DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP/RSHS Laporan kasus Divisi Pembimbing Oleh Hari/tanggal Hari/tangg al
: Perinatologi Perinatologi : Prof. DR. Sjarief Hidajat, dr. Sp.A (K) : Martua Rizal S : Jumat 11 November 2011
Sepsis awitan lanjut + Meningitis Bakterialis + Term Infant AGA + Amubiasis + Hipocalsemi + Trombositepeni + Plebitis a/r Ankle joint Dekstra
Bayi Ny. S, Perempuan, usia 22 hari datang ke Emergency Rumah Sakit Hasan Sadikin pada tanggal 30 Oktober 2011.
I.
ANAMNESA Keluhan Utama
Kejang Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) orang tua pasien memperhatikan anaknya kejang dengan frekwensi
8 kali dalam dalam sehari selama 1-2 menit menit dan berhenti dengan sendirinya
dengan bentuk mata dan kepala mendelik keatas diikuti kelejotan ke empat anggota gerak. Keluhan disertai dengan panas badan yang mendadak tinggi sejak 2 hari sebelum MRS , disertai penderita menjadai malas malas untuk menetek, menetek, nafas terlihat menjadi merintih dan kurang aktif
dibandingkan
sebelumnya . Keluhan tidak disertai dengan keluhan pucat sebelumnya, keluhan tidak disertai dengan nafas sesak maupun penurunan kesadaran, keluhan tidak disertai dengan badan kuning, Buang air besar tidak menjadi lebih cair atau lebih sering dari biasannya , buang air kecil tidak ada keluhan. Pasien sempat di bawa ke RS Al Islam dan diperiksa darah dan selama diobservasi pasien kejang dan dipasang infs disertai pemberian phenobarbital , paracetamol dan metronidazole dan disarankan untuk dirawat di bagian NICU namun akibat tidak mampu pasien mengurus SKTM dan dirujukke RSHS. Riwayat keluar cairan dari telinga disangkal. Penderita merupakan anak ke 2 dari P2A0, merasa hamil cukup bulan lahir di rumah di tolong oleh Bidan, BBL : 3,5 kg langsung menangis, riwayat penyuntikan vit K (+) saat lahir oleh bidan . Riwayat partus lama dan sulit tidak ada. Riwayat KPD tidak ada , riwayat ketuban kehijauan tidak
1
ada. Selama hamil ibu control teratur ke bidan 8-10 kali, hanya mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan bidan . Riwayat trauma sebelumnya tidak ada . Penderita telah puput tali pusatnya kering dan tidak berbau. Adanya batuk pilek disekitar penderita ada yaitu kakak penderita.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Berat Badan : 3,7 kg Tinggi Badan : 50 cm Lingkar kepala : 35 cm Nadi Pernafasan Suhu
: HR : 149 x/menit : 56 kali permenit : 39 C
Keadaan Umum : Kurang aktif, Kejang (-) , Sianosis (-) Bentuk badan, cara berbaring :tidak tampak deformitas Kulit : Tidak ada kelainan Kelenjar Getah bening : Tidak teraba Kepala : Ubun ubun besar diatas sutura tidak melebar. Mata : Konjunctiva tidak anemis Sclera tidak ikterik Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), Chaone (+)/(+) Telinga : secret (-) Mulut : Perioral sianosis (-) Leher : retraksi suprasternal suprast ernal (-) Dada : Bentuk dan gerak simetris Paru-paru Paru-par u Jantung Perut
Alat kelamin Anus rectum
: Sonor Bronchovesikuler Bronchovesi kuler sound (+) kiri=kanan : Ictus Cordis tak tampak teraba di ICS IV LMCS, tak kuat angkat, gallop (-) : Datar, lembut , umbilicus : pus (-), kering, retraksi epigastrium (-), Hepar : 3 cm dari arcus costae tajam, kenyal, rata. Lien : tidak teraba , Bising Usus (+) normal. : Wanita kelainan (-) : (+), kelainan (-)
Neurologis Gejala rangsangan meningen meningen (-) Kelainan nerve cranialis : tidak ada Motorik : Kekuatan otot, atrofi, tonus, koordinasi , gerakan invilunter, hiperkinetik, gerakan patologis, clonus. ( Kesan Baik) Sensoris : sulit dinilai Vegetatif : Baik
2
Reflek fisiologis : Kiri- Kanan: (+) BTR, APR, KPR, Abdomen Refleks Patologis : Babinsky, Oppenheim, Chaddock, Gordon (-) Refleks Moro, Sucking, Rotting, Grasping : (+) Lemah Ekstremitas: Akral Hangat , Capilary refill time < 2 detik III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab
30/10/11 : RS Al Islam :Hb= 11, 1g/dL Leukosit= 33 00 /mm3Ht= 24%, Trombosit = 301.000 /mm3, GDS : 69 mg/dL Na : 130 mEq/L, K : 4, 64 mEq/L : Ca : 4,64mg/dl Faeces rutin : Leukosit : 4-8/lpb, eritosit : (-)
LP I
: Warna : kuning , Kejernihan : keruh , Jumlah Sel : 160/mm3, PMN : 70 mg/dl , MN : 30mg/dl , Nonne /Pandy : (+) Glukosa cairan Liquor : 0 mg/dl, protein cairan liquor : 191 mg/dl. Preparat Gram : Jenis LCS : ditemukan kuman coccus gram positif Susunan : Satu-satu, Duplo, tetagene, bergerombol seperti anggur.
EKG
: Sinus rhytm, Left Ventrikel Hipertrofi (-)
Thorax photo
: Bronkopneumonia bilateral , Tidak tampak kardiomegali
IV. Diagnosa Kerja : 1. Sepsis awitan lanjut 2. Meningitis Bakterialis 3. Term Infant AGA
V. Therapi
Pertahankan suhu 36,5 - 37,5 C O2 Lembab 0,5 lt/mnt nasal Kebutuhan cairan : 3,7 x 150cc Terdiri dari Infus D 10% = 4 gtt /mnt = 96cc/hari ASI : 8 x 55cc, p sonde. Ampicilin 3 x 100mg Gentamisin 1x 15mg Phenobarbital rumatan 12 jam setelah loading dose 1x 4mg/kgBB = 1x 15mg (iv) Observasi Lingkar kepala , tanda-tanda TTIK
3
VI. PEMANTUAN Tgl 30 31/ 10 /2011
Hari
Pemeriksaan ± Laboratorium ± Diagnosis KU : Letargis , Kejang (-), Sianosis (-) N : 148 HR: 148 x/m R : 56 x/m S : 39 0C
Tindakan
Mata Hidung Telinga Mulut Leher Dada
: Konjunctiva tidak anemis Sclera tidak ikterik : Pernafasan cuping hidung (-), Chaone (+)/(+) : secret (-) : Perioral sianosis (-) : retraksi suprasternal (-) : Bentuk dan gerak simetris
Pertahankan suhu 37,5 C O2 Lembab 0,5 lt/mnt Kebutuhan cairan : 3,7 x 150cc Terdiri dari Infus D 10% = 4 gtt /mnt = 96cc/hari ASI : 8 x 55cc, p sonde. Ampicilin 3 x 100mg Gentamisin 1x 15mg Phenobarbital rumatan 12 jam setelah loading dose 1x 4mg/kgBB = 1x 15mg (iV)
Paru-paru Jantung angkat, gallop (-) Perut
: Sonor Bronchovesikuler sound (+) kiri=kanan : Ictus Cordis tak tampak teraba di ICS IV LMCS, tak kuat
Observasi Lingkar kepala , tanda-tanda TTIK
R=1-2 Kepala : UUB datar , sutura tidak melebar Conjunctiva
Ekstremitas
: Datar, lembut , umbilicus : pus (-), kering, retraksi epigastrium (-), Hepar : 3 cm dari arcus costae tajam, k enyal, rata. Lien : tidak teraba , Bising Usus (+) normal. : akral hangat , CR < 2 detik
Refleks : Moro, Sucking, Rotting, Grasping : (+) Lemah
Lab
Tgl : 30/11/2011: Mikrobiologi : Buylon Kultur : Sample darah : ditemukan Satphylokokus hominis (+) Sample LCS: ditemukan Streptococcus pneumonia.
