GAMBARAN AKSEPTOR METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI PUSKESMAS PANARUNG PALANGKA RAYA TAHUN 2016
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
OLEH SITI KHOFIFAH INDRIANI NIM.PO.62.24.2.16.092
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA POLITEKNIK KESEHATAN PALANGKA RAYA PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN 2017
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “ Gambaran Akseptor Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Puskesmas Panarung Palangka Raya Tahun 2016” 2016 ” yang diajukan guna memenuhi salah satu tugas pemenuhan mata kuliah Program Studi Studi Diploma III Kebidanan. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah terlibat dan membantu dalam penyusunan proposal penelitian ini. Penulis m enyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan proposal penelitian ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penulisan proposal penelitian selanjutnya. Semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis pada khususnya.
Palangka Raya, 27 Februari 2018
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Keluarga berencana (KB) merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh pasangan usia subur untuk menunda kehamilan. Ada banyak cara atau metode untuk melaksanakan program KB. Program KB dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang, sehingga pada tahun 1970 terbentuk Badan Kepedulian Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (Leli Asih dan Hadriah Oesman, 2009). Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama 25 tahun ke depan akan terus meningkat pesat. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan bahwa total populasi dunia pada tahun 2013 mencapai 7,2 milyar dan akan mencapai 9,2 milyar pada tahun 2050 (UNFPA, 2014), Indonesia menempati urutan kelima dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Diperkirakan setiap harinya terlahir sepuluh ribu bayi, dengan kata lain penduduk Indonesia bertambah sekitar 3,5 juta jiwa setiap tahunnya. Pada masa reformasi program Keluarga Berencana (KB) mengalami stagnansi selama kurun waktu 10 tahun terakhir menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2012) pemerintah belum mampu menurunkan total fertility rate (TFR) yang saat ini sebesar 2,6 anak per wanita usia subur yang artinya akan ada 2-3 anak per wanita usia subur. Angka ini masih jauh dari target yaitu 2,1 anak per wanita usia subur di tahun 2015 (BKKBN, 2013). Hal ini berarti fertilisasi remaja mempunyai peran terhadap pencapaian p encapaian Millenium Development Goal (MDGs) 5b dengan indikator CPR (Contraceptive Prevalence Rate), ASFR (Age Specific Fertility Rate) 15 – 15 – 19 19 tahun, ANC (Ante Natal Care) dan Unmet need pelayanan pela yanan KB ( BKKBN, 2013).
Strategi dalam upaya untuk menurunkan tingkat fertilisasi salah satunya adalah melalui penggunaan kontrasepsi guna mencegah terjadinya kehamilan. Namun tidak semua alat dan obat kontrasepsi memberikan tingkat efektivitas yang tinggi terhadap pencegahan kehamilan. Alat kontrasepsi yang memiliki efektifitas yang tinggi dalam mencegah kehamilan adalah kontrasepsi jangka panjang atau Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang terdiri dari Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), Implan, Metode Operasi Wanita (MOP), dan Metode Operasi Pria (MOP) (Dewi Purnamawati dkk, 2015) Usia 15 – 49 tahun merupakan usia subur bagi seorang perempuan karena pada rentang usia tersebut kemungkinan melahirkan anak cukup besar. Semakin banyak jumlah pasangan usia subur (PUS) maka peluang banyaknya anak yang dilahirkan juga semakin besar sedangkan jumlah anggota keluarga yang ideal menurut NKKBS dalam BKKBN adalah 4 orang yang terdiri dari satu ayah, satu ibu, dan dua anak cukup. Dimana satu keluarga yang memiliki anak ≤ 2 dikategorikan sebagai keluarga kecil atau sedikit dan yang memiliki anak > 2 di kategorikan sebagai keluarga besar atau mempunyai jumlah banyak anak ( Manuaba, 2010). Untuk mencapai tujuan dari BKKBN dan mengukur jumlah anak yang diinginkan tersebut maka PUS dianjurkan untuk beberapa alternatif pemilihan kontrasepsi yang digunakan seperti pada usia dibawah 20 tahun dianjurkan untuk menunda kehamilan dengan menggunakan pil KB namun tidak dianjurkan menggunakan kondom karena kurang menguntungkan dikarenakan pasangan muda masih sering melakukan hubungan seksual sehingga kegagalan dapat terjadi, penggunaan AKDR mini dianjurkan bagi peserta yang kontraindikasi dengan pil. Pada masa mengatur kesuburan/menjarangkan kehamilan pada usia 20-30 tahun dianjurkan untuk memakai Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) sebagai pilihan utama karena pada usia ini yang baik untuk mengandung
