4 Kesetimbangan Kimia
Bab IV Kesetimbangan Kimia Dalam perhitungan kimia, seringkali dianggap bahwa suatu reaksi berlangsung secara sempurna. Pada kenyataannya tidak demikian. Persamaan reaksi hanya menyatakan hubungan jumlah (kuantitas) dari zat‐zat yang bereaksi dengan zat‐zat hasil reaksi secara stoikiometri. Sedang kinetika serta termodinamika reaksi mempelajari berapa lama suatu reaksi akan berlangsung dan ke arah mana yang paling mungkin terjadi. Dalam reaksi sederhana berikut :
H2 + I2 2 HI
setelah campuran dibiarkan beberapa lama akan diperoleh susunan yang tetap. Berdasarkan stoikiometri reaksi, 1 mol H2 bereaksi dengan 1 mol I2 menghasilkan 2 mol HI. Jika reaksi ini diikuti dari dengan analisis komponen‐komponennya (selama waktu berlangsungnya) maka dapat dilihat bahwa konsentrasi H2 dan I2 makin lama makin berkurang (terjadi pengurangan reagen menjadi produk), sedangkan konsentrasi HI makin bertambah. Pada arah reaksi sebaliknya terjadi penguraian HI, tiap 2 mol HI terurai menjadi masing‐masing satu mol H2 dan I2. Proses ini akan berlangsung demikian –dengan perbandingan tiap pengurangan satu mol masing‐masing reagen, menghasilkan dua mol produk, pada kondisi yang sama, atau sebaliknya‐ sampai terjadi kesetimbangan reaksi. Kesetimbangan ini akan terjadi jika jumlah pembentukan HI sama dengan jumlah yang terurai. 4.1 Kesetimbangan Dinamik (kesetimbangan reaksi dua arah, )
Kecepatan reaksi bergantung pad konsentrasi zat‐zat yang bereaksi sebelum terjadi
kesetimbangan. Artinya reaksi akan berjalan paling cepat pada saat jumlah reagennya maksimum. Pada contoh reaksi di atas, kecepatan reaksi semakin turun (lambat) apabila konsentrasi H2 dan I2 makin berkurang. Sebaliknya, konsentrasi HI yang meningkat menyebabkan kecepatan reaksi penguraian 2 HI H2 + I2 semakin bertambah (pada saat awal reaksi konsentrasi HI nol, dan kecepatan penguraiannya sama dengan nol). Jika reaksi semacam ini diikuti, maka akan didapatkan keadaan, di mana laju reaksi ke kanan (pembentukan HI) sama dengan laju reaksi ke kiri (penguraian HI), sehingga secara makro tidak teramati perubahan konsentrasi. Keadaan pada saat konsentrasi zat‐zat tidak berubah lagi ini yang dinamakan dengan kesetimbangan dinamik ‐secara makroskopik tidak terjadi
52
4 Kesetimbangan Kimia
perubahan (reaksi selesai), tetapi secara molekuler tetap terjadi reaksi ke kanan maupun ke kiri dengan laju yang sama. Secara umum, reaksi
aA
+
bB
k1
cC
k2
+
dD
dapat dirumuskan laju reaksi ke kanan (v1) = k1[A]a[B]b dan laju reaksi ke kiri (v2) = k2[C]c[D]d, dimana k1 dan k2 adalah konstanta laju rekasi ke kanan dan ke kiri, [x] menyatakan konsentrasi. Dalam kesetimbangan dinamik (kesetimbangan reaksi kimia), v1 = v2, sehingga : k1[A]a[B]b = k2[C]c[D]d, atau
k1 [C ]c [D ]d = =K k 2 [A]a [B ]b dengan K adalah konstanta kesetimbangan kimia, yang mempunyai nilai tetap pada kondisi suhu dan tekanan tetap. 4.2 Konstanta Kesetimbangan pada Sistem Gas
Dalam sistem kesetimbangan gas, banyaknya masing‐masing gas yang ada dalam
sistem kesetimbangan lebih mudah dinyatakan dalam tekanan partiall daripada dalam konsentrasi molar. Untuk tiap gas berlaku (dengan asumsi bertindak sebagai gas mulia):
PV = nRT
P =
Untuk tiap gas apa saja, P ∞ [gas], tekanan gas akan setara dengan konsentrasinya
n RT V
P = [gas ]RT
pada suhu tertentu. Manipulasi persamaan secara matematis dengan rumus konstanta kesetimbangan dinamik akan didapatkan : KP = K (RT)n Dimana, n = jumlah mol produk – jumlah mol reagen (dalam stoikiometri), KP : konstanta kesetimbangan sistem gas pada tekanan tetap.
