengambilan sample bentik di lakukan di sepanjang sungai serayu mulai dari stasiun pegalongan, somagede, kembangan, mandiraja, galuh, kajajar, garung. Tiap sungai mendapatkan sample bentik yang berbeda-beda hal ini di sebabkan karena habitat bentik tiap sungai berbeda-beda, misalnya pengaruh suhu, ph, arus dll. Umumnya perbedaan antara aliran air (sungai) dengan air tergenang (kolam) terkait dengan tiga kondisi yaitu arus adalah faktor yang paling penting mengendalikan dan merupakan faktor pembatas di aliran air, pertukaran tanah dan air relatif lebih ekstensif pada aliran air yang menghasilkan ekosistem yang lebih terbuka dan suatu metabolisme komunitas tipe “Heterotropik” ( Odum, 1988 ) Zona air tenang tidak sesuai dengan bentik permukaan tetapi cocok
untuk
penggali nekton dan pada plankton. Larva Diptera, simulium, Blepharocera dan Hydropsyche merupakan hewan air pada aliran deras dan air terjun (Koesbiono, 1979)
4.2.1 Habitat Bentik
Jenis organisme yang membentuk komunitas bentik sangat banyak dari filum invertebrata, sebagian diwakili oleh sejumlah kecil genus saja, sedangkan yang lain jumlahnya melimpah baik dalam jumlah individu maupun genus. Filum invertebrata yang biasanya bertubuh
kecil dengan ukuran sejak permulaan
beradaptasi untuk dapat hidup di ruangan yang kecil antara butiran pasir dan lumpur, dan diwakili oleh banyak individu dan genus. Pada komunitas alami, genus yang berukuran kecil (<1mm) memiliki ukuran populasi yang besar, laju penyebaran tinggi dan laju pemusnahan rendah, sifat habitat tersebut diperlukan untuk menjelaskan kehadiran organisme dan faktor historisnya. ( Odum, 1988 )
4.2.2. Zonasi dan Distribusi bentik
Distribusi bentik dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan Biologi. Faktorfaktor ini bergantung pada total
area permukaan partikel
dan ukuran pori
sedimen, dimana hal ini penting untuk kolonisasi bentik. Pola kolonisasi bentik dipengaruhi oleh kondisi habitat Di perairan laut dangkal, bentik menunjukkan pola zonasi dan distribusi yang khas baik secara vertikal maupun horizontal. Zonasi dan distribusi vertikal bentik ini terutama dikontrol oleh
tingkat
diskontinuitas potensial redoks (RPD) sedimen, yaitu batas antara sedimen aerob dan sedimen anaerob. Sedangakn, zonasi dan distribusi horizontal bentik lebih ditentukan oleh gradien salinitas yang terjadi pada bentik yang hidup di dasar estuaria, serta ditentukan oleh gradien kedalaman air yang terjadi pada bentik yang hidup di antara perairan paparan benua dan laut dalam (Goldman & A.J Harni,1983).
4.2.3. Adaptasi Morfologi
Masing-masing
bentik memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap
kondisi ekologi sejalan dengan seberapa jauh keberhasilannya mengembangkan mekanisme adaptasi. Hal
tersebut memungkinkan faktor-faktor ekologik
mengatur komposisi dan ukuran komunitas bentik. Dalam menghadapi perubahan kondisi lingkungan di habitatnya, bentik telah mengembangkan berbagai bentuk adaptasi morfologi. Adaptasi morfologi yang dimaksud adalah adaptasi ukuran tubuh, adaptasi bentuk tubuh, penyederhanaan organ dan memperkuat dinding tubuh serta mengembangkan alat pelekat. Semua organisme bentik berukuran sangat kecil. Adaptasi yang sangat nyata terhadap lingkungan dinamis adalah ukuran dan bentuk tubuh. Ukuran tubuh bentik berkisar 0.63–1 mm (63–1.000 µm). Kebanyakan organisme bentik mempunyai bentuk tubuh memanjang atau seperti plat, dan ada juga berbentuk silinder. Umumnya bentik melakukan pelangsingan tubuh dan meningkatkan fleksibilitas tubuh. Bentuk tubuh seperti flat mengakibatkan organisme bentik dapat melekatkan dirinya pada ruang yang sempit pada butiran sedimen. Adaptasi ini agar bentik dapat tetap tinggal dalam ruang sedimen yang sempit, sehingga terbebas dari pengaruh selama proses
suspensi kembali ke atas (resuspensi). Dalam lingkungan sedimen yang gelap, bentik melakukan adaptasi dengan mereduksi mata dan pigmen tubuhnya.
