Kelembaban Udara
Suhu Udara ( 0C) Bulan Maks
Min
RataRata
(%) Maks
Min
Rata-Rata
Januari
23
34
39
59
90
74
Februari
24
33
29
62
91
77
Maret
23
32
29
67
91
79
April
24
32
28
71
92
82
Mei
23
29
26
77
94
86
Juni
22
31
27
78
95
87
Juli
22
31
27
72
93
83
Agustus
22
31
27
65
90
78
September
23
32
28
64
85
75
Oktober
23
34
29
56
84
70
November
23
34
29
60
84
72
Desember
24
34
29
60
84
72
Rata-Rata
23
32
28
66
89
78
Sumber : Kabupaten Konawe Selatan Dalam Angka 2018
2.2.4 Kondisi Hidrologi
Kabupaten Konawe Selatan memiliki beberapa sungai yang tersebar pada 25 kecamatan. Sungai tersebut pada umumnya memiliki potensi yang dapat dijadikan sebagai sumber tenaga listrik, pertanian, perikanan, kebutuhan industri, kebutuhan rumah tangga dan pariwisata. Beberapa sungai telah digunakan untuk keperluan irigasi pertanian teknis, setengah teknis maupun irigasi sederhana. Adapun sungai yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Sungai Konaweeha terdapat di Kecamatan Ranoomeeto
Sungai Aosole terdapat di Kecamatan Laeya
Sungai Ambalodangge di Kecamatan Laeya
Sungai Lapoa terdapat di Kecamatan Andoolo
Sungai Moramo terdapat di Kecamatan Moramo
Sungai Roraya terdapat di Kecamatan Tinanggea
Sungai Andoolo terdapat di Kecamatan Andoolo
Sungai Laonti terdapat di Kecamatan Laonti
Sungai Aosole terdapat di Kecamatan Palangga
Sungai Kolono terdapat di Kecamatan Kolono
Sungai Ampera terdapat di Kecamatan Kolono Timur.
Sungai Lerepako terdapat di Kecamatan Laeya. Kabupaten Konawe Selatan memiliki wilayah perairan (laut) yang sangat luas
yang diperkirakan mencapai ± 9.638 km 2. Karakteristik dasar perairan yang landai, terjal dan sangat terjal dengan pesisir pantai terdiri dari paparan batuan, teluk dan muara sungai serta daerah estuaria yang kaya dengan organisme planton. Kondisi ini sangat menjanjikan untuk kegiatan perikanan, perhubungan dan pariwisata. 2.2.5 Penggunaan Tanah
Penggunaan tanah di Kabupaten Konawe Selatan pada umumnya digunakan pada sektor Bangunan dan Pekarangan yaitu sebanyak 156,146 ha (34,59%) untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel II-7. Luas Penggunaan Tanah di Kabupaten Konawe Selatan (ha) 2017 Luas Lahan
Penggunaan Lahan
Ha
%
25.340
5,61
156. 146
34,59
Tegal/kebun
28.414
6,29
Ladang/Huma
19.893
4,41
Padang rumput
7.812
1,73
Lahan yang sementara tidak diusahakan
12.129
2,69
Lahan tanaman kayu-kayuan hutan rakyat
21.779
4,82
Perkebunan
90.328
20,01
Tambak, kolam, empang, hutan negara dll
89.579
19,84
451.420
100.00
Tanah Sawah Bangunan dan Pekarangan
Jumlah
Sumber : Kabupaten Konawe Selatan Dalam Angka 2018
2.2.6 Kondisi Demografi
Penduduk Kabupaten Konawe Selatan berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2017 sebanyak 304.214 jiwa yang terdiri atas 154.881 jiwa penduduk laki-laki dan 149.333 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk
tahun 2016, penduduk Konawe Selatan mengalami pertumbuhan sebesar 1,43 persen. Sementara itu besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2016 penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan sebesar 104. Kepadatan penduduk di Kabupaten Konawe Selatan tahun 2017 mencapai 67 jiwa/Km2 dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga 4 orang. Kepadatan Penduduk di 25 kecamatan cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di kecamatan Ranomeeto dengan kepadatan sebesar 193 jiwa/Km 2 dan terendah di Kecamatan Laonti sebesar 27 jiwa/Km2. Sementara itu jumlah rumah tangga mengalami pertembuhan sebesar 1,35 persen dari tahun 2016.
Tabel II-8. Persebaran dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Konawe Selatan 2017 Persebaran
Kepadatan
(%)
(Jiwa/km2)
Tinanggea
8,06
69
Lalembuu
5,90
88
Andoolo
3,36
99
Buke
5,00
82
Andoolo Barat
2,81
113
Palangga
4,64
79
Palangga Selatan
2,32
64
Baito
2,86
57
Lainea
3,35
49
Laeya
7,18
79
Kolono
3,51
31
Kolono Timur
1,63
40
Laonti
3,57
27
Moramo
4,90
63
Moramo Utara
2,71
44
Konda
6,85
156
Wolasi
1,79
34
Ranomeeto
6,13
193
Ranomeeto Barat
2,46
99
Landono
2,56
62
Mowila
4,23
101
Sabulakoa
1,78
79
Kecamatan
Persebaran
Kepadatan
(%)
(Jiwa/km2)
Angata
5,63
52
Benua
3,68
81
Basala
3,08
89
100
67
Kecamatan
Rata-rata
Sumber : Kabupaten Konawe Selatan Dalam Angka 2018
Tabel II-9. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Konawe Selatan 2010, 2016 dan 2017 Kecamatan
Penduduk
Laju Pertumbuhan
2010
2016
2017
2010-2016
2016-2017
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Tinanggea
21.320
24.168
24.514
14,98
1,43
Lalembuu
15.603
17.687
17.939
14,97
1,42
Andoolo
16.316
10.068
10.214
-37,40
1,45
Buke
13.236
15.002
15.216
14,96
1.43
*)
8.426
8.545
*)
1,41
Palangga
12.287
13.929
14.128
14.98
1,43
Palangga Selatan
6.139
6.959
7.058
14,97
1,42
Baito
7.562
8.571
8.694
14,97
1,44
Lainea
8.870
10.056
10.200
14,99
1,43
Laeya
19.005
21.547
21.854
14,99
1,42
Kolono
13.602
10.522
10.673
-21,53
1,44
*)
4.897
4.967
*)
1,43
Laonti
9.444
10.706
10.859
14,98
1,43
Moramo
12.976
14.709
14.919
14,97
1,43
Moramo Utara
7.147
8.133
8.250
15,00
1,44
Konda
18.131
20.556
20.848
14,99
1,44
Wolasi
4.730
5.362
5.348
14,97
1,42
Ranomeeto
16.223
18.390
18.563
14,98
1,43
Ranomeeto Barat
6.517
7.388
7.494
14,99
1,43
Landono
11.470
7.664
7.774
-32,22
1,44
Mowila
11.188
12.677
12.859
14,94
1,44
*)
5.338
5.414
*)
1,42
Angata
14.905
16.897
17.138
14,98
1,43
Benua
9.734
11.033
11.190
14,96
1,42
Basala
8.155
9.244
9.376
14,97
1,43
264.587
299.928
304.214
14,98
1.43
(1)
Andoolo Barat
Kolono Timur
Sabulakoa
Jumlah
Sumber : Kabupaten Konawe Selatan Dalam Angka 2018
Tabel II-10. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Kecamatan di Konawe Selatan 2017
Kecamatan
Jenis Kelamin
Rasio Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Tinanggea
12.462
12.052
24.154
103
Lalembuu
9.132
8.807
17.939
104
Andoolo
5.189
5.025
10.214
103
Buke
7.836
7.380
15.216
106
Andoolo Barat
4.393
4.152
8.545
106
Palangga
7.148
6.980
14.128
102
Palangga Selatan
3.576
3.482
7.058
103
Baito
4.458
4.236
8.694
105
Lainea
5.131
5.069
10.200
101
Laeya
10.994
10.860
21.854
101
Kolono
5.446
5.227
10.673
104
Kolono Timur
2.494
2.473
4.967
101
Laonti
5.496
5.363
10.859
102
Moramo
7.613
7.306
14.919
104
Moramo Utara
4.167
4.083
8.250
102
Konda
10.532
10.316
20.848
102
Wolasi
2.748
2.690
5.438
102
Ranomeeto
9.487
9.166
18.653
104
Ranomeeto Barat
3.773
3.721
7.494
101
Landono
3.954
3.820
7.774
104
Mowila
6.767
6.092
12.859
111
Sabulakoa
2.770
2.644
5.414
105
Angata
8.705
8.433
17.138
103
Benua
5.794
5.396
11.190
107
Basala
4.816
4.560
9.376
106
154.881
149.333
304.214
104
Jumlah
Sumber : Kabupaten Konawe Selatan Dalam Angka 2018
Tabel II-11. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Konawe Selatan tahun 2017
Kecamatan
Jenis Kelamin
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
(1)
(2)
(3)
(4)
0-4
17.551
17.211
34.762
5-9
18.003
17.183
35.186
10-14
15.502
15.016
30.518
15-19
14.236
12.922
27.158
20-24
12.368
11.442
23.810
25-29
12.193
12.386
24.579
30-34
12.183
12.377
24.560
35-39
11.378
12.579
22.957
40-44
10.220
9.886
20.106
45-49
8.842
8.208
17.050
50-54
6.6685
6.580
13.265
55-59
5.201
5.154
10.355
60-64
3.967
3.586
7.553
65-69
2.852
2.393
5.245
70-74
1.834
1.605
3.439
75+
1.866
1.805
3.671
Jumlah
154.881
149.333
304.214
Sumber : Kabupaten Konawe Selatan Dalam Angka 2018
2.2.7 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017 adalah 6,69 %. Dari 17 kategori, persentase terbesar terhadap kontribusi ekonomi adalah kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 26,68 % serta kategori pertambangan dan penggalian sebesar 22,33 %. Sedangkan kategori yang terendah persentasenya terhadap kontribusi ekonomi, yaitu jasa perusahaan yang hanya 0,01 % Selanjutnya lapangan usaha lainnya yang mengalami pertumbuhan terbesar ketiga adalah lapangan usaha jasa Konstruksi (9,18%), dan terbesar Keempat adalah lapangan usaha Jasa transportasi dan pergudangan (9,16%). Kategori paling besar kontribusinya dalam PDRB menurut pengeluaran pada tahun 2017 adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga yakni sebesar 55,14 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar produk yang dihasilkan di Kabupaten Konawe Selatan di konsumsi oleh rumah tangga.
2.2.8 Struktur Ekonomi
Indikator untuk mendeskripsikan pertumbuhan perekonomian suatu daerah adalah nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yang dapat dilihat dari kontribusi sektor terhadap total PDRB pada harga yang berlaku. Struktur ekonomi Kabupaten Konawe Selatan yang dicerminkan dari data PDRB ditentukan oleh kontribusi yang diberikan lapangan usaha yang terbagi lagi dalam sub sektor-sektor lapangan usaha. Perubahan-perubahan makro ekonomi yang terjadi, baik dari sisi keluaran atau produksi masing-masing sektor lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, dapat dijelaskan dan dapat diukur dengan menggunakan PDRB atas dasar harga konstan. Nilai Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Konawe Selatan menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku pada tahun 2017 sebesar 10.200.298,3 juta rupiah. Sedang atas dasar harga konstan Gross Regional Domestic Product of Sebesar 7.560.429,1 juta rupiah dengan tahun dasar 2010. Tabel II-12. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Dasar 2010 Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Konawe Selatan (juta rupiah), 2014-2017 Lapangan Usaha
Tahun 2014
2015
2016
2017
4.091.087,46
4.518.251,59
5.000.703,43
5.523.263,07
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
118.916,19
125.616,94
130.627,60
146.206,75
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
855.100,18
948.604,85
1.026.954,08
1.095.385.
2.414.869,33
2.657.339,67
2.969.994,37
3.408.130,29
124.219,06
103.858,09
107.057,01
97.987,33
Ekspor
1.482.777,77
1.462.487,69
1.615.875,57
1.830.675,72
Impor
1.775.947,00
1.475.083,93
1.628.126,24
1.901.350,28
Produk Domestik Regional Bruto
7.311.022,99
8.341.074.90
9.223.085,82
10.200.298,29
Pengeluaran Konsumsi Rumah tangga
Pembentukan Modal tetap Bruto Perubahan Inventori
Sumber : Kabupaten Konawe Selatan Dalam Angka 2018
2.3
Kecamatan Palangga
2.3.1 Luas dan Batasan Wilayah Kecamatan Palangga
Luas wilayah Kecamatan Palangga adalah 177,9 Km 2 atau 6,16 persen dari luas wilayah daratan Kabupaten Konawe Selatan, terbagi dalam 15 desa dan 2 kelurahan dan 1 desa persiapan. Desa Watudemba merupakan desa terluas yaitu mencapai 29,10 km 2 atau 16,4 persen luas daratan. Sedangkan kelurahan Wonua Morini merupakan wilayah
dengan luas paling kecil hanya 2,20 km 2 sekitar 1,2 persen luas daratan Kecamatan Palangga Tabel II-13. Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Palangga 2017
Mekar Sari Wawouru Waworaha Alakaya Aosole Anggondara Onembute Eewa Watumerembe Wawonggura Kiaea Palangga Kapu Jaya Watudemba Sangi-Sangi Wonua Morini *)
Luas (km2) 5,9 7,1 3,8 20,9 8,7 3,4 13,5 27,1 22,1 4 14,2 7,9 2,7 29,1 5,3 2,2
Jumlah
177,9
Desa/Kelurahan
Persentase (%)
3,32 3,99 2,14 11,75 4,89 1,91 7,59 15,23 12,42 2,25 7,98 4,44 1,52 16,36 2,98 1,24 100
Sumber : Kecamatan Palangga Dalam Angka 2018
Batas wilayah Kecamatan Palangga sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Baito
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Palangga Selatan
Sebelah Selatan berbatsan dengan Kecamatan Palangga Selatan
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Andoolo
2.3.2 Kondisi Topografi
Relief permukaan daratan Kecamatan Palangga sebagian besar berupa daratan yang merata hampir di seluruh wilayahnya dengan ketinggian ± 40 m dari permukaan laut. Dari luas wilayah tersebut Kecamatan Palangga memiliki sungai di antaranya sungai Aosole yang sangat potensial untuk dijadikan sumber kebutuhan air rumah tangga dan irigasi. 2.3.3 Kondisi Iklim
Keadaan musim di Kecamatan Palangga sama seperti di daerah lain di Indeonesia, mempunyai dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau.
