MAKALAH HEMATOLOGI Kelainan Eritrosit
Oleh : Ni Putu Riski Maya Dewi
P07134011032
I Kadek Dwi Suantara Jaya
P07134011034
Serafina C Danal
P07134011036
I Nyoman Yoga Arimbawa
P07134011038
Pande Agus Jordy Sutanaya
P07134011080
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN D-3 ANALIS KESEHATAN 2013
Kelainan Eritrosit 1. Eritrosit Normal
Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Dalam setiap 1 mm 3 darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit atau sekitar 99%, oleh karena itu setiap pada sediaan darah yang paling banyak menonjol adalah sel-sel tersebut. Dalam keadaan normal, eritrosit manusia berbentuk bikonkaf dengan diameter sekitar 7 -8 μm, tebal ± 2.6 μm dan tebal tengah ± 0.8 μm dan tanpa memiliki inti (Widayati, dkk, 2010). Tiap-tiap sel darah merah mengandung 200 juta molekul hemoglobin. Hemoglobin (Hb) merupakan suatu protein yang mengandung senyawa besi hemin. Hemoglobin mempunyai fungsi mengikat oksigen di paru-paru dan mengedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Jadi, dapat dikatakan bahwa di paru-paru terjadi reaksi antara hemoglobin dengan oksigen. Kandungan hemoglobin inilah yang membuat darah berwarna merah (Widayati, dkk, 2010). a. Struktur Eritrosit
Komposisi molekuler eritrosit menunjukan bahwa lebih dari separuhnya terdiri dari air (60%) dan sisanya berbentuk substansi padat. Secara keseluruhan isi eritrosit merupakan substansi koloidal yang homogen, sehingga sel ini bersifat elastis dan lunak. Eritrosit mengandung protein yang sangat penting bagi fungsinya yaitu globin yang dikonjugasikan dengan pigmen hem membentuk hemoglobin untuk mengikat oksigen yang akan diedarkan keseluruh bagian tubuh. Seperti halnya sel-sel yang lain, eritrositpun dibatasi oleh membran plasma yang bersifat semipermeable dan berfungsi untuk mencegah agar koloid yang dikandungnya tetap didalam (Iqbal, 2012). Dari
pengamatan
eritrosit
banyak hal
yang harus
diperhatikan
untuk
mengungkapkan berbagai kondisi kesehatan tubuh. Misalnya tentang bentuk, ukuran, warna dan tingkat kedewasaan eritrosit dapat berbeda dari normal. Eritrosit normal mempunyai bentuk bikonkaf, seperti cakram dengan garis tengah 7,5 uM dan tidak berinti. Warna eritrosit kekuning-kuningan dan dapat berwarna merah karena dalam sitoplasmanya terdapat pigmen warna merah berupa hemoglobin (Widayati, dkk, 2010). Warna eritrosit tidak merata seluruh bagian, melainkan bagian tengah yang lebih pucat, karena bagian tengah lebih tipis daripada bagian pinggirnya. Pada keadaan normal bagian tengah tidak melebihi 1/3 dari diameternya sehingga selnya dinamakan eritrosit normokhromatik. Apabila bagian tengah yang pucat melebar disertai bagian pinggir yang kurang terwarna maka eritrosit tersebut dinamakan eritrosit hipokromatik.
