KARYA TULIS ILMIAH
PERAN ORANG TUA DALAM MENGHADAPI FOBIA SEKOLAH PADA ANAK PENDIDIKAN PRA FORMAL DI TK ANAK SALEH MALANG
Disusun Oleh : SAKINAH
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA WIDYAGAMA HUSADA-MALANG 2009
KARYA TULIS ILMIAH
PERAN ORANG TUA DALAM MENGHADAPI FOBIA SEKOLAH PADA ANAK PENDIDIKAN PRA FORMAL DI TK ANAK SALEH MALANG
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Tinggi Diploma III Kebidanan
Oleh : SAKINAH NIM : 0605.101 0605.101
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA-MALANG 2009
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini di setujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Program Studi Diploma III Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama Husada – Malang Malang
Malang, Juli 2009 Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
(Peni Indrawati, S.KM)
(Dr Widya Damayanti )
LEMBAR PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Program Studi Diploma III Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama Husada – Malang Pada tanggal Juli 2009
Mengesahkan Program Studi Diploma III Kebidanan STIKES Widyagama Husada – Malang
(Jiarti Kusbandiyah,S.SiT) ( / / ) Penguji I
(
)
(Peni Indrawati, S.KM) ( / / ) Penguji II
(
)
(Dr . Widya Damayanti) ( / / ) Penguji III
(
)
Mengetahui, Wakil Direktur STIKES Widyagma Husada – Malang
(Yuliyanik, S.KM)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul : “Peran Orang Tua dalam Menghadapi Fobia Sekolah pada Anak Pendidikan Pra Formal di TK Anak Saleh Malang” sebagai salah satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah Program Studi D-III Kebidanan STIKES Widyagama Husada – Malang. Dalam Karya Tulis Ilmiah ini dijabarkan mengenai penelitian yang akan dilaksanakan tentang Peran Orang Tua dalam Menghadapi Fobia Sekolah Pada Anak Pendidikan Pra Formal di TK Anak Saleh Malang. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi – tingginya kepada Ibu Peni Indrawati, S.KM dan Dr Widya Damayanti selaku dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk, koreksi dan saran sehingga terwujudnya Karya Tulis Ilmiah ini. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan pula kepada yang terhormat : 1. Dra. Laily Amie, MM (K) selaku Direktur STIKES Widyagama Husada – Malang. 2. Yuliyanik, S.KM selaku wakil direktur STIKES Widyagama Husada-Malang. 3. Ibu Jiarti Kusbandiyah,S.SiT selaku penguji I Karya Tulis Ilmiah ini yang telah memberi koreksi, saran untuk tersusunnya Karya Tulis Ilmiah ini. 4. Ibu Peni Indrawati, S.KM, selaku Kepala Program Studi Diploma III Kebidanan STIKES Widyagama Husada – Malang sekaligus sebagai penguji II Karya Tulis Ilmiah ini. 5. dr.Widya Damayanti selaku penguji III yang telah membantu untuk
tersusunnya Karya Tulis Ilmiah ini. 6. Kepala Sekolah TK Anak Saleh Malang, Dra.Hj. Mike supraptiwi, M.Pd yang telah memberikan ijin utnuk pengambilan data penelitian. 7. Kedua orang tua dan keluarga ser ta orang yang telah membantu do’a untuk terwujudnya Karya Tulis Ilmiah ini. Dalam penulisan
Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari adanya
keterbatasan sebagai manusia yang tidak luput dari kekurangan dan kekhilafan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah diberikan dan semoga Karya Tulis Ilmiah ini berguna baik bagi diri kami sendiri maupun pihak lain yang memanfaatkan.
Malang,
Juli 2009
Penulis
ABSTRAK Sakinah. 2009. Peran Orang Tua dalam Menghadapi Fobia Sekolah pada Anak Pendidikan Pra Formal di Taman Kanak-kanak Anak Saleh Malang. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Diploma III Kebidanan STIKES Widyagama Husada-Malang. Pembimbing (1) Peni Indrawati, S.KM, (2) dr. Widya Damayanti.
Menurut Rahmadi (2007) banyak orang tua yang bingung menyaksikan perubahan sikap anak-anaknya yang tiba-tiba tidak mau sekolah. Padahal sebelumnya, anak-anak mereka tidak demikian. Mereka sangat antusias untuk pergi ke sekolah. Orang tua biasanya tidak hanya bingung dengan perubahan sikap saja, tetapi juga kuatir dengan alasan-alasan yang dikemukakan si anak. Sebuah penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan, sekitar 6,3% anakanak berusia 3-5 tahun mengalami fobia sekolah. Rata-rata usia anak yang mengalami sekitar 3-5 tahun yang dimana dalam masa ini biasanya anak sedang menempuh pendidikan pra formal. Studi pendahuluan di TK Anak Saleh Malang didapatkan 60% orang tua menyatakan anaknya mengalami fobia sekolah dan 40% anaknya tidak mengalami fobia sekolah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah pada anak di TK Anak Saleh Malang. Penelitian ini adalah deskriptif dengan desain penelitian distribusi frekuensi. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 2-8 Juni 2009 di Taman Kanakkanak Anak Saleh Malang, dengan jumlah sampel 29 responden, secara purposive sampling yaitu seluruh siswa-siswi TK Anak Saleh kelas A yang memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan orang tua tentang fobia sekolah kurang baik sebanyak 16 responden (55,2%), penyebab fobia sekolah paling banyak adalah separation anxiety (48,3%), dan peran orang tua yang kurang baik sebanyak 15 responden (51,7%). Saran dari penelitian ini adalah diharapkan setelah diberikan leaflet tentang fobia sekolah, meliputi pengertian, tanda-tanda, waktu terjadinya, lama terjadinya, serta penanganan fobia sekolah maka dapat menambah informasi pada orang tua yang anaknya tidak mengalami fobia sekolah untuk mencegah terjadinya fobia sekolah pada anak sejak dini dan bagi orang tua yang anaknya mengalami fobia sekolah dapat mengerti cara mengatasi fobia sekolah yang terjadi pada anaknya.
Kepustakaan : 28 kepustakaan (1978 – 2009) Kata kunci: Peran Orang Tua, Fobia Sekolah
ABSTRACK Sakinah. 2009. Character of Parents to Confront School Phobia Non Formal (KinderGarten)Education in Children in “Anak Saleh Malang “ Kindergarten. Scientific Of Erudition. Diploma III Kebidanan Study Program Of STIKES Widyagama Husada-Malang. Guidance (1) Peni Indrawati, S.KM, (2) dr. Widya Damayanti
According to Rahmadi (2007) much parents confuse looking attitude changing of their children because willn't going to school. Besides of this, teheir children isn't like this. They are very enthusiastic going to school. Commonly, parents just not confuse attitude changing of their children, but afraid of clarification of their children. A research in Indonesia indicate, around 6,3% 3-5 years age children and this experienced 3-5 years age children where in this age usually children learning in non formal (kindergarten) education. From first date in TK Anak Saleh Malang indicate 60% parents said their children get school phobia and 40% parents said their children isn’t get school phobia. This experience to explain about character of parents to confront school phobia in children in Anak Saleh Malang kindergarten. This experience is description and use frequency distribution experience, this experience retrived at June 2-8 2009 in “Anak Saleh Malang” kindergarten, using 29 sample, sample of this experience is all of A class students of “Anak Saleh” kindergarten fill inclution criteria. Building on this experience glean from skill of parents about school phobia is less as much 16 respondent (55,2%), Cause of school phobia at most because separation anxiety (48,3%), and Character of parents at most is less as much 15 respondent. Suggestion of this experience is hoped after giving a leaflet about school phobia, include meaning, sign, time of happened, long happened, and handling of school phobia, add information to parents don't have school phobia of their children to prevent happened school phobia of their children since early and parents understand the way to cope with school phobia of their children.
Bibliography : 27 bibliography (1978-2009) Key Word : Character of Parents, School Phobia.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi DAFTAR TABEL............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix BAB 1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang................................................................................1 1.2 Rumusan masalah............................................................................3 1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................4 1.4 Manfaat Penelitian .........................................................................4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Fobia...............................................................................6 2.2 Konsep Fobia Sekolah.................................................................6 2.3 Konsep Keluarga.........................................................................15 2.4 Konsep Pengetahuan...................................................................19 2.5 Konsep Pendidikan Pra Formal...................................................24 2.6 Peran Orang Tua dalam Menghadapi Fobia Sekolah Anak Pada Pendidikan Pra Formal................................................................25
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian.........................................................................32 3.2 Kerangka Konseptual..................................................................32 3.3 Variabel Penelitian......................................................................33 3.4 Definisi Operasional....................................................................33 3.5 Populasi, Sampel, Sampling........................................................34 3.6 Kriteria Sampel ( Kriteria Inklusi dan Eksklusi).........................35 3.7 Teknik Pengumpulan Data..........................................................35 3.8 Teknik Pengolahan Data.............................................................36 3.9 Analisa Data................................................................................38 3.10 Alat Ukur yang Digunakan.........................................................38 3.11 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………...39 3.12 Etika Penelitian...........................................................................39 3.13 Jadwal Penelitian........................................................................40
BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ..........................................................................41 4.2 Pembahasan ...............................................................................50
BAB 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan……………………………………………………57 5.2 Saran…………………………………………………………..57 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN – LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel
Judul Tabel
Halaman
3.1 Definisi Operasional…………………………………………….32 4.1
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan status orang tua di TK Anak Saleh Malang .................................44
4.2
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia di TK Anak Saleh Malang ………………………………....45
4.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan urutan anak di TK Anak Saleh Malang .......................................45 4.4
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan pendidikan di TK Anak Saleh Malang ........................................46
4.5 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di TK Anak Saleh Malang ………………………….46 4.6
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan tingkat pengetahuan orang tua di TK Anak Saleh Malang...........47
4.7
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan penyebab fobia sekolah di TK Anak Saleh Malang ……………48
4.8
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan peran orang tua di TK Anak Saleh Malang ................................49
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul Gambar
Halaman
3.1
Kerangka Konsep Penelitian…….......................... 32
4.1
Distribusi frekuensi perbandingan pendidikan dengan tingkat pengetahuan responden …………47
4.2
Distribusi frekuensi perbandingan pendidikan dengan tingkat pengetahuan responden ………....48
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. 2. 3. 4. 5. 6.. 7. 8. 9. 10.
