LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI-FARMASI BAHAN ALAM SEMESTER III TAHUN AKADEMIK 2016/2017
PRODUK JADI SUSPENSI GAVATIN® EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava, L.) Oleh : Ketua : Hammam H.S.
(NPM. 260110160053) Anggota :
Diah Siti Fatimah Shella Widiyastuti Dede Jihan Oktaviani Quinzheilla Putri A. Shinta Lestari Saqila Alifa R. Alia Resti Azura Indah Pertiwi Reza Laila Najmi Kita Radisa Ai Masitoh Khoirina Nur S.
(NPM.260110160041) (NPM.260110160042) (NPM.260110160044) (NPM.260110160045) (NPM.260110160046) (NPM.260110160047) (NPM.260110160048) (NPM.260110160049) (NPM.260110160050) (NPM.260110160051) (NPM.260110160052) (NPM.260110160054)
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FARMASI BAHAN ALAM DEPARTEMEN BIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2017
ABSTRAK Psidium guajava, L. merupakan salah satu tanaman tradisional yang digunakan untuk pengobatan sebagai obat herbal tradisional. Hasil studi sebelumnya, telah dilaporkan bahwa ekstrak dari psidii folium dapat digunakan sebagai pengobatan DBD untuk meningkatkan jumlah trombosit di pasien DBD dan juga sebagai antidiare. Quersetin yang didugan memiliki aktivitas terbsebut menjadi senyawa penanda. Metode yang digunakan yaitu maserasi dan vaporasi menggunakan etanol 70% untuk mendapatkan ekstrak cair dan juga ekstrak kental. Pengujian dari simplisia dan ekstrak daun jambu biji ini menggunakan parameter spesifik dan non spesifik yang hasilnya sesuai dengan kriteria dalam Farmakope Herbal Indonesia dan Materia Medika. Kemudian ektrak tersebut digunakan untuk pembuatan suspensi dari ekstrak psidii folium 60 mL. Kata Kunci: obat tradisional, Ekstrak, Parameter, Maserasi, Standarisasi
ABSTRACT Psidium guajava, L. is one of traditional plant that used for medication as traditional herbal medicines. The previous study has reported that extract of psidii folium could be used to treat dengue hemorrhagic fever (DHF) proved that extract of guava (Psidium guajava L.) leaf can increase the amount of thrombocyte in DHF patient and could be used as antidiarrhea. Quercetin that suggest had activity to increase thrombosis used as a marker. The method used is maceration multilevel and vaporation using 70% ethanol to get liquid and viscous extract. Tests on the psidii folium leaf and extract psidii folium encompass specific and non -specific parameter. The result is a suspension psidii folium extract meet the criteria as stated in Farmakope Herbal Indonesia and Materia Medika. The extract obtained is used in this experiment to make 60 ml of suspension from extract of psidii folium. Keywords: Traditional medicine, Extract, Parameter, Maceration, Standarisasasi
i
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Praktikum Farmakognosi-Farmasi Bahan Alam mengenai “Produk Jadi Suspensi Ekstrak Etanol Daun Salam” ini dengan tepat waktu. Laporan Praktikum Farmakognosi dan Farmasi Bahan Alam ini diajukan untuk memenuhi salah satu nilai dari Praktikum Farmakognosi dan Farmasi Bahan Alam, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran. Kami menyadari sepenuhnya bahwa begitu banyak pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian laporan praktikum ini. Melalui kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ferry Ferdiansyah Sofian, M.Si., Apt selaku dosen yang telah membimbing dalam penyusunan laporan akhir Farmakognosi dan Farmasi Bahan Alam. 2. Nur Shabrina Eka Putri dan Irbah Arifa selaku asisten laboratorium yang telah mengarahkan dalam kegiatan praktikum di laboratorium Farmakognosi dan Farmasi Bahan Alam dan penyusunan laporan akhir. 3. Teman-teman kelompok yang telah bekerjasama dalam penyusunan laporan akhir praktikum Farmakognosi dan Farmasi Bahan Alam. Kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan akhir praktikum Farmakognosi-Farmasi Bahan Alam ini, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna perbaikan di kemudian hari. Semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Jatinangor, 30 Oktober 2017
Tim Penulis
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tinjauan Farmakognosi
25
iii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Makroskopik
5
Gambar 2.2 Epidermis bawah dengan stomata tipe parasitis
6
Gambar 2.3 Berkas Pengangkut
6
Gambar 2.4 Serabut Sklerenkim
7
Gambar 2.5 Epidermis Atas
7
Gambar 2.6 Kristal Kalsium Oksalat
7
Gambar 2.7 Struktur Kimia Kuersetin
7
Gambar 2.8 Biosintesis Senyawa Identitas
8
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Simplisia, Ekstrak Kental dan Produk Jadi Lampiran 2. Gambar Skema Tahapan Praktikum Lampiran 3. Resume Praktikum Lampiran 4. Uji Hedonik Lampiran 5. Susunan Kelompok Lampiran 6. Pertanyaan dan Jawaban Saat Presentase
v
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK (Indonesia dan Inggris)
I
KATA PENGANTAR
II
DAFTAR ISI
III
DAFTAR TABEL
IV
DAFTAR GAMBAR
V
DAFTAR LAMPIRAN
VI
I.
