LABORATORIUM LABORATORIUM PENGOLAHAN AIR DAN LIMBAH INDUSTRI SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2014/2015
MODUL
: Lumpur Aktif Konvensional
DOSEN PEMBIMBING
: Ir. Endang Kusumawati, MT
Praktikum : 15 Oktober 2014 Penyerahan Laporan : 22 Oktober 2014
Oleh : Kelompok
: VII (Tujuh)
Nama
: 1. Nelsa Rahmita
(121411053)
2. Nur Aida A
(121411054)
3. Nurul Syefira F
(121411055)
Kelas
: 3B
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2014
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam pengolahan air limbah secara aerobik mikroorganisme mengoksidasi dan mendekomposisi bahan-bahan organik dalam air limbah dengan menggunakan oksigen yang disuplai oleh aerasi dengan bantuan enzim dalam mikroorganisme. Pada waktu yang sama mikroorganisme mendapatkan energi sehingga mikroorganisme baru dapat bertumbuh. Proses pengolahan secara biologi yang paling sering digunakan adalah proses pengolahan dengan menggunakan metode lumpur aktif. Pengolahan limbah dengan aerobic activated sludge (lumpur aktif) merupakan proses biologis menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan organik yang terkandung dalam limbah cair. Proses lumpur aktif berlangsung dalam bak aerasi yang dilengkapi bak sedimentasi untuk memisahkan endapan lumpur dari air limbah yang telah terolah. Kualitas effluent tergantung pada karakter mikroorganisme pembentuk lumpur aktif, antara lain sifat pengendapannya dan kondisi bak sedimentasi. Dengan menerapkan sistem ini didapatkan air bersih yang tidak lagi mengandung senyawa organik beracun dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Air tersebut dapat dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri selanjutnya seperti cooling tower, boiler laundry, toilet flusher, penyiraman tanaman, general cleaning, fish pond car wash dan kebutuhan air yang lainnya. Diharapkan pemanfaatan sistem daur ulang air limbah akan dapat mengatasi permasalahan persediaan cadangan air tanah demi kelangsungan kegiatan industri dan kebutuhan masyarakat akan air .
1.2 Tujuan Percobaan a. Menentukan konsentrasi awal kandungan organik dalam lumpur aktif dan konsentrasi kandungan organik setelah percobaan berlangsung selama seminggu. b. Menentukan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang mewakili kandungan mikroorganisme dalam lumpur aktif. c. Menentukan konsentrasi nutrisi bagi mikroorganisme pendegradasi air limbah dalam lumpur aktif. d. Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan bahan organik yang didekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam lumpur aktif terhadap bahan organik mula-mula.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi yang pertama kali dilakukan di Ingris pada awal abad 19. Sejak itu proses ini diadopsi seluruh dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder secara biologi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO 2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Udara disalurkan melalui pompa blower ( diffused ) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan.
Sistem Lumpur Aktif
Di dalam limbah yang mengandung bahan organik terdapat zat-zat yang merupakan makanan dan kebutuhan-kebutuhan lain bagi mikroorganisme yang akan digunakan dalam proses lumpur aktif. Proses lumpur aktif adalah salah satu proses pengolahan air limbah secara biologi, dimana air limbah dan lumpur aktif dicampur dalam suatu reaktor atau tangki aerasi. Padatan biologis aktif akan mengoksidasi kandungan zat di dalam air limbah secara biologis, yang di akhir proses akan dipisahkan dengan sistem pengendapan. Proses lumpur aktif mulai dikembangkan di Inggris pada tahun 1914 oleh Ardern dan Lockett, dinamakan lumpur aktif karena prosesnya melibatkan massa mikroorganisme yang aktif, dan mampu menstabilkan limbah secara aerobik. Istilah lumpur aktif diterapkan baik pada proses maupun padatan biologis di dalam unit pengolahan. Proses lumpur aktif terdiri dari dua tangki (gambar 1), yaitu :
Tangki aerasi : di dalam bak ini terjadi reaksi penguraian zat organik oleh mikroorganisme dengan bantuan oksigen terlarut.
