BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Di Indonesia, gunung api dan hasil kegiatannya yang berupa batuan gunung api tersebar melimpah baik di darat maupun di laut. Berdasarkan umur geologi, kegiatan gunung api di Indonesia pali ng tidak sudah dimulai sejak Zaman Kapur Atas (Martodjojo, 2003) atau sekitar 76 juta tahun yang lalu (Ngkoimani, 2005) hingga masa kini. Namun demikian, sejauh ini para ahli kebumian masih sangat sedikit yang tertarik untuk mempelajari i lmu gunung api atau vulkanologi. Hal itu tentunya tidak terlepas dari pengaruh pendidikan dasar geologi yang diperolehnya serta atmosfer penelitian yang 60 Jurnal Geologi Indonesia masih kurang mendukung. Sebagai akibat l ebih lanjut, meskipun wilayah Indonesia mempunyai banyak gunung api dan batuannya tersebar luas, sementara tidak banyak ahli geologi yang mendalaminya, maka dapat dikatakan bahwa kita tidak menjadi pakar di daerahnya sendiri. Padahal diyakini, apabila lingkungan geologi (gunung api) dapat benar-benar difahami, maka hal itu akan menjadi modal dasar untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam al am yang ada ataupun penanggulangan terhadap bencana yang mungkin ditimbulkannya. Makalah ini ditujukan untuk menunjukkan betapa pentingnya pemahaman terhadap geologi gunung api, khususnya fasies gunung api dan berbagai berba gai aplikasinya, baik untuk kepentingan praktis di bidang sumber daya da ya dan mitigasi bencana, maupun dalam pengembangan konsep-konsep geologi di Indonesia. Hal itu dimaksudkan agar penelitian geologi gunung api semakin berkembang pada masa mendatang.
1.2 Maksud Dan Tujuan Tujuan Pembelajaran Geologi Gunung Gunung Api Maksud dan tujuan dari pembelajaran geologi gunung api diantaranya yaitu : 1.
Mengetahui apa itu gunung api dan vulkanologi
2.
Mengetahui geomorfologi gunung api
3.
Mengetahui fasies gunung api
4.
Mengetahui kelurusan gunung api
5.
Mengetahui analisa petrogenesa batuan gunung api
6.
Mengetahui stratigrafi gunung api
7.
Mengetahui bahaya dan cara mitigasi bencana gunung api
BAB II Dasar Teori
2.1 Pengenalan Geologi Geologi Gunung Gunung Api Api
Gambar 2.1.1 Gunung Api Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman se kitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus. Lebih lanjut, istilah gunung api ini juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukan ice volcanoes atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung api lumpur. Gunung api es biasa terjadi di daerah yang mempunyai musim dingin bersalju, sedangkan gunung api lumpur dapat kita lihat di daerah Kuwu, Grobogan, Jawa Tengah yang populer sebagai Bledug Kuwu. Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Busur Cincin Api Pasifik merupakan garis bergeseknya antara dua lempengan tektonik. Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif,
istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, sulit untuk menentukan keadaan sebenarnya dari suatu gunung berapi itu, apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati. Vulkanisme adalah semua peristiwa yang berhubungan dengan magma yang keluar mencapai permukaan bumi melalui retakan dalam kerak bumi atau melalui sebuah pita sentral yang disebut terusan kepundan atau diatrema. Magma yang keluar sampai ke permukaan bumi disebut lava. Magma dapat bergerak naik karena memiliki suhu yang tinggi dan mengandung gasgas yang memiliki cukup energi untuk mendorong batuan di atasnya. Di dalam litosfer magma menempati suatu kantong yang disebut dapur magma. Kedalaman dapur magma merupakan penyebab perbedaan kekuatan letusan gunung api yang terjadi. Pada umumnya, semakin dalam dapur magma dari permukaan bumi, maka semakin kuat letusan yang ditimbulkannya. Lamanya aktivitas gunung api yang bersumber dari magma ditentukan oleh besar atau kecilnya volume dapur magma. Dapur magma inilah yang merupakan sumber utama aktivitas vulkanik.
Material yang dikeluarkan aktivitas vulkanisme
Sesuai wujudnya, ada tiga jenis bahan atau material yang dikeluarkan oleh adanya tenaga vulkanisme. Material tersebut adalah material padat , cair dan gas.
Benda padat (efflata) adalah debu, pasir,lapili (batu kerikil) batu-batu besar (bom),dan batu apung.
Benda cair (effusive) adalah bahan cair yang dikeluarkan oleh tenaga vulkanisme, yaitu lava, lahar panas, dan lahar dingin. Lava adalah magma yang keluar ke permukaan bumi. Lahar panas adalah lahar yang berasal dari letusan gunung berapi yang memiliki danau kawah (kaldera),
contoh kaldera yang terkenal di Indonesia adalah kawah Bromo. Lahar dingin adalah lahar yang berasal dari bahanletusan yang sudah mengendap, kemudian mengalir deras menuruni lereng gunung.
