LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS MAKANAN DAN KOSMETIK IDENTIFIKASI IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR SENYAWA BORAKS PADA SAMPEL TAHU
OLEH: KELOMPOK 2
Ida Ayu Putu Chandra Dewi
1108505002
I Putu Krisnantara Krisnanta ra Wijana Putra 1108505017 Putu Eka Ayu Sunariyani
1108505046
JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2014
0
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan diistilahkan sebagai sesuatu yang mengandung unsur atau zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dan mendatangkan manfaat bagi orang yang mengkonsumsinya. Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa seperti air, karbohidrat, protein, vitamin, lemak, enzim, pigmen dan lain-lain. Makanan yang dijajakan sekarang ini tidak terlepas dari zat atau bahan yang mengandung unsur berbahaya dan pengawet yang dalam jumlah banyak menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh (Tumbel, 2010). Salah satu makanan yang sering ditambahkan zat pengawet berbahaya yaitu boraks adalah tahu. Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dan diambil sarinya (Triastuti dkk, 2013). Sekarang ini marak sekali penggunaan boraks untuk mengawetkan tahu. Meningkatnya pertumbuhan industri industri makanan di Indonesia, telah terjadi peningkatan produksi makanan yang beredar di masyarakat. Sudah tidak asing lagi bahwa banyak zat-zat berbahaya yang langsung dicampur sebagai bahan tambahan makanan, salah satu zat yang sering digunakan yaitu ‘Boraks’ atau ‘Bleng’. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 722/MenKes/Per/IX/88 tentang BTP, boraks termasuk bahan yang berbahaya dan beracun
sehingga tidak boleh digunakan sebagai
BTP.
Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tidak serta berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh. Seringnya mengonsumsi makanan ma kanan yang mengandung boraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, dan ginjal (Triastuti dkk, 2013). Untuk menanggulangi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, diperlukan suatu metode untuk mengidentifikasi kandungan boraks dalam makanan, salah satunya adalah tahu. Metode yang dapat digunakan dapat berupa uji kualitatif yaitu uji nyala, uji warna kertas kurkuma, dan uji kertas kunyit, sedangkan uji kuantitatif dapat menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Sehingga
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan diistilahkan sebagai sesuatu yang mengandung unsur atau zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dan mendatangkan manfaat bagi orang yang mengkonsumsinya. Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa seperti air, karbohidrat, protein, vitamin, lemak, enzim, pigmen dan lain-lain. Makanan yang dijajakan sekarang ini tidak terlepas dari zat atau bahan yang mengandung unsur berbahaya dan pengawet yang dalam jumlah banyak menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh (Tumbel, 2010). Salah satu makanan yang sering ditambahkan zat pengawet berbahaya yaitu boraks adalah tahu. Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dan diambil sarinya (Triastuti dkk, 2013). Sekarang ini marak sekali penggunaan boraks untuk mengawetkan tahu. Meningkatnya pertumbuhan industri industri makanan di Indonesia, telah terjadi peningkatan produksi makanan yang beredar di masyarakat. Sudah tidak asing lagi bahwa banyak zat-zat berbahaya yang langsung dicampur sebagai bahan tambahan makanan, salah satu zat yang sering digunakan yaitu ‘Boraks’ atau ‘Bleng’. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 722/MenKes/Per/IX/88 tentang BTP, boraks termasuk bahan yang berbahaya dan beracun
sehingga tidak boleh digunakan sebagai
BTP.
Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tidak serta berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh. Seringnya mengonsumsi makanan ma kanan yang mengandung boraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, dan ginjal (Triastuti dkk, 2013). Untuk menanggulangi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, diperlukan suatu metode untuk mengidentifikasi kandungan boraks dalam makanan, salah satunya adalah tahu. Metode yang dapat digunakan dapat berupa uji kualitatif yaitu uji nyala, uji warna kertas kurkuma, dan uji kertas kunyit, sedangkan uji kuantitatif dapat menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Sehingga
1
diharapkan dengan adanya metode uji ini dapat menjamin keamanan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat oleh pihak konsumen.
1.2 Tujuan
1.2.1
Melakukan identifikasi senyawa boraks dalam tahu dengan metode uji nyala, uji warna kertas kurkuma, dan uji kertas kunyit.