Sebaliknya apabila bagian tengah yang memucat menyempit selnya dimanakan eritrosit hiperkhromatik (Iqbal, 2012). b. Pembentukan Eritrosit
Eritrosit dibentuk dalam sumsum merah tulang pipih, misalnya di tulang dada, tulang selangka, dan di dalam ruas-ruas tulang belakang. Pembentukannya terjadi selama tujuh hari. Pada awalnya eritrosit mempunyai inti, kemudian inti lenyap dan hemoglobin terbentuk. Setelah hemoglobin terbentuk, eritrosit dilepas dari tempat pembentukannya dan masuk ke dalam sirkulasi darah Eritrosit dalam tubuh dapat berkurang karena luka sehingga mengeluarkan banyak darah atau karena penyakit, seperti malaria dan demam berdarah. Keadaan seperti ini dapat mengganggu pembentukan eritrosit. Eritrosit (sel darah merah) dihasilkan pertama kali di dalam kantong kuning telah saat embrio pada minggu-minggu pertama. Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoisis. Setelah beberapa bulan kemudian, eritrosit terbentuk di dalam hati, limfa, dan kelenjar sumsum tulang. Produksi eritrosit ini dirangsang oleh hormon eritropoietin. Setelah dewasa eritrosit dibentuk di sumsum tulang membranosa. Semakin bertambah usia seseorang, maka produktivitas sumsum tulang semakin turun. Sel pembentuk eritrosit adalah hemositoblas yaitu sel batang myeloid yang terdapat di sumsum tulang. Sel ini akan membentuk berbagai jenis leukosit, eritrosit, megakariosit (pembentuk keping darah). Rata-rata umur sel darah merah kurang lebih 120 hari. Sel-sel darah merah menjadi rusak dan dihancurkan dalam sistem retikulum endotelium terutama dalam limfa dan hati. Globin dan hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin dikeluarkan untuk dibuang dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem dari hemoglobin diubah menjadi bilirubin (warna kuning empedu) dan biliverdin, yaitu yang berwarna kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rusak pada luka memar. Masa hidup eritrosit hanya sekitar 120 hari atau 4 bulan, kemudian dirombak di dalam hati dan limpa. Sebagian hemoglobin diubah menjadi bilirubin dan biliverdin, yaitu pigmen biru yang memberi warna empedu. Zat besi hasil penguraian hemoglobin dikirim ke hati dan limpa, selanjutnya digunakan untuk membentuk eritrosit baru. Kirakira setiap hari ada 200.000 eritrosit yang dibentuk dan dirombak. Jumlah ini kurang dari 1% dari jumlah eritrosit secara keseluruhan (Iqbal, 2012).
Gambar eritrosit normal
2. Kelainan Eritrosit
Kelainan eritrosit terdiri dari tiga jenis yaitu kelainan bentuk (poikilositosis), kelainan ukuran ( anisositosis) dan kelainaan warna eritrosit. A. Kelainan Bentuk Eritrosit (Poikilositosis)
Poikilositosis ialah keadaan dimana populasi eritrosit tampil dengan bentuk yang bervariasi. Biasanya poikilositosis bersamaan dengan anisositosis. Meningkatnya poikilositosis sering menunjukkan adanya kelainan eritropoiesis yang disebabkan oleh defek sumsum tulang atau kelainan destruksi eritrosit. (Anonim,2013) Dalam situasi normal, suatu poikilositosis merupakan penuaan eritrosit yang sejalan dengan kekuatannya. Sebagian kecil dari membrannya terkelupas. Dalam situasi yang abnormal, poikilositosis menjadi sedemikian nyata sehingga eritrosit berbentuk tetesan airmata ("teardrops"). (Anonim,2013) Suatu sampel dikatakan poikilositosis apabila dalam sediaan apus ditemukan bermacam – macam bentuk eritrosit. Poikilositosis ditemukan pada: (Anonim,2012) •