Hb; 11,1, Leuko 3,300, Ht 33,5, Trombo : 301,000, GDS : 69, Na : 130, K 4,2 Ca: 4,64
1±5 / 11/ 2011
KU : Letargis , Kejang (+) 1 x bentuk umum tonik , Sianosis (-) 0 N : 150 HR: 150 x/m R : 58 x/m S : 38, 2 C R= 3- 7 Kepala : UUB datar , sutura tidak melebar Conjunctiva Mata Hidung Telinga Mulut Leher Dada
: Konjunctiva tidak anemis Sclera tidak ikterik : Pernafasan cuping hidung (-), Chaone (+)/(+) : secret (-) : Perioral sianosis (-) : retraksi suprasternal (-) : Bentuk dan gerak simetris
Paru-paru Jantung angkat, gallop (-) Perut
: Sonor Bronchovesikuler sound (+) kiri=kanan : Ictus Cordis tak tampak teraba di ICS IV LMCS, tak kuat
Ekstremitas
: Datar, lembut , umbilicus : pus (-), kering, retraksi epigastrium (-), Hepar : 3 cm dari arcus costae tajam, k enyal, rata. Lien : tidak teraba , Bising Usus (+) normal. : akral hangat , CR < 2 detik
Refleks : Moro, Sucking, Rotting, Grasping : (+) Lemah
Pertahankan suhu sebesar 36, 5 - 37,5 C O2 Lembab 0,5 lt/mnt Kebutuhan cairan : 3,7 x 150cc Terdiri dari Infus D 10% = 4 gtt /mnt = 319 cc /hari Na cl 0,9% 8cc KCL 7,46% 4cc Aminofuschin5% (2,8gr/KgBB /hari) 165cc
ASI : 8 x 10 cc, p sonde. Meropenem 3 x 150mg 1v Amikasin 1 x 50mg iv Phenitoin rumatan 3 x 20mg iv Metronidazol 3 x 30mg iv Bactrofn zalf ue = phlebitis 3 x ue Observasi Lingkar kepala , tanda-tanda TTIK
Lab tgl 2/11/2011 AGD: Ph : 7,348, PCO2 : 37,3, PO2: 135,2, HCO3 : 19,8 BE : -4,6, Sat O2 : 98,7
4
INR : 14,7, PT: 1,19, APTT : 20,4 Lab tgl :4/11/2022: Hb : 11,2, Leukosit 13,200, Tromb : 52.000 Faeces rutin : Warna Hijau konsistensi lembek : Leukosit : banyak Amoeba : Kista (+), eritosit : 3 5/11/2011: Urine Rutin : dbn CT scan Kepala : Penebalan meningen di daerah dekat os spenoid kanandan kiri disertai temporal kanan dan kiri = menyokong suatu meningitis Perdarahan cerebri di frontotemoralis kiri : saran CT scan kepala kontras
Tgl 2/11/2011: Konsul NC: Masalah Susp Perdarahan intracranial? Jawaban NC : DK/ Sepsis ec Bacterial Meningitis + Bronchopneumonia Saran : Perbaiki KU pasien sesuai IKA Observasi Lingkar kepala, UUB Konservative Fup tgl 4/11/2011: Pediatric NC : Keluhan : Kejang / demam/muntah (-) CCS : 11 Pupil bulat isokor 3mm, RC/ +/+, Motorik parese -/UUB : Terbuka , cembung tidak t egang, lembut Saran : Obs CCS Head Up 30 Rencana Konseratif 6- 7 / 11/ 2011
R= 8-9
KU : Letargis , Kejang (-), Sianosis (-) N : 150 HR: 150 x/m R : 58 x/m
S : 38, 2 0C
Kepala Mata Hidung Telinga Mulut Leher Dada
: UUB datar , sutura tidak melebar : Konjunctiva tidak anemis Sclera tidak ikterik : Pernafasan cuping hidung (-), Chaone (+)/(+) : secret (-) : Perioral sianosis (-) : retraksi suprasternal (-) : Bentuk dan gerak simetris
Paru-paru Jantung angkat, gallop (-) Perut
: Sonor Bronchovesikuler sound (+) kiri=kanan : Ictus Cordis tak tampak teraba di ICS IV LMCS, tak kuat : Datar, lembut , umbilicus : pus (-), kering, retraksi epigastrium (-), Hepar : 3 cm dari arcus costae tajam, k enyal, rata. Lien : tidak teraba , Bising Usus (+) normal. : akral hangat , CR < 2 detik
RF : APR : KPR : : / Tonus Otot : // / Refleks : Moro, Sucking, Rotting, Grasping : (+) Lemah
Observasi Lingkar kepala , tanda-tanda TTIK
Status neurologi :
R : 910
ASI : 8 x 10 cc, p sonde. Meropenem 3 x 150mg 1v Amikasin 1 x 50mg iv Phenitoin rumatan 3 x 20mg iv Metronidazol 3 x 30mg iv Bactrofn zalf ue = phlebitis 3 x ue
Ekstremitas
7-8 / 11/ 2011
Pertahankan suhu sebesar 36, 5 - 37,5 C O2 Lembab 0,5 lt/mnt Kebutuhan cairan : 3,7 x 150cc Terdiri dari Infus D 10% = 4 gtt /mnt = 319 cc /hari Na cl 0,9% 8cc KCL 7,46% 4cc Aminofuschin5% (2,8gr/KgBB /hari) 165cc
KU : Letargis , Kejang (-), Sianosis (-) N : 150 HR: 150 x/m R : 58 x/m
S : 38, 2 0C
Kepala : UUB datar , sutura tidak melebar Conjunctiva Mata Hidung Telinga Mulut Leher Dada
: Konjunctiva tidak anemis Sclera tidak ikterik : Pernafasan cuping hidung (-), Chaone (+)/(+) : secret (-) : Perioral sianosis (-) : retraksi suprasternal (-) : Bentuk dan gerak simetris
Pertahankan suhu sebesar 36, 5 - 37,5 C O2 Lembab 0,5 lt/mnt Kebutuhan cairan : 3,7 x 150cc Terdiri dari Infus D 10% = 4 gtt /mnt = 319 cc /hari Na cl 0,9% 8cc KCL 7,46% 4cc Aminofuschin5% (2,8gr/KgBB /hari) 165cc
5
Paru-paru Jantung angkat, gallop (-) Perut
Ekstremitas
: Sonor Bronchovesikuler sound (+) kiri=kanan : Ictus Cordis tak tampak teraba di ICS IV LMCS, tak kuat : Datar, lembut , umbilicus : pus (-), kering, retraksi epigastrium (-), Hepar : 3 cm dari arcus costae tajam, k enyal, rata. Lien : tidak teraba , Bising Usus (+) normal. : akral hangat , CR < 2 detik
Refleks : Moro, Sucking, Rotting, Grasping : (+) Lemah Status neurologi : RF : APR : KPR : : /
ASI : 8 x 10 cc, p sonde. Meropenem 3 x 150mg 1v Amikasin 1 x 50mg iv Phenitoin rumatan 3 x 20mg iv Metronidazol 3 x 30mg iv Bactrofn zalf ue = phlebitis 3 x ue Observasi Lingkar kepala , tanda-tanda TTIK Cek ulang Hb, Ht, Leuko Tr, Na , K, Ca GD
Tonus Otot : // / Refleks : Moro, Sucking, Rotting, Grasping : (+) Lemah
VII .DIAGNOSA AKHIR :
1. Sepsis awitan lanjut 2. Meningitis Bakterialis 3. Term Infant AGA 4. Amubiasis 5. Hipocalsemi 6. Trombositepeni 7. Plebitis a/r Ankle joint Dekstra VIII. PROGNOSA : Qua Ad vitam Qua Ad Fungsional