II.
PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Rumusan Masalah
2
1.3. Tujuan Praktikum
2
1.4. Manfaat Praktikum
2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Botani Tanaman
3
2.1.1 Klasifikasi Tanaman
3
2.1.2 Nama Daerah
3
2.1.3 Habitat
3
2.1.4 Morfologi
4
2.1.5 Makroskopik
4
2.1.6 Mikroskopik
5
2.2. Tinjauan Kimia Tanaman
6
2.2.1 Senyawa identitas
6
2.2.2 Kandungan senyawa kimia
6
2.2.3 Biosintesis senyawa identitas
6
2.3. Tinjauan Farmakologi Tanaman
7
2.3.1 Empiris
7
2.3.2 Uji Pra-Klinik
7
2.3.3 Uji Klinik
8
2.4. Tinjauan Farmakognosi Tanaman
8
2.5. Tinjauan Metode
9
vi
2.5.1 Ekstraksi
9
2.5.2 Parameter Standar Spesifik dan Non-Spesifik Tanaman III.
10
METODE PRAKTIKUM
13
3.1. Alat
13
3.2. Bahan
13
3.3. Tahapan Praktikum
13
3.3.1 Penyiapan Simplisia
14
3.3.2 Pemeriksaan Parameter Kualitas Spesifik dan Non-Spesifik
17
Simplisia 3.3.3 Ekstraksi
17
3.3.4 Pemeriksaan Parameter Kualitas Spesifik dan Non-Spesifik
18
Ekstrak 3.3.5 Pembuatan dan Evaluasi Produk Jadi Suspensi Ekstrak Daftar Pustaka
20 21
Lampiran
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Daun jambu biji sudah sering kali digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk mengobati penyakit diare karena mempunyai kandungan zat kimia sebagai zat aktif yaitu flavonoid, alkaloid, tanin, pektin, minyak atsiri, tanin yang dapat digunakan sebagai anti bakteri, absorbent (pengelat atau penetral racun), astringent (melapisi dinding mukosa usus terhadap rangsangan isi usus) dan antispasmolotik (kontraksi usus). Ditinjau dari pemanfaatan dalam kesehatan daun jambu biji sering digunakan sebagai bahan baku obat-obatan tradisional, sedangkan ditinjau dari kandungan kimia yang terdapat pada daun jambu biji, daun jambu biji cukup layak jika dijadikan bahan baku untuk dijadikan minuman penyegar seperti teh. Daun jambu biji tua mengandung berbagai macam komponen seperti kuersetin (flavonoid) yang berkhasiat untuk mengatasi penyakit demam berdarah dengue (DBD). Tanaman jambu biji pertama kali ditemukan di Amerika Tengah yang memiliki nama latin Psidium guajava L., dengan suku Myrtaceae. Daun jambu biji mengandung flavonoid total tidak kurang dari 0,20% dihitung sebagai kuersetin. Identitas simplisia secara pemerian berupa lembaran daun, warna hijau; bau khas aromatic; rasa kelat. Daun tunggal. Bertangkai pendek, panjang tangkai daun 0,5-1cm; helai daun berbentuk bundar menjorong, pangjang 5-13 cm, lebar 3-6 cm; pinggir daun rata agak menggulung ke atas; permukaan atas aagak licin, warna hijau kecokelatan; ibu tulang daun dan tulang cabang menonjol pada permukaan bawah, bertulang menyirip. Secara mikroskopik, fragmen pengenal adalah epidermis bawah dengan kristal kalsium oksalat, rambut penutup, dan stomata tipe anomositis. Dari simplisia daun jambu biji yang telah dilakukan dikumpulkan dan diolah, kemudian dilakukan pemeriksaan kualitatif simplisia dan ekstrak, serta dilakukan vaporasi untuk ekstrak cair kemudian didapatkan ekstrak kental yang kemudian dibuat sediaan suspensi untuk ekstrak daun jambu biji sebagai obat antipasmodik dan antidiare.
1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu :
1
1. Apa saja kandungan kimia dan manfaat yang terkandung dalam daun jambu biji? 2. Apa saja cara pengujian suatu mutu terhadap simplisia dan ekstrak? 3. Bagaimana metode pengolahan ekstrak untuk menjadi bahan baku suatu sediaan obat? 4. Bagaimana cara pembuatan suatu sediaan obat herbal dari bahan baku ekstrak daun jambu biji dengan kualitas yang baik dan sesuai parameter yang terstandarisasi?