Judul Lampiran Permohonan Pengambilan Data Awal Surat balasan dari TK Anak Saleh Malang Pengantar Informed Concent Lembar Persetujuan menjadi Responden ( Informed Concent ) Kuesioner Penelitian Kunci Jawaban Kuesioner Leaflet untuk responden Jadwal Penelitian Lembar Konsultasi Uji validitas dan reabilitas
xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak orang tua yang bingung menyaksikan perubahan sikap anak-anaknya yang tiba-tiba tidak mau sekolah. Padahal sebelumnya, anak-anak mereka tidak demikian. Mereka sangat antusias untuk pergi ke sekolah. Beberapa bulan sebelum hari pertama masuk sekolah, orang tua sudah mempersiapkan anak-anak agar siap masuk sekolah dengan cara membicarakannya atau mengajaknya melihat sekolah yang ingin dimasukinya. Orang tua biasanya tidak hanya bingung dengan perubahan sikap saja, tetapi juga kuatir dengan alasan-alasan yang dikemukakan si anak. Apakah alasan-alasan tersebut benar atau hanya dibuat-buat saja? Kalau sudah demikian, orang tua biasanya hanya bisa pasrah dan bahkan menyerah. Mereka tidak berani memaksakan anak masuk sekolah karena takut anaknya semakin stress(Darsono, 2008). Fobia adalah ketakutan dan penolakan terhadap objek atau situasi yang tidak mengandung bahaya sesungguhnya, para psokopatolog mendefinisikan fobia sebagai penolakan yang mengganggu yang diperantarai oleh rasa takut yang tidak proposional dengan bahaya yang dikandung oleh objek atau situasi tertentu dan diakui oleh si penderita sebagai sesuatu yang tidak mendasar(C.Davison,et..al., 2006). Fobia karena sekolah adalah sebuah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah. Gejala ini bisa tiba-tiba saja terjadi dirasakan oleh anak-anak, baik itu di waktu akan berangkat ke sekolah ataupun selepas liburan sekolah. Jenis Fobia ini
sewaktu-waktu dapat dialami oleh anak-anak sampai usia mereka 14-15 tahun disaat dirinya menghadapi suatu lingkungan baru atau mendapatkan pengalaman yang buruk akan tempatnya bersekolah(Admin, 2008). Sebuah penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan, sekitar 6,3% anak-anak berusia 3-5 tahun 2,8% anak berusia 6-11 tahun mengalami fobia sekolah dan 0,9% pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi(Rahmadi, 2007). Sementara itu, studi yang dilakukan secara internasional mengungkapkan, sekitar 2,4% anak-anak mengalami fobia sekolah. Rata-rata usia anak yang mengalami sekitar 3-5 tahun yang dimana dalam masa ini biasanya anak sedang menempuh pendidikan pra formal dan berakhir pada usia 14-15 tahun(Administrator, 2009). Pengertian dari Pendidikan pra formal atau pendidikan pra sekolah itu sendiri, yaitu satu bentuk pendidikan pra sekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia tiga tahun sampai memasuki pendidikan dasar(Patmonodewo, 2003). Fobia sekolah umumnya disebabkan oleh pengalaman psikologis. Orang tua akan lebih mudah menerima alasan anaknya yang tidak mau sekolah apabila mengetahui anaknya memiliki sikap pemalu, kurang mau bergaul, sulit menerima orang lain selain ibu atau bapaknya, serta kurang percaya diri (ke mana-mana harus didampingi orang tuanya). Kecenderungan fobia pada sekolah, juga terdapat pada anak yang selalu dimanja orang tuanya. Ibu yang menderita fobia secara sadar atau tidak sadar juga mendukung perilaku anak yang menolak pergi ke sekolah. Ia malah mendukung sebab ia sendiri membutuhkan kehadiran anaknya di rumah. Ayah juga dapat menjadi salah satu penyebab fobia pada anak, terutama pada keluarga yang sering bertengkar. Karena jenuh bertengkar dengan istrinya,
maka ayah akan mentolerir rengekan si anak yang tidak mau pergi ke sekolah. Selain faktor yang telah disebutkan di atas, ada faktor pencetus yang menyebabkan anak menolak pergi sekolah. Faktor itu berkaitan dengan pengalaman traumatis atau pengalaman pahit anak di sekolah(Hawadi, 2001). Peran orang tua untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan tetap menekankan pentingnya bersekolah, bekerjasama dengan guru kelas atau asisten lain di sekolah, luangkan waktu untuk berdiskusi/ berbicara pada anak, lepaskan anak secara bertahap dan konsultasikan pada psikolog/ konselor jika masalah di atas terjadi berlarut-larut(F. Rini, 2007). Dari studi pendahuluan yang dilakukan, peneliti tertarik melakukan penelitian di TK Anak Saleh Malang karena berdasarkan wawancara dengan bagian pengajaran TK tersebut, mereka menyatakan bahwa hampir 50% murid baru di pendidikan pra formal di sana mengalami fobia sekolah. Dan dari hasil wawancara dengan 10 orang tua anak di pendidikan pra formal, didapatkan hasil 60% orang tua menyatakan bahwa anaknya mengalami kecemasan dan ketakutan sekolah, 40% orang tua lainnya mengatakan anaknya tidak mengalaminya. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui peran orangtua dalam menghadapi fobia sekolah anak pada pendidikan pra formal di TK Anak Saleh Malang, mengingat orangtua adalah pemegang peranan penting dalam perkembangan anak.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah pada anak
pendidikan pra formal di TK Anak Saleh Malang? 1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum Untuk memperoleh gambaran peranan orang tua dalam menghadapi fobia
sekolah pada anak pendidikan pra formal di TK Anak Saleh Malang . 1.3.2
Tujuan Khusus 1.
Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang fobia sekolah di TK Anak Saleh Malang.
2.
Mengidentifikasi penyebab fobia sekolah di TK Anak Saleh Malang.
3.
Mengidentifikasi peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah di TK Anak Saleh Malang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Penulis Memperluas wawasan dan pengetahuan tentang peranan orang tua dalam menghadapi fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal.
1.4.2
Bagi Tempat Penelitian Hasil penelitian sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan tentang fobia sekolah dan mengurangi terjadinya fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal.
1.4.3
Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat menambah literatur tentang pentingnya peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal.
1.4.4
Bagi Responden Memberikan informasi kepada masyarakat tentang peranan orang tua dalam menghadapi fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Fobia
2.1.1
Pengertian Fobia adalah suatu perasaan ketakutan yang ditimbulkan oleh seuatu yang
tidak memperlihatkan ancaman yang sejati terhadap kelangsungan hidup kita. Responnya mungkin sesuatu yang cenderung mental, mengakibatkan pikiran yang rancu, ketidakmampuan untuk mengingat fakta yang mudah diingat sekalipun dan kebanyakan suatu sensasi panik buta. Mungkin sama halnya dengan reaksi fisik yang mengakibatkan gejala yang melumpuhkan, misalnya perut melilit, mual, pusing, mulut kering, keringat, gemetar, tersipu-sipu, berdebar-debar, dan pernapasan tak teratur(Lewis,1991:5). Fobia adalah ketakutan dan penolakan terhadap objek atau situasi yang tidak mengandung bahaya yang sesungguhnya, para psikopatolog mendefinisikan fobia sebagai penolakan yang mengganggu yang diperantarai oleh rasa takut yang tidak proporsional dengan bahaya yang dikandung oleh objek atau situasi tertentu dan diakui oleh si penderita sebagai sesuatu yang tidak mendasar(Davison, Neale, Kring, 2006: 182) 2.1.2
Etiologi Fobia Fobia disebabkan karena pernah mengalami ketakutan yang hebat atau
pengalaman pribadi yang disertai perasaan malu atau bersalah yang semuanya kemudian ditekan kedalam alam bawah sadar. Peristiwa traumatis di masa kecil dianggap sebagai salah satu kemungkinan penyebab terjadinya fobia. Imajinasi yang berlebihan dapat juga menyebabkan fobia(Whitehead, 1991: 6).
2.1.3
Jenis-Jenis Fobia Takut air : Hydrophobia, Takut agama : Theologicophobia, Takut Alat
Kelamin : Kolpophobia, Takut aliran udara : Aerophobia, Takut Alkohol : Potophobia, Takut amnesia : Amnesiphobia, Takut Anggur : Oenophobia, Takut Angin : Ancraophobia, Takut Angka : Arithmophobia, Takut angka 13 : Triskaidekaphobia, Takut angka 8 : Octophobia,takut sekolah : schoolphobia (Lewis, 1991: 8). 2.1.4
Kategori Fobia Fobia dapat dikelompokan menjadi 3 bagian yaitu: 1. Fobia sederhana atau spesifik (Fobia terhadap suatu obyek/keadaan tertentu) seperti pada binatang, tempat tertutup, ketinggian, sekolah, dll. 2. Fobia sosial (Fobia terhadap pemaparan situasi sosial) seperti takut jadi pusat perhatian, orang seperti ini senang menghindari tempat-tempat ramai. 3. Fobia kompleks (Fobia terhadap tempat atau situasi ramai dan terbuka misalnya di kendaraan umum/mall) orang seperti ini bisa saja takut keluar rumah. Masing-masing kategori ada penanganannya sendirisendiri”(Lewis, 1991: 9).
2.2 Konsep Fobia Sekolah
2.2.1
Pengertian Fobia Sekolah Fobia karena sekolah adalah sebuah bentuk kecemasan yang tinggi
terhadap sekolah. Gejala ini bisa tiba-tiba saja terjadi dirasakan oleh anak-anak, baik itu di waktu akan berangkat ke sekolah ataupun selepas liburan sekolah. Jenis Fobia ini sewaktu-waktu dapat dialami oleh anak-anak sampai usia mereka 14-15
tahun disaat dirinya menghadapi suatu lingkungan baru atau mendapatkan pengalaman yang buruk akan tempatnya bersekolah(Admin, 2008). 2.2.2
Faktor Penyebab Fobia sekolah Ada beberapa penyebab yang membuat anak seringkali menjadi mogok
sekolah. orangtua perlu bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menyikapi sikap pemogokan itu, agar dapat memberikan penanganan yang benar-benar tepat. Alangkah baiknya, jika orangtua mau bersikap terbuka dalam mempelajari dan mencari semua kemungkinan yang bisa terjadi. Konsultasi dengan guru di sekolah, sharing dengan sesama orangtua murid, diskusi dengan anak, konsultasi dengan konselor/ psikolog, (kalau perlu) memeriksakan anak ke paramedis/ dokter sesuai keluhan yang dikemukakannya, hingga introspeksi diri - adalah metode yang tepat untuk mendapatkan gambaran penyebab dari fobia sekolah anak. Berhati-hatila h untuk membuat diagnosa secara subyektif, didasarkan pada pendapat pribadi diri sendiri atau keluhan anak semata(Hawadi: 2001: 44). Di bawah ini ada beberapa penyebab fobia sekolah dan school refusal: 1. Separation An xi ety
Separation anxiety pada umumnya dialami anak-anak kecil usia balita (18 - 24 bulan). Kecemasan itu sebenarnya adalah fenomena yang normal. Anak yang lebih besar pun (pra sekolah, TK hingga awal SD) tidak luput dari separation anxiety. Bagi mereka, sekolah berarti pergi dari rumah untuk jangka waktu yang cukup lama. Mereka tidak hanya akan merasa rindu terhadap orang tua, rumah, atau pun mainannya - tapi mereka pun cemas menghadapi tantangan, pengalaman baru dan tekanan-tekanan yang dijumpai di luar rumah.
Separation anxiety bisa saja dialami anak-anak yang berasal dari keluarga harmonis, hangat dan akrab yang amat dekat hubungannya dengan orangtua. Singkat kata, tidak ada masalah dengan orangtua. Orangtua mereka adalah orangtua yang baik dan peduli pada anak, dan mempunyai kelekatan yang baik. Namun tetap saja anak cemas pada saat sekolah tiba. Tanpa orangtua pahami, anak-anak sering mencemaskan orangtuanya. Mereka takut kalaukalau orangtua mereka diculik, atau diserang monster atau mengalami kecelakaan sementara mereka tidak berada di dekat orangtua. Ketakutan itu tidak dibuat-buat, namun merupakan fenomena yang biasa hinggap pada a nakanak usia batita dan balita. Oleh sebab itu, mereka tidak ingin berpisah dari orangtua dan malah lengket-nempel terus pada mama-papanya. Peningkatan kecemasan menimbulkan rasa tidak nyaman pada tubuh mereka, dan ini lah yang sering dikeluhkan (perut sakit, mual, pusing, dsb.). Sejalan dengan perkembangan kognisi anak, ketakutan dan kecemasan yang bersifat ir rasional itu akan memudar dengan sendirinya karena anak mulai bisa berpikir logis dan realistis. Separation anxiety bisa muncul kala anak selesai menjalani masa liburan panjang atau pun mengalami sakit serius hingga tidak bisa masuk sekolah dalam jangka waktu yang panjang. Selama di rumah atau liburan, kuantitas kedekatan dan interaksi antara orangtua dengan anak tentu saja lebih tinggi dari pada ketika masa sekolah. Situasi demikian, sudah tentu membuat anak nyaman dan aman. Pada waktu sekolah tiba, anak harus menghadapi ketidakpastian yang menimbulkan rasa cemas dan takut. Namun, dengan berjalannya waktu, anak yang memiliki rasa percaya diri, dapat perlahan-lahan beradaptasi dengan situasi sekolah.
