BAB II KESEIMBANGAN KESEIMBANGAN ASAM BASA
Ion hidrogen adalah proton tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen. Molekul yang mengandung atom-atom hidrogen yang dapat melepaskan ion ion hidr hidrog ogen en dala dalam m
laru laruta tan n
dike dikena nall
seba sebaga gaii
asam asam..
Satu Satu cont contoh oh adal adalah ah asam asam
hidrochlorida hidrochlorida (HCl) yang berionisasi berionisasi dalam air membentuk ion ion hidrogen (H+) dan ion klor klorida ida (Cl (Cl-). Demi Demiki kian an juga juga asam asam karb karbon onat at (H2CO3) berion berionisa isasi si dalam dalam air membentuk ion H+ dan ion bikarbonat ( HCO3-). Basa adalah ion atau molekul yang dapat menerima ion hidrogen. Sebagai contoh, ion bikarbonat, HCO3- adalah suatu basa karena dia dapat bergabung dengan satu ion hidrogen untuk membentuk H2CO3. Protein protein dalam tubuh juga berfungsi sebaga sebagaii basa basa karena karena bebera beberapa pa asam asam amino amino yang yang memba membangu ngun n protei protein n dengan dengan muatan akhir negatif siap menerima ion-ion hidrogen. H+ di CES dalam keadaan normal adalah 4 x 10-8 atau 0,00000004 ekivalen per liter. Konsep pH telah diciptakan untuk menyatakan [H +] secara lebih sederhana. pH setara dengan logaritma (log) berbasis 10 dari kebalikan konsentrasi konsentrasi ion hidrogen : pH = log
= - log [H+]
pH = - log [0,00000004] pH = 7,4 Larutan yang memiliki pH kurang dari 7,0 mengandung [H +] yang lebih tinggi daripada H2O murni dan dianggap sebagai asam. Sebaliknya, larutan yang memiliki nilai pH lebih besar daripada 7,0 memiliki [H+] lebih rendah dan dianggap sebagai basa atau alkali. pH darah arteri dalam keadaan normal adalah 7,45 dan pH darah vena adalah 7,35, untuk pH darah rata-rata adalah 7,4. pH darah vena sedikit lebih rendah karena adanya H+ yang dihasilkan oleh pembentukan H2CO3 dari CO2 yang diserap di 2
kapiler jaringan. Asidosis terjadi apabila pH darah turun di bawah 7,35 sementara alkalosis terjadi jika pH darah lebih dari 7,45. Pada keadaan normal, H+ secara terus menerus ditambahkan ke cairan tubuh dari tiga sumber berikut : 1. Pembentukan asam karbonat. 2. Asam anorganik yang dihasilkan selama penguraian nutrien 3. Asam organik yang dihasilkan dari metabolisme perantara Dengan demikian, pembentukan ion hidrogen dalam keadaan normal berlangsung secara terus menerus akibat adanya berbagai aktivitas metabolik. Ada 3 sistem utama yang mengatur konsentrasi ion hidrogen dalam cairan tubuh untuk mencegah asidosis atau alkalosis : 1. Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh , yang dengan segera bergabung dengan asam atau basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan. 2. Pusat
pernapasan,
yang
mengatur
pembuangan
CO2
dari
cairan
ekstraselular. 3. Ginjal, yang dapat mengeksresikan urin asam atau urin alkalin, sehingga menyesuaikan kembali konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler menuju normal selama asidosis atau alkalosis. Saat terjadi perubahan dalam konsentrasi ion hidrogen, sistem penyangga cairan tubuh bekerja
dalam waktu yang singkat
untuk meminimalkan perubahan
perubahan ini. Sistem penyangga tidak mengeliminasikan ion-ion hidrogen dari tubuh atau menambahnya ke dalam tubuh tetapi hanya menjaga agar mereka tetap terikat sampai keseimbangan tercapai kembali. Garis pertahanan kedua, sistem pernapasan, juga bekerja dalam beberapa menit untuk mengeliminasikan CO2 dan oleh karena itu H 2CO3 dari tubuh.