: Dubia ad malam : Dubia ad bonam
IX. DISKUSI
1. Bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis pada kasus ini?
Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi.
(1,2,3)
Meningitis juga dapat dibagi berdasarkan etiologinya. Meningitis bakterial akut merujuk kepada bakteri sebagai penyebabnya. Meningitis jenis ini memiliki onset gejala meningeal dan pleositosis yang bersifat
6
akut. Penyebabnya antara lain
S treptococcus
pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus
influenzae. Jamur dan parasit juga dapat menyebabkan meningitis seperti Cryptococcus, Histoplasma, dan amoeba. Meningitis bakterialis merupakan penyakit yang mengancam jiwa disebabkan oleh infeksi lapisan meningen oleh bakteri. Insidensi meningitis bakterialis di Amerika Serikat sudah menurun sejak diterapkannya penggunaan rutin vaksin Haemophilus influenzae tipe B (HIB). Umumnya penderita berusia di bawah 5 tahun dan pada 70% kasus terjadi pada anak-anak usia 2 tahun.
Faktor
predisposisinya antara lain: infeksi saluran pernapasan, otitis media, mastoiditis, trauma kepala, hemoglobinopathy, infeksi HIV, keadaan defisiensi imun lainnya
. (1,3,4)
Meningitis Neonatus merupakan infeksi meningen dan susunan saraf pusat pada usia pertama kehidupan . Hal ini merupakan waktu yang paling sering meningitis terjadi. Insiden adalah 0,16 ± 0,45 per 1000 kelhiran hidup pada Negara berkembang. Insiden mbisa lebih tinggi pada pada negara brkembang. Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF) adalah langkah yang esensial dalam diagnosis meningitis bakterial dan fungal, dan CSF hams selalu dianggap sebagai spesimen prioritas yang perlu perhatian segera dari petugas laboratorium. CSF normal bersifat steril dan jernih, dan biasanya mengandung tiga leukosit per mm3 atau kurang dan tidak mengandung eritrosit. Komposisi kimiawi dan sitologis CSF berubah pada peradangan selaput otak atau otak, yaitu pada meningitis atau ensefalitis. Yang akan dibahas di sini hanyalah pemeriksaan mikrobiologik CSF, walaupun jumlah leukosit dalam CSF juga merupakan ha1 yang sangat penting . (4,5,6) PATOFISIOLOGI MENINGITIS BAKTERIALIS Pertama-tama bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada inang. Kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan, saluran pencernaan, atau saluran kemih dan genital. Dari tempat ini, bakteri akan menginvasi submukosa dengan menghindari pertahanan inang (seperti barier fisik, imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan mempermudah akses menuju sistem syaraf pusat (SSP) dengan beberapa mekanisme: Invasi ke dalam aliran darah (bakteremia) dan menyebabkan penyebaran secara hematogen ke SSP, yang merupakan pola umum dari penyebaran bakteri. Penyebaran melalui kontak langsung, misalnya melalui sinusitis, otitis media, malformasi kongenital, trauma, inokulasi langsung selama manipulasi intrakranial. Sesampainya di aliran darah, bakteri akan berusaha menghindar dari pertahanan imun ( misalnya: antibodi, fagositosis neutrofil, sistem komplemen). Kemudian terjadi penyebaran hematogen ke perifer dan organ yang letaknya jauh termasuk SSP.
7
Mekanisme patofisiologi spesifik mengenai penetrasi bakteri ke dalam SSP sampai sekarang belum begitu jelas. Setelah tiba di SSP, bakteri dapat bertahan dari sistem imun inang karena terbatasnya jumlah sistem imun pada SSP. Bakteri akan bereplikasi secara tidak terkendali dan merangsang kaskade inflamasi meningen. Proses inflamasi ini melibatkan peran dari sitokin yaitu tumor necrosis factor-alpha (TNF-), interleukin(IL)-1, chemokin (IL-8), dan molekul proinflamasi lainnya sehingga terjadi pleositosis dan kerusakan neuronal. Peningkatan konsentrasi TNF-, IL-1, IL-6, dan IL-8 merupakan ciri khas meningitis bakterial. . (4,5,6) Paparan sel (endotel, leukosit, mikroglia, astrosit, makrophag) terhadap produk yang dihasilkan bakteri selama replikasi dan kematian bakteri merangsang sintesis sitokin dan mediator proinflamasi. Data-data terbaru memberi petunjuk bahwa proses ini dimulai oleh ligasi komponen bakteri (seperti peptidoglikan, lipopolisakarida) untuk mengenali reseptor (Toll-like receptor) TNF- merupakan glikoprotein yang diderivasi dari monosit-makrophag, limfosit, astrosit, dan sel mikroglia. IL-1 yang dikenal sebagai pirogen endogen juga berperan dalam induksi demam saat infeksi bakteri. Kedua mediator ini dapat terdeteksi setelah 30-45 menit inkulasi endotosin intrasisternal. Mediator sekunder seperti IL-6, IL-8, Nitric Oxide (NO), prostaglandin (PGE2) dan platelet activation factor (PAF) diduga memperberat proses inflamasi. IL-6 menginduksi reaktan fase akut sebagai respon dari infeksi bakteri. IL-8 membantu reaksi chemotaktik neutrofil. NO merupakan molekul radikal bebas yang menyebabkan sitotoksisitas saat diproduksi dalam jumlah banyak. PGE-2 akan meningkatkan permeabelitas blood-brain barrier (BBB). PAF dianggap memicu pembentukan trombi dan aktivasi faktor pembekuan di intravaskular. Pada akhirnya akan terjadi jejas pada endotel vaskular dan terjadi peningkatan permeabelitas BBB sehingga terjadi perpindahan berbagai komponen darah ke dalam ruang subarachnoid. Hal ini menyebabkan terjadinya edema vasogenik dan peningkatan protein LCS. Sebagai respon terhadap molekul sitokin dan kemotaktik, neutrofil akan bermigrasi dari aliran darah menuju ke BBB yang rusak sehingga terjadi gambaran pleositosis neutrofil yang khas untuk meningitis bakterial.