1.2.2
Menetapkan
kadar
senyawa
boraks
dalam
tahu
dengan
metode
spektrofotometri UV-Vis. 1.2.3
Melakukan validasi metode analisis senyawa boraks dalam tahu dengan metode spektrofotometri UV-Vis.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tahu
Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat melalui proses pengolahan kedelai (Glycne species) dengan prinsip pengendapan protein, dengan atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan (SNI 1998). Sedangkan menurut Shurtleff dan Aoyagi (2001), tahu adalah gumpalan protein dari susu kedelai yang telah dipisahkan dari bagian yang tidak menggumpal (whey) dengan cara pengepresan. Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi yang disukai dan digemari di Indonesia seperti halnya tempe, kecap, dan tauco. Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang berasal dari daratan Cina. Pembuatan tahu dan susu kedelai ditemukan oleh Liu An pada zaman pemerintahan Dinasti Han, kira-kira 164 tahun sebelum Masehi (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Tahu terdiri dari berbagai jenis, yaitu tahu putih, tahu kuning, tahu sutra, tahu cina, tahu keras, dan tahu kori (Sarwono dan Saragih, 2003). Perbedaan dari berbagai jenis tahu tersebut ialah pada proses pengolahannya dan jenis penggumpal yang digunakan. Komposisi zat gizi dalam tahu cukup baik. Tahu mempunyai kadar protein sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya yang dinyatakan sebagai NPU sebesar 65% (Shurtleff dan Aoyagi 2001). Tahu juga mempunyai daya cerna yang sangat tinggi karena serat dan karbohidrat yang bersifat larut dalam air sebagian besar terbuang pada proses pembuatannya. Dengan daya cerna sekitar 95%, tahu dapat dikonsumsi dengan aman oleh semua golongan umur dari bayi hingga orang dewasa, termasuk orang yang mengalami gangguan pencernaan (Shurtleff dan Aoyagi, 2001). Tahu merupakan makanan yang banyak digemari masyarakat, karena rasa dan kandungan gizinya yang tinggi. Namun dibalik kelezatannya kita perlu waspada karena bisa saja tahu tersebut mengandung bahan berbahaya. Perhatikan secara cermat apabila menemukan tahu yang tidak mudah hancur atau lebih keras dan kenyal dari tahu biasa, kemungkinan besar tahu tersebut
3
mengandung bahan berbahaya seperti formalin maupun boraks. Selain itu, tahu yang diberi formalin tidak akan rusak sampai tiga hari pada suhu kamar (25 oC) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es ( 10 oC). Tahu juga akan terlampau keras, namun tidak padat. Komposisi kimia pada tahu dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan syarat mutu tahu berdasarkan Standar Nasional Indonesia 013142-1998 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi kimia dalam 100 g tahu (Direktorat Gizi Depkes RI, 1981) Komposisi
Satuan
Jumlah
Energi
Kal
68
Air
g
84.8
Protein
g
7.8
Lemak
g
4.6
Karbohidrat
g
1.6
Kalsium
mg
124.0
Fosfor
mg
63.0
Besi
mg
0.8
Vitamin B1
mg
0.06
Tabel 2. Syarat mutu tahu (SNI 01-3142-1998) Parameter
Satuan
Persyaratan
Bau
-
Normal tahu
Rasa
-
Normal tahu
Warna
-
Putih
normal
atau
kuning normal Penampakan
-
Normal tidak berlendir dan tidak berjamur
Cemaran Mikroba : Eschericia coli
APM/g
maks. 10
Salmonella
/25g
Negatif
4
2.2 Bahan Tambahan Makanan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No: 329/Menkes/PER/X11/76, yang dimaksud dengan zat tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu, termasuk kedalamnya adalah pewarna, penyedap rasa dan aroma, pemantab, antioksidan, pengawet, pengemulsi, antigumpal, pemucat, dan pengental (Donatus, 1990). Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya, disamping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis, tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadangkadang sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno dan Rahayu, 1994). Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Pengawet kimia adalah semua bahan yang bila ditambahkan pada pangan dapat mencegah atau menghambat kerusakan kimia maupun biologis makanan. Garam dapur, gula cuka, rempah atau minyak rempah tidak termasuk pengawet kimia (BSN, 1995). Bahan tambahan makanan ( Food Additives) diklasifikasikan berdasarkan fungsinya, yaitu sebagai pengawet ( preservatives), memperbaiki atau menjaga nilai nutrisi makanan, menambah atau memberi
warna
makanan,
menambah
atau
memberi
aroma
makanan,
memperbaiki tekstur makanan dan membantu pada prosesing makanan. Pengawet makanan digunakan untuk mencegah atau mengurangi kerusakan biologis dan kimia pada makanan. Untuk mencegah kerusakan kimia terdiri dari antioksidan (mencegah autooksidasi dari pigmen, lemak, vitamin dan aroma), senyawa antibrowning (mencegah pencoklatan secara enzimatis maupun non enzimatis) dan senyawa antistaling (mencegah perubahan tekstur), sedangkan untuk mencegah kerusakan secara biologis dikenal sebagai antimikroba. Dalam
5
memilih bahan antimikroba yang akan digunakan sebagai pengawet makanan harus memperhatikan beberapa faktor, yaitu spektrum aktivitas antimikroba, sifat fisika-kimia dan komposisi makanan yang diawetkan, jenis dan proses pengawetan serta sistem penyimpanan yang digunakan (Davidson dan Branen 2005). Pemakaian pengawet pada tahu pada umumnya bertujuan untuk memperpanjang masa simpan dengan cara mengurangi atau menghambat perkembangan mikroorganisme. Beberapa senyawa kimia yang diizinkan sebagai bahan antimikroba pada makanan di negara-negara Uni Eropa dan tercantum dalam Codex Alimentarius (Tabel 3). Tabel 3. Peraturan perizinan penunjukkan Food Antimicrobial di Uni Eropa (E Numbers) dan dalam Codex Alimentarius (INS Numbers)
2.3
Boraks
Boraks (Natrium tertaborat, Na B O 10H O) merupakan kristal lunak yang 2
4
7.