Kedua garis pertahanan pertama ini
menjaga konsentrasi ion hidrogen dari perubahan yang terlalu banyak sampai garis pertahanan ketiga yang bereaksi lebih lambat, ginjal, dapat mengeliminasikan
3
kelebihan asam dan basa dari tubuh. Walaupun ginjal relatif lambat memberi respons, dibandingkan dengan pertahanan-pertahanan lain, ginjal merupakan sistem pengatur asam basa yang paling kuat selama beberapa jam sampai beberapa hari.1
SISTEM PENYANGGA BIKARBONAT Suatu penyangga adalah zat apapun yang secara terbalik dapat mengikat ion-ion hidrogen. Bentuk umum dari reaksi penyangga adalah : Penyangga + H+
Penyangga H
Bila konsentrasi ion hidrogen meningkat, reaksi dipaksa ke kanan dan lebih banyak ion hidrogen yang bereaksi dengan penyangga. Sebaliknya bila konsentrasi ion hidrogen menurun, reaksi bergeser ke arah kiri, dan ion ion hidrogen dilepaskan dari penyangga. Sistem penyangga bikarbonat terdiri dari larutan air yang mengandung dua zat : (1) asam lemah, H2CO3 , dan (2) garam bikarbonat, seperti NaHCO 3. H2CO3 dibentuk Karbonik dalam tubuh oleh reaksi CO 2 dengan H2O :
CO2 + H2O
H2CO3
H+ + HCO3-
Reaksi ini bersifat reversibel karena dapat berlangsung dalam dua arah, bergantung pada konsentrasi zat-zat yang terlibat. Reaksi ini lambat, dan sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali bila ada enzim karbonik anhidrase. Enzim ini terutama banyak sekali di dinding alveoli paru, dimana CO 2 dilepaskan; karbonik anhidrase juga ditemukan di sel epitel tubulus ginjal, dimana CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3.
4
Persamaan Henderson-Hasselbalch Untuk menyatakan konsentrasi ion hidrogen lebih sering dalam unit pH daripada dalam konsentrasi yang sebenarnya. pH = 6,1 + log Dengan persamaan tersebut seseorang dapat menghitung pH suatu larutan bila konsetrasi molar dari ion bikarbonat dan PCO2 diketahui. Dari persamaan Henderson-Hasselbalch, kelihatan bahwa peningkatan konsentrasi ion bikarbonat menyebabkan alkalosis.
Dan
pH meningkat, peningkatan
menggeser PCO2
keseimbangan asam-basa
menyebabkan
keseimbangan asam basa menuju asidosis.
pH
menurun
menuju
menggeser
1
SISTEM PENYANGGA HEMOGLOBIN Hemoglobin menyangga H+ yang dibentuk CO2 hasil dari metabolisme yang singgah dalam perjalanan antara jaringan dan paru. Di tingkat kapiler sistemik, CO 2 secara terus menerus berdifusi ke dalam darah dari sel jaringan tempat gas tersebut dihasilkan. Sebagian besar CO2 ini membentuk H2CO3, yang secara parsial terurai menjadi H+ dan HCO3-. Secara bersamaan, oksihemoglobin (HbO2) mengeluarkan O2 yang berdifusi ke dalam sel. Hb tereduksi (tidak teroksigenasi) memiliki afinitas yang lebih besar terhadap H+ daripada HbO2. Dengan demikian, sebagian besar H+ yang dihasilkan dari CO 2 di tingkat jaringan akan terikat ke Hb dan tidak lagi ikut serta menentukan keasaman cairan tubuh. Di paru reaksinya berbalik. Sewaktu Hb menyerap O2 yang berdifusi dari alveolus ke dalam sel darah merah, afinitas Hb untuk H+ menurun sehingga H+ dilepaskan. Ion H+ yang dibebaskan tersebut berikatan dengan HCO3- untuk menghasilkan H 2CO3 yang kemudia menghasilkan CO2 untuk dikeluarkan melalui paru. Apabila tidak terdapat Hb, darah akan menjadi terlalu asam setelah menyerap CO2 di jaringan.2
MEKANISME KONTROL pH OLEH SISTEM PERNAPASAN
5
Garis pertahanan kedua terhadap gangguan asam basa adalah pengaturan konsentrasi CO2 cairan ekstraseluler oleh paru-paru. Sistem pernapasan berperan penting dalam keseimbangan asam basa karena kemampuannya mengubah ventilasi paru, dan dengan demikian mengubah kecepatan ekskresi CO 2 penghasil H+.
Jika [H+] arteri meningkat, pusat pernapasan di batang otak secara refleks
terangsang untuk meningkatkan ventilasi paru (kecepatan pertukaran gas antara paru dan atmosfer). Karena kecepatan dan kedalaman bernapas meningkat, lebih banyak CO2 yang dihembuskan ke luar, sehingga jumlah H 2CO3 yang ditambahkan ke dalam cairan tubuh berkurang. Karena CO 2 membentuk asam, pengeluaran CO2 pada dasarnya mengeluarkan asam dari tubuh. Sebaliknya, apabila [H+]
arteri turun, ventilasi paru berkurang. Akibat bernapas
yang lebih lambat dan lebih dangkal, CO 2 hasil metabolisme akan berdifusi dari sel ke dalam darah lebih cepat daripada pengeluaran gas tersebut dari darah oleh paru, sehingga terjadi penimbunan lebih banyak CO 2 pembentuk asam di darah, sehingga [H+] dapat dipulihkan ke tingkat normal.