Bak pemisah (Clarifier): yaitu tempat lumpur aktif dipisahkan dari cairan untuk dikembalikan ke tangki aerasi, kelebihannya dibuang.
Gambar 1. Proses Lumpur Aktif
Deskripsi Proses Lumpur Aktif
Aliran umpan air limbah/ subtrat, bercampur dengan aliran lumpur aktif yang dikembalikan sebelum masuk rektor. Campuran lumpur aktif dan air limbah membentuk suatu campuran yang disebut cairan tercampur (mixed liquor ). Memasuki aerator, lumpur aktif dengan cepat memanfaatkan zat organik dalam limbah untuk mendegradasinya. Kondisi lingkungan aerobic diperoleh dengan memberikan oksigen ke tangki aerasi. Pemberian oksigen dapat dilakukan dengan penyebaran udara tekan, aerasi permukaan secara mekanik, atau injeksi oksigen murni. Aerasi dengan difusi udara tekan atau aerasi mekanik mempunyai dua fungsi, yaitu pemberi udara dan pencampur agar terjadi kontak yang sempurna antara lumpur aktif dan senyawa organik di dalam limbah. Pada tangki pengendapan (clarifier ), padatan lumpur aktif mengendap dan terpisah dengan cairan sebagai effluent. Sebagian lumpur aktif dari dasar tangki pengendap dipompakan kembali ke reaktor dan dicampur dengan umpan (subtrat) yang masuk, sebagian lagi dibuang. Dalam
reactor
mikroorganisme
mendegradasi
bahan-bahan
organik
dengan
persamaan stoikiometri pada reaksi di bawah ini (Metcalf dan Eddy,1991):
Nutrisi/makanan yang diberikan bagi mikroorganisme pendegradasi limbah dalam lumpur aktif konvensioanal diberikan sesuai dengan perbandingan BOD:N:P = 100:5:1. Glukosa digunakan sebagai sumber karbon, KNO 3 sebagai sumber nitrogen, KH 2PO4 sebagai sumber phospor. Dalam percobaan ini nutrisi yang diberikan bagi mikroba berupa limbah airsintetis. Hal ini dimaksudkan agar penentuan efisiensi pengolahan limbah dalam lumpur aktif konvensional dapat dihitung dengan lebih akurat. Rasio kuantitas nutrisi yang ditambahkan ke dalam mixed liquor terhadap kuantitas mikroba tersuspensi digunakan sebagai ukuran sehat tidaknya pertumbuhan mikroba tersebut. Rasio food to microorganism (F/M) yang ideal untuk sistem lumpur aktif konvensional berkisar antara 0,2 – 0,5 kg BOD/hari//kg MLVSS. Jika rasio F/M terlalu besar maka akan
terdapat dominasi pertumbuhan bakteri filamen yang menyebabkan lumpur aktif sulit mengendap. Jika F/M terlalu kecil maka akan terbentuk busa yang brasal dari pertumbuhan bakteri yang berbentuk busa. Maka nilai F/M yang ideal merupakan parameter kunci yang menjadi acuankeberhasilan pengoprasian sistem lumpur aktif.
Penetapan COD (Chemical Oxygent Demand ) COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent ). Penetapan MLVSS Konsentrasi biomassa atau organisma dinyatakan dalam mg/L VSS (Volatile Suspended Solid ). Prinsip pengukuran berdasarkan gravimetri, yaitu analisa berdasarkan penimbanganberat dan dilakukan dengan cara penyaringan, pemanasan dan penimbangan.
