0
LAPORAN HASIL PRAKTIKUM PEMBAUATAN ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA
Diusulkan oleh :
Wilibrodus Tri Hapsoro
121710101134 121710101134
UNIVERSITAS JEMBER JEMBER 2014
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan arang aktif di Indonesia terus meningkat sejalan dengan meningkatnya permintaan arang aktif untuk berbagai keperluan baik untuk industri, lingkungan dan kesehatan. Industri yang menggunakan arang aktif antara lain industri makanan dan minuman, air mineral, petrokimia, kimia, farmasi dan kedokteran. Seiring dengan peningkatan permintaan akan arang aktif maka industri arang aktif di Indonesia berkembang dengan pesat. Pada tahun 2004, ekspor arang aktif Indonesia tercatat sebesar 2.012.675.965 kg. Konsumsi arang aktif di dunia diperkirakan mencapai 300.000 ton/tahun, dan 10,12% bahan bakunya berasal dari arang tempurung kelapa (Aliatun dkk, 2004). Arang aktif aktif
telah banyak banyak digunakan digunakan untuk untuk mengadsorpsi mengadsorpsi logam logam berat,
diantaranya untuk mengadsorpsi tembaga (Aliatun dkk, 2004), kadmium dan alumunium (Sigh dkk, 2006). Aplikasi komersial, baru dikembangkan pada tahun 1974 yaitu pada industri gula sebagai pemucat, dan menjadi sangat terkenal karena kemampuannya menyerap uap gas beracun yang digunakan pada Perang Dunia I. Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Di Indonesia bahan baku untuk membuat arang aktif sebagian besar menggunakan tempurung kelapa dan kayu. Di lain pihak, bahan baku yang dapat dibuat menjadi arang aktif adalah semua bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, binatang, maupun barang tambang seperti batu bara. Pada abad XV, diketahui bahwa arang aktif dapat dihasilkan melalui komposisi kayu dan dapat digunakan sebagai adsorben warna dari larutan. Beberapa tahun
terakhir
ini
pemanfaatan limbah
padat
pertanian
untuk
dijadikan karbon aktif menjadi alternatif baru dalam pembuatan karbon aktif, seperti karbon aktif dari sari serat pisang (Namasivayam
et al.,1998), dari
tongkol jagung, sekam padi (Valix et al., 2004), tempurung kelapa, arang
kayu (Kardivelu, 2003), ampas tebu (Rachakornkij et al., 2004), kulit kemiri (Labuka, 2003; Nasrullah, 2003), kulit buah coklat (Hakim, 2003; Jannah, 2003), Kayu bakau (Nasruddin, 2002), tempurung kenari (Wijaya, 2005; Sherliy, 2004). Namun pada penelitian ini bahan yang digunakan yaitu tempurung kelapa. Penggunaan tempurung kelapa dikarenakan memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan baku arang aktif. Selain itu produksi limbah tempurung kelapa sangat tinggi. Tingginya produksi limbah ini sebanding dengan tingginya produksi kelapa. Semakin tinggi produksi kelapa, maka tingkat produksi limbah tempurung kelapa juga semakin tinggi. Kualitas arag aktif dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu salah satunya tahap aktivasi. Tahap aktivasi merupakan tahap
proses
perlakuan
terhadap
karbon untuk membuka pori karbon. Proses aktivasi dapat dilakukan melalui aktivasi secara fisika dan aktivasi secara kimia (Mu’jizah, 2010). 2010). Aktivasi secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan aktivator natrium klorida (NaCl). Penggunaan NaCl sebagai bahan pengaktif memberikan karakteristik adsorpsi methilen blue terbaik. Penggunaan larutan natrium klorida sebagai aktivator kimia dikarenakan karbon aktif yang diperoleh mempunyai daya adsorpsi
yang lebih besar dibandingkan dengan karbon aktif yang diaktivasi
menggunakan KCl, CaCl2, MgCl2.6H2O, MgCl2.6H2O, Na2CO3, K2CO3, K2CO3, H2SO4 dan ZnCl2 , selain itu harga NaCl yang murah dibandingkan dengan aktivator lain dan tidak menimbulkan pencemaran pencemaran lingkungan. Butiran arang tempurung jika direndam dalam larutan NaCl akan mengadsorbsi
garam tersebut. Semakin tinggi
konsentrasi larutan NaCl maka semakin bertambah banyak mineral yang teradsorpsi sehingga s ehingga menyebabkan volume pori karbon cenderung bertambah besar karena garam ini dapat berfungsi sebagai dehydrating agentdan membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan pada proses karbonisasi (Wijaya, 2005). Beberapa penelitian yang telah dilakukan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi NaCl terhadap mutu dari arang aktif.