Selama tahun 2017 hampir setiap bulan kecamatan Palangga mendapat musim hujan yaitu pada bulan April sampai Juni dan pada bulan Juli sampai dengan Agustus. Arus angin yang terjadi pada bulan-bulan tersebut banyak mengandung uap air yang berhembus dari Asia dan Samudra Pasifik sehingga terjadi musim hujan. Sedangkan pada tahun 2017 tidak mengalami musim kemarau Wilayah Daerah basah dengan curah hujan lebih dari 2.000 mm pertahun umumnya berada pada Wilayah sebelah Utara Kecamatan Palangga. Rata-rata kelembaban udara sepanjang tahun 2017 terjadi pada bulan Januari - Desember, sedangkan tingkat kelembaban tertinggi yaitu pada bulan Juli (Tabel II-13) dengan curah hujan tertinggi terjadi di bulan Mei-Juli, yaitu 1.111,9 mm, 610,6 mm dan 542,4 mm.
Tabel II-14. Jumlah Curah Hujan, kecepatan Angin, dan Rata-Rata Suhu Udara Menurut Bulan Tahun 2017 Rata-Rata
Tekanan Udara
Kelembaban
Presuure
Udara (%)
(mBar)
(2)
(3)
(4)
(5)
Januari
147,0
74
1.009,5
4
Februari
277,6
77
1.010,3
4
Maret
302,5
79
1.010,3
4
April
335,6
82
1.011,2
3
Mei
1.111,9
86
1.011,8
3
Juni
610,6
87
1.013,1
3
Juli
542,4
83
1.013,1
3
Agustus
210,1
78
1.012,8
3
September
166,7
75
1.010,0
4
Oktober
131,6
70
1.010,5
4
November
649,9
72
1.012,7
5
Desember
117,4
72
1.009,7
6
4.600,3
89
1.011,2
4
Bulan (1)
Jumlah
Curah (mm)
Kecepatan Angin (m/sec)
Sumber : Kecamatan Palangga Dalam Angka 2018
2.3.4 Kondisi Demografi
Penduduk Kecamatan Palangga berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2017 sebanyak 14.128 jiwa yang terdiri atas 7.148 jiwa penduduk laki-laki dan 6.980 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2015, penduduk Kecamatan Palangga mengalami pertumbuhan sebesar 1,42 persen.
Kepadatan penduduk di Kecamatan Palangga tahun 2017 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu tetap sebesar 79 jiwa/Km 2, dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga 4 orang. or ang. Kepadatan Penduduk di 17 desa/kelurahan cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi te rletak di Mekar Sari dengan kepadatan sebesar 492 jiwa/Km 2 dan terendah di Desa Watudemba sebesar 25 jiwa/Km 2. Tabel II-15. Jumlah Penduduk Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Palangga 2016-2017 Desa/Kelurahan
Tahun 2016
2017
Mekar Sari
1367
1386
Wawouru
1072
1088
Waworaha
583
591
Alakaya
669
679
Aosole
1018
1033
Anggondara
741
753
Onembute
960
974
Eewa
636
645
Watumerembe
814
826
Wawonggura
740
750
Kiaea
1794
1819
Palangga
1148
1165
Kapu Jaya
620
629
Watudemba
665
674
Sangi-Sangi
666
675
Wonua Morini *)
436
441
13929
14128
Jumlah
Sumber : Kecamatan Palangga Dalam Angka 2018
Tabel II-16. Persebaran Penduduk Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Palangga tahun 2017 Desa/Kelurahan
Penduduk
Persebaran
Mekar Sari
1386
9,81
Wawouru
1088
7,70
Waworaha
591
4,18
Alakaya
679
4,81
Aosole
1033
7,31
Anggondara
753
5,33
Onembute
974
6,89
Desa/Kelurahan
Penduduk
Persebaran
Eewa
645
4,57
Watumerembe Watumerembe
826
5,85
Wawonggura Wawonggura
750
5,31
Kiaea
1819
12,88
Palangga
1165
8,25
Kapu Jaya
629
4,45
Watudemba Watudemba
674
4,77
Sangi-Sangi
675
4,78
Wonua Morini *)
441
3,12
Jumlah
14128
100
Sumber : Kecamatan Palangga Dalam Angka 2018
2.3.5 Penggunaan Lahan
Penggunaan tanah di Kecamatan Palangga pada umumnya digunakan pada s ektor lainnya pada tahun 2017 yaitu sebanyak 34,6%, kemudian digunakan untuk area pekarangan seluas 33,5%. Untuk lebih jelasnya jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel II-17. Luas Penggunaan Tanah di Kecamatan Palangga (Ha) 2017 Luas lahan (Ha)
Persentase (%)
Tanah Sawah
1522
8,56
Pekarangan/ Pekarangan/ Tanah untuk bangunan
5956
33,49
Tegal/Kebun
457
2,57
Ladang/Huma Ladang/Huma
200
1,12
Padang Rumput
524
2,95
Penggunaan Lahan
Rawa yang Tidak ditanami
-
Lahan yang Sementara Tidak diusahakan
63
0,35
Lahan Tanaman Kayu-Kayuan Hutan Rakyat
683
3,84
Hutan Negara
-
Perkebunan
2231
12,55
Lainnya (Tambak, Kolam, Empang, dll)
6147
34,57
17.783
100
Jumlah Sumber : Kecamatan Palangga Dalam Angka 2018
BAB III METODOLOGI METODOLO GI DAN PENDEKATAN PENDEKATAN 3.1. Pekerjaan Pekerjaan Persiapan
Pekerjaan persiapan dilakukan untuk mempersiapkan segala hal yang dapat memperlancar jalannya pekerjaan perencanaan. Pada tahap persiapan ini selain dilakukan penyiapan alat dan personil, juga dilakukan koordinasi dengan pihak Proyek, hal ini dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi dan penegasan lokasi, batas lokasi serta untuk mendapatkan ijin baik dari pihak proyek maupun pemerintah setempat. Dalam melakukan pekerjaan persiapan, rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
3.1.1.
Persiapan Administrasi dan Koordinasi
a) Penyiapan Surat Izin Survey
Sebelum tim survey berngkat ke lapangan, team Leader harus sudah memperoleh Surat Izin Survey dari Pihak Pemberi Tugas. Untuk itu, konsultan harus mengajukan permohonan izin survey segera sesudah surat Perintah Kerja (SPK) diterbitkan. b) Penyiapan Surat Keterangan Mobilisasi
Surat Keterangan Mobilisasi harus dibuat oleh Konsultan karena merupakan salah satu bukti bahwa konsultan telah melakukan mobilisasi tim dan peralatan survey ke lokasi proyek sesuai dengan kontrak yang yang ditandatangani. c) Penyiapan Surat Keterangan Demobilisasi
Surat Keterangan Demobilisasi ini dibuat oleh konsuitan sebagai bukti bahwa konsultan telah melaksanakan rangkaian kegiatan lapangan sesuai yang telah digariskan dalam Kerangka Acuan Kerja. d) Koordinasi
Koordinasi dimaksudkan sebagai upaya agar pekerjaan lapangan berjalan dengan lancar sesuai dengan rencana. Untuk itu perlu disiapkan kelengkapan administrasi koordinasi dengan isntansi terkait.
3.1.2. Penyusunan Rencana Kerja, Metodotogi Pelaksanaan dan Pembuatan Peta Rencana Kerja
Berdasarkan evaluasi dan analisis terhadap data-data sekunder yang diperoleh, maka konsultan diharapkan dapat membuat layout definitif (pendahuluan) di atas peta Tata Ruang yang telah diperoleh. Layout yang telah dibuat ini harus diasistensikan teriebih dahulu sebeium didiskusikan pada waktu presentasi laporan pendahuluan dengan pihak pemberi tugas. Konsultan juga harus menyiapkan rencana kerja berikut dengan metodologi pelaksanaannya. Rencana Kerja yang tetah dibuat ini akan diplot diatas peta layout definitif yang telah disetujui, sehingga seluruh ruang lingkup pekerjaan ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan di dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK).
3.1.3. Penyiapan Personil, Bahan dan Peralatan
Konsultan harus menyiapkan peralatan survey dan bahan yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas serta telah mendapat persetujuan dari Pihak Pemberi Tugas. Konsultan juga harus menyiapkan tenaga personil sesuai dengan bidang tugas dan keahliannya.
3.1.4. Penyiapan Formulir isian Data/Survey
Sebelum berangkat ke lapangan, konsultan harus menyiapkan formulir formulir isian data/survey selengkap mungkin sesuai dengan kebutuhan dilapangan dan kebutuhan untuk analisis data topografi, bathimetri/hidrometri, pasang surut, mekanika tanah serta data sosial ekonomi.
3.2. Survey Pendahuluan (Reconnaissance Survey)
Survey pendahulan atau orientasi lapangan dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengani situasi lokasi dan permasalahan di lapangan sehingga pelaksanaan pekerjaan di lapangan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana. Kegiatan Survey Pendahutuan meliputi : 1) Melakukan inventarisasi dan pengamatan secara umum mengenai : a) Kondisi daerah studi (catchment area) terdapat dilokasi survey.
b) Lokasi dan sumber tenaga kerja pendukung untuk pelaksanaan pekerjaan lapangan. c) Tempat sementara dilapangan, sumber logistik dan bahan perlengkapan kerja selama di lapangan. d) Sarana dan prasarana transportasi lokal guna menunjang kelancaran pekerjaan lapangaan. 2) Inventarisasi terhadap patok-patok tetap yang akan dijadikan referensi pada pengikatan titik awal dan titik akhir pengukuran (BM RTSP, BM local dan lain lain), sesuai dengan pengarahan dan pengawas/asisten pengawas lapangan dan berdasarkan infomiasi yang diperoleh dari lokasi. 3) Menentukan spot-spot penyelidikan hidrologi dan hidrometri, penyelidikan mekanika tanah dan titik-titik pemasangan benchmark (BM). 4) Evaluasi terhadap data-data yang diperoleh dari hasil orientasi lapangan guna menyusun alternatif pemecahan masalah dan penyempumaan alternatif layout definitive (pendahuluan) yang dibuat sebelumnya pada tahap pekerjaan persiapan, serta penyesuaian peta rencana laerja dengan kondisi lapangan hasil orientasi lapangan.
3.3. Survey Topografi
Survei Topografi bertujuan untuk memperoleh data lapangan sebagai gambaran bentuk permukaan tanah yang memuat data ketinggian dan peta situasi yang jelas sesuai dengan keadaan di lapangan yang sebenarnya. Data topografi diperlukan untuk membuat gambar situasi, cross section dan long section. Pembuatan gambar situasi (peta topografi) diperlukan untuk mendapatkan situasi lapangan yang sebenarn ya dan untuk perencanaan bangunan pengaman pantai. Pekerjaan ini meliputi penetapan benchmark, tanda-tanda azimuth pelengkap, pengukuran poligon kerangka dan pengikatan, pengukuran sipat datar, pengukuran potongan melintang dan memanjang. Peta situasi detail akan dibuat dengan skala 1:2000. Peta situasi detail dan penampang memanjang dibuat dengan skala panjang 1:2000 dan skala tinggi 1:100. Gambar potongan melintang dibuat dengan skala panjang 1:100 dan skala tinggi 1:100.
Jenis tanah grumosol dengan luas 1.606,60 Km 2 atau 35,59 persen layak untuk pertanian, perkebunan dan pemukiman
Jenis tanah mediteran dengan luas 153,53 Km 2 atau 3,39 persen layak untuk pertanian karena sangat subur
Jenis tanah podzolik dengan luas 1.270,75 Km 2 atau 28,15 persen kurang subur dan tidak layak untuk pertanian dan perkebunan
Jenis tanah latosol dengan luas 1.054,52 Km 2 atau 23,36 persen layak untuk pertanian, perkebunan dan pemukiman
Tabel II-2. Luas Wilayah Menurut jenis tanah di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017 Kecamatan
Luas (km2)
Persentase (%)
Organosol
212,62
4,71
Alluvial
216,68
4,80
Grumosol
1606,60
35,59
Mediteran
153,03
3,39
Podzolik
1270,75
28,15
Latosol
1054,52
23,36
Jumlah
4.514,20
100,00
Sumber : Kabupaten Konawe Selatan Dalam Angka 2018
Tabel II-3. Tinggi Wilayah di Atas Permukaan Laut Menurut Kecamatan di Konawe Selatan 2017 Kecamatan
Ibukota Kecamatan
Tinggi (m)
Tinanggea
Tinanggea
3
Lalembuu
Atari Indah
65
Andoolo
Andoolo
127
Buke
Buke
123
Andoolo Barat
Anese
86
Palangga
114
Lakara
40
Baito
Baito
136
Lainea
Lainea
24
Laeya
Punggaluku
10
Kolono
36
Tumbu-tumbu jaya
23
Ulusawah
36
Lapuko
14
Palangga Palangga Selatan
Kolono Kolono Timur Laonti Moramo
3.3.1. Peralatan yang Digunakan
Peralatan yang dibutuhkan pada saat pelaksanaan survei topografi adalah : 1. Theodolith untuk mengukur jarak datar; 2. Waterpass untuk mengukur beda tinggi; 3. Rambu ukur; 4. Rol Meter; 5. GPS Map Sounder untuk penentuan koordinat UTM Bench Mark
3.3.2. Metode Pengukuran Topografi
Dalam pekerjaan pengukuran topografi, secara garis besar rangkaian kegiatan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : a) Pemasangan Benchmark
Benchmark dipasang dengan interval minimal 1,5 km mengikuti jalur poligon dan dipasang minimal pada jarak 100 m dari garis pantai. Ukuran Bench Mark yang dipasang adalah 40 x 40 x 100 cm dan bagian yang muncul di atas tanah 40 cm. Bench mark harus dipasang pada tempat yang aman, kuat dan mudah dicari kembali. Bench mark dibuat sketsa lokasinya dan difoto dua kali (close up dan jauh). Tiap BM dipasang baut di atasnya sebagai titik x, y, z -nya. Sedangkan identifikasi nomor terbuat dari marmer dipahat dan dipasang pada salah satu sisinya. Patok control point dibuat dari pipa paralon diameter 10 cm dan panjang 80 cm, pipa ditanam sedalam 40 cm dan diisi dengan campuran 1:2:3, kemudian bagian atasnya dibaut dan diberi tanda silang sebagai tanda elevas i x, y, z. Pada tiang CP ditulis identitas dengan cat berwarna hitam. b) Penyelusuran dan Pemasangan Patok Kayu
Penyelusuran dimaksudkan untuk menentukan titik-titik penempatan patok kayu dengan interval 50 m dan 25 m pada daerah tikungan. Pemasangan patok dimaksudkan sebagai titik-titik pengukuran. Patok kayu mempunyai ukuran panjang 50 cm ditanam sedalam 30 cm, dicat merah, dipasang paku diatasnya serta diberi kode dan nomor yang teratur. c) Pengukuran Polygon
Pengukuran poligon terdiri dari pengukuran sudut dan jarak yang akan digunakan untuk menentukan titik-titik koordinat berdasarkan satu bidang referensi, dalam hal ini
bidang referensi yang digunakan adalah koordinat UTM (Universal Transver Mercator). Bentuk pengukuran poligon untuk pekerjaan ini adalah pengukuran poligon terbuka dengan kontrol azimuth. d) Pengamatan Azimuth Matahari
Tujuan pengamatan Azimuth Matahari adalah menentukan lintang dan bujur suatu titik (tempat) di bumi, yaitu koordinat astronomis titik tersebut, serta menentukan azimuth arah antara dua titik dipermukaan bumi. Pada khususnya penentuan azimuth suatu arah dipermukaan bumi sangat diperlukan dalam pekerjaan-pekerjaan pengadaan titik dasar untuk pekerjaan pemetaan, baik pemetaan cara terestris maupun pemetaan cara fotogrametris. Azimuth diperlukan bukan saja untuk pemberian orientasi utara kepada peta, tetapi lebih penting untuk mengontrol ukuran-ukuran sudut pada pengukuran poligon dan triangulasi. e) Pengukuran Sipat Datar
Maksud dari pengukuran sipat datar adalah untuk menentukan beda tinggi dari titik-titik yan diukur dengan menggunakan bidang nivo. Dari beda tinggi ini akan digunakan untuk menentukan elevasi berdasarkan bidang referensi tertentu dalam hal ini muka air laut rata-rata (MSL). Seperti halnya pengukuran poligon, sistem pengukuran sipat datar yang digunakan adalah sipat datar terbuka. Pada pengukuran sipat datar terbuka, pengukuran dilakukan dengan cara pergi pulang atau double stand karena hanya salah satu ujungnya saja yang diketahui atau ditentukan elevasinya. f)
Pengukuran Penampang Melintang
Maksud dari pengukuran melintang ini adalah untuk menentukan arah dan ketinggian titik-titik detail yang bertujuan untuk mendapatkan potongan melintang pantai. Metode yang digunakan dalam pengukuran melintang ini adalah metode tachimetri. Pengukuran ini dilakukan pada setiap jarak atau interval 50 m.