2
mengandung unsur boron, tidak berwarna, tidak berbau dan mudah larut dalam air. Bila terekspos di udara kering dan hangat sering dilapisi serbuk warna putih
6
seperti kapur. Natrium tetraborat mengandung sejumlah Na B O yang setara 2
4
7
dengan tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 105,0 % Na B O .10H O. 2
4
7
2
Larutan boraks bersifat basa terhadap fenolftalein, mudah larut dalan air mendidih dan dalam gliserin; tidak larut dalam etanol (Dirjen POM 1995). Boron adalah unsur mineral alam yang terdapat pada kulit bumi dalam jumlah relatif kecil, yaitu kurang dari 10 ppm. Konsentrasi pada air laut berkisar antara 0,5 – 9,6 ppm dengan rata-rata 4,6 ppm, sedangkan pada air tawar berkisar antara <0,01 – 1,5 ppm. Di alam boron tidak ditemukan bebas tetapi selalu berikatan dengan oksigen, biasanya sebagai asam (boric acid, H BO ) atau garamnya yang disebut borates 3
3
misalnya Natrium tetraborat (Na B O .10H O) atau yang dikenal dengan boraks. 2
4
7
2
Asam borat dan garamnya (utamanya boraks atau sodium tetraborat) secara luas digunakan pada industri gelas, fiberglass, porselin, enamel, keramik glasur dan meta alloy. Senyawa ini juga digunakan sebagai fire retardant , pupuk, bahan laundry, herbisida dan insektisida.
Ekskresi asam borat terutama melalui ginjal dan asam borat adalah satu satunya senyawa yang dapat diidentifikasi dalam urin dan ditemukan dalam jumlah > 90% dari total boron yang dikonsumsi (WHO, 2009). Asam borat adalah asam lemah dengan nilai pK = 9,2 dan terutama berada dalam bentuk tidak a
terdisosiasi (undissociated acid ) yaitu H BO dalam larutan air pada pH fisiologis, 3
3
seperti halnya garam borat. Nilai pK suatu asam adalah nilai pH dimana a
konsentrasi molekul asam yang terdisosiasi dan yang tidak terdisosiasi berada
7
dalam jumlah yang seimbang. Ketika pH turun, konsentrasi asam yang tidak terdisosiasi akan meningkat. Asam kuat memiliki nilai pK rendah ( ≤ 1) dan asam a
lemah memiliki nilai pKa tinggi (Brown, 1996). Asam lemah yang berfungsi sebagai pengawet adalah yang tidak terdisosiasi pada kondisi pH dari makanan. Aktifitas antimikrobialnya tidak hanya disebabkan +
oleh konsentrasi H , tetapi juga karena efek penghambatan dari asam tidak terdisosiasi atau anionnya. Dalam bentuk tidak terdisosiasi beberapa asam lemah bersifat lipofilik, sehingga dapat dengan mudah menembus membran sel mikroba. Di dalam sel mikroba, asam akan terdisosiasi karena pH intraseluler lebih tinggi +
(bersifat basa) dari pada pH ekstraseluler, dan akan terjadi peningkatan H yang tidak terkendali di dalam sitoplasma sel sehingga terjadi pengasaman dan menghambat metabolisme dan transport intraseluler (Davidson et al . 2005; Brown,
1996).
Untuk
mencegah
penurunan
pH
sitoplasma
sel,
maka
mikroorganisme berusaha mengeluarkan proton-proton hasil disosiasi tersebut ke luar sel. Untuk mengeluarkan proton dari dalam sel dibutuhkan energi, sehingga pertumbuhan mikroorganisme menjadi terhambat bahkan berhenti sama sekali (Fardiaz 1992).
2.4 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisis yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi
elektronik
yang
besar
pada
molekul
yang
dianalisis,
sehingga
spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Mulja dan Suharman, 1995). Pengukuran absorbansi atau transmitan dalam spektofotometri ultraviolet dan daerah tampak digunakan untuk analisis kuantitatif dan kualitatif spesies kimia. Spektrometri UV-Vis terutama digunakan untuk analisis kuantitatif. Bila digunakan untuk analisis kualitatif, sifatnya sebagai data pendukung, karena profil
8
spektra UV-Vis suatu senyawa murni adalah karakteristik tetapi tidak spesifik. Hukum yang digunakan dalam metode ini adalah hukum Lambert- Beer.
Pada setiap panjang gelombang, absorbansi (A) suatu senyawa adalah: A = €.b.c Dimana : T
= Persen transmitan
Io
= Intensitas radiasi yang datang
It
= Intensitas radiasi yang diteruskan
€
= Absorbtivitas molar (L.mol-1cm-1)
c
= konsentrasi (mol.L -1)
b
= tebal kuvet (cm)
A
= absorbansi
Spektra UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. 1. Aspek Kualitatif Data spektra UV-Vis secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi jika digabung dengan cara lain seperti spektrofotometri inframerah, resonansi magnet inti, dan
spektroskopi
massa,
maka
dapat
digunakan
untuk
maksud
identifikasi/analisis kualitatif suatu senyawa tersebut. Data yang diperoleh dari spektroskopi UV-Vis adalah panjang gelombang maksimal, intensitas, efek, pH dan pelarut. Yang kesemuanya itu dpat diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasi. Dari spektra yang diperoleh dapat dilihat, misalnya : - Serapan (absorbansi) berubah atau tidak karena perubahan pH. Jika berubah, bagaimana perubahannya apakah dari bathokromik ke hipsokromik dan sebaliknya atau dari hipokromik ke hiperkromik, dan sebagainya.
9
- Obat-obat yang netral misalnya kafein, kloramfenikol; atau obat-obat yang berisi auksokrom yang tidak terkonjugasi seperti amfetamin, siklizin, dan penisiklidin. 2. Aspek Kuantitatif Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya.
