LAPORAN PRAKTIKUM UOP I Compressible Flow
Kelompok-5K Adinda Sofura Azhariyah
1306370505
I Gede Eka Perdana Putra
1306370676
Prita Tri Wulandari
1306370455
Rayhan Hafidz Ibrahim
1306409362
Aulia Rahmi
1306370631
Departemen Teknik Kimia Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Fakultas Teknik Universitas Indonesia Depok 2015
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Fluida didefinisikan sebagai suatu substansi yang terus menerus mengalami deformasi atau mengalir ketika diberikan tegangan geser. Jika tidak ada tegangan geser yang diberikan maka fluida tidak akan mengalir (diam) sehingga tidak ada tegangan geser yang terjadi pada fluida. Hal demikian dikatakan statika fluida dimana yang bekerja hanya tegangan normal saja. Bila kita mencoba mengubah bentuk suatu massa fluida, maka di dalam fluida tersebut akan terbentuk lapisan-lapisan, di mana lapisan yang satu akan mengalir di atas lapisan yang lain, sehingga tercapai bentuk baru. Selama perubahan bentuk tersebut, terdapat tegangan geser (shear stress), yang besarnya bergantung pada viskositas fluida dan laju alir fluida relatif terhadap arah tertentu. Bila fluida telah mendapatkan bentuk akhirnya, semua tegangan geser tersebut akan hilang sehingga fluida berada dalam keadaan kesetimbangan. Pada temperatur dan tekanan tertentu, setiap fluida mempunyai densitas tertentu. Dalam percobaan kali ini, kita akan mempelajari jenis aliran fliuda termampatkan (compressible flow), dimana fluida yg mengalir dalam pipa akan mengalami hambatan berupa gesekan dengan dinding pipa hal ini mengakibatkan berkurangnya laju aliran dan penurunan tekanan. Suatu aliran disebut aliran kompresibel jika perbedaan densitas dari aliran yang dipengaruhi oleh tekanan tidak bernilai nol sepanjang streamline. Pada umumnya, hal ini terjadi pada mach number melebihi 0,3 untuk semua bagian aliran. Walaupun nilai mach ini cenderung menghasilkan aliran yang berubah-ubah, akan tetapi nilai ini sering digunakan. Hal ini dikarenakan aliran gas yang memiliki mach number kurang dari 0.3 akan terjadi perubahan densitas yang menyebabkan perubahan tekanan sekitar 5%. Selain itu, perbedan densiti sekitar 5% ini terjadi pada titik stag dari suatu objek yang besar pada suatu aliran gas dan densitas disekitar objek tersebut akan menjadi lebih rendah. Pada nilai mach yang cukup tinggi, aliran memiliki kecepatan yang cukup tinggi sehingga efek dari kompresibilitas tidak dapat diabaikan. Faktor yang membedakan apakah suatu aliran kompresibel atau inkompresibel adalah perubahan kecepatan, terjdinya choking, perubahan tekanan dan temperatur. Pada aliran kompresibel, perubahan kecepatan dari suatu aliran yang menyebabkan
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
perubahan temperatur menjadi tidak dapat diabaikan. Pada aliran kompresibel dapat terjadi choking dan memiliki perubahan temperatur dan tekanan yang cukup besar pada sepanjang aliran. Selain itu, pada aliran inkompresibel perubahan dari energi dalam seperti temperatur dapat diabaikan bahkan jika energi kinetiknya berubah menjadi energi dalam sekalipun. Pada aliran kompresibel terdapat dua jenis aliran yaitu aliran subsonic dan aliran supersonic. Aliran supersonic akan menyebabkan shock waves.Shock wavesadalah aliran suatu fluida ketika nilai mach numbernya mendekati satu atau lebih dari satu. Shock waves ini akan menyebabkan perubahan kecepatan, tekanan, dan temperatur secara tiba-tiba pada suatu aliran. Perubahan suatu fluida secara tibatiba dapat diilustrasikan dengan aliran dalam suatu tabung yang konvergen–divergen. Pada aliran subsonic, kecepatan fluida menurun setelah ekspansi. Pada aliran supersonic kecepatan fluida naik setelah ekspansi. Aliran adiabatis pada suatu pipa dapat terjadi apabila pipa tersebut diinsulasi. Kondisi ini menyebabakan aliran gas yang masuk pada suatu pipa pada tekanan, temperatur, dan laju tertentu ditentukan oleh panjang dan diameter dari pipa dan tekanan pada downstream. Pipa yang semakin panjang akan menyebabkan friction loss yang semakin besar dan terjadi berbagai fenomena perubahan-perubahan yang terjadi seperti:
Penurunan tekanan Penurunan densitas Penurunan kecepatan Penurunan entalphi Penurunan entropi Kecepatan maksimum terjadi pada ujung suatu pipa dan secara kontinu naik seiring dengan penurunan tekanan hingga mencapai mach number = 1. Kecepatan fluida ini tidak dapat melewati rintagan sonic dalam aliran adiabatik yang melalui suatu pipa dengan cross section yang konstan. Jika usaha ini dilakukan untuk menurunkan tekanan di downstream, maka kecepatan, suhu, tekanan, dan densitas konstan pada ujung pipa saat mach number =1. Jika panjang pipa diperpanjang, maka pressure drop akan semakin besar dan flux masa akan menurun sehinga mach number satu tetap pada ujung suatu pipa.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
1.2.
Tujuan Percobaan Compressible Flow ini memiliki tujuan percobaan dalam pelaksanaannya, sebagai berikut : 1
Untuk menunjukan pengaruh kompresi pada aliran udara di dalam saluran
2 3 4
konvergen-divergen. Untuk menunjukan suatu fenomena dari penghambatan (chocking) Menyelidiki tekanan sepanjang saluran divergen. Untuk menyelidiki hubungan antara koefisien friksi dengan bilangan Reynold
5 6 7
untuk sebuah pipa yang diberikan. Menentukan hubungan antara laju aliran dengan beda tekanan pada orifice. Menentukan koefisien pelepasan (discharge coefficient) dari orificemeter. Untuk menyelidiki variasi kenaikan tekanan, input daya, dan efisiensi (isotermal dan keseluruhan) terhadap laju alir massa pada kecepatan konstan.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
BAB II TEORI 2.1.
Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi Pada Aliran Pada percobaan ini, gas yang merupakan fluida mampu mampat di hubungkan
dengan kompresor melalui pipa. Pipa yang digunankan memiliki bagian konvergen, bagian yang mengecil dan divergen bagian yang membesar. Penggunaan bagian konvergen dalam suatu aliran adalah untuk meningkatkan kecepatan gas dan menurunkan tekanannya. Sedangkan bagian divergen, tujuan penggunaannya berbeda sesuai subsonik (dibawah kecepatan suara) maupun supersonik (diatas kecepatan suara). Dalam aliran subsonik, tujuan penggunaan bagian divergen adalah untuk menurunkan kecepatan dan mendapatkan kembali tekanan sesuai persamaan Bernoulli. Dalam aliran supersonik, tujuan penggunaan bagian divergen adalah untuk mendapatkan bilangan Mach yang lebih dari satu. Pada percobaan pertama ini kita menggunakan kecepatan aliran yang subsonik sehingga penjelasannya mengenai bagian divergen dibatasi untuk aliran subsonik. Persamaan neraca energi untuk aliran adalah
dengan mengabaikan kerja, panas dan rugi kerja karena friksi kita dapatkan dan
dari persamaan kontinuitas m = A.V = konstan, maka :
sehingga
2.2.
Percobaan 3: Efisiensi Difuser
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Penggunaan bagian konvergen dalam suatu aliran adalah untuk meningkatkan kecepatan gas dan menurunkan tekanannya. Sedangkan dalam bagian divergen, aliran itu bisa subsonik maupun supersonik. Tujuan penggunaan bagian divergen pada kedua jenis aliran tersebut berbeda. Dalam aliran subsonik, tujuan penggunaan bagian divergen adalah untuk menurunkan kecepatan dan mendapatkan kembali tekanan sesuai persamaan Bernoulli. Dalam aliran supersonik, tujuan penggunaan bagian divergen adalah untuk mendapatkan bilangan Mach yang lebih dari satu. Pada dasarnya, bilangan Mach digunakan untuk mengekspresikan kecepatan relatif suatu pesawat terbang terhadap kecepatan suara. Dengan Mach number, kecepatan dibagi 1 2 3 4 5
menjadi empat wilayah yaitu: Subsonik (Mach < 1) Sonik (Mach = 1) Transonik (0.8 < Mach < 1.3) Supersonik (Mach > 1) Hypersonik (Mach < 5) Persamaan neraca energi untuk aliran adalah: Dengan mengabaikan kerja, panas dan rugi kerja kita dapatkan : V1 2
P
0
P1 0
V2 2
P
0
P2 0
dan Dari persamaan kontinuitas m = A.V = konstan, maka :
A1 .V1 A2 .V2 Jadi :
A P0 P2 1 A2
2
. P0 P1
Diffuser merupakan suatu cara untuk memperlambat laju fluida, sedangkan kebalikannya adalah nozzle yaitu suatu cara untuk mempercepat laju fluida.
Gambar x. Skema Alat Diffuser Persamaan Bernoulli: Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
dWa ,0 P V2 P2 P1 V22 V12 z 2g gd m g 2 g
Peningkatan tekanan yang disertai dengan penurunan kecepatan disebut pressure recovery. Energi kinetik diubah sebagian menjadi injection work (ditunjukan dengan bertambahnya tekanan) dan sebagian diubah menjadi friction heating. Sangatlah mungkin unutk membuat diffuser dengan friction heating sekitar 1/10 dari penurunan energi kinetik atau seperti yang telah diketahui, pressure recovery menjadi 90% dari kemungkinan terbesar membuat frictionless diffuser. Konsep dari diffuser analog dengan cara memberhentikan sebuah mobil yang bergerak cepat, pertama dengan cara membiarkannya terus melaju sampai puncak teratas lalu mengubah energi kinetiknya menjadi sebuah energi potensial yang berguna, kemudian memberhentikannya dengan menginjak rem yang akan mengubah energi kinetik menjadi energi internal yang tidak begitu berguna. Dari persamaan Bernoulli dapat dilihat bahwa aliran fluida yang bergerak sangat cepat dapat mengubah energi kinetik menjadi energi potensial dengan memanjat “gravity hill” menjadi injection work dengan memanjat “pressure hill” atau menjadi energi internal dengan friction heating. Pada persamaan Bernoulli berlaku: -
Perubahanketinggiandan V1diabaikan
-
Dengan asumsi kehilangan energy karena friksi diabaikan, walaupun P2 lebih besar dari P1 tapi bagian ini sangat kecil dibandingkan dengan energy kinetik. Maka : V22 dWa ,0 2 dm
Pompa tidak melakukan kerja pada fluida ketika fluida telah meninggalkan ujung blades sehingga dWa , 0 dm
0
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
P2 P1 V22 2
Efisiensi dari saluran divergen atau diffuser boleh didefinisikan sebagai :
Cp C pi
Cp
P2 P1 1 / 2 V 2
dimana
C pi
A 1 1 A2
2
P3 P2 P1 P2
dan
Dalam percobaan, dengan mengkorelasikan Cp3 dengan Cp1 ,maka
efisiensi diffuser dapat didefinisikan sebagai :
Cpi merupakan koefisien pressure recovery untuk aliran ideal satu dimensi. Persamaan di atas seringkali digunakan untuk mendefinisikan keadaan referensi terhadap keadaan dimana performa diffuser nyata diukur. 2.3.
Percobaan 4: Hubungan antara Koefisien Fraksi dengan Bilangan Reynold pada Pipa Bilangan Reynold merupakan bilangan tak berdimensi yang menyatakan
perbandingan gaya inersia terhadap gaya viskos pada suatu aliran fluida. Bilangan Reynold juga menunjukkan karakteristik suatu aliran, yaitu laminar atau turbulen. Besarnya bilangan Reynold suatu aliran di dalam pipa ditentukan oleh massa jenis fluida, kecepatan aliran, viskositas, dan diameter pipa. Hubungan keempat besaran tersebut terhadap nilai bilangan Reynold dinyatakan dengan persamaan Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
(2.3.1)
dengan ρ η v D
Re
: bilangan Reynold,
: massa jenis, : viscositas/kekentalan, : kecepatan aliran, : diameter pipa.