BAB III METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
ALAT 1. Peralatan Lumpur Aktif Konvensional 2. Labu Erlenmeyer 250 ml 2 buah 3. Corong Gelas 2 buah 4. Cawan Porselin 2 buah 5. Desikator 1 buah 6. Neraca Analitis 1 buah 7. Oven 1 buah 8. Furnace 1 buah 9. Hach COD Digester 1 buah 10. Tabung Hach 3 buah
BAHAN 1. Glukosa 2. KNO3 3. KH2PO4 4. HgSO4 5. H2SO4 6. K2Cr2O7 7. FAS 8. Indikator ferroin 9. Kertas Saring
3.2 Prosedur Kerja Penentuan kandungan organik (COD) dari sampel Melakukan pengenceran sampel 20 kali (masingmasing dari reaktor diambil 2,5 mL sehingga menjadi 50 mL)
Mentitrasi dengan larutan Ferro Amonium (FAS) 0,204 N dengan indikator ferroin sebanyak 3 tetes
Menghentikan titrasi jika terjadi perubahan warna dari hijau menjadi coklat
Memasukkan 2,5 mL sampel ke dalam tabung Hach
Menambahkan 3,5 mL pereaksi Kromat dan 1,5 mL pereaksi H2SO4
Mengeluarkan tabung Hach dari Digester dan biarkan dingin
Memasukkan tabung Hach pada Hach COD Digester dan memanaskannya pada suhu 150°C selama 2 jam
Melakukan pekerjaan diatas untuk aquadest sebagai blanko
Penentuan Kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS)
Memanaskan cawan pijar selama 1 jam dalam Furnace pada T = 600oC dan kertas saring selama 1 jam dalam Oven pada T = 105oC
Mendinginkan cawan pijar dan kertas saring menggunakan desikator
Menimbang cawan pijar (a gram) dan kertas saring (b gram) sampai didapat berat yang konstan
Menyaring 40 mL air limbah sampel menggunakan kertas saring yang sudah diketahui beratnya
Memasukkan kertas saring berisi endapan ke dalam cawan pijar dan memanaskannya dalam Oven pada T = 105oC selama 1 jam
BAB IV DATA PENGAMATAN
pH influen
: 6,77
pH nutrisi
: 7,53
DO influen
: 5,9 mg/L
DO nutrisi
: 3,3 mg/L
T influen
: 24,5oC
Volume FAS 0,1 N (ml) yang digunakan untuk titras i Influen
Blanko
Sampel 1
1,012
1,100
Sampel 2
0,920
1,062
Rata-rata
0,966
1,081
a (volume FAS untuk blanko)
= 1,081 mL
b (volume FAS untuk sampel influen)
= 0,966 mL
c (normalitas FAS)
= 0,1 N
d (berat equivalen Oksigen)
=8
p (pengenceran)
= 20 kali
Volume sampel
= 2,5 mL
Data penentuan MLVSS
Berat (gram) Cawan pijar (a)
40,9722
Kertas saring (b)
0,8991
Cawan pijar + kertas saring + endapan yang 41,8961 dipanaskan dalam Oven (c) Cawan pijar + kertas saring + endapan yang 40,9952 dipanaskan dalam Oven kemudian Furnace (d)
BAB V PENGOLAHAN DATA
5.1 Menentukan COD Dari sampel COD
=
=
() ()
= 736 mg O2/L (COD awal) COD akhir
= 238 mg O2/L
5.2 Menentukan kandungan MLVSS TSS
= =
= VSS (MLVSS)
= = =
FSS
()
()
620 mg/L ()
6
x 10
()
45 mg/L
= TSS – VSS = 620 – 45
= 575 mg/L 5.3 Menentukan efisiensi pengolahan
x 100 %
x 100 % = 67,66%
5.4 Data Penentuan Komposisi nutrisi mikroba
Komposisi nutrisi mikroba yang digunakan : Misal : nutrisi 500 mg BOD/Liter Perbandingan BOD : N : P = 100 : 5 : 1 Volume tangki lumpur aktif = 15 L Reaksi : C6H12O6 + 6 O2 → 6 CO2 + 6 H2O = 500 mg BOD/Liter x 15 liter = 7,5 gram I mol glukosa ≈ 6 mol O2 mol O2 =
