BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit dekompresi atau dalam Bahasa inggris disebut Decompresson sickness adalah sickness adalah suatau keadaan yang paling harus dihindari oleh setiap diver. Secara sederhana dekompresi didefenisikan sebagai suatu akumulasi nitrogen yang terlarut setelah menyelam gelembung udara yang menyumbat aliran darah serta sistem saraf. Penyelaman yang dilakukan dengan dengan tidak berpedoman pada safety dive procedures dapat menyebabkan berbagai penyakit, kecelakan ,kecacatan bahkan kematian. (ALI, 2010)
Menurut South Pacific Underwater Medicine Society (SPUMS) dan European Underwater and Baromedical Society dalam Obat Menyelam dan Hiperbarik yang baru dikeluarkan, tingkat perkiraan penyakit dekompresi sekitar 2,8 kasus dari 10.000 kali penyelaman. Mereka melihat bahwa kejadian di penyelam gua lebih rendah dari jumlah kasus yang diharapkan. Praktik dan pelatihan selam yang tepat harus dipertimbangkan untuk pencegahan penyakit dekompresi.(Pulley. 2012 dalam Christina L. Javier. Decompression Javier. Decompression of Sickness.
1
B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM Pembaca
dapat
memahami
Asuhan
Keperawatan
pada
Klien
Decompression Sickness. 2. TUJUAN KHUSUS a. Pembaca mengetahui pengertian dekompresi b. Pembaca mengetahui prevalensi dekompresi c. Pembaca mengetahui faktor risiko dekompresi d. Pembaca mengetahui etiologi dekompresi e. Pembaca mengetahui klasifikasi dekompresi f.
Pembaca mengetahui patofisiologi dekompresi
g. Pembaca mengetahui manifestasi klinis dekompresi h. Pembaca mengetahui pemeriksaan penunjang dekompresi i.
Pembaca mengetahui komplikasi dekompresi
j.
Pembaca mengetahui penatalaksanaan medis dekompresi
2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR MEDIS 1. Pengertian
Penyakit dekompresi yaitu suatu kecelakaan yang timbul akibat penurunan tekanan lingkungan yang mendadak. (Simanungkalit, Susan H. Perpustakaan UI) Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit atau kelainan yang disebabkan oleh pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase terlarut dalam darah atau jaringan-jaringan akibat penurunan tekanan disekitarnya. (Tjahjadi. 1995 dalam Analisis Kesehatan Dan Keselamatan Lingkungan Kerja Penyelam Tradisional (Safety Health Environment Analysis For Traditional Divers) 2. Prevalensi
Berbagai penyakit dan kecelakaan dapat terjadi pada nelayan dan penyelam tradisional, hasil penelitian Depkes RI tahun 2006 di Pulau Bungin, Nusa Tenggara Barat ditemukan 57,5% nelayan penyelam menderita nyeri persendian, 11,3% menderita gangguan pendengaran ringan sampai ketulian. Di Kepulauan Seribu ditemukan 41,37% nelayan penyelam menderita barotrauma atau perdarahan akibat tubuh mendapat tekanan yang berubah secara tiba-tiba pada beberapa organ/jaringan serta 6,91% penyelam menderita kelainan dekompresi yang di sebabkan tidak
tercukupinya gas nitrogen akibat penurunan tekanan yang
mendadak, sehingga menimbulkan gejala sakit pada persendian, susunan syaraf,
3
saluran
pencernaan, jantung, paru-paru dan kulit. (Sukbar, La Dupai, Sabril
Munandar. 2016) 3. Faktor Risiko
Faktor predisposisi DCS dalam penelitian Pulley (2012) itu dikategorikan sesuai dengan pengaruh berikut; Pengaruh sifat fisiologis dan pengaruh lingkungan.
