A. Kuretase
1. Pengertian Kuretase
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi (Harnawatiaj, 2008).
2. Tujuan Kuretase
a. Kuret sebagai diagnostik suatu penyakit rahim Yaitu mengambil sedikit jaringan lapis lendir rahim, sehingga dapat diketahui penyebab dari perdarahan abnormal yang terjadi misalnya perdarahan pervaginam yang tidak teratur, perdarahan hebat, kecurigaan akan kanker endometriosis atau kanker rahim, pemeriksaan kesuburan/ infertilitas. b. Kuret sebagai terapi Yaitu
bertujuan
menghentikan
perdarahan
yang
terjadi
pada
keguguran kehamilan dengan cara mengeluarkan hasil kehamilan yang telah gagal berkembang, menghentikan perdarahan akibat mioma dan polip dengan cara mengambil mioma dan polip dari dalam rongga rahim, menghentikan
perdarahan
mengeluarkan
lapisan
akibat
dalam
gangguan
rahim
hormon
misalnya
kasus
dengan
cara
keguguran,
tertinggalnya sisa jaringan plasenta, atau sisa jaringan janin di dalam rahim setelah proses persalinan, hamil anggur, menghilangkan polip rahim (Damayanti, 2008).
3. Indikasi Kuretase a. Abortus Inkomplit
1) Pengertian
Abortus Inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok dan perdarahan
tidak
akan
berhenti
sebelum
sisa
hasil
konsepsi
dikeluarkan. Dalam penanganannya, apabila abortus inkomplit disertai syok karena perdarahan, segera harus diberikan infus cairan Nacl fisiologik atau cairan ringer yang disusul dengan transfusi. Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan (kuretase). Pasca tindakan disuntikkan intramuskulus ergometrin untuk mempertahankan kontraksi uterus (Prawirohardjo, 2007). Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum usia 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus (Suseno, 2009). Abortus inkompletus adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirorahardjo, 2009). 2) Etiologi Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa sebab antara lain : a) Faktor pertumbuhan hasil konsepsi -
Kelainan kromosom
-
Lingkungan endometrium
-
Gizi ibu kurang
-
Radiasi
-
Kelainan plasenta
b) Penyakit ibu
Penyakit secara langsung mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan melalui plasenta yaitu penyakit infeksi seprti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, sypilis, toxin, bakteri, virus, atau plasmodium sehingga menyebabkan kematian janin dan terjadi abortus c) Kelainan traktus genitalis Retroversion uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus (Wiknjosastro. H, 2007). 3) Diagnosa Perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak), sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan. 4) Penanganan a) Jika perdarahan bersifat ringan sampai sedang dan kehamilan kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang menonjol keluar dari serviks. b) Jika perdarahan bersifat berat dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dengan kuretase c) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu infuskan oksitosin 40 Unit dalam 1L cairan iv dengan kecepatan 40 tetes permenit sampai hasil konsepsi keluar, berikan misoprostol 200 µg melalui vagina setiap 4 jam sampai hasil konsepsi keluar, evakuasi hasil sisa konsepsi dari uterus dengan kuretase (yulianti, 2005). b. Kehamilan Mola
1) Pengertian Kehamilan mola dicirikan dengan poliferasi abnormal vilus korion (Yulianti, 2005). Mola Hidatidosa adalah gumpalan atau tumor dalam rahim
yang
terjadi
karena
degenerasi
atau
gangguan
perkembangan sel telur yang telah dibuahi (Suseno, 2009). Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan hidropik. Yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari
beberapa
milimeter
sampai
satu
atau
dua
sentimeter
(Prawirohardjo, 2007). 2) Etiologi Sejauh ini penyebabnya masih belum diketahui. Diperkirakan bahwa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu hamil, dan kelainan rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun juga berada dalam risiko tinggi. Mengkonsumsi makanan rendah protein, asam folat, dan karoten juga meningkatkan risiko terjadinya mola (Abdul, 2012). 3) Diagnosa Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada wanita dengan amenore, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan untuk diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan kadar HCG dalam darah, urin maupun bioasay, atau dengan USG (Prawirohardjo, 2007). 4) Penanganan a) Perbaikan keadaan umum b) Vakum kuretase, tindakan kuretase cukup dilakukan sekali saja asal bersih, kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi (Prawirohardjo, 2007). c. Blighted Ovum
1) Pengertian Blighted
Ovum
adalah
buah
kehamilan
yang
dengan
pemeriksaan USG tampak gestasional sac saja, tanpa adanya fetal pole, kantong amnion tampak telah tidak teratur (Maimunah, 2002).