3.4. Survey Hidrologi
Tim perencana tidak melakukan survei lapangan untuk mengamati kondisi hidrologi daerah setempat tetapi melakukan pengumpulan data-data sekunder dari BMKG daerah setempat atau dari data curah hujan dari stasiun bandara udara terdekat untuk 510 tahun terakhir. Dari data-data ini dianalisa untuk menentukan muka air banjir dan debit rencana.
Sasaran kegiatan ini adalah pengumpulan data secara umum menyangkut data-data curah hujan untuk menentukan intesitas curah hujan pada ruas jalan yang akan direncanakan. Data-data ini diperoleh data station curah hujan didaerah sekitar lokasi kegiatan. Data curah hujan yang diperlukan adalah data curah hujan pengamatan periode jangka pendek, yakni dalam satuan menit. Data yang digunakan diperoleh dari stasiun pengamatan curah hujan otomatis yang digambarkan dalam bentuk grafik. Stasiun yang dipilih adalah stasiun yang terletak di daerah perencanaan / observasi (Point Rainfall) dan pada stasiun yang berdekatan dan masih memberi pengaruh pada daerah perencanaan dengan syarat-syarat benar dapat mewakili kondisi curah hujan daerah tersebut. Tahap awal yang perlu dilakukan dalam pemilihan data curah hujan yang akan dipakai dalam analisa adalah meneliti kualitas data curah hujan, yakni mengenai lokasi pengamatan, lama pengamatan yang didapat adalah lebih besar dari 5 tahun. Semakin banyak data dan lebih lama periode pengamatan akan lebih akurat karena kemungkinan kesalahan / penyimpangan bisa diperkecil. Apabila data curah hujan pengamatan jangka pendek tidak didapatkan pada daerah pengamatan, maka analisa Intensitas Curah Hujan dapat dilakukan dengan menggunakan data curah hujan pengamatan maksimum 24 jam.
3.5. Survey Geoteknik/Penyelidikan Tanah
Pekerjaan ini untuk mengetahui parameter mekanika tanah, yang meliputi paramater mekanika tanah lapangan dan parameter mekanika tanah laboratorium dimana nantinya akan dijadikan dasar bagi perencana dalam merencanakan pondasi yang terbaik untuk struktur pengamanan pantai yang memenuhi syarat dan ekonomis. Lokasi penyelidikan mekanika tanah ditentukan sedemikian rupa sehingga representatif terhadap lokasi kajian dan keperluan perencanaan, serta harus mendapat persetujuan dari assisten pengawas lapangan atau pihak pemberi tugas. a) Peralatan yang Digunakan
- Hand Bor - Tabung tanah - Form deskripsi tanah dan - Parafin
b) Metode Survey Mekanika Tanah
Penyelidikan mekanika tanah, meliputi rangkaian kegiatan sebagai berikut :
3.5.1. Penyelidikan Lapangan
Penyelidikan mekanika tanah di lapangan meliputi rangkaian kegiatan sebagai berikut: a) Pemboran (Bor Tangan) Pekerjaan pemboran dimaksudkan untuk mengetahui keadaan lapisan tanah yang akan menjadi pondasi, menggambarkan profil tanah serta pengambilan contoh tanah untuk keperluan lebih lanjut penyelidikan laboratorium. Pemboran dilaksanakan dengan menggunakan bor tangan (Iwan Auger) yang berdiameter 10 cm dengan kedalaman rninimum f 3 m dan maksimum f 8 m. Dari pemboran diambil contoh tanah tidak terganggu (undisturbed sample), minimal 1(satu) sample pada setiap perubahan lapisan tanah. b) Jika diperlukan untuk tanah-tanah yang tidak stabil dimana lubang bor tidak dapat berbuka atau jika pemboran dilakukan dibawah muka air. c) Form deskripsi tanah (boring log) harus memuat lokasi sample, nomor urut titik bor, elevasi muka tanah, kedalaman muka air tanah, tim pelaksana, tanggal pelaksanaan, dll. d) Test Pit (di lokasi quarry tanah timbunan) Test pit dibuat dengan cara sebagai berikut : Ukuran lubang bes pit adalah 1,25 m x 1,25 m; Kedalaman lubang maksimum adalah 5.0 meter Disepanjang dinding galian dibuatkan deskripsi tanah yang ada dan dilakukan pengambilan contoh tanah secara merata dari keempat sisi galian sebanyak sekurang-kurangnya 20 kg. e) Contoh tanah yang diambil merupakan contoh tanah terganggu (disturb sample) dimana akan diuji di laboratorium urtuk mendapatkan karakteristik pemadatannya.
3.5.2. Penyelidikan Laboratorium
Penyelidikan ini dimaksudkan untuk memperoleh parameter-parameter mekanika tanah yang akan dijadikan bahan analisis tes laboratorium sesuai prosedur ASTM dengan beberapa modfikasi yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Penyelidikan terhadap sample tanah yang diperoleh dari lapangan adalah: a) Untuk contoh tanah tidak terganggu atau undisturbed sample, sebagai berikut:
- Indeks properties; - Atterberg Limits (consistency); - Permeabilitas; - Triaxial test atau unconfined test atau uji geser langsung (direct shear); - Test konsolidasi.
b)
Dan untuk contoh tanah terganggu penyelidikan yang dilakukan meliputi:
- Karakteristik pemadatan (compaction characteristic); - Analisis gradasi butiran (grain size analysis).
3.6. Analisis Data Topografi 3.6.1. Hitungan Kerangka Horisontal
Dalam rangka penyelenggaraaan Kerangka dasar Peta, dalam hal ini kerangka dasar horisontal / posisi horisontal (x,y) digunakan metode poligon. Dalam perhitungan poligon ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan yang akan diuraikan berikut ini : a) Perhitungan koordinat titik poligon
Prinsip dasar hitungan koordinat titik poligon B dihitung dari koordinat poligon titik A yang telah diketahui sebagai berikut : X p = XA+dAP Y p = YA+dAP
dalam hal ini : X p , Y p
= koordinat titik yang akan ditentukan
dAP
= selisih absis (αXAP) definitif ( telah diberi koreksi )
YA+dAP
= selisih ordinat (αY AP) definitif ( telah diberi koreksi )
dAP
= AP jarak datar AP definitif
αAP
= AP azimut AP definitif
untuk menghitung azimut poligon dari titik yang diketahui digunakan rumus sebagai berikut :
α12 = α1A +β1
=
αAp + βA + β1 - 1 (180
°
)
α23 = α21 + β1 = α12 + β2 - 180
° ° ° ° °
= αAp + βA+ β1 + β2 - 2 (180 )
α 34 = α32 + β3 = α23 + β3 - 180
= αAp + βA+ β1 + β2 + β3 - 3 (180 )
α 4B = α43 + β4 = α34 + β4- 180 =
α43 + βA + β1 + β2 + β3 + β4 - 4 (180
°
)
Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan metoda Bowdith. Rumus-rumus yang merupakan syarat geometrik poligon dituliskan sebagai berikut :
Sarat geometriks sudut
α akhir - αawal - ∑β + n. 180 dengan :
°
= f β
α = sudut jurusan β = sudut ukuran n = bilangan kelipatan f β = salah penutup sudut
Syarat geometriks absis
(Xakhir - Xawal) dengan : Di
∑= ∆
=0
= jarak vektor antara dua titik yang berurutan
Σdi = jumlah jarak X
= absis
ΔX = elemen vektor pada sumbu absis m
= banyak titik ukur
Koreksi ordinat
KΔY = dengan :
Σdi
fΔY
di = jarak vektor antara dua titik yang berurutan Σdi = jumlah jarak Y = ordinat ΔY = elemen vektor pada sumbu ordinat m = banyak titik ukur Untuk mengetahui ketelitian jarak linier-(SL) ditentukan berdasarkan besarnya kesalahan linier jarak (KL) SL = KL =
∆X ∆Y
∆ D+ ∆
≤ 1 : 5.000
Gambar III-1. Pengukuran sudut jurusan
Sudut jurusan merupakan sudut yang dimulai dari arah utara kutub bumi berputar searah jarum jam dan diakhiri pada ujung objektif titik bidik . Sudut jurusan pada titik – titik koordinat titik lain dapat dihitung dengan menggunakan satu sudut azimuth yang sudah diketahui dari suatu titik koordinat
Gambar III-2. Pengukuran jarak pada daerah miring
3.6.2. Pengamatan Azimuth astronomi
Untuk menghitung azimuth matahari didasarkan pada rumus-rumus sebagai berikut: Cos α =
−. .
dengan :
αm = azimuth matahari δ
= deklinasi matahari dari almanak matahari
m = sudut miring ke matahari θ
= lintang pengamatan (hasil interpolasi peta topografi)
Dalam perhitungan azimuth matahari harga sudut miring (m) atau sudut Zenith (Z) yang dimasukkan adalah harga definitif sebagai berikut : Zd =Zu +r ± 1/2 d - p ± i atau md =mu - r ± 1/2 d + p ± dengan : Zd
= sudut zenith definitif
Md = sudut miring definitif Zu
= sudut zenith hasil ukuran
Mu = sudut zenith hasil ukuran R
= koreksi refraksi
1/2d = koreksi semidiameter P
= koreksi paralax
I
= salah indeks alat ukur
3.6.3. Hitungan Kerangka Vertikal
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (BM). Syarat Geometris
Hakhir - Hawal -
∑∆
± FH dan T = (8
Hitungan Beda tinggi
)mm
∆
H1-2 = Btb – Btm
Hitungan tinggi titik
∆
H2 = H1 + H1-2 + KH Dengan : H
= tinggi titik,
ΔH = beda tinggi, Btb = benang tengah belakang, Btm = belakang tengah muka, FH = salah penutup beda tinggi, Dd = jarak datar, T
= toleransi kesalahan penutup sudut
KH = koreksi beda tinggi. =
∑
FH
3.6.4. Hitungan Situasi Detail
Data – data hasil pengukuran situasi detail sebagai berikut :
-
Azimuth magnetis
-
Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
-
Sudut zenith atau sudut mirin
-
Tinggi alat ukur
Untuk menentukan tinggi titik B dari tinggi A yang telah diketahui koordinat (x,y,z),digunakan rumus sebagai berikut : TB = TA + ΔH ΔH =
[ 100 (Ba Bb)Sin 2m]+TA - Bt
Dd =Do Cos2 m Dd = 100 (Ba - B b )Cos2m dengan : TA
= titik tinggi A yang telah diketahui
TB
= titik tinggi B yang akan ditentukan
ΔH = beda tinggi antara titik A dan B Ba
= bacaan benang diafragma atas
B b
= bacaan benang diafragma bawah
Bt
= bacaan benang diafragma tengah
T
= tinggi alat
D
= jarak optis (100(Ba-B b))
m
= sudut miring Mengingat akan banyaknya titik - titik detail yang diukur, serta terbatasnya
kemampuan jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka akan diperlukan titik – titik bantu yang membentuk jaringan poligon kompas sempurna. Sebagai konsekuensinya pada jalur poligon kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah orientasi utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth magnetis diberi koreksi Boussole supaya azimuth geoografis. Hubungan matematik koreksi boussole (C) adalah : C = αg - αm
dengan : g = azimuth geografis m = azimuth magnetis
3.7.
Analisis Debit Banjir Rencana
3.7.1. Pengumpulan Data Hidrologi 1) Pengumpulan Data Curah Hujan Bulanan Rata-rata
Data hujan bulanan rata-rata dikumpulkan dari semua stasiun curah hujan terdekat dengan lokasi yang memiliki catatan curah hujan 10 tahunan atau lebih, berturut-turut. a) Untuk stasiun yang memiliki catatan curah hujan 10 tahunan atau lebih, curah hujan rata-rata per bulan ditentukan, serta curah hujan minimum per bulan dengan kemungkinan kelebihan sebesar 80 %, 50 % dan 20%. b) Selanjutnya hujan bulanan rata-rata dipergunakan sebagai dasar dalam perhitungan debit banjir rencana menggunakan HSS Metode Nakayasu
2) Data Curah Hujan Harian Maximum
Data curah hujan harian dikumpulkan dari semua stasiun curah hujan terdekat dengan lokasi proyek sekurang-kurangnya 10 tahun yang berurutan atau lebih dengan menggunakan metode Annual Maximum Series . 1. Menggunakan data harian yang diperoleh dari stasiun yang mewakili dan yang paling dapat diandalkan, dilakukan analisa frekuensi terhadap curah hujan maksimum tahunan dengan menggunakan beberapa metode yakni distribusi Normal, Log Normal, Gumbel, dan Log Pearson type III .