dan melahirkan, serta dapat pula menggunakan pil, suntik, implant, cara sederhana dan kontrasepsi mantap. Pada masa mengakhiri kesuburan ibu usia di atas 30 tahun dianjurkan untuk tidak hamil lagi karena alasan lainnya, pilihan utama untuk pemilihan kontrasepsinya adalah kontrasepsi mantap, implant, dan AKDR. (Ari Sulistyawati, 2011). Pada fase menjarangkan dan mengakhiri kesuburan maka ada pemilihan metode kontrasepsi ataupun Non-MKJP. Namun bagi mereka ibu yang menginginkan menjarangkan dan mengakhiri kesuburan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang menjadi pilihan utama karena MKJP lebih tepat dan efektif digunakan jika keluarga sudah tidak menginginkan anak lagi atau ingin membatasi/menjarangkan kelahiran dalam waktu yang cukup lama yang disesuaikan dengan umur dan jumlah anak yang dimiliki. Angka kegagalan MKJP dilaporkan sebesar 0-2/1000 pengguna, sedangkan metode Non-MKJP dilaporkan terjadi lebih dari 10/1000 pengguna, dari hal tersebut terlihat metode MKJP lebih efektif untuk dapat mencegah terjadinya kehamilan pada pengunaannya, C.Lipetz et.al (2008) menurut hasil penilitan tentang Cost-effecitvenes kontrasepsi melaporkan bahwa
Long Acting
Reversible
Contraception
Implanon lebih
cost
effective
dibandingkan dengan oral kontrasepsi, yaitu hamper 2-3 kali lipat. Menurut NICE (National Institute for Health Clinical Excellence), metode KB implant, IUD dan injeksi menduduki peringkat ke empat lebih cost effective, sementara peringkat pertama adalah implanon (Leli Asih dan Hadriah Oesman, 2009). Secara nasional pada Tahun 2013 sebanyak 6.907.233 akseptor KB aktif yang menggunakan MKJP yaitu IUD (7,75%), MOW (1,25%), implant (9,23%), dan MOP(0,25%). Cakupan peserta akseptor MKJP di Kalimantan Tengah pada tahun 2014 sebanyak 85.452 akseptor yang menggunakan MKJP yaitu IUD (1,31%), MOW(0,84%), MOP (0,08%), dan implant (6,98%) (Vensya Sitohang dkk, 2014).
Pada Tahun 2014 di provinsi Kalimantan Tengah peserta KB aktif metode kontrasepsi jangka panjang sebanyak 7.341 akseptor yaitu IUD (1,80%), MOW(1,29%), MOP (0,04%), dan implant (7,43%) (Yudianto, 2015). Palangka Raya pada tahun 2013 peserta KB aktif MKJP sebanyak 3.638 akseptor yaitu IUD (0,3%), MOW (0,2%), MOP (0,0%), dan implant (0,5%) (Suprastija Budi, 2013). Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Panarung Palangka Raya pada tahun 2013 diketahui jumlah akseptor pengguna MKJP sebanyak 5 akseptor dari semua jenis kontrasepsi dimana sebanyak 2.448 akseptor, pada tahun 2014 sebanyak 7 akseptor dari 484 akseptor, tahun 2015 sebanyak 23 akseptor dari akseptor pengguna semua jenis kontrasepsi (Puskesmas Panarung Palangka Raya 2015). Berdasarkan data di Puskesmas Panarung tersebut terlihat adanya peningkatan pengguna kontrasepsi jangka panjang dari tahun 2013 ke tahun 2015 sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran akseptor MKJP di Puskesmas Panarung Palangka Raya.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah sebagai Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Puskesmas Panarung Palangka Raya Dari Januari 2013 - Desember 2016?”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui bagaimana gambaran akseptor Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Puskesmas Panarung Palangka Raya. 2. Tujuan Khusus
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui gambaran akseptor MKJP berdasarkan: a) Usia b) Berat badan c) Tekanan Darah d) Paritas e) Metode Kontrasepsi Sebelumnya f) Keluhan
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi penulis Hasil penelitian sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dan menambah pengetahuan dan informasi mengenai tentang pengguna MKJP, serta salah satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Karya Tulis Ilmiah D-III kebidanan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya. 2. Manfaat bagi puskesmas Hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi bagi tenaga kesehatan di Puskesmas Panarung tentang kunjungan ibu sebagai pengguna MKJP aktif dan baru. 3. Manfaat bagi Institusi Hasil penelitian ini sebagai bahan bukti pelaksanaan tugas dari mata kuliah Metode Penelitian & Statistik Dasar D-III kebidanan di Poltekkes Kemenkes Palangka Raya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrasepsi 1. Pengertian Ada beberapa pengertian tentang kontrasepsi menurut beberapa ahli yaitu : a) Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan” atau “mencegah” sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan (Winkjosastro, 2007). b) Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk pengaturan kehamilan, dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk seksual (Saiffudin, 2006). c) Metode Kontrasepsi Jangka Panjang merupakan suatu metode kontrasepsi efektif karena dapat memberikan perlindungan dari resiko kehamilan untuk jangka waktu hingga sepuluh tahun. Metode kontrasepsi jangka panjang dinilai paling cost effective dengan tingkat. Berdasarkan beberapa pengertian yang disebutkan sebelumnya kontrasepsi adalah penggunaan obat alat untuk mencegah kehamilan baik menetap maupun sementara. 