Benda gas (ekshalasi) adalah bahan gas yang dikeluarkan oleh tenaga vulkanisme antara lain solfatar, fumarol, dan mofet. Solfatar adalah gas hidrogen sulfida (H2S) yang keluar dari suatu lubang yang terdapat di gunung berapi. Fumarol adalah uap air panas. Mofet adalah gas asam arang (CO2), seperti yang terdapat di Gunung Tangkuban Perahu dan Dataran Tinggi Dieng. Proses keluarnya magma dinamakan letusan atau erupsi, ada yang berupa erupsi leleran (efusif), dan ada pula erupsi yang berupa ledakan (eksplosif).
Berdasarkan banyaknya celah pada permukaan bumi dan waktu keluarnya magma, erupsi dibedakan menjadi empat, yaitu erupsi linear, erupsi sentral, erupsi campuran, dan erupsi areal.
Erupsi Linear Gerakan magma menuju permukaan bumi melalui celah-celah atau retakanretakan disebut erupsi linear atau erupsi belahan. Erupsi linear menghasilkan lava yang cair dan membentuk plato, misalnya Plato Sukadana (Lampung), Columbia (Afrika Selatan), serta daerah yang mengelilingi Kutub Utara, seperti Tanah Hijau, Iceland, Asia Uta ra, dan Spitsbergen.
Erupsi Sentral Erupsi sentral adalah lava yang keluar melalui terusan kepundan.
Erupsi Campuran Erupsi campuran menghasilkan gunung berapi strato atau gunung berapi berlapis. Erupsi ini terdiri atas bahan-bahan lepas dan lava. Hampir seluruh gunung api di Indonesia adalah gunung api strato.
Erupsi Areal Erupsi areal, yaitu letusan yang terjadi melalui lubang yang sangat luas. Sampai saat ini erupsi areal masih diragukan kejadiannya di bumi.
Bentuk gunung api
Berdasarkan tipe letusan gunung berapi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1.
Gunung Api Kerucut
Gambar 2.1.2 Gunung Api Kerucut/Strato
Gunung api kerucut atau strato adalah gunung api yang terbentuk secara berlapis-lapis. Lapisan tersebut terdiri atas campuran bahan lava dan eflata. Eflata merupakan material hasil letusan gunung api yang berupa bahan padat. Letusan gunung api melepaskan eflata yang ditimbun di sekitar pusat erupsi. Kemudian di atas lapisa n eflata, lelehan lava membentuk lapisan batuan beku sebagai badan gunung api. Proses demikian terjadi berulang kali dan terus menerus dalam waktu yang lama. Akibatnya, terbentuk kerucut gunung api di sekitar pusat erupsi. Kerucut gunung api tersebut memiliki lapisan-lapisan berbentuk cekung. Contoh gunung api strato di Indonesia antara lain gunung Kerinci, gunung Dempo, gunung Gede, gunung Pangrango, gunung Merbabu, gunung Kelud, gunung Batur, gunung Lampobatang, dan gunung Klabit. Gunung strato yang terkenal di Indonesia, antara lain gunung Fuji (Jepang), gunung Vesuvius dan gunung Etna (Italia), serta gunung St. Helens (Amerika Serikat).
2.
Gunung Api Corong
Gambar 2.1.3 Gunung Api Tipe Corong/Maar
Gunung api corong atau maar adalah gunung api yang terajdi karena letusan sebuah dapur magma yang dangkal dan memiliki volume relatif kecil. Gunung api maar hanya mengalami satu kali erupsi, kemudian aktivitas gunung api tersebut terhenti. Gunung api maar terbentuk dari timbunan eflata. Bentuk gunung api ini seperti tanggul melingkar. Lereng api tipe ini tidak terlalu curam. Bagian tengah gunung api maar berupa sebuah cekungan dengan alas yang kedap air. Apabila terisi oleh air hujan maka cekungan tersebut akan membentuk danau. Cotoh danau hasil bentukan gunung api maar antara lain Ranu Klakah di lereng gunung Lamongan dan danau Eifel di Perancis. Kekuatan letusan gunung api disebabkan kekuatan gas dan volume magma yang ada di dalamnya. Secara fisika, kekuatan letusan gunung api disebabkan oleh tekanan dan volume gas yang terperangkap dalam dapur magma. Secara geologi, kekuatan letusan dipengaruhi oleh kedalaman dan volume dapur magma.
3.