Anemia yang berat disertai regenerasi aktif eritrosit atau hemopoesis ekstrameduler
•
Eritropoesis abnormal (anemia megaloblastik, leukemia, mielosklerosis,dll)
•
Dekstruksi eritrosit di dalam pembuluh darah (anemia hemolitik)
Macam – macam bentuk eritosit yang termasuk dalam poikilositosis antara lain:
1. Akantosit
Akantosit adalah eritrosit yang pada dindingnya terlihat tonjolan-tonjolan sitoplasma yang runcing dan tersebar tidak merata di permukaan sel. Sel ini bisa dilihat pada abetalipoproteinemia,sirosis hati,anemi hemolitik, dll. Mikroskopis sel ini adalah:
Eritrosit dengan tonjolan sitoplasma runcing
Bentuk tidak teratur seperti duri
sitoplasma tampak tidak berwarna pucat
ditribusi normal tidak ada
Gambar akantosit
2. Burr cells/Echynosit
Eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang teratur. Sel biasanya bikonkaf dan distribusi dalam darah normalnya tidak ada. Sel ini berbeda dengan crenated cell. Diakibatkan kadar ureum tinggi (GGK). (Quintana,2012)
Gambar burrcell
3. Sperosit
Sel ini adalah eritrosit yang tidak lagi berbentuk bikonkaf tetapi bentuknya bulat (sferik) dengan diameter kurang dari 6 µm. Dengan kata lain, volume sel berkurang
sedang dindingnya menjadi lebih tebal. Oleh sebab itu pada sediaan apus sel ini tampak tidak memiliki akromia sentral dan warna lebih atau sangat gelap dari warna normalnya, disebut mikrosperofit hiper kromik. Kelainan bentuk sel ini terjadi karena terganggunya fungsi membran sel. Walaupun gangguan ini dapat disebabkan oleh banyak hal tetapi sperositosis sering dijumpai pada kelainan bawaan sperositosis herediter dimana terjadi kemacetan dalam mekanisme "sodium pump"nya, gangguan lain adalah "immuneinduced hemolysis". (Anonim,2013) Mikroskopis : (Anonim, 2013)
ukuran kecil sekitar 3-4µm
Tampak pula eritrosit normal ukuran 7-8µm
dengan sitoplama pucat
Gambar sperosit
4. Sel target
Eritrosit dengan permukaan luas, bundar, tengahnya menonjol sehingga tampak lebih gelap dikelilingi daerah pucat. Bentuk seperti mangkok kecil. Distribusi dalam darah > 2 %
Gambar target cell
5. Sel bulan sabit ("sikle")
"Sickle cell" adalah eritrosit yang bentuknya seperti bulan sabit atau clurit. Kadang-kadang bervariasi berupa lanset huruf “L”, “V”, atau “S” dan kedua ujungnya lancip. Sel ini dapat dijumpai pada "sickle cell disease", atau hemoglobinopati lainnya. Terjadi oleh karena gangguan oksigenasi sel. Ditemukan pada penyakit-penyakit Hb pati seperti Hb S dan lain-lain (Quintana,2012).
Gambar sickle cell
6. Creanated cell
Crenate cell adalah eritrosit yang kelihatan dengan dinding "bergerigi" karena adanya tonjolan-tonjolan sitoplasma yang tumpul dan tersebar merata dipermukaan sel, Umumnya
terjadi
karena kesalahan
(Quintana,2012).
Gambar creanated cell
7. "Teardrop cell"
teknik dalam
pembuatan
sediaan
apus.
Teardrop cell adalah eritrosit yang bentuknya seperti tetesan air mata atau kelihatan seperti buah "pear", dapat dijumpai pada thalasemia,mielofibrosis,dll. Distribusi dalam darah < 5 %. Kelainan di dapat pada pasien Mielofibrosis (Quintana,2012).
Gambar teardrop cell
8.