Radiasi
yang
diserap
oleh
cuplikan
ditentukan
dengan
membandingkan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang per detik. (Gandjar dan Rohman, 2007)
Instrumentasi spektrofotometri UV – Vis pada dasarnya terdiri dari : a.
Sumber radiasi Sumber radiasi yang umum digunakan adalah lampu deuterium, lampu tungstein dan lampu merkuri. Lampu deuterium digunakan pada daerah panjang gelombang 190-380 nm (UV dekat) karena pada daerah tersebut lampu deuterium memberikan spectrum energi radiasi yang lurus. Lampu tungstein digunakan sebagai sumber radiasi pada daerah pengukuran sinar tampak dengan panjang gelombang 389-900 nm. Sumber radiasi merkuri merupakan sumber radiasi yang mengandung uap merkuri bertekanan rendah yang biasa digunakan untuk kalibrasi panjang gelombang spektrofotometer UV-Vis pada daerah 365 nm dan sekaligus mengecek resolusi dari monokromator (Mulja dan Suharman, 1995).
b.
Monokromator Monokromator berfungsi untuk menghasilkan radiasi monokromatis dari sumber radiasi yang memancarkan radiasi polikromatis. Monokromator spektro-fotometer UV-Vis umumnya terdiri dari : celah (slit) masuk, filter optik, prisma dan kisi (grating) serta celah keluar (Mulja dan Suharman, 1995).
10
c.
Sel atau Kuvet Sel atau kuvet merupakan wadah sampel yang akan dianalisis. Ditinjau dari cara pemakaiannya dan dari bahan yang dipakai, kuvet dibedakan menjadi kuvet permanen yang terbuat dari leburan silica (dipakai pada panjang gelombang 190-1100 nm) atau gelas (dipakai pada panjang gelombang 3801100 nm), dan kuvet disposable satu kali pemakaian yang terbuat dari teflon atau plastik. Disamping itu ada kuvet yang bermulut lebar untuk mengukur kadar zat dalam pelarut yang tidak mudah menguap dan kuvet bermulut sempit untuk mengukur kadar zat aktif dalam pelarut yang mudah menguap (Mulja dan Suharman, 1995).
d.
Detektor Detektor merupakan bagian spektrofotometer yang penting karena berfungsi untuk merubah sinyal radiasi yang diterima menjadi sinyal elektonik. Syarat detektor yang baik diantaranya:
Kepekaan yang tinggi terhadap radiasi yang diterima, dengan derau yang minimal.
Mampu memberikan respon terhadap radiasi pada rentang panjang gelombang yang lebar (UV-Vis).
Respon terhadap radiasi harus serempak.
Respon harus kuantitatif dan sinyal elektronik yang keluar berbanding lurus dengan radiasi elektromagnetik yang diterima.
Sinyal elektronik yang dihasilkan harus dapat diamplifikasikan oleh penguat (amplifier) ke rekorder (pencatat) (Mulja dan Suharman, 1995).
Macam detektor yang umumnya digunakan antara lain : - Detektor fotosel - Detektor Tabung Foton Hampa - Detektor Tabung Penggandaan Foton (Vaccum Phototubes) - Detektor Photo Diode-Array (PDA)
11
2.5 Validasi Metode Analisis
Suatu metode analisis terdiri atas serangkaian langkah yang harus diikuti untuk tujuan analisis kualitatif, kuantitatif, dan informasi struktur dengan menggunakan teknik tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007). Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Validasi metode analisis menurut Unites States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007). Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis, karenanya suatu metode harus divalidasi ketika: metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu, metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku itu harus direvisi, penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring dengan berjalannya waktu, metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analis yang berbeda atau dikerjakan dengan alat yang berbeda, dan untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar dua metode seperti antara metode baru dan metode baku (Gandjar dan Rohman, 2007). Menurut USP, ada 8 langkah dalam validasi metode analisis, yaitu presisi, akurasi, batas deteksi, batas kuantifikasi, spesifitas, linearitas dan rentang, kekasaran (ruggedness), dan ketahanann (robutness) (Swartz dan Krull, 1997) Sementara itu, ICH ( International Conference on Harmonization) membagi karakteristik validasi metode yang sedikit berbeda dengan USP. Menurut ICH, ada 9 langkah dalam validasi metode analisis, yaitu presisi, akurasi, batas deteksi, batas kuantifikasi, spesifitas, linearitas, kisaran (range), ketahanan (robustness), dan kesesuaian sistem (Gandjar dan Rohman, 2007).
12
2.5.1 Linearitas Kebanyakan metode analisis didasarkan pada proses -proses yang metodenya menghasilkan suatu respon yang linear dan yang meningkat atau menurun secaa linear sebanding dengan konsentrasi analit (Harmita, 2004). Persamaan suatu garis lurus menghasilkan y = a + b x Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004). Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit. Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya. Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50 – 150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang konsentrasi yang digunakan antara 0 – 200%. Jumlah sampel yang dianalisis sekurangkurangnya delapan buah sampel blanko. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier y = a + b x. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau – 1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual (Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat diukur (Harmita, 2004).