2. Jenis Metode Kontrasepsi Jangka Panjang a. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) 1) Pengertian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau yang dikenal dengan IUD merupakan kontrasepsi non-hormonal yang dipasang didalam rahim. Ada beberapa jenis alat KB yang bekerja dari dalam rahim untuk mencegah pembuahan sel telur oleh
sperma. Salah satunya yaitu jenis spiral yang bisa bertahan dalam rahim dan terus menghambat pembuahan sampai 10 tahun lamanya. Setelah itu harus dikeluarkan dan diganti. Bahan spiral yang paling umum digunakan adalah plastik, atau plastik bercampur tembaga. Spiral mempunyai efek samping haid menjadi lebih lama dan lebih banyak (Leli Asih dan Hadriah Oesman, 2009). 2) Cara kerja Menghambat kemampuan sperma masuk kedalam tuba Fallopi, mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri, AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi, Memungkinkan untuk mencegah implantasi t elur dalam uterus (Saifuddin, 2010). 3) Keuntungan Efektivitas tinggi 0,6 – 0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama, AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan, metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti), tidak mempengaruhi hubungan seksual, tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI, dan dapat digunakan sampai menopause (Saifuddin, 2010). 4) Kerugian a) Efek samping yang umum terjadi
Perubahan siklus haid (pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan)
Haid lebih lama dan banyak
Perdarahan ( spotting) antar menstruasi
Saat haid lebih sakit
b) Komplikasi lain
Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan
Perdarahan berat pada waktu haid atau di antaranya yang memungkinkan penyebab anemia
c) Tidak mencegah IMS d) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan e) Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR f) Sedikit nyeri dan perdarahan terjadi setelah pemasangan AKDR. Dan akan menghilang dalam 1-2 hari. g) Tidak mencegah terjadinya kehamilan Ektopik h) Perempuan harus memeriksa posisi benang dari waktu kewaktu (Saifuddin, 2010). b. Implant/Susuk 1) Pengertian Implant merupakan alat kontrasepsi yang dipasangkan atau disisipkan dibawah kulit, efektif mencegah kehamilan dengan cara mengalirkan secara perlahanlahan hormon yang dibawanya. Selanjutnya hormon akan mengalir ke dalam tubuh lewat pembuluh-pembuluh darah. Hormon yang dikandung dalam susuk ini adalah levonorgestrel (LNG), yakni hormon yang berfungsi menghentikan suplai hormon estrogen yang berfungsi mendorong pembentukan lapisan dinding lemak dan dengan demikian menyebabkan terjadinya menstruasi 2) Cara kerja
Lendir serviks menjadi kental, mengganggu pembentukan proses endometrium sehingga sulit terjadi implantasi, mengurangi transportasi sperma serta menekan ovulasi. 3) Jenis implant Yang ada sekarang dalam program KB ada implant 2 batang dengan efekti fitas pemakaian 3 (tiga) tahun, berupa silastik yang panjangnya 3,4 cm dengan diameter 2,4 mm dan mengandung levonorgestrel 75 mg. Cara pemasangan dipasang secara subdermal pada lengan bagian dalam sebelah kanan atas dengan menggunakan insisi dan anestesi lokal dengan bantuan trokar (Asih dan Oesman, 2009). 4) Efektivitas Pada pemberian implant levonorgestrel kepada 18.530 wanita perbulan didunia dilaporkan terjadi 19 kehamilan, 11 dari kehamilan ini terjadi pada tahun keenam sampai kedelapan pemakaian data dari populatin council yang didasarkan pada pengalaman lebih dari 12.000 wanita pertahun, menunjukkan angka kegagalan pada tahun pertama adala 0,04/100 wanita pertahun, tahun kedua menjadi 0,02, tahun ketiga 0,9, tahun keempat 0,5 dan tahun kelima 1,1/100 wanita pertahun. Karena itu bentuk kontrasepsi ini adalah satu metode yang paling efektif yang tersedia terutama setelah penghentian pemakaian, fertilisasi pulih dengan segera (Silvin dkk, 1992 di buku Obstetric Williams Vol.2 Edisi 21, 2006). 5) Keuntungan Kembalinya kesuburan tinggi setelah pencabutan, perlindungan jangka panjang, tidak mengganggu kegiatan senggama, aman dipakai pada masa laktasi, dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan.