2. Dari ke empat metode tersebut dilakuan uji kesesuaian distribusi untuk menentukan distribusi mana yang cocok dengan data curah hujan yang ada. Uji kesesuaian yang digunakan adalah uji Smirnov-Kolmogorov dan uji Chi-Kuadrat, 3. Data curah hujan harian maximum selanjutnya akan dipakai sebagai dasar dalam penentuan debit banjir sungai di lokasi rencana bendung, dengan menggunakan metode Rational Modifikasi, Hidrograf Satuan Sintetik, dan Metode Gama I .
Jika data curah hujan harian dikumpulkan dari semua stasiun curah hujan terdekat dengan lokasi proyek kurang dari 10 tahun, maka dalam menentukan data curah hujan yang akan dianalisis frekuensi adalah menggunakan metode Partial Series (data curah hujan setiap tahunnya diurutkan dari besar ke kecil, kemudian diambil minimal dua data curah hujan besar berurutan).
3.7.2. Analisis Data Hidrologi
Analisis hidrologi bertujuan untuk menentukan besaran-besaran hidrologi yang akan dipakai dalam perencanaan detail. Data debit banjir dapat diperoleh dari catatan debit secara manual maupun secara otomatis dari AWLR ( Automatic Water Level Record ). Untuk melakukan analisis frekuensi diperlukan seri data yang panjang. Apabila catatan debit banjir tersebut tidak mencukupi, namun tersedia data curah hujan yang cukup panjang maka debit rancangan dapat ditentukan berdasarkan pengalihragaman hujan menjadi aliran. Untuk menentukan besarnya debit sungai berdasarkan hujan perlu meninjau kembali hubungan antara hujan dan aliran sungai. Besarnya aliran sungai sangat ditentukan oleh besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah aliran sungai, lama waktu hujan, dan karakteristik daerah aliran itu.
3.7.2.1.Kebutuhan Data
Data yang dibutuhkan dalam analisis hidrologi antara lain: peta topografi. Peta daerah aliran sungai, lokasi stasiun hujan dan data hujan dan data tata guna lahan. 1. Peta Topografi
Peta topografi daerah yang ada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di lokasi rencana bangunan irigasi dengan skala 1 : 50.000 dari Peta Rupa Bumi Digital Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Berdasarkan peta topografi tersebut dapat diketahui peta administrasi, lokasi pekerjaan, tata guna lahan, kondisi topografi dan batas-batas Daerah Aliran Sungai serta panjang sungai dari hulu sampai pada lokasi rencana bangunan perkuatan tebing. 2. Stasiun Hujan
Data hujan yang diperlukan adalah data hujan yang tercatat pada stasiun hujan terdekat yang berpengaruh terhadap aliran air pada Daerah Aliran Sungai yang bersangkutan.Ada beberapa stasiun pencatat hujan di sekitar Daerah Aliran Sungai yang mewakili hujan daerah. 3. Tata Guna Lahan
Berdasarkan peta topografi Bakosurtanal edisi I tahun 1999 atau landuse yang dikeluarkan oleh kabupaten tentang tataguna lahan pada daerah aliran sungai meliputi : Perkebunan/Hutan, Tambak, Sawah, Ladang, Rawa, Pemukiman.
3.7.2.2.Analisis Curah Hujan Rancangan
Curah hujan rancangan adalah suatu besaran curah hujan yang mempunyai probabilitas kejadian tertentu (periode ulang). Besarnya curah hujan rancangan sangat tergantung pada parameter statistik dan distribusi probabilitas dari data hujan. Untuk menentukan besarnya curah hujan rancangan digunakan analisis frekuensi data hujan yang mengacu pada SK SNI M-18 1989 tentang metode perhitungan debit banjir. Untuk menentukkan distribusi yang cocok terhadap data curah hujan tersebut digunakan distrubusi Normal, distrubusi Log Normal, distribusi Gumbel Tipe I dan distribusi Log Pearson Tipe III. a) Hujan Rerata DAS
Pada umumnya data hujan yang diperoleh merupakan data hujan titik. Untuk menentukkan banjir rancangan diperlukan curah hujan rerata DAS. Untuk menghitung besaran ini dipakai metode rata-rata Aritmatik atau bisa juga menggunakan metode polygon Thiessen. b) Jenis Distribusi Frekuensi
Apabila suatu data hidrologi telah tersedia untuk suatu lokasi, maka parameter statistik dari data dapat dihitung. Setiap distribusi frekuensi memiliki sifat yang khas sehingga setiap data hidrologi harus diuji kesesuaiannya dengan sifat statistiknya. c) Jenis Distribusi Teoritis
Secara umum data hidrologi akan mengikuti distribusi Normal, Log Normal, Log Pearson tipe III, Gumbel dan sebagainya. Dengan mengetahui parameter statistik (skewness, kurtosis) dapat membantu untuk mengidentifikasi bentuk distribusi frekuensi. Penentuan parameter statistik tersebut antara lain: Standar Deviasi S1
(X
X)
2
n 1
Koefisien Variasi Cv
S
X
Koefisien Kemencengan n
n Xi X Cs
3
i1
n 1 (n 2) S3
Koefisien Kurtosis n
n Xi X 2
Ck
4
i1
n 1 (n 2) (n 3) S 4
Dengan mengetahui parameter statistik (skewness, kurtosis) dapat membantu untuk mengidentifikasi bentuk distribusi frekuensi seperti :
Distribusi Gumbel dengan koefisien skewness Cs ≈ 1.14 dan koefisien kurtosis Ck ≈ 5.4.
Distribusi Normal dengan koefisien skewness Cs ≈ 0.00 dan koefisien kurtosis Ck ≈ 3.0.
Distribusi Log Pearson tipe III dengan koefisien skewness bebas dan koefisien kurtosis bebas. Secara umum data hidrologi akan mengikuti distribusi Normal, Log Normal, Gumbel,
Log Pearson tipe III dan sebagainya. Fungsi kerapatan probabilitas ( Probability Density Function) masing-masing jenis distribusi adalah sebagai berikut: 1) Distribusi Normal
Distribusi normal adalah simetris terhadap sumbu vertikal dan berbentuk lonceng yang disebut juga distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang normal (PDF = Probability Density Function) yang paling dikenal adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal yang sering digunakan untuk analisis frekuensi hujan harian maksimum dengan persamaan sebagai berikut:
− √
Dimana dan adalah parameter dari Distribusi Normal. Dari analisa penentuan
paramater Distribusi Normal, diperoleh nilai adalah nilai rata-rata dan adalah nilai simpangan baku dari populasi, yang masing-masing dapat didekati dengan nilai-nilai dari sample data. Dengan subtitusi dan =1.
−
, akan diperoleh Distribusi Normal Standar dengan = 0
Persamaan Fungsi Kerapatan Probabilitas Normal Standar adalah:
− √
Persamaan Fungsi Distribusi Komulatif (Cumulative Distribution Function, CDF) Normal Standar adalah:
∫−∞ √ − dimana :
−
t
=
x
=
Variabel acak kontinyu
=
Nilai rata-rata dari x
=
, standard normal deviate
Nilai simpangan baku (standar deviasi) dari x.
Untuk menghitung variabel acak x dengan periode ulang tertentu, digunakan rumus umum yang dikemukakan oleh Ven Te Chow (1951) sebagai ber ikut:
.
dimana:
XT =
Variabel acak dengan periode ulang T tahun
X
Nilai rata-rata dari sampel variabel acak X
=
=
Nilai simpangan baku dari sampel variabel acak X
z
Faktor frekuensi, tergantung dari jenis distribusi dan periode ulang T =Untuk
=
distribusi normal, nilai z sama dengan t ( standard normal deviate).
1 ̅ = ̅ ∑ = 1 2. 5 155170. 8 02850. 0 10328 11.4327880.189269 0.001308 , dimana 0 < P ≤ 0.5
2) Distribusi Log Normal
Fungsi kerapatan probabilitas distribusi ini adalah:
′ √ 1/2−
; ( > 0)
dengan:
+ + 3 (− 1). 6 15 16 3 dan
Besarnya asimetri ( skewness) adalah: dan
Kurtosis (Ck ):
Dengan persamaan di atas, dapat didekati dengan nilai asimetri 3 (tiga) dan selalu
bertanda positif. Atau nilai Cs kira-kira sama dengan 3 (tiga) kali nilai koefisien variasi Cv.
3) Distribusi Gumbel
Fungsi kerapatan probabilitas distribusi ini adalah :
C X A P(X) e C B dimana :
A = 1.281 / B = - 0.45
Dalam penggambaran pada kertas probabilitas dapat dituliskan sebagai berikut:
σ y y n σ n
X μ
Hubungan antara faktor frekuensi K dengan kala ulang T dapat disajikan dalam persamaan berikut ini:
K
T(X) 6 ln 0.5772 ln n T(X) 1
Secara umum frekuensi analisis dapat disederhanakan dalam bentuk: XT = Xrerata+ Sd. k
dimana :
XT
= Besaran dengan kala ulang tertentu
Xrerata= Besaran rata-rata Sd
= Simpangan baku
4) Distribusi Log Pearson Type III
Distribusi Log Pearson type III dapat digunakan dalam analisis curah hujan maksimum. Fungsi kerapatan probabilitas distribusi ini adalah : '
P' (X) P0 (X)(1
X a
c
) e
cx/a
dengan parameter: c
a
4
β1
1
cμ 3c
2μ 2c
nc
' 0
P (X)
c
c1
ae r
c1
,
2
β1
μ 3c 3
μ 2c
Harga rata-rata = mode + Standar deviasi = Asimetri = ½
σ
μ.3c
2.μ 2c
μ 2c
β1
3.7.2.3. Uji Kesesuaian Distribusi Probabilitas
Untuk mengetahui kesesuaian/kecocokan antara distribusi data dengan distribusi teortis yang dipilih maka diperlukan uji kecocokan distribusi ( goodness of fit test ).Uji kecocokan distribusi dilakukan dengan uji Smirnov-Kolmogorov dan uji Chi-Square.
1. Uji Chi-Square (Uji Chi-Kuadrat)
Uji Chi-Square dimana distribusi Chi-Square mempunyai rumus yaitu : χ C
2
k
i1
(Oi Ei )2 Ei
dimana : G
=
Jumlah kelas interval, tidak kurang dari 5
Oi
=
Observed berdasarkan hasil observasi
Ei
= Expected berdasarkan distribusi teoritis
2
C
p
=
Chi-square distribution, degree of freedom (Dk) = G-p-1
=
Number of parameter estimated from data
Uji Chi-Square menentukan nilai cr 2 untuk suatu tingkat signifikan tertentu ( = 5% atau tingkat ketidakpercayaan) dan derajat kebebasan (Dk). Nilai cr 2 ini dapat diperoleh dari tabel distribusi Chi-Square.Apabila nilai h2 <cr 2, maka kecocokan dapat diterima, dan sebaliknya jika nilai h2 >cr 2, maka kecocokan tidak diterima/ditolak.
2. Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji Smirnov-Kolmogorov ini membandingkan probabilitas untuk masing-masing variat untuk memperoreh perbedaan maksimum dari probabilitas teoritis dan probabilitas empirik (data). Perbedaan maksimum didefinisikan sebagai : max = max Px(X) Sn(X)
dengan :
Px(X) = Probabilitas kumulatif (cdf ) dari data observasi
Sn(X) = Probabilitas kumulatif (cdf )dari fungsi teoritis Apabila max<cr (Critical Value), maka distribusi teoritis yang diasumsikan dapat diterima, dan sebaliknya. Nilai cr (Critical Value) untuk suatu tingkat signifikan tertentu ( = 5 %, atau ketidakpercayaan) dengan jumlah data n dapat diperoleh dari tabel test Smirnov-Kolmogorov.
3.7.2.4. Analisis Debit Banjir Rancangan
Data debit banjir dapat diperoleh dari catatan pengukuran dan untuk melakukan analisis frekuensi diperlukan seri data yang panjang. Apabila catatan debit banjir tersebut tidak mencukupi, namun tersedia data curah hujan yang cukup panjang maka debit rancangan dapat ditentukan berdasarkan pengalihragaman/transformasi hujan menjadi aliran. 1. Pola Distribusi Hujan
Distribusi hujan ditentukan dengan berdasarkan model distribusi hipotetik (Chow et al., 1988) yaitu menggunakan alternating block method, karena tidak terdapat data hujan otomatik atau tipikal pola distribusi hujan.
Untuk menentukan intensitas hujan berdasar data curah hujan harian digunakan rumus Mononobe. Bentuk umum rumus Dr. Mononobe adalah: It
dengan :
R T 24 24 24
2/3
t
It
= intensitas hujan kala ulang T tahun (mm/jam)
T
= lamanya curah hujan (jam)
R T24 = curah hujan harian maksimum kala ulang T tahun (mm) Durasi hujan dianggap lebih besar atau sama dengan waktu konsentrasi yaitu waktu yang ditempuh oleh hujan untuk mencapai titik kontrol.
2. Angka Pengaliran
Angka pengaliran (C) didefinisikan sebagai perbandingan antara tinggi aliran dan tinggi hujan untuk jangka waktu yang cukup panjang. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya aliran sungai adalah : keadaan hujan, luas dan bentuk DAS, kemiringan DAS, kemiringan sungai, daya infiltrasi dan perkolasi tanah, kelembaban tanah, klimatologi dan lain-lain. Menurut Dr. Mononobe, koefisien pengaliran sungai-sungai di Jepang mempunyai harga C.
Tabel III-1. Koefisien Limpasan menurut Dr. Mononobe
No.
Kondisi daerah aliran sungai
Harga C
1.
Daerah pegunungan yang curam
0.75 – 0.90
2.
Daerah pegunungan tersier
0.70 – 0.80
3.
Tanah bergelombang dan hutan
0.50 – 0.75
4.
Tanah dataran yang ditanami
0.45 – 0.60
5.
Pesawahan yang diairi
0.70 – 0.80
6.
Sungai di daerah pegunungan
0.75 – 0.85
7.
Sungai kecil di dataran
0.45 – 0.75
8.