1.2 Permasalahan
Pemanfaatan limbah tempurung kelapa masih sangat kurang sehingga diperlukan proses pengolahan limbah menjadi produk yang lebih bermanfaat. Selain itu masih belum diketahui seberapa besar konsentrasi terbaik NaCl untuk mengaktivasi arang tempurung kelapa. 1.3 Tujuan
Mengetahui proses pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa dan mengetahui pengaruh konsentrasi NaCl. 1.4 Manfaat
Manfaat yang akan diperoleh pada penelitian ini adalah mahasiswa dapat mengetahui proses pembuatan arang aktif dan konsentrasi NaCl terbaik . 1.5 Luaran
Luaran yang diharapkan pada penelitian ini adalah dapat menghasilkan arang aktif yang telah memenuhi kriteria SNI.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Arang Aktif
Arang aktif merupakan padatan berpori yang mengandung 85% - 95% karbon yang konfigurasi atom karbonnya dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain, serta pori dibersihkan dari senyawa lain sehingga permukaan dan pusat aktif menjadi luas akibatnya daya adsorbsi terhadap cairan cair an atau gas akan meningkat. Luas permukaan berkisar antara 300-2000 m 3/gra, dengan luas yang besar dari struktur dalam pori-pori karbon aktif dapat dikembangkan, struktur ini memberikan kemampuan karbon aktif menyerap menyerap (adsorb) gas-gas dan uap-uap dari gas dan dapat mengurangi zat-zat z at-zat dari liquida (Elly,2008) Sifat dan konsentrasi permukaan gugus fungsional pada permukaan arang aktif dapat dimodifikasi dengan termal te rmal (fisik) atau dengan zat kimia. Oksidasi
dalam
fasa
gas
atau
cairan dapat menaikkan konsentrasi gugus
oksigen pada permukaan, pemanasan dapat menghilangkan bebrapa gugus tertentu. Oksidasi pada fase gas dapat menaikkan konsentrasi gugus hidroksil dan karbonil. Sedangkan oksidasi dalam fase cair menikkan gugus asam karboksilat, karbonil, fenol, quinon, dan lakton. Berdasarkan penggunaannya arang aktif terbagi
menjadi dua tipe
yaitu arang aktif sebagai pemucat dan arang aktif
sebagai penyerap uap. Serta arang aktif ini memiliki sifat adsorbsi yang cukup selektif dalam penyerapannya tergantung pada besar atau volume pori – pori pori dan luas permukaan. Dalam mencapai standar arang aktif yang diinginkan, standar industri indonesia telah membuat kriteria yang harus dipenuhi oleh produsen yang dilihat pada peraturan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 – 3730-1995 (Wijaya,
2005) pada tabel 1. berikut: Tabel 1. Syarat mutu arang aktif menurut (SNI) 06 – 06 – 3730-1995 3730-1995
2.2 Proses Pembuatan Arang Aktif
Proses pembuatan arang aktif secara umum terdiri dari tiga tahap yaitu tahap dehidrasi, karbonasi dan aktivasi. Tahap dehidrasi yaitu tahap pengurangan kadar air pada bahan yang akan digunakan dengan menggunakan metode pemanasan hingga suhu 170 ⁰ C. Tahap ini bertujuan untuk mengurangi kadar air pada bahan sehingga proses selanjutnya menjadi lebih mudah. Proses karbonisasi dilakukan dengan pembakaran dari material yang mengandung karbon dan dilakukan dilakukan tanpaadanya kontak kontak langsung dengan udara (Marsh,
2006).