6) Efek samping Dapat menyebabkan perubahan pola haid berupa perdarahan bercak atau spotting , hipermenorea, atau nyeri payudara, meningkatnya jumlah darah haid serta amenorea, Mual, efektivitasnya menurun apabila menggunakan obatobatan tuberkulosis atau obat epilepsi (Saifuddin, 2010). c. Kontrasepsi Mantap 1) Pengertian Kontrasepsi mantap adalah satu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan cara mengikat atau memotong saluran telur (pada perempuan) atau saluran sperma (pada lelaki). Kontap adalah salah satu cara kontrasepsi untuk mengakhiri kelahiran. Kontrasepsi mantap (Kontap) dikenal ada dua macam, yaitu Kontap Pria atau MOP atau vasektomi dan Kontap Wanita atau MOW atau Tubektomi (Saifuddin, 2010). a) MOP/vasektomi MOP adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur tranportasi sperma terhambat dan proses fertilitasi (penyatuan dengan ovum tidak terjadi). Tindakan oklusi dilakukan terhadap kedua saluran mani sebelah kanan dan sebelah kiri sehingga tidak dapat menyebabkan kehamilan. MOP sangat efektif, tidak ada efek samping jangka panjang, tindak bedah aman dan sederhana, serta dapat digunakan seumur hidup dan tidak mengganggu kehidupan suami isteri (Saifuddin, 2010). b) MOW/Tubektomi MOW adalah tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri, yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati sel telur, dengan
demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki-laki sehingga tidak terjadi kehamilan. Dengan mengoklusi (mengikat dan memotong atau memasang cincin) tuba falopii maka sperma tidak dapat bertemu dengan ovum. MOW adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi ( mengikat dan memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum (Noviawati dan Sujiayatini, 2009). Keuntungan MOW efektifitas tinggi, dengan angka kegagalan rendah, dan kejadian kegagalan disebabkan oleh tekhnik operatif yang kurang baik ataupun rekanalisasi spontan, serta efek samping minimal. Keuntungan Kontap dibandingkan kontrasepsi yang lain adalah lebih aman (keluhan lebih sedikit), lebih praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan), dan lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil) serta ekonomis, namun kerugiannya kontrasepsi ini bersifat permanen (Asih, 2009). 3. Tujuan pelayanan kontrasepsi Pelayanan kontrasepsi mempunyai dua tujuan yaitu secara umum pemberian dan pemantapan gagasan kontrasepsi, guna mencapai tujuan tersebut maka ditempuh kebijaksanaan mengkategorikan tiga fase untuk mencapai sasaran. Menurut Pinem (2009), fase tersebut yaitu: a. Fase menunda dan mencegah kehamilan. Fase menunda kehamilan pertama sebaiknya dilakukan oleh pasangan yang istrinya belum mencapai usia 20 tahun. Karena usia dibawah 20 tahun adalah usia yang sebaiknya menunda untuk mempunyai anak dengan berbagai alasan, seperti oragan reproduksi yang belum matang. Kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu
kontrasepsi dengan pulihnya kesuburan yang tinggi, artinya kembalinya kesuburan dapat terjamin 100%. b. Fase menjarangkan kehamilan Periode usia istri antara 20 – 30 atau 35 tahun merupakan periode usia paling baik untuk melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2-4 tahun. Adapun alasan untuk menjarangkan kehamilan karena umur antara 20-30 tahun merupakan usia yang terbaik untuk mengandung dan melahirkan. c. Fase menghentikan atau mengakhiri kehamilan atau kesuburan Periode umur istri diatas 35 tahun, terutama diatas 35 tahun sebaiknya mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 orang anak. Adapun alasan mengakhiri kesuburan karena ibu dengan usia diatas 30 tahun dianjurkan untuk tidak hamil atau tidak punya anak lagi, karena alasan medis dan alasan lainnya. Kondisi keluarga seperti ini dapat menggunakan kontrsepsi yang mempunyai efektifitas tinggi, karena jika terjadi kegagalan hal ini dapat menyebabkan terjadinya kehamilan dengan risiko tinggi bagi ibu dan anak. Maksud
dari
kebijaksanaan
pada
fase
diatas
adalah
untuk
menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan usia muda, jarak kelahiran terlalu dekat dan melahirkan. 4. Syarat – syarat memilih kontrasepsi Menurut Asih dan Oesman (2009) ada beberapa syarat memilih kontrasepsi yaitu : a. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat jika digunakan. b. Berdaya guna, dalam arti jika digunakan sesuai dengan aturan akan dapat mencegah kehamilan.
c. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya di masyarakat. Ada dua macam penerimaan terhadap kontrasepsi yakni penerimaan awal (initial acceptability) dan penerimaan lanjut (continued acceptability). Penerimaan awal tergantung pada bagaimana motivasi dan persuasi yang diberikan oleh petugas KB. Penerimaan lanjut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur, motivasi, budaya, sosial, ekonomi, agama, sifat yang ada pada KB, dan faktor daerah (desa/kota). d. Terjangkau harganya oleh masyarakat. e. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap. 5. Pengertian Akseptor Ada beberapa pengertian akseptor yaitu: a. Pengguna (akseptor) adalah pasangan usia subur (PUS) dimana salah seorang menggunakan salah satu cara atau alat kontrasepsi pencegah kehamilan, baik melalui program maupun non program (Andi, 2009) b. Akseptor KB adalah pasangan usia subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat/obat kontrsepsi (BKKBN, 2011). Ada beberapa macam akseptor KB. Menurut Manuaba (2010), akseptor keluarga berencana yang diikuti oleh pasangan usia subur dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu : 1) Akseptor atau peserta KB baru, yaitu PUS yang pertama kali menggunakan kontrasepsi setelah mengalami kehamilan yang berakhir dengan keguguran atau persalinan. 2) Akseptor atau peserta KB lama, yaitu peserta yang masih menggunakan kontrasepsi tanpa diselingi kehamilan.