Pengaruh sifat fisiologis meliputi:
o
Umur
o
aDehidrasi
o
Jenis kelamin
o
Obesitas / lemak tubuh
o
Kelelahan
o
Buruk kondisi fisik
o
cedera muskuloskeletal sebelumnya
Faktor lingkungan meliputi; o
Air dingin
o
Setelan selam yang dipanaskan
o
Kondisi laut yang kasar
o
Pekerjaan berat
(Pulley. 2012 dalam Christina L. Javier. Decompression of Sickness) Pada presentasi klinis Medscape, mereka menyertakan kesalahan pen yelam sebagai salah satu faktor penyebab penyakit dekompresi. Berikut adalah daftar kesalahan biasa penyelam (Leo, 2013). Beberapa penyelaman harian tidak mengikuti tabel menyelam “Breath holding Travelling” ke dataran tinggi dalam
4
waktu 24 jam setelah menyelam dapat menyebabkan penyakit dekompresi. (Leo. 2013 dalam Christina L. Javier. Decompression of Sickness) 4. Etiologi
Decompression sickness mungkin juga disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya, adalah pembentukan gelembung dalam darah atau jaringan sepanjang atau setelah penurunan tekanan lingkungan. Bekerja di daerah udara tekan juga bisa menyebabkan penyakit dekompresi. Menurut Naval Safety Center yang ditulis oleh Ibu Kelsey Leo, waktu menyelam seperti menyelam terlalu lama dan menyelam terlalu cepat bisa memicu penyakit ini. Salah
Salah
satu
alasan
utama
pendakian
cepat
adalah
Mungkin karena panik Pendakian terkendali tidak boleh lebih dari 10 meter per menit untuk menghindari DCS. Saat permukaan terlalu cepat, bisa menyebabkan tekanan tinggi kemudian gelembung nitrogen terbentuk dalam darah. Setelah pembentukan gelembung nitrogen dari darah akan meluas dan terkumpul ke dalam sendi, jaringan dan bagian tubuh lainnya. Gelembung bisa menghalangi sirkulasi darah yang akan menyebabkan kematian. (Javier, 2014) 5. Klasifikasi
Secara umum, ada 2 jenis penyakit dekompresi dibagi berdasarkan beratringannya gejala dan untuk pengobatan : 1. Tipe I, (pain only beds) yang melibatkan otot, kulit, dan limfatik, yang lebih ringan dan tidak biasanya mengancam nyawa. 2. Tipe
II
(serious),
kadang-kadang
mengancam
kehidupan,
dan
mempengaruhi berbagai sistem organ. The sumsum tulang belakang
5
terutama rentan, daerahrawan lainnya termasuk otak, sistem pernapasan (misalnya, emboli paru), dansistem peredaran darah (misalnya, gagal jantung, syok kardiogenik). Mengacu pada sendi lokal atau nyeri otot akibat penyakit dekompresi tetapi sering
digunakan sebagai sinonim
untuk setiap komponen dari gangguan. (Bennett, 2006) 6. Patofisiologi
Selama menyelam, udara dihirup pada tekanan yang lebih besar dari biasanya, menyebabkan peningkatan jumlah nitrogen yang terlarut dalam jaringan tubuh. Semakin lama dan dalam menyelam, semakin besar jumlah nitrogen yang akan dilarutkan sampai semua jaringan jenuh. Selama pendakian, nitrogen harus dihilangkan saat tekanan ambien menurun. Idealnya, selama pendakian yang direncanakan dengan pengurangan tekanan ambien yang terkendali, nitrogen berdifusi ke gradien tekanan dari jaringan ke darah vena dan masuk ke alveoli untuk dihembuskan. Namun, jika laju pendakian terlalu besar, gas bisa keluar dari larutan dan membentuk gelembung dalam jaringan. Gelembung dapat menyebabkan kerusakan melalui distorsi jaringan, penyumbatan vaskular atau stimulasi mekanisme
kekebalan
yang
menyebabkan
edema
jaringan,
hemokonsentrasi dan hipoksia. (Bannet, 2006) 7. Manifestasi Klinis
Decompression sickness Tipe 1 : 1. Sakit ringan yang sembuh dalam waktu 10 menit onset (niggles) 2. Pruritus (kulit membungkuk)
6
3. Ruam kulit (bintik-bintik atau maling pada kulit atau ruam papular atau plaquelike) 4. Kulit kulit jeruk (jarang) 5. Pitting edema 6. Anoreksia, mual 7. Kelelahan berlebihan 8. Kusam, dalam, berdenyut, sakit gigi jenis sakit di sendi, tendon, atau tisuue (tikungan) 9. Gerakan ekstremitas terbatas dengan suara berderak saat sendi bergerak Decompression sickness Tipe 2 : 1. Gejala menirukan trauma tulang belakang (nyeri punggung bawah, paresis, kelumpuhan, parestesia, kehilangan kontrol sfingter) 2. Sakit kepala atau gangguan penglihatan 3. Pusing 4. Penglihatan terowongan 5. Perubahan status mental 6. Mual, muntah, fertigo, nistagmus, tinnitus, dan anusa parsial 7. Ketidaknyamanan substernal pada inspirasi, perbekalan tidak produktif yang bisa menjadi paroksismal, dan mengurangi gangguan pernapasan. 8. Emfisema subkutan 9. Tanda dan gejala syok hipovolemik atau embolisasi gas arterial
7