Peneliti berpendapat, anak yang mempunyai rasa percaya diri yang rendah, berpotensi menjadi anak yang anxiety prone-children (anak yang memiliki kecenderungan mudah cemas) dan cenderung mudah mengalami depresi. Banyak orangtua yang tidak sadar bahwa sikap dan pola asuh yang diterapkan pada anak ikut menyumbang terbentuknya dependency (ketergantungan), rasa kurang percaya diri dan kekhawatiran yang berlebihan. Contohnya, sikap orangtua yang overprotective terhadap anak hingga tidak menumbuhkan rasa percaya diri keberanian dan kemandirian. Anak tidak pernah diperbolehkan, dibiarkan atau didorong untuk berani mandiri. Orang tua takut kalau-kalau anaknya kelelahan, terluka, jatuh, tersesat, sakit, dan berbagai alasan lainnya. Anak selalu berada dalam proteksi, pelayanan dan pengawalan melekat dari orangtua. Akibatnya, anak akan tumbuh menjadi anak manja, selalu tergantung pada pelayanan dan bantuan orangtua, penakut, cengeng, dan tidak mampu memecahkan persoalannya sendiri. Banyak orangtua yang tanpa sadar membuat pola ketergantungan ini berlangsung terus-menerus agar mereka merasa selalu dibutuhkan (berarti, berguna) dan sekaligus menjadikan anak sebagai teman “abadi”. Padahal, dibalik ketergantungan sang anak terhadap orang
tua,
tersimpan
kebutuhan
dan
ketergantungan
orangtua
pada
“pengakuan” sang anak. Akibatnya, keduanya tidak dapat m emisahkan diri saat anak harus mandiri dan sulit bertumbuh menjadi individu yang dewasa. 2. Pengalaman Negatif di Sekolah atau Lingkungan
Mungkin saja anak menolak ke sekolah karena dirinya kesal, takut dan malu setelah mendapat cemoohan, ejekan atau pun di”ganggu” teman-temannya di
sekolah. Atau anak merasa malu karena tidak cantik, tidak kaya, gendut, kurus, hitam, atau takut gagal dan mendapat nilai buruk di sekolah. Di samping itu, persepsi terhadap keberadaan guru yang galak, pilih kasih, atau “seram” membuat anak jadi takut dan cemas menghadapi guru dan mata pelajarannya. Atau, ada hal lain yang membuatnya cemas, seperti mobil jemputan yang tidak nyaman karena ngebut, perjalanan yang panjang dan melelahkan, takut pergi sendiri ke sekolah, takut sekolah setelah mendengar cerita seram di sekolah, takut menyeberang jalan, takut bertemu seseorang yang “menyeramkan” di perjalanan, takut diperas oleh kawanan anak nakal, atau takut melewati jalan yang sepi. Para ahli mengatakan, bahwa masalahmasalah tersebut sudah dapat menimbulkan stress dan kecemasan yang membuat anak menjadi moody, tegang, resah, dan mulai merengek tidak mau sekolah, ketika mulai mendekati waktu keberangkatan. Masalahnya, tidak semua anak bisa menceritakan ketakutannya itu karena mereka sendiri terkadang masih sulit memahami, mengekspresikan dan memformulasikan perasaannya. Belum lagi jika mereka takut dimarahi orangtua karena dianggap alasannya itu mengada-ada dan tidak masuk akal. Dengan sibuknya orangtua, sementara anak-anak lebih banyak diurus oleh baby sitter atau mbak, makin membuat anak sulit menyalurkan perasaannya; dan akhirnya yang tampak adalah mogok sekolah, agresif, pemurung, kehilangan nafsu makan, keluhan-keluhan fisik, dan tanda-tanda lain seperti yang telah disebutkan di atas. 3. Problem Dalam Keluarga
Penolakan terhadap sekolah bisa disebabkan oleh problem yang sedang
dialami oleh orangtua atau pun keluarga secara keseluruhan. Misalnya, anak sering mendengar atau bahkan melihat pertengkaran yang terjadi antara papamamanya, tentu menimbulkan tekanan emosional yang mengganggu konsentrasi belajar. Anak merasa ikut bertanggung jawab atas kesedihan yang dialami orangtuanya, dan ingin melindungi, entah mamanya - atau papanya. Sakitnya salah seorang anggota keluarga, entah orangtua atau kakak/adik, juga dapat membuat anak enggan pergi ke sekolah. Anak takut jika terjadi sesuatu dengan keluarganya yang sakit ketika ia tidak ada di rumah. 4. Pola hubungan orangtua dan anak yang tidak sehat .
Yang dimaksud adalah sikap orangtua yang tidak dapat memperlakukan anakanak sebagai pribadi yang seutuhnya. Orangtua cenderung overprotective, selalu mengatur, pilih kasih dan lain-lain. Atau sebaliknya, orangtua kurang peduli, terlalu sibuk dengan pekerjaan sendiri dan mengabaikan tanggung jawabnya dalam rumah tangga. Akibatnya, perkembangan kepribadian anak menjadi tidak sehat(Darsono, 2008). 2.2.3
Tanda- tanda Fobia Sekolah Ada beberapa tanda yang dapat dijadikan sebagai kriteria fobia sekolah,
yaitu: 1.
Menolak untuk berangkat ke sekolah.
2.
Mau datang ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian minta pulang.
3.
Pergi ke sekolah dengan menangis, menempel terus dengan mama/papa atau pengasuhnya, atau menunjukkan “tantrum”nya seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap anak lainnya (memukul, menggigit, dsb.) atau pun menunjukkan sikap-sikap melawan/menentang gurunya.
4.
Menunjukkan ekspresi/ raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar diijinkan pulang - dan ini berlangsung selama periode tertentu.
5.
Tidak masuk sekolah selama beberapa hari.
6.
Keluhan fisik yang sering dijadikan alasan seperti sakit perut, sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, diare, gatal-gatal, gemetaran, keringatan, atau keluhan lainnya. Anak berharap dengan mengemukakan alasan sakit, maka ia diperbolehkan tinggal di rumah.
7.
Mengemukakan keluhan lain (di luar keluhan fisik) dengan tujuan tidak usah berangkat ke sekolah.
8.
Senang berdiam diri di dalam kamar dan kurang mau bergaul (C’Soti, 2003:16).
2.2.4
Waktu Berlangsungnya Fobia Sekolah Berapa lama waktu berlangsungnya fobia sekolah amat tergantung pada
penanganan yang dilakukan oleh orangtua. Makin lama anak dibiarkan tidak masuk sekolah (tidak mendapat penanganan apapun), makin lama problem itu akan selesai dan makin sering/ intens keluhan yang dilontarkan anak. Namun, makin cepat ditangani, problem biasanya akan berangsur-angsur pulih dalam waktu sekitar 1 atau 2 minggu. Anak yang mengalami fobia sekolah selalu memiliki alasan untuk tidak masuk sekolah ,sehingga dalam hal ini orang tua khususnya harus jeli dalam memahami kebutuhan anaknya. Fobia sekolah perlu penanganan serius. Tujuan penanganan utama adalah segera kembali ke sekolah. Semakin lama tidak sekolah, semakin sulit untuk kembali(C’Soti, 2003: 19).
2.2.5
Tingkatan dan Jenis Penolakan Terhadap Sekolah
Terdapat bermacam-macam jenis fobia sekolah. Umumnya para ahli menyimpulkan bahwa terdapat empat jenis fobia sekolah yang ditandai dengan penolakan masuk sekolah mulai dari yang ringan sampai dengan yang berat. 1. Fobia sekolah tahap awal atau initial school refusal behavior . Ini adalah perilaku menolak masuk sekolah yang tiba-tiba dan berlangsung kurang dari satu minggu. Penanganan yang cepat dari orang tua dapat segera menyembuhkan ketakutannya. 2. Fobia sekolah yang lebih besar atau substantial school refusal behavior. Ini adalah perilaku menolak sekolah yang telah berlangsung lebih dari satu minggu. Untuk menyembuhkan ketakutannya, orang tua perlu bekerja lebih keras lagi dengan melibatkan guru kelas, konselor anak atau guru BP di sekolah tersebut. Kalau pada tahap ini ketakutan anak tidak diselesaikan, dikhawatirkan akan meningkat ke tahap berikutnya, yaitu tahap akut. 3. Fobia sekolah tahap akut atau biasa disebut dengan istilah acute school refusal behavior . Ini adalah perilaku penolakan yang sudah berlangsung lebih lama lagi, yaitu dua minggu hingga satu tahun. Untuk menyembuhkannya, mungkin dibutuhkan beberapa kali terapi dan mungkin sudah membutuhkan bantuan seorang psikolog atau psikiater. 4. Tingkat fobia yang paling berat adalah chronic school refusal behavior . Ini adalah perilaku menolak pergi ke sekolah yang sudah lebih dari setahun ( C Soti, 2003 : 21).
2.3 Konsep Keluarga
2.3.1
Pengertian
1. Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masingmasing yang merupakan bagian dari keluarga(DEPKES RI, 2000) 2. Keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (Bobak,2005). 3. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya(Kartono, 1995). Ketiga pengertian tersebut mempunyai persamaan bahwa dalam keluarga terdapat ikatan perkawinan dan hubungan darah yang tinggal bersama dalam satu atap (serumah) dengan peran masing-masing serta keterikatan emosional. Indonesia merupakan salah satu negara yang menjunjung tinggi adat ketimuran yang menekankan bahwa keluarga harus dibentuk atas dasar perkawinan, seperti yang tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.21 tahun 1994 bahwa keluarga dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah (Suprajitno,2004:1). 2.3.2
Bentuk Keluarga
1. Keluarga Inti Keluarga inti terdiri dari orang tua dan anak- anak yang bergabung kepada
mereka. Keluarga ini hidup berpisah dari keluarga asal suami dan keluarga asal asal istri, dan biasanya mandiri dalam hal keuangan. 2. Keluarga Besar Keluarga besar terdiri dari keluarga inti dan individu lain yang mempunyai hubungan darah. Individu ini dikenal sebagai “ sanak saudara “ dan mencakup kakek, nenek, bibi, paman, dan sepupu. 3. Keluarga Orang Tua Tunggal Keluarga orang tua tunggal menjadi struktur yang semakin dikenal dalam masyarakat kita. Keluarga orang tua tunggal muncul karena kehilangan pasangan akibat meninggal, bercerai, berpisah, atau ditinggalkan . 4. Keluarga Campuran Keluarga campuran juga dikenal sebagai rekontitusi atau keluarga kombinasi dari orang tiri dan anak tiri (Bobak, 2005: 53) 2.3.3
Fungsi Keluarga Keluarga mengemban fungsi- fungsi tertentu untuk kesejahteraan anggota-
anggota keluarga. Fungsi keluarga mencakup lima bidang dasar : biologi, ekonomi, pendidikan, psikologi, dan sosial budaya. 1. Fungsi Biologis Meliputi reproduksi, upaya membuat dan membesarkan anak, nutrisi, pemeliharaan kesehatan, dan rekreasi. Kemampuan untuk menjalankan fungsifungsi ini secara tidak langsung membutuhkan prasyarat tertentu: keturunan genetic yang sehat, penatalaksanaan fertilitas, perawatan selama siklus maternitas, perilaku diet yang baik, pemanfaatan pelayanan kesehatan yang optimal, persahabatan, dan perawatan anggota keluarga.