= 0,234 mol mol glukosa
= x 0,234
= 0,0391 mol = x 180 gr/mol
Kebutuhan glukosa
= 7,0312 gr Kebutuhan KNO3 =
x 7031,25 x
Kebutuhan KH2PO4 =
x 7031,25 x
= 2536,27 mg = 2,536 gram
= 285,786 mg = 0,3085 gram
BAB VI PEMBAHASAN Nelsa Rahmita (NIM 121411053)
Percobaan kali ini praktikan melakukan proses pengolahan limbah dengan metoda lumpur aktif. Metode lumpur aktif merupakan proses pengolahan secara aerobik dengan cara mendegradasi kandungan bahan organik oleh mikroorganisme menjadi CO 2, H2O, NH4, dan mikroba baru. Pengolahan air limbah secara aerobik tentunya membutuhkan dan menggunakan oksigen yang disuplai oleh aerasi dengan bantuan enzim dalam mikroorganisme. Selain berfungsi untuk menyuplai oksigen bagi mikroorganisme aerobik, aerotor juga berfungsi untuk menjaga lumpur aktif agar selalu konstan untuk pengadukan dan kontak yang cukup. Kondisi operasi pada percobaan ini yaitu sebelum dilakukan pengenceran pada sampel dengan nilai pH yaitu 6,77; DO 5,9 mg/L; suhu 24,5
0
C sedangkan sesudah
ditambahkan nutrisi yaitu dengan nilai pH 7,53; DO 3,3 mg/L. Adapun kondisi sebagai acuan dari praktikan dengan kandungan BOD sebesar 500 mg/L dalam rekator 15 L adalah dengan nilai perbandingan komposisi yang dimasukan kedalam sempel berupa glukosa:KNO3:KH2PO4 yaitu 100:5:1. Sehingga dari perhitungan didapat untuk kebutuhan glukosa yaitu sebagai nutrisi adalah 7,03125 gram, kebutuhan KNO3 sebesar 2,536 gram dan kebutuhan KH2PO4 sebesar 0,3085 gram. Fungsi penambahan dari yaitu sebagai sumber karbohidrat, nitrogen sebagai sumber protein, dan posfor sebagai sumber mineral untuk mikroorgansme pendegradasi. Berdasarkan percobaan dan perhitungan terhadap kondisi tersebut maka didapatkan nilai COD awal sebelum proes degradasi cukupt besar yaitu 736 mgO2/lt, sedangkan setelah proses degradasi selama lima hari nilai COD yang diperoleh adalah sebesar 238 mgO2/lt .
Hal ini menunjukan bahwa kandungaan organik yang terdekomposisi oleh
mikroorganisme pada sempel limbah telah mengalamai penurunan. Besarnya penurunan kandungan organik menghaslkan efisiensi sebesar 67,66 %.
Berdasarkan literatur
pengolahan limbah menggunakan lumpur aktif seharusnya dapat menurunkan konsentrasi COD >85 % berarti penurunan COD dengan menggunakan lumpur aktif ini belum optimim karena masih dibawah 85 % sehingga diperlukan pengolahan lebih lanjut. Nilai COD didapat dari perhitungan dengan menggunakan FAS sebagai titran dalam proses titrasi sampel dan blanko. Hasil titrasi awal sampel limbah dengan pengenceran 20 kali pada titrasi yang pertama sebesar 1,012 mL dan titrasi kedua didapatkan nilai yang tidak
beda jauh sebesar 0,920 mL sehingga rata-rata didapatkan sebesar 0,966 mL. Dan untuk hasil titrasi awal blanko sebasar 1.1 mL dan titrasi kedua sebesar 1,062 mL sehingga ratarata didapatkan sebesar 1,081 mL. Kemudian praktikan menghitung nilai MLVSS ( Mixed Liquor Volatile Suspended Solid ) secara gravimetri sehingga diperoleh nilai sebesar 45 mg/L.