2.5.2 Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation, LOQ) Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan
13
blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas (Harmita, 2004). Batas deteksi dapat ditentukan meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi (Gandjar dan Rohman, 2007). Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004). Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan: Q
k S b Sl
Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi) k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi S b = Simpangan baku respon analitik dari blangko Sl = Arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx) Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x.) (Harmita, 2004). a. Batas deteksi (Q) Karena k = 3 atau 10 Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka Q
3Sy / x
Sl
b. Batas kuantitasi (Q)
14
Q
10Sy / x
Sl
Cara lain untuk menentukan batas deteksi dan kuantitasi adalah melalui penentuan rasio S/N ( signal to noise ratio). Nilai simpangan baku blanko ditentukan dengan cara menghitung tinggi derau pada pengukuran blanko sebanyak 20 kali pada titik analit memberikan respon. Simpangan baku blanko juga dihitung dari tinggi derau puncak ke puncak, jika diambil dari tinggi puncak derau atas dan bawah (N p-p) maka s0 = N p-p/5 sedangkan kalau dari puncak derau bawah saja (puncak negatif) maka s0 = N p/2, selanjutnya perhitungan seperti tersebut di atas (Harmita, 2004).
15
BAB III METODE 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
Gelas beaker
Gelas ukur
Neraca analitik
Pipet ukur
Pipet tetes
Corong gelas
Sendok tanduk
Batang pengaduk
Ballfiller
Labu ukur
Botol Vial
Lap
Kertas perkamen
Aluminium foil
Tanur
Kuvet
Alat Spektrofotometri
Oven
Kertas saring
3.1.2 Bahan
Sampel Tahu
Larutan HCl 10%
Larutan H2SO4 pekat
Larutan kurkumin 1%
Larutan stok baku asam borat 1 mg/mL
16
Metanol
Kunyit
Larutan ammonia
Aquades
Kalsium karbonat
3.2 Perhitungan dan Prosedur Pembuatan Larutan 3.2.1 Pembuatan HCl 10%
Diketahui
: Larutan yang tersedia = HCl 37 % b/v Volume yang dibuat = 5 mL
Ditanya
: Volume HCl 10% diperlukan = ......?
Jawab
: C1 x V1 37% x V1 V1
= C2 x V2 = 10% x 5 mL = 1,35 mL
Prosedur : Dipipet 1,35 mL dari larutan HCl 37% b/v, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL, ditambahkan aquades hingga tanda batas. Digojog hingga homogen. 3.2.2 Pembuatan Larutan Stok Baku Asam Borat
a).
Larutan Stok Baku Induk Asam Borat 1mg/mL Perhitungan Diketahui
: Massa Asam borat V akuades
= 10 mg = 10 mL
Ditanya
: Konsentrasi (C) =….?
Perhitungan
:
C=
=
massa asam borat V larutan
10mg 10mL
=1mg/mL
17
Pembuatan Ditimbang serbuk asam borat sebanyak 10 mg, kemudian serbuk dimasukkan ke dalam beaker glass. Selanjutnya serbuk tersebut dilarutkan dengan 5 mL akuades dan diaduk hingga serbuk terlarut sempurna. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10mL, ditambahkan akuades hingga tanda batas 10 mL, digojog kembali sampai larutan menjadi homogen. Konsentrasi larutan stok baku asam borat yang diperoleh sebesar 1 mg/mL.
b).
Larutan Stok Baku Asam Borat 0,1 mg/mL Perhitungan Diketahui
: C1 C2
= 1 mg/mL = 0,1 mg/mL
V2 = 25 mL Ditanya
: V1 =........?
Perhitungan
:
V1 . C1
= V2. C2
V1 . 1 mg/mL = 25 mL. 0,1 mg/mL V1
= 2,5 mL
Pembuatan Untuk membuat larutan asam borat dengan konsentrasi 0,1 mg/mL, maka dipipet 2,5 mL larutan asam borat 1 mg/mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan ditambahkan akuades ad sampai tanda batas, digojog hingga homogen.
18
g
g c).
Larutan Seri Konsentrasi Asam Borat Konsentrasi 10
g 40
g mL ; 60
mL ; 20
mL ;
g mL ; 80
mL ;
1. Perhitungan larutan seri konsentrasi 10 µg/mL Diketahui:
C1= 100 µg/mL C2= 10 µg/mL V2= 5 mL
Ditanya:
V1= ........?
Jawab: V1 . C1
= V2. C2
V1 . 100 µg/mL 5 mL. 10 µg/mL V1
= 0,5 mL
Pembuatan: Untuk membuat larutan asam borat dengan konsentrasi 10 µg/mL, maka dipipet 0,5 mL larutan asam borat 100 µg/mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL dan ditambahkan akuades ad tanpa batas, digojog hingga homogen.
2. Perhitungan larutan seri konsentrasi 20 µg/mL Diketahui:
C1= 100 µg/mL C2= 20 µg/mL V2= 5 mL
Ditanya:
V1= ........?
Jawab: V1 . C1
= V2. C2
V1 . 100 µg/mL 5 mL. 20 µg/mL V1
= 1 mL
19
Pembuatan: Untuk membuat larutan asam borat dengan konsentrasi 20 µg/mL, maka dipipet 1 mL larutan asam borat 100 µg/mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL dan ditambahkan akuades ad tanpa batas, digojog hingga homogen.
3. Perhitungan larutan seri konsentrasi 40 µg/mL Diketahui:
C1= 100 µg/mL C2= 40 µg/mL V2= 5 mL
Ditanya:
V1= ........?