Gunung Api Perisai
Gambar 2.1.4 Gunung Api Tipe Perisai/Shield
Gunung api perisai atau shield merupakan gunung api yang beralas sangat luas dengan lereng yang sangat landai. Gunung api perisai terbentuk dari lelehan lava yang cair (encer). Magma cair yang sangat encer keluar dari lubang letusan, kemudian meleleh disekeliling lubang letusan. Lelehan lubang tersebut membentuk lapisan seperti perisai. Indonesia tidak memiliki gunung api berbentuk peris ai. Contoh gunung api perisai yang terkenal berada di kepulauan Jhawaii yaitu gunung Mauna, gunung Loa, gunung Mauna Kea, dan gunung Kilauea.
Bendasarkan Letusannya
Tipe Hawaii
Gambar 2.1.5 Gunung Api Tipe Hawaii
Tipe gunung api ini dicirikan dengan lavanya yang cair dan tipis, dan dalam perkembangannya akan membentuk tipe gunung api perisai. Tipe ini banyak ditemukan pada gunung api perisai di Hawaii seperti di Kilauea dan Maunaloa. Contoh letusan tipe Hawai di Indonesia adalah pembentukan plato lava di kawasan Dieng, Jawa Tengah.
Tipe Stromboli
Gambar 2.1.6 Gunung Api Tipe Stromboli
Tipe ini sangat khas untuk gunung Stromboli dan beberapa gunung api lainnya yang sedang meningkat kegiatannya. Magmanya sangat cair, ke arah permukaan sering dijumpai let usan pendek yang disertai ledakan.Bahan yang dikeluarkan berupa abu, bom, lapilli dan setengah padatan bongkah lava.Contoh letusan tipe Stromboli di Indonesia adalah Gunung Raung di Jawa.
Tipe Volkano
Gambar 2.1.7 Gunung Api Tipe Volkano
Tipe ini mempunyai ciri khas yaitu pembentukan awan debu berbentuk bunga kol, karena gas yang ditembakkan ke atas meluas
hingga jauh di atas kawah. Tipe ini mempunyai tekanan gas sedang dan lavanya kurang begitu cair. Di samping mengeluarkan awan debu, tipe ini juga menghasilkan lava. Berdasarkan kekuatan letusannya tipe ini dibedakan menjadi tipe vulkano kuat (Gunung Vesuvius dan Gunung Etna) dan tipe Vulkano lema h (Gunung Bromo dan Gunung Raung).Peralihan antara kedua tipe ini juga dijumpai di Indonesia misalnya Gunung Kelud dan Anak Gunung Bromo.
Tipe Merapi
Gambar 2.1.8 Gunung Api Tipe Merapi
Dicirikan dengan lavanya yang cair-kental. Dapur magmanya relatif dangkal dan tekanan gas yang agak rendah. Contoh letusan tipe Merapi di Indonesia adalah Gunung Merapi di Jawa Tengah dengan awan pijarnya yang tertimbun di lerengnya menyebabkan aliran lahar dingin setiap tahun. Contoh yang lain adalah Gunung Galunggung di Jawa Barat.
Tipe Perret
Gambar 2.1.9 Gunung Api Tipe Perret
Letusan gunung api tipe perret adalah mengeluarkan lava cair dengan tekanan gas yang tinggi. Kadang-kadang lubang kepundan tersumbat, yang menyebabkan terkumpulnya gas dan uap di dalam tubuh bumi, akibatnya sering timbul getaran sebelum terjadinya letusan.Setelah meletus material-material seperti abu, lapili, dan bom terlempar dengan dahsyat ke angkasa. Contoh letusan gunung api tipe perret di Indonesia adalah Gunung Krakatau yang meletus sangat dahsyat pada tahun 1873, sehingga gunung Krakatau (tua) itu sendiri lenyap dari permukaan laut, dan mengeluarkan semburan abu vulkanik setinggi 5 km.
2.2 Geomorfologi Gunung Api Morfologi tubuh gunungapi dapat dibagi antara lain berupa bentuk bentuk :
Kerucut, merupakan bentukan yang umum dijumpai pada gunungapi
piroklastik dan berlapis. Bentukan kerucut yang dibangun oleh bahan lepas gunungapi dapat berupa kerucut batuapung yang tersusun oleh batuapung, kerucut scoria yang tersusun oleh scorea dan kerucut sinder yang merupakan kumpulan sinder dan bahan skoreaan.
Gambar 2.2.1 Morfologi Gunungapi Berbentuk Kerucut
Kubah, biasanya dijumpai pada tipe gunungapi lava (shield volcano).
Kubah lava merupakan bentukan dari lelehan lava kental yang keluar melalui celah dan dibatasi oleh sisi curam disekelilingnya.
Gambar 2.2.2 Morfologi Gunungapi Berbentuk Kubah
Maar, umumnya dijumpai pada tipe gunungapi gas atau piroklastik.