2. Fungsi Ekonomi Meliputi mencari nafkah yang cukup untuk menjalankan fungsi- fungsi lain, mengembangkan anggaran keluarga, dan memastikan keamanan keuangan anggota keluarga. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas ini, keluarga harus memiliki ketrampilan, kesempatan, dan pengetahuan yang diperlukan. 3. Fungsi Pendidikan Meliputi mengajarkan ketrampilan, sikap, dan pengetahuan yang berhubungan dengan fungsi- fungsi lain. Anggota keluarga harus mempunyai akses ke berbagai
sumber
dan
memiliki
ketrampilan
yang
diperlukan
untuk
memanfaatkan sumber- sumber ini agar mampu melaksanakan fungsi ini. 5. Fungsi Psikologi Keluarga diharapkan memberi lingkungan yang meningkatkan perlambangan kepribadian secara alami, keluarga harus memberi perlindungan psikologis yang optimal dan meningkatkan kemampuan untuk membangun hubungan dengan orang- orang di luar lingkungan keluarga. Tugas- tugas ini membutuhkan kesehatan emosi yang stabil, ikatan kasih bersama juga kemampuan untuk saling mendukung, menoleransi steres dan mengatasi krisis. 6. Fungsi Sosial Budaya Berhubungan dengan sosialisasi anak-anak. Fungsi ini meliputi penyampaian nilai- nilai yang berhubungan dengan prilaku, tradisi, bahasa, agama, dan sikap moral masyarakat yang sebelumnya tau sedang berlaku. Akibatnya, anggota keluarga tunduk pada berbagai norma prilaku yang ditetapkan oleh masyarakat mereka, yang berlaku untuk semua tahap kehidupan orang
dewasa. Untuk melakukan fungsi ini, keluarga harus memiliki ” standar yang diterima ”dan peka terhadap berbagai kebutuhan sosial anak, sosial tingkatan usia mereka(Bobak, 2005: 62). Dari berbagai fungsi di atas ada 3 fungsi pokok keluarga terhadap keluarga lainnya, yaitu: 1. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan,pada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya. 2. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara sehingga memungkinkan menjadi anak-anak sehat baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. 3. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia
dewasa
yang
mandiri
dalam
mempersiapkan
masa
depannya(Kartono, 1995: 32). 2.3.4
Peranan Keluarga Peranan Keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,
sifat kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan invidu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat . Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga adalah sebagai berikut: 1. Peranan Ayah Ayah sebagai suami dan istri dari anak-anak berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta anggota masyarakat dari lingkungannya.
2. Peranan Ibu Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya. 3. Peranan Anak Anak-anak
melaksanakan
peranan
psikososial
sesuai
dengan
tingkat
perkembangannya baik fisik, sosial, mental dan spiritual(Bobak, 2005:69).
2.4 Konsep Pengetahuan
2.4.1
Pengertian Definisi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) adalah merupakan
hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba dan sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan hasil tahu dari manusia yang sekedar jawaban pertanyaan “what ” misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan sebagainya sedangkan ilmu bukan sekedar menjawab “what ” melaink an akan menjawab pertanyaan “why” dan “how” (Notoatmodjo, 2005). 2.4.2
Tingkat Pengetahuan Notoatmodjo, 2003 mengemukakan bahwa pengetahuan yang dicakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni :
1. Tahu ( Know) Artinya kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk diantaranya mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2. Memahami (Comprehension) Artinya kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi secara benar. 3. Aplikasi ( Aplication) Artinya kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil sebenarnya yaitu penggunaan hukum-hukum, rumus-rumus, metode, prinsip dan sebagainya. 4. Analisis ( Analysis) Artinya kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitan satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis) Artinya kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian ke dalam bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi yang ad a. 6. Evaluasi ( Evaluation) Artinya kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian tersebut berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada.
2.4.3
Cara Memperoleh Pengetahuan Menurut Notoatmodjo, 2005 cara untuk memperoleh pengetahuan ada 2
cara yaitu : 1. Cara Kuno (Tradisional) atau Non Ilmiah 1. Cara coba-coba salah (Trial and Error ) Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan. Pada waktu itu upaya pemecahan
masalah
dilakukan
dengan
coba-coba
saja
dengan
menggunakan kemungkinan-kemungkinan apabila kemungkinan pertama tidak berhasil maka dicoba kemungkinan yang kedua dan kemungkinan yang lain. 2. Cara kekuasaan atau otoriter Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi otoritas pemerintah, otoritas pimpinan agama maupun ahli ilmu pengetahuan. Orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas tanpa menguji kebenarannya karena menganggap bahwa apa yang dikemukakan adalah sudah benar. 3. Berdasarkan pengalaman pribadi Sumber pengetahuan diperoleh dari pengalaman atau pengalaman merupakan cara untuk memperoleh pengetahuan. 4. Melalui jalan pikiran Pengetahuan diperoleh dengan menggunakan penalarannya baik melalui induktif
maupun
kesimpulan
yang
deduktif.
Induktif
dimulai
dari
merupakan
proses
pernyataan-pernyataan
penarikan khusus
ke
pernyataan yang bersifat umum dengan proses berpikir beranjak dari hasil
pengamatan indera atau hal-hal yang nyata. Deduktif merupakan pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum ke khusus dengan pola berpikir bahwa sesuatu yang dianggap benar secara umum pada kelas tertentu berlaku juga kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang termasuk dalam kelas itu. 2. Cara Modern Cara ini disebut “Metode Penelitian Ilmiah” atau lebih populer disebut metodologi penelitian, cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1560-1626) dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasil pengamatannya dikumpulkan dan diklasifikasikan dan akhirnya diambil keputusan. Menurut W. Gulo, 2007 cara untuk memperoleh pengetahuan juga ada 2 cara, yaitu : a. Melalui orang lain Orang lain memberitahukan kepada kita, baik secara langsung maupun melalui media dan apa yang diberitahukan itu kita terima sebagai sesuatu yang kita anggap benar. b. Pengalaman diri sendiri secara langsung Pengetahuan dari pengalaman diperoleh dengan mempelajari pengalaman kita sendiri, pengalaman kita setiap hari, jika direnungkan kembali akan memberikan banyak pengetahuan. 2.4.4
Cara Mengukur Tingkat Pengetahuan Menurut Arikunto (1998) bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur
dari subjek peneliti atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas, sedangkan kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan scoring, yaitu : 1. Tingkat pengetahuan baik jika skor atau nilai 76-100% 2. Tingkat pengetahuan cukup baik bila skor atau nilai 56-75% 3. Tingkat pengetahuan kurang baik bila skor atau nilai 40-55% 4. Tingkat pengetahuan tidak baik bila skor atau nilai < 40% 2.4.4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
1. Usia Dengan bertambahnya usia maka tingkat pengetahuan akan berkembang sesuai dengan pengetahuan yang akan didapat (Notoatmodjo, 2005). 2. Pendidikan Pendidikan seseorang mempengaruhi cara pandangnya terhadap diri dan lingkungannya, sehingga akan berbeda sikap orang yang berpendidikan lebih tinggi dan pendidikan rendah (Notoatmodjo, 2005). 3. Pengalaman Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi di masa lalu (Notoatmodjo, 2005). 4. Pekerjaan Seseorang yang bekerja pengetahuannya akan lebih luas daripada seseorang yang tidak bekerja, karena dengan bekerja seseorang akan banyak mempunyai
informasi dan pengalaman (Notoatmodjo, 2005). 5. Media Massa Dengan masuknya teknologi akan tersedia pula bermacam-macam media massa. Media massa tersebut merupakan alat saluran (channel) untuk menyampaikan sejumlah informasi sehingga mempermudah masyarakat menerima pesan. Dengan demikian akan mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru (Ahmadi, 1997). 6. Sosial Budaya Kebudayaan berpindah dari setiap generasi manusia. Setiap generasi selalu melanjutkan apa yang telah mereka pelajari dan juga apa yang mereka sendiri tambahkan dalam budaya tersebut. Kebudayaan juga sebagai jalan arah di dalam bertindak dan berpikir sesuai dengan pengalaman yang sudah dimilikinya.
Dengan
demikian
seseorang
akan
bertambah
pula
pengetahuannya (Ahmadi, 1997).
2.5 Konsep Pendidikan Pra Formal
2.5.1
Pengertian Pendidikan Baik dibataskan secara maha luas, sempit maupun luas terbatas,
pendidikan tetap merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam kehidupan manusia, yang berawal dari hal-hal yang bersifat aktual menuju pada hal-hal yang ideal. Kegiatan pendidikan adalah kegiatan yang menjembatani antara kondisikondisi aktual dengan kondisi-kondisi ideal. Kegiatan pendidikan berlangsung dalam satuan waktu tertentu dan berbentuk dalam berbagai proses pendidikan, yang merupakan serangkaian kegiatan atau langkah-langkah yang digunakan untuk mengubah kondisi awal peserta didik sebagai masukan, menjadi kondisi
ideal sebagai hasilnya.(B.Hurlock, 1978: 26). 2.5.2
Pengertian pendidikan pra formal Dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 12 Ayat (2) menyebutkan ”Selain jenjang pendidikan pra Sekolah,” adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk mengembangkan pribadi, pengetahuan, dan keterampilan yang melandasi pendidikan dasar serta mengembangkan pribadi secara utuh sesuai dengan asas pendidikan sedini mungkin dan seumur hidup. Dalam PP RI No.27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Pra Formal. Bab 1 pasal 1 Ayat (2) dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan Taman Kanak-Kanak (TK) adalah salah satu bentuk pendidikan pra sekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia tiga tahun sampai memasuki pendidikan dasar (Patmonodewo, 2003: 3).
2.6 Peran Orang Tua Dalam Menghadapi Fobia Sekolah Anak Pada Pendidikan Pra Formal
Kunci utama untuk mengatasi fobia sekolah adalah sikap orang tua. Sebaiknya orang tua jangan sedikit pun memberi peluang anak untuk tidak sekolah apapun alasannya. Karena makin lama anak di rumah, makin takut ia ke sekolah. Bagi anak yang sering terlambat, maka orang tua harus bijaksana. Orang tua dapat bekerja sama dengan guru. Terlambat pada anak yang masih duduk di TK masih ditolerir sejauh hal tersebut tidak berlarut-larut. Kita dapat menggunakan pendekatan dengan menyediakan ”hadiah”bagi anak-anak. Begitu anak mau ke sekolah maka guru atau orang tua bisa
memberikan hadiah baik berupa pujian atau bintang yang disematkan pada dada si anak. Sebaiknya hilangkan pengukuhan yang menyebabkan anak akan lebih senang di rumah. Pendekatan lain dapat juga dengan menggunakan terapi bermain. berbagai macam tokoh boneka diberikan pada anak dan selanjutnya anak diminta mengekspresikan perasaannya pada tokoh tersebut. Dengan cara ini dapat diketahui hubungan anak dengan tokoh yang ada dan akhirnya penyebab mengapa ia takut sekolah dapat diketahui(Hawadi, 2001: 66). Peranan Orang Tua sangat penting untuk mengatasi fobia sekolah yang terjadi pada anak,yakni dengan beberapa cara sebagai berikut: 1. Tetap menekankan pentingnya bersekolah. Para ahli pendidikan dan psikolog berpendapat bahwa terapi terbaik untuk anak yang mengalami fobia sekolah adalah dengan mengharuskannya tetap bersekolah setiap hari (the best therapy for school phobia is to be in school every day). Karena rasa takut harus diatasi dengan cara menghadapinya secara langsung. Menurut para ahli tersebut, keharusan untuk mau tidak mau setiap hari masuk sekolah, malah menjadi obat yang paling cepat mengatasi masalah fobia sekolah, karena lambat laun keluhannya akan makin berkurang hari demi hari. Makin lama dia “diijinkan” tidak masuk sekolah, akan makin sulit mengembalikannya lagi ke sekolah, dan bahkan keluhannya akan makin intens dan meningkat. Selain itu, dengan mengijinkannya absen dari sekolah, anak akan makin ketinggalan pelajaran, serta makin sulit menyesuaikan diri dengan teman-temannya.
Kemungkinan besar anak akan coba-coba bernegosiasi dengan orangtua, untuk menguji ketegasan dan konsistensi orangtua. Jika ternyata pada suatu hari orangtua akhirnya “luluh”, maka keesokkan harinya anak akan mengulang pola yang sama. Tetaplah bersikap hangat, penuh pengertian, namun tegas dan bijaksana sambil menenangkan anak bahwa semua akan lebih baik setibanya dia di sekolah. 2.