4.2.4. Adaptasi Fisiologi
Bentik mampu mengembangkan adaptasi fisiologi terhadap kondisi lingkungan bentik untuk kelangsungan hidupnya di bawah kondisi yang kurang oksigen. Adaptasi fisiologi bentik terhadap kandungan oksigen yang rendah adalah dengan cara: 1) mengurangi (mereduksi) aktivitas dan metabolisme 2) mengembangkan pigmen darah dengan mengikat oksigen yang sangat tinggi 3) respirasi anaerob dengan menghasilkan dan mengeluarkan hasil akhir pernafasan. Kondisi lingkungan bentik yang kurang oksigen ini berkaitan dengan keberadaan senyawa sulfida (H2S) dalam sedimen .Terkait dengan adaptasi bentik pada sedimen yang mengandung H2S dengan kondisi oksigen yang rendah, maka bentik mempunyai hubungan simbiotik yang berkembang sehingga dapat beradaptasi terhadap kondisi tersebut. Bentik yang toleran terhadap H2S dan mampu hidup pada kadar oksigen yang rendah atau miskin oksigen disebut dengan
thiobios. Beberapa bentik yang mampu hidup pada kondisi yang
demikian
adalah
Nematoda,
Ciliata,
Platyhelminthes,
Gnathostomulida,
Gastrotricha, Oligochaeta dan Aschelmintes .
4.2.5. Adaptasi Perilaku (Behavior)
Perilaku migrasi juga dapat diperlihatkan oleh bentik. Dalam beberapa kasus, bentik lebih atau kurang mengandalkan transpor pasif oleh arus pasang. Ketika munculnya pasang, bentik akan ditranspor secara pasif walaupun bentik bergerak dengan pelan-pelan pada permukaan sedimen. Beberapa bentik dapat beradaptasi
untuk
menghadapi
pengaruh
arus
pasang,
yaitu
dengan
mengembangkan mekanisme organ renang. Bagi bentik yang dapat berenang
secara aktif dapat melakukan migrasi ke kolom air. Pada fase muda, bentik berenang secara aktif ke lapisan air di atasnya dan disebarkan ke laut oleh arus. Sementara itu, bentikfase dewasa cenderung berada dekat dasar dan kemudian disebarkan kembali oleh arus. bentik yang terbawa oleh arus pasang tersebut akan mengembangkan adaptasi perilaku untuk membuat dan menempati habitat yang baru (Mc Lay,1970).