Gambar 2.2.3 Morfologi Gunungapi Berbentuk Maar
Kawah, merupakan bentuk negatif yang terjadi karena kegiatan
gunungapi. Berdasarkan genetiknya dibedakan kawah letusan dan kawah runtuhan. Sedangkan berdasarkan letaknya terhadap pusat kegiatan dikelompokkan kawah kepundan dan kawah samping (kawah parasiter).
Gambar 2.2.4 Morfologi Gunungai Berbentuk Kawah
Kaldera, merupakan depresi topografi yang besar, berbentuk bundar atau
oval. Ukuran kaldera memang lebih besar dari kawah, meskipun tidak ada batasan ukuran yang membedakannya hingga mempunyai ukuran berupa kawah dapat disebut kaldera. H. William (1974), mengklasifikasikan kaldera menjadi beberapa jenis berdasarkan proses yang membentuknya, yaitu :
Kaldera letusan, yang disebabkan oleh letusan gunungapi yang sangat kuat yang menghancurkan bagian puncak kerucut dan menyemburkan massa batuan dalam jumlah besar. Contoh yang baik antara lain Kaldera Bandaisan di Jepang, Kaldera Tarawera di New Zealand.
Kaldera runtuhan, yang terbentuk karena adanya letusan yang berjalan cepat yang memuntahkan batuapung dalam jumlah banyak, sehingga menyebabkan kekosongan pada dapur magma. Penurunan permukaan magma didalam waduk pun akan menyebabkan akan terjadinya runtuhan pada bagian puncak gunungapi. Contoh yang baik antara lain Kaldera Toba (Tapanuli – Sumatra Utara), Kaldera Tengger (Probolinggo – Jawa Timur).
Kaldera erosi , disebabkan oleh erosi pada bagian puncak kerucut, dimana erosi akan memperluas daerah lekukan sehingga kaldera tersebut akan semakin luas.
Kaldera resurgent, yang terbentuk karena adanya bongkah lekukan di bagian tengah kaldera yang terangkat oleh magma yang bergerak naik ke atas, dan kemudian membentuk suatu kubah.
Gambar 2.2.5 Morfologi Gunungapi Berbentuk Kaldera
Morfologi di Sekitar Gunung Api
Morfologi disekitar gunungapi dapat dibagi antara lain berupa bentuk bentuk :
Kerucut parasiter adalah bentukan kerucut pada kaki gunungapi utama, terbentuk akibat magma yang terjadi berhubungan langsung dengan kegiatan gunungapi.
Hillocks merupakan bukit - bukit kecil di sekitar kaki gunungapi, dari hasil endapan lahar dari letusan gunungapi. Contoh yang baik terdapat di kaki G.Galunggung (Jawa barat), sehingga oleh MT Zen (1969) disebut juga sebagai tipe Galunggung.
Antiklinorium Gunungapi merupakan rangkaian perbukitan antikli norium yang dijumpai pada kaki gunungapi. Terbentuk oleh gaya kompresi lateral karena runtuhnya kerucut gunungapi Contoh yang baik terdapat di Bukit Gendol, lereng G. Merapi (Yogyakarta), sehingga oleh MT Zen (1969) disebut juga sebagai tipe Gendol.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Morfologi Gunung Api
Virulensi letusan. Besarnya pengaruh letusan gunung berapi sedemikian rupa bahwa letusan kuat dan akan mencuramkan letusan gunung berapi, sedangkan letusan dahsyat mengakibatkan kerusakan bentuk.
Frekuensi letusan. Jika letusan terjadi dengan jarak waktu, maka letusan berikutnya atau gas lava akan menemukan cara lain. Sebagai akibat dari insiden ini akan membentuk mulut kawah lebih rumit.
Sifat magma.
Tekanan aliran-aliran lava yang naik di atas. T ekanan aliran aliran lava yang naik ke atas, secara bertahap akan melemahkan dan menghancurkan dinding kawah.
Kegiatan Vukanisme. Kegiatan seperti pembentukan kaldera vulkanik akan mengganggu perkembangan gunung berapi.
Adanya hujan rintik-rintik kerucut. Keberadaan kerucut hujan rintikrintik, kerucut yang berisi curam, terdiri dari bahan batuan lepas disimpan di atas salah satu pipa umumnya berkomposisi basalan kawah sekitar akhir lava mengalir.
Perpindahan dari pusat gunung berapi. Migrasi pusat aktivitas vulkanik (lava tube), berkaitan erat dengan aktivitas tektonik lokal.
Keberadaan gua-gua di daerah aliran lava.