Viskositas (μ) dari gas bergantung hanya pada suhu, dan berikut akan diberikan viskositas yang berlaku untuk udara :
393 393
1.171x10 5 x
273 273
3/ 2
N .s / m 2
(2.3.2)
di mana θ adalah suhu dalam oC. Bilangan tak berdimensi lainnya yang berhubungan dengan karakterisitik aliran fluida faktor friksi. Faktor friksi untuk aliran dalam pipa/sakuran ditentukan dengan persamaan
1 D ( P0 PL ) f 4 L 1 2 V 2
(2.3.3)
Gambar ___. Aliran Udara Melalui Pipa
Untuk aliran fluida melalui pipa seperti pada gambar di atas, faktor friksi dapat dihitung dengan persamaan f
d ( P2 P3 ) 4lk ( P0 P1 )
(2.3.4) sementara bilangan Reynold dapat ditentukan dengan persamaan
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Re d /
2k ( P0 P1 ) (2.3.5)
Faktor friksi merupakan fungsi dari bilangan Reynold. Hubungan empirik antara faktor friksi dan bilangan Reynold ditemukan oleh beberapa ilmuwan melalui percobaan, diantaranya oleh Blasius yang mendapatkan hubungan
f 0,079(Re) 0, 25 (2.3.6) yang dapat digunakan hingga bilangan Reynold sekitar 105. Selain oleh Blasius, hubungan empirik lainnya juga ditemukan oleh Nikuradse-von-Karman yaitu
1 f
4,0 log 10 (Re f ) 0,396 (2.3.7)
2.4.
Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice Orifice adalah alat yang digunakan untuk mengukur laju alir. Selain orifice
terdapat juga venturimeter. Venturimeter juga dapat digunakan untuk mengukur laju alir. Alat ini lebih dahulu digunakan untuk keperluan pengukuran aliran. Orifice merupakan flowmeter yang mempunyai beberapa keunggulan praktis dibanding dengan venturi. Di antaranya adalah karena biayanya rendah, sederhana, mempunyai ukuran fisik yang kecil, dan fleksibilitas untuk mengubah rasio throat terhadap diameter pipa sehingga dapat mengukur laju alir dengan rentang cukup lebar. Namun, orifice mengkonsumsi lebih banyak energi
dalam bentuk pressure loss. Hal ini
ditunjukkan oleh nilai koefisien discharge yang kecil (C berkisar 0,6 – 0,7) dibandingkan koefisien pelepasan venturi yang berkisar antara 0,94 – 0,99 (Perry’s Chemical Engineer’s Handbook). Orifice lebih banyak diapakai karena meteran venturi mempunyai kelemahan tertentu dalam praktek pabrik pada umumnya. Venturimeter cukup mahal, mengambil tempat cukup besar, dan rasio diameter leher terhadap diameter pipa tidak fleksibel untuk diubah-ubah. Untuk ukuran meteran tertentu dengan sistem manometer tertentu pula, rentang laju alir yang dapat diukur terbatas. Apabila laju aliran berubah menjadi lebih kecil, diameter leher menjadi terlalu besar untuk memberikan bacaan yang teliti. Atau sebaliknya, jika laju alir diperbesar maka diameternya menjadi terlalu kecil untuk dapat menampung laju aliran maksimum yang baru. Orifice dapat mengatasi Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
kelemahan meteran venturi, sehingga orifice lebih disukai pada praktek industri pada umumnya. Instalasi orifice sangat mudah, yaitu dengan memasangnya di antara flanges. Rentang laju alir yang bisa diukur oleh orifice sangat lebar, karena kita bisa menyesuaikan perbandingan antara diameter lubang orifice dengan diameter pipa. Penyadap tekanan, satu di hulu dan satu di hilir orifice tersebut dipasang dan dihubungkan dengan manometer atau peralatan pengukuran tekanan lainnya. Posisi lubang sadap dapat dipasang sembarang, dan koefisien meteran tersebut bergantung pada letak lubang sadap itu. Tiga cara yang biasa digunakan untuk menempatkan lubang sadap disajikan pada tabel berikut Jenis
Jarak penyadap
sadap Flens Vena
1 in. 1 diameter pipa (inside
dari hilir orifice 1 in. 0,3 sampai 0,8
kontrakta
diameter sebenarnya)
diameter pipa,
2,5 kali diameter nominal
bergantung pada 8 kali diameter
Pipa
dari hulu orifice
pipa nominal pipa Jenis penyadapan yang paling baik adalah pada daerah vena kontrakta karena pada vena kontrakta terjadi pressure drop yang paling besar. Seperti ditunjukkan pada gambar berikut, penurunan tekanan terjadi dengan sangat drastis ketika aliran fluida melewati orifice. Namun, masih terjadi penurunan tekanan sampai mencapai minimumnya di daerah vena kontrakta. Kemudian terjadi pemulihan tekanan secara perlahan sampai akhirnya tekanan menjadi relatif konstan. Tekanan terakhir ini nilainya berada di bawah tekanan awal sebelum fluida melewati orifice. Pressure loss yang terjadi ini karena orifice ini relatif besar, sehingga ini menjadi kelemahan dari orifice dibanding flowmeter lain seperti venturi dan nozzle.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Gambar 5.1. Orificemeter Dengan Ilustrasi Perbedaan Tekanan Didalamnya.
Kadangkala laju alir yang diukur dengan perhitungan sedikit lebih besar daripada yang diamati. Hal ini terjadi karena faktor friksi dalam meter yang seringkali kita anggap 0 dan fakta bahwa aliran tidak seluruhnya melewati bidang perpotongan pipa. Oleh karena itu, untuk mendapatkan nilai yang lebih benar, digunakanlah suatu koefisien empiris yaitu koefisisen pelepasan (coefficient of discharge, Cv) yang nilainya tergantung hanya pada bilangan Reynold. Hubungan Cv dan tekanan sebagai berikut:
V2 A P 1 2 2 2 2Cv A1 2
2
Koefisien Pelepasan Koefisien pelepasan sering digunakan untuk mencari hubungan antara piringan orifice dan nozzle. Koefisien pelepasan ini juga dapat diaplikasikan pada venturimeter. Koefisien pelepasan ini menyatakan perbandingan antara aliran aktual dengan aliran ideal. Nilai koefisien pelepasan yang rendah menandakan bahwa aliran aktual lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai teoritisnya. Nilai koefisien pelepasan dari orificemeter adalah 0,63 dan nilai koefisien pelepasan untuk venturimeter adalah 0,98. Perbedaan nilai koefisien pelepasan ini dikarenakan pressure drop yag tinggi Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
pada orificemeter yang disebabkan oleh perbedaan luas penampang secara tiba-tiba.
Gambar 5.2. Grafik perbandingan koefisien pelepasan dengan diameter pipa.
Aliran yang melalui jalur pipa dapat dinyatakan dalam persamaan yang digunakan yaitu rumus koefisien pelepasan, yaitu .
m C.a
2 P2 P3 1 n2
...................(2.4.1)
dimana, a
=
luas orifice
n
=
perbandingan luas (d/d2)2
d
=
diameter orifice
C
=
koefisien pelepasan yang tergantung pada harga n dan hampir tak
tergantung NRe. Untuk aliran kompresibel, C dipengaruhi oleh (P2-P1)/P2 Untuk menghitung laju alir massa dapat digunakan persamaan: .
m a1 . 2 0 k P0 P1
................... (2.4.2) sehingga kuadrat harga m di persamaan 5.1 menjadi 2.a12 . 0 .k ( P0 P1 ) C 2
a2 2. 2 ( P2 P3 ) 1 n2
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
................... (2.4.3)
0 Untuk diferensial tekanana yang rendah, perbedaan
dan
2
akan cukup rendah,
sehingga persamaan 5.3 menjadi
1 a2 k P0 P1 C P2 P3 1 n 2 a12 2
................... (2.4.4) 2.5.
Percobaan 6: Kompresor Kompresor adalah alat yang digunakan untuk menaikkan tekanan suatu fluida/
gas dengan menurunkan volume dari fluida tersebut. Cara kerja kompresor miripdengan pompa yaitu mengalirkan fluida dan menaikan temperatur dari fluida tersebut. Beberapa Jenis Kompresor A Reciprocating compressors . Kompresor ini menggunakan piston yang digerakan oleh crankshaft. Piston-piston ini dapat bergerak atau diam, single stage atau multi staged, dan dapat bekerja dengan bantuan mesin internal atau motorelektronik. Kompesor ini sering ditemukan pada aplikasi otomotif. B Rotary compressors. Kompresor jenis ini memiliki beberapa kelemahan seperti rumit, berat, mahal, dan hanya bisa digunakan untuk laju alir rendah. Dengan adanya kenaikan tekanan dan gesekan antara fluida dengan dinding pipa maka suhu fluida akan naik. Kenaikan suhu akan menimbulkan beberapa kerugian. Hal ini dikarenakan volume spesifik dari fluida akan menjadi lebih besar. Bertambahnya volume spesifik akan membuat kerja yang dibutuhkan untuk memampatkan fluida per satuan massa akan menjadi lebih besar, dibandingkan jika kompresi tersebut dilakukan secara isotermal. C Centrifugal compressors. Kompresor ini menggunakan piringan yang berputar atau impeller untuk menaikkan kecepatan dari gas. Kompresor ini biasanya digunakan pada industri petrokimia, pengilangan minyak, proses pengolahan gas alam. D Axial-flow compressors. Kompresor ini merupakan dinamic rotating kompresor yang digunakan seperti kipas angin untuk mengkompres fluida kerja. Kompresor ini digunakan untuk aliran yang tinggi dan design yang rapat. Efisiensi
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Efisiensi kompresor secara umum didefinisikan sebagai perbandingan antara kerja kompresor isentropik dibandingkan dengan kerja kompresor nyata. Efisiensi terdiri dari dua bagian yaitu efisiensi isotermal dan efisiensi secara total. Efisiensi isotermal termodinamika hanya dipengaruhi oleh kondisi termodinamik yaitu suhu dan tekanan, dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus: P3−P2 P −P2 1− 3 ρ0 P0 ηtermo = … …( 2.5.1) γ ( R ( θ3−θ 2 )) γ −1
(
)(
)
( )
Sedangkan efisiensi isotermal keseluruhan dipengaruhi oleh laju alir massa dan kecepatan poros kompresor, massa beban dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus: ηtotal=m
P3−P2 P −P2 1− 3 ρo 2 Po
(
ω Tr
)
… …(2.5 .2)
dengan P 0−P1 2 ρo k (¿) … …(2.5 .3) m=a1 √ ¿
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
BAB III PROSEDUR PERCOBAAN 3.1.
Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi Pada Aliran 1. Memyambungkan pipa kovergen-divergen ke kompresor. 2. Pada percobaan pertama, laju alir udara diatur pertama-tama pada 15 kg/s 3. Mengukur beda tekanan pada P1 (P0-P1) dan P2 (P0-P2) pada pipa dengan menggunakan manometer digital 4. Memvariasikan laju alir udara menjadi 15, 17, 19, 21, dan 23 kg/s 5. Pada percobaan kedua, laju alir udara diatur pertama-tama 30 kg/s 6. Mengukur beda tekanan pada P1 (P0-P1) dan P2 (P0-P2) pada pipa dengan menggunakan manometer digital 7. Memvariasikan laju alir udara menjadi 30, 35, 40, 45, dan 50 kg/s
3.2.
Percobaan 3: Efisiensi Difuser 1. Memasang alat-alat sesuai dengan urutan yang benar. 2. Menggunakan manometer untuk pengukur P0-P1; P0-P2; dan P0-P3 dengan cara memasukkan selang ke lubang pada titik 1, 2, dan 3. 3. Membuat variasi laju udara yaitu 15, 17, 19, 21, 23, 30, 35, 40, 45, 50 (semua dalam satuan kg/s). 4. Mencatat tekanan yang terukur pada setiap titik.
3.3.