53
4 Kesetimbangan Kimia
4.3 Pengaruh Tekanan, Suhu, Konsentrasi pada Kesetimbangan, dan Katalis Pada setiap kasus, kesetimbangan reaksi kimia akan terganggu dan berubah dengan adanya pengaruh beberapa faktor dari luar sistem reaksi. Suatu contoh sederhana, larutan gula yang jenuh , jika ditambahkan lagi gula maka dengan pengadukan yang lamapun tidak akan melarut, kecuali jika terjadi transfer energi. Namun kristal gula (dalam larutan jenuhnya) akan segera larut jika sistem larutan dinaikkan suhunya –sistem pelarutan seperti ini akan menghasilkan larutan lewat jenuh/super jenuh setelah didinginkan kembali. Dalam penjelasan Le Chateleur, yang sering dikenal dengan prinsip atau azas Le Chateleur, jika suatu sistem dalam kesetimbangan, diganggu dari luar (sistem) maka sistem tersebut akan berusaha menghilangkan gangguan sampai dicapai kesetimbangan baru. Peristiwa ini sangat nampak terutama jika sistem reaksi berfasa gas. Gangguan‐gangguan dari luar yang dimaksud di sini adalah berubahnya tekanan, berubahnya suhu, berubahnya kuantitas komponen‐komponen reaksi (konsentrasi), . Dengan sederhana akan dapat dijelaskan, bahwa naiknya tekanan (khusus pada sistem reaksi berfasa gas) akan menggeser kesetimbangan ke arah jumlah mol yang lebih kecil (reaktan ataupun produk). Sedangkan dinaikkannya suhu reaksi akan menggeser kesetimbangan ke arah reaksi endotermis (kapan suatu reaksi dikatakan endotermis atau eksotermis, bisa dipelajari dalam bab termidinamika kimia) atau ke arah reaksi yang menyerap panas. Contoh dalam sistem kesetimbangan berikut, (penting dalam pencemaran udara) N2(g) +
O2(g) 2NO(g) H = + 180,50 kJ (250C)
Reaksi pembentukan NO merupakan reaksi endotermis (menyerap kalor), sehingga reaksi pembentukan semacam ini akan meningkat (bergeser ke kanan) jika suhu dinaikkan. Dalam perhitungan termodinamika, volume NO akan mencapai 1 % dalam kesetimbangan, jika suhu mencapai 2.000 K Yang ketiga adalah pengaruh perubahan konsentrasi. Penambahan konsentrasi (zat) dalam ruas kiri (reagen) akan menggeser kesetimbangan ke arah ruas kanan (produk), dan sebaliknya penambahan kuantitas produk akan memperlambat reaksi pembentukannya, atau bahkan akan menggeser arah reaksi menuju reaktan. Seberapa besar pergeseran reaksi dapat dihitung secara matematis dengan rumus konstanta kesetimbangan. Sebagai dasar perhitungan berapapun nilai konsentrasi unsur/komponen yang terlibat reaksi, dengan nilai konstanta kesetimbangan yang sama untuk kondisi tekanan‐suhu reaksi tertentu, maka akan dapat ditentukan nilai konsentrasi unsur/komponen dalam kesetimbangan yang baru. 54
4 Kesetimbangan Kimia
Secara stoikiometris, azas Le Chateleur, sangat erat berhubungan dengan koefisien untuk tiap‐tiap komponen yang terlibat dalam reaksi. Koefisien reaksi menyatakan perbandingan jumlah mol tiap‐tiap komponen yang terlibat dalam reaksi dan atau mengalami perubahan. Dalam proses reaksi, komponen‐komponen akan mengalami pemecahan ataupun penggabungan menjadi bentuk baru, yang secara kimia akan berbeda sifat. Cara senyawa atau komponen bereaksi dapat dikelompokkan dalam 3 macam reaksi : 1. Reaksi gabungan langsung, dalam kasus ini dua atau lebih unsur/senyawa menjadi satu senyawa baru yang lebih komplek. aA +
bB
cC
contoh :