Jawab: V1 . C1
= V2. C2
V1 . 100 µg/mL 5 mL. 40 µg/mL V1
= 2 mL
Pembuatan: Untuk membuat larutan asam borat dengan konsentrasi 40 µg/mL, maka dipipet 2 mL larutan asam borat 100 µg/mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL dan ditambahkan akuades ad tanpa batas, digojog hingga homogen.
4. Perhitungan larutan seri konsentrasi 60 µg/mL Diketahui:
C1= 100 µg/mL C2= 60 µg/mL V2= 5 mL
Ditanya:
V1= ........?
Jawab: V1 . C1
= V2. C2
V1 . 100 µg/mL 5 mL. 60 µg/mL V1
= 3 mL
20
Pembuatan: Untuk membuat larutan asam borat dengan konsentrasi 60 µg/mL, maka dipipet 3 mL larutan asam borat 100 µg/mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL dan ditambahkan akuades ad tanpa batas, digojog hingga homogen.
5. Perhitungan larutan seri konsentrasi 80 µg/mL Diketahui:
C1= 100 µg/mL C2= 80 µg/mL V2= 5 mL
Ditanya:
V1= ........?
Jawab: V1 . C1
= V2. C2
V1 . 100 µg/mL 5 mL. 80 µg/mL V1
= 4 mL
Pembuatan: Untuk membuat larutan asam borat dengan konsentrasi 80 µg/mL, maka dipipet 4 mL larutan asam borat 100 µg/mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL dan ditambahkan akuades ad tanpa batas, digojog hingga homogen.
3.2.3 Uji Nyala
Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dan dipotong-potong kecil. Sampel dipanaskan dalam oven pada suhu 120°C selama 6 jam. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin, dipijarkan pada tanur dalam suhu 800°C. Sisa pemijaran ditambahkan 1-2 tetes asam sulfat pekat dan 5-6 tetes metanol, kemudian dibakar.
3.2.4 Uji Warna Kertas Kurkuma
Sampel ditimbang sebanyak 50 gram dan dipanaskan dalam oven pada suhu 120°C. Setelah tahu kering, tahu ditambahkan dengan 10 gram kalsium
21
karbonat. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur hingga menjadi abu selama 6 jam dan dinginkan. Abu ditambahkan 3 ml asam klorida 10%, lalu dicelupkan kertas kurkumin.
3.2.5 Uji Warna Kertas Kunyit Pada Pengujian Boraks a. Pembuatan kertas tumerik
Beberapa potong kunyit ukuran sedang ditumbuk dan disaring sampai dihasilkan cairan kunyit berwarna kuning. Kemudian dicelupkan kertas saring ke dalam cairan kunyit tersebut dan keringkan. b. Kertas dengan Kontrol Positif Boraks
Satu sendok the boraks dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air dan diaduk rata. Larutan diteteskan pada kertas tumerik yang sudah disiapkan. Diamati perubahan warna pada kertas tumerik. Warna yang dihasilkan tersebut akan dipergunakan sebagai kontrol positif. c. Pengujian Sampel
Bahan yang akan diuji ditumbuk dan diberi sedikit air. Diteteskan air larutan dari bahan makanan yang diuji tersebut pada kertas tumerik. Diamati perubahan warna apa yang terjadi pada kertas tumerik. Apabila perubahan warna sama dengan pada kertas tumerik kontrol positif, maka bahan makanan tersebut mengandung boraks.
3.2.6 Pembuatan Larutan baku
Ditimbang sebanyak 10 mg boraks, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 kemudian ditambahkan akuades hingga tanda batas, lalu dikocok hingga homogen (Konsentrasi 1 mg/mL). Dipipet 2,5 mL dari larutan 1 mg/mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan ditambahkan akuades hingga tanda batas, digojog hingga homogeny (konsentrasi 0,1 mg/mL).
3.2.7 Pembuatan Larutan Sampel
Sampel tahu yang telah dihaluskan masing-masing ditimbang sebanyak 10 gram di dalam kurs porselen, lalu dikeringkan di oven pada suhu 60°C
22
hingga benar-benar kering, kemudian diabukan pada suhu 600°C selama 8 jam. Ke dalam abu yang telah dingin ditambahkan 20 ml aquades panas, sambil diaduk dengan batang pengaduk. Kemudian disaring melalui kertas saring ke dalam labu ukur, bilas kertas saring dengan akuades panas, kemudian ditambahkan akuades hingga garis tanda, kocok larutan sampel tersebut.
3.2.7 Pembuatan Larutan Seri
Dibuat larutan seri dengan konsentari larutan baku 10; 20; 40; 60; 80 ppm, dengan memipet 0,5 ; 1 ; 2; 3; 4 mL dari larutan 0,1 mg/mL. Dimasukkan kedalam labu ukur 5 mL dan ditambahkan akuades hingga tanda batas. Digojog hingga homogen.