Sungai besar yang lebih dari setengah daerah
0.50 – 0.75
alirannya terdiri dari dataran Sumber : Hidrologi untuk Pengairan, Suyono Sosrodarsono
3. Hujan Efektif
Hujan efektif adalah hujan neto atau bagian hujan total yang menghasilkan limpasan langsung (direct run-off ). Dengan menganggap bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan langsung mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu, maka hujan efektif (R e) dapat dinyatakan sebagai berikut : R e = C x R h dengan : R e = hujan neto (efektif) C = koefisien limpasan R h = curah hujan
4. Hidrograf Satuan
Hidrograf satuan (unit hydrograph) didefinisikan sebagai hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan dari hujan netto yang terjadi merata di seluruh DAS dengan intensitas yang tetap dalam satu satuan waktu.Bentuk hidrograf menggambarkan karakteristik DAS yang bersangkutan. Banyak rumus empirik untuk menentukan hidrograf satuan sintetik seperti HSS Snyder, Nakayasu, Rasional dan sebagainya.Analisis hidrograf satuan digunakan hidrograf sintetik satuan Nakayasu (HSS Nakayasu). Nakayasu (1950) telah menyelidiki hidrograf satuan di Jepang dan memberikan serangkaian persamaan untuk membentuk suatu hidrograf satuan (Van de Griend, 1979). Waktu kelambatan (time lag ) tg dihitung dengan persamaan : tg
= 0.4 + 0.058 L , untuk L < 15 km
tg
= 0.21 L0.7 ,
untuk L > 15 km
dimana : tg
= waktu kelambatan (jam)
L
= panjang sungai utama (km)
Selain itu dirumuskan pula persamaan : t0.3
= . tg
dimana : t0,3
= waktu saat debit sama dengan 0.3 kali debit puncak (jam)
= koefisien, nilainya antara 1.5 – 3.5
Waktu puncak dan debit puncak hidrograf sintetis satuan adalah :
tp
= tg + 0.8 tr
Qp
=
1 1 . A . R0 3.6 (0.3tp t 0.3 )
dimana : tp
= waktu puncak
Qp
= debit puncak (m3/det)
A
= luas DAS (km2)
tr
= satuan lama hujan, 0.5 tg - tg
R 0
= satuan kedalaman hujan (mm)
Untuk menggambar grafik hidrograf adalah sebagai berikut : Ro = 1 mm
0,8 Tr Tg Q max Tr
Tp
1,5
T0,3
T0,3
Gambar III-4. HSS Nakayasu Bagian lengkung naik (0 < t < tp) Qa
= Qp . (
t tp
)2.4
dimana : Qa
= debit sebelum mencapai debit puncak pada saat t (m3/det)
t
= waktu (jam)
Bagian lengkung turun t - tp Q ( ) untuk 1 > > 0.3 Qd1 = Qp . 0.3 t 0,3 Qp t - tp 0,5 t 0,3 Q ( untuk 0.3 > > 0.09 Qd2 = Qp . 0.3 1,5 t 0,3 Qp t - tp 1,5 t 0,3 Q ( untuk < 0.09 Q d3 = Qp . 0.3 2 t 0,3 Qp
)
)
Pada tabel di bawah ini, ditunjukkan Kala ulang/periode ulang banjir rancangan untuk bangunan di sungai menurut Departeman Pekerjaan Umum dalam Srimoerni Doelchomid, 1987. Tabel III-2. Kala Ulang Banjir Rancangan untuk Bangunan di Sungai
Jenis Bangunan
Kala Ulang Banjir Rancangan (Tahun)
Bendung sungai besar sekali
100
Bendung sungai sedang
50
Bendung sungai kecil
25
Tanggul sungai besar/daerah penting
25
Tanggul sungai kecil/daerah kurang penting
10
Jembatan jalan penting
25
Jembatan jalan tidak penting
10
Sumber: Bambang Triatmodjo, 2010
3.8. Analisis Data Geoteknik/Mekanika Tanah
Tujuan pengujian dengan alat hand boring adalah untuk memeriksa karakteristik tanah secara visual mengenai warna, ukuran butiran dan jenis tanah. Sedangkan Penelitian laboratorium dilakukan terhadap contoh-contoh tanah/batuan baik undisturbed (tidak tergangu/asli) maupun disturbed (terganggu/tidak asli). a) Pada contoh tanah asli (undistrubed) penelitian/pengujian laboratorium
dimaksudkan untuk menentukan index dan struktural propertis tanah, yaitu sebagai berikut : Besaran Index
Dimaksudkan sebagai data untuk menetapkan klasifikasi, konsistensi dan sensitivity tanah. Data tersebut meliputi : - Specific grafity - Bulk density - Moisture content - Attberg limits - Grain sise analisis
Besaran-besaran struktural tanah
Pengujian/tes diperlukan terhadap contoh antara lain : - Triaxial compression tes, unconsolidate undrained - Test ini dimaksudkan untuk menentukan strength properties dan hubungan stress strain dari pada tanah. - Unconfined compressive strength/poin load tes - Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengukur kekuatan tekan bebas suatu benda uji berbentuk silinder dari tanah kohesif/batuan. - Direct shear test - Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kohesi dan sudut geser tanah. Data ini dapat juga digunakan untuk menentukan daya dukun pondasi (pondasi langsung, sumuran, dan tiang panjang) - Consolidation - Dimaksudkan untuk mendapatkan besaran-besaran yang dapat digunakan untuk perhitungan konsolidasi yang akan terjadi pada bangunan bawah. b) Pada saat contoh tanah tidak asli (disturbe) dilakukan pengujian untuk memperoleh besaran index yang berupa data-data :
Specific gravity
Bulk density
Moisture content
Atteberg limist
Grain size analysis
c) Analisa /test laboratorium yang diperlukan terhadap contoh tanah / material dasar, antara lain :
Specific gravity
Volume weight
Atteberg limits
CBR
Abration
Compaction (Standar Modified)
Grain size analisis
d) Penelitian/pengujian laboratorium seperti tersebut diatas, hendaknya dikerjakan berdasarkan spesifikasi ASTM/AASTHO
3.9.
Analisis Stabilitas dinding penahan tanah
3.9.1. Stabilitas Lereng
Stabilitas dinding dapat dianalisis melalui perhitungan Faktor Keamanan Lereng dengan melibatkan data fisik tanah, mekanika tanah (geoteknis tanah) dan bentuk geometri lereng (Pangular 1985). Secara khusus, analisis dapat dipertajam dengan melibatkan aspek fisik lain secara regional, yaitu dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisiknya, baik berupa kegempaan, iklim, vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi setempat. Kondisi lingkungan tersebut merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi gerakan tanah dan merupakan karakter perbukitan rawan longsor (Hirnawan, 1993 dan Hirnawan 1994). Pendekatan masalah tanah longsor dapat melibatkan kajian dampak akibat faktor – faktor diatas, penanganannya dapat didekati dengan pengelolaan lingkungan. Arahan pengelolaan lingkungan dilakukan sebagai antisipasi untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya dampak lingkungan negatif (Fandeli 1992), yaitu dengan cara memperkecil dampak negatif dan memperbesar dampak positif (Soemarwoto 1990), atau dengan kata lain meminimalkan faktor – faktor kendala kestabilan lereng dan memaksimalkan faktor – faktor pendukung kestabilan lereng. Dampak lingkungan yang terjadi dapat bersifat langsung maupun tidak langsung (Catanese dan Snyder 1989). Analisis dampak dapat dilakukan dengan melihat kondisi fisik sekitar komponen yang terkena dampak. Menurut Barus (1999), gerakan tanah berkaitan langsung dengan berbagai sifat fisik alami seperti struktur geologi, bahan induk, tanah, pola drainase, lereng/bentuk lahan, hujan, maupun sifat-sifat non-alami yang bersifat dinamis seperti penggunaan lahan dan infrastruktur. Berdasarkan prinsipnya ada dua langkah yang dapat dilakukan untuk menstabilkan suatu lereng, yaitu mempekecil gaya penggerak dan memperbesar gaya penahan. Gaya penggerak dapat diperkecil dengan cara mengubah bentuk lereng, seperti memperkecil sudut kemiringan, memperkecil ketinggian lereng, dan membuat lereng bertingkat, sedangkan gaya penahan dapat diperbesar dengan penggunaan counterweight
atau tanah timbunan pada kaki lereng, mengurangi air pori di dalam lereng, dan memasang tiang pancang atau tembok penahan tanah (Pangemanan 2014). Pada prinsipnya, cara yang dipakai untuk menjadikan lereng stabil dapat dibagi dalam dua golongan yaitu (Wesley dan Pranyoto 2010 ): 1. Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak dengan cara mengubah bentuk lereng yang bersangkutan, seperti :
a. Mengubah lereng lebih datar atau mengurangi sudut kemiringan. b. Memperkecil ketinggian lereng. c. Mengubah lereng menjadi lereng bertingkat (multislope). 2. Memperbesar gaya melawan atau momen melawan :
a. Dengan memakai “counterweight ”, yaitu tanah timbunan di kaki lereng. b. Dengan mengurangi tekanan air pori didalam lereng. Dengan cara mekanis, yaitu dengan memasang tiang atau membuat dinding penahan. 3.9.2. Faktor keamanan
Kestabilan suatu lereng secara umum dapat dinyatakan dengan faktor keamanan. Faktor keamanan adalah perbandingan antara gaya penahan dengan gaya penggerak pada suatu lereng. Hasil dari analisis kestabilan lereng dengan faktor keamanan adalah nilai faktor keamanan yang menunjukkan kondisi lereng. Lereng dengan nilai faktor keamanan >1,5 adalah lereng yang stabil, sedangkan lereng yang tidak stabil mempunyai nilai faktor keamanan <1,5 (Hariyadi dan Wahyudhi 2016). Banyak rumus perhitungan faktor keamanan lereng (material tanah) yang diperkenalkan untuk mengetahui tingkat kestabilan lereng ini. Rumus dasar faktor keamanan ( safety factor ) diperkenalkan oleh Fellenius dan kemudian dikembangkan oleh Lambe dan Whitman (1969). Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan dan studistudi yang menyeluruh tentang keruntuhan lereng, maka faktor keamanan (Fs) ditinjau dari intensitas kelongsorannya dibedakan seperti yang diperlihatkan pada Tabel III-3 (Bowles 1989).
Tabel III-3. Nilai faktor keamanan lereng
Sumber: (bowles, 1989)
Dinding penahan tanah adalah suatu konstruksi yang dibangun untuk menahan tanah yang mempunyai kemiringan atau lereng dimana kestabilan tanah tersebut tidak dapat dijamin oleh tanah itu sendiri. Bangunan dinding penahan tanah digunakan untuk menahan tekanan tanah lateral yang ditimbulkan oleh tanah urugan atau tanah asli yang tidak stabil akibat kondisi topografinya (Suyono dan Kazuto 1994) Dalam penggunaannya di lapangan, dikenal beberapa jenis atau tipe dinding penahan tanah, antara lain : a. Dinding penahan beton tipe gravitasi ; dinding penahan yang dibuat dari beton tak bertulang atau pasangan batu. Sedikit tulangah beton kadang-kadang diberikan pada permukaan dinding untuk mencegah retakan permukaan dinding akibat perubahan temperatur. b. Dinding penahan tipe semi gravitasi ; dinding gravitasi yang berbentuk agak ramping, sehingga diperlukan penulangan beton, terutama pada bagian dinding. Tulangan beton yang berfungsi sebagai pasak, dipasang untuk menghubungkan bagian dinding dan pondasi. c. Dinding penahan tipe kantilever ; dinding yang terdiri dari kombinasi dinding beton bertulang yang berbentuk huruf T. Ketebalan dari kedua bagian ini relatif tipis dan secara penuh diberi tulangan untuk menahan momen dan gaya lintang yang bekerja padanya. d. Dinding counterfort ; dinding yang terdiri dari dinding beton bertulang tipis yang di bagian dalam dinding pada jarak tertentu didukung oleh plat/dinding vertikal yang disebut counterfort (dinding penguat). Ruangan di atas plat pondasi, di antara counterfort diisi dengan tanah urugan. e. Dinding penahan tembok batu yang berupa balok; terdiri dari balok-balok beton yang disusun menjadi dinding penahan.
f. Dinding penahan tanah bertulang (reinforce dearth wall ); dinding yang terdiri dari dinding yang berupa timbunan tanah yang diperkuat dengan bahan-bahan tertentu, seperti geosintetik ataupun baja. Dalam memilih jenis atau tipe dinding yang akan di gunakan di lapangan, halhal yang harus dipertimbangkan antara lain sifat-sifat tanah pondasi, kondisi tempat/ lokasi, jenis atau macam pondasi, kondisi pelaksanaan dan nilai ekonomis. Secara umum penggunaan dinding penahan di lapangan terdiri dari dua tipe, yaitu tipe gravitasi dan tipe kantilever. Perbedaan utama konstruksi kedua jenis dinding penahan ini adalah adanya tulangan pada tipe kantilever, sedangkan pada ti pe gravitasi tidak menggunakan tulangan. Dari sisi penggunaan, tipe kantilever lebih banyak digunakan untuk lereng/tebing yang mempunyai ketinggian lebih dari 6 meter, sedangkan tipe gravitasi digunakan untuk ketinggian kurang dari 6 meter (Hadiyatmo 2002). Dalam perencanaan sebuah dinding penahan tanah, perlu diambil dimensi tertentu sehingga dinding yang direncanakan mungkin untuk dikerjakan, cukup stabil dan kuat. Pengambilan dimensi awal dinding penahan tanah juga sangat ditentukan dengan bentuk lereng dan tanah yang akan ditahannya. Selain itu pengambilan dimensi dari segi keterbatasan ruang pekerjaan, kepatutan bentuk dan juga keindahan harus diperhatikan dalam perencanaan dinding kantilever (Fitriani 2008).
3.9.3. Perencanaan dinding penahan tanah Analisa stabilitas dinding penahan tanah harus meninjau hal-hal sebagai berikut : 1. Faktor aman terhadap pengulingan dan penggeseran harus memenuhi syarat. 2. Tekanan yang terjadi pada tanah dasar pondasi harus tidak boleh melebihi kapasitas dukung izin. Adapun proses dalam perencanaan dinding penahan tanah tipe kantilever adalah sebagai berikut : 1. Menentukan dimensi dinding penahan. Pada perencanaan ini dimensi dinding penahan yang digunakan adalah dinding kantilever dengan penyangga pada bagian depan dan tanpa ada pengunci pada bagian base maupun wall .