didefinisikan
Proses
sebagai
karbonisasi suatu
tahapan
juga dikenal dimana
dengan material
pirolisis yang organik
awal
ditransformasikan menjadi sebuah material yang semuanya berbentuk karbon (Hugh, 1993). Pirolisis adalah penguraian bahan-bahan organik pada temperatur tinggi di bawah kondisi non oksidatif. Pendekatan utama dari pirolisis pi rolisis adalah pendaurulangan bahan-bahan
yang dapat diuraikan secara termal
untuk
menghasilkan produk-produk yang bernilai. Pada prosesnya tidak memungkinkan memperoleh oksigen yang benar-benar bebas dari campuran udara lain, karena sejumlah
oksigen
terdapat
dalam
beberapa
sistem
pirolisis,
menyebabkan terjadinya peristiwa oksidasi. Reaksi pirolisis dari selulosa ditampilkan berikut ini (Husni, 2008): (C6H10O5)n → 6n C + 5nH2O Tahap karbonasi merupakan tahap-tahap pemecahan karbon. Pada tahap ini terjadi 3 pembentukan menurut suhu pemanasan yaitu pada suhu 170 ⁰ C menghasilkan CO, CO 2 dan asam asetat, pada suhu 275 ⁰ C terjadi dekomposisi tar, metanol dan hasil samping lainnya dan pada suhu 400 – 600 600 terjadi pembentukan karbon. Setelah dilakukan proses karbonisasi dilanjutkan dengan proses aktivasi dimana proses ini akan mengubah produk atau material materi al karbon karbo n menjadi adsorben. Aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat,
baik
fisika
maupun
kimia,
yaitu
luas
permukaannya
bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Sembiring, 2003).
Tahap aktivasi merupakan tahap
proses
perlakuan
terhadap karbon
untuk
membuka pori karbon. Proses aktivasi dapat dilakukan melalui aktivasi secara fisika dan aktivasi secara kimia (Mu’jizah, 2010). Aktivasi
kimia
merupakan
proses
pemutusan
rantai
karbon
dari
senyawa organik dengan pemakaian bahan-bahan kimia. Aktivasi secara kimia biasanya menggunakan bahan-bahan pengaktif seperti garam kalsium klorida (CaCl2),
magnesium
klorida
(MgCl 2),
seng
klorida
(ZnCl 2),
natrium
hidroksida (NaOH), natrium karbonat (Na 2CO3) dan natrium klorida (NaCl). Sedangkan aktivasi Aktivasi fisika merupakan proses pemutusan rantai karbon dari
senyawa organik organik dengan dengan bantuan bantuan panas, uap dan CO2. Metode aktivasi
secara fisika antara lain dengan menggunakan uap air, gas karbon dioksida, oksigen, dan nitrogen. Gas-gas tersebut berfungsi untuk mengembangkan struktur rongga yang ada pada arang sehingga se hingga memperluas permukaannya, menghilangkan konstituen
yang
mudah
menguap
dan
membuang
produksitar
hidrokarbonhidrokarbon pengotor pengotor pada arang (Sembiring, 2003).
atau
BAB 3. METEDOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat Kegiatan
Penelitian ini dilakukan pada 17 oktober 2014 di Laboratorium Rekayasa Produk Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember. 3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu mortal, oven, ayakan, beaker glass 1000 ml, nampan, tanur, eksikator, botol timbang, labu asah, cawan alumunium Bahan yang digunakan yaitu tempurung cangkang kelapa, NaCl 40% dan 20%, aquades, aquades, kertas karbon, larutan jus jambu, kertas saring. 3.2 Skema Kerja
3.2.1 Pembuatan Arang Pada proses pembuatan arang pertama dilakukan persiapan bahan yaitu tempurung kelapa. Tempurung kelapa awalnya dilakukan pengecilan ukuran untuk mempercepat proses karbonasi. Tempurung kelapa yang telah dilakukan pengecilan ukuran kemudian dikarbonasi dengan suhu 400⁰C selama 4 jam. Setelah proses karbonasi selesai, arang yang masih panas didinginkan terlebih dahulu dan kemudian dilakukan proses pengaktifan.