H2O
H2
+
O2
2. Reaksi penukar‐gantian sederhana, unsur dan senyawa akan bereaksi menjadi unsur dan senyawa lain.
AB
+ C
Contoh :
CuSO4 +
AC + B
Pb
Cu
+
PbSO4
3. Reaksi penukar‐gantian rangkap, dua senyawa bereaksi menghasilkan senyawa‐senyawa lain dengan bertukar ion atau unsur‐unsurnya, AB + CD Contoh :
AgNO3 +
CaCl2
AgCl
AC + BD
+
Ca(NO3)2
Satu hal yang sangat penting untuk diingat bahwa dalam reaksi kimia apapun (kecuali reaksi nuklir) jumlah unsur‐unsur atau atom‐atom pada ruas kiri sama dengan jumlah unsur‐unsur atau atom‐atom pada ruas kanan. Jumlah unsur‐unsur dalam reaktan sama dengan jumlah usur‐unsur dalam produk (atau massa sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap, Hukum Kekekalan Massa). Pengaruh katalis reaksi. Suatu katalis akan meningkatkan laju reaksi ke kanan atau ke kiri (zat yang bersifat sebaliknya dinamakan inhibitor), dengan tanpa mengubah nilai konstanta kesetimbangan atau kuantitas relatif yang ada pada suatu kesetimbangan reaksi tertentu. Katalis hanya akan merubah waktu yang diperlukan suatu reaksi sampai selesai atau encapai kesetimbangan. Reaksi yang secara biasa membutuhkan waktu berjam‐jam, berhari‐ hari, minggu, akan dapat dicapai dalam waktu beberapa menit dengan kehadiran katalis yang sesuai. Bahkan reaksi yang harus berlangsung pada suhu yang tinggi (biasanya akan menurunkan rendemen produk), dapat dilakukan dengan cepat pada suhu rendah dengan adanya katalis (dengan rendemen yang lebih baik). Pada produksi sintesa ammonia, tanpa adanya katalis, reaksi antara hidrogen dan nitrogen sangat perlahan meskipun suhu di atas 1000C. Kesetimbangan dalam reaksi tersebut pada secara normal akan terjadi setelah beberapa tahun. 55
4 Kesetimbangan Kimia
4.4 Kesetimbangan Pelarutan Pelarutan atau kelarutan endapan. Sering dalam percobaan laboratorium atau beberapa sampel di lapangan, menunjukkan fenomena pelarutan dan pengendapan. Gula atau garam dapur dimasukkan dan diaduk dalam air maka keduanya akan segera larut. Jika jumlahnya ditambahkan terus sambil diaduk maka lama‐kelamaan ada zat kristal gula atau garam yang tidak larut lagi, meskipun telah lama pengadukannya. Fenomena lain terjadi ketika larutan asam sulfat (H2SO4) ditambahkan dengan barium klorida (BaCl2). Penambahan barium klorida pada larutan asam sulfat konsentrasi yang cukup, akan memyebabkan larutan menjadi berwarna putih susu, dan jika ditambahkan terus maka akan segera terlihat endapan putih, BaSO4 (barium sulfat). Endapan adalah zat atau materi yang memisahkan diri sebagai fase padat dari sistem larutan. Fase padat ini dapat terjadi dalam bentuk kristal, bentuk tersuspensi, maupun bentuk koloid. Pemisahan endapan dari larutannya dapat dilakukan dengan pemusingan (centrifugase/centrifuge), penyaringan (filter), atau cukup dengan sedimentasi (pengendapan biasa), tergantung dari ukuran dan berat endapan secara parsial. Ukuran partikel endapan makin besar, maka makin mudah memisahkannya, cukup dengan filtrasi, atau endapan yang berat cukup dilakukan dengan sedimentasi atau pengendapan gravitasional saja. Namun ada beberapa endapan koloid yang stabil dan cukup ringan, harus dilakukan pemusingan (centrifuge) untuk memisahkannya dari larutan (memanfaatkan gaya centrifugal). Pada centrifuge, bagian zat yang mempunyai berat jenis lebih tinggi akan terdorong kearah luar putaran, sehingga endapan/padatan akan terpisah dari larutan karena perbedaan berat jenis dan gaya putaran yang tinggi. Beberapa faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan terbentuknya endapan. Pertama, terjadinya zat yang tidak begitu larut dalam air, dari hasil reaksi antara beberapa ion terlarut di air. Contoh dari peristiwa ini antara lain, pembentukan BaSO4, pembentukan CaCO3, pembentukan PbCl, dan sebagainya. Kedua, zat padatan yang ditambahkan tak mampu lagi melarut dalam pelarut. Kedua hal ini erat hubungannya dengan nilai kelarutan. Jika jumlah zat yang ada melebihi batas kelarutannya dalam air, maka sisa dari yang tidak larut akan menjadi endapan. Nilai kelarutan zat dalam air, sama dengan konsentrasi molar larutan jenuh, yang pertama tergantung pada suhu lingkungannya. Biasanya makin tinggi suhu maka kelarutan zat akan makin besar, kecuali beberapa zat yang dalam pelarutannya bersifat eksotermis seperti