Ovalosit/eliptosit
Ovalosit atau elliptosit adalah eritrosit berbentuk lonjong, misalnya dilihat pada ovalositosis herediter. Bentuk sangat bervariasi seperti oval, pensil dan cerutu dengan konsentrasi Hb umumnya tidak menunjukkan hipokromik. Hb berkumpul pada kedua kutub sel. Ditemukan pada: •
Elliptositosis herediter ( 90 – 95% eritrosit berbentuk ellips)
•
Anemia megaloblastik dan anemia hipokromik (gambaran elliptosit tidak > 10 %)
•
Elliptositosis dapat menyolok pada mielosklerosis (Quintana,2012)
Gambar eliptosit atau ovalosit
9. Stomatosit
Khas kelainan sel ini pada sitoplasmanya dimana tampak daerah kepucatan pada sitoplasmanya. Distribusi dalam darah tepi < 5% dari eritrosit normal. Jumlahnya biasanya sedikit apabila jumlahnya banyak disebut stomatositosis. Pada stomatosis herediter tampak sel ini lebih banyak tersebar. Pada mikroskop elektron tampak sel seperti mangkok. Sentral akromia eritrosit tidak berbentuk lingkaran tetapi memanjang
seperti celah bibir mulut. Jumlahnya biasanya sedikit apabila jumlahnya banyak disebut stomatositosis. (Anonim,2013)
Gambar stomatosit
B. Kelainan Ukuran Eritrosit (anisositosis)
Anisositosis adalah suatu keadaan dimana ukuran diameter eritrosit yang terdapat di dalam suatu sediaan apus berbeda-beda (bervariasi). Anisositosis tidak menunjukkan suatu kelainan hematologik yang spesifik. Keadaan ini ditandai dengan adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar dalam sediaan apus darah tepi. Anisositosis jelas terlihat pada anemia mikrositik yang ada bersamaan dengan anemia makrositik seperti pada anemia gizi (Arjatmo Tjokronegoro dan Hendra Utama, 1996). Kelainan eritrosit berdasarkan ukurannya dapat dibedakan menjadi: 1. Makrosit
Ukuran eritrosit yang lebih dari 8,2 Nm( lebih besar dari inti limfosit matur). MCV lebih dari normal dan MCH biasanya tidak berubah. Terjadi karena pematangan inti eritrosit terganggu, dijumpai pada defisiensi vitamin B ₁₂ atau asam folat. Penyebab lainnya adalah karena rangsangan eritropoietin yang berakibat meningkatkatnya sintesa hemoglobin dan meningkatkan pelepasan retikulosit kedalam sirkulasi darah. Sel ini didapatkan pada anemia megaloblastik, penyakit hati menahun berupa thin macrocytes dan pada keadaan dengan retikulositosis, seperti anemia hemolitik atau anemia paska pendarahan (Anonim, 2011).
Gambar makrosit ( yang ditunjuk anak panah putih)
2. Mikrosit
Ukuran eritrosit yang kurang dari 6,2 Nm (lebih kecil dari inti limfosit matur) biasa disertai dengan warna pucat (hipokromia). Pada pemeriksaan sel darah lengkap didapatkan MCV yang rendah. Terjadinya karena menurunnya sintesa hemoglobin yang disebabkan defisiensi besi, defeksintesa globulin, atau kelainan mitokondria yang mempengaruhi unsure hem dalam molekul hemoglobin. Sel ini didapatkan pada anemia hemolitik, anemia megaloblastik, dan pada anemia defisiensi besi (Anonim, 2011).
Gambar mikrosit
C. Kelainan Warna Eritosit 1. Hipokrom
Hipokromia dalah suatu keadaan dimana konsentrasi Hb kurang dari normal sehingga sentral akromia melebar (>1/2 sel) dan terjadi penurunan warna eritrosit yaitu peningkatan diameter central pallor melebihi normal sehingga tampak lebih pucat. Pada hipokromia yang berat lingkaran tepi sel sangat tipis disebut dengan eritrosit berbentuk cincin
(anulosit). Distribusi normal sel ini adalah 10 % dalam darah. Hipokromia
ditemukan pada: a. Anemia defesiensi fe b. Anemia sideroblasti c. Penyakit menahun(mis. Gagal gunjal kronik) d. Talasemia
e. Hb-pati (C dan E)
Gambar : kelainan eritrosit hipokrom
2. Polikrom
Eritrosit polikrom adalah eritrosit yang lebih besar dan lebih biru dari eritrosit normal. Polikromasi suatu keadaan yang ditandai dengan banyak eritrosit polikrom pada preparat sediaan apus darah tepi, keadaan ini berkaitan dengan retikulositosis. 3. Hiperkrom
Warna lebih
tua
penebalan
eritrosit tampak karena membran,
terjadi bukan
kelainan Hemolobin (Hb) dan biasanya jarang ditemukan.