Blighted Ovum (kehamilan unembrionik) adalah kehamilan patologik, dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal. Disamping mudigah, kantong kuning telur juga ikut tidak terbentuk. Blighted ovum harus dibedakan dari kehamilan muda yang normal, dimana mudigah masih terlalu kecil untuk dapat dideteksi dengan alat USG (biasanya kehamilan 5-6 minggu) (Prawirohardjo, 2007). 2) Etiologi Kehamilan yang berkembang dengan tidak sempurna ini disebabkan oleh kelainan gen dan kromosom pada ovum (sel telur), sperma, atau keduanya. Kelainan ini biasa diturunkan dari bapak atau ibu penderita. Rendahnya kualitas sel telur dan sperma juga berperan. Bisa juga sel telur dan sperma normal, namun saat terjadi proses pembelahan kromosom terjadi kelainan berupa translokasi (saling bertukarnya bagian kromosom yang non-homolog atau tak sejenis). Penyebab lainnya multifaktor, meliputi: infeksi karena campak Jerman (rubella), cytomegalovirus, herpes simpleks, virus toxoplasma, bakteri Listeria monocytogenes, penyakit kencing manis (diabetes mellitus) yang tak terkendali, dan kelainan imunologi (Dito, 2012) 3) Diagnosa Diagnosis blighted ovum dapat ditegakkan bila pada kantong gestasi yang berdiameter sedikitnya 30 mm (penulis lain memakai ukuran 25 mm), tidak dijumpai adanya struktur mudigah atau kantong kuning telur (Prawirohardjo, 2007). 4) Penanganan Jika
telah
didiagnosis
blighted
ovum,
maka
tindakan
selanjutnya adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil
kuretase
akan
dianalisa
untuk
memastikan
apa
penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka dapat diobati sehingga kejadian ini tidak berulang. Jika
penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan (Intan, 2008). d. Missed Abortion
1) Pengertian Retensi janin mati (Missed Abortion) adalah perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah mati hingga 8 minggu atau lebih (Prawiroharjo, 2009). Missed Abortion adalah kehilangan kehamilan dimana produk-produk konsepsi tidak keluar dari tubuh (Suseno, 2009). 2) Etiologi Etiologi
missed
abortion
tidak
diketahui,
tetapi diduga
pengaruh hormon progesteron (Estiningtyas, 2009) 3) Diagnosa Diagnosa missed abortion secara USG dapat ditegakkan bila dijumpai mudigah dengan jarak kepala-bokong 10 mm atau lebih yang tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Ukuran uterus lebih kecil dari usia kehamilan, bentuk kantong gestasi dan mudigah tidak utuh lagi dan cairan ketuban biasanya tinggal sedikit (Prawirohardjo, 2007). 4) Penanganan Pengeluaran hasil konsepsi pada missed abortion merupakan satu tindakan yang tidak lepas dari bahaya karena plasenta dapat melekat erat pada dinding uterus dan kadang-kadang terdapat hipofibrinogenemia. Apabila diputuskan untuk mengeluarkan hasil konsepsi itu, pada uterus yang besarnya tidak melebihi 12 minggu sebaiknya dilakukan pembukaan serviks uteri dengan memasukkan laminaria selama kira-kira 12 jam dalam kanalis servikalis yang kemudian dapat diperbesar dengan busi hegar sampai cunam ovum atau jari dapat masuk kedalam kavum uteri. Dengan demikian, hasil konsepsi dapat dikeluarkan lebih mudah serta aman, dan sisa-sisanya kemudian dibersihkan dengan kuret tajam (Prawirohardjo, 2007).
e. Sisa Plasenta
1) Pengertian Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau dikuret, disusul dengan pemberian obat-obatan oksitoksika intravena (Prawirohardjo, 2009). Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan dan infeksi. Perdarahan yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa plasenta. Dengan perlindungan antibiotik, sisa plasenta dikeluarkan secara digital atau dengan kuret besar. Jika ada demam ditunggu dulu sampai suhu turun dengan pemberian antibiotik dan 3-4 hari kemudian rahim dibersihkan, tetapi bila ada perdarahan banyak, rahim segera dibersihkan walaupun ada demam (sastrawinata, 2005). Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum primer atau perdarahan postpartum sekunder. Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. Bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau dikuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena (Sujiatini, 2011). 2) Diagnosa Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes, dengan pemeriksaan
dalam
dilakukan
eksplorasi
vagina,
uterus
dan
pemeriksaan inspekulo dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta (Sujiatini, 2011). 3) Penanganan Tindakan penanganan meliputi pemasangan infus profilaksis, pemberian antibiotik adekuat, pemberian uterotonik (oksitosin atau
metergin), dan tindakan definitif dengan kuretase dan dilakukan pemeriksaan patologi-anatomik (PA) (Manuaba, 2008).