56
4 Kesetimbangan Kimia
NaOH, K2SO4, dan lainnya. Zat‐zat yang bersifat eksotermis dalam reaksi pelarutannya akan kurang larut pada suhu yang tinggi. Kedua, kelarutan juga dipengaruhi oleh sifat pelarut, zat‐ zat yang larut di air akan berkurang kelarutannya dalam pelarut‐pelarut organik. Contoh, NaCl akan larut baik dalam pelarut air, tapi akan kurang larut dalam alkohol. Dalam laboratorium ion Pb yang tercampur ion Ag dan Hg(I), akan mudah dipisahkan dari campurannya dengan direaksikan ketiganya dengan ion Cl‐ (HCl) dan pemanasan. Ketika ditambahkan HCl, ketiga ion akan membentuk endapan PbCl2, AgCl, dan HgCl. Kemudian ditambahkan air panas, garam PbCl2 akan larut kembali, sedang yang lain tetap dalam bentu endapan, dengan penyaringan panas maka ion Pb akan terpisah dari Ag dan Hg(I). Faktor lain yang mempengaruhi nilai kelarutan adalah, ion sekutu. Ion sekutu adalah ion‐ion dari zat lain yang merupakan bahan endapan. Sebagai contoh dalam Pb(OH)2 akan larut dengan baik pada larutan bersifat asam, tetapi jika dalam larutan ditambahkan basa NaOH yang cukup, maka Pb(OH)2 akan segera mengendap. Hal ini terjadi karena ketika ditambahkan NaOH, maka akan segera terbentuk ion OH‐, dan ion ini merupakan ion pembentuk Pb(OH)2, maka artinya dalam sistem larutan ditambahkan ion sekutu. Penambahan ion sekutu ini akan merubah kesetimbangan kelarutan kearah pembentukan endapan atau mengurangi nilai kelarutannya. Hasil kali kelarutan (Konstanta solubility product, Ksp). Jika ke dalam 1 gelas air dilarutkan sedikit KCl, maka mula‐mula KCl larut dengan cepat menjadi ion‐ionnya. KCl(s) + H2O K+(aq) + Cl‐(aq) Ke dalam sistem ini ditambahkan lagi KCl, dengan pengadukan masih larut. Apabila KCl terus ditambahkan, maka lama kelamaan, jumlah yang larut akan menjadi maksimal, dan KCl tidak bisa larut lagi, meskipun terus diaduk. Larutan yang sudah tidak mampu lagi melaruitkan zat terlarut ini dinamakan larutan jenuh, yaitu larutan yang ion‐ionnya telah mencapai kesetimbangan antara melarut dan mengkristal. Dengan mencatat jumlah zat yang ditambahkan sampai larutan menjadi larutan jenuh maka bisa ditentukan nilai kelarutannya. Untuk KCl dalam air, Ksp = [K+][Cl‐] dihitung dari jumlah maksimal KCl yang dapat larut sampai menjadi larutan jenuh. Jika KCl ini ditambahkan sehingga melebihi nilai Ksp, maka sisa KCl tetap dalam bentuk kristal dan tidak larut. Atau jika ditambahkan ion Cl‐ secara berlebih, maka agar nilai tetap konstan, K+ akan berkurang, berikatan kembali dengan klorida membentuk endapan (efek garam atau ion sekutu).
57
4 Kesetimbangan Kimia
Contoh. Suatu larutan jenuh perak klorida dibuat dengan melarutkan 0,0015 gram AgCl dalam volume total larutan 1 L. Maka nilai Ksp atau hasil kali kelarutannya ditentukan dengan langkah‐langkah sebagai berikut : 1. Massa molekul relatif AgCl adalah 143,3 gram/mol. Maka dapat ditentukan terlebih dulu kelarutan AgCl dalam air S =
0,0015g / L = 1,045 × 10 −5 mol / L 143,3g / mol
2. Dalam larutan jenuh, terjadi disosiasi sempurna AgCl Ag+ + Cl‐ + Jadi secara stoikiometri, 1 mol AgCl menghasilkan 1 mol Ag dan 1 mol Cl‐, maka dari sejumlah AgCl yang larut dalam larutan jenuh dihasilkan [Ag+] = 1,045 x 10‐5 mol/L dan [Cl‐] = 1,045 x 10‐5 mol/L 3. Ksp = [Ag+][Cl‐] = (1,045 x 10‐5 mol/L)(1,045 x 10‐5 mol/L) = 1,1 x 10‐10 (mol/L)2 dan biasanya Ksp dituliskan dengan atau tanpa satuan. Cara‐cara seperti ini digunakan untuk menentukan nilai Ksp berbagai padatan atau garam dalam larutan. Beberapa nilai hasil kali kelarutan endapan‐endapan pada suhu kamar dapat dilihat pada tabel berikut : Zat
Hasil kali kelarutan
Zat
Hasil kali kelarutan
AgBr AgBrO3 AgCNS AgCl Ag2S Ag2CrO4 Ag3PO4 Al(OH)3 BaCO3 BaCrO4 BaSO4 CaCO3 CaSO4 CdS Co(OH)2 Co(OH)3 CoS Cr(OH)3 CuCl CuI CuS Cu2S Fe(OH)2 Fe(OH)3
7,7 x 10‐13 5,0 x 10‐5 1,2 x 10‐12 1,5 x 10‐10 1,6 x 10‐49 2,4 x 10‐12 1,8 x 10‐18 8,5 x 10‐23 8,1 x 10‐9 1,6 x 10‐10 9,2 x 10‐14 4,8 x 10‐9 2,3 x 10‐4 1,4 x 10‐28 1,6 x 10‐18 2,5 x 10‐43 3,0 x 10‐26 2,9 x 10‐29 1,0 x 10‐6 5,0 x 10‐12 1,0 x 10‐44 2,0 x 10‐47 4,8 x 10‐16 3,8 x 10‐38