1.3. Tujuan Praktikum Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan, dapat diketahui maksud dan tujuan yang akan dihasilkan sesuai dengan rencana kegiatan praktikum, yaitu : 1. Mengetahui kandungan kimia dan manfaat yang terkandung dalam daun jambu biji. 2. Mengetahui cara pengujian mutu terhadap suatu eksktrak khususnya daun jambu biji. 3. Mengetahui metode pengolahan ekstrak daun jambu biji untuk menjadi bahan baku sediaan obat herbal. 4. Mengetahui cara pembuatan sediaan obat herbal dan bahan baku ekstrak daun jambu biji dengan mutu dan kualitas yang baik sesuai dengan parameter yang telah ditentukan. 1.4. Manfaat Praktikum 1. Praktikan diharapkan dapat memahami kandungan kimia serta manfaat yang terkandung dalam daun jambu biji. 2. Praktikan diharapkan memahami cara pengujian mutu terhadap suatu ekstrak, sehingga dapat mengetahui mutu ekstrak tersebut. 3. Praktikan diharapkan dapat memahami metode pengolahan ekstrak daun jambu biji untuk menjadi bahan baku suatu sediaan obat herbal. 4. Praktikan dapat memahami cara pembuatan sediaan obat herbal dari bahan baku ekstrak daun jambu biji dengan mutu dan kualitas yang bak sesuai dengan parameter yang telah ditentukan.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tinjauan Botani Klasifikasi Tumbuhan Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Famili
: Myrtaceae
Genus
: Psidium
Spesies
: Psidium guajava L. (Rochmasari, 2011)
2.1.2
Nama Daerah Setiap daerah memiliki kekhasan dalam penyebutan nama jambu biji, diantaranya, Sumatera: glima breueh (Aceh), glimeu beru (Guyo), galiman (Batak Karo), masiambu (Nias), biawas, jambu biji, jambu batu, jambu klutuk (Melayu). Jawa: jambu klutuk (Sunda), jambu klutuk, petokal, jambu krikil, jambu krutuk (Jawa), jhambu bhender (Madura),. Nusa Tenggara: sotong (Bali), guawa (Flores),
goihawas
(Sika).
Sulawesi:
Gayawas
(Mongondow), koyamas (Tansau), dambu
(Manado),
(Gorontalo),
boyawat
jambu paratugala
(Makassar), jambu paratukala (Bugis), jambu (Baree), Kujabas (Roti), biabuto (Buol). Maluku: kayawase (Seram Barat), kujawase (Seram Selatan), laine hatu, lutuhatu (Ambon), gayawa (Ternate, Halmahera) (Anggraini, 2010). Bahkan dinegara lain, jambu biji memiliki berbagai sebutan lain, seperti guava (Inggris), guayabo (Spanyol), babayas (Fillipina), dan fan shi liu gan (Cina). (Puspaningtyas D, 2013) 2.1.3
Habitat Psidium guajava L. merupakan tanaman yang berasal dari benua beriklim tropis yakni Amerika Serikat Tengah,Peru, dan Bolivia. Lalu penyebaran tanaman ini meluas ke kawasan Asia Tenggara dan ke wilayah Indonesia melalui Thailand (Cahyono, 2010). Tanaman ini sangat adaptif dan dapat tumbuh tanpa pemeliharaan. Di Jawa sering ditanam sebagai tanaman buah,
3
sangat sering hidup alamiah di tepi hutan dan padang rumput (Anggraini, 2010). 2.1.4
Morfologi Jambu biji perdu atau pohon kecil, tinggi 2-10 m, percabangan banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna cokelat kehijauan. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua licin. Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna hijau. Bunga tunggal, bertangkai, keluar dari ketiak daun, berkumpul 1-3 bunga, berwarna putih. Buahnya buah buni, berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak, berwarna putih kekuningan atau merah jambu. Biji buah banyak mengumpul di tengah, kecil-kecil. Keras, berwarna kuning kecoklatan (Hapsoh, 2011).
2.1.5
Makroskopik Lembaran daun, warna hijau; bau khas aromatic; rasa kelat. Daun tunggal, bertangkai pendek, panjang tangkai daun 0,5-1cm; helai daun berbentuk bundar memanjang, panjang 5-13cm, lebar 3-6cm; pinggir daun rat agak menggulung ke atas; permukaan atas agak licin, warna hijaau kecoklatan; ibu tulang daun dan tulang cabang menonjol pada permukaan bawah, bertulang menyirip. (Depkes RI, 2008).
Gambar 2.1
4
Makroskopik Daun Jambu Biji 2.1.6
Mikroskopik Fragmen pengenal adalah epidermis bawah dengan kristal kalsium oksalat, rambut penutup, stomata tipe anomositis, berkas pengangkut dan mesofil dengan kelenjar minyak (Depkes RI, 2008).
Gambar 2.2. epidermis bawah dengan kristal kalsium oksalat
Gambar 2.3. rambut penutup
Gambar 2.4. stomata tipe anomositis
Gambar 2.5. berkas pengangkut
Gambar 2.6. mesofil dengan kelenjar minyak
5
(Depkes RI, 2008)
2.2 Tinjauan Kimia 2.2.1
Senyawa Identitas Kuersitrin Struktur Kimia :
(Depkes RI, 2000). 2.2.2
Kandungan senyawa kimia Kadar flavonoid total tidak kurang dari 0,20 % dihitung sebagai krusetin (Depkes RI, 2008). Ekstrak kental daun jambu biji adalah ekstrak yang dibuat dari daun tumbuhan Psidium guajava L., suku Myrtaceae, mengandung flavonoid tidak kurang dari 1,40 % dihitung sebagai krusetin Minyak atsiri mengandung sitral dan eugenol; tanin; flavonoida (Depkes RI, 2008).