. (2,
3,5,6)
Peningkatan viskositas LCS disebabkan karena influk komponen plasma ke dalam ruang subarachnoid dan melambatnya aliran vena sehingga terjadi edema interstitial, produk-produk degradasi bakteri, neutrofil, dan aktivitas selular lain yang menyebabkan edema sitotoksik. Edema serebral tesebut sangat bermakna dalam menyebabkan tekanan tinggi intra kranial dan pengurangan aliran darah otak/cerebral blood flow (CBF). Metabolisme anaerob terjadi dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi laktat dan hypoglycorrhachia. Hypoglycorrhachia merupakan
8
hasil dari menurunnya transpor glukosa ke LCS. Jika proses yang tidak terkendali ini tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi disfungsi neuronal sementara atau pun permanen.
. (4,5,6)
Tekanan tinggi intra kranial (TTIK) merupakan salah satu komplikasi penting dari meningitis di mana keadaan ini merupakan gabungan dari edema interstitial (sekunder terhadap obstruksi aliran LCS), edema sitotoksik (akibat pelepasan produk toksik bakteri dan neutrofil) serta edema vasogenik (peningkatan permeabelitas BBB). Edema serebral dapat menyebabkan terjadinya midline shift dengan adanya penekanan pada tentorial dan foramen magnum. Pergeseran ini akan menimbulkan herniasi gyri parahippocampus dan cerebellum. Secara klinis keadaan ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kesadaran dan reflek postural, palsy nervus kranial III dan VI. Jika tidak diobati maka terjadi dekortikasi dan deserebrasi yang secara pesat berkembang menjadi henti napas atau henti jantung. Pada kasus ini terdapat sumber infeksi yang diduga adanya infeksi saluran nafas atas dan kemungkinan adanya infeksi dari kulit penderita sendiri. Dan sumber sepsis pada pasien ini belum jelas etiologinya. GEJALA KLINIS
. (2,4,5, 8, 9)
Gejala klinis meningitis bakterialis pada neonatus tidak spesifik meliputi gejala sebagai berikut: sulit makan, lethargi, irritable, apnea, apatis, febris, hipotermia, konvulsi, ikterik, ubun-ubun menonjol, pucat, shock, hipotoni, shrill cry, asidosis metabolik. Sedangkan gejala klinis pada bayi dan anak-anak yang diketahui berhubungan dengan meningitis adalah kaku kuduk, opisthotonus, ubun-ubun menonjol (bulging fontanelle), konvulsi, fotofobia, cephalgia, penurunan kesadaran, irritable, lethargi, anoreksia, nausea, vomitus, koma, febris umumnya selalu muncul tetapi pada anak dengan sakit yang berat dapat hipotermia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: Tanda disfungsi serebral seperti confusion, irritable, deliriun sampai koma, biasanya disertai febris dan fotofobia. Tanda-tanda rangsang meningen didapatkan pada kurang lebih 50% penderita meningitis bakterialis. Jika rangsang meningen tidak ada, kemungkinan meningitis belum dapat disingkirkan. Perasat Brudzinski, Kernig ataupun kaku kuduk merupakan petunjuk yang sangat membantu dalam menegakan diagnosis meningitis. Tetapi perasat ini negatif pada anak yang sangat muda, debilitas, bayi malnutrisi. Palsy nervus kranialis, merupakan akibat TTIK atau adanya eksudat yang menyerang syaraf.
9
Gejala neurologis fokal yang disebabkan karena adanya iskemia sekunder terhadap inflamasi vaskuler dan trombosis. Adanya gejala ini memberikan prognosis buruk terhadap hospitalisasi dan timbulnya sekuelae jangka panjang. Bangkitan kejang umum atau fokal terjadi pada 30% penderita. Bangkitan yang memanjang dan tidak terkendali khususnya bila ditemukan sebelum hari ke-4 hospitalisasi merupakan faktor yang memberikan prognosis akan adanya sekuelae yang berat. Papil edema dan gejala TTIK dapat muncul seperti koma, peningkatan tekanan darah disertai bradikardia dan palsy nervus III. Adanya papil edema memberikan alternatif diagnosis yang mungkin seperti abses otak. 6% bayi dan anak-anak menunjukkan gejala DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) Pada tahap akhir penyakit, beberapa penderita menunjukkan gejala SSP fokal dan sistemik (seperti febris) yang memberikan petunjuk adanya transudasi cairan yang cukup banyak pada ruang subdural. Insidensi efusi subdural tergantung pada etiologinya. Pemeriksaan sistemik yang dilakukan dapat memberikan petunjuk terhadap etiologi meningitis: Makula dan petekiae yang cepat berkembang menjadi purpura dapat memberikan petunjuk adanya meningococcemia tanpa atau disertai meningitis. Sinusitis atau otitis yang ditandai oleh rhinorrhea atau otorrhea menunjukkan adanya kebocoran LCS yang disebabkan oleh infeksi
S treptococcus
pneumoniae atau Haemophilus influenzae dan meningitis
yang berhubungan dengan fraktur basis cranii. Etiologi meningitis neonatal. (4,5,6, 9 ) Bakteri sering didapatkan dari flora vaginal ibu di mana flora usus gram negatif ( E scherichia coli) dan Streptococcus grup B adalah patogen predominan. Pada neonatus preterm yang menerima berbagai terapi antimikroba, berbagai prosedur pembedahan sering didapatkan S taphilococcus epidermidis dan Candida sp sebagai penyebab meningitis. Listeria monocytogenes merupakan patogen yang jarang dijumpai tetapi sering menyebabkan mortalitas. Meningitis S treptococcus grup B dengan onset dini yang terjadi dalam 7 hari pertama kehidupan sering dihubungkan dengan komplikasi obstetri sebelum atau saat persalinan. Penyakit ini sering menyerang
10
bayi preterm atau pun bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Meningitis onset lanjut terjadi setelah 7 hari pertama kehidupan yang disebabkan oleh patogen nosokomial atau patogen selama masa perinatal. S treptococcus grup B serotipe 3 adalah 90% penyebab meningitis onset lanjut. Penggunaan alat bantu respirasi meningkatkan resiko meningitis oleh S erratia marcescens, Pseudomonas aeruginosa dan Proteus mirabilis. Infeksi oleh Citrobacter diversus dan S almonella sp jarang terjadi tetapi memberikan mortalitas tinggi pada penderita yang juga menderita abses otak.
. (1,3, 6)
* Etiologi meningitis pada bayi dan anak-anak Pada anak-anak di atas 4 tahun, penyebab tersering adalah
S treptococcus
pneumoniae, Neisseria
meningitidis, Haemophilus influenzae tipe B (HIB). HIB pernah menjadi etiologi tersering tetapi sudah tereradikasi pada negara-negara yang telah menggunakan vaksin konjugasi secara rutin. Patogen ini berbentuk seperti lancet, merupakan diplokokus gram positif dan penyebab utama meningitis. Dari 84 serotipe, serotipe 1, 3, 6, 7, 14, 19, dan 23 adalah jenis yang sering dihubungkan dengan dengan bakteremia dan meningitis. Anak pada berbagai usia dapat terpapar tetapi insidensi dan tingkat keparahan penyakit paling tinggi pada bayi dan lansia. Kurang lebih 50% penderita memiliki riwayat fokus infeksi di parameningen atau pneumonia. Pada penderita meningitis rekuren perlu dipikirkan ada tidaknya riwayat trauma kepala atau kelainan dural.