3) Akseptor atau peserta KB ganti cara, yaitu peserta KB yang ganti pemakaian dari suatu metode kontrasepsi ke metode kontrasepsi lainnya. Kontrasepsi suntik depoprogestin, pengertian kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan kontrasepsi adalah pertemuan antara sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. 6. Metode Kontrasepsi Macam-macam metode kontrasepsi yang ada dalam program KB di Indonesia menurut Handayani (2010) adalah sebagai berikut : a. Metode Kontrasepsi Sederhana Metode kontrasepsi sederhana ini terdiri dari 2 ma cam, yaitu : 1) Metode kontrasepsi sederhana tanpa alat antara lain : Metode Amenore Laktasi (MAL), Coitus Interuptus, metode kalender, Metode Lendir Serviks, Metode Suhu Basal Badan dan Simptotermal yaitu perpaduan antara suhu basal dan lendir serviks. 2) Metode kontrsepsi dengan alat yaitu kondom, diafragma, cup serviks dan spermisida. b. Metode Kontrasepsi Hormonal Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu 1) Metode Kontrasepsi Hormonal Kombinasi yaitu mengandung hormon progesteron dan estrogen sintetik. Contohnya : pil dan suntikan injeksi. 2) Metode Kontrasepsi Hormonal Progesteron yaitu metode kontrasepsi hormonal yang hanya berisi progesteron saja contohnya : mini pil, suntik 3 bulan dan implant c. Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu
1) AKDR yang mngandung hormon (sintetik progesteron) 2) Yang tidak mengandung hormon d. Metode Kontrasepsi Mantap Metode kontrasepsi mantap terdiri dari 2 macam yaitu : 1) Metode Operatif Wanita (MOW). MOW sering dikenal dengan tubektomi karena prinsip metode ini mengikat atau memotong saluran tuba/tuba falopii sehingga mencegah pertemuan antara ovum dan sperma. 2) Metode Operatif Pria (MOP). MOP sering dikenal dengan Vasektomi yaitu memotong atau mengikat saluran vas deferens sehingga cairan sperma tidak diejakulasikan. 7. Pengertian MKJP Metode kontrasepsi jangka panjang adalah kontrasepsi yang dapat dipakai dalam jangka waktu lama, lebih dari 2 tahun, efektif dan efisien untuk tujuan pemakaian menjarangkan kelahiran lebih dari 3 tahun atau mengakhiri kehamilan pada pasangan yang sudah tidak ingin tambah anak lagi. Jenis metode yang termasuk dalam kelompok ini adalah metode kontap (kontrasepsi mantap) pria dan wanita, implant, dan IUD (Leli Asih dan Hadriah Oesman, 2009). Metode kontrsepsi jangka panjang adalah metode kontrasepsi yang dikenal efektif karena dapat memberikan perlindungan dari risiko kehamilan untuk jangka waktu sampai sepuluh tahun yang terdiri dari Metode Operasi wanita (MOW), Metode Operasi Pria (MOP), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), dan implant atau yang dikenal dengan susuk KB merupakan alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK) dengan masa berlaku 3 (tiga) tahun (BKKBN, 2011).
B. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan MKJP 1. Usia Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Departemen kesehatan Republik Indonesia membagi kelompok umur untuk akseptor KB menjadi tiga kategori yaitu < 20 tahun atau > 35 tahun dan 20 – 35 tahun ( Depkes RI, 2006). 2. Pendidikan Pendidikan yaitu dalam melakukan pemilihan metode kontrasepsi perlu diperhatikan ketetapan bahwa makin rendah pendidikan masyarakat, semakin efektif metode KB yang dianjurkan (Manuaba, 2010). Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih mudah menerima gagasan baru. Demikian pula dengan menentukan pola perencanaan keluarga dan pola dasar penggunaan kontrasepsi serta peningkatan kesejahteraan keluarga (Junita, 2008). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Dari jenjang pendidikan dapat diuraikan penjelasan sebagai berikut : a. Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, pendidikan dasar membentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Mdrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. b. Pendidikan Menengah Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidian dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) Sekolah Mengah Kejuruan (SMK) atau bentuk lainnya yang sederajat. c. Pendidikan Tinggi Pendidikan
tinggi
merupakan
jenjang
pendidikan
setelah
pendidikan
menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka. 3. Status Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarganya (Hurlock, 2009). Suatu pekerjaan dapat berpengaruh terhadap keikutsertaan dalam KB karena adanya faktor pengaruh lingkungan pekerjaan yang mendorong seseorang untuk ikut dalam KB, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi penghasilan, dimana hubungan antar tingkat pekerjaan mempengaruhi penghasilan berkaitan terhadap keikutsertaan dalam keluarga berencana. Sesorang kurang memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada karena tidak cukup uang untuk membeli obat, membayar transportasi dan sebagainya (Notoatmodjo, 2006).
Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu begitu juga dengan ibu rumah tangga, bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap keluarga. Pekerjaan dari peserta KB dan suami akan mempengaruhi pendapatan dan status ekonomi keluarga. Status pekerjaan dapat berpengaruh terhadap keikutsertaan dalam KB karena adanya faktor pengaruh lingkungan pekerjaan yang mendorong seseorang untuk ikut dalam KB, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi status dalam penggunaan kontrasepsi (Wulandari, 2008). Menurut dari jenjang pekerjaan dapat diuraikan sebagai berikut : a. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. Polri dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. b. Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pegawai Negeri Sipil atau Civil Servant merupakan salah satu organ penting bagi eksistensi suatu negara, keberadaan Pegawai Negeri Sipil selain sebagai bagian dari eksekutif juga terdapat pada organ-organ kenegaraan lainnya seperti lembaga yudikatif maupun lembaga legislatif. Walaupun banyak predikat negatif disandangkan kepada PNS namun masih banyak PNS dengan jiwa pengabdiannya dan komitmen yang tinggi tetap melakukan tugasnya dengan sangat baik dan terpuji bahkan rela untuk menyelesaikan tugasnya terpaksa harus bekerja sampai larut malam untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat. Pengertian Pegawai Negeri menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok pokok Kepegawaian adalah setiap Warga Negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau, diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.PNS Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, terdiri dari Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah Kedudukan dan peran Pegawai Negeri Sipil pada setiap negara adalah penting dan menentukan karena pegawai negeri merupakan aparatur pelaksana pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kelancaran pemba-ngunan dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional terutama ditentukan oleh kualitas dan kinerja Pegawai Negeri Sipil. Dengan posisi yang
demikian
maka
diperlukan
manajemen
PNS
yang
mampu
secara
komprehensif dan terperinci menjelaskan posisi, peran, hak dan kewajiban para Pegawai Negeri Sipil tersebut. c. IRT Ibu rumah tangga adalah seorang wanita yang bekerja menjalankan atau mengelola rumah, bertanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya, memasak dan menghidangkan makanan, membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari, membersihkan dan memelihara rumah, menyiapkan dan menjahit pakaian untuk keluarga, dan lain sebagainya. Ibu rumah tangga umumnya tidak bekerja di luar rumah. d. Swasta Swasta dalam ekonomi suatu negara terdiri dari segala bidang yang tidak dikuasai oleh pemerintah. Organisasi non-laba maupun laba dapat termasuk swasta, antara lain perusahaan, koperasi, bank, dan organisasi non-pemerintah lainnya, termasuk juga karyawan yang tidak bekerja untuk pemerintah. Dalam sektor ini, faktor-faktor produksi dimiliki oleh individu atau pribadi.
Hubungan antara status pekerjaan dengan pemakaian MKJP dapat disebabkan karena akseptor KB yang bekerja memiliki kesempatan untuk memperoleh informasi baik dari teman kerja atau dari media lain sehingga kesempatan untuk menggunakan MKJP dapat lebih besar. Selain itu, akseptor KB yang bekerja juga mempertimbangkan berbagai hal seperti waktu pemakaian KB jangka pendek yang harus diminum setiap hari seperti pil atau setiap bulan seperti suntik yang dapat menyita waktu serta tidak efektif. Menurut Leli Asih dan Hadriah Oesman (2009) wanita bekerja mempunyai kesempatan memakai kontrasepsi MKJP lebih tinggi sebesar 1,5 kali dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. 4. Tingkat Pendapatan Menurut Yuliana Sudremi ( 2007 ) pendapatan merupakan semua penerimaan sesorang sebagai balas jasanya dalam proses produksi. Balas jasa tersebut dapat berupa upah, bunga, sewa, maupun laba tergantung pada faktor produksi pada yang dilibatkan dalam proses produksi. Penghasilan memiliki pengaruh terhadap penggunaan MKJP, berdasrkan penelitian Teffera dan Wondifraw (2015) sdiperoleh hasil bahwa indeks kekayaan berpengaruh terhadap penggunaan MKJP, wanita yang memiliki indeks kekayaan tinggi memiliki peluang 4,8 kali menggunakan MKJP dibandingkan wanita yang memiliki indeks kekayaan rendah. Pada penelitian Asih dan Oesman (2009) juga diperoleh hubungan yang signifikan antara indeks kekayaan dengan status penggunaan MKJP, dimana akseptor KB yang mempunyai indeks kekayaan dalam kategori mampu berpeluang 1,440 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB dengan kategori miskin. 5. Jumlah Anak Hidup
Jumlah anak hidup adalah jumlah anak yang dimiliki oleh pasangan usia subur, menurut NKKBS dalam BKKBN adalah 4 orang yang teridiri dari stu ayah, satu ibu, dan dua anak cukup, dimana suatu keluarg yang memiliki anak ≤ 2 dikategorikan sebagai keluarga kecil atau sedikit dan yang memiliki anak > 2 di kategorikan sebagai keluarga besar atau mempunyai jumlah banyak anak ( Manuaba, 2010). Berdasarkan analisis lanjut SDKI 2007 Oleh Leli Asih dan Hadriah Oesman (2009) menyatakan bahwa dari analisis bivariat wanita dengan anak lahir hidup lebih dari 2 mempunyai kesempatan memakai kontrasepsi MKJP lebih besar sebanyak 2 kali dibandingkan wanita dengan anak atau kurang, sedangkan wanita yang mempunyai peran dalam pengambilan keputusan mempunyai kecenderungan memakai kontrasepsi MKJP 1,1 kali. 6. Riwayat Aborsi Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram (Cunningham, F.Gary.et.al, 2006). 7. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan itu terjadi melalui panca indera manusia yakni indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar penginderaan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007), pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan yang tercakup dalam dominan kognitif yaitu