2.2.3
Biosintesis senyawa identitas L-fenilalanin diubah menjadi asam sinamat oleh enzim phenylalanine ammonia lyase dengan mengeliminasi gugus amina. asam sinamat diubah menjadi asam 4-kumarat dengan penambahan gugus hidroksil oleh enzim cinnamate 4-hydroxilase (C4H). 4-kumarat dikonversi menjadi 4-kumaroil-KoA oleh enzim 4- coumarate ligase (4CL). 3 malonil-Ko-A berasal dari kondensasi 3 asetil Ko-A oleh enzim acetyl-CoA carboxylase (ACC), bergabung dengan 4kumaroil Ko-A oleh bantuan enzim chalcone synthase (CHS) menjadi naringenin khalkon. Naringenin khalkon diubah menjadi naringenin oleh enzim chalcone isomerase .
6
Naringenin mengalami reaksi oksidasi menjadi apigenin dan luteolin oleh enzim flavon syntase I (FNSI) dan flavone syntase II. Selain itu, naringenin mengalami reaksi hidroksilasi menjadi dihidrokamferol atau dihidro kuersetin oleh enzim flavanon sintase (E3). Dihidrokaemferol atau dihidro kuersetin mengalami reaksi oksidasi menjadi kaemferol dan kuersetin oleh enzim flavonol sintase (E4) (Dewick , 2009).
2.3 Tinjauan Farmakologi 2.3.1
Empiris Secara empiris daun jambu biji digunakan untuk pengobatan : diare akut dan kronis, disentri, perut kembung pada bayi dan anak, kadar kolesterol darah meninggi, haid tidak lancar, sering buang air kencing (anyang anyangan), luka, 6 luka berdarah, dan sariawan. (Dalimarta,2003). Beberapa tanama herbal yang telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai anti diare terdiri dari Aegle marmelos, Cyperus rotundus, psidium guajava L, dan zingiber officinale. Tanaman jambu biji atau psidium guajava L. Terutama bagian daun, memiliki efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa tanaman lain yang digunakan sebagai anti diare. Hal tersebut berkaitan dengan beberapa kandungan metabolit sekunder pada daun Psidium guajava L (Tannaz, 2014).
2.3.2
Pengujian Pra Klinis Pada tahap awal dilakukan penelitian praklinik di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang menggunakan hewan model mencit dengan pemberian oral ekstrak daun jambu biji terbukti dapat menurunkan permiabilitas pembuluh darah. Pada penelitian tersebut dilaporkan juga bahwa ekstrak daun jambu biji terbukti dapat meningkatkan jumlah sel hemopoetik pada kultur sumsum tulang tungkai tikus. Pada uji keamanan (toksisitas) ekstrak daun jambu biji termasuk zat yang praktis tidak toksik (Ditjen, POM.2006). Daun jambu biji mengandung berbagai macam komponen diantaranya yang mungkin berkhasiat mengatasi DBD adalah kelompok senyawa tanin dan kelompok flavonoid yang dinyatakan sebagai quersetin. Dilaporkan bahwa senyawa tanin dalam ekstrak daun jambu biji dapat menghambat aktivitas enzim
7
reverse transcriptase yang berarti menghambat pertumbuhan virus yang berinti RNA, dalam kaitan dengan itu telah dilakukan uji invitro ekstrak daun jambu biji dimana ekstrak tersebut terbukti dapat menghambat pertumbuhan virus dengue. Kelak setelah dilakukan penelitian lebih lanjut diharapkan ekstrak daun jambu biji dapat digunakan sebagai obat antivirus dengue (Ditjen, POM.2006) 2.3.3
Pengujian Klinis Telah dilakukan uji klinik efek penggunaan suplemen ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn.) dan angkak (Monascus purpureus) dalam meningkatkan trombosit pada penderita Demam Berdarah Dengue (DBD). Metode penelitian quasi eksperimen menggunakan desain pre-test dan posttest. Subyek penelitian sebanyak 20 orang dan bersedia menandatangani informed consent dilibatkan dalam uji klinik. Penderita dengan kelainan hematologis, penyakit jantung dan paru,sedang mendapatkan pengobatan asam salisilat, mengalami pendarahan berat, dan penurunan kesadaran tidak dilibatkan dalam penelitian ini.Jumlah trombosit subyek penelitian diukur setiap 12 jam sekali. Selanjutnya perubahan jumlah trombosit di awal dan akhir penelitian dianalisa dengan menggunakan uji t-independent dan uji chi-square. Dalam studi ini, dari 20 subyek penelitian, jumlah trombosit kelompok uji meningkat secara signifikan dibanding dengan kelompok kontrol p<0,05 (p=0,0120) dan banyaknya respon peningkatan jumlah trombosit pada kelompok uji berbeda signifikan dibanding kelompok kontrol p<0,01 (p=0,0034). Dengan demikian, hasil penelitian ini membuktikan bahwa pemberian ekstrak daun jambu dan angkak dapat mengatasi terjadinya trombositopenia (Muharni, 2013).
2.4 Tinjauan Farmakognosi Parameter
Persyaratan
Spesifik Identitas
Psidium guajava Nama Indonesia : Jambu Biji Nama latin
8
: Psidium guajava
Bagian tumbuhan : Daun (Folium) yang digunakan Senyawa identitas : kuersetin Organoleptik
Simplisia : Lembaran daun, warna hijau; bau khas aromatic; rasa kelat. Ekstrak : Ekstrak kental dengan warna coklat tua, berbau khas, rasa kelat.