S .
pneumoniae sering menimbulkan
meningitis pada penderita sickle cell anemia, hemoglobinopathy, penderita asplenia anatomis atau fungsional. Patogen ini membentuk kolonisasi pada saluran pernapasan individu sehat. Transmisi terjadi antar manusia dengan kontak langsung. Masa inkubasi sekitar 1-7 hari dan prevalensi terbanyak pada musim dingin. Gejala yang ditimbulkan di antaranya kehilangan pendengaran sensorineural, hidrocephalus, dan sekuelae SSP lainnya.
. (1,4, 7)
Pengobatan antimikroba efektif mengeradikasi bakteri dari sekresi nasofaring dalam 24 jam. Pneumococcus membentuk resistensi yang bervariasi terhadap antimikroba. Resistensi terhadap penicillin berkisar antara 10-60%. Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam enzim yang berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan protein pengikat penicillin pada bakteri sehingga beta-laktamase inhibitor menjadi tidak berguna. Pneumococcus yang resisten terhadap penicillin juga menampakkan resistensi terhadap cotrimoxazole, tetrasiklin, chloramphenicol, dan makrolide. Cephalosporin generasi 3 (cefotaxime, ceftriaxone) saat ini merupakan pilihan karena mampu menghambat sejumlah bakteri yang telah resisten. Beberapa golongan fluoroquinolon (levofloksasin, trovafloksasin) walaupun merupakan
11
kontraindikasi untuk anak-anak tetapi memiliki daya kerja tinggi melawan kebanyakan pneumococcus dan memiliki penetrasi adekuat ke SSP. ¾ Neisseria meningitidis meningitis Patogen ini merupakan bakteri gram negatif berbentuk seperti ginjal dan sering ditemukan intraselular. Organisme ini dikelompokkan secara serologis berdasarkan kapsul polisakarida. Serotipe B, C, Y, dan W-135 merupakan serotipe yang menyebabkan 15-25% kasus meningitis pada anak. Saluran pernapasan atas sering dikolonisasi oleh patogen ini dan ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, droplet infeksius dari sekresi saluran pernapasan, dan sering pula dari karier asimptomatik. Masa inkubasi umumnya kurang dari 4 hari, dengan kisaran waktu 1-7 hari. Faktor resiko meliputi defisiensi komponen komplemen terminal (C5-C9), infeksi virus, riwayat tinggal di daerah overcrowded, penyakit kronis, penggunaan kortikosteroid, perokok aktif dan pasif. Kasus umumnya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan dan puncak insidensi tertinggi kedua adalah saat adolesen. Manifestasi purpura atau petekiae sering dijumpai. LCS pada meningococcal meningitis biasanya memberi gambaran normoseluler. Kematian umumnya terjadi 24 jam setelah hospitalisasi pada penderita dengan prognosis buruk yang ditandai dengan gejala hipotensi, shock, netropenia, petekiae dan purpura yang muncul kurang dari 12 jam, DIC, asidosis, adanya bakteri dalam leukosit pada sediaan apus darah tepi. Mortalitas kurang dari 5% umumnya kematian terjadi pada beberapa hari awal penyakit. Beberapa data menunjukkan 30-35% patogen ini sudah resisten terhadap ampicillin karena produksi betalaktamase oleh bakteri. Sebanyak 30% kasus menyebabkan sekuelae jangka panjang. Pemberian dini dexamethasone dapat menurunkan morbiditas dan sekuele. ¾ Etiologi lain-lain S taphylococcus
epidermidis sering menimbulkan meningitis dan infeksi saluran LCS pada penderita
dengan hidrocephalus dan post prosedur bedah. Anak-anak yang immunocompromised sering mendapatkan meningitis oleh spesies Pseudomonas, S erratia, Proteus dan diphteroid. Pada pasien ini gejala klinis sesuai yaitu tidak spesifik meliputi gejala sebagai berikut: sulit makan, lethargi, irritable, apnea, apatis, febris, hipotermia, konvulsi, ikterik, ubun-ubun menonjol, pucat, hipotoni, shrill cry.
12
PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pada spesimen LCS dilakukan pemeriksaan kimiawi (glukosa, protein), jumlah total leukosit dan hitung jenis (differential count), pewarnaan gram dan kultur. Pada beberapa kasus, test rapid bacterial antigen perlu dilakukan. Kadar glukosa LCS umumnya kurang dari 40 mg/dL dengan kadar protein LCS lebih dari 100 mg/dL. Tetapi penilaian ini sangat bervariasi pada penderita terutama pada meningitis dengan onset yang sangat dini. Pemeriksaan lumbal punksi pada penderita dengan perjalanan penyakit yang fulminan dan memiliki respon imun yang lemah kadang-kadang tidak menunjukkan perubahan kimiawi dan sitologis LCS. Pada kasus penderita yang tidak diterapi terjadi peningkatan jumlah leukosit yang didominasi oleh sel Polimorfonuklear (PMN) pada saat dilakukan pemeriksaan lumbal punksi. Pewarnaan gram dari cytocentrifuged LCS dapat memperlihatkan morfologi bakteri. Spesimen LCS harus langsung dikultur pada media agar darah atau agar cokelat. Kultur darah juga perlu dilakukan. Apusan dari lesi petekiae juga dapat menunjukkan patogen penyebab dengan pewarnaan gram. Pemeriksaan apus buffy coat juga dapat memperlihatkan gambaran mikroorganisme intraseluler
Agent
Opening Pressure
WBC count per mL
Glucose (mg/dL)
Protein (mg/dL)
Microbiology
Bacterial meningitis
200-300
100-5000; >80% PMNs*
<40
>100
Specific pathogen demonstrated in 60% of Gram stains and 80% of cultures
Viral meningitis
90-200
10-300; lymphocytes
Normal, reduced in LCM and mumps
Normal but may be slightly elevated
Viral isolation, PCR assays
Tuberculous meningitis
180-300
Reduced, <40
Elevated, >100
Acid-fast bacillus stain, culture, PCR
Cryptococcal meningitis
180-300
Reduced
50-200
India ink, cryptococcal antigen, culture
Aseptic meningitis
Normal values
90-200
80-200
100-500; lymphocytes 10-200; lymphocytes
10-300; lymphocytes
0-5; lymphocytes
Normal but may Normal
be slightly
Negative findings on workup
elevated
50-75
15-40
Negative findings on workup
. (1,2)
Tabel 1. Gambaran Liquor Cerebrospinal pada meningitis berdasarkan agen etiologiknya
Beberapa test didasari oleh prinsip aglutinasi untuk mendeteksi antigen bakteri pada cairan tubuh juga telah tersedia. Deteksi antigen bakteri dapat diperoleh dari spesimen LCS, darah atau urin. Test jenis ini bermanfaat pada penderita meningitis dengan riwayat pengobatan belum lengkap ( Partially treated