10. Tergantung dimana perjalanan emboli gas, kemungkinan tanda dan gejala infark miokard, stroke dan kejang. (Lippincott, William, & Wilkins, 2008) 8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penyakit dekompresi (Caisson’s Disease) 1. Laboratorium Pada penderita yang dicurigai mengalami penyakit dekompresi yang disertai dengan perubahan status mental, maka hal-hal yang pelu dievaluasi adalah kadar glukosa darah, darah lengkap, kadar natrium, magnesium, kalsium, dan fosfor, saturasi oksigen, kadar etanol dan skrining obat-obatan lainnya, level karboksihemoglobin. Pada penderita yang dicurigai mengalami penyakit dekompresi yang disertai dengan syok, maka hal-hal yang perlu dievaluasi adalah kadar glukosa darah, darah lengkap, elektrolit dan ureum kreatinin, asam laktat, PT/aPTT/INR, level karboksihemoglobin 2. Radiologi a. Foto
toraks,
untuk
pneumomediastinum,
mencari emfisema
bukti
adanya
subkutis,
pneumotoraks,
pneumoperikardium,
perdarahan alveolar, dan menurunnya aliran darah pulmoner yang disebabkan oleh emboli pulmoner nirogen. b. CT Scan kepala, jika status mental tidak membaik dengan menggunakan terapi hiperbarik, pertimbangkan etiologi lain.
8
c. MRI, untuk melihat ada tidaknya lesi fokal medulla spinalis, atau kerusakan jaringan otak akibat embolisasi gas arterial 3. Pemeriksaan penunjang lainnya, meliputi EKG dan/atau evaluasi saturasi oksigen.(http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wpcontent/uploads/2016/09/Ba han-Ajar-Penyakit-Dekompresi.pdf) 9. Komplikasi
Dapat berupa paralisis residual, nekrosis miokardial, dan beberapa komplikasi
lainnya
akibat
iskemik.
(http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-Penyakit-Dekompresi.pdf) 10. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada pasien Caisson Disease, pertama-tama yang harus dilakukan adalah mempertahankan jalan napas dengan menjamin ventilasi dan mencapai sirkulasi. Pasien harus ditempatkan dalam posisi terlentang. Langkahlangkah penatalaksanaan lainnya meliputi : a) Pemberian oksigen 100% 15 liter / menit dengan menggunakan masker reservoir. Namun perlu diperhatikan pemberian oksigen 100% hanya dapat ditoleransi hingga 12 jam karena dapat menyebabkan toksisitas oksigen paru. b) Pemberian cairan untuk mempertahankan output urin yang baik. Cairan yang diberikan lebih dari 0.5ml/kg/hari. Hemokonsentrasi yang terkait dengan Caisson Disease adalah hasil dari peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang dimediasi oleh kerusakan endotel. Cairan dapat diberikan secara oral atau diberikan secara intravena berupa NaCl 0.9%
9
atau kristaloid / koloid untuk mengatasi dehidrasi yang mungkin timbul setelah penyelaman (diuresis perendaman menyebabkan penyelam kehilangan 250-500 cc cairan per jam) atau pergeseran cairan yang dihasilkan dari DCS. c) Pemberian steroid deksametason 10 sampai 20 mg secara intravena, kemudian dilanjutkan 4 mg setiap 6 jam. d) Diazepam ( 5-10 mg ) jika pasien mengalami pusing, ketidakstabilan dan gangguan visual terkait dengan kerusakan labirin (vestibular) pada telinga bagian dalam. e) Dilantin (Fenitoin) diberikan IV 50 mg / menit selama 10 menit untuk 500 mg pertama dan kemudian 100 mg setiap 30 menit setelahnya untuk memantau konsentrasi darah yang dipertahankan 10 sampai 20 mcg / mL. Jika lebih dari 25 mcg / mL beracun. Beberapa orang memberikan aspirin 600 mg sebagai anti-platelet. f) DCS dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan dalam jaringan sehingga antikoagulan tidak boleh digunakan secara rutin dalam pengobatan DCS. Satu pengecualian untuk aturan ini adalah kasus kelemahan ekstremitas bawah. Heparin molekul berat r endah (LMWH) harus digunakan untuk semua pasien dengan ketidakmampuan berjalan pada setiap tingkat kelumpuhan ekstremitas bawah yang disebabkan oleh DCS neurologis. Enoxaparin 30 mg atau setara diberikan secara subkutan setiap 12 jam, dimana harus dimulai sesegera mungkin setelah cedera untuk mengurangi risiko trombosis vena dalam (DVT) dan
10
emboli paru pada pasien lumpuh.Terapi in-air recompression dalam ruang hiperbarik merupakan terapi di mana penderita harus ada disuatu ruangan bertekanan tinggi dan bernafas dengan oksigen murni (100%) pada tekanan udara lebih besar dari pada udara atmosfer normal. (Rijadi, 2015)
11
B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Anamnesa
Lokasi penyelaman
Waktu kejadian
Maksimum kedalaman saat penyelaman
Waktu yang dihabiskan saat penyelaman
Peralatan-pearlatan yang digunakan
Keadaan pasien, sebelum, dan sesuadah penyelaman
Pertolongan pertama yang diberikan
Apakah ada gejala seperti kelelahan, kelemahan, keringat, malaise, atau anoreksia.