Berusahalah untuk tegas dan konsisten dalam bereaksi terhadap keluhan, rengekan, tantrum atau pun rajukan anak yang tidak mau sekolah. Entah karena pusing mendengar suara anak atau karena amat mengkhawatirkan kesehatan anak, orangtua seringkali meluluskan permintaan anak. Tindakan ini tentu tidak sepenuhnya benar. Jika ketika bangun pagi anak segar bugar dan bisa berlari-lari keliling rumah atau pun sarapan pagi dengan baik, namun pada saat mau berangkat sekolah, tiba-tiba mogok – maka sebaiknya orangtua tidak melayani sikap “negosiasi” anak dan langsung mengantarnya ke sekolah. Satu hal penting untuk diingat adalah hindari sikap menjanjikan hadiah jika anak mau berangkat ke sekolah, karena hal ini akan menjadi pola kebiasaan yang tidak baik (hanya mau sekolah jika diberi hadiah). Anak tidak akan mempunyai kesadaran sendiri kenapa dirinya harus sekolah dan terbiasa memanipulasi orangtua/lingkungannya. Anak jadi tahu bagaimana taktik atau strategi yang jitu dalam mengupayakan agar keinginannya terlaksana. Jika sampai terlambat, anak tetap harus berangkat ke sekolah – kalau perlu ditemani/ diantar orangtua. Demikian juga jika sesampai di sekolah anak minta pulang, maka orangtua harus tegas dan bekerja sama dengan pihak guru untuk menenangkan anak agar akhirnya anak mera sa
nyaman kembali. Jika anak menjerit, menangis, ngamuk, marah-marah atau bertingkah laku aneh-aneh lainnya, orangtua hendaknya sabar. Ajaklah anak ke tempat yang tenang dan bicaralah baik-baik hingga kecemasan dan ketakutannya berkurang/hilang; dan sesudah itu bawalah anak kembali ke kelasnya. Situasi ini dialami secara berbeda antara satu orang dengan yang lain, tergantung dari kemampuan ora ngtua menenangkan dan mendekatkan diri pada anak. Namun jika orangtua mengalami kesulitan dalam menghadapi sikap anaknya, mintalah bantuan pada guru atau sesama orangtua murid lainnya yang dikenal cukup dekat oleh anak. Te rkadang, keberadaan mereka justru membuat anak lebih bisa mengendalikan diri. 3. Konsultasikan masalah kesehatan anak pada dokter Jika orangtua tidak yakin akan kesehatan anak, bawalah segera ke dokter untuk mendapatkan kepastian tentang ada/tidaknya problem kesehatan anak. orangtua tentu lebih peka terhadap keadaan anaknya setiap hari; perubahan sekecil apapun biasanya akan mudah dideteksi orangtua. Jadi, ketika anak mengeluhkan sesuatu pada tubuhnya (pusing, mual, dsb), orangtua dapat membawanya ke dokter yang buka praktek di pagi hari agar setelah itu anak tetap dapat kembali ke sekolah. Selain itu, dokter pun dapat membantu orangtua memberikan diagnosa, apakah keluhan anak merupakan pertanda dari adanya stress terhadap sekolah, atau kah kare na penyakit lainnya yang perlu ditangani secara seksama. 4. Bekerjasama dengan guru kelas atau asisten lain di sekolah Pada umumnya para guru sudah biasa menangani masalah fobia sekolah atau pun school refusal (terutama guru-guru preschool hingga TK). Hampir setiap
musim sekolah tiba, ada saja murid yang mogok sekolah atau menangis terus tidak mau ditinggal orangtuanya atau bahkan minta pulang. Orangtua bisa minta bantuan pihak guru atau pun school assistant untuk menenangkan anak dengan cara-cara seperti membawanya ke perpustakaan, mengajak anak beristirahat sejenak di tempat yang tenang, atau pada anak yang lebih besar, guru dapat mendiskusikan masalah yang sedang memberati anak. Guru yang bijaksana, tentu bersedia memberikan perhatian ekstra terhadap anak yang mogok untuk mengembalikan kestabilan emosi sambil membantu anak mengatasi persoalan yang dihadapi – yang membuatnya cemas, gelisah dan takut. Selain itu, berdiskusi dengan guru untuk meneliti faktor penyebab di sekolah (misalnya diejek teman, dipukul, dsb) adalah langkah yang bermanfaat dalam upaya memahami situasi yang biasa dihadapi anak setiap hari. 5. Luangkan waktu untuk berdiskusi/berbicara dengan anak Luangkan waktu yang intensif dan tidak tergesa-gesa untuk dapat mendiskusikan apa yang membuat anak takut, cemas atau enggan pergi ke sekolah. Hindarkan sikap mendesak atau bahkan tidak mempercayai kata-kata anak. Cara ini hanya akan membuat anak makin tertutup pada orangtua hingga masalahnya tidak bisa terbuka dan tuntas. Orangtua perlu menyatakan kesediaan untuk mendampingi dan membantu anak mengatasi kecemasannya terhadap sesuatu, termasuk jika masalah bersumber dari dalam rumah tangga sendiri. Orangtua perlu introspeksi diri dan kalau perlu merubah sikap demi memperbaiki keadaan dalam rumah tangga. Orangtua pun dapat mengajarkan cara-cara atau strategi yang bisa anak
gunakan dalam menghadapi situasi yang menakutkannya. Lebih baik membekali anak dengan strategi pemecahan masalah daripada mendorongnya untuk menghindari problem, karena anak akan makin tergantung pada orangtua, makin tidak percaya diri, makin penakut, dan tidak termotivasi untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. 6. Lepaskan anak secara bertahap Pengalaman pertama bersekolah tentu mendatangkan kecemasan bagi anak, terlebih karena ia harus berada di lingkungan baru yang masih asing baginya dan tidak dapat ia kendalikan sebagaimana di rumah. Tidak heran banyak anak menangis sampai menjerit-jerit ketika diantar mamanya ke sekolah. Pada kasus seperti ini, orangtua perlu memberikan kesempatan pada anak menyesuaikan diri dengan lingkungan baru-nya. Pada beberapa sekolah, orangtua/pengasuh diperbolehkan berada di dalam kelas hingga 1-2 minggu atau sampai batas waktu yang telah ditentukan pihak sekolah. Lepaskan anak secara bertahap, misalnya pada hari-hari pertama, orangtua berada di dalam kelas dan lama kelamaan bergeser sedikit-demi sedikit di luar kelas namun masih dalam jangkauan penglihatan anak. Jika anak sudah bisa merasa nyaman dengan lingkungan baru dan tampak “happy” dengan teman temannya – maka sudah waktunya bagi sorangtua untuk meninggalkannya di kelas dan sudah waktunya pula bagi orangtua untuk tidak lagi bersikap overprotective, demi menumbuhkan rasa percaya diri pada anak dan kemandirian. 7. Konsultasikan pada psikolog/konselor jika masalah terjadi berlarut-larut Jika anak tidak dapat mengatasi fobia sekolahnya hingga jangka waktu yang
panjang, hal ini menandakan adanya problem psikologis yang perlu ditangani secara proporsional oleh ahlinya. Apalagi, jika fobia sekolah ini sampai mengakibatkan anak ketinggalan pelajaran, prestasinya menurun dan hambatan penyesuaian diri yang serius – maka secepat mungkin persoalan ini segera dituntaskan. Psikolog/konselor akan membantu menemukan pokok persoalan yang mendasari ketakutan, kecemasan anak, sekaligus menemukan elemen lain yang tidak terpikirkan oleh keluarga – namun justru timbul dari dalam keluarga sendiri (misalnya takut dapat nilai jelek karena takut dimarahi oleh papanya). Untuk itulah konselor/psikolog umumnya menghendaki keterlibatan secara aktif dari pihak orangtua dalam menangani masalah yang dihadapi anaknya. Jadi, orangtua pun harus bela jar mengenali siapa dirinya dan menilai bagaimana perannya sebagai orangtua melalui masalah-masalah yang timbul dalam dirinya(F.Rini, 2007).
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mengetahui peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal di TK Anak Saleh Malang.
3.2 Kerangka Konsep Orang Tua: 1. Ayah 2. Ibu
Peran Orang Tua Dalam Menghadapi Fobia Sekolah Pada Anak: Menekankan Pentingnya Bersekolah. Bekerja sama dengan guru./asisten sekolah. Memberikan hadiah jika anak
Karakteristik: 1. Usia 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Pen alaman
Kategori: 1. Baik: 76-100% 2. Cukup Baik: 56-75% 3. Kurang Baik: 40-55% 4. Tidak Baik: <40%
Fobia Sekolah Anak Pada
5. Pengetahuan
1. 2. 3. 4.
Keterangan :
Penyebab Fobia Sekolah: Separation Anxiety Pengalaman negatif di sekolah/lingkungan Problem dalam Keluarga Pola Hubungan Orang Tua dan Anak Yang Tidak Sehat
: Diteliti
: Tidak diteliti Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Dari gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa orang tua yang terdiri dari ayah dan ibu
memiliki
karakteristik
masing-masing.
Pengetahuan
inilah
yang
mempengaruhi peran orang tua terhadap fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal dan fobia sekolah itu sendiri disebabkan oleh: separation anxiety, pengalaman negatif di sekolah/lingkungan, problem dalam keluarga, pola hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat. Dalam penelit ian ini, peneliti ingin mengetahui peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal di TK Anak Saleh Malang.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah anak pada pendidikan pra formal di TK Anak Saleh Malang.
3.4 Definisi Operasional
Untuk mempermudah dalam pengukuran, maka variabel yang akan diukur, dioperasikan adalah didefinisikan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.1 Tabel 3.1 Definisi Operasional
N o. 1.
Variabel
Tingkat Pengetahu an Orang Tua
Definisi Operasional Kemampuan untuk
menjawab kuesioner dengan benar tentang fobia sekolah yang meliputi pengertian, penyebab,tandatanda, dan cara mengatasinya
Cara Ukur
Alat Ukur
Menjawab Pertanyaan dalam bentuk pengisian Kuesioner
Kuesioner
Skala Data Ordinal
Kategori
1.Baik : 76-100% 2.Cukup baik : 56-75% 3.Kurang baik :40-55% 4.Tidak baik : <40%
2.
Penyebab fobia sekolah
Keadaan yang membuat anak mengalami ketakutan sekolah
Menjawab pertanyaan dalam bentuk pengisian kuesioner
Kuesioner
Nominal
.Separation Anxiety 2.Pengalaman negatif di sekolah/lingkungan 3.Problem dalam keluarga 4.Pola hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat
3.
Peran orang tua
Respon orang tua dalam menghadapi fobia sekolah yang terjadi pada anaknya
Menjawab pertanyaan dalam bentuk pengisian kuesioner
Kuesioner
Ordinal
1.Baik : 76-100% 2.Cukup baik : 56-75% 3.Kurang baik :40-55% 4.Tidak baik : < 40%
3.5 Populasi, Sampel dan Sampling
3.5.1
Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua dari siswa-siswi TK
Anak Saleh Malang kelas A tahun ajaran 2008-2009. Jumlah populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 54 siswa. 3.5.2
Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua orang tua dari
siswa- siswi di TK Anak Saleh Malang kelas A yang anaknya mengalami fobia sekolah. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 29 siswa. 3.5.3
Sampling Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu
dengan cara memilih sampel di antara populasi yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti, berdasarkan biodata siswa dan orang tua yang diperoleh dari pihak sekolah sebagai sampel pada saat peneliti melakukan pengambilan data. Jumlah sampel yang diberikan kuesioner untuk diisi oleh responden adalah 54 orang. Namun, saat penelitian hanya didapatkan hasil data dari 45 orang, dikarenakan 9 orang responden tidak bersedia me njadi responden. Dan didapatkan hasil hanya 29 orang responden yang anaknya mengalami fobia sekolah.
3.6 Kriteria Sampel (Kriteria Inklusi dan Eksklusi)
3.6.1
Kriteria Inklusi Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Orang tua siswa-siswi kelas A di TK Anak Saleh Malang yang bersedia menjadi responden. 2. Orang tua siswa-siswi kelas A di TK Anak Saleh Malang yang anaknya mengalami fobia sekolah. 3. Orang tua siswa-siswi kelas A di TK Anak Saleh Malang yang berada di tempat saat penelitian. 3.6.2
Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.
Orang tua siswa-siswi kelas A di TK Anak Saleh Malang yang tidak bersedia menjadi responden.