13
meningitis/PTM) di mana bakteri tidak dapat berkembang biak pada LCS tetapi antigennya tetap tinggal pada cairan tubuh penderita. Deteksi antigen dalam urin berguna pada beberapa kasus karena urin dapat dikonsentrasikan beberapa kali lipat di laboratorium. Beberapa bakteri gram negatif dan S . pneumoniae serotipe tertentu yang memiliki antigen kapsuler dapat memberikan reaksi silang dengan poliribofosfat HIB sehingga pewarnaan gram spesimen LCS lebih spesifik dibandingkan rapid diagnostic test . Pada kasus ini Pemeriksaan LP ulang untuk evaluasi terapi tidak dilakukan. Dari gambaran LP I menunjang suatu gambaran meningitis Bakterialis. 2. Bagaimana penatalaksanaan yang seharusnya
Pemberian terapi dilakukan secepatnya saat diagnosis mengarah ke meningitis. Idealnya kultur darah dan LCS dilakukan sebelum pemberian antimikroba. Jika neonatus dalam terapi dengan menggunakan ventilator atau menurut pertimbangan klinis bahwa punksi tersebut berbahaya maka lumbal punksi dapat ditunda hingga keadaan stabil. Lumbal punksi yang dilakukan beberapa hari setelah terapi inisial masih memberikan gambaran abnormal pada pemeriksaan kimiawi dan sitologis. Akses intravena dan pemantauan pemberian cairan secara ketat perlu dilakukan. Neonatus dengan meningitis sangat rentan untuk jatuh ke dalam keadaan hiponatremia yang berhubungan dengan SIADH. Perubahan elektrolit ini juga berperan dalam memicu terjadinya kejang khususnya dalam 72 jam pertama. Cairan NaCl 0,9% dalam glukosa 5% diberikan sampai elektrolit serum pada neonatus mencapai normal. Peningkatan tekanan intrakranial sekunder terhadap edema serebral jarang terjadi pada bayi tetapi tetap diperlukan pemantauan analisis gas darah untuk menjamin oksigenasi yang adekuat dan stabilitas metabolisme. Pemeriksaan penunjang seperti MRI , CT scan dengan kontras diperlukan untuk menyelidiki ada tidaknya kelainan intrakranial. Pada neonatus yang sudah sembuh dari meningitis perlu dilakukan uji fungsi pendengaran untuk menskrining gangguan pendengaran. Pada bayi dan anak-anak, penanganan meningitis bakterial akut meliputi terapi antimikroba yang adekuat serta terapi suportif. Terapi cairan dan elektrolit dilakukan dengan: memperhatikan tanda-tanda vital dan status neurologis sehingga dapat menentukan input dan output yang akurat, penggunaan cairan dengan jenis dan volume yang sesuai untuk mengurangi perkembangan edema serebral. Anak-anak harus mendapat terapi cairan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik sekitar 80 mmHg, jumlah urine
14
output 500 ml/m2/hari dan perfusi jaringan yang adekuat. Dopamin dan agen inotropik lainnya dapat digunakan untuk mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi yang adekuat. Terapi antimikroba untuk neonates
. (2,3,7,9)
(2,6,7,8,9)
Antimikroba diberikan segera setelah akses vena dibuat. Secara konservatif terapi antimikroba yang diberikan terdiri dari kombinasi ampicillin dan aminoglikosida. Ampicillin memberikan jangkauan yang baik terhadap kokus gram positif termasuk S treptococcus grup B, E nterococcus, Listeria monocytogenes, beberapa strain E scherichia coli, HIB dan dapat mencapai kadar adekuat dalam LCS. Aminoglikosida seperti gentamycin, amikacin, tobramycin baik dalam melawan basil gram negatif termasuk Pseudomonas aeruginosa, S erratia marcescens. Tetapi aminoglikosida memiliki kadar rendah dalam LCS atau cairan ventrikel bahkan pada saat meningen sedang mengalami peradangan. Beberapa cephalosporin generasi III dapat mencapai LCS dengan kadar tinggi dan berfungsi secara efektif melawan infeksi gram negatif. Pada suatu percobaan didapatkan hasil bahwa ceftriaxone berkompetisi dengan bilirubin dalam mengikat albumin. Ceftriaxone dalam kadar terapeutik mengurangi konsentrasi cadangan albumin pada serum neonatus sebanyak 39% sehingga ceftriaxone dapat meningkatkan resiko bilirubin encephalopathy khususnya pada neonatus beresiko tinggi. Penelitian lain menyimpulkan bahwa tak satu pun cephalosporin memiliki aktivitas baik melawan L. monocytogenes dan E nterococcus sehingga obat ini tidak pernah digunakan sebagai obat tunggal untuk terapi inisial. Disarankan kombinasi ampicillin dengan cephalosporin generasi III. Jika patogen sensitif terhadap ampicillin dengan MIC (minimum inhibition concentration) yang sangat rendah maka ampicillin dapat dilanjutkan sebagai obat tunggal. Cefotaxime dan ceftriaxone memberikan aktivitas yang baik melawan kebanyakan
S .
pneumoniae yang resisten terhadap penicillin. Kombinasi
Vancomycin dan cefotaxime dianjurkan untuk penderita
S .
pneumoniae meningitis sebelum uji
sensitivitas antimikroba dilakukan. Di antara aminoglikosida, gentamycin dan tobramycin digunakan secara luas disertai kombinasi dengan ampicillin. Pemberian gentamycin secara intrathecal dianggap tidak memberikan keuntungan tambahan. Aminoglikosida jika digunakan bersama ampicillin atau penicillin juga memiliki efek sinergis melawan S treptococcus
grup B dan E nterococcus.Tidak jarang didapatkan laporan rekurensi setelah terapi adekuat
dengan penicillin atau ampicillin terhadap kedua patogen tersebut karena adanya resistensi. Infeksi yang melibatkan Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa memerlukan antimikroba lain seperti oxacillin, methicillin, vancomycin atau kombinasi ceftazidime dan aminoglikosida.
15
Etiologi dan gejala klinik menentukan durasi terapi, biasanya terapi selama 10-21 hari adekuat untuk infeksi Streptococcus grup B. Terapi memerlukan waktu lama untuk mensterilkan LCS dari basil gram negatif yaitu sekitar 3-4 minggu. Pemeriksaan LCS selama terapi mungkin diperlukan untuk memastikan LCS steril . Pemeriksaan ulang terhadap LCS berguna dalam 48-72 jam setelah terapi inisial untuk memantau respon terhadap terapi, khususnya meningitis oleh basil gram negatif.