2.3 Fasies Gunung Api
Gambar 2.3.1 Fasies Gunung Api
Secara bentang alam, gunung api yang berbentuk kerucut dapat dibagi menjadi daerah puncak, lereng, kaki, dan dataran di sekelilingnya. Pemahaman ini kemudian dikembangkan oleh Williams dan McBirney (1979) untuk membagi sebuah kerucut gunung api komposit menjadi 3 zone, yakni Central Zone, Proximal Zone, dan Distal Zone. Central Zone disetarakan dengan daerah puncak kerucut gunung api, Proximal Zone sebanding dengan daerah lereng gunung api, dan Dist al Zone sama dengan daerah kaki serta dataran di sekeliling gunung api. Namun dalam uraiannya, kedua penulis tersebut sering menyebut zone dengan facies, sehingga menjadi Central Facies, Proximal Facies, dan Distal Faci es. Pembagian fasies gunung api tersebut dikembangkan oleh Vessel dan Davies (1981) serta Bogie dan Mackenzie (1998) menjadi empat kelompok, yaitu Central/Vent Facies, Proximal Facies, Medial Facies, dan Distal Facies (Gambar 1). Sesuai dengan batasan fasies gunung api, yakni sejumlah ciri litologi (fisika dan kimia)
batuan gunung api pada suatu lokasi tertentu, maka masing-masing fasies gunung api tersebut dapat diidentifi kasi berdasarkan data: 1.
Inderaja dan geomorfologi,
2.
Stratigrafi batuan gunung api,
3.
Vulkanologi fisik,
4.
Struktur geologi, serta
5.
Petrologi-geokimia.
2.5 Kelurusan Vulkanik Kelurusan Gunung api terbentuk karena kemunculan rekahan – rekahan yang terbentuk di dalam kerak bumi. Hal ini sangat berkaitan dengan Struktur Geologi lokal maupun regional . Pola Kelurusan rekahan yang merupakan zona lemah yang mudah diterobos oleh magma akan berkembang dan membentuk deretan gunung api di permukaan bumi. Dan kalau diteliti lebih lanjut, pola kelurusan tersebut dibentuk oleh unsur - unsur gunungapi seperti lubang kawah, kerucut atau kubah lava, kerucut sinder, daerah-daerah hembusan fumarol atau solfatara dan lain sebagainya. Analisa kelurusan gunung api memanfaatkan Diagram roset (Gambar 2.5.1) untuk menafsirkan rekahan – rekahan yang terbentuk tersebut, dimana digunakan untuk menentukan pola penyebaran dari gunung api, bahkan dari analisa tersebut kita dapat mengetahui Evolusi dari gunung yang ada.
Gambar 2.5.1 Diagram Roset Pola kelurusan di busur Kepulauan Indonesia (menurut Tjia, 1968)
Kuenen (1945) ( Gambar 2.5.2) yang telah mengelompokkan rekahan sayap pada tubuh gunungapi kedalam empat jenis menjelaskan lebih lanjut bahwa : 1.
Kelurusan suatu pola gunung api berhubungan erat dengan rekahan – rekahan tektonik yang terbentuk
2.
Dalam tubuh suatu gunungapi, tekanan magmatis yang naik melalui lubang kepundan akan berkembang memencar
3.
Gunungapi dapat menempati perpotongan dua bahkan lebih rekahan yang ada . Sehinnga Gunung api yang terbentuk tersebut relatif lebih aktif dibanding dengan lainnya yang berada dalam satu kelurusan.
4.
Terbentuknya jarak yang sistematik pada pusat-pusat letusan kelompok gunungapi di dunia .
Gambar 2.5.2 Tipe – tipe rekahan sayap pada kerucut gunungapi (Menurut Kuenen, 1945).
Kuenen (1945) juga mengelompokkan rekahan atau celah yang menyebabkan terjadinya aktifitas gunungapi menjadi 2, yaitu : 1.
Rekahan sayap yang terbentuk pada tubuh gunungapi itu sendiri.
2.
Rekahan pada basement tempat gunungapi tersebut berada.
Rekahan sayap dibagi menjadi 3, yaitu : 1.
Rekahan radial (radial fissures) merupakan hasil injeksi magma berbentuk siil yang menerobos tubuh gunungapi atau lapisan batuan di sekitarnya dan diikuti oleh “pencungkilan” kerak bumi dan berakhir dengan pembentukan rekahan.
2.
Rekahan tangensial (tangensial fissure), merupakan perkembangan suatu sesar atau rekahan tension yang melalui suatu daerah pra-gunungapi.
3.
Rekahan konsentris (concentric fissure), merupakan pencerminan suatu aktivitas dalam bentuk dyke dari suatu pelepasan tekanan waduk magma. Apabila rekahan - rekahan yang sempat dilalui oleh magma, dan
kemudian terjadi pembekuan, maka akan terbentuk korok dari berbagai bentuk tergantung pada jenis rekahannya.
Berdasarkan atas hubungannya dengan struktur sesar setempat (regional), pola kelurusan dibagi menjadi 3, yaitu : 1.
Skala kecil, adalah kelurusan yang terbentuk setempat, yaitu pada tubuh gunungapi itu sendiri dimana rekahan yang ada disebabkan oleh tekanan magmatis dari gunungapi tersebut.