3.2.2 Aktivasi Arang Arang yang telah disiapkan kemudian dihaluskan hingga ukuran 80 mesh. Setelah halus arang tersebut diambil sebanyak 100 gram untuk dijadikan sampel aktivasi. Pengambilan sampel tersebut dilakukan sebanyak 3 kali. Arang pertama direndam dengan larutan NaCl dengan konsentrasi 20% dan arang yang ketiga direndam dengan menggunakan NaCl 40%. Untuk menghomogenkan, campuran arang dan NaCl tesebut diaduk hingga tercampur merata. Setelah dilakukan pengadukan,
campuran
arang
diinkubasi
selama
24
jam
untuk
lebih
mengoptimalkan reaksi aktivasi. Setelah itu, arang dan larutan NaCl dipisahkan untuk diambil arangnya. Pemisahan ini dilakukan denganmetode penirisan. Arang
yang diperoleh kemudian dicuci dengan aquades untuk penetralan pH. Setelah pencucian dilakukan pengeringan dengan suhu 100 ⁰C selama 3 jam.
3.3 Parameter Pengamatan
3.3.1 Rendemen Arang aktif yang telah diperoleh terlebih dahulu dibersihkan, kemudian ditimbang rendemen dihitung berdasarkan rumus:
3.3.3 Daya Serap Sebanyak 10 gram arang aktif dimasukkan kedalam pipa, kemudian dipadatkan. Terlebih dahulu pada ujung pipa dibungkus/ditutup dengan menggunakan kertas saring. Wadah yang digunakan untuk menampung hasil penyaringan menggunakan beaker glass 500 ml. Jus sebanyak 55 ml disiapkan, kemudian dialirkan/dilewatkan pada arang aktif yang telah disiapkan pada pipa. Hasil jus yang telah disaring, diukur warna menggunakan colour reader dan diukur juga keefektifan daya serap.
Efektifitas daya serap =
A= berat jus sebelum penyaringan B= berat jus setelah penyaringan C= A+B
BAB 4. HASIL PENGAMATAN PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
5.1 Hasil Pengamatan Pengamatan
5.1.1 berat Arang Aktif yang diperoleh Konsentrasi 20% 40%
Berat arang aktif 70 gram 60 gram
5.1.2 Parameter Warna Warna (L) Jus setelah penyaringan 40 % 20% 57,7 56,6
Jus sebelum penyaringan 27,87
Standart 63
5.2 Hasil Perhitungan
5.2.1 Rendemen Arang Aktif Konsentrasi
Rendemen arang aktif 70 % 60 %
20% 40%
5.2.2 Tingkat Efektifitas Penyerapan
Konsentrasi 20 % 40 %
Berat jus sebelum penyaringan (mL) 55 55
Berat jus setelah penyaringan (mL) 5 4
Tingkat efektifitas (%) 83,3 86,4
BAB 5. PEMBAHASAN
6.1 Rendemen
Berdasarkan dari hasil pengamatan dan perhitungan pembuatan arang aktif dengan
perlakuan
perendaman
menggunakan
NaCl
konsentrasi
20%
menghasilkan rendemen lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan NaCl dengan konsentrasi 40%. Arang aktif dengan konsentrasi 20% menghasilkan rendemen sebanyak 70%, dengan berat total arang aktif yaitu 70 gram. Sedangkan pada konsentrasi NaCl 40% rendemen yang dihasilkan sebesar 60% dengan total berat arang aktif 60 gram.hasil tersebut membuktikan bahwa semakin tinggi konsentrasi penggunaan zat pengaktif (NaCl) maka rendemen yang dihasilkan semakin rendah. Perendaman karbon aktif dengan larutan NaCl sesudah aktivasi fisika dapat
memperbesar
luas
permukaan
karena
proses
aktivasi
mampu
mengembangkan struktur pori dengan cara membuka pori yang tertutup tar maupun
karbon amorf
dan juga
membentuk
pori
baru
oleh adanya
dekomposisi thermal, sehingga secara tidak langsung berpengaruh pada berat jenis yang dihasilkan. Luas permukaan ini menunjukkan berkembangnya struktur pori dari karbon aktif sehingga menghasilkan berat jenis yang yang terkecil (Mu’jiah, 2010) Pendapat
ini
menyatakan
bahwa
semakin
tinggi
konsentrasi
zat
