LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERTANIAN BERLANJUT ASPEK HPT
Oleh :
KELOMPOK O3
YOGI DWI PRASETYO
115040201111166 115040201111166
YOANITA FADLILAH IRIANI
115040201111167 115040201111167
WAHYU NITA PRATIWI
115040201111181 115040201111 181
YOSI CHARINASARI
115040201111188 115040201111188
YOVI MERLLITA BRILLIYANA
115040201111209 115040201111209
YUANA PRISTY K A
115040201111229 115040201111229
TULUS SUPRIYATIN
11504020111123 11504020111123
WIRANATA ABDI SUKMANA
115040201111241 115040201111241
YANUAR EKO NUR S
115040201111267 115040201111267
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
I.
Deskripsi Umum Plot yang Diamati
A. Komoditas yang Ditanam Komoditas yang ada pada Pos 1 adalah semak atau tumbuhan liar seperti rumput gajah. Hanya komoditas ini yang ada karena lokasi yang berdekatan dengan DAM dan tidak ditemukan tanaman budidaya. B. Pola Tanam yang Digunakan Tidak ada pola tanam yang digunakan untuk Pos I karena lokasinya yang berdekatan dengan DAM, tidak terdapat tanaman budidaya. C. Ketersediaan Air dan Unsur Hara Ketersediaan air yang ada pada Pos I tergolong baik karena berdekatan dengan DAM sehingga air yang dibutuhkan tumbuhan terpenuhi dengan baik, dan ketersediaan unsur haranya juga baik karena banyak vegetasi yang tumbuh.
II. Identifikasi Serangga 1. Laba-laba Peludah
Klasifikasi :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Arachnida
Ordo
: Araneae
Famili
: Scytodidae
Genus
: Scytodes
Spesies
: Scytodes thoracica
Peran
: sebagai Musuh Alami
Ciri ciri laba peludah antara lain ;
Berkaki Panjang Memiliki 6 mata yang terbagi dalam 3 pasang Bagian kepala lebih besar daripada perutnya Tubuh berwarna Kuning atau cokelat Terdapat bercak bercak hitam pada tubuhnya Biasanya Ukurannya kecil
2. Belalang Coklat
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Ordo
: Orthoptera
Family
: Acrididae
Genus
: Phaeloba
Species
: Phaeloba fumosa
Peran : sebagai Hama Ciri-ciri
Belalang
coklat
antara
lain
:
mempunyai
kemampuan
polimorfisme warna tubuhnya (body-color polymorphism), yaitu kemampuan untuk merubah warna tubuhnya dari hijau menjadi coklat jika suhu lingkungannya semakin tinggi terutama pada musim kemarau yang cukup panjang.Semakin tinggi suhunya, semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan warna menjadi coklat tersebut.
3. Belalang Hijau
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Order
: Orthoptera
Family
: Acrididae
Genus
: Oxya
Species
: Oxya chinensis
Peran
: Sebagai Hama
Ciri- ciri Belalang hijau kebanyakan berwarna hijau dengan sayap belakan
berwarna abu-abu kecoklatan.Belalang ini memiliki kaki belakang cukup besar dan kuat dengan duri-duri tajam pada kaki belakangnya.Belalang hijau mempunyai antena pendek dan mulutnya memiliki rahang yang kuat.
4. Lalat Rumah
Phylum : arthropoda Class : Hexapoda Ordo : Diptera Family : Muscidae, Sarcophagidae, Calliphoridae, dll Genus : Musca, Stomoxys, Phenisia, Sarcophaga, Fannia dll Spesies : Musca domestika, Stomoxy calcitrans, Phenisia sp, Sarcophagasp, Fannia Peran : sebagai vektor transmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit dan berhubungan erat dengan lingkungan hidup manusia.
5. Kupu- Kupu
Klasifikasi :
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Ordo
: Lepidoptera
Family
: Papilionidae
Genus
: Papylio
Species
: Papylio polyxenes
Peran
: Serangga lain (Polinator)
6. Jangkrik
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Orthoptera
Famili
: Gryllidae
Genus
: Liogryllus
Spesies
: Liogryllus Sp.
Peran
: Serangga Lain
7. Belalang Sembah
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia.
Filum
: Arthropoda.
Kelas
: Insecta.
Ordo
: Mantodea.
Famili
: Mantidae.
Genus
: Hierodula.
Spesies
: Hierodula vitrea.
Peran
: sebagai musuh alami
Ciri – ciri belalang sembah antara lain :
Memiliki 3 pasang kaki. Dua pasang kali belakang digunakan untuk berjalan, sepasang kaki depan berguna untuk menangkap mangsa.