2.
Skala menengah, adalah kelurusan menengah yang diperlihatkan oleh dua atau lebih pusat-pusat erupsi yang berlainan, tetapi masih dalam jajaran yang sama.
3.
Skala dalam, adalah kelurusan besar yang menghubungkan pusat-pusat erupsi dari beberapa jajaran gunungapi yang berlainan, jajaran gunungapi yng menempati daerah pinggiran benua dikelompokkan sebagai kelurusan skala besar.
Transisi antara kelompok diatas dinyatakan sebagai intermediate, yaitu “kecil sampai menengah” dan “menengah sampai besar”. Di dalam analisa penentuan arah dan gaya utama pembentukannya digunakan diagram Mohr, yaitu antara menentukan shear joint, extension joint dan realese joint.
Kear (1964) menggolongkan kelurusan gunungapi menjadi 3 jenis, yaitu : 1.
Garis memencar dari lubang kepundan, yang lebih kurang mencerminkan adanya tegangan dari dalam bumi.
2.
Garis yang melalui pusat gunungapi, ditafsir berhubungan dengan pensesaran di bagian dalam bumi yang kemudian berkembang menjadi suatu celah.
3.
Garis yang melalui pusat gunungapi secara regional, mencerminkan adanya rekahan besar di dalam bumi, yang berfungsi sebagai saluran magma,yang kemudian berkembang menjadi sistem pensesaran di dekat permukaan.
Bila pada suatu benda dikenakan gaya, maka pada benda tersebut akan mengalami rekahan-rekahan yang membentuk pola-pola tertentu, yaitu gaya tegasan utama (δ1), gaya tegasan menengah (δ2), gaya tegasan terkecil (δ3), shear joint orde I (S1), extension joint (Ex), release joint (R), dan shear joint orde II (S2).
2.6 Analisa Petrokimia Batuan Gunung Api Dalam analisa petrokimia batuan gunung api ini dipergunakan 6 metode dimana tiap- tiap metode mempunyai cara dan dasar sendiri-sen diri yang masing masing berbeda satu dengan yang lainnya. Penggunaan beberapa metode ini sebagai perbandingan dalam menganalisa satu contoh batuan agar hasilnya lebih akurat/kongkrit. 2.6.1 Metode Niggli Tujuannya adalah menentukan jenis dan evolusi magma. Perhitungan dan rumus-rumus : a. Penentuan Nomor Molekul (NM) NM =
% BERAT OKSIDA BM OKSIDA
Khusus untuk menentukan NM Fe2O3 harus dicari terlebih dahulu NM FeO, sehingga didapat : NM Fe2O3 =
% BERAT Fe2O3 BM Fe2O3
X2+ NM.FeO
b. Penentuan Harga Koefisien Magma Penentuan Harga Koefisien Magma dari Si, Al, Fm, K, Alk, Mg, C, Ti, dan P dilakukan dengan rumus :
c. Penentuan harga koefisien nilai kwarsa(Qz) Syarat bila : ALK < AL dipergunakan rumus : Qz = Si – (100 + 4 ALK) ALK > AL dipergunakan rumus : Qz = Si – (100 – 3AL + ALK)
Keterangan : Bila Qz > 0 maka ada Kwarsa Bebas Bila Qz < 0 maka tidak mengandungKwarsa Bebas (magma basa )
d. Pembuatan Diagram SegiTiga Qs-Fs-Ls Pembuatan Diagram SegiTiga Qs-Fs-Ls dapat ditentukan dengan rumus :
Syarat sebelum menggunakan rumus Qs, Fs, Ls Harga2 Si, AL, ALK harus di kalikan 3 (tiga). Contoh :
Sebelum mengeplot kedalam segitiga Qs,Fs,Ls Harus merubah terlebih dahulu kedalam % dengan rumus :
Setelah merubah kedalam rumus lalu ploting kedalam diagram segitiga
Qs,Fs,Ls sbb.
2.6.2 Metode Rittman (1952 dan 1953) Tujuannya adalah menentukan jenis magma dan sifat magma dengan memperlihatkan suite index (S) dan (P) serta hubungan perkembangan K dan Fm masing-masing contoh batuan dengan jenis magmanya. Metode ini khusus dipergunakan untuk magma jenis calk alkali(tipe Pasific).
a. Penentuan Jenis Magma Dipergunakan tabel : S
P
Jenis Magma
<1
> 70
Calc alkali Ekstrim
1 – 1,8
65 – 70
Calc alkali Kuat
1,8 – 3
60 – 65
Calc alkali Medium
3-4
55 – 60
Calc alkali Lemah
Penentuan nilai suite index (s) dan P Dengan rumus :
b.