. (1, 4,6, 9)
Antibiotics
Route
Body
Body
Body
Body
(dosage in
Of Administration
weight
Weight
Weight
Weight
<2000>
<2000>
>2000 g
>2000 g
Age 0-7
Age > 7
Age 0-7
Age > 7
days
Days
days
days
100 div
150 div
150 div
300 div
q12h
q8h
q8h
q6h
100,000 U
150,000 U
150,000 U
250,000 U
div q12h
div q8h
div q8h
div q6h
100 div
150 div
150 div
200 div
q12h
q8h
q8h
q6h
150 div
225 div
225 div
300 div
q12h
q8h
q8h
q6h
100 div
150 div
100 div
150 div
q12h
q8h
q12h
q8h
50 once
75 once
50 once
75 once
daily
daily
daily
daily
100 div
150 div
100 div
150 div
q12h
q8h
q8h
q8h
mg/kg/day)
Penicillins Ampicillin
Penicillin-G
Oxacillin
Ticarcillin
IV,IM
IV
IV,IM
IV,IM
Cephalosporins Cefotaxime
Ceftriaxone
Ceftazidime
IV,IM
IV,IM
IV,IM
Tabel 2. Dosis antibiotik untuk meningitis bakterial pada neonatus berdasarkan berat badan dan usia
16
Anti
Route of
Desired
New
New
New
New
biotics
Admini
Serum
born
born
born
born
stration
Levels
Age
Age
Age
Age
(mcg/ml)
26 weeks
27-34 weeks
35-42 weeks
43 weeks
(mg/kg/
(mg/kg/
(mg/kg/
(mg/kg/
dose)
dose)
dose)
dose)
7.5 q24h
7.5 q18h
10 q12h
10 q8h
2.5 q24h
2.5 q18h
2.5 q12h
2.5 q8h
2.5 q24h
2.5 q12h
2.5 q12h
2.5 q8h
15 q24h
15 q18h
15 q12h
15 q8h
Aminoglycosides Amikacin
IV,IM
20-30
(peak)
<10
(trough) Gentamycin
IV,IM
5-10
(peak)
<2,5
(trough) Tobramycin
IV,IM
5-10
(peak)
<2,5
(trough) Glycopeptide
Vancomy
Cin
IV,IM
20-40
(peak)
<10
(trough)
*Terapi antimikroba untuk bayi dan anak-anak
17
Pemberian antibiotik yang sesuai untuk penderita dengan suspek meningitis bakterial sangat penting. Pemilihan antibiotik inisial harus memiliki kemampuan untuk melawan 3 patogen umum yaitu: S .pneumoniae,
N. meningitidis, H. influenzae. Umumnya terapi dimulai dengan pemberian vancomycin
60 mg/kg/hari IV dalam 4 dosis terbagi diberikan tiap 6 jam. Ceftriaxone 100 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi atau ceftriaxone 80 mg/kg/hari sekali/hari dan dapat disubstitusi dengan cefotaxime. Kombinasi ini cukup baik dalam melawan S . pneumoniae yang resisten penicillin dan Haemophilus influenzae tipe B yang resisten beta-laktamase. Ceftazidime memiliki aktivitas yang kurang baik melawan pneumococcus dan harus diganti dengan cefotaxime atau ceftriaxone. Beberapa evidence-based medicine menyarankan penggunaan carbapenem (misalnya meropenem) sebagai pilihan untuk patogen yang resisten terhadap cephalosporin. Peran antibiotik baru seperti oxazolidinone (linezoid) masih dalam penelitian. Karena penetrasi antibiotik ke dalam SSP berhubungan dengan respon inflamasi dan sifat kortikosteroid yang mengurangi reaksi inflamasi, maka pemberian kortikosteroid dapat mengurangi efektivitas antibiotik seperti vancomycin yang daya penetrasinya kecil. Sehingga petugas kesehatan perlu mempertimbangkan keuntungan dan kerugian pemberian kortikosteroid pada terapi meningitis. Semua antibiotik diberikan secara intravena agar kadarnya dalam serum dan LCS adekuat. Pemberian secara intraosseus dapat dilakukan jika akses vena tidak dapat dilakukan. Chloramphenicol secara per oral dapat mencapai kadar terapeutik dalam serum dan diberikan hanya jika tidak tersedia obatobat lain, pada keadaan penderita yang stabil, dan keluhan mual muntah berkurang. Pada penderita dengan riwayat alergi yang bermakna penggunaan kombinasi vancomycin dan chloramphenicol perlu dipertimbangkan. Tetapi jika efek samping chloramphenicol tidak diinginkan maka dapat diganti dengan cotrimoxazole atau trovafloxacin.
. (2,7,8,9)
Penggunaan antibiotik beta lactamase-inhibitor seperti clavulanate, tazobactam, sulbactam untuk mengobati meningitis belum dianjurkan karena masih kurangnya data mengenai daya penetrasinya ke dalam SSP. Penggunaan antibiotik diteruskan paling sedikit 10 hari. Lumbal punksi kadang-kadang diulang sebelum penghentian terapi atau 24 jam sesudah penghentian terapi. Tetapi pemeriksaan ulang ini tidak dapat memprediksi adanya relaps atau rekrudesensi meningitis. Misalnya HIB dapat terus bertahan dalam sekret nasofaring bahkan setelah terapi meningitis yang berhasil. Phlebitis pada tempat penyuntikan dan febris karena antibiotik adalah beberapa penyebab umum febris sekunder pada penderita meningitis sehingga penderita dengan febris perlu untuk dievaluasi ulang.
. (4,5,6)
18
Antibiotics
Dose
Dosing
Maximum
(mg/kg/day)
Interval
Daily Dose
Ampicillin
400
q6h
10 g
Vancomycin
60
q6h
4g
Penicillin G
250,000 U
q6h
24 million
Cefotaxime
200-300
q6h
12 g
Ceftriaxone
100
q12h
4g
Chloramphenicol
100
q6h
4g
Ceftazidime
150
q8h
6g
Cefepime
100
q12h
4g
Imipenem
60
q6h
4g
Meropenem
120
q8h
6g
Rifampin
20
q12h
600 mg
*Pemberian dexamethasone Pada berbagai uji klinik double blind, efek menguntungkan dari dexamethasone ditunjukkan pada bayi dan anak dengan meningitis HIB saat diberi dexamethasone (0,15 mg/kg) 15-20 menit sebelum dosis inisial antibiotik. Dexamethasone dilanjutkan setiap 6 jam selama 4 hari. Dalam 24 jam, kondisi klinis dan prognosis rata-rata cukup bermakna. Pemantauan yang dilakukan sepanjang terapi menunjukkan penurunan insidensi sekuelae neurologis dan audiologis yang bermakna. Data-data yang berhubungan dengan kegunaan dexamethasone untuk mengobati S . pneumoniae meningitis kurang meyakinkan. Selain mengurangi reaksi inflamasi, pemberian dexamethasone dapat menurunkan penetrasi antibiotik ke SSP.
.
(1, 3 ,6)
*Pemantauan tekanan intra kranial dan tanda-tanda herniasi Peningkatan tekanan intrakranial meningkatkan mortalitas dan sekuelae secara signifikan. Gejala awal dari peningkatan tekanan intrakranial tidak spesifik di antaranya vomitus, stupor, bulging fontanelle, palsy nervus VI. Jika tekanan intrakranial tidak terkendali penderita dapat mengalami herniasi otak. Keadaan ini ditandai oleh pupil midriasis dan anisokor, gangguan pergerakan okuler, bradikardia, hipertensi, apnea, dekortikasi atau deserebrasi. Pemberian manitol; suatu diuretik osmotik; dapat meningkatkan secara transien osmolalitas ruang intravaskular, menyebabkan perpindahan cairan dari jaringan otak ke dalam ruang intravaskular. Manitol (0,25-1 g/kg IV) biasa diberikan selama 20-30 menit dan pemberiannya dapat diulang bila diperlukan.
19
Dexamethasone sudah sering digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial tetapi data terbaru tidak mendukung efikasi dari dexamethasone tersebut. Acetazolamid dan furosemid juga sering digunakan untuk mengurangi TTIK tetapi efikasinya pada penderita meningitis belum dapat ditunjukkan pada controlled trials. . (5,6, 7 9)
*Antikonvulsi Bangkitan kejang sering dialami pada kurang lebih 30% penderita. Jalan napas yang adekuat dan oksigenasi juga dibutuhkan selama terjadinya kejang. Pemberian antikonvulsi secara intravena. Phenobarbital natrium dengan dosis 20 mg/kg IV dengan kecepatan 1 mg/kg/menit cukup efektif dalam mengendalikan kejang. Efek antikonvulsi sering memanjang dan karena kadar adekuat dalam SSP dicapai dalam waktu 15-60 menit maka pemulihan kejang berlangsung secara gradual. Phenytoin (Dilantin) 15-20 mg/kg IV dengan kecepatan rata-rata 1 mg/kg/menit juga dapat digunakan untuk kejang. Jika obat-obat tersebut di atas tidak efektif, dapat diberikan diazepam (Valium) diberikan secara bolus intravena dengan dosis 0,2-0,3 mg/kg dan tidak melebihi 10 mg. Efek antikonvulsi berlangsung singkat, sehingga perlu ditambahkan phenytoin 5 mg/kg/hari IV tiap 12 jam untuk mencegah timbulnya bangkitan kejang selanjutnya. Lorazepam (Ativan) yaitu suatu benzodiazepin kerja lama juga aman untuk diberikan dengan dosis 0,05 mg/kg tiap 4-6 jam. Pemberian antikonvulsi harus hati-hati karena obat tersebut dapat menyebabkan henti napas atau jantung. Selain itu, efek aritmia jantung dapat disebabkan oleh phenytoin. Phenobarbital dan phenytoin dapat merangsang enzim mikrosomal hati sehingga dapat meningkatkan metabolisme beberapa obat termasuk chloramphenicol. Jika penderita tetap kejang atau menunjukkan gejala yang mengarah pada kelainan intrakranial perlu dilakukan pemeriksaan neuro-imaging. Pada Kasus ini pemberian Antibiotik telah diberikan dengan rational danpenderita memberikan respon terapi yang baik. Akan tetapi pemberian Dexametason tidak diberikan karena usia penderita masih dibawah3 bulan dan masih kontroversi. Sedangkan pemberian anti konvulsan sejak pasien mengalami kejang telah diberikan sesuai dosis rumatan dan pasien telah diberikan dua kombinasi obat anti kejang yaitu phenobarbitol dan Phenitoin.
.
KOMPLIKASI Sekuelae jangka panjang didapat pada 30% penderita dan bervariasi tergantung etiologi, usia penderita, gejala klinis dan terapi. Pemantauan ketat berskala jangka panjang sangat penting untuk
20
mendeteksi sekuelae. Sekuelae pada SSP meliputi tuli, buta kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia otot, ataxia, kejang kompleks, retardasi motorik, kesulitan belajar, hidrocephalus nonkomunikan, atropi serebral. Gangguan pendengaran terjadi pada 20-30% anak. Pemberian dini dexamethasone dapat mengurangi komplikasi audiologis pada HIB meningitis. Gangguan pendengaran berat dapat menganggu perkembangan bicara sehingga evaluasi audiologis rutin dan pemantauan perkembangan dilakukan tiap kali kunjungan ke petugas kesehatan. Jika ditemukan sekuelae motorik maka perlu dilakukan terapi fisik, okupasional, rehabilitasi untuk menghindari kerusakan di kemudian hari dan mengoptimalkan fungsi motorik.
. (2,3,7,9)
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Doctor BA et al: Clinical outcomes of neonatal meningitis in very ±low birth ± weight infants. Clin Pediatric 2001; 40:473-480 2. Harsono , PERDOSSI, Gajamada University : Buku Ajar Neurologi Klinis, 161- 168 ; 1999 Health PT et al : Neonatal meningitis Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2003; 88: F173-F178 3. Martin A, samuels , MD, in Samuel manual of Neurologic therapeutics , Eight Edition ; 538542; 2010. 4. Lionel Ginsberg , Lecture Note Nurology, Edisi 8 ; 122-124; 2008 Kumar, A. 2005. Bacterial meningitis. Department of Pediatrics and Human Development Michigan State University. College of Medicine and En Sparrow Hospital. 5. Razonables R.R. Meningitis. Division of Infectious Diseases Department of Medicine. Mayo Clinic College of Medicine; 2005. 6. Daud AS et al : Lack of effectiveness of dexamethasone in the neonatal bacterial
meningitis.
Eur J Pediatric 1999; 158 : 230 -233 7. Kumar ,A MD
Bacterial Meningitis. Department of Pediatrics and Human Development
Michigan State University, College of Medicine and En Sparow Hospital.2005. 8. Rozanables R.R. Meningitis . Devision of Infectious Disease Department of Medicine , Mayo Clinic College of Medicine. 2005 9. Neonatology , Management, procedure , on Call, problems Disease and drugs, Tricia lacy gomelia with M Douglas Cunningham and Fabian G. Eyal sixth edition 579 ± 581 ; 2009. 10. John P . Cloberty, MD, in Manual Of Neonatal Care, Fourth Edition, 275- 291; 2008. 11. Neonatal Neurology ,Third Edition . Gerald M Fenichel 123-128 , 1990
22
!; Ampisilin 200mg/kg/ hari iv (dalam 2-3 dosis + Garaisin 5-7 mg/kg/hr iv + Amikasin 1520mg/kg/hr/ iv, Netilsimin 5-6mg/kg/hr/iv.
Gambaran LCS: Warna keruh , ground glass (atipik, pleositosis, biasanya > 1000/mm3, Atipik < 1000/mm3, PMN dominan, Glukosa : normal + 66% gula darah, Ratio glukosa LCS darah : < 0,40, Protein biasanya >200mg/mm3, Gran\m strain (+)
3bulan
1. Seftriaxon 100mg/kg/hr iv (dalam 2 dosis) atau
Ampisilin
200-400mg/kg/hr/ iv (dalam 4-6 dosis) + Klorampenicol 100mg/kg/hr/ iv
(dalam 4 dosis) Atau Sefotaksim
200mg/kg/hr iv (dalam 3-4 dosis)
+ Kortikosteroid : Deksametason 0,15 mg/kg x set iap 6 jam (selama 4 hari ) diberikan 1015 menit sebelum antibiotic diberikan
Patofisiologi : Pada kasus infeksi yang paling sering terjadi karena secara hematogen ke meningen dan SSP. Pada kasus SSP atau anomaly spinal ( seperti mielomeninocele), bias menjadi secara langsung dari flora normal kulit dan lingkungan. Meningitis neonates sangant sering dihubungkan dengan ventrikulitis yang membuat resolusi dari infeksi yang lebih sulit. Ada juga predileksi karna vaskulitis, yang mana lead menjadi perdarahan, thrombosis dan infark. Subdural efusi dan abses serebri bias menjadi komplikasi yang sering. Kebanyakan organisme implikasi pada neonates yang sepsis juga menyebabkan meningitis. Beberapa memiliki predileksi yang definite karena infeksi SSP. Kuman Streptococus B khususnya type III dan Gram negative ( khususnya E koli dengan antigen K1) adalah penyebab yang paling umum.
12. www.emedicine.com/PED/topic198.htm . www.emedicine.com/med/topic2613.htm
23
24