MEKANISME KONTROL pH OLEH GINJAL Ginjal adalah lini pertahanan ketiga terhadap perubahan-perubahan [H+] dalam cairan tubuh; ginjal memerlukan waktu
beberapa jam sampai hari untuk
mengkompensasi perubahan pH cairan tubuh, dibandingkan dengan respons sistem penyangga yang segera dan respons sistem pernapasan yang memerlukan waktu beberapa menit. Ginjal mengatur konsentrasi
ion hidrogen cairan ekstraseluler melalui tiga
mekanisme dasar : 1.Eksresi H+ 2.Ekskresi HCO33.Produksi ion-ion bikarbonat baru
6
Eksresi ion hidrogen H+ di sekresi oleh sel di nefron yang diikuti oleh reabsorbsi HCO 3-, penurunan pH urin, titrasi penyangga urin dan menyebabkan eksresi NH4. Pada proses ini, reabsorbsi
HCO3-
yang di filtrasi sangat penting, karena jumlah HCO 3- yang di
filtrasi sebanyak 4500 mEq/hari, sedangkan jumlah H+ yang dibutuhkan untuk eksresi NH4 hanya sebanyak 100 mEq/hari. Sekresi H+ (reabsorbsi HCO3-) terjadi di sepanjang nefron. Tubulus proksimal reabsorbsi 80% dari bikarbonat yang difiltrasi, dan 15% lainnya di filtrasi di bagian tebal lengkung henle asendens. Sekresi H+ terjadi melalui 2 transportasi membran atipikal, melalui transpor imbangan natrium dan H + ATPase. Transport imbangan natrium merupakan jalur utama sekresi H+. karena itu, faktor-faktor yang mempengaruhi transport natrium akan secara tidak langsung mempengaruhi sekresi H+.
Proses sekresi dimulai ketika CO2 berdifusi ke dalam sel tubulus atau dibentuk melalui metabolisme di sel epitel tubulus. CO2, di bawah pengaruh enzim karbonik anhidrase, bergabung dengan H2O untuk membentuk H2CO3 yang berdisosiasi menjadi HCO3- dan H+. Ion-ion hidrogen disekresikan dari sel masuk ke dalam lumen tubulus melalui transpor-imbangan natrium-hidrogen. Artinya, ketika natrium bergerak dari lumen tubulus ke bagian dalam sel, natrium mula-mula bergabung dengan protein pembawa di batas luminal membran sel; pada waktu yang bersamaan, ion hidrogen di bagian dalam sel bergabung dengan protein pembawa. Natrium bergerak ke dalam sel melalui gradien konsentrasi yang telah dicapai oleh pompa natrium-kalium ATPase di membran basolateral. Gradien untuk pergerakan natrium ke dalam sel kemudian menyediakan energi untuk menggerakkan ion hidrogen dalam arah yang berlawanan dari dalam sel ke lumen tubulus. Tubulus distal dan duktus kolektikus reabsorbsi bikarbonat yang lolos dari tubulus proksimal dan lengkung henle asendens bagian tebal ( 5% yang difiltrasi). Bikarbonat direabsorbsi sebagai hasil dari sekresi H+ di sel intercalated, yang disekresi dengan 2 cara, yaitu H+ ATPase dan H+/K + ATPase. Prosesnya tidak berbeda jauh dengan transpor imbangan natrium. Seperti di tubulus proksimal dan lengkung henle asendens, karbonik anhidrase mengkatalisasi H 2CO3 menjadi H+ dan 7
HCO3-. Mekanisme predominan bikarbonat menembus membran basolateral melalui Cl2/HCO3- sama seperti yang ditemukan di sel darah merah. Dimulai dari bagian akhir tubulus distal dan berlanjut melalui sisa sistem tubular, epitel tubulus menyekresikan ion-ion hidrogen melalui transpor aktif primer. Sekresi terjadi pada membran luminal sel tubulus, tempat ion-ion hidrogen ditranspor secara langsung oleh suatu protein khusus, yaitu pentranspor-hidrogen ATPase. Energi yang dibutuhkan untuk memompa ion hidrogen dihasilkan dari pemecahan ATP menjadi ADP. Untuk setiap ion hidrogen yang disekresikan, satu bikarbonat direabsorbsi, mirip dengan proses di dalam tubulus proksimal. Perbedaan utama adalah bahwa hidrogen bergerak melewati membran luminal melalui pompa aktif H + dan bukan melalui transpor-imbangan seperti yang terjadi pada awal nefron. Walaupun sekresi ion hidrogen di tubulus distal bagian akhir dan duktus koligentes hanya merupakan sekitar 5 persen dari ion hidrogen total yang disekresikan, mekanisme ini penting dalam