Percobaan 4: Hubungan antara Koefisien Fraksi dengan Bilangan Reynold pada Pipa 1. Mengatur laju alir udara 32 kg/s, kemudian mengukur beda tekanan antara P0 – P1, P0 – P2, dan P0 – P3 menggunakan manometer digital. 2. Mengulangi langkah di atas dengan memvariasikan laju alir udara sebesar 34 kg/s, 36 kg/s, 38 kg/s, dan 40 kg/s. 3. Membuat tabel f, Re, log (f), log (Re), 1/√f dan log (Nre . √f). 4. Menggambar grafik log f vs log Re dan 1/f vs log (Ref) 5. Mencari tahu apakah hubungan empirik Blasius f = 0,079Re-1/4 dapat dipakai dan pada range Ree berapa? 6. Mencari tahu apakah hubungan Nikuradse–von Karman 1/√f = 4 log (Nre . √f) – 0,396 dapat digunakan dan pada range berapa?
3.4.
Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice 1. Menyambungkan 2 pipa yang terdapat orifice di bagian sambungannya dan memasangkannya ke kompresor 2. Menyiapkan manometer digital dengan mengalibrasinya, lalu mengatur satuan tekanan yaitu psi
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
3. Mengatur laju alir sebesar 36 kg/s lalu menunggu selama 1 menit 4. Mengukur P0-P1, P0-P2 dan P0-P3 dengan manometer digital 5. Menulangi langkah 3-4 dengan memvariasikan laju alirnya yaitu 36, 38, 40, 42, 44 kg/s. 6. Menggambarkan grafik hubungan antara (P0-P1) terhadap P2-P3. Lalu menentukan harga C dari kemiringan grafik tersebut. 3.5.
Percobaan 6: Kompresor 1. Memasang pipa pada output kompresor dengan baik dan memastikan pemasangan dilakukan dengan tepat dan kencang 2. Mengatur aliran udara pada 34 m/s, 36 m/s, 40 m/s, 44 m/s, 46 m/s, dan 48 m/s agar memberikan perubahan-perubahan P0-P1yang sama 3. Memberikan beban yang bervariasi pada pangkal pipa (output kompresor), yaitu 34 kg/s, untuk beban 60 gram laju alir udaranya yaitu 36 kg/s, untuk 70 gram yaitu 40 kg/s, untuk beban 80 gram yaitu 44 kg/s, untuk beban 90 gram yaitu 46 kg/s, dan untuk beban 100 gram laju udaranya yaitu 48 kg/s 4. Menyambungkan manometer digital untuk mengatur tekanan pada ujung pipa (P0-P1), tekanan pada tengah pipa (P0-P2), dan tekanan pada pangkal pipa(P0P3), dan megukur suhu input dan output kompresor dengan termometer digital 5. Membaca P0-P1,P0-P2,P0-P3, θ1(suhu masuk), θ2(suhu keluar), dan rpmpada masing-masing laju alir udara 6. Menghitung efisiensi termodinamika dan efisiensi total
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
BAB IV DATA PENGAMATAN 4.1.Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi Pada Aliran Tabel 4.1. Data Pengamatan Percobaan 1 Percobaan I bagian 1 Laju Udara Manometer (psi) (kg/s) 15 17 19 21 23 4.2.
P0-P1 0 0 0 0 0
P0-P2 0.08 0.12 0.16 0.21 0.28
Percobaan I bagian 2 Laju Udara Manometer (psi) (kg/s) 30 35 40 45 50
P0-P1 0 0 0.01 0.01 0.01
P0-P2 0.44 0.63 0.83 1.12 1.34
Percobaan 3: Efisiensi Difuser Tabel 4.2. Data Pengamatan Percobaan 3 LajuUdara (kg/s) 15 17 19 21 23 30 35 40 45 50
4.3.
Manometer (psi) P0-P1 P0-P2 P0-P3 0 0.08 0.02 0 0.12 0.03 0 0.16 0.04 0 0.21 0.05 0 0.28 0.06 0 0.44 0.1 0 0.63 0.15 0.01 0.83 0.21 0.01 1.12 0.27 0.01 1.34 0.34
Percobaan 4: Hubungan antara Koefisien Fraksi dengan Bilangan Reynold pada Pipa Tabel 4.3. Data Pengamatan Percobaan 4 Laju Udara
Beda Tekanan (psi)
(kg/s)
P0 – P1
P0 – P2
P0 – P3
32
0,04
0,08
0,11
34
0,05
0,09
0,13
36
0,05
0,10
0,15
38
0,06
0,12
0,18
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
40 4.4.
0,07
0,13
0,18
Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice Tabel 4.4. Data Pengamatan Percobaan 4
Laju Udara (kg/s)
P0-P1 36 0.007 38 0.009 40 0.01 42 0.012 44 0.014 Diameter pipa dalam = 3.4 cm Diameter pipa luar = 3.9 cm Diameter orifice dalam = 1.9 cm Diameter orifice luar = 3.9 cm
4.5.
Manometer (psi) P0-P2 0.007 0.009 0.01 0.012 0.014
P0-P3 0.014 0.017 0.019 0.02 0.023
Percobaan 6: Kompresor Tabel 4.5. Data Pengamatan Percobaan 5
Beban (g) 50 60 70 80 90 100
Laju Udara
RPM
(kg/s) 34 36 40 44 46 48
1082 2310 2589 2882 3024 4707
Tin (0C) 33,4 33,5 33,6 33,7 33,6 33,5
Manometer (psi) Tout (0C) 31,1 31 31,1 30,8 30,6 30,8
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
P0-P1
P0-P2
P0-P3
0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02
0,68 0,75 0,87 1,10 1,23 1,35
0,15 0,17 0,21 0,28 0,31 0,33
BAB V PENGOLAHAN DATA 5.1.Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi Pada Aliran Dari data-data percobaan tersebut dapat dibuat grafik antara P0-P2 vs P0-P1 pada kedua percobaan.
Grafik 5.1.1. P0-P1 vs P0-P2 pada Percobaan I bagian 1.
Grafik 5.1.2. P0-P1 vs P0-P2 pada Percobaan I bagian 2.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Kecepatan aliran udara di setiap titik dapat ditentukan berdasarkan percobaan ataupun secara teoritis. Kecepatan di titik 1 dan titik 2 untuk percobaan dapat menggunakan persamaan neraca energi:
Persamaan neraca energi diatasdapat disederhanakan dengan mengabaikan kalor, kerja dan rugi kerja. Hasil penyederhanaannya adalah:
Menggunakan rumus tersebut, data-data di atas dapat digunakan untuk menghitung kecepatan di masing-masing titik uji v1 dan v2. Massa jenis (ρ) fluida yang beruba udara dapat ditentukan dengan menentukan Mr udara terlebih dahulu. 1 mol udara = 0.79 mol N2 + 0.21 mol O2 0.79 mol N2 = 22.12 gr 0.21 mol O2 = 6.72 gr Mr udara = 22.12 gr/mol + 6.72 gr/mol Mr udara = 28.84 gr/mol Massa jenis udara didapatkan dengan mengasumsikan udara berada pada kondisi ideal.
Setelah mendapatkan nilai kecepatan di masing-masing titik uji dari percobaan, nilai P0-P2 teoritis dapat dievaluasi menggunakan persamaan least-square pada grafik di atas. Persamaan least-square pada grafik di atas diturunkan dari persamaan kecepatan di tiap titik dari neraca energi
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
dan
Persamaan kontinuitas m = A.v = konstan sehingga:
, dari kedua persamaan tersebut menghasilkan:
Dengan memplot P0-P2 sebagai sumbu y dan P0-P1 sebagai sumbu x seperti grafik di atas maka gradien dari grafik tersebut merupakan perbandingan
. Nilai
tersebut dapat digunakan mencari nilai v2 teoritis
dengan menggunakan persamaan kontuinitas di atas. Selanjutnya kita bisa menghitung kesalahan relative kecepatan percobaan di titik 2 dengan persamaan
Hasil perhitungan v2 teoritis dan persen kesalahan relatif v2 percobaan di di tiap laju udara ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 5.1.1. Pengolahan Data Percobaan 1 Bagian 1 Laju Udara
Manometer (Pa)
v1 (m/s)
v2 (m/s)
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
P0-P2 teoritis
v2 teoritis
% error
(kg/s)
P0-P1
P0-P2
(Pa)
(m/s)
30.5893 15
0
551.6
0
5 37.4641
0.08
0.368385976 -
17
0
827.4
0
5 43.2598
0.12
0.451178835 -
19
0
1103.2
0
7 49.5604
0.16
0.520976443 -
21
0 1447.95
0
1 57.2274
0.21
0.596853497 -
23
0
1930.6
0
3
0.28
0.689187054 -
Manometer (Pa) P0-P1 P0-P2
v1 (m/s)
v2 (m/s)
Bagian 2 Laju Udara (kg/s)
P0-P2 teoritis
v2 teoritis
(pa)
(m/s)
% error
71.7383 30 35
0 3033.8 0 4343.85
40
68.95 5722.85
7 10.8149
5
3872.71465
81.05239355 21.56217
45
68.95
7722.4
7 114.4549 10.8149 125.192
3872.71465
81.05239355 41.21096
50
68.95
9239.3
3872.71465
81.05239355 54.45849
5.2.
0 8 0 85.84115 10.8149 98.5290
7
3
0 0
0 ~ 0 ~
Percobaan 3: Efisiensi Difuser Pada percobaan ini menggunakan manometer untuk membaca P0-P1; P0-P2; dan
P0-P3 di mana efisiensi saluran divergen/diffuser adalah rasio perbedaan tekanan antara titik masuk dan titik keluar diffuser sehingga persamaan efisiensi diffuser yang digunakan pada percobaan ini adalah: η=
P3−P2 P1−P2
dengannilai (P3-P2) dan (P1-P2) didapatkandari:
( P3−P2 ) =( P0−P2 ) −( P0−P3 ) ( P1−P2 ) =( P0−P2 ) −( P0−P1 ) Berikutadalahhsilpengolahan data daripercobaan 3: Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Tabel 5.2.1. Pengolahan Data Percobaan 3 LajuUdara (kg/s) 15 17 19 21 23 30 35 40 45 50
Manometer (psi) P0-P1 P0-P2 P0-P3 0 0.08 0.02 0 0.12 0.03 0 0.16 0.04 0 0.21 0.05 0 0.28 0.06 0 0.44 0.1 0 0.63 0.15 0.01 0.83 0.21 0.01 1.12 0.27 0.01 1.34 0.34 Efisiensi rata-rata
P3-P2
P1-P2
0.06 0.09 0.12 0.16 0.22 0.34 0.48 0.62 0.85 1
0.08 0.12 0.16 0.21 0.28 0.44 0.63 0.82 1.11 1.33
Efisiens i (%) 75.00% 75.00% 75.00% 76.19% 78.57% 77.27% 76.19% 75.61% 76.58% 75.19% 76.06%
P1-P2 vs P3-P2 1.2 1
f(x) = 0.76x + 0 R² = 1
0.8 P3-P2 (psi)
0.6 0.4 0.2 0
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
P1-P2 (psi) P1-P2 vs P3-P2
Linear (P1-P2 vs P3-P2)
Grafik 5.2.1. P1-P2 vs P3-P2
Berdasarkan grafik di atas, didapatkan persamaan garis: y=0.7562 x+ 0.0023 Dengan menganalogikan persamaan efisiensi diffuser menjadi:
( P3−P2 ) =η ( P1−P2 ) Untuk mendapatkan nilai efisiensinya dapat merata-ratakan antara rata dengan η yang didapatkan dari grafik sehingga:
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
η
rata-
η=
76.06 + 75.62 2
η=75.84
5.3.