2.
Orang tua siswa-siswi kelas A di TK Anak Saleh Malang yang anaknya tidak mengalami fobia sekolah.
3.
Orang tua siswa-siswi kelas A di TK Anak Saleh Malang yang tidak berada di tempat saat penelitian.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
3.7.1
Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh
responden. Pengisian kuesioner dilakukan di sekolah jika orang tua mengantarkan anaknya, namun jika tidak mengantarkan anaknya maka dititipkan atau diberikan kepada anggota keluarga yang saat itu mengantar. Waktu yang diperlukan oleh
peneliti selama 6 hari. Jika kuesioner belum dikembalikan, pihak sekolah menelpon kepada responden untuk segera mengisi kuesioner dan menitipkan pada anaknya untuk dibawa ke sekolah dengan tujuan untuk mengetahui peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal di TK Anak Saleh Malang. 3.7.2
Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak langsung dari responden.
Dalam penelitian ini adalah pengambilan data pada bagian untuk mengetahui biodata siswa/siswi TK Anak Saleh Malang.
3.8 Teknik Pengolahan Data
3.8.1 Editing Proses editing dilakukan setelah kuesioner diisi oleh responden, kemudian peneliti meneliti kembali dan melihat kekurangan isian responden saat responden mengembalikan kuesioner. Apabila terjadi kekosongan, dapat dikembalikan kepada responden untuk diisi kembali kekurangannya kecuali pada responden yang anaknya tidak mengalami fobia pada variabel penyebab fobia sekolah tidak diisi. 3.8.2
Coding Memberikan kode-kode tertentu pada setiap jawaban atau lembar jawaban
yang telah diisi oleh responden dan. Pada responden pemberian kodenya, untuk responden 1 diberi kode RI, untuk responden 2 diberi kode R2, dan seterusnya. 3.8.3 1.
Scoring Pada variabel tingkat pengetahuan orang tua
Alat ukur yang digunakan kuesioner dengan 10 pertanyaan, jika jawaban benar diberi nilai 1 dan jika jawaban salah diber nilai 0. Kemudian dikategorikan: 1.
Baik : 76-100%
2.
Cukup baik : 56-75%
3.
Kurang baik :40-55%
4.
Tidak baik : <40%
2.
Pada variabel penyebab fobia sekolah Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dengan 8 pertanyaan, dengan
menggunakan kategori: Separation anxiety, pengalaman negatif di sekolah/ lingkungan, problem dalam keluarga, dan pola hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat. Jika jawaban benar diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0 3.
Pada variabel peran orang tua Alat ukur yang digunakan kuesioner dengan 8 pertanyaan, jika jawaban
benar diberi nilai 1 dan jika jawaban salah diber nilai 0. Kemudian dikategorikan: 1. Baik : 76-100% 2. Cukup baik : 56-75% 3. Kurang baik :40-55% 4. Tidak baik : <40% 3.8.4
Transfering Memindahkan jawaban atau kode jawaban yang ada dalam media tertentu
( Master sheet ). 3.8.5
Tabulating Dengan menyusun data yang diperoleh dan dimasukkan dalam daftar
distribusi frekuensi kemudian menjelaskan dalam bentuk narasi.
3.9 Analisa Data
Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis untuk mengetahui besar peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal di TK Anak Saleh Malang. Menyusun data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dalam persentase sesuai dengan karakteristik masing-masing responden. Kemudian menghitung dengan menggunakan rumus : P
x x10 n
Keterangan : P : Persentase hasil x : jumlah jawaban yang benar n : jumlah seluruh pertanyaan Keterangan: 1.
Baik : bila skor 76-100%.
2.
Cukup baik : bila skor 56-75%.
3.
Kurang baik : bila skor 40-55%.
4.
Tidak baik : bila skor < 40%
3.10 Alat Ukur yang Digunakan
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan pertanyaan yang berjumlah 26 soal, diberikan kepada responden dengan bentuk pilihan tunggal (a, b, c, d) dan memilih dengan memberi tanda silang (x) pada jawaban yang dianggap benar. Kuesioner tersebut sebelumnya dilakukan uji
validitas dan reabilitas. Jumlah kuesioner yang dibagikan untuk diisi adalah 54, namun hanya didapat data dari 45 responden dikarenakan 9 responden lainnya tidak bersedia menjadi responden.
3.11 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.11.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di TK Anak Saleh Malang Jln. Candi Panggung Indah No.3 Malang. Telp (0341) 489966. 3.11.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret – Juli 2009. Pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 2-8 Juni 2009.
3.12
Etika Penelitian
Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek tidak boleh bertentangan dengan etika. Untuk itu peneliti perlu mendapatkan rekomendasi dari STIKES Widyagama Husada Malang dan setelah mendapatkan surat balasan berupa persetujuan dari tempat penelitian, baru penelitian bisa dilaksanakan dengan menggunakan etika sebagai berikut : 3.12.1 Lembar Persetujuan ( Informed Concent) Sebelumnya responden diberi lembar persetujuan yang berisi maksud dan tujuan penelitian. Kemudian responden dipersilahkan menjawab kuesioner. 3.12.2 Tanpa Nama (anonimity) Pada lembar pengumpulan data, peneliti tidak mencantumkan nama responden tetapi hanya memberikan kode. 3.12.3 Kerahasiaan (confidentiality)
Informasi yang disampaikan oleh semua responden dijamin akan terjaga kerahasiaannya oleh peneliti.
3.13
Jadwal Penelitian
Jadwal kegiatan penelitian terlampir.
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah ada pada bab pendahulauan. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 2-8 Juni 2009 di TK Anak Saleh Malang. Adapun data yng disajikan terdiri dari data umumyamg meliputi sejarah TK, visi dan misi, fasilitas belajar, program sekolah, dan karakteristik responden. Data khusus meliputi: Tingkat pengetahuan orang tua, penyebab fobia sekolah, dan peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah pada anak. 4.1.1
Data Umum
Sejarah Taman Kanak-kanak Anak Saleh
Berdasarkan data pada profil, TK Anak Saleh didirikan pada tahun 1955 dan tidak mengalami perubahan nama sekolah sampai sekarang. TK Anak Saleh beralamat di jalan Candi Panggung Indah No. 3, Kelurahan Mojolangu, Kecamatan Blimbing Kota Malang-Jawa Timur. Surat keputusan sekolah diterbitkan dan ditandatangani oleh dinas P & K Daerah Propinsi Jawa Timur dengan nomor 421.207.1/78/112.04/91 tanggal 8 Mei 1985. Status sekolah dari awal didirikan sampai sekarang yaitu swasta "Disamakan" dengan bangunan sekolah milik sendiri dilengkapi berbagai fasilitas gedung yang terdiri dari tiga kelas untuk kelas A dan tiga kelas untuk kelas B, sarana bermain, perpustakaan, musholla, dan UKS. Kegiatan belajar mengajar dimulai dari pagi jam 07.00-10.00 WIB setiap hari kecuali hari Minggu dan hari besar libur. Saat ini sekolah dipimpin oleh ibu Mike Supraptiwi, M.Pd yang telah setia mengabdikan dirinya sejak tahun 1999 sampai sekarang.
Visi dan Misi Sekolah a.
Visi
Terwujudnya pendidikan berkualitas, kreatif, dan islami yang mampu menghasilkan
lulusan
beriman,
bertakwa,
berakhlak-karimah,
beriptek,
berkebangsaan, dan berperadaban. b. Misi
KB-TK Anak Saleh mempunyai misi: 1)
Mewujudkan lembaga pendidikan anak yang unggul dan islami.
2)
Menciptakan lingkungan belajar dan bermain yang menumbuhkan suasana belajar aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan.
3)
Mewujudkan lulusan yang memiliki kesalehan pribadi, kesalehan sosial, dan kesalehan cendekia, serta memiliki komitmen kebangsaan, kemanusiaan, dan keperadaban yang islami. Fasilitas Belajar
a.
Gedung dan area bermain memadai serta didesain secara khas.
b.
Ruang belajar bermain berbentuk multi sentra.
c.
Ruang UKS dan perpustakaan UKS bertaraf nasional (diresmikan Walikota).
d. Indoor Swimming Pool (diresmikan kepala DIKNAS). e. Learning Resources Center (diresmikan Walikota). f.
Healthy Café (diresmikan Ketua TP PKK Kota Malang).
g.
Stationery and Toys Shop
h.
Laboratorium Komputer Ber-AC.
i.
perpustakaan terpadu dan perpustakaan mini di sentra-sentra.
j.
Ruang audio visual.
k.
Dapur praktek memasak dan Tata Boga.
l.
Mushola(Praying Room).
m. Music Room. n.
Laboratorium Kebun Mini dan Kebun Toga.
o. Birthday hall. p. Physical Exercises Room(diresmikan TP UKS Pusat). q. Brain Gym Room r.
Taman Lalu Lintas. Program-Program Sekolah
a. Program Ekstrakurikuler
1) Drum Band. 2) Angklung. 3) Menyanyi. 4) Mewarna dan Melukis. 5) Tari tradisional dan kontemporer. 6) Renang. 7) English Club. 8) Komputer. 9) Deklamasi dan Puisi. 10) Qiro’ah/Adzan. b. Program Pendukung
1) Santunan Yatim Piatu, dan Fakir Miskin. 2) Bakti Sosial (bencana alam dan kemanusiaan) 3) Pengajian dan Pendidikan Orang Tua ( Parent Education).
4) Excursion and Out Bound Program. 5) Multi Moment Competition for Children. 6) Internal Competition for children and parent. 7) Aksi dan kreasi siswa. c. Program Unggulan
1) Everyday with Qur’an wa Sunnah. 2) Small class with team teaching. 3) Children friendly teaching and learning. 4) Thematic learning. 5) Multilingual Methods(Indonesia, Java, English, and Arabic). 6) Year special program. 7) Creative curriculum. 8) Children Multiple Intelligence Development. 9) Special Instructional Strategic with Beyond Centers & Circle Time. 10) Professional Resources. 11) SafetyInsurance for Children. Karakteristik Responden di TK Anak Saleh a.
Berdasarkan Status Orang Tua
Untuk penggolongan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin orang tua dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini: Tabel 4.1
Distribusi frekuensi responden berdasarkan status orang tua di TK Anak Saleh Malang Juni 2009 Jumlah Jenis Kelamin f % Ayah 6 20,7 Ibu 23 79,3 Total 29 100 Dari tabel 4.1 didapat bahwa ibu merupakan jumlah tertinggi yaitu 23
responden (79,3%) dan yang paling sedikit adalah ayah yaitu 6 responden (20,7%) b.
Berdasarkan Usia
Untuk penggolongan karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini: Tabel 4.2
Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia Saleh Malang Juni 2009 Jumlah Usia f < 20 tahun 0 20-30 tahun 26 > 30 tahun 3 Total 29 Dari tabel 4.2 didapat bahwa responden yang berusia
di TK Anak
% 0 89,7 10,3 100 20-30 tahun
merupakan jumlah tertinggi yaitu 26 responden (89,7%) dan yang paling sedikit adalah usia >30 tahun yaitu 3 responden (10,3%) c.
Berdasarakan Urutan Anak
Untuk penggolongan karakteristik responden berdasarkan urutan anak dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini: Tabel 4.3
Distribusi frekuensi responden berdasarkan urutan anak di TK Anak Saleh Malang Juni 2009 Jumlah Usia f % Sulung 13 44,9 Tengah 6 20,7 Bungsu 10 34,4 Total 29 100 Dari tabel 4.3 didapat bahwa responden yang anaknya bersekolah di TK
adalah anak sulung merupakan jumlah tertinggi yaitu 13 responden (44,9%) dan yang paling sedikit adalah merupakan anak tengah yaitu 6 responden (20,7%) d.
Berdasarkan Pendidikan
Untuk penggolongan karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4
Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan di TK Anak Saleh Malang Juni 2009 Jumlah Pendidikan f % SMP 2 6,9 SMA 18 62,1 PT 9 31 Total 29 100 Dari tabel 4.4 didapat bahwa responden terbanyak adalah dengan tingkat
pendidikan SMA yaitu 18 responden (62,1%) dan yang paling sedikit adalah lulusan SMP yaitu 2 responden (6,9%) e.