Nur Aida Amalia (NIM 121411054)
Lumpur aktif merupakan pengolahan limbah secara aerob dengan pertumbuhan mikroba secara tersuspensi. Pengolahan limbah secara aerob digunakan untuk menguraikan limbah dengan kandungan COD <2000 mg O 2/L karena pengolahan limbah secara aerob diperlukan suplai oksigen selama 24 jam sehari sehingga hanya bisa digunakan untuk limbah dengan harga COD rendah. Parameter yang diukur dalam pengolahan limbah secara aerob adalah kandungan COD dan MLVSS-nya. Selain itu, pengukuran pH dan temperature dari sample pun dilakukan karena prosess degradasi bahan organic dapat berlangsung dengan baik pada kondisi lingkungan yang mendukung yaitu pada pH netral dan suhu normal. Harga pH dari sample adalah 6,69 sedangkan pH nutrisi adalah 7,53. Temperature dari sampel adalah 24,5ºC. Dari kondisi tersebut diketahui bahwa kondisi lingkungan berada pada kondisi optimal untuk proses pendegradasian bahan-bahan organic dan pertumbuhan mikroba. Proses pengolahan limbah aerobic membutuhkan oksigen untuk pendegradasian bahan organic. Oleh karena itu diukur pula jumlah oksigen terlarut yang berada didalam sampel dan nutrisi. Nilai DO pada sample adalah 5,9 mg/L sedangkan pada nutrisi adalah 3,3 mg/L. Nilai DO pada sample lebih tinggi dibandingkan dengan nilai DO pada nutrisi. Hal ini disebabkan karena pada sample telah terjadi proses aerasi sehingga jumlah oksigen terlarutnya lebih banyak. COD merupakan nilai kebutuhan oksigen bakteri pengurai untuk menguraikan seluruh bahan organic dan anorganik yang terkandung dalam sample. Sample yang mengandung bahan organic dan anorganik diurai secara kimiawi dengan bantuan kalium bikromat sebagai oksidator dan pereaksi sulfat pekat sebagai katalisator. Selain sample, digunakan pula aquades sebagai blanko. Sample dan blanko yang telah dicampur dengan kalium bikromat dan pereaksi sulfat dimasukan kedalam Hach COD Digester untuk proses pemanasan selama 2 jam pada suhu 150ºC. Pemanasan ini berfungsi untuk mempercepat reaksi. Kelebihan Kalium Bikromat dalam sample kemudian dititrasi
dengan menggunakan larutan Ferro Amonium (FAS) 0,1 N dan ferroin sebagai indicator. Titrasi dihentikan ketika terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah bata/coklat. Volume FAS yang digunakan untuk titrasi sample dan blanko-lah yang digunakan untuk menghitung nilai COD. Titrasi dilakukan secara duplo agar hasil titrasi semakin akurat. Setelah dilakukan perhitungan didapat nilai COD awal sebesar 736 mg O 2/L. Setelah penentuan COD awal, kemudian dilakukan pemberian nutrisi kedalam Tangki Lumpur Aktif. Nutrisi yang diberikan merupakan campuran dari glukosa, KNO 3, dan KH 2PO4 yang dilarutkan dalam aquades. Setelah lima hari, dilakukan kembali penentuan COD dan diperoleh nilai COD akhir sebesar 238 mg O 2/L. Dari nilai COD awal dan COD akhir maka dapat diketahui efisiensi pengolahan sebesar 67,66%. MLVSS dihitung untuk mengetahui kuantitas mikroba tersuspensi pendekomposisi atau pendegradasi air limbah dengan cara mengukur kandungan padatan tersuspensi yang mudah menguap. Peralatan yang digunakan untuk mengukur MLVSS harus ditimbang terlebih dahulu secara gravimetric untuk menghilangkan uap air yang terkandung dalam cawan pijar dan kertas saring. Kertas saring yang telah diketahui beratnya digunakan untuk menyaring sample yang akan diuji. Hasil penyaringan kemudian dipanaskan didalam oven dan selanjutnya di furnace kemudian ditimbang beratnya secara gravimetric pula. Berat yang diperoleh hasil pemanasan digunakan untuk menghitung TSS dan MLVSS. Nilai TSS yang didapat adalah 620 mg/L sedangkan nilai MLVSS adalah 45 mg/L. Dari kedua data tersebut dapat diketahui banyaknya padatan tersuspensi yang tidak menguap (FSS) adalah sebanyak 575 mg/L.