Kadar Sari Larut Air
tidak kurang dari 18,2% (Depkes RI, 2008).
Kadar Sari Larut Etanol
tidak kurang dari 15,0% (Depkes RI, 2008).
Kadar Kandungan Kimia
Kadar flavonoid total tidak kurang dari 0,20% (Depkes RI, 2008).
Non-Spesifik Susut Pengeringan
Tidak lebih dari 10% (Depkes RI, 2000).
Bobot Jenis
Tidak lebih dari 1 gr/ml (Kemenkes RI, 2011).
Kadar Air
Tidak lebih dari 10% (Depkes RI,1995).
Kadar Abu Total
Tidak lebih dari 0,8% (Depkes RI, 2008).
Cemaran Mikroba (ALT)
1
x 104 koloni/g (BPOM RI, 2006).
Tabel 2.1 Tinjauan Farmakognosi 2.5. Tinjauan Metode 2.5.1 Ekstraksi Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Ekstrak awal sulit dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal. Oleh karena itu, ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas dan ukuran molekul yang sama (Ansel, 1989).
9
Metode ekstraksi yang digunakan pada praktikum ini adalah metode maserasi. Metode maserasi bertujuan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari. Proses maserasi ini dilakukan pada laboratorium farmakologi. Proses maserasi dilakukan dengan menggunakan pelarut dengan cara perendaman dan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu ruangan. Proses ini berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel (Depkes RI, 2000).
2.5.2 Parameter Standar Spesifik dan Non-Spesifik Tanaman Parameter spesifik merupakan parameter yang berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis (Gandjar, 2007). Sedangkan parameter nonspesifik berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi, dan fisika yang dapat mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas (Tim Asisten, 2008). 2.5.2.1 Organoleptik Penetapan organoleptik yaitu dengan pengenalan secara fisik dengan menggunakan panca indera dalam mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa (Depkes RI, 2000). 2.5.2.2 Makroskopik Makroskopik merupakan pengujian yang dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar, alat ukur atau tanpa menggunakan alat (Depkes RI, 2000). 2.5.2.3 Mikroskopik Mikroskopik pada umumnya meliputi pemeriksaan irisan bahan atau serbuk dan pemeriksaan anatomi jaringan itu sendiri. Kandungan sel dapat langsung dilihat di bawah mikroskop atau dilakukan pewarnaan. Sedangkan untuk pemeriksaan anatomi jaringan dapat dilakukan setelah penetesan pelarut tertentu, seperti kloralhidrat yang
10
berfungsi untuk menghilangkan kandungan sel seperti amilum dan protein sehingga akan dapat terlihat jelas di bawah mikroskop (Djauhari, 2012). 2.5.2.4 Susut Pengeringan Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer atau lingkungan udara terbuka. Tujuan mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan (Depkes RI, 2000). 2.5.2.5 Penetapan Kadar Abu Total Parameter kadar abu adalah penentuan kandungan sisa pelarut tertentu yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Tujuannya adalah memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang memang seharusnya tidak boleh ada (Depkes RI, 2000). 2.5.2.6 Penetapan Kadar Abu Tak Larut Asam Suatu proses penetapan yang memberikan gambaran kandungan mineral dan anorganik internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. 2.5.2.7 Kadar Sari Larut Air Penetapan kadar sari larut dalam air digunakan untuk menentukan kemampuan dari bahan obat tersebut apakah tersari dalam pelarut air (Harbone, 1987). 2.5.2.8 Kadar Sari Larut Etanol
11
Kadar sari larut etanol merupakan indikator yang menunjukkan kadar zat khasiat yang terkandung dalam tumbuhan obat yang kemudian dapat tersari dengan baik dalam etanol (Harbone, 1987).
12
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat Alat yang digunakan dalam praktikum adalah bejana, botol timbang, cawan penguap, gelas kimia, gelas ukur, kaca preparat, kurs, labu tersumbat, mikroskop, oven, piknometer, timbangan, dan vial. 3.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah aquades, asam formiat, aseton toluene, etanol, kloroform klorohidrat, dan kuarsetin. 3.3
Tahapan Praktikum 3.3.1 Penyiapan Simplisia Pembuatan serbuk simplisia merupakan proses awal pembuatan ekstrak. Serbuk simplisia dibuat dari simplisia utuh atau potonganpotongan halus simplisia yang sudah dikeringkan melalui proses pembuatan serbuk dengan suatu alat tanpa menyebabkan kerusakan atau kehilangan kandungan kimia yang dibutuhkan dan diayak hingga diperoleh serbuk dengan derajat kehalusan tertentu. Derajat kehalusan serbuk simplisia terdiri dari serbuk sangat kasar, kasar, agak kasar, halus, dan sangat halus (Depkes RI, 2008). Pada prosesnya, sampel yang digunakan telah berupa simplisia yang kering sehingga tidak perlu melewati tahap sortasi basah dan pencucian. Tahap yang dilanjutkan adalah sortasi kering, yaitu pemisahan benda asing yang tidak diinginkan atau pengotor-pengotor lain. Kemudian simplisia dirajang untuk memisahkan bagian tumbuhan yang tidak diperlukan serta mempermudah dalam proses ekstraksi.