Berdasarkan Pekerjaan
Untuk penggolongan karakteristik responden berdasarkan urutan anak dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini: Tabel 4.5
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan di TK Anak Saleh Malang Juni 2009 Jumlah Pekerjaan f % Tidak bekerja 3 10,3 Wiraswasta 7 24,1 Swasta 14 48,4 PNS 5 17,2 Total 29 100 Dari tabel 4.5 didapat bahwa responden terbanyak pekerjaannya adalah
swasta yaitu 14 responden (48,4%) dan yang paling sedikit adalah tidak bekerja yaitu 3 responden (10,3%) 4.1.2
Data Khusus
Data khusus ini menyajikan tentang peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah yang dikaji dari tingkat pengetahuan ibu, penyebab dari fobia sekolah, dan peran orang tua. 1.
Tingkat pengetahuan Orang Tua
Untuk mengetahui tentang tingkat pengetahuan orang tua tentang fobia
sekolah pada anak pendidikan pra formal, dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini: Tabel 4.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pengetahuan orang tua di TK Anak Saleh Malang Juni 2009 Kategori Jumlah % Baik 6 20,7 Cukup Baik 2 6,9 Kurang Baik 16 55,2 Tidak Baik 5 17,2 Total 29 100 Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan orang
tua yang paling besar adalah kurang baik yaitu 16 responden (55,2%) dan yang paling sedikit tingkat pengetahuan responden yang cukup baik dengan 2 responden (6,9%). Gambar 4.1 Perbandingan pendidikan dengan tingkat pengetahuan orang tua tentang fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal
45.00% 41.40% Tidak Sekolah
40.00% SD
35.00% SM P
30.00% e s a t n e s o r P
SM A
25.00% PT
20.00% 13.80%
15.00%
13.80%
10.30%
10.00% 5.00%
6.90% 3.45%
3.45%
3.45%
B aik
C ukup B aik
3.45%
0.00% K urang B aik
Tidak B aik
Kategori
Gambar 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perbandingan Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Responden di TK Anak Saleh Malang
Gambar 4.2 Perbandingan pendidikan dengan tingkat pengetahuan orang tua tentang fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal
Untuk mengetahui tentang perbandingan tingkat pengetahuan orang tua tentang fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal dengan usia, dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini:
0.6
55.20%
<20 th
0.5
20-30 th
>30 th
0.4 e s a t n e s o r P
0.3
0.2
17.20% 13.80%
0.1
6.90% 3.45%3.45%
0 Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Tidak Baik
Kategori
Gambar 4.2
2.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perbandingan usia dengan Tingkat Pengetahuan Responden
Penyebab dari fobia sekolah
Untuk mengetahui penyebab fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal, dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini: Tabel 4.7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan penyebab fobia sekolah di TK Anak Saleh Malang Juni 2009 Kategori Jumlah %
Separation Anxiety 14 Pengalaman Negatif di sekolah/lingkungan 9 Problem dalam keluarga 4 Pola hubungan orang tua dan anak yang 2 tidak sehat Total 29 Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa penyebab fobia
48,3 31 13,8 6,9 100 yang paling
besar adalah Separation Anxiety yaitu 14 responden (48,3%) dan yang paling sedikit adalah karena pola hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat yaitu 2 responden (6,9%). 3.
Peran Orang Tua
Untuk mengetahui tentang tingkat peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal, dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini: Tabel 4.8 Distribusi frekuensi responden berdasarkan peran orang tua di TK Anak Saleh Malang Juni 2009 Kategori Jumlah % Baik 8 27,6 Cukup Baik 2 6,9 Kurang Baik 15 51,7 Tidak Baik 4 13,8 Total 29 100 Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa peran orang tua yang paling
besar adalah kurang baik yaitu 15 responden (51,7%) dan yang paling sedikit peran orang tua yang cukup baik dengan 2 responden (6,9%). 4.2
Pembahasan
Data khusus ini menyajikan tentang tingkat pengetahuan orang tua tentang fobia sekolah, penyebab fobia sekolah, dan peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal. 4.2.1 Tingkat Pengetahuan Orang Tua Tentang Fobia Sekolah pada Anak Pendidikan Pra formal
Berdasarkan dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada tingkat
pengetahuan orang tua tentang fobia sekolah adalah paling banyak berada pada tingkat pengetahuan kurang baik (55,2%) dikarenakan pada hasil kuesioner didapatkan responden tidak dapat menjawab dengan benar tentang penyebab fobia sekolah, kelompok umur resiko terkena fobia sekolah, lamanya terjadi fobia sekolah, dan tujuan penanganan fobia sekolah. Alasan responden tidak dapat menjawab kuesioner karena tidak ada pengalaman pada anak sebelumnya atau ini merupakan pertama kali pengalaman responden untuk menyekolahkan anaknya. Darsono (2008) mengemukakan pengalaman orang tua sangat penting untuk menambah pengetahuan dalam menghadapi anak dan masalah anak di sekolah. Dengan adanya pengalaman yang baik, maka orang tua dapat berperan aktif dalam menghadapi anak dan masalahnya di sekolah. Pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa responden yang anaknya adalah anak sulung sebesar (44,9%), dan ini mempengaruhi karena ini merupakan pengalaman pertama bagi responden untuk menyekolahkan anaknya. Responden yang anaknya merupakan anak tengah sebesar (20,7%) dan anak bungsu sebesar (20,7%), juga memberikan pengaruh terhadap tingkat pengetahuannya akan fobia sekolah karena pada anak sebelumnya tidak ada yang mengalami fobia sekolah. Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
dalam
memecahkan
lalu(Notoadmojo, 1997).
permasalahan
yang
dihadapi
pada
masa
Selain dari pengalaman yang dapat mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan. Pada hasil kuesioner didapatkan responden pada jenjang pendidikan SMA sebanyak (62,1%), dan didapatkan hasil kuesioner tingkat pengetahuannya kurang baik(51,7%) dimana seharusnya pada jenjang pendidikan SMA pengetahuan seseorang telah bertambah karena telah melewati tingkat pendidikan SD dan SMP. Menurut Wied Hary A.(1996), menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik pula pengetahuanya. Dan yang paling sedikit responden didapatkan hasil tingkat pengetahuan responden yaitu cukup baik (6,9%). Pada kuesioner didapatkan hasil bahwa orang tua mampu menjawab sebagian besar dari pertanyaan kuesioner tetapi disini para responden banyak yang tidak dapat menjawab dengan benar tentang lama terjadinya fobia sekolah, kelompok resiko terkena fobia sekolah, dan tujuan penanganan fobia sekolah. Alasan responden tidak dapat menjawab dengan benar adalah karena kurang mengerti dan sedikit mendapat informasi tentang fobia sekolah.
Abu
Ahmadi
(2001),
mengemukakan
bahwa
memang
tingkat
pengetahuan seseorang itu selain dipengaruhi oleh pengalaman, juga dipengaruhi oleh usia Dapat dilihat pada gambar 4.2 didapatkan (89,7%) usia responden 20-30 tahun adalah jumlah terbanyak dimana seharusnya pada usia ini responden telah memiliki pengalaman dan tingkat pengetahuan yang baik. Taufik (2007), mengemukakan bahwa makin tua usia seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada usia
tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berusia belasan tahun. Selain itu Abu Ahmadi (2001), juga mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah sala h satunya dipengaruhi oleh usia. Dari uraian ini, maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya usia seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan pe ngetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada usia-usia tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang dan pada usia 20-30 tahun merupakan usia pertengahan dewasa muda sehingga seseorang akan lebih berpikir matang dalam berpikir dan menerima informasi (Latipun, 2001).
4.2.2
Penyebab Fobia Sekolah pada Anak Pendidikan Pra Formal
Berdasarkan dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa penyebab fobia sekolah adalah paling banyak karena separation karena separation Anxiety (48,3%). Ini dikarenakan pada hasil kuesioner didapatkan banyak responden yang menyatakan anaknya merasakan cemas saat akan berpisah dengan orang tua nya, dan anak sering mengeluh merasakan sakit perut, mual, pusing, dsb. Separation Anxiety( gangguan gangguan kecemasan) itu tidak dibuat-buat, namun merupakan fenomena yang biasa terjadi pada anak-anak usia batita dan balita. Oleh sebab itu, mereka tidak ingin berpisah berpisa h dari orangtua dan malah semakin menempel ke orang tuanya. Peningkatan kecemasan menimbulkan rasa tidak nyaman pada tubuh mereka, dan inilah yang sering dikeluhkan (perut sakit, mual, pusing, dsb.) Menurut Kartono (1995) Separation anxiety pada anxiety pada umumnya dialami anakanak kecil usia balita (18 - 24 bulan). Kecemasan itu sebenarnya adalah fenomena yang normal. Anak yang lebih besar pun (pra sekolah, TK hingga awal SD) tidak luput dari separation dari separation anxiety. anxiety . Bagi mereka, sekolah berarti pergi dari rumah untuk
jangka waktu yang cukup lama. Mereka tidak hanya akan merasa rindu terhadap t erhadap orangtua, rumah, atau pun mainannya - tapi mereka pun cemas menghadapi tantangan, pengalaman baru dan tekanan-tekanan yang dijumpai di luar rumah. Penyebab fobia yang paling sedikit karena pola hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat yaitu (6,9%). Ini dikarenakan dari hasil kuesioner didapatkan bahwa mereka selalu menuruti permintaan dari anaknya misal anak menginginkan mainan baru sehingga anak tidak membuat alasan untuk malas ke sekolah dikarenakan orang tua tidak memenuhi permintaan anaknya tersebut. Permintaan oleh orang tua akan dikabulkan selama permintaan tersebut tidak berlebihan dari yang sewajarnya dan pada kuesioner didapatkan responden sudah cukup memberikan banyak waktu untuk anaknya. (Darsono, 2008) mengemukakan penyebab pola hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat adalah sikap orangtua yang tidak dapat memperlakukan anak-anak sebagai pribadi yang seutuhnya. Orangtua cenderung overprotective, selalu mengatur, pilih kasih dan lain-lain. Atau sebaliknya, orangtua kurang peduli, terlalu sibuk dengan pekerjaan sendiri dan mengabaikan tanggung jawabnya dalam rumah tangga. Akibatnya, perkembangan kepribadian anak menjadi tidak sehat. Selain itu, pada tabel 4.1 didapatkan paling banyak responden adalah ibu yaitu (79,3%) dan yang paling sedikit adalah ayah yaitu (20,7%). Sifat ibu adalah sabar, lebut, menuruti kemauan anak karena sangat sayang dengan anak. Ini juga berpengaruh karena seorang ibu akan lebih mudah menerima alasan anaknya yang tidak mau sekolah apalagi mengetahui anaknya memiliki sikap pemalu, kurang mau bergaul, sulit menerima orang lain selain ibu atau bapaknya, serta kurang
percaya diri (ke mana-mana harus didampingi orang tuanya). Kecenderungan fobia pada sekolah, juga terdapat terda pat pada anak yang selalu dimanja orang tuanya. Ibu yang menderita fobia secara sadar atau tidak sadar juga mendukung perilaku anak yang menolak pergi ke sekolah. Ia malah mendukung sebab ia sendiri membutuhkan kehadiran anaknya di rumah. Ayah juga dapat menjadi salah satu penyebab fobia pada anak, terutama pada keluarga yang sering bertengkar. Karena jenuh bertengkar dengan istrinya, maka ayah akan mentolerir rengekan si anak yang tidak mau pergi ke sekolah. Selain faktor yang telah disebutkan di atas, ada faktor pencetus yang menyebabkan anak menolak pergi sekolah. Faktor itu berkaitan dengan pengalaman traumatis atau pengalaman pahit anak di sekolah (Hawadi, 2001:49). 4.2.3
Peran Orang Tua dalam Menghadap Menghadapii Fobia Sekolah pada pada Anak Pendidkan Pra Formal
Berdasarkan dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah adalah paling banyak kurang baik (37,8%). Ini dikarenakan responden banyak yang tidak paham akan perannya untuk membantu anak dalam menghadapi fobia sekolah, ini dikarenakan dari hasil kuesioner banyak orang tua yang tidak mengerti bagaimana cara menghadapi fobia sekolah. Alasan responden tidak berperan aktif dalam menghadapi fobia sekolah pada anaknya karena banyak orang tua yang hanya diam saja jika anak tidak mau bersekolah, tidak bekerjasama dengan guru supaya anak mau lebih mengenal lingkungan sekolahnya termasuk teman-temannya, tidak memberikan hadiah atau ucapan yang bisa membuat anak lebih giat untuk bersekolah. Whitehead(1991) menyatakan kegagalan dalam mengatasi fobia karena
kesalahan dari peran orang tua yang tidak mengutamakan kepentingan anak. Kegagalan tersebut disebabkan antara lain karena: 1. Kebiasaan orang tua untuk mengijinkan anak tidak masuk sekolah jika anak menginginkan membolos karena alasan tertentu. 2. Pusing mendengar suara anak atau karena amat mengkhawatirkan kesehatan anak, orangtua seringkali meluluskan permintaan anak. 3. Jika orangtua tidak yakin akan kesehatan anak, bawalah segera ke dokter untuk mendapatkan kepastian tentang ada/tidaknya problem kesehatan anak. 4. Pada umumnya para guru sudah biasa menangani masalah fobia sekolah atau pun school refusal (kemalasan sekolah).terutama guru-guru pra sekolah hingga TK. Peran orang tua yang paling sedikit adalah cukup baik (4,4%). Ini dikarenakan pada hasil kuesioner didapatkan hanya sedikit responden yang menekankan pentingnya bersekolah pada anak. (F.Rini, 2007) menyatakan bahwa terapi terbaik untuk anak yang mengalami fobia sekolah adalah dengan mengharuskannya tetap bersekolah setiap hari (the best therapy for school phobia is to be in school every day). Karena rasa takut harus diatasi dengan cara menghadapinya secara langsung. Menurut para ahli tersebut, keharusan untuk mau tidak mau setiap hari masuk sekolah, malah menjadi obat yang paling cepat mengatasi masalah fobia sekolah, karena lambat laun keluhannya akan makin berkurang hari demi hari. Makin lama dia “diijinkan” tidak masuk sekolah, akan makin sulit mengembalikannya lagi ke sekolah, dan bahkan keluhannya akan makin intens dan meningkat. Selain itu, dengan mengijinkannya absen dari sekolah, anak akan makin ketinggalan pelajaran, serta makin sulit menyesuaikan
diri dengan teman-temannya. Pada kuesioner didapatkan sebagian responden ada yang memberi hadiah jika anak mau bersekolah. Menurut (Hawadi, 2001) kita dapat menggunakan pendekatan dengan menyediakan ”hadiah”bagi anak -anak. Begitu anak mau ke sekolah maka guru atau orang tua bisa memberikan hadiah baik berupa pujian atau bintang yang disematkan pada dada si anak. Sebaiknya hilangkan pengukuhan yang menyebabkan anak akan lebih senang di rumah. Menurut F.Rini(2007) peranan orang tua sangat penting untuk mengatasi fobia sekolah yang terjadi pada anak, yakni dengan beberapa cara sbb: 1.