Gejala musculoskeletal seperti nyeri sendi, tendonitis, krepitus, nyeri tulang belakang atau ekstremitas yang memeberat
Gejala perubahan status mental seperti kebingungan, tidak sadar, perubahan kepribadian
Gejala mata dan telinga: diplopia, penglihatan kabur, paresis otot-otot eksraokular, tinnitus atau gangguan pendengaran
Gejala-gejala seperti kulit gatal
Gejala-gejala pulmuner seperti sesak, batuk non produktif, atau hemoptysis
Gejala-gejala cardiac, sperti nyeri dada tertusuk atau terbakar
12
Gejala-gejala gastrointestinal seperti nyeri perut, inkontinensia alvi, nausea and vomiting
Gejala
neurologis
seperti
paresthesia,
parese,
paralisys,
migraine, vertigo, disarhtria, atau ataksia
Gejala-gejala linfatik
b. Pemeriksaan Fisik
Umum: lemas atau syok
Status mental: ada tidaknya disorientasi
Mata: defek lapang pandang, perubahan pada pupil, ada tidaknya gelombang udara pada pembuluh darah retina, nystagmus
Mulut :pucat
Pulmo: takipnue, gagal nafas, distress pernafasan, dan himoptisis
Jantung: takikardia, hipotensi, distritmia
Gastrointestinal: nausea and vomiting
Neurologis: hiperestasia, hipoestasia, paresis, kelemahan spinter ani, menghilangnya refleks bulbocavernosus, defisist motoric dan sensorik, kejang fokal, kejang umum atau ataksia
Musculoskeletal: menurunnya ROM
Linfatik : limfadema
Kulit: gatal, hyperemia, sianosis, atau pucat (Kwondow. Sp.S (K), 2015)
13
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas (Domain: 4 aktivitas/istirahat, kelas 4: respon kardiovascular/polmunal, kode: 00032) 2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (Domain: aktivitas/istirahat, kelas: 4 aktivitas/istirahat, kode: 00204) 3. Hambatan mobilitas fisik (Domain:4 aktivitas/ istirahat, Kelas: 2 aktivitas/ olahraga, Kode:00085) 4. Gangguan rasa nyaman
(Domain: 12 kenyamanan, Kelas:1
kenyamanan fisik, 2 kenyamanan lingkungan, 3 kenyamanan sosial, Kode: 00214) (Harmand, 2015) 3. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas (Domain: 3 Eliminasi Dan Pertukaran, Kelas:4 Fungsi Respirasi, Kode:00030) NOC:
Status Pernafasan: Kepatenan Jalan Nafas (0410)
Status Pernafasan: Pertukaran Gas (0402)
NIC:
Manajemen jalan napas: (3140)
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Auskultasi suara napas
Monitor status pernapasan dan oksigenasi
14
Monitor pernapasan : ( 3350)
Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas
Catat pergerakan dada, ketidaksimetrisan, penggunaan otototot bantu nafas
Monitor pola nafas
Monitor saturasi oksigen
Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi oksigen
2. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer ( Domain: 4 Aktivitas/ Istirahat, Kelas:4 Respon Kardiovaskular, 4 Fungsi Respirasi,Kode: 00030) NOC:
Perfusi jaringan (0422)
NIC:
Manajemen sensasi perfier (0140)
Monitor sensasi tumpul atau tajam dan panas dan dingin (yang dirasakan pasien
Monitor adanya parasthasia
Dorong pasien untuk menggunakan bagian tubuh yang tidak terganggu dalam rangka mengetahui tempat permukaan dan suatu benda
Intruksikan pasien dan keluarga untuk memeriksa adanya kerusakan kulit setiap hari