13
3.3.2 Uji Parameter Standar Spesifik dan Non Spesifik Simplisia 3.3.2.1 Uji Parameter Standar Spesisik Simplisia 3.3.2.1.1 Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan zat untuk analisis dan preparatif dengan melarutkan campuran dalam fase gerak yang mengalir melalui fase diam. Salah satu jenis dari kromatografi adalah kromatografi lapis tipis (KLT). KLT itu sendiri merupakan kromatografi yang campuran bahan aktifnya ditempatkan pada selaput tipis pada lempeng, dikeringkan, dan kemudian kromatografi dilakukan dalam salah satu arah atau lebih pada lempeng itu (Pudjaatmaka, 2002). Sebelum dilakukan percobaan KLT, simplisia yang akan digunakan harus diperkecil terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam vial. Setelah itu, ditambahkan larutan etanol untuk memisahkan ekstraknya sambil dipanaskan selama 10 menit. Pembanding yang digunakan pada percobaan KLT ini adalah kuersetin. Ekstrak cair dari simplisia ditotolkan pada pelat silikat sebanyak 3 kali totolan, serta dilakukan hal yang sama pada kuersetin tetapi diberi jarak antar totolan. Kemudian pelat silikat dimasukkan ke dalam chamber yang berisi fase gerak dan ditunggu sampai fase geraknya naik sampai batas atas pelat silikat. Setelah itu, pelat silikat dikeringkan dan dilihat bercak yang dihasilkan pada sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Untuk memperjelas bercak yang dihasilkan maka pelat silikat disemprot dengan menggunakan AlCl3. Kemudian dikeringkan dan dilihat lagi dibawah sinar UV 254 nm dan 366 nm. Setelah didapatkan jarak bercak antara simplisia dengan kuersetin lalu dihitung Rf nya. Karena nilai Rf merupakan perbandingan antara jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal, maka nilai Rf biasanya selalu lebih kecil dari 1. Semakin besar nilai Rf
14
yang
diperoleh
maka
semakin
rendah
kepolarannya
5
ditimbang.
(Pudjaatmaka, 2002). 3.3.2.1.2 Kadar Sari Larut Air Simplisia
sebanyak
gram
Kemudian,
dimasukkan ke dalam labu bersumbat, kemudian dilarutkan dalam 100 mL air jenuh kloroform. Lalu dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama, dan dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring. Filtrat yang didapat, diambil 20 ml lalu diuapkan hingga kering dalam cawan penguap yang telah dipanaskan terlebih dahulu pada 105°C dan ditara. Kemudian residu yang didapat, dipanaskan pada 105°C hingga bobot tetap. Kadar sari larut air ditetapkan dengan rumus sebagai berikut : Kadar sari larut air = x 100% Ket : Co = bobot cawan kosong Ct = bobot cawan + simplisia m = bobot simplisia 3.3.2.1.3 Kadar Sari Larut Etanol Simplisia
ditimbang
sebanyak
5
gram,
kemudian
dimasukkan ke dalam labu bersumbat dan dilarutan ke dalam 100 ml etanol 97%. Labu bersumbat dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam. Setelah didiamkan, simplisia disaring. Filtrat yang didapat diambil 10 ml lalu diuapkan hingga kering dalam cawan penguap yang telah dipanaskan pada suhu 105°C dan ditara. Residu yang didapat dipanaskan pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Kadar sari larut etanol ditetapkan dengan rumus sebagai berikut : Kadar sari larut air = x 100% Ket : Co = bobot cawan kosong
15
Ct = bobot cawan + simplisia m = bobot simplisia 3.3.2.1.4 Susut Pengeringan Simplisia ditimbang seksama 1-2 gram dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan 105°C selama 30 menit dan ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dengan menggoyangkan botol hingga mendapat lapisan setebal 5-10 mm, lalu dimasukkan ke dalam oven 105°C hingga bobot tetap dengan keadaan tutup terbuka. Dalam kedaan tertutup, botol didinginkan dalam desikator hingga suhu ruang sebelum ditimbang. Susut pengeringan ditetapkan dengan rumus sebagai berikut : Susut pengeringan = x 100% Ket : Co = bobot botol kosong Ct = bobot botol + simplisia m = bobot simplisia 3.3.2.2 Uji Parameter Standar Non Spesifik Simplisia 3.3.2.2.1 Kadar Abu Total Simplisia 2 gram simplisia ditimbang dengan seksama ke dalam kurs yang telah ditara. Suhu dinaikan secara bertahap hingga 600 ± 25oC sampai bebas karbon. Dinginkan dalam desikator serta timbang berat abu. Dihitung kadar abu dalam persen terhadap berat sampel awal, ditetapkan dengan rumus sebagai berikut : Kadar abu total = x 100% Ket : Co = bobot kurs kosong Ct = bobot kurs + simplisia
16