pembentukan urin asam yang maksimal. Di tubulus proksimal, konsentrasi ion hidrogen dapat ditingkatkan hanya sekitar tiga sampai empat kali lipat, walaupun sejumlah besar ion hidrogen disekresikan melalui nefron ini. Sebaliknya konsentrasi ion hidrogen dapat ditingkatkan sebanyak 900 kali lipat di dalam duktus koligentes. Eksresi bikarbonat Ginjal mengatur [HCO3-] plasma melalui dua mekanisme yang saling berkaitan : (1) reabsorbsi HCO3- yang difiltrasi kembali ke plasma dan (2) penambahan HCO 3- baru ke plasma. Kedua mekanisme tersebut terkait erat dengan sekresi H+ oleh tubulus ginjal. Setiap kali sebuah H+ disekresikan ke dalam cairan tubulus, secara simultan sebuah HCO3- yang dipindahkan ke dalam plasma kapiler peritubulus. Reabsorbsi ion bikarbonat ini diawali oleh reaksi di dalam tubulus antara ion-ion bikarbonat yang disaring pada glomerulus dan ion-ion hidrogen yang disekresi oleh sel-sel tubulus. H2CO3 yang terbentuk kemudian berdisosiasi menjadi CO 2 dan H2O. CO2 dapat bergerak dengan mudah melewati membran tubulus. Oleh karena itu, CO2 segera berdifusi masuk ke dalam sel tubulus, tempat CO 2 bergabung dengan H2O, di bawah pengaruh karbonik anhidrase, untuk menghasilkan molekul H 2CO3 yang baru. 8
H2CO3 ini kemudian berdisosiasi membentuk ion bikarbonat dan ion hidrogen; ion bikarbonat kemudian berdifusi melalui membran basolateral ke dalam cairan interstitial dan dibawa naik ke darah kapiler peritubular. Jadi, setiap kali ion hidrogen dibentuk di dalam sel-sel epitel tubular, ion bikarbonat juga dibentuk dan dilepaskan kembali kedalam darah. Bila terdapat kelebihan ion bikarbonat melebihi ion hidrogen dalam urin, seperti yang terjadi pada alkalosis metabolik, kelebihan ion bikarbonat tidak dapat direabsorbsi; oleh karena itu, kelebihan ion bikarbonat ditinggalkan di dalam tubulus dan akhirnya dieksresikan ke dalam urin, yang membantu mengoreksi alkalosis metabolik. Pada asidosis, terdapat kelebihan jumlah ion hidrogen dibandingkan dengan ion bikarbonat, menyebabkan reabsorbsi menyeluruh bikarbonat, dan kelebihan ion hidrogen dikeluarkan ke dalam urin. Jadi, mekanisme dasar dimana ginjal mengoreksi asidosis atau alkalosis merupakan titrasi tidak lengkap dari ion hidrogen terhadap ion bikarbonat, meninggalkan salah satu dari kedua ion ini untuk dikeluarkan ke dalam urin, dan oleh karena itu dihilangkan dari cairan ekstraseluler.
Pembentukan bikarbonat baru SISTEM PENYANGGA FOSFAT Sistem penyangga fosfat terdiri dari HPO 4= dan H2PO4-. Keduanya menjadi pekat di dalam cairan tubulus akibat reabsorbsinya yang relatif buruk dan akibat reabsorbsi air dari cairan tubulus. Faktor lain yang membuat fosfat menjadi penting sebagai penyangga tubulus adalah kenyataan bahwa pK sistem ini adalah sekitar 6,8. Selama terdapat kelebihan ion bikarbonat dalam cairan tubulus, kebanyakan ion hidrogen yang disekresikan bergabung dengan ion bikarbonat. Akan tetapi, sekali semua bikarbonat telah direabsorbsi dan tidak ada lagi yang tersedia untuk berikatan dengan ion hidrogen, setiap kelebihan ion hidrogen dapat bergabung dengan HPO4- dan penyangga tubulus lainnya. Setelah ion hidrogen bergabung dengan HPO4= untuk membentuk H2PO4-, ion hidrogen dapat dieksresikan sebagai garam natrium NaH2PO4, dengan membawa serta kelebihan hidrogen. Oleh karena
9
itu, kapan pun ion hidrogen yang disekresikan ke dalam lumen tubulus bergabung dengan suatu penyangga selain bikarbonat, hasil akhirnya adalah penambahan ion bikarbonat baru ke dalam darah. Pada kondisi normal, kebanyakan fosfat yang disaring akan direabsorbsi, dan hanya tersedia sekitar 30 sampai 40 mEq/hari untuk menyangga ion hidrogen. Oleh karena itu, sebagian besar penyanggaan untuk kelebihan ion hidrogen dalam cairan tubulus pada keadaan asidosis terjadi melalui sistem penyangga amonia.