2. Menghitung tekanan tanah, dalam hal ini menggunakan teori Rankine. Teori dari Rankine (1857) tentang koefisien tekanan tanah aktif dan pasif pada permukaan tanah datar dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut:
Ka = tan2 (45- ) Kp = tan2 (45- ) Keterangan : Ka = Koefisien tekanan tanah aktif Kp = Koefisien tekanan tanah pasif Θ
°
= sudut geser ( )
3. Menghitung gaya vertikal dan gaya momen terhadap kaki depan pondasi. Pada perhitungan ini akan diperoleh berat dinding W dan jumlah gaya momen ΣMw dari setiap bagian dinding dan tanah di atas plat pondasi yang akan dimasukkan dalam perhitungan stabilitas dinding. 4. Menghitung stabilitas terhadap penggulingan. Tekanan tanah lateral yang diakibatkan olehtanah urugan di belakang dinding penahancenderung menggulingkan dinding dengan pusat rotasi pada ujung kaki depan pondasi. Momen penggulingan ini, dilawan oleh momen akibat berat sendiri dinding penahan dan momen akibat berat tanah di atas plat pondasi. Faktor aman terhadap penggulingan (Fgl) didefinisikan sebagai (Bowles 1989) : Fgl = Keterangan :
∑ ∑
≥ 1,5
ΣMw
=W
ΣMgl
= ΣPah h1 + ΣPav B
ΣMw
= momen yang melawan penggulingan (kN.m)
ΣMgl
= momen yang mengakibatkan penggulingan (kN.m)
W
= berat dinding + berat tanah diatas pondasi (kN)
B
= lebar kaki dinding penahan (m)
ΣPah
= jumlah gaya-gaya horizontal (kN)
ΣPav
= jumlah gaya-gaya vertikal (kN)
Dalam tinjauan terhadap bahaya guling, apabila tekanan tanah pasif dapat diandalkan keberadaannya, maka tekanan tanah pasif dapat mengurangi bahaya momen aktif (momen guling) atau memperbesar momen pasif (momen perlawanan).
5. Menghitung stabilitas terhadap penggeseran Gaya-gaya yang mengeser dinding penahan tanah akan ditahan oleh gesekan antara tanah dan dasar pondasi, tekanan tanah pasif bila di depan dinding penahan terdapat tanah timbunan. Faktor aman terhadap pergeseran (Fgs) didefinisikan sebagai (Bowles 1989) : Fgs =
∑ℎ ∑ℎ
≥ 1,5
Keterangan : Σ Rh
= tahanan dinding penahan tanah terhadap penggeseran (kN)
W
= berat total dinding penahan dan tanah di atas plat pondasi (kN)
δh
= sudut gesek antara tanah dan dasar pondasi, (1/3 – 2/3)φ (o)
Ca = adx c = adhesi antara tanah dasar dan dinding C
= kohesi tanah dasar (kN/m2)
ad
= faktor adhesi
B
= lebar pondasi (m)
Σ Ph
= jumlah gaya-gaya horizontal (kN)
f
= tgδb = koefisien gesek antara tanah dasar dan pondasi Bowles (1989) menyarankan faktor aman terhadap penggeseran dasar pondasi (Fgs)
minimum 1,5. Bila dinding penahan tanah dalam keadaan stabil, maka gaya-gaya yang bekerja dalam keadaan seim bang (ΣF = 0 dan ΣM = 0). Perlawanan terhadap gaya dorong ini terjadi pada bidang kontak antara dasar dinding penahan tanah dan tanah dasar pondasi. Pada kondisi tertentu gaya geser sedemikian besarnya sehingga konstruksi tidak mampu melawan gaya geser atau dapat dikatakan konstruksi tidak aman terhadap bahaya gaya geser, maka diusahakan untuk memperbesar gaya lawan tersebut. Usaha itu dilakukan dengan memperbesar alas pondasi, atau dibuat konstruksi pengunci. Nilai faktor daya dukung Terzaghi dapat dilihat pada tabel III-4 berikut
Tabel III-4. Nilai faktor keamanan lereng
Sumber:bowles.1989
6. Menghitung stabilitas terhadap kapasitas dukung tanah. Kapasitas dukung ultimit dihitung dengan menggunakan persamaan fungsi dari sudut geser dalam tanah Ø dari Terzaghi (1943). Tabel nilai faktor daya dukung Terzaghi dapat dilihat pada tabel III-4
qu = cNc + DfγNq + BγNγ Keterangan : qu
= daya dukung ultimit untuk pondasi memanjang (kN/m2)
c
= kohesi tanah (kN/m2)
Df
= kedalaman pondasi (m)
γ
= berat volume tanah (kN/m3)
B
= lebar pondasi dinding penahan tanah (m)
Nc,Nq,Nγ = faktor kapasitas dukung Terzaghi
Faktor aman terhadap keruntuhan kapasitas dukung didefinisikan pada persamaan (6). Bila dihitung berdasarkan lebar pondasi efektif, yaitu tekanan tanah pondasi ke tanah dasar terbagi secara sama rata, maka didapatkan persamaan persamaan (7) dan (8) (Bowles 1989). Fk = Keterangan :
≥3
q = tekanan akibat beban struktur (kN/m2) 13 Dalam perancangan, lebar pondasi dinding penahan (B) sebaiknya dibuat sedemikian sehinggae e < B/6. Hal ini dimaksudkan agar efisiensi pondasi maksimum dan perbedaan tekanan pondasi pada ujung-ujung kaki dinding tidak besar (untuk mengurangi resiko keruntuhan akibat penggulingan). tekanan pondasi pada ujung-ujung kaki dinding tidak besar (untuk mengurangi resiko keruntuhan akibat penggulingan).
3.10. Analisis dari Hidraulika dengan HEC-RAS
Analisa hidraulika digunakan untuk mengetahui profil muka air sepanjang sungai untuk setiap debit banjir di hulu sungai yang telah ditentukan. Analisis hidraulika dilakukan dengan menggunakan bantuan aplikasi HEC - RAS. HEC - RAS merupakan program aplikasi untuk memodelkan aliran di sungai, River Analysis S ystem (RAS), di bawah US Army Corps of Engineers (USACE). HEC - RAS merupakan model satu dimensi aliran permanen maupun tak permanen (steady and unsteady one-dimensional flow model). Penelitian ini menggunakan pemodelan aliran tidak permanen (unsteady flow).
3.10.1. Persamaan Dasar dalam Permodelan HEC-RAS
Aliran disaluran atau sungai merupakan proses fisik yang mengikuti hukum kekekalan massa dan kekekalan momentum.
Proses fisik ini digambarkan dengan
persamaan matematis yang dikenal sebagai Persamaan St. Venant, terdiri dari persamaan kontinuitas (prinsip konservasi massa) dan persamaan momentum (prinsip konservasi momentum). Persamaan tersebut dituliskan dalam bentuk persamaan diferensial parsial sebagai berikut:
Persamaan Konservasi Massa (Kontinuitas)
+ − = 0 Persamaan Momentum
gA + − ( +
)
=0
Keterangan : A = Luas total tampang aliran (jumlah luas tampang aliran di main channel dan overbank channel) (m2) Q = Debit aliran (m3/dtk)
= Debit lateral persatuan panjang (m /dtk) 3
V = Kecepatan aliran (m/dtk) g = Percepatan gravitasi (m2/dtk) x = Jarak (diukur searah aliran) z = Elevasi muka air (m3/dtk) t = Waktu (dtk) S f = Kemiringan garis energi (friction slope), dihitung dengan persamaan Manning.
||
n = Koefisien kekasaran Manning R = Radius hidraulik.
3.10.2. Penerapan Persamaan Aliran Tak Permanen
HEC RAS membagi alur saluran menjadi tiga bagian yaitu, bantaran kiri, alur utama dan bantaran kanan seperti pada Gambar III-3 (Istiarto, 2014).
Gambar III-5 Aliran melalui alur utama dan bantaran
Cara HEC RAS memodelkan aliran dibantaran didasarkan pada metode yang dikembangkan oleh Fread (1976) dan Smith (1978) yang memandang aliran melalui alur utama dan melalui bantaran sebagai dua aliran yang melewati dua tampang saluran terpisah. Penyederhanaan dilakukan dengan menganggap muka air dikedua tampang saluran pada arah lateral (tegak lurus arah aliran) datar atau horizontal.
Dengan
demikian transfer momentum diantara kedua tampang dapat diabaikan dan debit terbagi ke kedua tampang berdasarkan kapasitas angkut ( conveyance) masing-masing tampang yaitu :
ɸ Keterangan : Qc = Debit aliran melalui saluran utama (channel) Q = Debit total aliran (m3/dtk) ɸ = K c / ( K c + K f )
K c = Kapasitas angkut tampang alur utama K f = Kapasitas angkut tampang bantaran
Persamaan aliran satu dimensi dapat menjadi satu persamaan sebagai berikut :
ø 1ø 0 ø/ [−ø /] gAc
+ gAc
=0
Pada persamaan di atas, subskrip c mengacu pada alur utama dan subskrip f mengacu pada bantaran. Persamaan dijabarkan dengan pendekatan beda hingga implisit dan persamaan yang diperoleh diselesaikan dengan cara iterasi Ne wton Raphson.
BAB IV RENCANA KERJA DAN ORGANISASI PELAKSANA PEKERJAAN 4.1.
Program Kerja
Proses perencanaan dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari kalender. Untuk dapat bekerja dengan koordinasi yang baik, konsultan perencana membuat program kerja yang terdiri dari daftar pekerjaan yang yang tersusun sesuai dengan waktu pengerjaannya. Program kerja perencanaan ini terdiri dari enam tahap, yaitu tahap pendahuluan, tahap pengumpulan data dan informasi, tahap analisa dan evaluasi data, tahap perencanaan teknis dan detail, dan tahap akhir. 4.1.1 Tahap Pendahuluan
Tahap pendahuluan dimulai dari keluarnya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dari owner/Pengguna Jasa. Dalam tahapan ini, dimulai pekerjaan-pekerjaan awal serta survey pendahuluan. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah:
Administrasi Proyek
Studi Literatur
Mobilisasi Personil
Penyusunan Rencana Kerja
Persiapan Fasilitas di Lapangan
Survey Pendahuluan
Laporan Pendahuluan
4.1.2 Tahap Pengumpulan Data dan Innformasi
Tahap pengumpulan data secara garis besar adalah dilakukannya survey-survey lapangan, seperti survey topografi dan bathimetri. Selain itu dalam tahapan ini dilakukan penentuan alternative desain. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah:
Survey Topografi
Survey Hidrologi
Pengukuran Arus dan Penyelidikan Sedimen
Survey Penyelidikan Tanah
Pemeriksaan Sumber Material
Laporan Hasil Survey
4.1.3 Tahap Analisa dan Evaluasi Data
Dalam tahapan ini dimulai proses pembuatan konsep desain, dan setelah konsep desain mendapatkan persetujuan dari pengguna jasa dilanjutkan ke pengembangan desain. Adapun hal-hal yang direncanakan dalam tahapan ini antara lain:
Kompilasi dan analisa data hasil survey
Pemilihan alternatif desain
Estimasi biaya
Gambar pengembangan rencana
Draf Uraian konsep rencana dan perhitungan-perhitungan Teknis
Draft RAB & Draft rencana kerja dan syarat-syarat (RKS)
4.1.4 Tahap Perencanaan Teknis dan Detail
Dalam tahapan ini dilakukan proses perencanaan secara lebih detail lagi. Hasil dari tahapan ini akan disusun dalam laporan akhir untuk tahapan berikutnya. Adapun perencanaan detail yang dilakukan dalam tahapan ini adalah:
Perencanaan Detail Metode Konstruksi
Perencanaan Detail Bangunan Pengaman Pantai
Penyusunan Spesifikasi Teknis
Rincian Volume dan RAB
Pembuatan Gambar Kerja dan Detail Khusus
4.1.5 Tahap Akhir /Pelaporan dan Pelelangan
Dalam tahapan ini, konsultan perencana menyusun laporan akhir dari hasil perbaikan laporan-laporan yang telah dikerjakan pada tahapan sebelumnya. Kemudian, laporan akhir ini diserahkan kepada owner pengguna jasa untuk digunakan sebagai dokumen lelang. Selain itu juga saat proses lelang pekerjaan fisik, yaitu pada saat aanwijzing konsultan membantu pengguna jasa untuk memberikan penjelasan teknis dan lingkup pekerjaan yang akan dikerjakan nanti.
4.2 Organisasi dan Personil
Hubungan Konsultan perencana dengan Instansi terkait pada proyek ini adalah seperti terlihat pada bagan dibawah ini. Konsultan perencana akan senantiasa membina kerjasama secara harmonis baik dengan Satuan Kerja Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara maupun dengan instansi pemerintah terkait lainnya. Dalam pelaksanaan pekerjaan ini, tim perencana akan dikoordinir oleh Team Leader yang merupakan seorang Tenaga yang memahami dan menguasai bidang disiplin ilmu konstruksi bangunan air dengan Jurusan Teknik Sipil yang memahami dan berpengalaman dibidangnya serta berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan ini. Team Leader / Ahli Sungai dibantu oleh 1 (satu) orang Ahli Struktur Bangunan Air, 1 (satu) orang Ahli Geodesi, 1 (satu) orang Ahli Geologi, 1 (satu) orang Ahli Kuantitas dan Biaya, dan 1 (satu) orang Ahli GIS. Selain tenaga ahli profesional yang telah disebutkan diatas, terdapat juga 5 (lima) orang tenaga sub profesional dan 8 (delapan) orang tenaga pendukung/tenaga lokal. Adapun Struktur Organisasi Pelaksanaan Kegiatan PERENCANAAN NORMALISASI DAN PERKUATAN TEBING SUNGAI AOSOLE seperti terlihat pada bagan berikut :
Gambar IV.4 Bagan Struktur Organisasi
4.3 Hasil Kerja (Deliverable)
Seluruh hasil kegiatan (Deliverables) Konsultan diserahkan dalam bentuk laporan sebagai berikut:
4.2.1 Umum
Setiap laporan diupayakan disusun dalam bahasa Indonesia kecuali istilah-istilah atau parameter-parameter yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Dijilid dengan rapi serta diberi sampul sesuai Petunjuk Pemberi Tugas dengan ukuran kertas A4 kecuali gambar-gambar rencana dengan ukuran A3.