a. Tahu (Know) Dapat diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Tahu (know) ini merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatuu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Seseorang yang telah paham terhadap objek atau materi tersebut harus dapat menyimpulkan dan menyebutkan contoh, menjelaskan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukuman – hukuman, rumus-ruus dan metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d. Analisis Arti dari analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen – komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analissi ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja mengelompokkan dan sebagainnya. e. Sintesis Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian kepada suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi – formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f. Evaluasi Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan kepada suatu kriteria yang telah ada misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya. Pengetahuan berhubungan dengan penggunaan MKJP, pengetahuan akseptor KB sangat erat kaitannya terhadap pemilihan alat kontrasepsi, karena dengan adanya pengetahuan yang baik terhadap metode kontrasepsi tertentu akan merubah cara pandang akseptor dalam menentukan kontrasepsi yang paling sesuai dan efektif digunakan sehingga membuat penggunaan KB lebih nyaman terhadap kontrasepsi tersebut. Pengetahuan yang baik akan alat kontrasepsi dapat menghindari kesalahan dalam pemilihan kontrasepsi yang paling sesuai bagi pengguna itu sendiri (Dewi dan Notobroto, 2014). 8. Sikap Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau informasi, baik yang bersifat internal maupun eksternal sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu. Tingkatan sikap adalah menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab (Sunaryo, 2006).
Sikap berhubungan dengan penggunaan MKJP, pada penelitian Gebremichael dkk (2013) diperoleh hasil bahwa wanita dengan sikap positif terhadap MKJP mempunyai peluang 2 kali lebih besar menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang memiliki sikap negatif terhadap MKJP. 9. Status Diskusi Dengan Suami tentang MKJP Ketika sudah menjadi pasangan suami istri, suami merupakan orang pertama yang berpengaruh terhadap berbagai pengambilan keputusan. Salah satunya adalah pemilihan metode kontrasepsi yang akan digunakan. Suami berperan penting dalam menentukan kontrasepsi yang akan dipakai sebagai aplikasi program keluarga berencana. Salah satu hal yang memberikan peluang akseptor untuk menentukan menggunakan MKJP adalah dengan berdiskusi oleh pasangan (Gudaynhe, 2014). 10. Metode Kontrasepsi Sebelumnya Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Leli Asih dan Hadriah Oesman (2009) “Analisis Lanjut SDKI 2007 tentang Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)” dengan sampel wanita umur 15-49 tahun 30.931 responden yang dilaksanakan diseluruh provinsi Indonesia, dalam analasis univariatnya menyatakan bahwa dilihat dari riwayat pemakaian kontrasepsi sebelumnya terlihat bahwa sebagian besar wanita peserta KB pernah memakai kontrasepsi sebelumnya (97%). 11. Tekanan Darah Menurut Djoko Santoso (2010) tekanan darah adalah tekanan dimana darah beredar dalam pembuluh darah. Tekanan ini terus menerus berada dalam pembuluh darah dan memungkinkan darah mengalir konstan. Tekanan darah dalam tubuh pada dasarnya merupakan ukuran tekanan atau gaya didalam arteri yang harus seimbang dengan denyut jantung, melalui denyut jantung darah akan dipompa memlaui
pembuluh darah kemudian dibawa keseluruh tubuh, tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas pembuluh darah. Stadium hipertensi yang mencerminkan penyakit, menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNCVII) tahun 2003 hipertensi dibedakan berdasarkan Tekanan Darah Sistolik (TDS) dan Tekanan Darah Diastolik (TDD) sebagai berikut : Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC-VII
Klasifikasi
Sistolik
Diastolik
(mmHg)
(mmHg)
Normal
< 120
<80
Prehypertension
120-139
80-89
Hipertensi stadium 1
140-159
90-99
Hipertensi stadium 2
≥160
≥ 100
Sumber : Sani, 2008 Pada penelitian yang dilakukan oleh Indah Putri Lestari dkk (2013) “Hubungan Antara Lama Penggunaan Metode Kontrasepsi Hormonal Dengan Kejadian Hipertensi”. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan analisis Chi-Square dari 100 responden pada taraf signifikan 5% diperoleh p value 0,34. Karena p value yang diperoleh lebih kecil dari alpha 0,05 maka Ho ditolak, dan didapatkan hasil bahwa akseptor yang menggunakan metode kontrasepsi hormonal seperti implan memiliki peluang 2,954 kali menderita kenaikan tekanan darah. 12. Berat Badan Berat badan adalah ukuran antropometri yang dapat memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak), karena massa tubuh sangat sensitif terhadap
perubahan
keadaan
yang
mendadak,
misalnya
terserang
penyakit/infeksi,
menurunnya nafsu makan, menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi, dan oleh karena adanya bencana alam atau keadaan darurat lainnya, berat badan dapat digunakan
untuk
mengetahui
kecepatan
pertumbuhan
dimana
dalam
pertumbuhannya ada 2 macam kemungkinan dalam perkembangan berat badan yaitu dapat berkembang lebih cepat atau lebih lambat (Atikah, 2010). Berat badan bertambah atau turun beberapa kilogram dalam beberapa bulan setelah pemakaian kontrasepsi, akan tetapi tidak selalu perubahan berat badan tersebut diakibatkan dari pemakaian suntik KB (Suratun, 2008). Pada penelitian yang dilakukan oleh Mulyanan Hasan tahun (2013) tentang Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Dengan Obsitas Pada Wanita Usia Subur di Puskesmas Wawonasa Kecamatan Singkil Mando, dengan jumlah responden 77 orang yang berusia 19 – 49 tahun. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-squere diperoleh nilai p=0,585
>α=0,05.