4.2.6 Peranan Ekologis Bentik
Bentik yang menempati sedimen merupakan komponen utama lingkungan bentik, sebagai fauna interstisial, bentik merupakan komponen penting dalam ekosistem pantai dan laut. Di sedimen laut, bentik memiliki peranan ekologis yang sangat penting, yaitu: 1)
Sebagai penyedia makanan bagi berbagai tingkat trofik yang lebih tinggi;
2)
Memainkan peranan penting dalam biodegradasi bahan organik;
3)
Memudahkan biomineralisasi bahan organik dan meningkatkan regenerasi nutrien;
4)
Berperan
dalam
menyuburkan
dasar
perairan
dan
meningkatkan
produktivitas bentik; 5)
sebagai anggota komunitas bentos yang dapat menyumbangkan pengaruh interaktif kepada biota laut lainnya melalui kompetisi, simbiosis, predasi dan asosiasi; dan
6)
karena sensitivitasnya yang tinggi terhadap masukan antropogenik dan bahan-bahan pencemar, membuatnya sebagai organisme yang baik sekali untuk studi pencemaran dan digunakan sebagai bioindikator dalam menilai kondisi lingkungan laut. Kehadiran bentik dalam suatu ekosistem dapat mempengaruhi struktur
komunitas makrofauna secara nyata. Bentik yang berasosiasi dengan ekosistem tersebut memiliki peranan yang amat penting, yaitu sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus materi dari alga planktonik sampai
konsumen tingkat tinggi, dan memberikan kontribusi dalam menopang kehidupan organisme trofik yang lebih tinggi seperti kepiting, ikan dan udang. Terkait dengan responnya terhadap lingkungan, bentik mempunyai kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi terhadap lingkungannya, sehingga jenis tertentu dari bentik, seperti Nematoda dan Copepoda sering digunakan sebagai indikator dalam menyatakan kelimpahan bahan organik. Perbandingan Nematoda dan Copepoda (rasio N/C) dapat digunakan sebagai alat biomonitoring pencemaran organik dalam komunitas bentik, karena jika di suatu perairan msih terdapat banyak bentik, berarti perairan tersebut tingkat pencemarannya masih kecil. Pengaruh utama akumulasi bahan organik adalah pengurangan kandungan oksigen dalam sedimen dan selanjutnya menstimulasi pembentukan
lapisan hidrogen
sulfida. Keuntungan menggunakan bentik untuk studi pencemaran adalah: 1) Biasanya bentik mempunyai kemampuan untuk bertambah dalam lingkungan bentik yang terganggu/tercemar, tidak seperti makrofauna, sehingga dalam perairan tercemarpun ada sebagian bentik yang masih dapat berkembang biak. 2) Umumnya bentik mempunyai siklus hidup yang pendek (sekitar 30–40 hari), menghasilkan generasi dalam setahun, organisme yang terekspos tahan terhadap toksikan dan siklus hidupnya lebih komplit sehingga bentik menjadi tahan terhadap pencemaran lingkungan. 3) Ukuran bentik yang kecil dapat diberikan untuk ukuran sampel yang kecil pula sehingga bentik dapat diteliti dengan menggunakan mikroskop. 4) Komunitas bentik sifatnya lebih stabil, baik kualitas maupun kuantitasnya terhadap musim dan dari tahun ke tahun daripada makrofauna, sehingga keberadaan bentik tetap konstan.
4.2.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunitas bentik
Komposisi genus dan kelimpahan individu bentik dapat dikontrol dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, baik faktor fisika, kimia maupun biologi. Faktor-faktor yang dimaksud adalah: ukuran partikel sedimen, suhu, dan arus (faktor fisika); salinitas, oksigen, pH dan sedimen, dan bahan organik sedimen (faktor kimia); bioturbasi dan pemangsaan/predasi (faktor biologi). Komunitas Bentik dipengaruhi oleh karakteristik fisika-kimia sedimen selama habitat sedimen terekspos cukup lama (Barus,2002).
•
Arus
Arus dapat mempengaruhi keberadaan dan distribusi organisme bentik di suatu habitat, serta mempengaruhi kebiasaan makan bentik. Apabila arus sungai deras maka kebiasaan makan bentik akan lebih besar karena arus membawa sumber dan nutrisi makanan, distribusi bentiknya pun menjadi lebih meluas. Bentik taksa Gastrotric lebih menyukai daerah yang kecepatan arusnya rendah, karena karakteristik hidup bentik taksa Gastroric menempel pada substrat, sehingga jika arus deras bentik jenis ini akan kesulitan untuk menempel pada substratnya (Allan,1988).