SISTEM PENYANGGA AMONIA Sistem penyangga fosfat terdiri atas amonia (NH 3) dan ion amonium (NH4+). Ion amonium disintesis dari glutamin, yang secara aktif ditranspor ke dalam sel epitel tubulus proksimal, cabang tebal asenden ansa Henle, dan tubulus distal. Sekali berada dalam sel, setiap molekul glutamin dimetabolisme untuk membentuk dua ion NH4+ dan dua ion HCO3-. NH4+ disekresikan ke dalam lumen tubulus melalui mekanisme transpor-imbangan sebagai pertukaran dengan ion natrium, yang direabsorbsi. HCO3- bergerak melewati membran basolateral bersama dengan ion natrium (Na+) yang direabsorbsi ke dalam cairan interstitial dan diambil oleh kapiler peritubular. Jadi, untuk setiap molekul glutamin yang dimetabolisme di dalam tubulus proksimal, dua ion NH4+ disekresikan ke dalam urin dan dua ion HCO3direabsorbsi ke dalam darah. HCO3- yang dihasilkan oleh proses ini membentuk bikarbonat baru. Dalam tubulus koligentes, penambahan ion NH4+ ke cairan tubulus terjadi melalui mekanisme yang berbeda. Di sini, ion hidrogen disekresikan oleh membran tubulus ke dalam lumen, termpatnya bergabung dengan amonia (NH 3) untuk membentuk NH4+, yang kemudian dieksresikan. Duktus koligentes bersifat permeabel untuk NH 3, yang dengan mudah dapat berdifusi ke dalam lumen tubulus. Akan tetapi, membran luminal bagian tubulus ini kurang permeabel untuk NH 4+, oleh karena itu, sekali
ion
hidrogen
sudah
bereaksi
dengan
NH3
membentuk
NH4+,
NH4+
terperangkap di dalam lumen tubulus dan dikeluarkan dalam urin. Untuk setiap NH4+ yang dieksresikan, dihasilkan HCO 3- yang baru dan ditambahkan ke dalam darah.
10
Peningkatan konsentrasi ion hidrogen dalam cairan ekstraseluler merangsang metabolisme glutamin ginjal, sehingga meningkatkan pembentukan NH4+ dan bikarbonat baru untuk digunakan dalam penyanggaan ion hidrogen; penurunan konsentrasi
ion
hidrogen
memiliki efek
berlawanan.
Pada
asidosis
kronik,
mekanisme utama yang mengeliminasi asam adalah eksresi NH 4+. Mekanisme ini juga merupakan mekanisme utama untuk menghasilkan bikarbonat baru selama asidosis kronik.3,4 PENDEKATAN KLINIS KELAINAN ASAM BASA Setiap harinya tubuh produksi asam melalui metabolisme normal, dan juga melalui makanan yang dikonsumsi. Paru-paru melepaskan atau menguatkan ikatan asam jika dibutuhkan begitu juga dengan ginjal dapat bekerja dengan baik dengan mengeliminasi atau reabsorbsi asam. Jika terjadi penurunan asam, atau kehilangan asam, bikarbonat menyangga H+ untuk meminimalisir perubahan pH.
pH berhubungan dengan konsentrasi H+. pH yang rendah berhubungan dengan tingginya konsentrasi H+ dan dikenal sebagai asidosis, dan sebaliknya tingginya pH berhubungan dengan rendahnya konsentrasi H+ yang dikenal sebagai alkalosis. Hubungan antara O2, H+, CO2 dan HCO3- adalah sebagai poin utama dalam mengerti keseimbangan asam basa dan menggambarkan pentingnya system penyangga CO2 / HCO3-. System penyangga CO2 / HCO3- mengambil
andil besar dalam
kelebihan H+. H+ dan HCO3- diubah menjadi H2CO3 dengan adanya karbonik anhidrase (terdapat di sel darah merah) dan dipecah lagi menjadi CO 2 dan H2O. interaksi CO2 dan HCO3- lambat di plasma, tetapi lebih cepat di sel darah merah dengan adanya karbonik anhidrase.
KELAINAN RESPIRATORIK Kelainan keseimbangan asam basa sebagai hasil dari kelainan pernapasan. Peningkatan konsentrasi atau retensi CO2, misalnya ketika produksi lebih besar daripada eksresi meningkatkan produksi H + melalui terbentuknya asam karbonat. Keadaan ini menurunkan pH dan hal ini terjadi sebagai akibat dari asidosis respiratorik yang disebabkan oleh terganggunya eksresi CO 2 seperti PPOK.