m = bobot ekstrak 3.3.2.2.2 Kadar Abu Total Tak Larut Asam Abu hasil penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml HCl encer selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam. Lalu saring menggunakan kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, saring dan timbang kembali. Dihitung kadar abu yang tidak larut asam dalam persen terhadap berat sampel, ditetapkan dengan rumus sebagai berikut : Kadar abu tidak larut asam = x 100% Ket : Co = bobot kurs kosong Ct = bobot kurs + simplisia m = bobot ekstrak 3.3.3
Ekstraksi 3.3.3.1 Maserasi Dibuat ekstrak dari serbuk kering simplisia dengan cara maserasi dengan pelarut sesuai. Digunakan pelarut yang data menyari sebagian besar metabolit sekunder yang terkandung dalam serbuk simplisia, jika tidak dinyatakan lain gunakan etanol 70%. Masukkan satu bagian serbuk kering simplisia ke dalam maserator, tambahkan 10 bagian pelarut, rendam selama 6 jam pertama sambil sesekali diaduk, kemudian diamkan selama 8 jam. Pisahkan maserat dengan cara pengendapan, sentrifugasi, dekantasi atau filtrasi (Depkes RI, 2008). Pada praktikum metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Simplisia dimasukkan ke dalam maserator dan ditambahkan etanol 70% sebanyak 5 ml, kemudian direndam selama 24 jam dan 6 jam pertama dilakukan pengadukan. Setelah 1 hari, dilakukan penyaringan antara maserat dan filtrat. Maserat
17
yang telah dipisahkan direndam kembali dengan etanol 70% sebanyak 2,5 ml dan diberikan perlakuan yang sama seperti sebelumnya. 3.3.3.2 Vaporasi Kumpulan semua maserat, kemudian uapkan dengan penguap vakum atau penguap tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental. Hitung rendemen yang diperoleh yaitu persentase bobot (b/b) antara rendemen dengan serbuk simplisia yang digunakan dengan penimbangan. Rendemen harus mencapai angka sekurang-kurangnya sebagaimana ditetapkan pada masingmasing monografi ekstrak (Depkes RI, 2008). Pada
praktikum
metode
vaporsi
dilakukan
dengan
memasukkan 600 ml ekstrak daun jambu biji ke dalam rotary flask yang kemudian dipasang pada vacuum. Suhu diatur menjadi 60°C dan RPM sebesar 60 RPM. Kegiatan penguapan ekstrak ditunggu hingga etanol yang terkandung menguap seluruhnya. Hasil vaporasi yang didapat dimasukkan ke dalam cawan dan diuapkan menggunakan water bath. 3.3.4 Uji Parameter Standar Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak 3.3.4.1 Uji Parameter Standar Non Spesifik Ekstrak 3.3.4.1.1 Kadar Abu Total Ekstrak 2 gram ekstrak kental daun jambu biji ditimbang dengan seksama ke dalam kurs yang telah ditara. Suhu dinaikan secara bertahap hingga 600 ± 25oC sampai bebas karbon. Dinginkan dalam desikator serta timbang berat abu. Dihitung kadar abu dalam persen terhadap berat sampel awal, ditetapkan dengan rumus sebagai berikut : Kadar abu total = (Ct-Co)/m x 100% Ket : Co = bobot kurs kosong
18
Ct = bobot kurs + simplisia m = bobot ekstrak 3.3.4.1.2 Kadar Abu Ekstrak Tak Larut Asam Abu hasil penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml HCl encer selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam. Lalu saring menggunakan kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, saring dan timbang kembali. Dihitung kadar abu yang tidak larut asam dalam persen terhadap berat sampel, ditetapkan dengan rumus sebagai berikut : Kadar abu tidak larut asam = (Ct-Co)/m x 100% Ket : Co = bobot kurs kosong Ct = bobot kurs + simplisia m = bobot ekstrak 3.3.4.1.3 Bobot Jenis Piknometer kosong serta piknometer berisi aquades ditimbang beratnya, kemudian dihitung dan dicatat hasilnya. Begitu juga dengan piknometer yang berisi simplisia dan aquades. 3.3.4.1.4 Kadar Air Ekstrak ditimbang 2 gram dan ditutup dengan alumunium foil, kemudian dimasukkan ke dalam labu dan ditambahkan 200 ml toluene, 2 ml aquades untuk memudahkan membaca hasil, dan batu didih untuk mencegah bumping. Labu dipasangkan pada alat dan alat dinyalakan. Hasil didapatkan setelah jam dan jumah kadar air dapat diamati. 3.3.4.1.5 Uji Patogen Ekstrak
19
3.3.5 Pembuatan dan Evaluasi Produk Jadi Suspensi Ekstrak Daun Jambu Biji Dalam pembuatan produk jadi suspensi ekstrak, yang pertama dilakukan adalah mencampurkan aquades 50 mL, nipagin 0,756 gr, dan nipasol 0,084 gr di dalam liquid mixer dengan kapasitas 5 Liter. Setelah itu dipanaskan sampai ± 70° C sambil diaduk agar homogen lalu ditambahkan Na-CMC dan diaduk sampai mengembang hingga terbentuk campuran yang homogen (larutan 1). Setelah itu aquades 100 mL, ekstrak Psidii folium 21 gr, dan gliserin 21 gr di masukkan ke dalam wadah kapasitas 250 mL secara berturut-turut. Lalu, diaduk hingga tercampur merata dan masukkan perlahan-lahan ke dalam campuran aquades, nipagin, dan nipasol yang telah dibuat diawal (larutan 2).