Percobaan 4: Hubungan antara Koefisien Fraksi dengan Bilangan Reynold pada Pipa Beda tekanan pada data hasil percobaan di atas harus dikonversi dulu
satuannya menjadi Pascal. Kemudian dapat dihitung variabel-variabel yang diperlukan menggunakan persamaan berikut: 1 Perhitungan koefisien friksi
dengan:
2
Perhitungan bilangan Reynold
dengan:
3
Persamaan Blasius
4
Persamaan Nikuradse von Karman
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Tabel 5.3.1. Hasil Pengolahan Data untuk Korelasi Empirik oleh Blasius Laju Alir
Beda Tekanan (Pa)
(P2-P3)
(P0-P1)
(P0-P2)
(P0-P3)
32
275,79
551,58
758,42
206,84
34
344,74
620,53
896,32
275,79
36
344,74
689,48
1034,21
344,74
38
413,69
827,37
1241,06
413,69
40
482,63
896,32
1241,06
344,74
(kg/s)
Re
f (Blasius)
40060,2
0,00559
6 44788,7
1 0,00543
3 44788,7
7 0,00543
3 49063,5
7 0,00531
9 52994,7
5 0,00521
4
3
log Re
log f
4,6027
-2,2525
4,6512
-2,2646
4,6512
-2,2646
4,6908
-2,2745
4,7242
-2,2829
Tabel 5.3.2. Hasil Pengolahan Data untuk Korelasi Empirik von Karman Laju
log (Re
Beda Tekanan (Pa)
Alir
(P2-P3) (P0-P1)
(P0-P2)
(P0-P3)
32
275,79
551,58
758,42
206,84
34
344,74
620,53
896,32
275,79
36
344,74
689,48
1034,21
344,74
38
413,69
827,37
1241,06
413,69
40
482,63
896,32
1241,06
344,74
(kg/s)
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Re
)
40060,2
0,00148
6,70102
6 44788,7
4 0,00158
9 7,00696
3 44788,7
3 0,00197
4 7,39460
3 49063,5
9 0,00197
4 7,55296
9 52994,7
9 0,00141
7 7,10234
4
4
8
1,7743 1,8507 1,9477 1,9872 1,8746
Grafik 5.3.1. Hubungan log(Re) versus log(f)
Grafik 5.3.2. Hubungan
5.4.
Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice Untuk mencari nilai discharge coefficient (C) pada orifice adalah dengan menggunakan persamaan Bernoulli sebagai berikut: 1 1 ρ2 v 22+ P 2= ρ3 v 23+ P3 … ( 5.4 .1 ) 2 2 Persamaan Kontinuitas: ρ2 A 2 v 2=ρ3 A 3 v 3 …(5.4 .2)
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
ρ2=ρ3
Dengan mengasumsikan
, maka persamaan (5.4.2) menjadi:
2 3 2 2
A3 d =v 3 …( 5.4 .3) A2 d
v 2=v 3
Bila persamaan (5.4.3) disubstitusikan ke dalam persamaan (5.4.1), maka didapatkan persamaan: d 23 1 2 P2−P3= ρ3 v 3 1− 2 2 d2
( )
v 3=
√(
2 ( P2−P3 ) d2 ρ 1− 32 d2
)
… (5.4 .4)
Bila dikembalikan ke persamaan kontinuitas untuk area setelah orifice, persamaan menjadi: m=Cp ´ A 3 v 3=C A 3
√(
2 ρ ( P2−P3 ) d 23 1− 2 d2
)
=C A 3
√
2 ρ ( P2 −P 3 )
( 1−n2 )
…(5.4 .5)
Di sisi lain, persamaan Bernoulli untuk area sebelum orifice (yang mencakup area sebelum dan sesuadah masuk pipa) adalah sebagai berikut: 1 P0= ρ1 v 21 + P1 2 1 P0−P1= ρ1 v 21 2 v 1=
√
2 ( P −P1 ) …(5.4 .6) ρ 0
Maka persamaan Kontinuitasnya adalah: m=ρ ´ 1 A 1 v 1= A 1 √ 2 ρ 1 ( P 0−P 1 ) …(5.4 .7) Bila kedua persamaan laju alir massa yang telah ditemukan ini disamakan (asumsi steady state), dan nilai densitas udara dianggap sama di segala tempat, maka didapat persamaan berikut: A 1 √2 ρ1 ( P 0−P1 )=C A 3 A 12 ( P 0−P1 )=C 2 A 32
√
2 ρ ( P2 −P 3 )
( 1−n2 )
( P2−P3 ) ( 1−n2 )
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
( P0−P1 ) =C
A3
2
y
2
A 12 ( 1−n2 )
( P2−P3 ) … (5.4 .8) x
m
Plot persamaan (5.4.8) sebagai persamaan linear, dimana (P0-P1) sebagai y, (P2-P3)
sebagai nilai x, dan nilai
C2
A 32 A 12 ( 1−n2 )
sebagai slope.
Berikut table data yang akan diplot pada grafik: Tabel 5.4.1. Pengolahan Data Percobaan 5 Laju Udara (kg/s)
Manometer (Pa) P0-P2 P0-P3 48.26332 96.52664 62.05284 117.2109 68.9476 131.0004 82.73712 137.8952 96.52664 158.5795
P0-P1 48.26332 62.05284 68.9476 82.73712 96.52664
36 38 40 42 44
P2- P3 48.26332 55.15808 62.05284 55.15808 62.05284
70 60
f(x)==0.53 R² 0.23x + 40.33
50 40 P0-P1 30
Linear ()
20
Linear () Linear ()
10 0 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 P2-P3
Grafik 5.4.1. Hubungan P2-P3 vs P0-P1
0.511=C2
A 32 A 12 ( 1−n2 )
0.25 × π × 0.02542 1 0.511=C 2 0.25× π × 0.0381 ( 1−0.667 ) 2
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
0.226=0.5172C
2
C=0.661 5.5.
Percobaan 6: Kompresor Mengkonversi satuan tekanan psia menjadi Pa ; 1 psia = 6894,76 Pa Tabel 5.5.1. Konversi Data Pengamatan Percobaan 6 Beban (g) 50 60 70 80 90 100
Mencari
Laju
Manometer (psi)
Udara
RPM
Tin (0C)
Tout (0C)
(kg/s) 34 36 40 44 46 48
1082 2310 2589 2882 3024 4707
33,4 33,5 33,6 33,7 33,6 33,8
31,1 31 31,1 30,8 30,6 30,8
P0-P1
P0-P2
P0-P3
68,95 68,95 68,95 68,95 68,95 137,90
4688,44 5171,07 5998,44 7584,24 8480,55 9307,93
1034,21 1172,11 1447,90 1930,53 2137,38 2275,27
P3−P2
P (¿ ¿ 0−P3 ) P3−P2=( P0−P2 )−¿
Tabel 5.5.2. Pengolahan Data Percobaan 6 Beban (g) 50 60 70 80 90 100
Laju Udara
RPM
(kg/s) 34 36 40 44 46 48
1082 2310 2589 2882 3024 4707
Manometer (psi)
ΔT (0C)
P0-P2
P0-P3
P3-P2
2,30 2,50 2,50 2,90 3,00 3,00
4688,437 5171,07 5998,441 7584,236 8480,555 9307,926
1034,214 1172,109 1447,9 1930,533 2137,376 2275,271
3654,22 3998,96 4550,54 5653,70 6343,18 7032,66
Mencari properti udara Tekanan (Pa) BM (kg/mol) R (m3Pa/mol. K) T (K)
101325 0,029 8,314 298
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
ρ (kg/m3)
1,180
Mencari Efisiensi Isotermal Termodinamika P3−P2 P −P2 1− 3 ρ0 P0 ηtermo = γ ( R ( θ3−θ 2 )) γ −1
(
)(
)
( )
dimana ,
γ =1,4 θ3−θ 2=T out −T ¿ Tabel 5.5.3. Pengolahan Data Percobaan 6 P3 −P2 ρ0 3096,79 9 3388,95 0 3856,39 1 4791,27 4 5375,57 6 5959,87 7
P3−P2 P0
γ γ −1
R ( θ3−θ 2)
0,964
3,5
19,122
44,602
0,961
3,5
20,785
44,747
0,955
3,5
20,785
50,630
0,944
3,5
24,111
53,609
0,937
3,5
24,942
57,723
0,931
3,5
24,942
63,533
1−
Mencari nilai laju alir massa (m) dalam kg/s P0−P1 2 ρo k ( ¿) m=a 1 √ ¿ Dengan a1 = luas penampang Diameter (m) Luas penampang
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
0.051 0.002
η
(m2) Densitas(kg/m3) k (manometer
1.180 1
digital) P0-P1(psi) 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02
m (kg/s) 0,000307 0,000307 0,000307 0,000307 0,000307 0,000435
Mengubah satuan ω dari RPM menjadi rad/s Dimana 1 rpm = 0,1047 rad/s RPM 1082 2310 2589 2882 3024 4707
rad/s 113,31 0 241,91 0 271,12 8 301,81 2 316,68 2 492,93 1
Mencari nilai F F=m beban . g Beban
Beban
(g)
(kg)
50 60 70 80 90 100
0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10
Gaya Berat (N) 0,49 0,588 0,686 0,784 0,882 0,98
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Tr=F x l
Mencari nilai Tr
l= jarak antara garis sumbumotor dengan pemberat 0.342 m Gaya Berat (N) 0,490 0,588 0,686 0,784 0,882 0,980
ηtotal=m
Tr (Nm) 0,168 0,201 0,235 0,268 0,302 0,335
Mencari efisiensi isothermal keseluruhan
P3−P2 P −P2 1− 3 ρo 2 Po
(
)
ω Tr Tabel 5.5.4. Pengolahan Data Percobaan 6
m (kg/s)
0,00030 7 0,00030 7 0,00030 7 0,00030 7 0,00030 7 0,00043 5
ω (rad/s)
Tr
1−
P3−P2 2 Po
ηtotal
(Nm)
P3 −P2 ρo
0,490
0,168
3096,799
0,982
11,378
0,588
0,201
3388,950
0,980
8,632
0,686
0,235
3856,391
0,978
7,197
0,784
0,268
4791,274
0,972
6,808
0,882
0,302
5375,576
0,969
6,014
0,980
0,335
5959,877
0,965
7,611
(%)
Menggambarkan hubungan basis laju alir massa (m) terhadap P3-P2
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Grafik m vs P3-P2
P3-P2 (Pa)
8000.00 7000.00 6000.00 5000.00 4000.00 3000.00 2000.00 1000.00 0.00
f(x) = 715.09x + 2702.75 R² = 0.98
m (kg/s)
Grafik 5.5.1. Hubungan m vs P3-P2
Menggambarkan hubungan basis laju alir massa (m) terhadap ω.Tr
Grafik m vs ω.Tr
ω.Tr
0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
f(x) = 0.05x + 0.02 R² = 0.99
m (kg/s)
Grafik 5.5.2. Hubungan m vs ω.Tr
Menggambarkan hubungan basis laju alir massa (m) terhadap Effisiensi Isotermal Termodinamika (
ηtermo
)
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Grafik m vs ������ 70.000 60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 0.000
������ (%)
f(x) = 3.9x + 38.82 R² = 0.96
m (kg/s)
Grafik 5.5.3. Hubungan m vs ������
Menggambarkan hubungan basis laju alir massa (m) terhadap Effisiensi Isotermal Keseluruhan (
ηtotal
)
Grafik m vs ��otal
��otal (%)
12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0.000
f(x) = - 0.77x + 10.65 R² = 0.58
m (kg/s)
Grafik 5.5.4. Hubungan m vs ��otal
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
BAB VI ANALISIS 6.1.Percobaan 1: Pengaruh Proses Kompresi Pada Aliran 6.1.1. Analisis Percobaan Percobaan 1 dalam Praktikum Compressible Flow ini bertujuan untuk menunjukkan pengaruh kompresi pada aliran udara di dalam saluran konvergen dan divergen. Percobaan ini adalah pengukuran nilai P0-P1 dan P0P2 dilakukan dengan cara melakukan variasi pada
laju alir udara dengan
memvariasikan daya motor pada kompresor. Semakin besar daya motor pada kompresor tersebut, maka kecepatan tangensial kompresor akan semakin besar, sehingga nantinya laju alir udara menjadi lebih besar karena kompresor akan menarik udara dengan semakin kuat. Input variabel pada percobaan ini yaitu interval laju alir. Percobaan I bagian 1 interval laju alirnya relatif lebih kecil yaitu 15 kg/s, 17 kg/s, 19 kg/s, 21 kg/s, dan 23 kg/s. Tekanan yang diukur yaitu pada titik 1 (P 1) dan titik 2 (P2) pada pipa relatif terhadap P0. Bagian 2 dari percobaan ini, laju alir udara atau input variabelnya lebih besar, berkisar 30 kg/s, 35 kg/s, 40 kg/s, 45 kg/s, dan 50 kg/s. Manometer yang digunakan adalah manometer digital. 6.1.2. Analisis Data dan Hasil Dari percobaan ini praktikan mendapatkan variasi data P 1-P0 dan P2-P0 pada 2 buah interval laju alir. Data untuk P0-P1, perubahan tekanannya yang didapat justru cenderung konstan seiring dengan meningkatnya laju alir. Begitu pula dengan P0-P2, perubahan tekanannya meningkat seiring dengan meningkatnya laju alir. Pada bagian 2, untuk P0-P1 data yang diperoleh adalah perubahan tekanan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya laju alir. Perubahan tersebut terlihat cukup signifikan. Begitupun dengan P 0-P2 yang meningkat seiring dengan meningkatnya laju alir. Berdasarkan data percobaan bagian 1 dan bagian 2 dapat disajikan dalam grafik P0-P2 sebagai fungsi P0-P1. Grafik praktikan sajikan dalam satuan psi, sesuai dengan setting dari manometer digital. Pada bagian pertama, dalam interval laju alir menghasilkan profil output seperti terlihat dalam bagian Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
pengolahan data. Dari kedua grafik tersebut praktikan dapat menggunakan persamaan linearnya untuk mencari kecepatan di titik 2 teoritis. Namun hasil yang didapatkan cukup aneh, yaitu grafik dengan nilai x yang konstan, yaitu x=0, disebabkan pada saat pengamatan terlihat bahwa P0-P1 malah menunjukkan hasil yang konstan, yaitu = 0 psi. Pada bagian kedua, interval laju alir yang digunakan cukup besar yaitu 25 kg/s,30 kg/s,35 kg/s, 40 kg/s, 45 kg/s menghasilkan profil output seperti terlihat dalam bagian pengolahan data. Hasilnya grafik tersebut berupa garis lurus, linear dan memiliki persamaan y=56.167x + 0.535. Perhitungan dimulai dari persamaan kontinuitas yang digunakan untuk membandingkan keadaan tekanan pada posisi 1 dan 2. Karena nilai a 1 > a2, maka berdasarkan persamaan kontinuitas v1 < v2. Karena P0-P1 sebanding dengan v1 dan P0-P2 sebanding dengan v2 maka P0-P1 < P0-P2. Hubungan ini terbukti pula dari data yang diperoleh dari percobaan. Karena nilai P 0 selalu konstan maka dapat disimpulkan bahwa P1 > P2. Karenanya, grafik hubungan P0-P1 terhadap P0-P2 berbentuk linear dengan gradien positif. Artinya dengan kenaikan nilai P0-P1, maka nilai P0-P2 juga akan naik. Persamaan garis untuk kedua percobaan ini sama, karena nilai variasi laju alir udara sama untuk kedua percobaan, dan fluida yang mengalir juga sama yaitu udara. Nilai P0-P1 yang sebanding dengan P0-P2 dapat dibuktikan sebagai berikut : P v2 m. C v .T Q W2 W f 2
Dengan mengabaikan panas, kerja, dan rugi kerja, maka kita mendapatkan: dan
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
m .a.V konstan
Persamaan
kontinuitas,
,
maka
didapatkan
hubungan
Dengan memplot P0-P2 sebagai sumbu y dan P 0-P1 sebagai sumbu x seperti grafik di atas maka gradien dari grafik tersebut merupakan perbandingan
.