3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Pembuatan HCl 10%
Dipipet 1,35 mL dari larutan HCl 37% b/v, dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL
Ditambahkan aquades hingga tanda batas
Digojog hingga homogen
3.3.2 Uji Nyala
Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dan dipotong-potong kecil
Sampel dipanaskan dalam oven pada suhu 120°C selama 6 jam
Kemudian sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin, dipijarkan pada tanur dalam suhu 800°C
23
Sisa pemijaran ditambahkan 1-2 tetes asam sulfat pekat dan 5-6 tetes metanol, kemudian dibakar
3.3.3 Uji Warna Kertas Kurkuma
Sampel ditimbang sebanyak 50 gram dan dipanaskan dalam oven pada suhu 120°C
Setelah tahu kering, tahu ditambahkan dengan 10 gram kalsium karbonat
Kemudian dimasukkan ke dalam tanur hingga menjadi abu selama 6 jam dan dinginkan
Abu ditambahkan 3 ml asam klorida 10%, lalu dicelupkan kertas kurkumin 3.3.4 Uji Warna Kertas Kunyit Pada Pengujian Boraks a. Pembuatan kertas tumerik
Beberapa potong kunyit ukuran sedang ditumbuk dan disaring sampai dihasilkan cairan kunyit berwarna kuning
Kemudian dicelupkan kertas saring ke dalam cairan kunyit tersebut dan keringkan b. Kertas dengan Kontrol Positif Boraks
Satu sendok the boraks dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air dan diaduk rata
Larutan diteteskan pada kertas tumerik yang sudah disiapkan. Diamati perubahan warna pada kertas tumerik 24
Warna yang dihasilkan tersebut akan dipergunakan sebagai kontrol positif c. Pengujian Sampel
Bahan yang akan diuji ditumbuk dan diberi sedikit air
Diteteskan air larutan dari bahan makanan yang diuji tersebut pada kertas tumerik
Diamati perubahan warna apa yang terjadi pada kertas tumerik
Apabila perubahan warna sama dengan pada kertas tumerik kontrol positif, maka bahan makanan tersebut mengandung boraks 3.3.5 Pembuatan Larutan baku
Ditimbang sebanyak 10 mg boraks, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 kemudian ditambahkan akuades hingga tanda batas, lalu dikocok hin
a homo en Konsentrasi 1 m /mL
Dipipet 2,5 mL dari larutan 1 mg/mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan ditambahkan akuades hingga tanda batas, digojog hin
a homo en
konsentrasi 0,1 m /mL .
3.3.6 Pembuatan Larutan Sampel
Sampel tahu yang telah dihaluskan masing-masing ditimbang sebanyak 10 ram di dalam kurs orselen
Lalu dikeringkan di oven pada suhu 60°C hingga benar-benar kering, kemudian diabukan pada suhu 600°C selama 8 jam
25
Ke dalam abu yang telah dingin ditambahkan 20 ml aquades panas, sambil diaduk dengan batang pengaduk
Kemudian disaring melalui kertas saring ke dalam labu ukur, bilas kertas saring dengan akuades panas, kemudian ditambahkan akuades hingga garis tanda, kocok larutan sampel tersebut 3.3.7 Pembuatan Larutan Seri
Dibuat larutan seri dengan konsentari larutan baku 10; 20; 40; 60; 80 ppm, dengan memipet 0,5 ; 1 ; 2; 3; 4 mL dari larutan 0,1 mg/mL
Dimasukkan kedalam labu ukur 5 mL dan ditambahkan akuades hingga tanda batas. Digojog hingga homogen
26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
4.1.1 Tabel Pengamatan Uji Kualitatif Uji
Kontrol
Sampel
Uji Nyala
Nyala kehijauan
Uji Warna Kertas
Warna merah
Tidak berwarna
Kurkuma
kecoklatan
(Negatif)
Kuning (Negatif)
4.1.2 Tabel Penimbangan No.
Nama Bahan
Jumlah
1.
Sampel Tahu
91,4495 gram
2.
Kunyit
10,045 gram
3.
Boraks
10,1 mg
4.2
Pembahasan
Pentingnya dilakukan penetapan kadar boraks pada sampel tahu adalah karena
boraks
merupakan
salah
satu
bahan
tambahan
yang
dilarang
penggunaannya di dalam makanan. Makanan yang mengandung bahan tersebut dinyatakan sebagai makanan berbahaya karena boraks dapat menyebabkan gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal. Boraks dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, anuria, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, menurunkan tekanan darah, kerusakan ginjal, pingsan, koma, bahkan kematian (EGVM 2003, Ellenhorn 1997). Berdasarkan bahaya yang diakibatkan oleh penggunaan boraks tersebut maka perlu dilakukan analisis boraks pada sampel tahu. Selain itu juga perlu adanya jaminan bahwa tahu yang dikonsumsi terbebas dari kandungan boraks.
27
Analisis pada boraks dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Sebelum dilakukan analisis kuantitatif, pertama-tama dilakukan analisis kualitatif untuk mengetahui keberadaan boraks dalam sampel tahu uji. Analisis kualitatif pada sampel tahu dilakukan dengan tiga metode yaitu uji nyala api dan uji dengan kertas tumerik. Pemeriksaan adanya boraks dengan metode uji nyala dilakukan pada standar boraks dan sampel tahu. Standar dan sampel direaksikan dengan pereaksi asam sulfat pekat dan metanol. Reaksi tersebut menghasilkan nyala warna hijau. Selain itu, pada dasarnya setiap unsur memiliki nyala khas yang hanya dimiliki oleh unsur itu sendiri. Dalam boraks terdapat unsur Br atau Boron. Unsur Boron memiliki nyala spesifik yaitu hijau sehingga uji positif adanya boraks akan menghasilkan nyala hijau. Analisis kualitatif dengan uji nyala api dilakukan dengan cara memijar sampel dalam tanur dengan suhu 800°C selama 6 jam dalam kurs porselin. Sisa pemijaran ditambahkan 1-2 tetes asam sulfat pekat dan 5-6 tetes metanol. kemudian dibakar. Apabila timbul nyala hijau, maka menandakan adanya boraks (Roth, 1998; Tumbel, 2010; Silalahi et al ., 2010). Pada metode ini dilakukan dengan menambahkan H 2SO4 dan metanol ke dalam sampel. H 2SO4 pada metode ini berperan untuk memberikan suasana asam pada larutan sehingga boraks dapat terionisasi menjadi asam borat (Eagleton, 1993). Selanjutnya methanol yang terprotonasi tersebut akan bereaksi dengan asam borat pada sampel sehingga membentuk metil borat. Apabila senyawa metil borat ini terbakar oleh nyala maka akan menghasilkan nyala berwarna hijau (Basset et al ., 1991). Adapun reaksi yang terjadi pada pembentukan senyawa metilborat ini adalah:
Dalam pelaksanaan uji nyala, hasil nyala yang diperoleh untuk kontrol berwarna hijau dan untuk sampel berwarna kuning. Hal ini menyatakan bahwa sampel tahu tidak mengandung boraks, karena sampel tidak menghasilkan nyala hijau.