Hasil ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara penggunaan kontrasepsi dengan obesitas atau penambahan berat badan pada PUS. 13. Keluhan kesehatan Keluhan kesehatan adalah gangguan terhadap kondisi fisik maupun jiwa atau hal lain yang menyebabkan adanya kelainan atau masalah pada kesehatannya. Gangguan atau masalah yang sering dialami oleh akseptor pengguna kontrasepsi selama menggunakan alat kontrasepsi baik hormonal, maupun non-hormonal diantaranya seperti berat badan naik, perdarahan ( spotting), perubahan tekanan darah, pusing, mual, dan Perubahan siklus menstruasi (SDKI, 2012). 14. Tempat Pelayanan KB
Tempat pelayanan KB dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan MKJP. Fasilitas pelayanan KB dibagi atas pemerintah dan swasta. Baik pelayanan pemerintah maupun swasta, semua fasilitas pelayanan KB harus melakukan upaya- upaya dalam peningkatan akseptor KB. Salah satu peranan fasilitas pelayanan KB baik pemerintah maupun swasta adalah melakukan pelayanan preventif yaitu dengan mengutamakan metode terpilih MKJP (IUD, implant, MOW, MOP) selain non MKJP (BKKBN, 2014).
C. Kerangka Teori Kerangka teori merupakan kerangka teoritis yang digunakan sebagai landasan penelitian dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi peneliti dan kerangka teori adalah bagian dari penelitian yang menjelaskan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, atau pokok masalah yang ada dalam penelitiannya (Sugiyono, 2010).
Gambar 2.1 Kerangka Teori modifikasi dari Gudayhne dkk (2014); Atikah (2010), Santoso (2010); Manuaba (2010); Yuliana Sudremi ( 2007 ); Cunningham, F.Gary.et.al, (2006);Handayani (2010)
D. Kerangka Konsep Menurut Chandra (2008) dan Janah (2011) kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep – konsep penelitian yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan tinjauan tersebut diatas, maka kerangka konsepnya : Variabel Independen Usia Berat badan Tekanan darah Jumlah anak Metode kontrasepsi sebelumnya Keluhan
Variabel Dependent Akseptor MKJP :
IUD/AKDR MOW/MOP Implant/AKDK
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
E. Definisi Operasional Definisi
operasional
adalah
mendefenisikan
variabel
secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi
atau
pengukuran
secara
cermat terhadap suatu objek atau fenomena
(Hidayat, 2007). Tabel. Definisi Operasional Variabel
Definisi
1
2
Akseptor MKJP
Pria/wanita yang menjadi akseptor dari MKJP yang tertera di buku register
Cara ukur 3
Format isian
Alat ukur 4
Buku register
Berat badan
Berat badan akseptor yang tertera di buku register
Format isian
Buku register
Tekanan darah
Tekanan darah akseptor yang tertera di buku register
Format isian
Buku register
Usia
Umur akseptor yang tertera di buku register
Format isian
Buku register
Format isian
Buku register
Format isian
Buku register
Jumlah anak Metode kontrasepsi
Jumlah anak hidup akseptor yang tertera di buku register Jenis kontrasepsi yang digunakan
Hasil ukur
Skala
5
6
1. Akseptor Implant 2. Akseptor IUD/AKDR 3. Akseptor MOW/MOP (Sumber : Handayani 2010)
Nominal
Berat badan dalam satuan Kg Rasio (Sumber: Mabella, 2010) 1. Normal ( > 120/80 mmHg) 2. Prahipertensi (120139/80-89 mmHg) 3. Hipertensi tahap 1 (140-159/90-99 Ordinal mmHg) 4. Hipertensi tahap 2 (≥160-100mmHg) (Sumber : JNC-VII, 2003) 1. <20 tahun 2. 20-35 tahun 3. >35 tahun Ordinal (Sumber : Depkes RI, 2008) 1. < 2 orang 2. ≥ 2 orang Ordinal (Sumber : Manuaba, 2010) 1. IUD Nominal 2. Pil