tersebut
dapat
digunakan mencari nilai v2 teoritis dengan menggunakan persamaan kontuinitas di atas. Selanjutnya kita bisa menghitung kesalahan relative kecepatan percobaan di titik 2 dengan persamaan:
Hasil perhitungan v2 teoritis dan persen kesalahan relatif v2 percobaan di ditiap laju udara. Berdasarkan rumus berikut ini:
, terbukti bahwa P0-P2 berbanding lurus dengan P0-P1. Persamaan di atas adalah persamaan aliran inkompresibel. Pada aliran gas, tekanan di tiap titik bervariasi, sehingga asumsi densitas konstan harus dikoreksi dalam perhitungan. Namun, asumsi densitas konstan tersebut tetap dapat digunakan untuk perhitungan apabila kecepatan aliran kecil dibandingkan kecepatan suara. Jika fluida adalah kompresibel, maka ketika fluida melewati bagian konvergen, fluida tersebut akan terkompresi sehingga densitasnya menjadi meningkat. Bisa dikatakan bahwa untuk laju alir massa fluida (udara) konstan, maka pada saat fluida melewati bagian konvergen dan tiba di titik 2, densitas fluida kompresibel lebih besar daripada densitas fluida inkompresibel. Perbedaan densitas ini akan berpengaruh kepada kecepatan fluida ketika Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
melalui bagian konvergen. Hubungan laju alir massa m dengan densitas terlihat pada persamaan: m = .v.A sehingga kecepatan fluida kompresibel lebih kecil daripada kecepatan fluida inkompresibel. Hal ini kemudian berakibat tekanan absolut di titik 2 (P 2) untuk fluida kompresibel lebih besar daripada tekanan absolut (P 2) untuk fluida inkompresibel. Untuk kondisi kompresibel, maka kita harus menghubungkan densitas dengan suhu dan tekanan. Hubungan yang paling sederhana adalah persamaan gas ideal :
P
R. .T M
Dalam percobaan ini penambahan laju alir udara dalam kompresor dilakukan dengan cara memperkecil penghambatan keluaran pada kompresor. Karena pada percobaan dilakukan memperkecil penghambatan output pada
P0 P2 kompresor, maka terlihat dalam data bahwa harga (P0 - P1) dan semakin besar. Hal ini dikarenakan pengurangan penghambatan output maka akan memperbesar laju alir. Sesuai dengan hubungan bahwa laju alir dan
P0 P1 tekanan berbanding terbalik maka P1 dan P2 menurun sehingga
dan
P0 P2 meningkat. Berdasarkan perhitungan data, dapat kita lihat bahwa kecepatan laju alir udara di titik 2 lebih besar daripada di titik 1. Hal tersebut dikarenakan tekanan di titik 2 lebih kecil daripada tekanan di titik 1. Dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa pipa konvergen-divergen tersebut dapat mengubah tekanan sehingga terjadi pressure drop dan kita dapat menghitung laju alir udara di pipa. 6.1.3. Analisis Grafik
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Persamaan yang digunakan untuk membandingkan keadaan tekanan pada posisi 1 dan 2 adalah persamaan kontinuitas. Karena nilai a1 > a2, maka berdasarkan persamaan kontinuitas v1 < v2. Karena P0-P1 sebanding dengan v1 dan P0-P2 sebanding dengan v2 maka P0-P1 < P0-P2. Hubungan ini terbukti pula dari data yang diperoleh dari percobaan. Karena nilai P 0 selalu konstan maka dapat disimpulkan bahwa P1 > P2. Seharusnya, grafik hubungan P0-P1 terhadap P0-P2 berbentuk linear dengan gradien positif. Namun pada percobaan bagian 1, hasil yang didapatkan cukup aneh, yaitu grafik dengan nilai x yang konstan, yaitu x=0, disebabkan pada saat pengamatan terlihat bahwa P0-P1 malah menunjukkan hasil yang konstan, yaitu = 0 psi. Grafik tersebut pun tidak dapat dilihat gradient serta nilai R2 nya. Sementara pada percobaan bagian 2, menghasilkan grafik tersebut berupa garis lurus, linear dan memiliki persamaan y=56.167x + 0.535. Gradien yang didapatkan adalah m=56.167 dengan R2=0.717. Nilai R2 yang didapatkan jauh dari 1, karena disebabkan oleh data pengamatan P0-P1 yang aneh karena hanya naik sekali, yaitu dari 0 ke 0.01 pada kenaikan laju 40 kg/s ke 45 kg/s. Secara teoritis, pengamatan harus menunjukkan bahwa dengan kenaikan nilai P0-P1, maka nilai P0-P2 juga akan naik. 6.1.4. Analisis Kesalahan Pada percobaan ini terdapat kesalahan yang cukup besar terlihat. Kesalahan tesebut adalah nilai P0-P1 yang konstan = 0 pada percobaan bagian 1. Selain itu, pada percobaan ke 2, nilai P 0-P1 juga tidak naik secara signifikan, hanya naik sekali yaitu dari 0 ke 0.01 pada kenaikan laju 40 kg/s ke 45 kg/s. Hal tersebut menyebabkan grafik yang dihasilkan menjadi aneh. Bahkan pada percobaan bagian 1 didapatkan grafik x=0 dengan gardien dan nilai R2 yang tidak bisa ditentukan. Sementara pada percobaan bagian 2, didapatkan grafik yang memiliki persamaan y=56.167x + 0.535, dengan gradien yang didapatkan m=56.167 dan nilai R2=0.717. Grafik yang aneh tersebut didapatkan karena nilai P0-P1 yang teramati memang cukup aneh karena cenderung konstan. Penyimpangan tersebut terbukti oleh nilai simpangan pada grafik yang tidak sama dengan 1 (R<1). Penyimpangan yang terjadi pada percobaan ini disebabkan manometer digital yang sedikit bermasalah dengan baterainya. Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Kondisi baterai manometer digital telah kurang baik dan nyaris habis pada saat praktikum. Hal tersebut menyebabkan tampilan nilai tekanan pada manometer tidak menunjukkan hasil yang akurat. Selain itu, kesalahan yang terjadi juga diakibatkan oleh settingan manometer digital yang diset pada satuan psi. Hal tersebut menyebabkan segala perubahan tekanan yang terjadi tidak terlalu terlihat, karena satuannya yang besar dan tidak dapat memperhitungkan perbedaan atau jangkauan yang kecil. Jika manometer diset pada satuan yang lebih kecil seperti Pascal, mungkin akan lebih terlihat perbedaan tekanan yang terjadi.
6.2.
Percobaan 3: Efisiensi Difuser 6.2.1. Analisis Percobaan Percobaan ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh kompresi pada aliran udara di dalam saluran konvergen-divergen. Penggunaan bagian konvergen dalam suatu aliran adalah untuk meningkatkan kecepatan gas dan menurunkan tekanannya. Sedangkan dalam bagian divergen, aliran itu bisa subsonik maupun supersonik. Tujuan penggunaan bagian divergen pada kedua jenis aliran tersebut berbeda. Dalam aliran subsonik, tujuan penggunaan bagian divergen adalah untuk menurunkan kecepatan dan mendapatkan kembali tekanan sesuai persamaan Bernoulli. Dalam aliran supersonik, tujuan penggunaan bagian divergen adalah untuk mendapatkan bilangan Mach yang lebih dari satu karena bilangan Mach yang lebih dari satu menunjukkan aliran supersonik. Percobaan 3 ini memvariasikan laju alir untuk mendapatkan tekanan di titik 1, 2, dan 3. Laju alir yang digunakan adalah 15, 17, 19, 21, 23, 30, 35, 40, 45, dan 50 kg/s. Percobaan 3 variasi data yang diambil dilakukan dengan mengubah-ubah daya motor pada kompresor sehingga didapatkan laju alir udara yang berbeda-beda. Kompresor berfungsi sebagai alat yang memberikan udara sebagai umpan pada saluran. Tekanan yang diukur pada percobaan inilah tekanan padatitik 1 (P1),titik 2 (P2), dan titik 3 (P3) pada pipa relatif terhadap Po (tekanan udara luar). Tujuan untuk mengukur diketiga titik adalah untuk mendapatkan nilai
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
dari P3-P2 dan P1-P2. Yang digunakan untuk menghtiung efisiensi dari difuser. Karena hasil ini akan lebih akurat jika dibandingkan dengan mengukur secara langsung nilai dai P3-P2 dan P1-P2. 6.2.2. Analisis Data dan Hasil Percobaan tiga ini menghitung besar P0 – P1, P0 – P2, dan P0 – P3 dengan menggunakan manometer dimana perbedaan tekanan ini digunakan untuk menentukan
efisiensi
saluran
divergen/diffuseryang
merupakan
rasio
perbedaan tekanan antara yang masuk dan keluar diffuser, sehingga persamaan efisiensi diffuser yang digunakan dalam percobaan ini ialah: η=
P3−P2 P1−P2 P3−P2
Dilihat dari persamaan diatas kita membutuhkan nilai dari dan
P1−P2
, maka diperlukan pengolahan data seperti dibawah ini:
( P3−P2 ) =( P0−P2 ) −( P0−P3 ) ( P1−P2 ) =( P0−P2 ) −( P0−P1 ) Efisiensi difuser merupakan alat pengukur untuk menyatakan performa nyata difuser. Nilai efisiensi akan semakin besar apabila dibandingkan
P1
atau
P1
P3
semakin besar
semakin kecil dengan acuan
difuser akan bernilai 100% jika
P3=P1
P2
.