FeS Hg2Br2 Hg2Cl2 Hg2S HgS K2(PtCl6) MgCO3 Mg(OH)2 Mn(OH)2 MnS Ni(OH)2 PbBr2 PbCl2 PbCO3 PbCrO4 PbF2 PbI2 PbS PbSO4 SrCO3 SrSO4 Tl2S Zn(OH)2 ZnS
4,0 x 10‐19 5,2 x 10‐23 3,5 x 10‐18 1,0 x 10‐45 4,0 x 10‐54 1,1 x 10‐5 1,0 x 10‐5 3,4 x 10‐11 4,0 x 10‐14 1,4 x 10‐15 8,7 x 10‐19 7,9 x 10‐5 2,4 x 10‐4 3,3 x 10‐14 1,8 x 10‐14 3,7 x 10‐8 8,7 x 10‐9 5,0 x 10‐29 2,2 x 10‐8 1,6 x 10‐9 2,8 x 10‐7 1,0 x 10‐22 1,0 x 10‐17 1,0 x 10‐23
4.5 Pengendapan Hidroksida Logam dan Sulfida Logam Dalam beberapa analisa kuantitatif anorganik, atau dalam water treatment yang menyangkut logam‐logam terlarut, salah satu metode yang digunakan adalah pengendapan, 58
4 Kesetimbangan Kimia
pembentukan logam garam, hidroksida, sulfida, atau kompleks. Dalam beberapa tujuan, pengendapan dilakukan dengan penambahan ion‐ion (reagen) pengendap, untuk mendapatkan bentuk senyawa logam yang sangat kecil kelarutannya di air. Senyawaan logam dengan ion hidroksida atau sulfida, banyak memenuhi untuk tujuan ini. Satu hal yang harus diingat, bahwa meskipun untuk mengendapkan semua logam harus ditambahkan ion pengendapnya dengan berlebih, namuntidak dianjurkan terlalu banyak (sangat berlebih). Sebab secara kimiawi, reagen yang berlebih akan menyebabkan terjadinya reaksi lain yang tidak diinginkan. Misalnya, endapan yang terbentuk mungkin larut kembali membentuk larutan ion‐kompleks atau karena efek garam, sehingga endapan akan berkurang dan tidak kuantitatif. Biasanya reagen diberikan secara cukup, sampai diyakinkan tak ada pembentukan endapan lagi, kemudian ditambah sedikit saja untuk membuatnya berlebih. Pengendapan Sulfida. Hidrogen sulfida merupakan salah satu reagen yang cukup efektif dalam mengendapkan logam‐logam terlarut. Kebanyakan sulfida‐logam mempunyai kelarutan yang rendah dalam air (harga Ksp sangat kecil). Dalam beberapa pengamatan, konsentrasi ion‐ion logam stabil larut dalam air sekitar 1 – 10‐3 mol/L. Sedangkan H2S merupakan asam lemah, yang akan terdisosiasi menjadi ion H+ dan S=, dengan konsentrasi yang bervariasi sesuai dengan keadaan pH larutan. Bagaimana pH berpengaruh pada konsentrasi ion S=, dapat ditelusuri dari reaksi disosiasinya dalam air. Hidrogen sulfida akan terdisosiasi dalam dua tahap H2S
(i) dengan, K1 =
(ii)
dengan, K2 =
H+
+
HS‐
[ H + ][ HS − ] = 9,1 × 10 −8 [H 2 S ] HS‐
H+
+
S=
[ H + ][ S = ] = 1,2 × 10 −15 − [ HS ]
mengalikan kedua persamaan diperoleh, K = K1K2 =
[ H + ]2 [ S = ] = 1,09 × 10 − 22 ≈ 10 − 22 [H 2 S ]
beberapa referensi menyebutkan, pada suhu kamar (25 0C) dan tekanan atmosfer, larutan jenuh hidrogen sulfida dalam air hampir tepat 0,1 molar. Untuk asam lemah seperti ini disosiasinya sangat kecil dan boleh diabaikan, maka
59
4 Kesetimbangan Kimia
sehingga
[ H + ]2 [ S = ] [ H + ]2 [ S = ] = = 10 − 22 [H 2 S ] (0,1) 10 −23 [S ] = [ H + ]2 =
nampak sekali korelasi antara ion sulfida dengan konsentrasi hidrogen yaitu berbanding terbalik kuadrat. Pada larutan yang sangat asam pH=0 ([H+] = 1), konsentrasi larutan jenuh hidrogen sulfida mengandung ion S= sebanyak 10‐23 mol/L, ini hanya memungkinkan sulfida logam yang paling tidak larut yang dapat diendapkan. Pada pH sekitar 7, konsentrasi S= menjadi 10‐9 mol/L, cukup untuk mengendapkan logam‐logam yang membentuk sulfida‐logam dengan Ksp lebih tinggi.Mengolah persamaan terakhir di atas dengan operasi logaritmik akan mendapatkan hubungan linear antar pH dengan pS, pS = ‐log[S=], yaitu pS = 23 – 2pH persamaan ini akan linear mulai dari pH=0 sampai pH=8. Kondisi basa, pH>8 akan ada disosiasi lebih lanjut hidrogen sulfida dengan adanya konsentrasi hidroksida, persamaan di atas tidak lagi linear. Dengan beberapa pengamatan dan perhitungan, dapat disimpulkan hubungan pH dengan pS sebagai grafik berikut
pS 24 22 20 18 16 14 12 10 8
Gambar grafik hubungan pS dengan pH, diambil dari Vogel, text book of Qualitatif Anorganik Analyssis
6 4 2 0 0
2
4
6
8
10
12
14 pH
Grafik ini dapat dipakai bila diperlukan untuk meramalkan pengendapan sulfida logam, seperti pada contoh‐contoh di bawah.