28
Selanjutnya dilakukan uji dengan menggunakan kertas kurkumin. Uji ini memerlukan kertas tumerik. Selanjutnya, dibuat kertas tumerik yang berfungsi sebagai kontrol positif dengan meneteskan beberapa mL larutan boraks pada kertas tumerik. Warna yang dihasilkan tersebut akan dipergunakan sebagai kontrol positif. Pada kertas tumerik tersebut juga diteteskan larutan sampel sisa pemijaran.Warna yang timbul diamati dan dibandingkan dengan kontrol positif. Uji ini didasarkan pada reaksi yang terjadi antara asam borat dengan kurkumin yang menghasilkan kompleks berwarna dari garam dikurkuminato-boronium (rososianin) (Balaban et al ., 2008; Triastuti dkk, 2013). Adapun reaksi kompleks yang terbentuk antara kurkumin dan asam borat yaitu:
Gambar 4.1 Kompleks Risosiasin Pada uji ini, hasil uji kualitatif boraks dengan metode kertas tumerik juga menunjukkan hasil negatif apabila dibandingkan dengan kontrol positif. Dari dua metode uji kualitatif boraks yaitu uji nyala dan uji kertas tumerik pada sampel tahu menunjukkan bahwa tidak ada sampel tahu yang mengandung boraks (hasil negatif). Oleh karena hasil uji kualitatif dari dua metode tersebut negatif, maka analisis kuantitatif tidak perlu dilakukan karena berdasarkan hasil uji kualitatif memberikan hasil negatif adanya boraks pada sampel tahu uji.
29
BAB V PENUTUP
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa dari kedua uji kualitatif adanya boraks pada tahu melalui uji nyala dan uji dengan kertas tumerik, seluruhnya menunjukkan hasil yang negatif sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada zat pengawet boraks pada sampel tahu yang diuji. Penetapan kadar boraks tidak dapat dilakukan karena uji kualitatif menunjukkan hasil negatif.
30
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 1995. Bakso Ikan. SNI 01-3819-1995. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Balaban, A. T., C. Parkanyi., I. Ghiviriga., J-J Aaron., Z. Zajickova., dan O. R. Martinez. 2008. Curcumin – Benzodioxaborole Chelates. Arkivoc. Hal. 19. Basset J. et al . 1991. Vogel Analisis Kuantittif Anorganik . Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Brown, S. 1996. Strategy Manufacturing for Competitive Advantage. London: Prentice Hall. Davidson PM, Sofos JN, Branen AL. 2005. Antimicrobials in Food . Boca Raton: CRC Press. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981.Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bhat ara Karya Aksara. Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Donatus, I., A. 1990. Toksikologi Pangan. Yogyakarta: UGM. Eagleton, M. 1993. Concise Encyclopedia Chemistry. Berlin: Walter de Gruyter. Hal. 142-143. Ellenhorn MJ. 1997. Ellenhorn’s Medical Toxicology : Diagnosis and Treatment of Human Poisoning . Canada: Williams & Wilkins Inc. Expert Group on Vitamins and Minerals (EGVM). 2003. Safe Upper Levels for Vitamins and Minerals. United Kingdom: Food Standards Agency. United Kingdom. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1992.
Pengantar Teknologi Pangan, Jakarta:
PT.Gramedia Pustaka Utama. Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Makalah Ilmu Kefarmasian. Vol. I, No. 3 117-135.
31
Mulja, M. dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental . Surabaya: Airlangga University Press. Roth, H. J. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sarwono,S. dan Saragih Y.P. 2003. Membuat Aneka Tahu. Jakarta : Penebar Swadaya. Silalahi, J., I. Meliala, dan L. Panjaitan. 2010. Pemeriksaan Boraks di dalam Tahu di Medan. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol.60, No. 11. Hal 521-525. Swartz, M. E. dan Krull, I. S. 1997. Analytical Method Development and Validation. USA : Marcel Dekker. Triastuti, E., Fatimawali, dan M. R. J. Runtuwene. 2013. Analisis Boraks Pada Tahu yang Diproduksi di Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 2. No. 01. Tumbel, M. 2010. Analisis Kandungan Boraks Dalam Mie Basah yang Beredar di Kota Makassar. Jurnal Chemica. Vol 11. No 1. Winarno, F.G. dan S.F. Rahayu. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
32
LAMPIRAN
33