Efisiensi
. Artinya, tidak ada perubahan
tekanan fluida ketika melewati kerongkongan difuser. Namun, dalam keadaan nyata, hal ini mustahil terjadi disebabkan adanya konversi energi ke dalam bentuk lain seperti energi panas karena friksi, akibatnya
P3 < P1
.
Jika dilihat sekilas dari pengolahan data diatas dapat disimpulkan bahwa efisiensi difuser akan meningkat seiring dengan naiknya laju alir fluida. Hal ini akan dijelaskan pada bagian dibawah ini. Efisiensi difuser dipengaruhi oleh 2 faktor. Parameter pertama adalah sifat fluida yang digunakan dan laju alir masa fluida. 1
Sifat Fluida yang Digunakan
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Kecilnya efisiensi difuser yang didapatkan, antara lain disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sifat fluida yang digunakan, apakah kompresibel atau inkompresibel. Fluida yang memiliki efisiensi yang lebih kecil daripada fluida inkompresibel adalah fluida yang kompresibel seperti pada percobaan. Hal ini dikarenakan pada aliran kompresibel tekanan yang masuk (
P1
) akan berbeda dengan tekanan yang keluar (
P3
) karena
adanya perubahan densitas. Sedangkan untuk aliran inkompressibel, perbedaan tekanan masukan dan keluaran difuser sangat kecil dan bisa dianggap tak ada perbedaan karena diameter masukan dan keluaran adalah sama. Harga ( dibandingkan (
P3−P2 P3−P2
) pada aliran kompresibel akan lebih kecil ) pada aliran inkompresibel dan harga (
) pada aliran kompresibel akan lebih besar daripada harga (
P1−P2
P1−P2
) pada
aliran inkompressibel sehingga efisiensi aliran kompresibel lebih kecil daripada efisiensi aliran inkompressibel. 2
Laju alir masa Fluida Laju alir massa fluida yang besar menandakan kecepatan fluida yang besar pula. Jika aliran fluida kecepatannya makin besar maka aliran fluida akan semakin turbulen. Semakin aliran itu turbulen, maka kehilangan energi akibat friksi akan semakin kecil sehingga efisiensi naik. Dan dapat disimpulkan bahwa efisiensi difuser meningkat jika lajur alir meningkat.
6.2.3. Analisis Grafik Percobaan
ini
menghasilkan
satu
buah
grafik
yang
menunjukkanefisiensi diffuser denganpengukuranmenggunakan manometer. Grafik yang dibuat adalah hasil plot antara P3−P2
P1−P2
sebagai sumbu x dan
sebagai sumbu y. Terlihat bahwa grafik berbentuk linear dengan
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
gradien positif. Hal ini berarti bahwa kenaikan dengan
P1−P2
P3−P2
berbanding lurus
.
Dari grafik yang dihasilkan mempunyai nilai R2 yang sangat mendekati satu. Hal ini menunjukan bahwa data yang didapatkan mendekati benar karena grafik mempunyai persamaan yang linear.Berdasarkan persamaan garis yang didapatkan untuk manometer tabung miring, didapatkanpersamaangrafik: y=0.7562 x+ 0.0023
( P3−P2 ) =η ( P1−P2 ) 6.2.4. Analisis Kesalahan Dalam percobaan ini tak dapat dipungkiri bahwa akan terjadi kesalahan. Beberapa faktor yang menyebabkan kesalahan padapercobaan ini adalah: - Alat pembaca tekanan yang baterainya habis. Praktikan mengetahui hal ini karena saat bertanya dengan asisten laboratorium, tanda-tanda bahwa baterainya habis adalah alat menunjukkan variasi angka yang tidak jelas dan selalu berubah-ubah. Untuk menangani hal ini, kelompok praktikan mematikan alat saat tidak digunakan dan menyalakan kembali saat ingin digunakan. Walaupun saat baru dinyalakan alat dapat digunakan dengan baik, tetapi sempat beberapa kali mengalami kerusakan. 6.3.
Percobaan 4: Hubungan antara Koefisien Fraksi dengan Bilangan Reynold pada Pipa 6.3.1. Analisis Percobaan Percobaan 4 bertujuan untuk mengetahui hubungan antara koefisien friksi dengan bilangan Reynold pada aliran dalam pipa. Percobaan dilakukan dengan mengalirkan udara dengan laju alir tertentu ke dalam pipa yang mempunyai ukuran dan kekasaran terntentu. Kemudian mengukur pressure drop di antara titik-titik di dalam pipa untuk menentukan harga koefisien friksi dan bilangan Renoldnya. Pada percobaan ini, laju alir udara divariasikan
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
sebesar 32 kg/s, 34 kg/s, 36 kg/s, 38 kg/s, dan 40 kg/s, tujuannya untuk mendapatkan kecepatan udara yang bervariasi, sehingga didapatkan bilangan Reynold yang bervariasi pula. Pressure drop diukur diantara tekanan udara di luara pipa dengan titik-titik di dalam pipa, yaitu
.
Pada persamaan (2.3.4)
nilai
besarnya gaya friksi, sedangkan
aliran (energi kinetik) udara. Besarnya
menggambarkan
menggambarkan kecepatan
digunakan pada
persamaan tersebut, karena di antara titik 0 dan 1 belum terbentuk gradien kecepatan, sehingga titik tersebut merupakan daerah dengan kesalahan pengukuran minimum. Pada persamaan (2.3.4) digunakan harga
dengan
untuk menghitung friksi
, nilainya didapat dari selisih antara
. Nilai P2 – P3 digunakan pada persamaan
tersebut karena di antara titik 2 dan 3 aliran sudah membentuk gradien kecepatan yang seragam dan boundary layer telah terbentuk sempurna, sehingga akan menghasilkan bilangan Re yang seragam. Daerah antara titik 1 dan 2 disebut developing section, sedangakan daerah antara titik 2 dan 3 disebut fully developed section. 6.3.2. Analisis Data dan Hasil
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa semakin besar laju alir udara, maka pressure drop (baik
) yang dihasilkan semkin besar. Selain itu
dapat dilihat juga juga bahwa pada laju alir yang sama, pressure drop semakin besar pada titik yang lebih jauh dari mulut pipa
, hal ini terjadi karena semakin jauh dari inlet
pipa, friksi semakin besar sehingga menyebabkan pressure drop yang semakin besar pula. Data bilangan Reynold yang diperoleh dari percobaan ini nilainya 40000-53000. Persamaan Blasius berlaku untuk aliran dengan bilangan Reynold 2,1×103 < Re < 105, sedangkan persamaan Nikuradse-von Karman berlaku untuk aliran dengan bilangan Reynold 4×10 3 < Re < 3,4×106. Artinya hubungan empirik Re dengan f pada percobaan ini dapat dilakukan dengan persamaan Blasius maupun Nikuradse-von Karman. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besarnya koefisien friksi berbanding terbalik dengan bilangan Reynold. 6.3.3. Analisis Grafik Hasil pengolahan data dapat dibuat menjadi dua macam grafik. Grafik (5.3.1) adalah grafik log Re versus log f. Grafik tersebut menunjukkan bahwa nilai log Re berbanding terbalik terhadap nilai log f, atau dapat dikatakan nilai Re berbanding terbalik secara logaritmik terhadap nilai koefisien friksi. Grafik (5.3.1) didapat dengan menggunakan hubungan empirik oleh Blasius. Kurva linear pada persamaan tersebut menunjukkan bahwa persamaan Blasius dapat digunakan pada percobaan ini. Berdasarkan grafik ini, dapat dikatakan, semakin besar Re (semakin turbulen), koefisien friksi semakin kecil (friksinya
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
semakin kecil), namun berdasarkan literatur hubungan ini hanya berlaku pada 2,1×103 < Re < 105. Grafik
(5.3.2)
menunjukkan
hubungan
, terlihat bahwa nilai
dengan
berbanding lurus
Hal ini sesuai dengan persamaan Nikuradse-von
Karman, yaitu:
Persamaan di atas memperlihatkan bahwa nilai
lurus terhadap
berbanding
. Grafik ini juga membentuk kurva linear,
artinya persamaan Nikuradse-von Karman dapat digunakan pada percobaan ini. 6.3.4. Analisis Kesalahan Dari data yang telah diolah, didapatkan bahwa pada laju alir 32 kg/s dan 34 kg/s harga bilangan Reynoldnya sama, sehingga pada grafik (5.3.1) hanya terdapat 4 titik. Padahal secara teori, menggunakan persamaan kontiunutas, semakin besar laju alir, semakin tinggi kecepatan aliran, akibatnya nilai Re semakin besar. Selain itu, nilai P2 – P3 pada laju alir 40 kg/s lebih kecil dibandingkan pada laju alir 38 kg/s, padahal seharusnya lebih besar. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat terjadi akibat kurang telitinya skala pengukuran tekanan yang digunakan praktikan. Praktikan menggunakan satuan psi, sehingga pembacaan tekanannya kurang teliti, akibatnya kenaikan pressure drop yang kecil tidak dapat terbaca.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
6.4.
Percobaan 5: Aliran Melalui Orifice 6.4.1. Analisis Percobaan Pada percobaan 5 ini mengenai aliran melalui orifice bertujuan untuk mengetahui hubungan antara laju alir dengan beda tekanan pada orifice. Pada percobaan ini, praktikan mengukur tekanan P0-P1(dekat masukan udara ke pipa), P0-P2(tepat sebelum orificemeter), dan P0-P3(sesudah orificemeter) dengan memvariasikan laju alir udara yaitu 36 kg/s, 38 kg/s, 40 kg/s, 42 kg/s, dan 44 kg/s. Untuk mencari beda tekanan orifice, selisihkan P0-P3 dan P0-P2,
sehingga didapat P3- P2, sehingga dapat dilihat hubungan antara laju alir dengan beda tekanan orifice.Tujuan selanjutnya dari percobaan ini adalah menentukan koefisien pelepasan (discharge coefficient) dari orifice yang digunakan. Koefisien pelepasan ialah bilangan yang menunjukkan rasio antara massa fluida keluaran dengan masukan pipa orifice. Nilai ini dapat dicari dengan rumus dasar dari persamaan Bernoulli dan Kontinuitas. Untuk melakukan percobaan ini, praktikan menggabungkan 2 buah pipa yang diantara sambungannya diberi sebuah plat orifice. Kemudian, disambungkan dengan kompresor. Kompresor tersebut
berfungsi sebagai penarik udara,
sehingga udara luar akan masuk melalui pipa dengan laju alir tertentu. Praktikan memvariasikan laju alir udara yang masuk yang telah disebutkan di awal. Setelah laju alir di set, kompresor dibiarkan selama 1 menit sebelum pengukuran dilakukan yang
bertujuan agar
aliran udara di dalam pipa dalam keadaan
homogen, sehingga perbedaan tekanan yang diukur pada setiap titik dalam keadaan laju alir yang sama. Lalu, mengukur P0-P1, P0-P2, dan P0-P3
menggunakan manometer digital yang dihubungkan dengan selang kecil. Sebelum digunakan, manometer
dilakukan kalibrasi . Kemudian, langkah
percobaan diulang untuk laju alir yang berbeda untuk memperoleh variasi data dan melakukan perhitungan konstanta pelepasan orifice.