pengaktivasi maka pada pembuatan arang aktif akan mempengaruhi besar pori pori arang aktif yang berpengaruh terhadap daya serap dan randemen yang didapatkan. Semakin rendah zat pengaktifasi maka randemen yang didapatkan akan semakin tinggi dimana selain konsentrasi randemen juga dipengaruhi oleh suhu yang digunakan selama perendaman, lama waktu perendaman dan konsentrasi (Pari et al. 2000)
6.2 Efektifitas Penyerapan/ Daya Absorbsi
Hasil
pengamatan
dan
perhitungan
pada
tingkat
efektifitas
penyerapan/daya absorbsi menunjukkan bahwa perlakuan perendaman arang aktif dengan konsentrasi NaCl 40% menghasilkan daya efektifitas penyerapan/absorbsi jus 86,4% dibanding dengan konsentrasi NaCl 20% yang menghasilkan daya efektifitas penyerapan/absorbsi sebesar 83,3%. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya tingkat kecerahan warna melalui pungukuran warna yang didapat dengan colourreader. Pada perendaman menggunakan konsentrasi NaCl 20% warna kecerahan yang dihasilkan lebih gelap yaitu sebesar 56,6 dibandingkan dengan arang aktif dengan perendaman dengan konsentrasi 40% menghasilkan tingkat kecerahan yang lebih tinggi yaitu 57,7. Semakin tinggi konsentrasi maka tingkat efisiensi/efektifitas semakin besar dan warna yang dihasilkan juga semakin cerah. . Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktivasi dengan aktiv faktof bahan kimia ataupun pemanasan dengan temperatur tinggi Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif (Sembiring dan Sinaga, 2003) Mu’jiah, (2010) juga menambahkan bahwa bahwa tingginya konsentrasi NaCl menyebabkan banyak mineral yang yang teradsorpsi sehingga sehingga menyebabkan volume pori
karbon aktif
cenderung bertambah
besar karena
garam
ini
dapat
berfungsi sebagai dehydrating agent dan membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan dihasi lkan pada proses karbonisasi sehingga angka iodin juga cenderung bertambah besar dan penambahan bahanbahan mineral akan melindungi permukaan karbon aktif sehingga bahaya oksidasi karbon menjadi tertekan, dengan demikian demikian semakin besar konsentrasi NaCl maka bahaya oksidasi semakin kecil
dan
makin kecil
pula
kehilangan berat
karbon, namun
konsentrasi NaCl yang tinggi dapat menyebabkan terjebaknya garam tersebut dalam kisi kristal karbon aktif Maka dari pengamatan dan hasil perhitungan yang didapat serta refrensisi yang ada dapat diketahui bahwa besar daya absorsi pada praktikum yang dilakukan dipengaruhi oleh konsentrasi NaCl yang digunakan. Sehingga NaCl dengan konsentrasi 40% dan 20% jika dilihat dari literatur maka daya serap yang
paling tinggi adalah pada arang aktif dengan aktivasi denganNaCl dengan konsentrasi 40% 40%
yang memiliki nilai absorsi 86,4% 86,4% lebih tinggi dibanding
konsentrasi 20% yaitu 83,3% hal ini disebabkan oleh faktor konsentrasi plarut yang digunakan, sedangkan untuk suhu dan lama waktu serta ukuran partikel yang digunakan sama.
BAB 7. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil praktikum maka dapat ditarik kesimpulan seba gai berikut: 1.
semakin tinggi konsentrasi yang digunakan untuk aktifasi arang aktif akan berpengaruh terhadap daya daya serap, dan rendemen.
2.
semakin tinggi konsentrasi maka rendemen semakin menurun kkonsentrasi 40 % dan 20% secara berturut – turut turut menghasilkan rendemen sebesar 60% dan 70%.
3.
Penggunaan
zat
pengaktif
20%
menghasilkan
tingkat
efektifitas
penyerapan/daya serap lebih rendah dibanding dengan 40% yaitu berturut – turut sebesar 86,4% dan 83,3%. 4.
Konsentrasi zat pengaktif 40% menghasilkan warna yang lebih cerah dibanding dengan 20% yaitu berturut – berturut – turut turut sebesar 57,7 dan 56,6.