Penentuan Sifat Magma Dengan rumus :
Prosentase besarnya penurunan nilai K dan Fm (Dengan Contoh)
2.6.3 Metode Kuno I (1960) Tujuannya adalah menentukan sifat magma (jenis magma) dengan didasarkan pada interpretasi kenaikan atau penurunan nilai SdI (
Solidification Index), yaitu bilamana nilai SdI pada contoh suatu batuan mengecil maka magma akan berdsifat asam, sebaliknyabilamana nilai SdI pada contoh suatu batuan semakin besar maka magma akan berdsifat basa. Rumus Penentuan Solidification Indeks ( Sdi ) :
2.6.4 Metode Peacock (1931) Tujuannya adalah menentukan jenis magma dan tipe suite nyaberdasarkan nilai Alkalu Lime Index Cara : Dengan mempergunakan diagram salib sumbu, dimana sumbu x(absis) adalah harga-harga SiO2, sumbu y (ordinat) sebelah kiri untuk harga harga (K2O + Na2O), dan sumbu y sebelah kanan untuk hargaharga CaO.
Gambar . diagram Salib Sumbu
Harga – harga SiO2, CaO dan (K2O + NaO) dari masing-masing harga-harga SiO2, CaO dan (K2O+Na2O) dari ma sing masing contoh batuan diplot kedalam diagram salib sumbu dimana dari hasil ploting : a. Harga SiO2 terhadap (K2O + Na2O) b. Harga SiO2 terhadap CaO
Didapatkan titik titik tertentu. Kemudian dengan interpolasi ditarik garis (K2O + Na2O) dan garis CaO2. Dari titik potong kedua garis itu, setelah diproyeksikan ke sumbu x, akan terbaca harga Alkali Lime Index, yaitu nilai yang ditunjukan oleh nilai- nilai SiO2 dalam sumbu x. Kemudian untuk menentukan jenis magma dan tipe suitenya dipergunakan tabel Peacock (1931) Tabel . Jenis Magma dan Tipe Suite Batuan (Peacock,1931) Jenis Magma
Nilai Alkali Lime Index
Alkalic
<50
Alkalic Suite
51-56
Calc Alkali
56-61
calcic
>61
Tipe Suite Atlantic Suite
Pacific Suite
2.6.5 Metode Kuno II (1966) Tujuannya Untuk menentukan seri batuan dan sekaligus perkembangan magmanya. Dalam metode ini dipergunakan Variation Diagram of SiO 2 versus K 2O and Classification Of Volcanic Rock, dimana hasil ploting pada diagram akan menunjukkan seri batuannya. Cara pemplotan nilainya yaitu nilai dari Data Petr okimia batuan G.A (tabel unsur). Misal :
Kemudian merubah Harga Al,Alk,dan Si Kedalam persen dengan Menggunakan Rumus :
Lalu Plot kedalam Diagram AFM
Gambar. Diagram AFM
2.6.6 Metode Withford (1975) Tujuannya Untuk menentukan seri batuan dan sekali gus perkembangan magmanya. Rumus Penentuan Kedalaman Jalur Benioff
Lalu Hasil dari perhitungan rumus diatas kemudian di plotkan dalam tabel dibawah ini :
2.7 Stratigrafi Gunung Api Volkanostratigrafi atau stratigrafi gunungapi adalah ilmu yang mempelajari urut-urutan dari rekaman kegiatan volkanik, terutama kegiatan yang disaksikan oleh gunungapi. Stratigrafi dalam pemetaan vulkanik didasarkan pada genesa dan paleovulkanismenya. Penamaan satuan volkanostratigrafi diawali dengan cara pengendapan, jenis batuan, dan sumber letusan atau geografi. Satuan volkanostratigrafi adalah satuan-satuan lapisan yang terpetakan yang terpetakan terdiri dari batuan vulkanik yang terbentuk di darat (subaerially) atau di dalam air (subaqueously) oleh proses vulkanik. Beberapa macam satuan vulkanostratigrafi yang dikenal yaitu : 1. Aliran lava, lava banjir, aliran lava pahoehoe, alira n lava aa, aliran lava bongkah. 2. Endapan subaqueuous dan interglasial (basalt). 3. Lahar, terbentuk dari breksi tuff, batu breksi lapili, dan tuff lapili dengan berbagai komposisi.
4. Endapan debris avalanche, endapan bongkah dan abu dengan komposisi mirip lahar. 5. Aliran lava piroklastik, mirip dengan endapan aliran lumpur dan avalanche, tetapi prosentase fragmen yang lebih kasar berkomposisi silika lebih sedikit. 6. Ignimberite, aliran abu terdiri dari batuapung, abu, kadang-kadang cinder basalt , yang terbentuk endapan tefra.