6.4.2. Analisis Data dan Hasil Berdasarkan data yang didapat melalui percobaan, dapat diketahui semakin besar laju alir maka pressure drop akan semakin besar pula. Adanya pressure drop ini karena aliran yang awalnya melalui saluran yang luas tiba-tiba memasuki orifice (area vena contracta). Vena contracta adalah bagian dari saluran yang semakin mengecil. Sesuai dengan hukum kontiunitas maka untuk
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
mengalirkan massa yang sama namun dengan luas penampang yang mengecil maka laju alir massa akan menjadi lebih besar. Meningkatnya laju alir massa ini menyebabkan terjadinya tekanan yang rendah. Selain karena berubahnya kecepatan, pressure drop juga terjadi friksi dari saluran. Semakin panjang saluran maka pressure drop yang dialami fluida akan semakin besar (P 0-P1 < P0-P3). Sedangkan jika pengukuran dilakukan di titik dimana dekat dengan udara atmosfer keci (P0-P1), friksi yang terjadi semakin kecil, yang menyebabkan nilai beda tekanannya juga. Dalam
percobaan
ini
aliran
diasumsikan
sebagai
suatu
aliran
inkompressibel. Asumsi ini bisa dilakuakn karena perubahan tekanan yang relatif kecil sehingga perubahan densitas bisa dianggap tidak terjadi. Kemudian, pada perhitungan Bernoulli, tidak dimasukkan perhitungan untuk perbedaan ketinggian, karena set alat yang memang tidak memiliki perbedaan tinggi.Maka persamaan Bernoulli menjadi seperti berikut:
1 1 ρ v 2+ P = ρ v 2+ P … (6.4 .1 .1) 2 2 2 2 2 3 3 3 dan persamaan kontinuitas: A 2 v 2= A3 v3 …( 6.4 .1.2) Dimana: P2= tekanan sebelum orifice (pipa) P3= tekanan setelah orifice A2= luas penampang pipa A3=luas dari vena contracta Pada persamaan () dapat ditambahkan koefisien pelepasan pada orifice (C) pada ruas kanan, sehingga persamaan menjadi,
A 2 v 2=CA 3 v3 …(6.4 .1.3) Koefisien pelepasan ialah bilangan yang menunjukkan rasio antara massa fluida keluaran dengan masukan pipa orifice. Semakin besar nilai koefisien pelepasan, maka semakin kecil massa yang hilang akibat friksi yang terjadi pada dinding pipa. Nilai koefisien pelepasan dipengaruhi oleh bilangan Reynold karena nilai koefisien tersebut depengaruhi oleh jenis aliran fluida , tekanan, luas area, serta densitas fluida. Yang dimana kebanyakan faktor yang mempengaruhi adalah faktor penyusun bilangan Reynold. Semakin cepat aliran, maka aliran akan
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
bersifat trubulen dimana semakin sedikit friksi yang terjadi. Semakin besar densitas aliran maka semakin besar massa yang terdapat dalam suatu titik. Semakin besar diameter penampang maka semakin besar luas penampang. Semakin kecil viskositas fluida, maka semakin kecil pula gaya gesek antar lapisan pada fluida. Keseluruhan dari sifat-sifat tersebut hasilnya adalah semakin kecilnya penurunan tekanan, sehingga nilai koefisien pelepasan, C, akan semakin besar. Dalam percobaan ini, nilai C ditentukan melalui persamaan linear sebagai berikut: 2 ( P0−P1 ) =C
A3
2
A 12 ( 1−n2 )
( P2−P3 )
Slope kurva yang menyatakan hubungan (P 2-P3) dan (P0-P1). Nilai P0-P1 dan P2-P3 akan cenderung naik seiring dengan kenaikan laju alir massa. Di mana
besarnya slope tersebut adalah sama dengan
C
2
A3
2
A 12 ( 1−n2 )
( P2−P3 ) di mana
nilai n, A2 dan A3 konstan, maka nilai C dapat kita hitung. Nilai C pada orrifice ini 0,661. Nilai dari C yang sangat kecil ini berarti jumlah massa yang hilang/tertahan cukup besar. Hal ini dapat disebabkan karena banyaknya massa fluida yang hilang akibat friksi dan berubah densitasnya. Selain itu, terdapat juga hambatan yang disebabkan oleh orifice yang lebih besar. Hambatan ini dikarenakan oleh luas penampang yang tiba-tiba mengecil sehingga mengakibatkan energi loss karena gesekan dengan orifice semakin besar.
6.4.3. Analisis Grafik Pada percobaan 5 ini, terdapat grafik dengan persamaan:
( P0−P1 ) =C
A3
2 2
2 2
A 1 ( 1−n )
( P2−P3 )
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Dimana (P0 – P1) adalah sumbu dan (P2 – P3) adalah sumbu i x.
Gradien dari persamaan tersebut adalah
C
A3
2
2
2
2
A 1 ( 1−n )
( P2−P3 ) . Persamaan
garis ini dapat terjadi karena adanya asumsi densitas fluida di semua titik dalam orifice meter dianggap tetap atau dapat dianggap inkompresible . Adapun persamaan garis yang didapat dari grafik tersebut adalah: berhasil didapat adalah sebagai berikut: y = 0.226x + 40.33 Grafik ini menunjukkan bahwa (P0 – P1) vs (P2 – P3) adalah linear atau berbanding lurus. Hal ini disebabkan karena laju alir yang semakin besar, membuat semua variabel akan menjadi besar pula. Selain itu, kelinieran dari grafik dapat dilihat dari nilai r 2, yaitu sebesar 0.5322. Nilai ini tidak begitu baik karena jauh dari nilai 1. Hal ini disebabkan oleh adanya satu data yang turun meskipun laju alir naik pada laju alir 42 kg/s.
6.4.4. Analisis Kesalahan Dalam percobaan ke 5 ini terdapat beberapa esalahan yang terjadi. Diantaranya adalah: o Kesalahan akibat alat yaitu manometer digital. Pembacaan tekanan pada laju alir 42 kg/s menurun, padahal dalam teorinya meningkat. Hal ini kemungkinan kesalahan pengukuran oleh manometer, karena monometer yang digunakan dalam keadaan low battery o Ketelitian manometer kurang, karena hanya 3 desimal
6.5.
Percobaan 6: Kompresor 6.5.1. Analisis Percobaan Percobaan terakhir ini berjudul kompressor, yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara perbedaan tekanan, efisiensi thermal serta input daya dengan laju alir massa pada kecepatan konstan. Peralatan yang digunakan pada percobaan ini adalah, kompresor, pipa, tachometer, manometer digital,
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
dan termometer digital. Pipa yang digunakan memiliki jenis yang sama pada percobaan 1 dan 3 . Pertama, percobaan dilakukan dengan memvariasikan beban pada kompressor yang dikondisikan agar melayang serta memvariasikan laju alir udaranya. Variasi yang digunakan yaitu 34 kg/s, untuk beban 60 gram laju alir udaranya yaitu 36 kg/s, untuk 70 gram yaitu 40 kg/s, untuk beban 80 gram yaitu 44 kg/s, untuk beban 90 gram yaitu 46 kg/s, dan untuk beban 100 gram laju udaranya yaitu
48 kg/s. Variasi beban dilakukan bertujuan untuk
mengetahui nilai torsi atau momen puntir poros kompressor terhadap beban yang digunakan. Sehingga dapat diketahui hubungan antara momen puntir dengan laju alir. Sedangkan, variasi laju udara dilakukan agar terjadi variasi perbedaan tekanan di beberapa titik pengukuran pada setiap laju. Semakin besar laju udara yang digunakan, maka akan semakin besar pula perbedaan tekanan yang dihasilkan. Kedua,
praktikan
mengukur
rpm
poros
kompresor
dengan
menggunakan tachometer. Besarnya rpm dipengaruhi oleh laju alir fluida yang digunakan. Penggunaan tachometer harus teliti, dikarenakan nilai rpm yang benar adalah ketika titik putih yang terdapat pada kompressor konstan atau tidak mengalami perpindahansaat sinar ditembakan dari tachometer. Pengukuran rpm ini bertujuan untuk memenuhi perhitungan dalam mencari nilai efisiensi isotermal keseluruhan dari kompresor. Ketiga, praktikan juga mengukur perbedaan tekanan menggunakan manometer digital di titik 1 (P0-P1), titik 2 (P0-P2), dan di titik 3 (P0-P3). Titik 1 , dimana titik 1-3 berurutan dari ujung, tengah, dan pangkal pipa (fitting antara kompresor dan pipa).Pengukuran tekanan menggunakan manometer digital harus dilakukan dengan teliti, yaitu dengan menetralkan manometer setiap akan digunakan untuk mengukur. Nilai yang tertera pada manometer pun cenderung bervariasi, untuk itu diperlukan ketelitian praktikan untuk memasang selang pada manometer dengan tepat, agar nilai yang tertera pada manometer konstan. Bila nilai pada manometer yang digunakan tetap bervariasi, maka ada indikasi bahwa baterai manometer sudah hampir habis. Pengukuran tekanan dilakukan untuk mengetahui hubungan antara laju alir udara dengan perbedaan tekanan di masing-masing titik. Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Terakhir, praktikan mengukur suhu pada input dan ouput kompressor. Pengukuran suhu dilakukan dengan thermometer digital. Dalam penggunaan termometer digital, praktikan juga harus teliti karena nilai yang ditunjukkan termometer cenderung bervariasi. Untuk itu, diperlukan waktu yang lebih untuk menunggu termometer hingga mencapai nilai yang konstan.Pengukuran suhu dilakukan untuk mengetahui efisiensi isothermal termodinamika dengan mencari delta temperatur yaitu Tin-Tout. Dengan melakukan beberapa tahap diatas, maka tujuan percobaan untuk menyelidiki hubungan antara perbedaan tekanan, efisiensi thermal serta input daya dengan laju alir massa pada kecepatan konstan dapat terpenuhi. 6.5.2. Analisis Data dan Hasil Data yang didapatkan dari percobaan ini adalah
kecepatan rotasi
(rpm), suhu input (0C), suhu output (0C), perbedaan tekanan pada 3 titik P0P1,P0-P2,P0-P3. Data tersebut didapatkan pada variasi beban dan laju udara. Data yang didapatkan untuk kecepatan rotasi yaitu menunjukkan bahwa semakin besar laju alir udara yang digunakan semakin besar pula nilai kecepatan rotasimya (rpm) atau dengan kata lain laju alir fluida berbanding lurus dengan kecepatan rotasi kompresor. Hal ini dikarenakan, semakin besar laju alir udara maka akan semakin besar pula kerja kompresor sehingga rpm pun akan semakin besar. Data yang didapatkan untuk suhu input dan output pada kompresor adalah, suhu input yang lebih besar daripada suhu output kompresor. Hal ini disebabkan karenaadanya beban pada output kompresor membuat kompresor harus bekerja lebih keras dan membutuhkan energi yang lebih besar yang diperoleh dari laju alir fluida yang menyebakan adanya friksi antara sesama partikel fluida atau dengan dinding dalam kompresor sehingga adanya perbedaan suhu antara input dan output kompresor. Data yang didapatkan untuk perbedaan tekanan adalah, semakin besar laju alir udara yang digunakan semakin besar pula perbedaan tekanan yang dihasilkan. Perbedaan tekanan pada ketiga titik disebabkan oleh adanya gaya friksi pada dinding pipa dan laju alir udara. Perbedaan tekanan di titik 1 (P0-P1) akan sangat kecil karena friksi belum mencapai fully developed. Friksi pada pipa akan terjadi sepanjang pipa. Dengan begitu, semakin jauh titik yang Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
diukur dari lubang masuk pipa, maka akan semakin besar pula perbedaan tekanannya. Dari data yang didapat dari perocobaan menunjukkan, (P0P2)>(P0-P1), namun (P0-P3)<(P0-P2), sehingga (P0-P2) memiliki nilai tertinggi. Hal ini dikarenakan adanya pengerucutan pipa pada titik 2, sehingga pada titik tersebut laju alir udara semakin besar dan berakibat pada kenaikan perbedaan tekanan (P0-P2). Sehingga, dari data percobaan yang didapatkan, semakin besar beban kompressor maka nilai dari laju alir fluida, rpm, perbedaan tekanan di ketiga titik, dan suhu di titik 2,3 cenderung semakin besar pula.Data- data yang telah didapatkan digunakan untuk menghitung efisiensi isothermal termodinamika dan efisiensi isothermal keseluruhan. Efisiensi isotermal termodinamika dapat dicari dengan rumus sebagai berikut,
ηtermo =
(
P3−P2 P −P2 1− 3 ρ0 P0
)(
)
γ ( γ −1 )( R (θ −θ )) 3
2
Efisiensi isotermal keseluruhan dapat dicari dengan rumus sebagai berikut,
ηtotal=m
P3−P2 P3−P2 1− ρo 2 Po
(
)
ω Tr
m(
kg ) s
0,00031 0,00031 0,00031 0,00031 0,00031 0,00043
ηtotal 11,378 8,632 7,197 6,808 6,014 7,611
ηtermo 46,447 80,540 128,607 194,129 278,352 271,899
Dari data yang didapatkan melalui percobaan, nilai efisiensi
isotermal
termodinamika memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan efisiensi isotermal
keseluruhan. Hal ini dikarenakan
efisiensi
isotermal
termodinamika hanya memperhitungkan perbedaan tekanan dan suhu pada Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
kompresor dan tidak memperhitungkan rugi atau kehilangan energi pada kompresor akibat beban. Sehingga nilai
ηtermo > ηtotal
.