7.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian yang lebih efektif untuk menghasilkan dat yang lebi akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Aliatun, E. Wahyuni, S., Dan Rachmawaty, A., 2004, Perolehan Kembali Cu Dari
Limbah Elektroplating Dengan Menggunakan Reaktor
Unggun Terfluidasi, Infomatek, (6): 27-37 Elly, 2008. Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Arang Aktif. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik . Vol 8, No. 2: 96 – 96 – 103. 103. Hugh,
O.
P.
1993. Handbook
Of
Carbon,
Graphite,
Diamond
And
Fullerenes. Fullerenes. Amerika: Noyes Publication. Husni, H. Dan Cut M. R. 2008. Preparasi Dan Karakterisasi Karbon Aktif Dari Batang
Pisang
Menggunakan
Gas
Nitrogen.
Laporan
Penelitian Tidak Diterbitkan. Diterbitkan. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala Darussalam. Marsh, H. Dan Francisco R. R. 2006. Activated Carbon. Belanda: Elsivier Science&Technology Books. Science&Technology Books. Mu’jizah, 2010. Pembuatan Dan Karakterisasi Karbon Aktif Dari Biji Kelor Dengan Nacl Sebagai Bahan Pengaktif. [Skripsi [ Skripsi]. ]. Malang: Uin Malang. Namasivayam, C., Prabha, D., And Kumutha, M. (1998). Removal Of Direct Red And Acid Brilliant Blue By Adsorption On To Banana Pith. Biosource Technology. Technology. No. 64: Hal 1. Nasruddin. (2002). Adsorpsi Zat Warna Eryonil Brill Blue Pada Arang Aktif
Dari
Kayu
Jurusan Kimia,
Bakau
( Rhizopora, Sp). Sp). [Skripsi]. Skripsi]. Makassar:
Fmipa, Universitas Hasanuddin.
Pari, G., T. Nurhayati, dan Hartoyo. 2000. Kemungkinan Pemanfaatan arang Aktif Kulit Kayu Acacia Mangium Willd Untuk Pemurnian minyak kelapa Sawit. Buletin Penelitian Hasil Hutan 18 (1) : 40-53. Rachakornkij,
M.,
Ruangchuay,
S.,
Removal
Of
Reactive
Baggase
Fly
Ash.
And Dyes
Teachakul Wiroj ,
S.
From Aqueous Solution
Thailand: Department
Of
(2004). Using
Environmental
Engineering, Faculty Of Engineering, Chulalongkorn University, Bangkok, 10330.
Sembiring, M. T Dan Sinaga. T. S. 2003. Arang Aktif (Pengenalan Dan Proses Pembuatan).
Sumatra
Utara:
Jurusan
Teknik
Industri.
Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara. Sherliy. (2004).
Pemanfaatan Karbon Aktif Dari Kulit Tempurung Kenari
(Canarium
Commune)
Sebagai Adsorben Fenol
Dalam
Air,
[Skripsi]. Makassar: Jurusan Kimia, Fmipa, Universitas Hasanuddin. Sigh, Ts., Parikh, B, Dan Pant, Kk., 2006, Investigation On The Sorption Of Alumunium In Drinking Water By Low-Cost Adsorbent, Water Sa., (32): 49-55 Valix, M., Cheung, W. H., And Mckay, G. 2004. Prepaparation Of Activated Carbon Using Low Temperature Carbonization And Physical Activation Of High Ash Raw Baggase For Acid Dye Adsorption. Chemosphere. Chemosphere. Vol 56: 2-3 Wijaya,
E. 2005. Adsorben
Pemanfaatan Karbon Aktif
Tempurung Kenari
Sebagai
4-Klorofenol Dalam Air. [Skripsi]. Skripsi]. Makassar: Jurusan
Kimia, Fmipa, Universitas Hasanuddin.
LAMPIRAN PERHITUNG P ERHITUNGAN AN
a.
Rendemen
40%
= (60/100) x 100% = 60%
20%
= (70/100) x 100% = 70%
b.
Efektifitas daya serap
20%
= ((55 – ((55 – 5)/(60)) 5)/(60)) x 100% = 83%
40%
= ((55 – ((55 – 4)/(59)) 4)/(59)) x 100% = 86,4 %