60
4 Kesetimbangan Kimia
Contoh (Vogel). Diketahui suatu larutan mengandung CuSO4 0,1 M dan MnSO4 0,1 M. Apa yang terjadi jika (a) larutan diasamkan sehingga pH = 0 dan dijenuhkan dengan gas hidrogen sulfida; dan (b) jika larutan awal ditambahkan ammonium sulfida, sehingga pH menjadi 10. Ksp CuS dan MnS masing‐masing 1 x 10‐44 dan 1,4 x 10‐15 ? Penyelesaian. (a) Dari grafik, padapH=0 nilai pS = 23 artinya [S=] = 10‐23 mol/L. Untuk kedua zat konsentrasi logamnya adalah 10‐1 mol/L, maka hasil kali ionnya adalah 10‐24 untuk kedua ion. Untuk CuS, 10‐24 > 1 x 10‐44, maka CuS akan diendapkan, sedang untuk MnS, karena 10‐24 < 1,4 x 10‐15, akan tetap larut. Jadi pada pH = 0 CuS dapat dipisahkan dari MnS. (b) Masih dari grafik, pada pH =10; pS=4, atau [S=] = 10‐4 mol/L. Maka hasil kali konsentrasi ion adalah 10‐5 untuk masing‐masing ion logam. Dapat dilihat 10‐4 > 1,4 x 10‐15 > 1 x 10‐44, maka keduanya akan mengendap dan tercampur. Pengendapan dan pelarutan hidroksida logam. Secara prinsip nilai hasil kali kelarutan (Ksp), dapat juga diterapkan dalam proses pengendapan logam‐logam terlarut dengan membentuknya menjadi garam hidroksida logam yang kurang larut di air. Teknik ini sering dipakai dalam analisis kualitatif anorganik dan pengolahan air yang terpapar logam‐logam. Secara kimiawi, endapan hidroksida‐logam akan terbentuk jika konsentrasi ion logam dan konsentrasi hidroksil (OH‐) saat itu melebihi nilai yang diperbolehkan dalam hasil kali kelarutan (Ksp), atau hasil kali ion‐ion (logam dan hidroksil) > Ksp. Jumlah endapan adalah sebanyak kelebihan jumlah ion‐ion dari ion yang harus ada untuk menegakkan Ksp. Jika hasil kali ion‐ion kembali sama dengan Ksp, maka proses pengendapan berhenti. Dalam pengendapan hidroksida logam, konsentrasi hidroksil sangat memegang peranan penting terbentuknya endapan, karena konsentrasi logam yang terlarut stabil di perairan bebas berkisar 10‐1 – 10‐3 mol/L. Dengan demikian pH air sangat menentukan terjadinya pengendapan, sebab hasil kali ion hidrogen dan hidroksil adalah konstan, sehingga pH akan menentukan jumlah konsentrasi ion hidroksil (OH‐). Pada pH yang rendah (<1)ion hidroksil sangat sedikit terlarut, pOH = 14 – pH, sulit bagi hidroksida logam terlarut mencapai nilai Ksp. Pada kondisi yang demikian hampir semua hidroksida‐logam belum bisa terendapkan, kecuali Nb(OH)5, Ta(OH)5, Sn(OH)4, Ti(OH)4, H2WO4 dan H2MoO4, yang akan melarut pada pH yang tinggi. Telah disepakati, secara umum pengendapan dikatakan praktis sempurna jika dalam larutan konsentrasi logam tak lebih dari 10‐5 mol/L. 61
4 Kesetimbangan Kimia
Contoh (Vogel). Hitunglah pH (a) pada mana Fe(OH)3 mulai mengendap dari larutan FeCl3 0,01 M; dan (b) pH pada saat konsentrasi ion Fe3+ dala larutan tak melebihi 10‐5 mol/L. Nilai Ksp dapat dilihat pada tabel. Penyelesaian. Ksp = [Fe3+] [OH‐]3 = 3,8 x 10‐38, dengan konsentrasi ion Fe3+ = 0,01 M. (a) Pengendapan tepat akan terjadi pada saat hasil kali ion Fe3+ dan OH‐ nilainya sama dengan Ksp, sehingga dapat dihitung [OH‐]3 =
Ksp 3,8 × 10 −38 = = 3,8 × 10 −36 3+ −2 [ Fe ] 10
[OH‐] = 3 3,8 × 10 −36 = 1,56 × 10 −12 , dan dapat dihitung konsentrasi ion hidrogen dengan rumus kesetimbangan ion hidrogen‐hidroksil di air. [H+] =
Kw 10 −14 = = 6,41 × 10 −3 − −12 [OH ] 1,56 × 10
pH = ‐ log [H+] = ‐ log (6,41 x 10‐3) = 2,19 Jadi, Fe(OH)3 akan mulai mengendap pada pH = 2,19 (b) Ion Fe3+ akan tinggal 10‐5 jika sebagian besar Fe(OH)3 telah mengendap dengan bertambahnya konsentrasi ion hidroksida (bertambahnya pH). Saat kesetimbangan baru, ion Fe3+, maka ion hidroksil adalah ‐