Nurul Syefira F (121411055)
Pengolahan air limbah dengan metode lumpur aktif bertujuan agar mikroorganisme dapat mendegradasi kandungan organik didalam air limbah sehingga konsentrasi zat organik yang semula tinggi bisa turun sampai konsentrasi limbah sesuai dengan baku mutu limbah. Dalam tangki aerasi mikroorganisme akan mendegradasi zat-zat organic yang ada pada limbah, mikroorganisme akan bekerja dengan optimal karena adanya oksigen yang dimasukkan ke dalam tangki tersebut. Suhu tangki mencapai 24,5 oC dengan pH sebesar 6,77. Dengan kondisi lingkungan seperti itu maka pengolahan air limbah akan berjalan efektif.
Selain itu perlu adanya penambahan nutrisi agar mikroba dapat tumbuh secara optimal. Penambahan nutrisi dengan perbandingan BOD : N : P = 100 : 5 : 1. Berdasarkan perbandingan di atas penambahan glukosa, KNO 3 dan KH2PO4 berturut adalah 7,0312 gram; 2,5362 gram; dan 0,3085 gram. Glukosa digunakan sebagai sumber karbon, KNO 3 sebagai sumber nitrogen, dan KH 2PO4 sebagai sumber fospor. Perbandingan banyaknya nutrisi yang ditambahkan kedalam mixed liquor volatile suspended solid terhadap mikroba tersuspensi merupakan ukuran kualitas mikroba pendegradasi. Disamping itu, diukur juga DO influen menggunakan DO-meter dan diperoleh nilai DO sebesar 5,9 mg/L. DO (Dissolve Oxygen) menunjukan banyaknya oksigen terlarut di dalam air limbah, semakin besar nilai DO maka kualitas air akan semakin bagus. Nilai DO diatas tidak memenuhi standar baku mutu limbah, yaitu 9 mg/L sehingga dapat dipastikan kualitas air limbah tersebut masih buruk dan perlu disimpan lebih lama lagi di tangki aerasi tersebut. Parameter lain yang sering digunakan dalam menentukan kualitas air limbah dengan proses aerobic adalah nilai COD dan MLVSS. Untuk mendapatkan nilai COD, sampel air limbah yang telah diencerkan sebanyak 20 kali ditambahkan dengan kalium bikromat dan sulfat pekat. Kalium bikromat berfungsi sebagai oksidator untuk mereduksi zat organic sedangkan sulfat pekat berguna untuk memberikan suasana asam sekaligus sebagai katalis pada proses tersebut. Sampel kemudian dilakukan pemansan dengan menggunakan Hach COD Digester pada suhu 150 oC selama 2 jam yang bertujuan untuk mempercepat proses penguraian zat-zat organic didalam sampel. Nilai COD diperoleh dari hasil perhitungan berdasarkan data yang praktikan dapatkan dari titrasi sampel dengan menggunakan FAS 0,1 N. Praktikan mendapatakan nilai COD awal sebesar 736 mg O2/L. Setelah ditunggu selama 5 hari COD akhir diperoleh sebesar 238 mg O2/L. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.Kep 51/MENLH/10/1995 nilai ambang batas COD adalah 100 mg/L, maka untuk menurunkan nilai COD pada air limbah tersebut diperlukan waktu yang lebih lama untuk mikroorganisme mendegradasi zat-zat organic yang terkandung didalamya. Dari kedua data COD tersebut dapat peroleh nilai efisiensi dari pengolahan limbah dengan metode lumpur aktif ini adalah 67,66%. Dengan effisiensi pengolahan yang sedang membuktikan bahwa pengolahan limbah dengan metode lumpur aktif cocok