6.5.3. Analisis Grafik Terdapat empat buah grafik dalam percobaan ini. Grafik 1 menunjukan hubungan laju alir masa (m) terhadap P 3-P2. Grafik 2 menunjukan hubungan antara laju alir massa (m) terhadap ω.Tr. Grafik 3 menunjukan hubungan laju alir massa(m) dengan Effisiensi Termodinamika. Grafik 4 menunjukan hubungan laju alir massa (m) dengan Effisiensi Total. Grafik m vs P3P2 m vs (ω.Tr)
Persamaan y = 715,09x + 2702,7 y = 0,0493x + 0,0219
m vs
y = 3,9018x + 38,818
m vs
y = -0,7738x + 10,648
R2 0,980 7 0,990 6 0,964 5 0,583 6
Pada grafik pertama didapatkan persamaan y = 715,09x + 2702,7 dan R² = 0,9807. Dari persamaan tersebut dan nilai R2 yang mendekati 1, maka dapat disimpulkan bahwa grafik tersebut linear atau dengan kata lain menunjukkan adanya hubungan berbanding lurus antara laju alir (m) dengan perbedaan tekanan (P3-P2). Hal ini sesuai dengan rumus berikut, P0−P1 2 ρo k ( ¿) m=a 1 √ ¿ Dimana laju alir (m) berbanding lurus dengan perbedaan tekanan atau P0−P1 (¿) √¿ Grafik kedua adalah grafik hubungan antara laju alir (m) dengan kecepatan rotasi dan momen torsi (ω Tr). Pada grafik tersebut didapatkan persamaan y = 0,0493x + 0,0219dengan R² sebesar 0,9906. Grafik kedua ini Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
menunjukkan hubungan linear atau adanya
hubungan berbanding
lurus
antara laju alir (m) dengan kecepatan rotasi dan momen torsi. Semakin besar laju alir, maka kecepatan
rotasi dan momen torsi juga akan semakin
besar. Naiknya laju alir massa menyebabkan nilai Tr bertambah besar yang menyebabkan
gaya sentrifugal semakin tinggi. Sesuai dengan
rumus
v2 F=m dimana v=ω r , maka jika nilai F besar nilai ω semakin besar. r Nilai daya motor yang semakin besar jugaakan menyebabkan nilai kecepatan tangensial (ω) menjadi
bertambah.
Dengan
bertambahnya
ω,
berarti
kecepatan alir v didekat kompressor juga semakin besar sehingga tekanan di titik tersebut (titik 3) menjadi lebih kecil dan pada akhirnya memberikan (P 0P3) yang lebih besar dan P0-P1yang lebih besar sehingga laju alir massa menjadi naik. Selain itu, momen puntir yang semakin besar akan membuat gas akan terkompresi lebih rapat, sehingga terdapat perbedan tekanan yang lebih besar dan menjadi driving force untuk aliran masa fluida yang menyebabkan laju alir massa fluida semakin besar. Maka, data percobaan ini sesuai dengan teori. Grafik ketiga adalah grafik hubungan antara laju alir (m) dengan efisiensi isotermal
termodinamika.
Pada
grafik
tersebut
didapatkan
persamaan y = 3,9018x + 38,818 dengan R² sebesar 0,9645 . Grafik ini menunjukkan
adanya hubungan linear atau hubungan
berbanding lurus
antara laju alir dengan efisiensi isotermal termodinamika. Semakin besar laju alir (m), maka efisiensi isotermal termodinamika juga akan semakin besar. Hal ini, dikarenakan rumus berikut P0−P1 2 ρo k ( ¿) m=a 1 √ ¿
ηtermo =
(
P3−P2 P −P2 1− 3 ρ0 P0
)(
)
γ ( γ −1 )( R (θ −θ )) 3
2
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Karena laju alir berbanding lurus dengan (P2-P3), maka semakin besar m,
nilai
(P2-P3)
akan
semakin
besar
pula,
akibatnya
efisiensi
termodinamikanya semakin besar. Grafik terakhir adalah grafik hubungan antara laju alir (m) dengan efisiensi isotermal keseluruhan. Pada grafik tersebut didapatkan persamaan y = -0,7738x + 10,648 dengan R² sebesar 0,5836. Grafik yang memiliki slope bernilai negatif, menunjukkan adanya hubungan berbanding terbalik antara laju alir (m) dengan efisiensi isotermal keseluruhan. Namun, dalam kenyataan teori yang berlaku adalah semakin besar laju alir, maka
efisiensi
ηtotal=m
isotermal
P3−P2 P −P2 1− 3 ρo 2 Po
(
keseluruhan
juga
akan
semakin
besar.
)
ω Tr
Hal ini mungkin terjadi karena kurang telitinya praktikan dalam mengambil data putaran motor ( ω ) menggunakan tachometer. Hal ini cenderung terjadi karena pengambilan data tersebut memerlukan ketelitian mata praktikan dan waktu yang lebh lama. Jika dibandingkan, nilai efisiensi termal total selalu lebih kecil daripada nilai efisiensi termal termodinamik. Hal ini karena pada perhitungan efisiensi termal termodinamik
tidak
memperhitungkan rugi/kehilangan energi pada kompressor (kehilangan energi karena friksi yang terjadi didalam kompressor dan pengaruh beban). Efisiensi termodinamik hanya memperhitungkan perbedaan tekanan dan suhu pada kompresor 6.5.4. Analisis Kesalahan Kesalahan pada praktikandapat terjadi karena beberapa alasan berikut ini : Pembacaan tekanan pada manometer digital dan suhu pada termometer digital yang kurang akurat. Manometer terkadang tidak stabil sehingga sering dilakukan pendekatan selain itu bisa disebabkan karena kompresor belum berjalan stabil seharusnya menunggu 5-10 menit terlebih dahulu, setelah itu baru dilakukan pengukuran tekanan. Begitupun dengan termometer digital, respon termometer terhadap suhu sekitar cukup Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
lambat. Karenanya, dibutuhkan waktu yang lebih lama hingga hasil pengukuran pada termometer digital konstan Pembacaan rpm pada tachometer yang sangat mengandalkan ketelitian mata dari praktikan Kesalahan pada peralatan dapat terjadi karena beberapa alasan berikut ini :
Baterai dari manometer digital cepat sekali habis, sehingga cukup mengganggu jalannya praktikum dan sering menimbulkan kesalahan pada pembacaan hasil pengukuran perbedaan tekanan karena manometer yang cenderung tidak konstan
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
BAB VII KESIMPULAN
Saluran konvergen-divergen adalah saluran yang dirancang dengan luas penampang saluran yang semakin kecil hingga pada suatu titik luas saluran tersebut akan membesar kembali.
Sesuai dengan persamaan kontinuitas, maka semakin kecil luas penampang, maka kecepatan aliran akan semakin bertambah. Oleh karena itu, pada aliran konvergen, kecepatan fluida akan semakin besar.
Pada aliran konvergen, selain kecepatan fluida yang akan semakin besar, beda tekanan dengan udara juga akan semakin besar.
Efisiensi difuser dapat dihitung dengan cara : = (P3 –P2)/(P1 -P2). Nilai efisiensi akan semakin besar apabila P3semakin besar dibandingkan P1 atau P1semakin kecil dengan
acuan P2. Dari hasil pengolahan terlihat bahwa efisiensi difuser rata-rata yang didapatkan apabila menggunakan manometer tabung miring yaitu sekitar 54.68% dan apabila menggunakan
manometer air raksa yaitu sebesar 78.24%. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi difuser adalah sifat fluida yang digunakan
(kompresibel atau inkompresibel) dan laju alir massa fluida. Fluida yang kompresibel akan memiliki efisiensi difuser yang lebih kecil daripada fluida inkompresibel. Harga P2-P3 pada aliran kompresibel akan lebih kecil dibandingkan P 2-P3 pada aliran inkompresibel dan harga P 1-P2 pada aliran kompresibel akan lebih besar daripada harga P1-P2 pada aliran inkompressibel sehingga efisiensi aliran kompresibel lebih kecil daripada efisiensi aliran inkompressibel.
Koefisien friksi berbanding terbalik secacra logaritmik terhadap bilangan Reynold.
Pada percobaan ini, nilai Re yang diperoleh besarnya antara 40000-53000, sehingga aliran bersifat turbulen dan nilai koefisien friksinya merupakan fungsi dari bilangan Reynold dan kekasaran pipa.
Persamaan Blasius terbukti dapat digunakan untuk menyatakan hubungan antara koefisien friksi dengan bilangan Reynold pada percobaan ini. Berdasarkan literatur, persamaan Blasius berlaku pada rentang 2100
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
Persamaan Nikuradse-von Karman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan antara koefisien friksi dengan bilangan Reynold pada percobaan ini. Berdasarkan literatur, persamaan Blasius berlaku pada rentang 4×103 < Re < 3,4×106.
Koefisien pelepasan dari orificemeter yang diamati adalah sebesar 0.661. Nilai dari C yang sangat kecil dikarenakan banyaknya massa fluida yang hilang akibat friksi, berubah densitasnya, dan
luas penampang yang tiba-tiba mengecil sehingga mengakibatkan
energi loss karena gesekan dengan orifice semakin besar
Kenaikan laju alir udara yang melalui orificemeter dapat menyebabkan meningkatnya perbedaan tekanan antara area sebelum dan sesudah orificemeter. Ini disebabkan oleh meningkatnya friksi pada orifice, dan berakibat pada laju alir massa yang hilang akibat friction loss.
Kompresor digunakan untuk menaikan tekanan fluida kerja dengan cara menurunkan
volume dari fluida tersebut. Hasil dari aliran kompresor adalah aliran udara tekan Laju alir masssa (m) berbanding lurus dengan perbedaan tekanan (P 3-P2), kecepatan
rotasi dan momen torsi kompresor, effisiensi termodinamika, dan effisiensi total Nilai efisiensi isotermal termodinamika lebih besar dibandingkan efisiensi isotermal keseluruhan dikarenakan efisiensi isotermal termodinamika hanya memperhitungkan perbedaan tekanan dan suhu pada kompresor dan tidak memperhitungkan rugi atau kehilangan energi pada kompresor akibat beban
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1989. Modul Praktikum POT 1. Depok : Departemen Teknik Gas dan Petrokimia Bird, R. B., Stewart, W. E., Lightfoot, E. N., 2002, Transport Phenomena, Second Edition, New York: John Wiley & Sons, Inc. Francis, JRD. 1975. Fluid Mechanics For Engineering Students. 4th ed. Philadelphia: International Ideas INC. McCabe, Warren L, Julian C. Smith, Peter Harriott. 1999. OperasiTeknik Kimia. Alihbahasa E Jasjfi. Jakarta: Erlangga. Nevers, Noel de. 1991. Fluida Mechanics for Chemical Engineering, second edition. Singapore: McGraw-Hill Book. Co. Streeter and Wylie.1979. Fluid Mechanics. 7thed. New York: Mc-Graw Hill.
Laporan Praktikum UOP I: Compressible Flow