11
Penurunan konsentrasi pCO2, misalnya ketika eksresi lebih banyak dari produksi, dapat menyebabkan penurunan H+. pH akan meningkat dan alkalosis respiratorik sebagai hasil dari penurunan konsentrasi H +. keadaan ini dapat ditemukan pada keadaan hiperventilasi dimana eksresi CO 2 berlebihan. Paru-paru memegang peran utama dalam menjaga konsentrasi H+.5
KELAINAN METABOLIK Kelainan asam basa yang disebabkan oleh intake asam yang berlebihan atau sebagai akibat dari kegagalan fungsi ginjal. Peningkatan H + akan menurunkan pH, dan secepatnya akan stimulasi kemoreseptor sentral meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernapasan. Hal ini dapat dilihat pada diabetik ketoasidosis ( akibat dari peningkatan produksi H+) dan akhirnya akan timbul kompensasi respiratorik. Apabila produksi asam kurang dari eksresinya, konsentrasi bikarbonat meningkat dan konsentrasi H+ menurun, keadaan ini disebut alkalosis metabolik. Penurunan H+ akan meningkatkan pH, dan akan menekan respons kemoreseptor sentral, menurunkan
frekuensi
dan
kedalaman
pernapasan.
CO2
ditahan
dimana
menyebabkan terbentuknya H+ dan menurunkan pH mendekati batas normal. Respons ini dapat dilihat pada keadaan muntah berlebihan dimana terjadi kehilangan asam lambung yang berlebihan. 5 Kompensasi Ginjal Ginjal merupakan organ utama yang mengatur keseimbangan asam basa, dimana bekerja lambat dalam mengkompensasi perubahan keseimbangan asam basa. Mekanisme paling penting dalam mengatur keseimbangan asam basa dalam darah melalui :6 •
Eksresi HCO3- dan reabsorbsi H+ pada keadaan alkalosis
•
Eksresi H+ dan reabsorbsi HCO3- pada keadaan asidosis.
ALKALOSIS
12
Alkalosis respiratorik terjadi pada hiperventilasi. Penyebabnya meliputi perasaan yang terlalu gembira, keracunan salisilat atau kerusakan terhadap neuron pernapasan (misalnya akibat peradangan, trauma atau gagal hati). Kadang-kadang kekurangan
suplai
O2
pada
udara
inspirasi
(misalnya
di
dataran
tinggi)
menyebabkan peningkatan ventilasi sehingga jumlah CO2 yang diekspirasikan meningkat. Sejumlah gangguan yang dapat menimbulkan alkalosis metabolik (nonrespiratorik) : •
Pada hipokalemia, gradien kimia untuk K + yang melewati membran sel meningkat. Pada beberapa sel, hal ini menimbulkan hiperpolarisasi yang mendorong HCO3- yang lebih bermuatan negatif untuk keluar dari sel. Hiperpolarisasi, contohnya meningkatkan pengeluaran HCO3- dari sel tubulus proksimal melalui kotranspor Na. akibatnya terjadi asidosis intrasel yang akan merangsang pertukaran Na/H di lumen dan juga meningkatkan sekresi H serta pembentukan HCO3 di sel tubulus proksimal. Akhirnya kedua proses tadi menyebabkan alkalosis.
•
Pada keadaan muntah yang disertai dengan pengeluaran isi lambung, tubuh akan kehilangan H. jika HCl yang dihasilkan oleh sel parietal dikeluarkan, yang tersisa sekarang hanya HCO3. Normalnya HCO3 yang dibentuk di lambung akan digunakan kembali di duodenum untuk menetralisir isi lambung yang asam dan hanya sementara menimbulkan alkalosis ringan.
•
Muntah juga mengurangi volume darah. Edema serta kehilangan cairan melalui ginjal dan ekstarenal dapat pula menimbulkan pengurangan volume. Volume darah yang berkurang merangsang pertukaran Na/H di tubulus proksimal
dan
mendorong
peningkatan
reabsorbsi HCO3 oleh ginjal,
meskipun pada keadaan alkalosis. •
Aldosteron yang dilepaskan pada keadaan hipovolemia merangsang sekresi H di nefron bagian distal. Jadi, kemampuan ginjal untuk membuang HCO3 menjadi berkurang dan akibatnya terjadi alkalosis karena pengurangan volue. Hiperaldosteronisme dapat menimbulkan alkalosis tanpa terjadi pengurangan volume.
