Tugas Makalah Pengendalian Hayati Hayati B
Kutu Daun Persik ( Myzus persicae Sulz)
Kelompok ANDRI S IRWAN RISMAYANI SRI NURHASNAH NURUL FARADILLA FARADILLA
G111 15 014
BAB I PENDAHULUAN
Cabai atau cabe merah atau lombok (bahasa Jawa) adalah buah dan tumbuhan anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat populer di Asia Tenggara sebagai penguat rasa makanan. Cabai atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas. Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh petani untuk melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit yaitu sebaiknya petani harus mengenal lingkungan hidup di sekitar tanaman, daur hidup hama dan penyakit, daur hidup musuh alami keadaan cuaca dan musim-musim perkembangan hama dan penyakit tanaman tersebut. Kesuburan tanah dan kesuburan tanaman sangat mempengaruhi penyerangan hama dan penyakit, dimana bila tanahnya subur dan cukup mengandung unsur hara, maka dengan sendirinya tanaman juga menjadi subur dan sehat akan tetapi bila terlalu banyak atau kekurangan unsur hara maka tanaman akan mudah terserang oleh hama ataupun penyakit. Jenis-jenis hama yang menyerang tanaman cabai adalah kutu daun dan Trips. Hama kutu daun menyerang tunas muda cabai secara bergerombol dan mengakibatkan daun mengkerut. Kutu daun menghisap tanaman daun sehingga mengakibatkan daun kekurangan cairan sehingga daun menjadi layu dan mati. Kutu daun merupakan hama utama pada tanaman cabai karena karena mampu bertahan hidup pada hampir semua tanaman budidaya, kutu daun ini mendapatka makanan dari cairan daun mudah dan mengakibakan layu pada daun yang terinfeksi.
BAB II ISI 2.1. Kutu Daun Persik ( Myzus persicae Sulz) 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Deptan (2005) taksonomi hama kutu daun persik ialah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Famili
: Aphididae
Ordo
: Homoptera
Genus
: Myzus
Spesies
: Myzus persicae Sulz
Gambar 1. Hama Kutu Daun Persik Myzus persicae adalah kutu daun yang berwarna kuning kehijauan atau kemerahan. Baik kutu muda (nimfa atau apterae) maupun dewasa (imago atau alatae) mempunyai antena yang relatif panjang, kira-kira sepanjang tubuhnya. Panjang tubuh kurang lebih 2 mm. Tubuh lembut seperti buah pir. Nimfa dan imago mempunyai sepasang tonjolan pada ujung abdomen yang disebut kornikel. Ujung kornikel pada kutu daun persik berwarna hitam (Pracaya, 2008). Kutu daun tidak bersayap dan berwarna hijau hijau pudar atau hijau kekuningan, panjangnya 1,8 – 2,3 mm, kepala dan dada kutu berwarna coklat dengan perut hijau kekuningan, panjang antena sama dengan badannya”. Kutu daun memiliki ukuran yang sangat kecil namun bisa terlihat jika kutu daun bergerombol di bawah daun muda yang menjadi tempat hidup dan tempat makan
dari kutu daun, karena hama jenis ini menginfeksi tanaman dengan cara menghisap cairannya dan menyebabkan daun layu (Praca ya, 2008). 2.1.2 Siklus Hidup
Kutu daun dewasa dapat menghasilkan keturunan (nimfa) tanpa melalui perkawinan. Sifat
ini
disebut
Partenogenesis.
Satu
ekor
dewasa
dapat
menghasilkan kira-kira 2-20 anak setiap hari dan bila keadaan baik daur hidupnya 2 minggu. Selama tidak mengalami gangguan dan makanan cukup tersedia, kejadian tersebut berlangsung terus menerus sampai populasi menjadi padat. Nimfa terdiri atas 4 instar. Nimfa-nimfa yang dihasilkan tersebut pada 7 - 10 hari kemudian akan menjadi dewasa dan dapat menghasilkan keturunan lagi. Lama stadium tersebut tergantung pada suhu udara. Hama kutu daun persik tersebut antara lain terdapat di pulau Sumatera, Jawa, dan Sulawesi (Pracaya, 2008). 2.1.3 Perilaku pada Tanaman Inang
Keberadaan
kutu
daun
M. persicae pada
suatu
tanaman
dapat
mengakibatkan kualitas daun mejadi rendah karena ada embun madu beserta embun jelaga. Kutu daun ini menyerang tunas dan daun muda dengan cara menghisap cairan tanaman sehingga helaian daun menggulung. Koloni kutu mengeluarkan toksin melalui air ludahnya sehingga timbul gejala kerdil pada helaian daun (Deptan, 2005). Gejala serangan khas diawali dengan mengkoloninya M. persicae pada bagian bawah permukaan daun muda (pucuk), kemudian daun muda (pucuk) akan berpilin melengkung ke dalam. Hal tersebut disebabkan cairan dalam daun dihisap oleh hama M. persicae. Serangan berat pada bibit dapat menyebabkan daun menjadi rontok, sebab daun yang berada di daerah hisapan menjadi rapuh. Kutu daun M. persicae juga dapat menyerang tunas muda dengan menghisap cairannya (Soelarso, 1996). 2.2. Faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Kutu Daun Persik 2.2.1 Faktor Makanan dan Iklim Faktor Makanan (Kualitas dan Kuantitas)
Hama ini memakan segala jenis tanaman (Polifag). Lebih dari 100 jenis tanaman inang, termasuk tanaman cabe.