untuk mengatasi permasalahan mengenai limbah di industry, namun masih memerlukan waktu yang lebih lama dalam proses pengolahannya. Tahapan untuk mendapatkan nilai MLVSS yaitu praktikan melakukan pengukuran berat cawan pijar + kertas saring + endapan limbah secara gravimetric. Berdasarkan hasil perhitungan nilai MLVSS yang didapatkan sebesar 45 mg/L. Pengukuran nilai MLVSS merupakan suatu pendekatan untuk menyatakan jumlah populasi bakteri dalam air limbah. Selain itu, diperoleh pula total padatan tersuspensi dalam reaktor (TSS) merupakan gabungan dari padatan tersuspensi volatil (VSS/MLVSS) dan padatan tersuspensi tetap (FSS). Nilai MLVSS menunjukkan besarnya bahan organik, sedangkan nilai FSS (Fixed Suspended Solids) menunjukkan besarnya bahan anorganik. Nilai TSS yang diperoleh sebesar 620 mg/L. Nilai tersebut dirasa masih sangat tinggi mengingat nilai ambang batas TSS yang terdapat didalam air limbah menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan industri, yaitu 200 mg/L. Disamping itu, nilai FSS yang diperoleh adalah 575 mg/L. Dari nilai efisiensi, DO, FSS, TSS, COD dan MLVSS menunjukkan bahwa proses pengolahan air limbah secara aerobic masih memerlukan waktu yang lebih lama untuk menurunkan konsentrasi zat organic tersebut sesuai dengan nilai baku mutu limbah yang telah diatur oleh Kementrian Lingkungan Hidup, sehingga air limbah tersebut dapat dibuang ke lingkungan.
KESIMPULAN
1. COD awal sampel limbah cairdengan pengenceran 20 kali sebesar 736 mgO2/lt. 2. COD akhir sampel limbah cair setelah 5 hari sebesar 238 mgO2/lt. 3. Kandungan MLVSS sebesar 45 mg/L. 4. Kebutuhan C6H12O6 sebesar 7,03125 gram , kebutuhan KNO 3 sebesar 2,536 gram, dan kebutuhan KH2PO4 sebesar 0,3085 gram 5. Pengukuran efesiensi pengolahan lumpur aktif diperoleh sebesar 67,66 %.
DAFTAR PUSTAKA
Aninom, tt, “ Makalah Lumpur Aktif ” https://www.scribd.com/doc/110659623/ Makalah-Lumpur-Aktif diakses pada 21 Oktober 2014 Budiastuti, Herawati. 2011. Lumpur Aktif Konvensional. Bandung : Politeknik Negeri Bandung.
LAMPIRAN
Gambar
Keterangan
Sampel yang digunakan untuk penentuan MLVSS sebanyak 40 mL.
Proses pembuatan nutrisi. Glukosa, KNO 3, dan KH2PO4 yang telah dihitung kebutuhannya dilarutkan dengan menggunakan aquades.
Proses pemberian nutrisi kedalam Tangki Lumpur Aktif.
Tangki Lumpur Aktif
Proses aerasi atau pemberian O2 kedalam Tangki Lumpur Aktif.
Sampel yang telah ditambahkan Kalium Bikromat dan Pereaksi Sulfat dan dimasukkan kedalam Tabung Hach Digester.
Alat titrasi yang berisi larutan Ferro Amonium Sulfat (FAS) 0,1 N untuk penentuan nilai COD.