13
•
PTH umumnya menghambat absorbsi HCO3 di tubulus proksimal. Oleh karena itu, hipoparatiroidisme dapat menimbulkan alkalosis.
•
Hati dapat membentuk glutamin atau urea dari NH4 melalui katabolisme asam amino. Pembentukan urea selain memerlukan 2 HCO3 yang hilang jika urine dieksresikan, juga memerlukan NH4. Pada gagal hati, pembentukan urea di hati menurun, hati menggunakan HCO3 yang lebih sedikit sehingga terjadi alkalosis. Akan tetapi, pada gagal hati lebih sering terjadi alkalosis respiratorik karena kerusakan pada neuron pernapasan.
•
Peningkatan suplai garam alkali atau pengeluaran garam alkali dari tulang.
7
ASIDOSIS Berbagai penyakit sistem pernapasan primer ataupun sekunder dan gangguan pengaturan pernapasan dapat menimbulkan asidosis respiratorik. Hal ini dapat juga disebabkan oleh penghambatan kerja enzim karbonat anhidrase di eritrosit karena akan memperlambat pembentukan CO2 dari HCO3 di paru sehingga mengganggu pembuangan CO2 dari paru melalui ekspirasi. Asidosis metabolik dapat terjadi pada : •
Pada hiperkalemia, gradien kimia yang melewati membran sel berkurang. Depolarisasi yang diakibatkannya akan mengurangi daya pendorong listrik untuk transpor HCO3 elektrogenik keluar dari sel. Hal ini memperlambat pengeluaran HCO3 di tubulus proksimal melalui kotranspor Na. akibatnya terjadi alkalosis intrasel yang menghambat pertukaran Na/H di lumen sehingga sekresi H terhambat, begitu pula dengan pembentukan HCO3 di sel tubulus proksimal. Akhirnya proses ini menimbulkan asidosis (ekstrasel).
•
Penyebab lain penurunan eksresi H dan pembentukan HCO3 oleh ginjal adalah gagal ginjal, defek transpor di tubulus ginjal, dan hipoaldosteronisme.
•
PTH
menghambat
absorbsi
HCO3
di
tubulus
proksimal,
jadi
pada
hiperparatiroidisme, eksresi HCO3 oleh ginjal akan meningkat. Karena PTH secara bersamaan meningkatkan pengeluaran mineral dari alkali tulang, 14
asidosis jarang terjadi. Kehilangan HCO3 dalam jumlah yang sangat banyak melalui ginjal terjadi jika karbonat anhidrase dihambat karena aktivitas enzim ini merupakan prasyarat absorbsi HCO3 di tubulus proksimal. •
Kehilangan bikarbonat dari usus terjadi pada muntah isi usus, diare dan fistula. Sejumlah besar enzim pankreas yang bersifat alkali, contohnya dapat hilang melalui fistula duktus pankreatikus.
•
Karena hati memerlukan dua ion HCO3 ketika menggabungkan dua molekul NH4 pada pembentukan urea, peningkatan pembentukan urea dapat menyebabkan asidosis. Dengan cara ini. Suplai NH4Cl dapat menyebabkan asidosis. 7
Asidosis metabolik diklasifikasikan menurut anion gap, baik normal maupun meningkat. Anion gap menggambarkan perbedaan antara anion dan kation yang terukur. Anion gap = Na + - (HCO3- + Cl-) Kation tak terukur yang utama adalah kalsium, magnesium, gama-globulin, dan potasium. Anion yang tak terukur albumin, fosfat, sulfat, laktat, dan anion organik lainnya. Anion gap normal 12 ± 4 mEq/L.Gangguan non asam basa yang dapat mempengaruhi interpretasi anion gap adalah hipoalbuminemia, hipernatremia atau hiponatremia, antibiotik juga dapat mempengaruhi interpretasi anion gap. ASIDOSIS DENGAN PENINGKATAN ANION GAP Asidosis metabolik normokloremik timbul sebagai akibat penambahan asam organik seperti laktat, asetoasetat, β-hidroksibutirat, dan toksin eksogen. Anion lainnya seperti isositrat, alpha-ketoglutarat, malate dan D-laktat, dapat menyebabkan laktat
asidosis,
penyebabnya.