[OH
] = 3
Ksp 3,8 × 10 −38 3 = = 1,56 × 10 −11 3+ −5 [ Fe ] 10
Konsentrasi ion hidrogen adalah [H+] =
Kw 10 −14 = = 6,41 × 10 − 4 − −11 [OH ] 1,56 × 10
pH = ‐log[H+] = ‐log(6,41 x 10‐4) = 3,19 Jadi pada pH = 3,91 Fe(OH)3 telah mengendap sempurna. Secara lebih lanjut, grafik pengendapan beberapa hidroksida logam, seperti pada gambar berikut, dapat dijadikan acuan untuk meramalkan pH pengendapan logam‐logam terlarut di perairan. Daerah yang diarsir adalah daerah pH pengendapan hidroksida‐logam, dengan ujung atas garis batas miring sebelah kiri merupakan pH pada saat mulai terbentuk endapan, dan ujung bawah menyatakan kondisi pH pada saat pengendapan secara teoritis sempurna. Sedangkan garis miring sebelah kanan (pada batas arsiran), ujung bawah menyatakan pH pada saat hidroksida logam mulai melarut kembali, dan ujung atas menyatakan pH saat pelarutan sempurna. 62
4 Kesetimbangan Kimia
pH Tl(OH)2 Sn(OH)2 Nb(OH)5 Ta(OH)5 Ce(OH)4 Zr(OH)4 Sn (OH)4 Ti(OH)4 Th(OH)4 Fe(OH)3 Al(OH)3 Cr(OH)3 UO2(OH)2 Be(OH)2 Zn(OH)2 Fe(OH)2 Cd(OH)2 Ni(OH)2 Co(OH)2 AgOH Pb(OH)3 Re(OH)3 HgO Mn(OH)2 Mg(OH)2 H2WO4 H2MoO4
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13 14
4.6 Pengendapan bertingkat atau pengendapan fraksional. Selain untuk menentukan kapan suatu garam atau zat lain mengendap atau melarut, nilai Ksp juga sangat berguna untuk memperhitungkan kondisi pengendapan fraksional atau pengendapan bertingkat. Untuk maksud tertentu kadang diinginkan untuk mengendapkan satu jenis atau sebagian logam dari larutan yang mengandung beberapa logam. Langkah‐langkah untuk penyisihan ini salah satunya adalah pengendapan bertingkat, sebab dibutuhkan pemisahan dikarenakan tiap senyawaan logam punya daya cemar dan toksik yang berbeda‐beda. Membuat kondisi‐kondisi tertentu yang khusus untuk tujuan seperti di atas harus dilakukan, dengan salah satu metode adalah dengan memperhatikan Ksp atau kelarutannya di air. Salah satu contoh penerapan, metode ini adalah metode Mohr untuk menaksir halida‐halida terlarut. Pada metode penentuan halida dengan cara Mohr, suatu larutan ion klorida (halida) dititrasi dengan larutan baku perak nitrat (AgNO3), dengan kalium dikromat (K2CrO4) sebagai indikator. Secara perhitungan Ksp, maka dalam sistem ini akan terbentuk dua macam garam
63
4 Kesetimbangan Kimia
yang sedikit larut di air, yaitu perak klorida (AgCl = endapan putih) dan perak kromat (Ag2CrO4 = endapan berwarna merah). Hasil kali kelarutan kedua garam adalah (tabel) : = [Ag+] x [Cl‐] = 1,5 x 10‐10
Ksp (AgCl)
Ksp (Ag2CrO4) = [Ag+]2x [CrO42‐] = 2,4 x 10‐12 Dalam kesetimbangan, konsentrasi ion perak bisa dianggap sama, maka kedua persamaan akan menjadi,
[Cl − ] 2
(1,5 × 10 −10 ) 2 1 = = 2− −12 8 [CrO 4 ] (2,4 × 10 ) 1,1 × 10 nampak sekali bahwa dalam kesetimbangannya konsentrasi ion kromat jauh lebih besar dari konsentrasi ion klorida. Hal demikian terjadi karena, dalam pembentukan garam, ion Ag+ yang dititrasikan akan selalu lebih dahulu mengikat ion klorida, membentuk endapan perak klorida sampai ion klorida mencapai rasio dengan ion kromat seperti pada persamaan diatas tercapai, baru kemudian akan terbentuk perak kromat, warna endapan/larutan merah (titik akhir titrasi). Contoh (Vogel). Jika larutan natrium klorida 0,1 M dititrasi dengan perak nitrat dengan adanya kalium dikromat 0,002 M maka konsentrasi ion‐ion pada saat perak kromat mulai mengendap adalah ...... Penyelesaian. Bisa diambil persamaan diatas untuk menyatakan kesetimbangan, kedua garam mengendap bersama, jika ion klorida sudah mencapai konsentrasi yang sesuai.