20
DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Septia. 2010. Optimasi Formula Fast Disintegrating Tablet Ekstrak Daun Jambu Biji
(Psidium
guajava L.) Dengan Bahan Penghancur Sodium Starch
Glycolate Dan Bahan Pengisi Manitol. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. BPOM RI. 2006. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 2. Jakarta: Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. Dalimartha, Setiawan. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Jakarta : Puspa Swara Depkes RI. 1980. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta : Depkes RI. Depkes RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Depkes RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi 1. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Dewick, P.M., 2009. Medicinal Natural Products: A Biosynthetic Approach. Wiley. Hapsoh dan Hasanah, Y. (2011). Budidaya Tanaman Obat dan Rempah. Medan: USU Press. Muharni, S. 2003. Efek Penggunaan Suplemen Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava Linn.) dan Angkak (Monascus purpureus) dalam Meningkatkan Trombosit pada Demam Berdarah Dengue (DBD) di Instalasi Rawat Inap Ilmu Penyakit Dalam RSUP. DR. M. Djamil Padang. Jurnal Penelitian Farmasi Puspaningtyas, Desty. 2013. The Miracle of Fruits. Jakarta : AgroMedia Pustaka. Rochmasari, Yulinar. 2011. Studi Isolasi Dan Penentuan Struktur Molekul Senyawa Kimia Dalam
Fraksi Netral Daun Jambu Biji Australia (Psidium guajava L.).
Depok: Universitas
Indonesia.
Tannaz, JB., Brijesh S., Poonam GD.,2014. Bactericidal Effect of Selected Antidiarrhoeal Medicinal Plants on Intracellular Heat-Stable Eterotoxin-Producing Escherichia coli. Indian Journal Of Pharmaceutical Sciences. 76(3) : 229-35
21
LAMPIRAN Lampiran 1. Foto Simplisia, Ekstrak Kental, dan Produk Jadi
Foto Simplisia Daun Jambu Biji
Foto Ekstrak Daun Jambu Biji
22
Lampiran 2. Gambar Skema Tahapan Praktikum
Proses Perajangan dan Penimbangan
Proses Perendaman (Maserasi)
Penyaringan
Evaporasi
Pengujian susut pengeringan, kadar abu total, kadar sari larut air dan etanol
Pengujian makroskopik dan mikroskopik
Penentuan kadar abu total ekstrak, kadar abu tidak larut asam.
Penentuan Bobot Jenis
Pembuatan Ekstrak Etanol
Penentuan Kadar Flavonoid
Pola Kromatografi Lapis Tipis
Pengujian Angka lempeng total dan angka kapang khamir
Uji cemaran bakteri
Uji Patogen
Pengujian kadar air
23
Lampiran 3. Resume Praktikum KETERANGAN/TAHAPAN IDENTITAS KELOMPOK
PENJELASAN 1 2 3 4 5
ISI/HASIL
1 Senin 10.00-13.00 Hammam H.S. 1.Nur Shabrina Eka P. 2. Irbah Arifa
IDENTITAS BAHAN
1 2
Daun Jambu Biji Psidium guajava, L.
Psidium guajava, L. Psidii folium
PEMERIKSAAN SIMPLISIA
1
Organoleptik Warna Rasa Bentuk Aroma
Coklat Pahit Serbuk kasar Daun
EKSTRAKSI
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Metode Berat Simplisia (gram) Pelarut Berat Ekstrak (gram) Organoleptik Rendemen (%) Bobot Jenis Ekstrak Kadar air (%) Pola dinamolisis
Maserasi 1.410 gram Etanol 96%
KLT
1 2
Senyawa target Fase Gerak
Kuersetin fase gerak I = kloroform : asam format : aseton (10 ml : 2 ml : 1 ml)
3
Penampakan Bercak
SIMPLISIA
24
STANDARDISASI EKSTRAK
1 2 3 4 5 1 2 3 4
KLT SEDIAAN
1 2
Sinar Tampak UV 254 UV 366 Pereaksi Semprot : …………………………………. Rf
bercak dapat dilihat bercak terdeteksi bercak tidak terdeteksi AlCl3
Susut Pengeringan Bobot Jenis Kadar Air Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Kadar Abu Total Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Total Kandungan Kimia Flavonoid Kadar Kandungan Kimia Kuersetin
10,5% gr/ml 6% 18 % 13 % 1,5% 0,5%
Fase Gerak Penampakan Bercak Sinar Tampak UV 254 UV 366 Pereaksi Semprot : AlCl3
Kloroform, Aseton, Asam Format
Rf =
25
0,7
Lampiran 4. Uji Hedonik
Lampiran 5. Susunan Kerja Kelompok Nama
Jabatan
Hammam H.S.
Supervisor Produksi
Diah Siti Fatimah
Anggota
Shella Widiyastuti
Anggota
Dede Jihan Oktaviani
Anggota
Quinzheilla Putri Arnanda
Anggota
Shinta Lestari
Anggota
Saqila Alifa Ramadhan
Anggota
Alia Resti Azura
Anggota
Indah Pertiwi
Anggota
Reza Laila Najmi
Anggota
Kita Radisa
Anggota
Ai Masitoh
Anggota
Khoirina N. S.
Anggota
26
Tugas