diabetik Produksi
ketoasidosis uremia
dan
asidosis
meningkatkan
yang
asidosis
tidak
metabolik
diketahui dengan
peningkatan anion gap melalui asam organik dan anion yang tidak dieksresikan. Asidosis laktat
15
Asam laktat sebagai hasil dari glikolisis anaerob, biasanya terjadi pada sel di usus, skeletal, otot, otak, kulit dan eritrosit. Normalnya, kadar laktat rendah karena metabolisme laktat di hati melalui glukoneogenesis atau oksidasi di siklus krebs. Selanjutnya, ginjal metabolisme 30% laktat. Ada 2 tipe dasar asidosis laktat : Tipe A (hipoksia) asidosis laktat umumnya disebabkan karena penurunan perfusi jaringan; kardiogenik; septik; syok hemoragik; carbon monoxide atau keracunan sianida. Kondisi ini menyebakan peningkatan produksi asam laktat perifer dan menurunkan metabolisme laktat di hepar karena menurunnya perfusi ke hati. Tipe B asidosis laktat disebabkan oleh kelainan metabolik (diabetes, ketoasidosis, penyakit liver, penyakit ginjal, infeksi, leukemia, atau limfoma) atau toksin (ethanol, methanol, salisilat, isoniazid, atau metformin). Diabetik Ketoasidosis Kelainan metabolik ini ditandai dengan hiperglikemia dan asidosis metabolik. Asidosis metabolik anion gap merupakan kelainan asam basa yang dianggap berasal dari diabetik ketoasidosis : H+ + B- + NaHCO3
CO2 + NaB + H 2O
Dimana B adalah β-hidroksibutirat atau asetoasetat, keton bertanggung jawab dalam peningkatan anion gap. Diabetes dengan ketoasidosis dapat mengalami asidosis laktat karena hipoperfusi jaringan dan peningkatan metabolisme anaerob. Ketoasidosis alkoholik Kebanyakan dari pasien ini mengalami keseimbangan asam basa campuran. Walaupun penurunan HCO3- sering terjadi, 50% pasien normal atau pH alkalis. 3 tipe asidosis metabolik yang dapat ditemukan pada alkoholik ketoasidosis : 1. Ketoasidosis sebagai akibat dari kelebihan β-hidroksibutirate dan asetoasetat.
16
2. Asidosis laktat : metabolisme alkohol meningkatkan rasio NADH : NAD, menyebabkan peningkatan produksi laktat dan menurunnya penggunaan laktat. 3. Asidosis hiperkloremik karena kehilangan bikarbonat pada urin berhubungan dengan ketonuria. Alkalosis metabolik muncul penyusutan cairan dan muntah. Alkalosis respiratorik sebagai akibat dari penggunaan alkohol, nyeri atau gejala lain yang berhubungan dengan sepsis atau gangguan hati. Toksin Toksin multipel dan obat meningkatkan anion gap meningkat produksi asam endogen. Contohnya adalah methanol, ethylene glycol dan salicylates. Asidosis uremik Ketika GFR turun 15-30 mL/min, ginjal tidak dapat eksresi H + dan asam organik, seperti sulfat dan fosfat, menghasilkan peningkatan anion gap asidosis.
Normal anion gap asidosis Gastrointestinal HCO3- loss Bikarbonat disekresikan oleh sistem gastrointestinal. Sekresi usus halus dan pankreas berisi HCO3-, diare masiv atau drainase pankreas dapat menyebabkan kehilangan HCO3-. Renal Tubular Acidosis Hiperkloremik asidosis dengan anion gap normal dan GFR yang normal, atau pada diare. Kelainan ini sebagai akibat dari tidak mampunya eksresi H + atau reabsorbsi HCO3-. 3 tipe utama dapat dibedakan melalui gambaran klinis, pH urin, anion gap urin, dan kadar K + serum. 1. RTA klasikal distal (tipe 1) Kelainan ini ditandai dengan hipokalemi hiperkloremik asidosis metabolik sebagai akibat dari menurunnya sekresi selektif H+ di sel intercalated pada 17
tubulus pengumpul. Selain itu, eksresi NH 4+Cl- menurun dan anion gap urin positif. Peningkatan eksresi K + muncul sebagai akibat dari menurunnya kompetisi dari H+ pada nefron distal.
2. RTA proksimal (tipe 2) Kelainan ini ditandai dengan hipokalemik hiperkloremik asidosis sebagai akibat dari kelainan di tubulus proksimal untuk reabsorbsi bikarbonat. Inhibitor Karbonik anhidrase dapat menyebabkan RTA proksimal. Gangguan reabsorbsi HCO3- akan menyebabkan tubulus distal kewalahan dalam reasorbsi HCO3-, yang menyebabkan bicarbonaturia dan asidosis metabolik. 3. RTA hiporeninemik hipoaldosteronisme ( tipe 4) Umumnya tipe ini yang sering ditemukan. Kelainan ini disebabkan oleh defisiensi aldosteron, dimana kerusakan pada nefron distal menganggu reabsorbsi Na dan k
dan
eksresi
H.
penyebabnya
adalah
diabetik
nefropati,
hipertensi
nefrosklerosis, dan AIDS. 8
18