[Cl − ] 2 2−
[CrO 4 ]
=
1 1,1 × 10 8
2−
[CrO 4 ] 0,002 atau, [Cl ] = = = 4,26 × 10 −6 M 8 1,1 × 10 1,1 × 10 8 ‐
Konsentrasi ion Cl terlarut terlalu kecil, dianggap secara praktis tidak ada (diabaikan). 4.7 Konsep Redoks
Selama abad kesembilan belas istilah oksidasi digunakan untuk menjelaskan reaksi
dimana suatu zat bersenyawa dengan oksigen. Pembakaran bahan bakar dari kayu pada saat itu disebut oksidasi. Istilah reduksi berasal dari kata latin reduco yang artinya mengembalikan. Pada awalnya kata reduksi digunakan dalam metalurgi dalam proses mendapat kembali logam dari bijihnya. Istilah ini sudah digunakan sejak lama sebelum orang menggunakan istilah
64
4 Kesetimbangan Kimia
oksidasi, jadi sebelum ditemukan oksigen, dan juga sebelum ditemukan bahwa proses terbakar adalah proses reaksi dengan oksigen.
Pembakaran gas alam, CH4 dan pembakaran bensin dalam mesin kendaraan bermotor
adalah proses reaksi oksidasi. Bensin terdiri atas sejumlah hidrokarbon termasuk oktan C8H18.
CH4 (g) + 2 O2 (g)
CO2 (g) + 2 H2O (g)
2 C8H18 (g) + 25 O2 (g)
16 CO2 (g) + 18 H2O (g)
Pembakaran magnesium dalam udara adalah reaksi oksidasi. 2 Mg (s) + O2 (g)
2 MgO (s)
Dari reaksi‐reaksi di atas dapat dilihat bahwa jika metana terbakar, gas ini bereaksi
dengan oksigen dan melepaskan hidrogen. Melepaskan atau menghilangkan hidrogen juga disebut oksidasi. Reaksi‐reaksi yang menyangkut penguraian zat dengan melepaskan oksigen disebut reduksi. Magnesium terbakar dala uap air membentuk magnesium oksida dan hidrogen. 2 HgO (s)
2 Hg (l) + O2 (g)
Mg (s) + H2O (g)
MgO (s) + H2 (g)
Pada reaksi di atas, magnesium bereaksi dengan oksigen, sedangkan air melepaskan oksigen. Jadi, magnesium mengalami oksidasi dan air mengalami reduksi. Sejalan dengan perkembangan ilmu kimia, konsep oksidasi reduksi yang semula hanya menyangkut perpindahan oksigen kini telah diperluas, menyangkut reaksi tanpa keterlibatan oksigen. Oksidator dan Reduktor
Akan dijumpai dalam banyak reaksi kimia, terjadi perubahan bilangan oksidasi
(bilangan muatan rtelatif) masing‐masing spesies yang terlibat dalam reaksi tersebut (berubah). Sangat mudah untuk dihafal, bahwa individu unsur yang dalam produk mengalami penambahan muatan positif dinamakan teroksidasi, contohnya Mn2+ Pada suatu reaksi oksidasi reduksi, zat yang mengoksidasi zat lain disebut oksidator atau zat pengoksidasi, sedangkan zat yang mereduksi zat lin disebut reduktor atau zat pereduksi. Dalam reaksi kima, oksidator mengalami reduksi sedangkan reduktor mengalami oksidasi.
65