Menekankan pentingnya bersekolah.
2.
Bekerjasama dengan guru kelas atau asisten lain di sekolah.
3.
Memberikan hadiah jika anak mau bersekolah.
4.
Meluangkan waktu untuk berdiskusi/berbicara dengan anak. Keterbatasan Penelitian
4.3
Dalam penelitian ini masih banyak keterbatasan yang menyebabkan peneliti tidak dapat memberi hasil yang optimal antara lain keterbatasan dari peneliti sendiri maupun karena hal lain. Keterbatasan tersebut antara lain: 4.3.1
Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini belum standart sehingga peneliti masih menggunakan alat ukur yang hanya baru diuji sekali. Dan pada kuesioner sebaiknya diawali dengan pertanyaan mengenai penyebab fobia sekolah baru dilanjutkan pertanyaan tentang tingkat pengetahuan orang tua tentang fobia sekolah dan peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah.
4.3.2
Jumlah Sampel
Setelah melakukan editing, didapatkan hanya 29 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang akhirnya dijadikan sampel penelitian.
BAB 5 PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada responden TK Anak saleh Malang dapat disimpulkan bahwa: 5.1.1 Tingkat pengetahuan orang tua tentang fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal di TK Anak Saleh Malang banyak yang kurang baik. 5.1.2 Penyebab fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal di TK Anak Saleh Malang paling banyak dikarenakan Separation Anxiety (gangguan kecemasan). 5.1.3 Peran orang tua dalam menghadapi fobia sekolah pada anak pendidikan pra Formal di TK Anak Saleh Malang banyak yang kurang kurang baik. 5.2 5.2.1
Saran Bagi Peneliti
Diharapkan lewat penelitian ini, dapat memperoleh tambahan pengetahuan dan pemahaman tentang fobia sekolah. Serta menerapkan dalam pelaksanaan mengatasi fobia sekolah sejak dini, bahwa peran orang tua sangat penting dalam menghadapi fobia sekolah yang terjadi pada anak 5.2.2
Bagi STIKES Widayagama Husada
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bacaan dan jika mungkin pengajaran, sebagai tambahan pengetahuan dan materi pada mata kuliah psikologi yang diajarkan pada semester dua tentang cara mengatasi fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal adalah dengan meningkatkan peran o rang tua.
5.2.3
Bagi Responden
Diharapkan setelah diberikan leaflet tentang fobia sekolah meliputi pengertian, tanda-tanda, penyebab, waktu terjadinya, lama terjadinya , serta penanganan fobia sekolah kepada seluruh orang tua siswa-siswi di TK Anak Saleh dapat menambah informasi untuk mencegah terjadinya fobia sekolah sejak dini pada orang tua yang anaknya tidak mengalami fobia sekolah serta bagi orang tua yang anaknya mengalami fobia sekolah dapat mengerti cara untuk mengatasi fobia sekolah yang terjadi pada anaknya. 5.2.4
Bagi TK Anak Saleh
Diharapkan para guru dapat bekerjasama dengan orang tua dalam menghadapi fobia sekolah pada anak pendidikan pra formal dengan memberikan informasi kepada orang tua jika terjadi masalah pada anak saat di sekolah dan memberikan solusi untuk menyelesaikan di ruang BP TK Anak Saleh yaitu pertemuan antara orang tua, wali kelas, guru BP, dan kepala sekolah sehingga masalah tersebut dapat diatasi. 5.2.5
Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan penelitian dengan menggunakan metode yang lebih baik dan instrument yang lengkap, misalnya dalam penggunaan alat ukur yang telah diuji lebih dari satu kali pengujian sehingga didapatkan data yang benar-benar valid dan reable. Selain itu, juga perlu penambahan sampel sehingga metode generalisasinya lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. (2008). Research Fobia Sekolah Anak . Retrived at April 20 2009. From www.rumahyatim.ac.id Admin. (2009). Research Apa itu Fobia Sekolah?. Retrived at April 20 2009. From www.balaitekkomdiknad.go.id Ahmadi. (2007). Research Faktor Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan. Retrived at June 1 2009. From www.komunikasi-kita.com Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Aziz, Alimul H. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta, Salemba Medika B.Hurlock, Elizabeth. (1978). Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga Bobak, dkk. (2005). Keperawatan Maternitas Edisi A. Jakarta, EGC Budiarto, Arifin. (2001). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: EGC C.davison, Gerald et.al. (2006). Psikologi Abnormal edisi ke-9. Jakarta : Raja Grafindo Persada C'soti, Marianna. (2003). School Phobia and Anxiety in Children. New York : Creation Knowledge Darsono, Didi. (2008). Research Fobia terhadap Sekolah. Retrived at April 20 2009. From www.gamalielschool.org F.rini, Jacinta. (2007). Research Fobia-Sekolah. Retrived at April 8 2009. From www.psiko-indonesia.blogspot.com Hawadi, Reni Akbar. (2001). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta :Grasindo Kartono, Kartini. (1995). Psikologi Anak (psikologi perkembangan). Bandung : Mandar Maju Lewis, David. (1991). Taklukkan Fobia Anda. Jakarta : Arcan Notoatmodjo, Soekidjo. (1997). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta Nursalam. (2001). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Patmonodewo, Soemarti. (1995). Pendidikan Anak Pra Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta Suprajitno. (2004). Kelurga dan Indonesia. Bandung : Mandar Maju Whield, Harry. (1996). Research Knowledge and Science. Retrived at July 5 2009. From www.science-important.org Taufik. (2007). Research Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan. Retrived at July 5 2009 ….. (2002). Research Fobia terhadap Sekolah. Retrived at April 20 2009. From www.kolostrum.ac.id ….. (2003). Research Fobia terhadap Anak . Retrived at April 20 2009. From www.kids-happy.ac.id ….. (2007). Research School Phobia. Retrived at April 20 2009. From www.go baby.org
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
:
Umur
:
Alamat
:
Setelah mendapat penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian, maka saya
Bersedia / Tidak Bersedia *)
Untuk bereperan serta sebagai responden tanpa ada unsur paksaan
Apabila sesuatu hal yang merugikan diri saya akibat penelitian ini, maka saya akan bertanggung jawab atas pilihan saya dan tidak akan menuntut di kemudian hari.
Malang,
2009
Yang Menyatakan
(
Keterangan : *) Coret yang tidak perlu
)
KUESIONER PERAN ORANG TUA DALAM MENGHADAPI FOBIA SEKOLAH PADA ANAK PENDIDIKAN PRA FORMAL DI TK ANAK SALEH MALANG
Kelas : Kode : Lingkari pada amgka yang telah disediakan
KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Usia Responden
:
2. Jenis Kelamin
: 1. Laki-laki 2. Perempuan
3. Pendidikan terakhir
: 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Perguruan Tinggi
4. Pekerjaan Orang Tua : 1. Petani 2. Swasta 3. Wiraswasta 4. PNS 5. Jumlah Anak
:
6. Anak Ke
:
BERITA ACARA PERBAIKAN
Nama : Sakinah Nim : 0605.101 Judul : Peran Orang Tua dalam Menghadapi Fobia Sekolah pada Anak Pendidikan Pra Formal di TK Anak Saleh Malang Penguji I No
: Jiarti Kusbandiyah, S.SiT
1
Bab/ Sub Bab Cover
2
Abstrak
3
BAB 4
4
5
Rekomendasi
Revisi
Halaman
Penulisan
Memperbaiki penulisan cover
i
Kesimpulan penelitian disesuaikan dengan hasil penelitian Penulisan
Merubah kesimpulan sesuai dengan hasil penelitian Mengganti penulisan yang salah
51
BAB 4
Menyesuaikan teori dengan hasil penelitian
Mengganti teori yang kurang sesuai
51
BAB 4
Keterbatasan penelitian
Menambahkan keterbatasan penelitian
57
vi dan vii
Malang, Juni 2009 Penguji I
(Jiarti Kusbandiyah, S.SiT)
BERITA ACARA PERBAIKAN
Nama : Sakinah Nim : 0605.101 Judul : Peran Orang Tua dalam Menghadapi Fobia Sekolah pada Anak Pendidikan Pra Formal di TK Anak Saleh Malang Penguji II No
: Peni Indrawati, S.KM
1
Bab/ Sub Bab Abstrak
Rekomendasi
Revisi
Halaman
tujuan
Menambahkan tujuan
2
BAB 3
DO
penulisan
33
3
BAB3
Populasi, Sampel, sampling
Memperbaiki dan mengganti sampling
34
4
BAB 4
Penulisan
Memperbaiki penulisan
51
5
BAB 5
Saran
Memperbaiki saran untuk responden
58
Vi, vii
Malang, Juni 2009 Penguji II
(Peni Indrawati, S.KM)