Fasies sentral merupakan bukaan keluarnya magma dari dalam bumi ke permukaan. Oleh sebab itu daerah ini dicirikan oleh asosiasi batuan beku yang berupa kubah lava dan berbagai macam batuan terobosan semi gunung api (subvolcanic intrusions) seperti halnya leher gunung api (volcanic necks), sill, retas, dan kubah bawah permukaan (cryptodomes). Batuan terobosan dangkal tersebut dapat ditemukan pada dinding kawah atau kaldera gunung api masa kini, atau pada gunung api purba yang sudah tererosi lanjut. Selain itu, karena daerah bukaan mulai dari conduit atau diatrema sampai dengan kawah merupakan lokasi terbentuknya fl uida hidrotermal, maka hal itu mengakibatkan terbentuknya batuan ubahan atau bahkan mineralisasi. Apabila erosi di fasies sentral ini sangat lanjut, batuan tua yang mendasari batuan gunung api juga dapat tersingkap. Fasies proksimal merupakan kawasan gunung api yang paling dekat dengan lokasi sumber atau fasies pusat. Asosiasi batuan pada kerucut gunung api komposit sangat didominasi oleh perselingan aliran lava dengan breksi piroklastika dan aglomerat (Gambar 2.7.1 dan 2.7.2). Kelompok batuan ini sangat r esistan, sehingga biasanya membentuk timbulan tertinggi pada gunung api purba. Pada fasies medial, karena sudah lebih menjauhi lokasi sumber, aliran lava dan aglomerat sudah berkurang, tetapi breksi piroklastika dan tuf sangat dominan, dan breksi lahar juga sudah mulai berkembang. Sebagai daerah pengendapan terjauh dari sumber, fasies distal didominasi oleh endapan rombakan gunung api seperti halnya breksi lahar, breksi fluviatil, konglomerat, batupasir, dan batulanau. Endapan primer gunung api di fasies ini umumnya berupa tuf. Ciri-ciri litologi secara umum tersebut tentunya ada kekecualian apabila terjadi letusan
besar sehingga menghasilkan endapan aliran piroklastika atau endapan longsoran gunung api yang melampar jauh dari sumbernya. Pada pulau gunung api ataupun gunung api bawah laut, di dalam fasies distal ini batuan gunung api dapat berselang-seling dengan batuan nongunung api, seperti halnya batuan karbonat. Dari pengamatan di lapangan daerah Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Wonogiri, fasies medial dan fasies distal gunung api purba (Tersier) sudah tertutup oleh batuan karbonat.
Gambar 2.7.1Perlapisan aliran lava dan breksi gunung api Kuarter pada fasies proksimal Gunung Galunggung, Tasikmalaya-Jawa Barat. Perhatikan bahwa tebal perlapisan sangat beragam dan sebaran lateralnya juga tidak selalu menerus, seperti halnya terjadi pada perlapisan kue lapis (layered cake geology). Fasies sentral di sebelah kiri dan fasies medial di sebelah kanan gambar. Perlapisan juga membentuk kemiringan awal (initial dips).
Gambar 2.7.2 Perlapisan aliran lava sebagai bagian dari fasies proksimal gunung api Tersier di Kali Ngalang, Gunungkidul – Yogyakarta.
BAB III Pembahasan Hasil Praktikum
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman se kitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus. Morfologi gunung api dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu morfologi tubuh gunung api yaitu kerucut, kubah, maar, kawah, kaldera dan morfologi diluar atau disekitar gunung api yaitu kerucut parasiter, hiilocks, dan antiklinorium gunung api. Morfologi gunung api tergantung pada beberapa faktor, seperti virulensi letusan, frekuensi letusan, sifat magma, tekanan aliran-aliran lava yang naik di atas, kegiatan vulkanisme, adanya hujan rintik-rintik kerucut, perpindahan dari pusat gunung berapi (tabung lava), dan keberadaan gua-gua di daerah aliran lava. Fasies gunung api terdiri atas fasies sentral, fasies proksimal, fasies medial, dan fasies distal. Pada gunung api muda, berumur Kuarter - masa kini, pembagian fasiesnya relatif mudah karena didukung oleh bentuk bentang alam berupa kerucut komposit yang masih sangat jelas. Fasies sentral terletak di daerah puncak, fasies proksimal di lereng atas, fasies medial di lereng bawah, dan fasies distal berada di kaki dan dataran di sekelilingnya. Pembagian fasies gunung api dapat dimanfaatkan untuk mendukung pencarian sumber baru mineral dan energi, penataan lingkungan hidup termasuk tata ruang dan penyediaan air bersih, ser ta mendukung usaha penanggulangan bencana geologi. Kelurusan Gunung api terbentuk karena kemunculan rekahan – rekahan yang terbentuk di dalam kerak bumi. Hal ini sangat berkaitan dengan Struktur Geologi lokal maupun regional . Pola Kelurusan rekahan yang merupakan zona lemah yang mudah diterobos oleh magma akan berkembang dan