15
3. Hambatan mobilitas fisik ( Domain:4 aktivitas/ istirahat, Kelas: 2 aktivitas/ olahraga, Kode:00085) NOC:
Kemampuan berpindah (0210)
Koordinasi pergerakan (0212)
NIC:
Peningkatan mekanika tubuh (0140)
Kaji komitmen pasien untuk belajar dan menggunakan postur tubuh yang benar
Kaji pemahaman pasien tentang mekanika tubuh yang benar
Bantu untuk menhindari posisi yang sama dalam jangka waktu yang lama Terapi latihan: ambulasi: (0221)
Sediakan tempat tidur berketinggian rendah
Bantu pasien untuk perpindahan
Kolaborasi Dengan dokter dan fisioterpi untuk terapi hyperbaric
4. Gangguan rasa nyaman
( Domain: 12 kenyamanan, Kelas:1
kenyamanan fisik, 2 kenyamanan lingkungan, 3 kenyamanan sosial, Kode: 00214) NOC:
Status sirkulasi (0401)
16
Koordinasi pergerakan ( 0212)
NIC:
Manajemen pruritus: (3550)
Tentukan penyebab dari terjadinya pruritus
Lakukan pemeriksaan fisik untuk mengindentifikasi terjadinya kerusakan kulit
Kolaborasi pemberian cream antihistamin
Intruksikan pasien mandi dengan air hangatz
17
CONTOH KASUS
Pasien datang ke rumah sakit di antar oleh keluarganya yang bernama Tn A. Umur 28 tahun TB 165cm, BB 68kg rekan pasien yang mengantar mengatakan 30 menit yang lalu pasien menyelam di pantai dan setelah dipe rmukaan tidak lama kemudian pasien mengeluh mengalami sesak nafas, kedua kaki mati rasa, warna kaki pucat, kaki sulit digerakkan, merasa tidak nyaman dengan kondisinya, gatal pada kulit.. Hasil tanda-tanda vital didapatkan, TD : 90/80mmHg, RR: 32x/mnt, N: 100x/mnt, S : 35,5 0C. hasil dari pengkajian didapatkan tampak pasien KU lemah, kesulitan bernafas,nampak diaforesis, pernafasan cuping hidung, nampak gelisah, perubahan fungsi motorik, waktu pengisian kapiler ≥ 3 detik, akral dingin, Nampak gerakan lambat pada pasien, klien kesulitan membolak balikan badan, ROM terbatas, Nampak dipapah saat bejalan,Nampak aktivitas pasien selalu dibantu keluarga, nampak pasien berkeluh kesah, nampak pasien gelisah, nampak, pasien menggaruk, nampak ruam pada kulit. Hasil radiologi, foto thorax terdapat emboli pada paru-paru dan Kekuatan otot : 5555
5555
3333
33333
18
KLASIFIKSAI DATA Data Subjektif:
1. Klien mengatakan sulit bernafas 2. Klien mengatakan nyeri pada saat bernafas 3. Klien mengatakan mati rasa pada kedua kakinya 4. Klien mengatakan warna kulit pada kaki pucat 5. Klien mengatakan kedua kakinya sulit digerakkan 6. Klien mengatakan merasa tidak nyaman dengan kondisinya 7. Klien mengatakan gatal pada kulit Data objektif
1. KU lemah 2. TTV: Td:90/80 mmhg R: 32x/m N: 100x/m S: 35,5 C 3. Klien nampak kesulitan bernafas 4. Klien nampak diaforesis 5. Pernapasan cuping hidung 6. Nampak gelisah 7. Perubahan fungsi sensorik 8. waktu pengisian kapiler ≥ 3 detik 9. akral dingin
19
10. Klien berkeluh kesah 11. Gerakan lambat pada klien 12. Klien kesulitan membolak balikan badan 13. ROM terbatas 14. Nampak dipapah saat berjalan 15. Aktivitas nampak dibantu oleh keluarga 16. Klien menggaruk (+) 17. Nampak ruam pada kulit 18. Hasil photo torax didapatkan emboli pada paru-paru 19. Kekuatan otot: 5555
5555
3333
3333
20