4.2.2 Jenis laporan a) Laporan Survey Pendahuluan/Reconnaissance Survey
Merupakan hasil survey pendahuluan dimana harus tercantum semua data yang didapat selama survey pendahuluan termasuk data relokasi, erosi dan banjir, harga satuan/upah, lokasi material dan lain-lain. Susunan laporan adalah : - Daftar isi - Peta Lokasi Proyek - Uraian - Foto dokumentasi Proyek
b) Laporan Pengukuran
Laporan ini merupakan hasil survai pengukuran topografi, survey bathimetri, pengamatan pasang surut, dimana harus tercantum semua data yang didapat selama survey termasuk hasil perhitungannya Susunan Laporan adalah sebagai berikut : - Daftar isi - Peta Lokasi Proyek - Uraian - Lingkup pekerjaan antara lain : 1. Pemasangan BM 2. Pengukurn Poligon 3. Pengukuran water pass
4. Penguluran profil 5. Pengukuran situasi - Foto dokumentasi asli.
c) Laporan Akhir Perencanaan Teknis
Laporan ini terdiri semua laporan yang dicantumkan dalam Dokumen Pemilihan disertai dengan ringkasan uraian dari laporan hasil survey pendahuluan, pengolahannya, perhitungan perencanaan
konstruksi/struktur beserta
uraian
rumus-rumus
yang
digunakan, yang pada prinsipnya merupakan ringkasan dan saran-saran terhadap semua pekerjaan yang dilaksanakan selama kontrak. Adapun Laporan yang diminta dalam Dokumen Pemilihan, selain laporan yang disebutkan di atas adalah : a) Laporan Pendahuluan b) Laporan Antara c) Laporan Akhir d) Laporan Ringkasan Eksekutif e) Album Gambar A3 f) Rencana Anggaran Biaya dan Spesifikasi Teknis g) Laporan Pendukung h) Soft Copy Pelaporan dalam Hard Disk Beberapa hal yang menyangkut tata cara penyajian dapat dikemukakan sebagai berikut: - Uraian cara/rumus, langkah-langkah perhitungan yang di gunakan. - Lampiran data-data sebagai masukan perhitungan - Contoh salah satu perhitungan - Hasil perhitungan (dalam tabel) Laporan akhir perencanaan terdiri dari : - Daftar isi - Peta Lokasi Proyek - Uraian data perencanaan - Rencana / Perhitungan struktur bangunan - Rincian perencanaan - Perkiraan biaya konstruksi secara keseluruhan
4.2.3 Dokumen Lelang
Penyajian dokumen lelang, berpedoman pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 31/PRT/M/2015 tentang Perubahan Ketiga Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar Dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi. Lampiran tentang “Standar Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi”.
4.4 Lain Lain
Petunjuk dan ketentuan-ketentuan lain yang belum tercakup dan merupakan tambahan/pelengkap akan diberikan kepada konsultan sebagai pelengkap petunjuk pelaksanaan pekerjaan ini apabila diperlukan.
3.7.2. Analisis Data Hidrologi
Analisis hidrologi bertujuan untuk menentukan besaran-besaran hidrologi yang akan dipakai dalam perencanaan detail. Data debit banjir dapat diperoleh dari catatan debit secara manual maupun secara otomatis dari AWLR ( Automatic Water Level Record ). Untuk melakukan analisis frekuensi diperlukan seri data yang panjang. Apabila catatan debit banjir tersebut tidak mencukupi, namun tersedia data curah hujan yang cukup panjang maka debit rancangan dapat ditentukan berdasarkan pengalihragaman hujan menjadi aliran. Untuk menentukan besarnya debit sungai berdasarkan hujan perlu meninjau kembali hubungan antara hujan dan aliran sungai. Besarnya aliran sungai sangat ditentukan oleh besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah aliran sungai, lama waktu hujan, dan karakteristik daerah aliran itu.
3.7.2.1.Kebutuhan Data
Data yang dibutuhkan dalam analisis hidrologi antara lain: peta topografi. Peta daerah aliran sungai, lokasi stasiun hujan dan data hujan dan data tata guna lahan. 1. Peta Topografi
Peta topografi daerah yang ada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di lokasi rencana bangunan irigasi dengan skala 1 : 50.000 dari Peta Rupa Bumi Digital Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Berdasarkan peta topografi tersebut dapat diketahui peta administrasi, lokasi pekerjaan, tata guna lahan, kondisi topografi dan batas-batas Daerah Aliran Sungai serta panjang sungai dari hulu sampai pada lokasi rencana bangunan perkuatan tebing. 2. Stasiun Hujan
Data hujan yang diperlukan adalah data hujan yang tercatat pada stasiun hujan terdekat yang berpengaruh terhadap aliran air pada Daerah Aliran Sungai yang bersangkutan.Ada beberapa stasiun pencatat hujan di sekitar Daerah Aliran Sungai yang mewakili hujan daerah. 3. Tata Guna Lahan
Berdasarkan peta topografi Bakosurtanal edisi I tahun 1999 atau landuse yang dikeluarkan oleh kabupaten tentang tataguna lahan pada daerah aliran sungai meliputi : Perkebunan/Hutan, Tambak, Sawah, Ladang, Rawa, Pemukiman.
3.7.2.2.Analisis Curah Hujan Rancangan
Curah hujan rancangan adalah suatu besaran curah hujan yang mempunyai probabilitas kejadian tertentu (periode ulang). Besarnya curah hujan rancangan sangat tergantung pada parameter statistik dan distribusi probabilitas dari data hujan. Untuk menentukan besarnya curah hujan rancangan digunakan analisis frekuensi data hujan yang mengacu pada SK SNI M-18 1989 tentang metode perhitungan debit banjir. Untuk menentukkan distribusi yang cocok terhadap data curah hujan tersebut digunakan distrubusi Normal, distrubusi Log Normal, distribusi Gumbel Tipe I dan distribusi Log Pearson Tipe III. a) Hujan Rerata DAS
Pada umumnya data hujan yang diperoleh merupakan data hujan titik. Untuk menentukkan banjir rancangan diperlukan curah hujan rerata DAS. Untuk menghitung besaran ini dipakai metode rata-rata Aritmatik atau bisa juga menggunakan metode polygon Thiessen. b) Jenis Distribusi Frekuensi
Apabila suatu data hidrologi telah tersedia untuk suatu lokasi, maka parameter statistik dari data dapat dihitung. Setiap distribusi frekuensi memiliki sifat yang khas sehingga setiap data hidrologi harus diuji kesesuaiannya dengan sifat statistiknya. c) Jenis Distribusi Teoritis
Secara umum data hidrologi akan mengikuti distribusi Normal, Log Normal, Log Pearson tipe III, Gumbel dan sebagainya. Dengan mengetahui parameter statistik (skewness, kurtosis) dapat membantu untuk mengidentifikasi bentuk distribusi frekuensi. Penentuan parameter statistik tersebut antara lain: Standar Deviasi S1
(X
X)
2
n 1
Koefisien Variasi Cv
S
X
Koefisien Kemencengan n
n Xi X Cs
3
i1
n 1 (n 2) S3
Koefisien Kurtosis n
n Xi X 2
Ck
4
i1
n 1 (n 2) (n 3) S 4
Dengan mengetahui parameter statistik (skewness, kurtosis) dapat membantu untuk mengidentifikasi bentuk distribusi frekuensi seperti :
Distribusi Gumbel dengan koefisien skewness Cs ≈ 1.14 dan koefisien kurtosis Ck ≈ 5.4.
Distribusi Normal dengan koefisien skewness Cs ≈ 0.00 dan koefisien kurtosis Ck ≈ 3.0.
Distribusi Log Pearson tipe III dengan koefisien skewness bebas dan koefisien kurtosis bebas. Secara umum data hidrologi akan mengikuti distribusi Normal, Log Normal, Gumbel,
Log Pearson tipe III dan sebagainya. Fungsi kerapatan probabilitas ( Probability Density Function) masing-masing jenis distribusi adalah sebagai berikut: 1) Distribusi Normal
Distribusi normal adalah simetris terhadap sumbu vertikal dan berbentuk lonceng yang disebut juga distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang normal (PDF = Probability Density Function) yang paling dikenal adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal yang sering digunakan untuk analisis frekuensi hujan harian maksimum dengan persamaan sebagai berikut:
− √
Dimana dan adalah parameter dari Distribusi Normal. Dari analisa penentuan
paramater Distribusi Normal, diperoleh nilai adalah nilai rata-rata dan adalah nilai simpangan baku dari populasi, yang masing-masing dapat didekati dengan nilai-nilai dari sample data. Dengan subtitusi dan =1.
−
, akan diperoleh Distribusi Normal Standar dengan = 0
Persamaan Fungsi Kerapatan Probabilitas Normal Standar adalah:
− √
Persamaan Fungsi Distribusi Komulatif (Cumulative Distribution Function, CDF) Normal Standar adalah:
∫−∞ √ − dimana :
−
t
=
x
=
Variabel acak kontinyu
=
Nilai rata-rata dari x
=
, standard normal deviate
Nilai simpangan baku (standar deviasi) dari x.
Untuk menghitung variabel acak x dengan periode ulang tertentu, digunakan rumus umum yang dikemukakan oleh Ven Te Chow (1951) sebagai ber ikut:
.
dimana:
XT =
Variabel acak dengan periode ulang T tahun
X
Nilai rata-rata dari sampel variabel acak X
=
=
Nilai simpangan baku dari sampel variabel acak X
z
Faktor frekuensi, tergantung dari jenis distribusi dan periode ulang T =Untuk
=
distribusi normal, nilai z sama dengan t ( standard normal deviate).
1 ̅ = ̅ ∑ = 1 2. 5 155170. 8 02850. 0 10328 11.4327880.189269 0.001308 , dimana 0 < P ≤ 0.5
2) Distribusi Log Normal
Fungsi kerapatan probabilitas distribusi ini adalah:
′ √ 1/2−
; ( > 0)
dengan:
+ + 3 (− 1). 6 15 16 3 dan
Besarnya asimetri ( skewness) adalah: dan
Kurtosis (Ck ):
Dengan persamaan di atas, dapat didekati dengan nilai asimetri 3 (tiga) dan selalu
bertanda positif. Atau nilai Cs kira-kira sama dengan 3 (tiga) kali nilai koefisien variasi Cv.
3) Distribusi Gumbel
Fungsi kerapatan probabilitas distribusi ini adalah :
C X A P(X) e C B dimana :
A = 1.281 / B = - 0.45
Dalam penggambaran pada kertas probabilitas dapat dituliskan sebagai berikut:
σ y y n σ n
X μ
Hubungan antara faktor frekuensi K dengan kala ulang T dapat disajikan dalam persamaan berikut ini:
K
T(X) 6 ln 0.5772 ln n T(X) 1
Secara umum frekuensi analisis dapat disederhanakan dalam bentuk: XT = Xrerata+ Sd. k
dimana :
XT
= Besaran dengan kala ulang tertentu
Xrerata= Besaran rata-rata Sd
= Simpangan baku
4) Distribusi Log Pearson Type III
Distribusi Log Pearson type III dapat digunakan dalam analisis curah hujan maksimum. Fungsi kerapatan probabilitas distribusi ini adalah : '
P' (X) P0 (X)(1
X a
c
) e
cx/a
dengan parameter: c
a
4
β1
1
cμ 3c
2μ 2c
nc
' 0
P (X)
c
c1
ae r
c1
,
2
β1
μ 3c 3
μ 2c
Harga rata-rata = mode + Standar deviasi = Asimetri = ½
σ
μ.3c
2.μ 2c
μ 2c
β1
3.7.2.3. Uji Kesesuaian Distribusi Probabilitas
Untuk mengetahui kesesuaian/kecocokan antara distribusi data dengan distribusi teortis yang dipilih maka diperlukan uji kecocokan distribusi ( goodness of fit test ).Uji kecocokan distribusi dilakukan dengan uji Smirnov-Kolmogorov dan uji Chi-Square.
1. Uji Chi-Square (Uji Chi-Kuadrat)
Uji Chi-Square dimana distribusi Chi-Square mempunyai rumus yaitu : χ C
2
k
i1
(Oi Ei )2 Ei
dimana : G
=
Jumlah kelas interval, tidak kurang dari 5
Oi
=
Observed berdasarkan hasil observasi
Ei
= Expected berdasarkan distribusi teoritis
2
C
p
=
Chi-square distribution, degree of freedom (Dk) = G-p-1
=
Number of parameter estimated from data
Uji Chi-Square menentukan nilai cr 2 untuk suatu tingkat signifikan tertentu ( = 5% atau tingkat ketidakpercayaan) dan derajat kebebasan (Dk). Nilai cr 2 ini dapat diperoleh dari tabel distribusi Chi-Square.Apabila nilai h2 <cr 2, maka kecocokan dapat diterima, dan sebaliknya jika nilai h2 >cr 2, maka kecocokan tidak diterima/ditolak.
2. Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji Smirnov-Kolmogorov ini membandingkan probabilitas untuk masing-masing variat untuk memperoreh perbedaan maksimum dari probabilitas teoritis dan probabilitas empirik (data). Perbedaan maksimum didefinisikan sebagai : max = max Px(X) Sn(X)
dengan :
Px(X) = Probabilitas kumulatif (cdf ) dari data observasi
Sn(X) = Probabilitas kumulatif (cdf )dari fungsi teoritis Apabila max<cr (Critical Value), maka distribusi teoritis yang diasumsikan dapat diterima, dan sebaliknya. Nilai cr (Critical Value) untuk suatu tingkat signifikan tertentu ( = 5 %, atau ketidakpercayaan) dengan jumlah data n dapat diperoleh dari tabel test Smirnov-Kolmogorov.
3.7.2.4. Analisis Debit Banjir Rancangan
Data debit banjir dapat diperoleh dari catatan pengukuran dan untuk melakukan analisis frekuensi diperlukan seri data yang panjang. Apabila catatan debit banjir tersebut tidak mencukupi, namun tersedia data curah hujan yang cukup panjang maka debit rancangan dapat ditentukan berdasarkan pengalihragaman/transformasi hujan menjadi aliran. 1. Pola Distribusi Hujan
Distribusi hujan ditentukan dengan berdasarkan model distribusi hipotetik (Chow et al., 1988) yaitu menggunakan alternating block method, karena tidak terdapat data hujan otomatik atau tipikal pola distribusi hujan.
Untuk menentukan intensitas hujan berdasar data curah hujan harian digunakan rumus Mononobe. Bentuk umum rumus Dr. Mononobe adalah: It
dengan :
R T 24 24 24
2/3
t
It
= intensitas hujan kala ulang T tahun (mm/jam)
T
= lamanya curah hujan (jam)
R T24 = curah hujan harian maksimum kala ulang T tahun (mm) Durasi hujan dianggap lebih besar atau sama dengan waktu konsentrasi yaitu waktu yang ditempuh oleh hujan untuk mencapai titik kontrol.
2. Angka Pengaliran
Angka pengaliran (C) didefinisikan sebagai perbandingan antara tinggi aliran dan tinggi hujan untuk jangka waktu yang cukup panjang. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya aliran sungai adalah : keadaan hujan, luas dan bentuk DAS, kemiringan DAS, kemiringan sungai, daya infiltrasi dan perkolasi tanah, kelembaban tanah, klimatologi dan lain-lain. Menurut Dr. Mononobe, koefisien pengaliran sungai-sungai di Jepang mempunyai harga C.
Tabel III-1. Koefisien Limpasan menurut Dr. Mononobe
No.
Kondisi daerah aliran sungai
Harga C
1.
Daerah pegunungan yang curam
0.75 – 0.90
2.
Daerah pegunungan tersier
0.70 – 0.80
3.
Tanah bergelombang dan hutan
0.50 – 0.75
4.
Tanah dataran yang ditanami
0.45 – 0.60
5.
Pesawahan yang diairi
0.70 – 0.80
6.
Sungai di daerah pegunungan
0.75 – 0.85
7.
Sungai kecil di dataran
0.45 – 0.75
8.