Kaki depannya sangat kuat dan berukuran paling besar dengan sisi bagian dalamnya berduri tajam yang berguna untuk mencengkeram mangsanya
Dapat memutar kepalanya hingga 180 derajat. Belalang sembah jantan selama hidupnya hanya akan mengalami satu kali perkawinan dan satu kali seks untuk kemudian mati menjadi mangsa sang belalang betina
8. Semut Rangrang
Klasifikasi :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Ordo
: Heminoptera
Famili
: Kamilidae
Genus
: Solenopsis
Spesies
: Solenopsis sp.
Peran
: sebagai Musuh alami
Ciri Ciri Semut Rangrang antara lain :
Biasanya Bergerombol Berwarna Merah menyala Hidup di pohon, biasanya pada pohon buah buahan Membangun sarang dari daun
III. Hasil Pengamatan
A. Form Pengamatan Biodiversitas Serangga Fungsi
Lokasi Pengambilan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Jumlah
Sampel
(H, Ma, Sa)
Laba-laba
Lycosa sp.
7
MA
Belalang hijau
Oxya sinensis
4
H
Lalat
Bactrocera dorsalis
20
SL
PLOT 1
Belalang coklat
Valanga nigricornis
3
H
(Hutan
Kupu-kupu
Ordo Lepidoptera
3
SL
Jangkrik
Gryllus assimilis
1
H
1
MA
1
MA
Terganggu)
Belalang sembah Semut rang-rang
Stagmomantis carolina Solenopsis sp.
Jumlah
PLOT 2 (Agroforestri)
40
Laba-laba
Lycosa sp.
11
MA
Lalat
Bactrocera dorsalis
3
SL
Kutu kebul
Bemisia tabaci
202
H
1
H
Kumbang kubah spot O
Epilachna sparsa
Jumlah
Capung
217
Ischnura senegalensis
4
MA
2
H
8
MA
Belalang Hijau
Oxya chinensis
Kumbang kubah
Menochillus
(Tanaman
spot M
sexmaculatus
Semusim)
Laba-laba
Lycora sp
1
MA
Kepik coklat
Riptortus linearis
2
SL
Kupu-kupu
Appias libythea
2
MA
Ulat grayak
Spodoptera exigua
2
H
PLOT 3
Jumlah
217
PLOT 4
Lalat Rumah
Musca domestica
2
SA
(Tanaman
Kepik Hijau
Nezara viridula
2
H
Semusim dan
Kumbang M
Coccinelid
1
MA
Pemukiman)
Belalang Kayu
Valanga nigricornis
5
H
10
Jumlah
B. Formulasi Tabulasi Plot Lokasi
Jumlah individu yang
Pengambilan
berfungsi sebagai....
sampel
Persentase
Hama
MA
SL
Total
Hama
MA
SL
8
9
23
40
20%
22,5%
57,5%
203
11
3
217
93,55
5,07
1,38
4
15
2
21
8,4
71,43
9,52
7
1
2
10
70%
10%
20%
Plot 1 Hutan Terganggu Plot 2 Agroforestri Plot 3 Tanaman Semusim Plot 4 Tanaman Semusim dan Pemukiman
C. Segitiga Fiktorial Plot Segitiga Fiktorial Plot 1
Titik koordinat berkumpul di antara garis serangga lain dan garis hama maka keadaan ini menunjukkan kelangkaan musuh alami, dan jika kondisi memungkinkan bagi hama untuk berkembang akan sangat kecil kemungkinan untuk dibendung, sehingga akan terjadi peledakan hama.
Segitiga Fiktorial Plot 2
Titik koordinat berkumpul di sekitar titik sudut maka keadaan ini menunjukkan bahwa ekosistem tersebut miskin serangga lain dan musuh alami atau sangat labil, serta memerlukan penanganan khusus upaya pengembangan tindakan preemptif.
dalam
Segitiga Fiktorial Plot 3
Titik koordinat berkumpul di antara garis musuh alami dan garis hama maka keadaan ini menunjukkan kondisi yang kurang sehat, sebab keberadaan musuh alami hanya ditopang oleh populasi hama sebagai sumber makanan. Dalam keadaan ekstrim, kemungkinan musuh alaminya dapat musnah dan akan berbahaya jika terjadi migrasi hama.