Faktor Iklim (Makro dan Mikro)
Pertumbuhan populasi Myzus persicae Sulz dalam 15 hari tampak meningkat dengan cepat pada keadaan kisaran suhu 15,4 oC - 33,7 oC dengan ratarata 28,4 oC, pertumbuhan populasi menjadi tertekan lebih rendah. Selanjutnya pada kisaran suhu tinggi 14,3 oC - 41,7 oC dengan rata-rata 30 oC pertumbuhan populasi menjadi sangat tertekan. Serangga ordo Hymenoptera, Diptera, Coleoptera dan Orthoptera umumnya terbang pada cuaca cerah tanpa angin. Jika kecepatan angin melampaui 15 km/jam, aktivitas terbang terhenti. Pada kondisi udara tenang, telah diketahui bahwa kutu daun akan lebih banyak terbang ke arah lokasi yang berwarna hijau seperti adanya pertanaman. Telah diketahui pula bahwa kutu daun mempunyai preferensi terhadap warna dan warna yang disukai maupun yang tidak disukai sangat tergantung dari spesies kutu daun. Dari spesiesspesies kutu daun yang sudah diteliti ternyata hampir semuanya menghindari pantulan cahaya perak (Blackman dan Eastop, 2000). 2.2.2 Faktor Biotik (Predator, Parasitoid, Patogen, Pesaing) Predator : Larva lalat Syrphidae
Larva lalat ini adalah pemangsa kutu daun dan serangga lain dari famili Syrphidae, ordo Diptera yang efektif. Lalat dewasa meletakkan telur (mungkin berwarna jingga) di sebelah bawah daun di antara kutu daun. Seekor larva dapat memakan lebih dari 70 kutu daun setiap hari. Kutu daun dimakan satu per satu, diangkat dan diisap sampai kering. Dapat membantu teman petani ini dengan melestarikan tanaman berbunga di kebun. Selain bermanfaat sebagai musuh alami, lalat bunga juga membantu dalam penyerbukan bunga (Hartoyo, 2001).
Gambar 2. Larva Lalat Syrphidae
Parasitoid : Diaretiella rapae
Ciri-ciri serangga ini adalah: •
Serangga ini berukuran kecil dan sukar dilihat dengan mata telanjang.
•
Serangga ini merupakan parasitoid dari kelompok kutu (aphid).
Gambar 3. Diaretiella rapae dewasa meletakkan telurnya Patogen : Verticillium lecanii
Lecanicillium lecanii yang sebelumnya diberi nama Verticillium lecanii dilaporkan juga mampu menginfeksi bebe-rapa jenis serangga inang meliputi ordo Orthoptera, Hemiptera, Lepidoptera, 4 Thysanoptera, dan Coleoptera dengan tingkat mortalitas yang sangat bervariasi. Perbedaan tingkat mortalitas serangga akibat infeksi cendawan ini dipengaruhi oleh asal isolat dan serangga inang.
Gambar 4. Verticillium lecanii Pesaing : Thrips
Thirps merupakan vektor virus yang dapat menyebabkan penyakit keriting. Spesies thrips yang umum menyerang tanaman cabai di Indonesia, yaitu Thrips parvispinus Karny. Thrips berwarna kuning kecoklatan. Gerakannya sangat cepat, saat kemarau populasinya sangat tinggi. Hama ini berkembang biak tanpa pembuahan sel telur (partenogenesis). Siklus hidupnya berlangsung selama 7-12
hari. Thrips menyukai daun-daun muda. Gejala awal serangan thrips pada tanaman cabai adalah daun yang terserang memperlihatkan gejala noda keperak perakan yang tidak beraturan akibat adanya luka dari cairan makan serangga tersebut.
Gambar 5. Thrips
BAB III CONTOH KASUS 3.1. Syrphidae and Myzus persicae
Interaksi predator Syrphid Episurphus baltatus dengan kepadatan Myzus persicae pada Brassica campestris L. yang ditanam selama November 2015 hingga Maret 2016. Hoverflies dewasa dikumpulkan dengan tiga metode standar, Aerial netting through insect hand net, Yellow pan water trap, dan Malaise trap. Namun, larva langsung dikumpulkan dari daun, batang, dan bunga.
3.2. Diaretiella rapae and Myzus persicae
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan tanaman collard hijau yang dipenuhi dengan M. persicae dan L. pseudobrassicae tahan atau rentan terhadap D. rapae. Persentase parasitisme oleh D. rapae adalah lebih besar pada L. pseudobrassicae rentan daripada yang tahan, tetapi parasitisme M. Persicae tidak ada perbedaan antara yang tahan dan rentan. Tidak ada perbedaan dalam laju pertumbuhan rata-rata antara M. persicae dan L. pseudobrassicae rentan, tapi L. pseudobrassicae tahan memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih besar daripada M. persicae. Hasil ini menunjukkan bahwa selama periode singkat kehadiran L. pseudobrassicae tidak mempengaruhi tingkat parasitisme oleh D. rapae terhadap M. persicae.
DAFTAR PUSTAKA
Blackman R.L., V.F. Eastop. 2000. Aphids on the World's Crop. An identification and Information Guide 2nd eds. New York : John Wiley and Sons. Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis. Jeruk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Hartoyo. E, 2001. Pemanfaatan Musuh Alami Serangga Hama. http://www.htysite.com/hama%20musuh%20alami%2001.htm. (Diakses 06 Februari 2018). Pracaya (2008). Pengendalian Hama & Penyakit Tanaman secara Organik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Soelarso, 1996. Budidaya Apel,Yogyakarta: Kanisius.