•
Suhu
Suhu perairan dipengaruhi oleh musim, komposisi sedimen, sirkulasi udara, kekeruhan, penutupan awan, air hujan, luas permukaan perairan yang langsung mendapat sinar matahari, aliran dan kedalaman perairan. Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan perairan yang berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan dan dapat mempengaruhi sifat fisik-kimia perairan dan fisiologi organisme. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air dan menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya
mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme perairan, dan akhirnya mengakibatkan penurunan kandungan oksigen terlarut (Kennish, 1990).
•
Salinitas
Secara umum,bentik dapat hidup dengan keragaman yang tinggi pada berbagai tipe salinitas di perairan yang berbeda mulai dari perairan tawar, payau hingga perairan laut. Hal ini mengindikasikan bahwa keragaman bentik yang tinggi di dalam komunitasnya, menyebabkan bentik memiliki tingkat adaptasi yang tinggi dalam berbagai tipe salinitas. Salinitas di dalam sedimen dapat berfluktuasi baik secara spasial maupun secara temporal. Secara spasial, gradien salinitas dapat terjadi baik secara
vertikal maupun horizontal, sedangkan secara temporal
bergantung pada musim dan siklus pasang surut air laut (Higgins & Thiel, 1988).
•
Ketersediaan Oksigen
Oksigen merupakan faktor penting dalam lingkungan bentik. Hampir semua sedimen laut mempunyai lapisan oksidasi pada permukaan, sedangkan bagian bawahnya merupakan lapisan anoksik dengan komposisi kimia yang berbeda.Pada lapisan sedimen yang oksik terdapat organisme bentik yang berlimpah,sedangkan di lapisan yang anoksik terdapat meiofauna tertentu yang dapat hidup dalam keadaan anaerob. Organisme bentik yang hidup di bawah kedalaman tersebut akan menghadapi kondisi yang bebas oksigen (Alian,1995). Sumber utama oksigen terlarut di perairan adalah berasal dari: 1)
Aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air (lamun) dan fitoplankton;
2)
Difusi oksigen secara langsung dari udara ke dalam air melalui lapisan permukaan sehingga proses aerasi dapat berlangsung terus;
3)
Agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya ombak atau gelombang;
4)
Aliran air/arus; dan
5)
melalui air hujan.
kandungan oksigen terlarut dapat berkurang disebabkan oleh: 1)
Respirasi biota perairan;
2)
Pemakaian dalam proses dekomposisi bahan organik secara biokimia;
3)
Pemakaian dalam proses dekomposisi bahan anorganik secara kimia;
4)
Kenaikan suhu dan salinitas terutama pada daerah pasang-surut. Perubahan salinitas lebih kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan pengaruh suhu terhadap konsentrasi oksigen di laut.
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil adalah : Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan bentik di sungai Serayu
antara lain kecepatan arus, derajat keasaman air, penetrasi cahaya, dan substrat dasar. Praktikan dapat mengetahui komposisi atau spesies dari bentik yang ada di
suatu perairan daerah aliran sungai serayu dengan mengambil samplenya langsung. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunitas bentik, yaitu ukuran partikel
sedimen, suhu, dan arus (faktor fisika); salinitas, oksigen, pH dan Eh sedimen, dan bahan organik sedimen (faktor kimia); bioturbasi dan pemangsaan/predasi (faktor biologi).
DAFTAR PUSTAKA
Alian, J. D. 1995. Stream Ecology Structure & Function of Running Water . London Barus, T. A. 2002. Pengantar Limnologi. Medan : Universitas Sumatera Utara. Goldman. & A. J. Harni. 1983. Limnology. California : Mc Graw Hill. Khasanah, H. A. 2002. Distribusi & Keragaman Hewan, Makrobenthos di Waduk Jambar . Kabupaten Klaten. Purwokerto: Fakultas Bilogi Unsoed. Koesbiono. 1979. Ekologi Perairan. Bogor. IPB. Animals entering the drift of a stream. J. Fish. Res Bd Can.27 : 359-370 Mc Lay, C. 1970. A theory concerning the distance traveled by Nubakken, n. 1998. Biologi Suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta : Gramedia Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology .Philadelpia : WB Sounders Odum, T. Howard.1992. ekologi system. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Rajawali. Otto, C and Sjostrom. 1986. Behavior of Drifting Insect Larvae. Hydrobiology.131 : 77-86. Soemarwoto,O.I.Gandjar,
A.H.Nasation,
S.Soemartono
Somadiharta.1980. Biologi Umum II . Gramedia, Jakarta.
dan
L.K.
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
MAKROBENTHOS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI SERAYU
Oleh BUS A Kelompok 1
Galuh Retno Saeful Amri Nur’aini Dini Nur Muslimah Fatno Dian Trianasari Wedy Sigit Indra Warman Heri Irwansyah Reny Nurlina. W Mahendra Irawan Saut Stiven.O.M M.Jindar
H1G007012 H1G007022 H1G007038 H1H007004 H1H007018 H1K007003 H1K007010 H1K007014 H1K007018 H1I008001 H1I008009 JIA004006 JIB005023 JIB006033
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatdan karunia-Nya sehingga laporan ini dapat diselesaikan. Laporan ini ditujukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Ekologi Perairan. Penyusunan laporan ini berdasarkan pada praktikum di sepanjang sungai Serayu. Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu, Asisten Dosen dan teman-teman kelompok 1 sehingga laporan ini dapat diselesaikan, kritik dan saran yang bersifat membangun dari teman-teman sangat kami harapkan untuk lebih menyempurnakan laporan. Semoga laporan ini berguna untuk teman-teman, dan dapat menambah pengetahuan. Kurang lebihnya kami mohon maaf.
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
MAKROBENTHOS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI SERAYU
Oleh BUS A Kelompok 1
Galuh Retno Saeful Amri Nur’aini Dini Nur Muslimah Fatno Dian Trianasari Wedy Sigit Indra Warman Heri Irwansyah Reny Nurlina. W Mahendra Irawan Saut Stiven.O.M M.Jindar
H1G007012 H1G007022 H1G007038 H1H007004 H1H007018 H1K007003 H1K007010 H1K007014 H1K007018 H1I008001 H1I008009 JIA004006 JIB005023 JIB006033
Disetujui Purwokerto, 12 Desember 2008
Dosen Asisten Drs. Setijanto Msc.St NIP : 131 698207 J1A006001
Very Rahmawati NIM :
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
PENGGUNAAN BENTIK SEBAGAI BIOINDIKATOR
Oleh BUS A Kelompok 1
Galuh Retno Saeful Amri Nur’aini Dini Nur Muslimah Fatno Dian Trianasari Wedy Sigit Indra Warman Heri Irwansyah Reny Nurlina. W Mahendra Irawan Saut Stiven.O.M M.Jindar
H1G007012 H1G007022 H1G007038 H1H007004 H1H007018 H1K007003 H1K007010 H1K007014 H1K007018 H1I008001 H1I008009 JIA004006 JIB005023 JIB006033
Disetujui Purwokerto, 12 Desember 2008
Dosen Asisten Drs. Setijanto Msc.St NIP : 131 698207 J1A00600
Very Rahmawati NIM :
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
PENGGUNAAN BENTIK SEBAGAI BIOINDIKATOR
Oleh BUS A Kelompok 1
Galuh Retno Saeful Amri Nur’aini Dini Nur Muslimah Fatno Dian Trianasari Wedy Sigit Indra Warman Heri Irwansyah Reny Nurlina. W Mahendra Irawan Saut Stiven.O.M M.Jindar
H1G007012 H1G007022 H1G007038 H1H007004 H1H007018 H1K007003 H1K007010 H1K007014 H1K007018 H1I008001 H1I008009 JIA004006 JIB005023 JIB006033
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2008