Segitiga Fiktorial Plot 4
Titik koordinat berkumpul di sekitar titik sudut maka keadaan ini menunjukkan bahwa ekosistem tersebut miskin serangga lain dan musuh alami atau sangat labil, serta memerlukan penanganan khusus upaya pengembangan tindakan preeventif.
dalam
IV. Pembahasan
A. Pembahasan dari Hasil Plot Sendiri Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada plot 1 (hutan tergannggu) yang terletak di daerah sekitar DAM didapatkan serangga yang berperan sebagai Hama, Musuh Alami, dan Serangga Lain. Hama yang ditemukan ada 2 jenis antara lain Belalang hijau (Oxya sinensis), Belalang coklat (Valanga nigricornis), untuk musuh alami yang ditemukan ada 4 jenis yaitu laba-laba ( Lycosa sp.), jangkrik, belalang sembah (Stagmomantis carolina), dan semut rang-rang (Solenopsis sp.). Sedangkan serangga yang berperan sebagai serangga lain ditemukan 2 jenis yaitu lalat , dan kupu-kupu. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan persentase hama 20%, musuh alami 22,5%, dan serangga lain sebesar 57,5%. Adanya beraneka ragam jenis hama, musuh alami, dan serangga lain dalam jumlah banyak pada plot 1 (hutan terganggu) menunjukkan bahwa biodiversitas didalam plot tersebut tinggi. Menurut Nair dan Sumardi (2000) Keragaman jenis yang tinggi di hutan alam tropis basah ini menyebabkan tidak adanya satu jenis yang sangat dominan. Masing-masing jenis tumbuhan diwakili oleh sedikit individu. Sedangkan menurut Begon et al. (1998), keanekaragaman hayati adalah aspek keanekaragaman makhluk hidup, khususnya digunakan untuk menjelaskan jumlah spesies, variasi genetik dalam sejumlah tipe komunitas yang dipelihara pada suatu daerah. Pengaruh kehilangan keanekaragaman hayati pada suatu komunitas dan ekosistem merupakan suatu hal yang komplek serta memberikan pengaruh tidak langsung dan umpan balik yang dimediasi oleh perubahan dalam kestabilan komunitas, produktivitas dan interaksi jaringan makanan. Besarnya jenis serangga lain dan musuh alami pada plot 1 disebabkan karena penggunaan lahannya sebagai hutan alami walaupun terganggu, sehingga kesempatan untuk berkembang biak atau bertambah populasinya masih tinggi. Menurut Nair dan Sumardi (2000) bahwa jenis organisme membangun pertahanan sehingga organisme yang dimangsa tidak menjadi punah, selain itu organisme pemangsa dan parasit juga melakukan spesialisi
makanan untuk menghindari kompetisi. Dengan demikian tidak dijumpai terjadinya ledakan hama dan penyakit dalam skala luas yang mengancam hutan. Chey et al (1998) mengemukakan bahwa meskipun keanekaragaman hymenoptera berkurang oleh pergantian hutan tropis menjadi pertanaman, tetapi kelimpahan dan kekayaan arthropoda pada habitat pertanaman tersebut masih besar. Sistem pertanian juga dapat mempengaruhi keanekaragaman serangga terhadap serangga herbivora maupun musuh alaminya.
B. Pembahasan untuk Membandingkan Pengamatan Pengaruh Sendiri dengan Seluruh Plot Pengamatan biodiversitas serangga dilakukan pada saat fieldtrip yang terdapat pada keempat plot pengamatan dengan berbeda penggunaan lahannya yaitu plot 1 hutan terganggu, plot 2 kebun campuran atau agroforestri, plot 3 tanaman semusim, dan plot 4 tanaman semusim dan pemukiman. Pada plot 1 dengan penggunaan lahan hutan terganggu terdapat 40 ekor serangga yang ditemukan dengan presentase hama 20%, 22,5% musuh alami, dan 57,5% serangga lain. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa biodiversitas serangga pada plot 1 yaitu hutan terganggu tergolong tinggi. Tingginya keragaman biodiversitas tersebut yang paling dominan adalah serangga lain dan musuh alami, hal tersebut disebabkan karena hutan terganggu cocok sebagai habitat serangga. Menurut Nair dan Sumardi (2000) Keragaman jenis yang tinggi di hutan alam tropis basah ini menyebabkan tidak adanya satu jenis yang sangat dominan. Masing-masing jenis tumbuhan diwakili oleh sedikit individu. Pengamatan pada plot 2 yaitu penggunaan lahan sebagai kebun campuran/ agroforestri tanaman jeruk dan terong terdapat 217 ekor serangga, dengan presentase hama sebesar 93,55%, musuh lami 5,07%, dan serangga lain sebesar 1,38%. Keragaman serangga yang didapat dalam plot 2 dapat dikatakan tinggi, hal ini dapat dilihat dari presentase dan juga penggunaan lahannya yang masih mampu menjadi tempat hidup dan berkembang biak bagi serangga. Menurut Utami, et al (2003) keunggulan ekologi/lingkungan,
agroforestri memiliki keanekaragaman hayati yang lebih banyak atau memiliki rantai makanan/energi yang lebih lengkap. Namun serangga yang paling dominan dan jumlahnya yang sangat besar adalah serangga yang berperan sebagai hama. Hal tersebut dapat terjadi karena masih adanya tanaman semusim yang menyebabkan meledaknya populasi hama serta penggunaan pestisida yang berlebih secara terus-menerus sehingga hama akan mejadi resisten atau kebal. Cara paling praktis yang biasanya digunakan untuk mengatasi serangan hama dan penyakit adalah penggunaaan pestisida, namun penggunaan pestisida dengan spektrum luas telah menyebabkan banyak masalah antara lain munculnya resistensi hama, terganggunya kesehatan pekebun, matinya organisme lain yang di luar target, munculnya hama sekunder, dan tercemarnya lingkungan (Horne and Page, 2008) Pada plot 3 dengan penggunaan lahan monokultur tanaman semusim yaitu tanaman wortel terdapat 21 ekor serangga, yang meliputi 8,4% hama, 71,43% musuh alami, dan 9,52% serangga lain. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa keragaman biodiversitas serangga pada plot 3 dengan penggunaan lahan tanaman monokultur wortel tergolong rendah apabila dibandingkan dengan plot 1 maupun plot 2. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya perubahan penggunaan lahan yang dulunya hutan dengan biodiversitas tinggi menjadi lahan pertanian dengan biodiversitasnya yang rendah sehingga serangga yang ada sulit untuk berkembang biak karena tidak sesuai dengan tempat hidupnya. Menurut Wiryono (2002) penghilangan sebagian besar jenis pohon menjadi satu jenis tanaman otomatis mengurangi keragaman makanan sehingga jenis hewan yang ada juga berkurang drastis. Besarnya tingkat musuh alami dikarenakan aplikasi pestisida yang diberikan pada tanaman wortel sesuai dengan dosis, waktu dan sasaran, sehingga musuh alami yang berada di plot 3 masih dapat dipertahankan. Pada plot pegamatan 4 dengan peggunaan lahan tanaman semusim bawang prei dan pemukiman diketahui terdapat 10 ekor serangga. 10 ekor serangga tersebut terdiri dari 70% hama, 10% musuh alami, dan 20% serangga lain. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa biodiversitas
serangga pada plot 4 adalah sangat rendah. Rendahnya biodiversitas serangga tersebut dapat disebabkan karena adanya pemukiman yang tidak sesuai dengan tempat hidup serangga sehingga serangga tidak akan mendapatkan makanan untuk keberlangsungan hidupnya. Menurut Utami, et al (2003) konversi hutan menjadi lahan lainnya akan menurunkan populasi fauna dan flora yang sensitif sehingga tingkat keanekaragaman hayati (biodiversitas) berkurang. Selain itu penggunaan pestisida yang berlebih yang menyebabkan serangga cepat untuk musnah. Residu pestisida ini dapat mempengaruhi kehidupan di dalam tanah, terakumulasi di dalam tubuh hewan dan dapat berpindah dari satu hewan ke hewan lainnya melalui rantai makanan (Hardjowigeno, 1995). Dari keempat plot pengamatan, dapat diketahui bahwa pada penggunaan lahan hutan terganggu dan agroforestri mempunyai tingkat biodiversitas tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan monokultur tanaman semusim serta biodiversitas rendah ditemukan pada penggunaan tanaman semusim dan pemukiman.
V. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan di plot 1,2, 3, dan 4, dapat disimpulkan bahwa biodiversitas tertinggi terdapat pada penggunaan lahan hutan dan agroforestri. Sedangkan biodiversitas pada penggunaan lahan monokultur tanaman semusim dan pemukimam lebih rendah bila dibandingkan dengan penggunaan lahan hutan dan agroforestri. Hal ini disebabkan oleh terpenuhinya kebutuhan makan serangga, serangga cenderung untuk tinggal dan menetap di daerah yang mampu menyediakan makan untuk serangga tersebut, sehingga dengan semakin tinggi biodiversitas vegetasi di suatu tempat, maka akan semakin tinggi pula biodiversitas serangga.
DAFTAR PUSTAKA
Begon M, Harper JL, Towsend CR. 2006. Ecology: From Individuals to Ecosystems. 4th ed. Oxford: Blackwell Science Chey, V.K., J.D Holloway, C. Hambler & M.R.1998. Canopy Knowkdown of Arthropods in Exotic Plantation and Natural Fores in Sabah, North-east Borneo, Using Insecticidal Mist-Blowing. Bull of entomol Reaceaching Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta Horne, P. and J. Page. 2008. Integrated Pest Management for crops and pastures: Land Links. Collingwood. Victoria. Nair, K.S.S. dan Sumardi 2000. Insect pests and diseases of major plantation species. Dalam: Nair, K.S.S. (ed.) Insect pests and diseases inIndonesian forests: an assessment of the major treats, research efforts and literature, 15 – 38. CIFOR, Bogor, Indonesia. Utami, Sri Rahayu, et al. 2003. Prospek Penelitian dan Pengembangan Agroforestri di Indonesia. World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor Wiryono. 2002. Aspek Ekologis Hutan Tanaman Indonesia. Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Bengkulu