Gambar : Kelainan eritrosit Hiperkrom
3. Kesimpulan
Kelainan Eritrosit Kelainan bentuk
Jenis-jenisnya 1. Akantosit
(poikilositosis)
2. Burr cells/Echynosit
terlihat tonjolan-tonjolan sitoplasma
3. Sperositosit
yang runcing dan tersebar tidak merata
4. Sel target
di permukaan sel.
5. Sel
bulan
("sikle")
Keterangan 1. Sel eritrosit yang pada dindingnya
sabit
2. Eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang teratur
6. Creanated cell
3. Eritrosit yang bentuknya bulat (sferik)
7. "Teardrop cell"
dengan diameter kurang dari 6 µm.
8. Ovalosit/eliptosit 9. Stomatosit
4. Eritrosit
dengan
permukaan
luas,
bundar, tengahnya menonjol sehingga tampak lebih gelap dikelilingi daerah pucat. Bentuk seperti mangkok kecil. 5. Eritrosit yang bentuknya seperti bulan sabit atau clurit. 6. Eritrosit
yang
memiliki
dinding
dan
tersebar
merata
bentuknya
seperti
bergerigi
dipermukaan sel, 7. Eritrosit yang
tetesan air mata atau kelihatan seperti buah "pear", 8. Eritrosit berbentuk lonjong
Kelainan Ukuran
1. Makrosit
1. Lebih besar dari inti limfosit matur
(Anisositosis) Kelainan Warna
2. Mikrosit 1. Hipokrom
2. Lebih kecil dari inti limfosit matur 1. Eritrosit yang sentral akromianya
2. Polikrom 3. Hiperkrom
melebar (>1/2 sel) 2. Eritrosit yang lebih besar dan lebih biru dari eritrosit normal. 3. Eritrosit tampak lebih tua karena terjadi penebalan membran, bukan kelainan hemolobin (hb)
Daftar Pustaka
Anonim. 2009. Gambaran Eritrosit Abmormal . Tersedia pada http://drdjebrut. Word press. com/2009/12/24/gambaran-eritrosit-abnormal/ (Diakses tanggal 13 April 2013) Anonim. 2009. Gambaran Sel Darah Normal . Tersedia pada http:// drdjebrut. wordpress. com/2009/12/24/gambaran-sel-darah-normal/ (Diakses tanggal 11 Mei 2013) Anonim. 2011. Eritrosit . Diakses di: http://nheniethree.blogspot.com/2011/06/eritrosit-seldarah-merah.html Diakses tanggal: 11 Mei 2013 Anonim. 2012. Eritrosit . Diakses di: http://www.psychologymania.com/2012/09/kelainaneritrosit.html Diakses tanggal: 11 Mei 2013 Anonim. 2012. Kelainan Eritrosit . Tersedia pada : http:/ / www . psychology mania.com/ 2012/09/kelainan-eritrosit.html. (Diakses tanggal 11 Mei 2013) Iqbal. 2012. Eritrosit . Diakses di: http://aboutlabkes.wordpress.com/2012/01/30/eritrosit/ Diakses tanggal: 11 Mei 2013 Quintana, Kinositha. 2012. Kelainan Bentuk Eritrosit . Tersedia pada : http:// cocoquiin. blogspot.com/2012/03/kelainan-bentuk-eritrosit.html (Diakses tanggal 11 Mei 2013) Rahayu, Puji. 2011. Eritrosit . Diakses di:http://blog.uad.ac.id/ratnasari/2011/12/06/eritrositsel-darah-merah/. Diakses tanggal: 11 Mei 2013. Widayati, dkk. 2010. Laporan Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia Sediaan Apus Darah. Jakarta: Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Zakaria. 2012. Morfologi Sel Darah Merah. Diakses di: http: //zakariadardin. wordpress. com/2012/01/09/morfologi-sel-darah-merah/ Diakses tanggal: 11 Mei 2013