Sungai besar yang lebih dari setengah daerah
0.50 – 0.75
alirannya terdiri dari dataran Sumber : Hidrologi untuk Pengairan, Suyono Sosrodarsono
3. Hujan Efektif
Hujan efektif adalah hujan neto atau bagian hujan total yang menghasilkan limpasan langsung (direct run-off ). Dengan menganggap bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan langsung mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu, maka hujan efektif (R e) dapat dinyatakan sebagai berikut : R e = C x R h dengan : R e = hujan neto (efektif) C = koefisien limpasan R h = curah hujan
4. Hidrograf Satuan
Hidrograf satuan (unit hydrograph) didefinisikan sebagai hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan dari hujan netto yang terjadi merata di seluruh DAS dengan intensitas yang tetap dalam satu satuan waktu.Bentuk hidrograf menggambarkan karakteristik DAS yang bersangkutan. Banyak rumus empirik untuk menentukan hidrograf satuan sintetik seperti HSS Snyder, Nakayasu, Rasional dan sebagainya.Analisis hidrograf satuan digunakan hidrograf sintetik satuan Nakayasu (HSS Nakayasu). Nakayasu (1950) telah menyelidiki hidrograf satuan di Jepang dan memberikan serangkaian persamaan untuk membentuk suatu hidrograf satuan (Van de Griend, 1979). Waktu kelambatan (time lag ) tg dihitung dengan persamaan : tg
= 0.4 + 0.058 L , untuk L < 15 km
tg
= 0.21 L0.7 ,
untuk L > 15 km
dimana : tg
= waktu kelambatan (jam)
L
= panjang sungai utama (km)
Selain itu dirumuskan pula persamaan : t0.3
= . tg
dimana : t0,3
= waktu saat debit sama dengan 0.3 kali debit puncak (jam)
= koefisien, nilainya antara 1.5 – 3.5
Waktu puncak dan debit puncak hidrograf sintetis satuan adalah :
tp
= tg + 0.8 tr
Qp
=
1 1 . A . R0 3.6 (0.3tp t 0.3 )
dimana : tp
= waktu puncak
Qp
= debit puncak (m3/det)
A
= luas DAS (km2)
tr
= satuan lama hujan, 0.5 tg - tg
R 0
= satuan kedalaman hujan (mm)
Untuk menggambar grafik hidrograf adalah sebagai berikut : Ro = 1 mm
0,8 Tr Tg Q max Tr
Tp
1,5
T0,3
T0,3
Gambar III-4. HSS Nakayasu Bagian lengkung naik (0 < t < tp) Qa
= Qp . (
t tp
)2.4
dimana : Qa
= debit sebelum mencapai debit puncak pada saat t (m3/det)
t
= waktu (jam)
Bagian lengkung turun t - tp Q ( ) untuk 1 > > 0.3 Qd1 = Qp . 0.3 t 0,3 Qp t - tp 0,5 t 0,3 Q ( untuk 0.3 > > 0.09 Qd2 = Qp . 0.3 1,5 t 0,3 Qp t - tp 1,5 t 0,3 Q ( untuk < 0.09 Q d3 = Qp . 0.3 2 t 0,3 Qp
)
)
Pada tabel di bawah ini, ditunjukkan Kala ulang/periode ulang banjir rancangan untuk bangunan di sungai menurut Departeman Pekerjaan Umum dalam Srimoerni Doelchomid, 1987. Tabel III-2. Kala Ulang Banjir Rancangan untuk Bangunan di Sungai
Jenis Bangunan
Kala Ulang Banjir Rancangan (Tahun)
Bendung sungai besar sekali
100
Bendung sungai sedang
50
Bendung sungai kecil
25
Tanggul sungai besar/daerah penting
25
Tanggul sungai kecil/daerah kurang penting
10
Jembatan jalan penting
25
Jembatan jalan tidak penting
10
Sumber: Bambang Triatmodjo, 2010
3.8. Analisis Data Geoteknik/Mekanika Tanah
Tujuan pengujian dengan alat hand boring adalah untuk memeriksa karakteristik tanah secara visual mengenai warna, ukuran butiran dan jenis tanah. Sedangkan Penelitian laboratorium dilakukan terhadap contoh-contoh tanah/batuan baik undisturbed (tidak tergangu/asli) maupun disturbed (terganggu/tidak asli). a) Pada contoh tanah asli (undistrubed) penelitian/pengujian laboratorium
dimaksudkan untuk menentukan index dan struktural propertis tanah, yaitu sebagai berikut : Besaran Index
Dimaksudkan sebagai data untuk menetapkan klasifikasi, konsistensi dan sensitivity tanah. Data tersebut meliputi : - Specific grafity - Bulk density - Moisture content - Attberg limits - Grain sise analisis
Besaran-besaran struktural tanah
Pengujian/tes diperlukan terhadap contoh antara lain : - Triaxial compression tes, unconsolidate undrained - Test ini dimaksudkan untuk menentukan strength properties dan hubungan stress strain dari pada tanah. - Unconfined compressive strength/poin load tes - Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengukur kekuatan tekan bebas suatu benda uji berbentuk silinder dari tanah kohesif/batuan. - Direct shear test - Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kohesi dan sudut geser tanah. Data ini dapat juga digunakan untuk menentukan daya dukun pondasi (pondasi langsung, sumuran, dan tiang panjang) - Consolidation - Dimaksudkan untuk mendapatkan besaran-besaran yang dapat digunakan untuk perhitungan konsolidasi yang akan terjadi pada bangunan bawah. b) Pada saat contoh tanah tidak asli (disturbe) dilakukan pengujian untuk memperoleh besaran index yang berupa data-data :
Specific gravity
Bulk density
Moisture content
Atteberg limist
Grain size analysis
c) Analisa /test laboratorium yang diperlukan terhadap contoh tanah / material dasar, antara lain :
Specific gravity
Volume weight
Atteberg limits
CBR
Abration
Compaction (Standar Modified)
Grain size analisis
d) Penelitian/pengujian laboratorium seperti tersebut diatas, hendaknya dikerjakan berdasarkan spesifikasi ASTM/AASTHO
3.9.
Analisis Stabilitas dinding penahan tanah
3.9.1. Stabilitas Lereng
Stabilitas dinding dapat dianalisis melalui perhitungan Faktor Keamanan Lereng dengan melibatkan data fisik tanah, mekanika tanah (geoteknis tanah) dan bentuk geometri lereng (Pangular 1985). Secara khusus, analisis dapat dipertajam dengan melibatkan aspek fisik lain secara regional, yaitu dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisiknya, baik berupa kegempaan, iklim, vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi setempat. Kondisi lingkungan tersebut merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi gerakan tanah dan merupakan karakter perbukitan rawan longsor (Hirnawan, 1993 dan Hirnawan 1994). Pendekatan masalah tanah longsor dapat melibatkan kajian dampak akibat faktor – faktor diatas, penanganannya dapat didekati dengan pengelolaan lingkungan. Arahan pengelolaan lingkungan dilakukan sebagai antisipasi untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya dampak lingkungan negatif (Fandeli 1992), yaitu dengan cara memperkecil dampak negatif dan memperbesar dampak positif (Soemarwoto 1990), atau dengan kata lain meminimalkan faktor – faktor kendala kestabilan lereng dan memaksimalkan faktor – faktor pendukung kestabilan lereng. Dampak lingkungan yang terjadi dapat bersifat langsung maupun tidak langsung (Catanese dan Snyder 1989). Analisis dampak dapat dilakukan dengan melihat kondisi fisik sekitar komponen yang terkena dampak. Menurut Barus (1999), gerakan tanah berkaitan langsung dengan berbagai sifat fisik alami seperti struktur geologi, bahan induk, tanah, pola drainase, lereng/bentuk lahan, hujan, maupun sifat-sifat non-alami yang bersifat dinamis seperti penggunaan lahan dan infrastruktur. Berdasarkan prinsipnya ada dua langkah yang dapat dilakukan untuk menstabilkan suatu lereng, yaitu mempekecil gaya penggerak dan memperbesar gaya penahan. Gaya penggerak dapat diperkecil dengan cara mengubah bentuk lereng, seperti memperkecil sudut kemiringan, memperkecil ketinggian lereng, dan membuat lereng bertingkat, sedangkan gaya penahan dapat diperbesar dengan penggunaan counterweight
atau tanah timbunan pada kaki lereng, mengurangi air pori di dalam lereng, dan memasang tiang pancang atau tembok penahan tanah (Pangemanan 2014). Pada prinsipnya, cara yang dipakai untuk menjadikan lereng stabil dapat dibagi dalam dua golongan yaitu (Wesley dan Pranyoto 2010 ): 1. Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak dengan cara mengubah bentuk lereng yang bersangkutan, seperti :
a. Mengubah lereng lebih datar atau mengurangi sudut kemiringan. b. Memperkecil ketinggian lereng. c. Mengubah lereng menjadi lereng bertingkat (multislope). 2. Memperbesar gaya melawan atau momen melawan :
a. Dengan memakai “counterweight ”, yaitu tanah timbunan di kaki lereng. b. Dengan mengurangi tekanan air pori didalam lereng. Dengan cara mekanis, yaitu dengan memasang tiang atau membuat dinding penahan. 3.9.2. Faktor keamanan
Kestabilan suatu lereng secara umum dapat dinyatakan dengan faktor keamanan. Faktor keamanan adalah perbandingan antara gaya penahan dengan gaya penggerak pada suatu lereng. Hasil dari analisis kestabilan lereng dengan faktor keamanan adalah nilai faktor keamanan yang menunjukkan kondisi lereng. Lereng dengan nilai faktor keamanan >1,5 adalah lereng yang stabil, sedangkan lereng yang tidak stabil mempunyai nilai faktor keamanan <1,5 (Hariyadi dan Wahyudhi 2016). Banyak rumus perhitungan faktor keamanan lereng (material tanah) yang diperkenalkan untuk mengetahui tingkat kestabilan lereng ini. Rumus dasar faktor keamanan ( safety factor ) diperkenalkan oleh Fellenius dan kemudian dikembangkan oleh Lambe dan Whitman (1969). Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan dan studistudi yang menyeluruh tentang keruntuhan lereng, maka faktor keamanan (Fs) ditinjau dari intensitas kelongsorannya dibedakan seperti yang diperlihatkan pada Tabel III-3 (Bowles 1989).
Tabel III-3. Nilai faktor keamanan lereng
Sumber: (bowles, 1989)
Dinding penahan tanah adalah suatu konstruksi yang dibangun untuk menahan tanah yang mempunyai kemiringan atau lereng dimana kestabilan tanah tersebut tidak dapat dijamin oleh tanah itu sendiri. Bangunan dinding penahan tanah digunakan untuk menahan tekanan tanah lateral yang ditimbulkan oleh tanah urugan atau tanah asli yang tidak stabil akibat kondisi topografinya (Suyono dan Kazuto 1994) Dalam penggunaannya di lapangan, dikenal beberapa jenis atau tipe dinding penahan tanah, antara lain : a. Dinding penahan beton tipe gravitasi ; dinding penahan yang dibuat dari beton tak bertulang atau pasangan batu. Sedikit tulangah beton kadang-kadang diberikan pada permukaan dinding untuk mencegah retakan permukaan dinding akibat perubahan temperatur. b. Dinding penahan tipe semi gravitasi ; dinding gravitasi yang berbentuk agak ramping, sehingga diperlukan penulangan beton, terutama pada bagian dinding. Tulangan beton yang berfungsi sebagai pasak, dipasang untuk menghubungkan bagian dinding dan pondasi. c. Dinding penahan tipe kantilever ; dinding yang terdiri dari kombinasi dinding beton bertulang yang berbentuk huruf T. Ketebalan dari kedua bagian ini relatif tipis dan secara penuh diberi tulangan untuk menahan momen dan gaya lintang yang bekerja padanya. d. Dinding counterfort ; dinding yang terdiri dari dinding beton bertulang tipis yang di bagian dalam dinding pada jarak tertentu didukung oleh plat/dinding vertikal yang disebut counterfort (dinding penguat). Ruangan di atas plat pondasi, di antara counterfort diisi dengan tanah urugan. e. Dinding penahan tembok batu yang berupa balok; terdiri dari balok-balok beton yang disusun menjadi dinding penahan.
f. Dinding penahan tanah bertulang (reinforce dearth wall ); dinding yang terdiri dari dinding yang berupa timbunan tanah yang diperkuat dengan bahan-bahan tertentu, seperti geosintetik ataupun baja. Dalam memilih jenis atau tipe dinding yang akan di gunakan di lapangan, halhal yang harus dipertimbangkan antara lain sifat-sifat tanah pondasi, kondisi tempat/ lokasi, jenis atau macam pondasi, kondisi pelaksanaan dan nilai ekonomis. Secara umum penggunaan dinding penahan di lapangan terdiri dari dua tipe, yaitu tipe gravitasi dan tipe kantilever. Perbedaan utama konstruksi kedua jenis dinding penahan ini adalah adanya tulangan pada tipe kantilever, sedangkan pada ti pe gravitasi tidak menggunakan tulangan. Dari sisi penggunaan, tipe kantilever lebih banyak digunakan untuk lereng/tebing yang mempunyai ketinggian lebih dari 6 meter, sedangkan tipe gravitasi digunakan untuk ketinggian kurang dari 6 meter (Hadiyatmo 2002). Dalam perencanaan sebuah dinding penahan tanah, perlu diambil dimensi tertentu sehingga dinding yang direncanakan mungkin untuk dikerjakan, cukup stabil dan kuat. Pengambilan dimensi awal dinding penahan tanah juga sangat ditentukan dengan bentuk lereng dan tanah yang akan ditahannya. Selain itu pengambilan dimensi dari segi keterbatasan ruang pekerjaan, kepatutan bentuk dan juga keindahan harus diperhatikan dalam perencanaan dinding kantilever (Fitriani 2008).
3.9.3. Perencanaan dinding penahan tanah Analisa stabilitas dinding penahan tanah harus meninjau hal-hal sebagai berikut : 1. Faktor aman terhadap pengulingan dan penggeseran harus memenuhi syarat. 2. Tekanan yang terjadi pada tanah dasar pondasi harus tidak boleh melebihi kapasitas dukung izin. Adapun proses dalam perencanaan dinding penahan tanah tipe kantilever adalah sebagai berikut : 1. Menentukan dimensi dinding penahan. Pada perencanaan ini dimensi dinding penahan yang digunakan adalah dinding kantilever dengan penyangga pada bagian depan dan tanpa ada pengunci pada bagian base maupun wall .
2. Menghitung tekanan tanah, dalam hal ini menggunakan teori Rankine. Teori dari Rankine (1857) tentang koefisien tekanan tanah aktif dan pasif pada permukaan tanah datar dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut: