KASUS MALPRAKTIK DALAM BIDANG KESEHATAN “Salah Transfusi Darah, Gagal Ginjal”
Disusun oleh : 2A
Putri Handayani
411112002
Mutiara Wulan
411112008
F. Putri Cahyani
411112017
Desmita Aniska
411112036
Juryati
411112037
Herlangga
411112014
PROGRAM STUDI ANALIS KESEHATAN (D-3) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2014
A. Pengertian Malpraktik Malpraktik medis terjadi berawal dari adanya hubungan hukum antara dokter dengan pasien dapat berjalan dengan baik apabila masing – masing pihak menyadari hak dan kewajibannya. Namun demikian, tidak semua hubungan hokum dalam perjanjian terapeutik dapat berjalan sesuia dengan tujuan dan harapan masing – masing pihak, yaitu dokter dan pasien/keluarganya. Malpraktik berasal dari terjemahan bahasa inggris mal-practice yang diartikan sebagai praktik yang tidak benar atau adanya kesalahan dalam berpraktik. Belum ada keseragaman untuk menterjemahkan istilah malpractice ke dalam bahasa Indonesia. Ada beberapa istilah yang dipergunakan antara lain , malpraktek, malpraktik, mala praktik, mala praktek dan sebagainya. Dalam kamus kedokteran (Difa Danis, tth : 393), mal – practice adalah praktik yang tidak benar atau mencelakakan, tindakan medis atau pembedahan yang tidak terampil atau keliru. Dengan demikian, dalam malpraktik medis selalu berhubunhan dengan pelaksanaan profesi medis oleh tenaga medis. Menurut Harmien Hadiati Koeswadji (19824 : 103) medical malpractice adalah suatu bentuk kesalahan professional yang dapat menimbulkan luka – luka pada pasien sebagai akibat langsung dari suatau perbuatan atau kelalaian.
B. Perbedaan Malpraktik dan Kelalaian Malpraktik adalah suatu istilah yang mempunyai konotasi buruk, bersifat stigmatis, menyalahkan. Praktek buruk dari seseorang yang memegang suatu profesi dalam arti umum. Tidak hanya profesi medis saja, sehingga juga ditunjukan kepada profesi lainnya. Jika ditunjukan pada profesi medis, seharusnya juga disebut sebagai “malpraktik medis”. Namun entah mengapa, dimana – mana terutama mulai di luar negeri istilah malprek selalu pertama – tama diasosiasikan kepada profesi medis. Harus diakui bahwa kasus malpraktek murni yang berintikan kesengajaan (criminal malpractice) dan yang sampai terungkapdi pengadilan pidana tidaklah banyak. Demikian pula di luar negeri yang tuntutannya pada umumnya bersifat pardata atau ganti kerugian. Namun perbedaanya tetap ada. Maka dapat ditarik kesimpualan bahwa malpraktek dalam arti luas dapat dibedakan antara tindakan yang dilakukan: a. Dengan sengaja (dolus, vorsatz, willens en wetens hendelen, intentional ) yang dilarang olehperaturan perundang-undangan, dengan perkataan lain: malpraktek
dalam arti sempit, misalnya dengan sengaja melakukan abortus tanpa indikasi medis, melakukan euthanasia, memberikan surat keterangan medis yang isinya tidak benar, dan sebagainya. b. Tidak dengan sengaja (negligence, culpa) atau karena kelalaian, misalnya menelantarkan pengobatan pasien, karena lupa atau sembarang sehingga penyakit pasien bertambah berat dan kemudian meninggal (abandonment ). Perbedaan yang lebih jelas tampak kalau kita melihat pada motif yang dilakuakan , misalnya: a. Pada malpraktek (dalam arti sempit): tindakannya dilakukan secara sadar, dan tujuan dari tindakan nya memegang sudah terarah kepada akibat yang hendak ditimbulkan atau tak peduli terhadap akibatnya, walaupun ia mengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa tindakannya, itu adalah bertentangan dengan hokum yang berlaku, sedangkan b. Pada kelalaian, tidak ada motif atau pun tujuan untuk menimbulkan akibat yang terjadi. Akibat yang timbul itu disebabkan karena adanya kelalaian yang sebenarnya di luar kehendaknya.
C. Perbedaan perbuatan melanggar hokum dengan wanprestasi Menurut hokum perdata, ada perbedaan antara perbuatan melanggar hokum dengan wanprestasi yang berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan dokter dalam pelaksanaan perjanjian terapeutik. Menurut Arrest Hoge Raad (1919), perbuatan melanggar hokum mencakup pengertian berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain dan bertentangan dengan kewajiban hokum atau kesusilaan atau kepatutan dalam masyarakat, baik terhadap diri atau benda orang lain. Sementara itu pengertian wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak memenuhi kewajiban yang didasarkan pada perjanjian/kontrak. Berikut perbedaannya : Perbuatan Mekanggar Hukum
Wanprestasi
(onrectmatigedaad)
Pihak
penggugat
harus
membuktikan adanya kenyataan
Pihak
penggugat
harus
membuktikan tidak terpenuhinya
dan keadaan tentang kesalahan
kewajiban
yang dilakukan tergugat yang
perjanjian/kontark
yang
meliputi kesengajaan, kelalaian,
didasarkan
jenis
dan kurang hati-hati.
perjanjiannya
Kesalahan
dalam
resultaatsverbintenis)
profesi dokter didasarkan pada
dilakukan
dalam
profesinya.
menjalankan
pada
(inspanningsverbintenis atau kah
pelaksanaan
adanya kewajiban yang harus
berdasarkan
Harus dibuktikan adanya kerugian yang
disebabkan
dipenuhinya sesuia
oleh
kewajiban
dengan
SPM
tidak dokter dalam
perjanjian terapeutik.
D. Contoh Kasus Malpraktek Sumber: http://sumeksminggu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=187:sal ah-transfusi-darah-gagal-ginjal&catid=938:konsultasi-hukum&Itemid=155 Diambil dari : Surat kabar Sumatera Ekspres Mingu @ Family News Paper – selasa, 12 April 2011 14:08
Salah Transfusi Darah, Gagal Ginjal
Kepada Yth Pengasuh Rubrik Konsultasi Hukum, Bapak Suharyono SH. Pertama saya ucapkan terimah kasih atas perkenan Bapak membaca dan menjawab surat saya. Dalam kesempatan kali ini, saya hendak menanyakan masalah menimpa anak saya. Ada pun permasalahannya, akan saya jelaskan sebagai berikut: Nama anak saya, M Rifqi. Tanggal 25 Mei 2010 lalu, pernah kami bawa ke RSUD Lahat. Setibanya di sana, Anak saya ditempatkan di ruangan Unit Penyakit Dalam. Rabu, 26 Mei 2010, sekira jam 11.30 WIB, Rifqi diperiksa oleh dokter Rh. Selanjutnya, sang dokter memberikan surat pengantar kepada kami untuk membawa Anak kami ke Laboratorium guna diperiksa golongan darah. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium RSUD Lahat, golongan darah Rifqi adalah AB. Selanjutnya, berbekal hasil pemeriksaan laboratorium RSUD Lahat tersebut, kami diberi surat pengantar untuk meminta dua kantong darah golongan AB kepada PMI Cabang Lahat Unit Tranfusi Darah. Setelah mendapatkan dua kantong darah AB dari PMI, selanjutnya dr Rh melakukan tranfusi darah. Saat transfusi darah baru berjalan setengah kantong yang masuk ke Rifqi, tiba-tiba tubuhnya menggigil dan susah untuk bernafas maka
kami
meminta
dokter
untuk
menghentikan
transfusi
darah
dan
membukanya. Tanggal 27 Mei 2010, dr Rh kembali akan melakukan transfusi darah terhadap Rifqi, tetapi saat itu kami, menyatakan keberatan untuk dilakukan transfusi darah dengan alasan sesuai faktanya, kondisi anak kami dalaam keadaan lemah dan masih susah bernafas. Terhadap keberatan/penolakan dilakukan tranfusi darah tersebut maka kami disuruh menanda tangani surat pernyataan yang pada pokoknya berisikan: Jika terjadi hal yang tidak diinginkan terhadap Rifqi karena menolak dilakukan transfusi darah maka pihak RSUD Lahat, tidak bertanggung jawab. Tanggal 3 Juni 2010, Rifqi yang masih dirawat di RSUD Lahat, oleh dokter RSUD Lahat dimintakan persetujuaan kepada kami untuk dilakukan transfusi darah dan kami menyetujui. Akan tetapi, transfusi darah tersebut hanya berjalan ¼ (seperempat) kantong darah yang masuk ke dalam tubuh Rifqi, tibatiba tubuhnya menggigil dan sudah untuk bernafas.
Maka kami meminta dokter maupun perawat yang ada di ruangan Unit Penyakit Dalam untuk menghentikan transfusi darah. Bahwa, Rifqi dirawat RSUD Lahat sejak tanggal 25 Mei 2010 hingga 6 Juni 2010. Bahwa, sejak Rifqi keluar dari RSUD Lahat 6 Juni 2010, telah dua kali mengalami pingsan yang diawali dengan kejang-kejang dan akhirnya terjatuh dan tidak sadarkan diri. Yang pertama, terjadi pada hari Minggu tanggal 22 juni 2010, sedang berada di kamarnya ketika dia mau keluar dari kamar tidur. Sedangkan yang Kedua, Jum’at 2 Juli 2010, saat Rifqi sedang mandi di kamar mandi, Rifqi tiba tiba kejang dan terjatuh hingga tidak sadarkan diri. Bahwa, setelah Rifqi mengalami kejang lalu terjatuh seperti diatas, tanggal 26 Juni 2010, kami mengajukan berhenti sementara dari sekolah SMKN 2 Lahat untuk mengurangi aktifitas Rifqi dan memberi banyak waktu untuk istirahat di rumah Tangal 5 Juli 2010, M Rifqi dibawa berobat oleh kami ke RSMH Palembang. Dirawat tanggal 27 Juli 201. Bahwa saat Rifqi dirawat di RSMH, diperiksa, dibawa ke laboratorium oleh dokter pengawas RS RSMH. Alangkah terkejutnya kami, hasil pemeriksaan laboratorium RSMH menyatakan golongan darah Rifqi, adahal darah B+. Selanjutnya, Rifqi tanggal 22 September 2010, karena mengalami susah bernafas dan tidak bisa tidur selama dua hari dua malam, maka Rifqi kami bawa ke RSUD Lahat. Tetapi setelah diterima di ruangan UGD RSUD Lahat, klien kami langsung di rujuk ke RSMH. Akibat kesalahan dalam menentukan golongan darah ini, Rifqi yang semula hanya “mengalami ginjal sebelah kiri bermasalah ringan”, saat ini telah mengalami “gagal ginjal”. Kami sempat melakukan somasi ke RSUD Lahat, serta melaporkan kejadian ini polisi. Hanya saja, hingga kini belum ada hasil memuaskan. Oleh sebab itu, dalam surat ini kami hendak menanyakan kepada Bapak. Jalur apa saja (termasuk jalur hukum,red) yang bisa kami tempuh untuk agar pihak terkait yang telah membuat anak kami menderita, dapat bertanggung jawab?
M Alfian : Lahat
Kepada Saudara M Alfian. Kami turut prihatin dengan keadaan anak Anda yang bernama M Rifqi. Untuk itu kami akan mencoba membantu Bapak untuk memberikan penjelasan terhadap permasalahan hukum yang sedang keluarga Bapak hadapi. Maraknya kasus dugaan malpraktik belakangan ini,
seharusnya
dapat
menjadi peringatan dan sekaligus sebagai dorongan untuk dapat memperbaiki dan meningkatkan
mutu
pelayanan
medis.
Melaksanakan
tugas
dengan
baik
dan berpegang pada janji profesi serta tekad untuk selalu meningkatkan kualitas diri perlu untuk selalu dipelihara. Dari
sudut
hukum,
profesi
tenaga
kesehatan
dapat
diminta
pertanggungjawaban sesuai dengan bentuk dan tingkat kesalahannya. Paling tidak ada beberapa ketentuan hukum yang relevan yaitu berdasarkan hukum perdata, hukum pidana, maupun hukum administrasi negara. Tanggung jawab dari segi hukum perdata didasarkan pada ketentuan Pasal 1365 BW (Burgerlijk Wetboek). Apabila tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya melakukan tindakan yang mengakibatkan kerugian pada pasien, maka tenaga kesehatan tersebut dapat digugat oleh pasien atau keluarganya yang merasa dirugikan itu berdasarkan ketentuan Pasal 1365 BW, yang bunyinya sebagai berikut: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hati”. Dari segi hukum pidana juga seorang tenaga kesehatan dapat dikenai ancaman Pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman pidana tersebut dikenakan kepada seseorang (termasuk tenaga kesehatan) yang karena kelalaian atau kurang hati-hati menyebabkan orang lain (pasien) cacat atau bahkan sampai meninggal dunia. Meski untuk mengetahui ada tidaknya unsur kelalaian atau kekurang hati-hatian dalam tindakan seseorang tersebut perlu dibuktikan menurut prosedur hukum pidana. Ancaman pidana untuk tindakan semacam itu adalah penjara paling lama lima tahun. Sedangkan yang terdapat dalam Pasal 360 ayat (1) Karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka berat, (2) Karena kesalahannya atau
kealpaannya menyebabka orang lain luka – luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu. Tentu saja semua ancaman, baik ganti rugi perdata maupun pidana penjara, harus terlebih dahulu dibuktikan berdasarkan pemeriksaan di depan pengadilan. Oleh karena yang berwenang memutuskan seseorang itu bersalah atau tidak adalah hakim dalam sidang pengadilan. Dan untuk membuktikan tentang ada ata u tidaknya tindakan medis yang bersifat malpraktek, secara hukum bukanlah merupakan pembuktian yang mudah. Karena
hal
demikian
sangat
ditentukan
oleh
keterangan
ahli dibidang penanganan medis, hasil uji laboratorium yang menjelaskan tentang penyebab timbulnya masalah baru yang dihadapi pasien, ketersediaan peralatan dan tenaga medis yang dimiliki oleh Rumah sakit dikaitkan dengan kondisi kesehatan pasien pada saat itu harus mendapatkan layanan medis dll, yang semua bermuara dan tergantung dari keterangan didapatkan dari kalangan orang-orang medis. Sedangkan diantara
tenaga medis atau tenaga kesehatan dalam kenyataannya memiliki
ikatan solidaritas yang cukup kuat sehingga aparat hukum menghadapi kesulitan dalam mendapatkan bukti adanya tindakan malpraktek tersebut. Tanggung jawab dari segi hukum administratif, tenaga kesehatan dapat dikenai sanksi berupa pencabutan surat izin praktik apabila melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya. Tindakan administratif juga dapat dikenakan apabila seorang tenaga kesehatan melalaikan kewajiban dan melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan, mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan serta melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang. Dalam asas hukum dikenal lex specialis derogat lex generalis yang berarti ketentuan hukum khusus mengeyampingkan ketentuan hukum umum. Maka dalam permasalahan hukum ini juga dapat dikaitkan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 yang telah diganti dengan UU No. 36 tahun 2009 Tentang Kes ehatan.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), maka hukum positif yang berlaku bagi perlindungan konsumen adalah UUPK. Namun dalam Pasal 64 tentang aturan peralihan, dinyatakan bahwa: “Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara “ khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini ”. UU No. 8 Tahun 1999 mempunyai 2 sasaran pokok, yaitu : Memberdayakan konsumen dalam hubungannya dengan pelaku usaha (publik atau privat) barang dan atau jasa dan Mengembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab. Lalu pertanyaannya, apakah pasien dapat disebut sebagai konsumen, dan pemberi pelayanan kesehatan (dokter) sebagai pelaku usaha ? Untuk menjawabnya, kita harus mengetahui pengertian konsumen dan pelaku usaha berdasarkan UUPK. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Adapun pengertian konsumen di sini yaitu konsumen akhir, sedangkan produk berupa barang, mis : obat-obatan, suplemen makanan, alat kesehatan, dan produk berupa jasa, mis.: jasa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter, dokter gigi, jasa asuransi kesehatan. Adapun dalam pasal 62 ayat (3) terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat,cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku. Dan
menurut penjelasan Pasal 64 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen telah secara jelas dicantumkan tentang beberapa peraturan perundang-undangan yang dimaksud di antaranya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 yang saat ini telah diganti dengan UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Dalam ketentuan pasal 90 UU No. 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa: Pemerintah bertanggung jawab atas pelayanan darah yang aman , musah diakses dan sesuai dengan kebutuhan rakyat. Relevan
dengan ketentuan hukum tersebut, sesungguhnya dalam Pasal
58 UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan disebutkan bahwa: (1) Setiap orang
berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian aki bat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. Berdasarkan berbagai ketentuan hukum sebagaimana telah disampaikan di atas kiranya kami berharap dapat menjadi masukan pemikiran kepada bapak dan keluarga dalam memperoleh keadilan terhadap permasalahan hukum yang sedang dihadapi. Dan untuk lebih baiknya kami sarankan sebelum mengambil langkah hukum kiranya dapat berkonsultasi lebih lanjut dengan pengacara bapak. Terima kasih
E. Analisa kasus Malpraktik Permasalahan dalam kasus ini yaitu adanya kesalahan dalam penetapan hasil golongan darah. Adanya perbedaan hasil dari pemeriksaan pertama di RSUD Lahat dengan hasil pemeriksaan kedua di RS RSMH. Hasil pemeriksaan golongan darah atas nama M. Rifqi di Laboratorium RSUD Lahat yaitu M. Rifqi memiliki golongan darah AB, sedangkan pada pemeriksaan kedua di RS RSMH hasil golongan darah M.Rifqi adalah B+. Hal ini menyebabkan terjadinya kesalahan pada saat transfusi darah. Pasien M.Rifqi diminta oleh dokter untuk melakukan transfusi darah, yang sebelumnya telah dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan golongan darah di Laboratorium RSUD Lahat. Setelah mendapatkan dua kantung darh Ab dari PMI, selanjutnya dr Rh melakukan transfusi darah kepada pasien M.Rifqi. Saat transfusi darah baru berjalan setengah kantong yang masuk ke Rifqi, tiba-tiba tubuhnya menggigil dan susah untuk bernafas kemudian pihak keluarga meminta dokter untuk menghentikan transfusi darah dan membukanya. Rifqi dirawat RSUD Lahat sejak tanggal 25 Mei 2010 hingga 6 Juni 2010. Bahwa, sejak Rifqi keluar dari RSUD Lahat 6 Juni 2010, telah dua kali mengalami pingsan yang diawali dengan kejang-kejang dan akhirnya terjatuh dan tidak sadarkan diri. Kemudian pihak keluarga Rifqi membawa Rifqi ke RS MH Palembang. Pasien dilakukan perawtan dan ternyata setelah dilakukan pemeriksaan golongan darah ternyata golongan darah pasien adalah B+.
Akibat kesalahan dalam menentukan golongan darah ini, Rifqi yang semula hanya “mengalami ginjal sebelah kiri bermasalah ringan”, saat ini telah mengalami “gagal ginjal”.
Pembahasan : Darah adalah jaringan tubuh yang berbeda dengan jaringan tubuh lainnya, berada dalam konsistensi cair, beredar dalam suatu sistem tertutup yang dinamakan sebagai pembuluh darah dan menjalankan fungsi transfor berbagai bahan serta fungsi hemostasis. (Sodikin Mohamad, 2002). Golongan darah secara umum terbagi menjadi empat golongan darah yaitu A, B, O dan AB. Dalam darah terdapat antigen dan antibodi dimana antigen berada pada sel – sel darah merah dan antibodi berada dalam serum. Sel – sel yang hanya memiliki antigen A dan mempunyai anti-B didalam serum disebut golongan A. Sedangkan sel sel yang hanya memiliki antigen B dan mempunyai anti-A dalam serum disebut golongan B. Sel – sel yang memiliki antigen A dan antigen B dan tidak mempunyai anti-A dan anti-B dalam serum disebut golongan AB. Sel-sel yang tidak memiliki antigen A dan antigen B, mempunyai anti-Adan anti-B dalam serum disebut golongan O. Kebanyakan teknik yang digunakan untuk pemeriksaan golongan darah pada laboratorium untuk mendeteksi reaksi – reaksi antara antigen – antibodi berdasarkan aglutinasi. Reagen yang digunakan dalam pemeriksaan golongan darah antara lain Anti – A, Anti – B, Anti – AB. Reagen tersebut terbuat dari antibodi monoclonal yang disekresi dari suatu kultur sel, sel – sel yang dikultur disebut hibridomas. Keuntungan reagen monoclonal yaitu kerjanya spesifik serta bebas dari antibodi lain yang dapat mengaburkan hasil tes. (Dinkes prov. Jateng, 2002). Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Pengujian Golongan Darah antara lain :
1. Kesalahan teknik (kaca kotor, kontaminasi reagen, sentrifuge yang tidak baik, pembacaan salah). 2. Kelainan dalam serum yang menyebabkan pembentukan rouleaux. 3. Eritrosit yang dilapisi antibodi dapat menimbulkan aglutinasi dalam lingkungan protein tinggi.
4. Tranfusi yang diberikan sebelum pengujian menyebabkan sampel yang diperiksa mengandung bermacam – macam populasi eritrosit. 5. Hipogama globunemia yang menyebabkan titer antibodi rendah. 6. Obat – obat
yang
dimasukkan
intravena
dapat
menyebabkan
eritrosit
menggumpal.(Kresna Boedina Siti, 1998). Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma, operasi, shock, dan tidak berfungsinya organ pembentuk SDM (misal: ginjal). ( http://id.m.wikipedia.com ) 1. Reaksi Transfusi darah segera, pada reaksi ini terjadi perusakan sel darah merah setelah atau selama transffusi. Jenisnya: a. Perusakan
SDM
Intravaskular,
biasanya
disebabkan
oleh
ABO
oleh
rhesus
incompatibilitas. Gejala yang terjadi biasanya segera. b. Perusakan
SDM
ekstravaskular,
biasanya
disebabkan
incompatibilitas atau kualitas darah. Gejala yang terjadi tidak nyata. Gejala:
Panas pada lengan yang ditransfusi
Suhu tubuh meningkat
Rasa mual/muntah
Sesak nafas
Terjadi perdarahan yang abnormal
Produksi urine menurun Gagal ginjal – Mati.
2. Reaksi panas non hemolitik, paling sering terjadi 3. Reaksi transfusi karena darah tercemar 4. Reaksi transfusi karena alergi 5. Reaksi transfusi karena perdarahan abnormal 6. Reaksi transfusi karena kegagalan jantung 7. Reaksi transfusi karena kegagalan paru
Kesalahan yang mungkin dapat terjadi dapat dikarenakan pada tahap : 1. Pra analitik -
Sampel darah bisa tertukar dengan pasien lain
2. Analitik
-
Kesalahan teknik (kaca kotor, kontaminasi reagen, sentrifuge yang tidak baik)
3. Pasca Analitik -
Kesalahan pada saat pembacaan hasil.
KESIMPULAN Dari kasus yang kami bahas, dapat disimpulkan bahwa terjadi perbedaan hasil pemeriksaan Golongan Darah yang terjadi di Laboratorium RSUD Lahat dan RSMH Palembang. Sehingga menyebabkan pasien diberikan transfusi darah dengan golongan darah yang berbeda. Dan menyebabkan pasien tersebut mengalami reaksi transfusi darah, saat berlangsungnya proses transfusi darah yaitu menggigil dan susah bernafas. Bahkan terjadi reaksi yang mengakibatkan pasien mengalami Gagal Ginjal akibat transfusi darah tersebut. Kesalahan yang mungkin dapat terjadi dapat dikarenakan pada tahap : 1. Pra analitik -
Sampel darah bisa tertukar dengan pasien lain
2. Analitik -
Kesalahan teknik (kaca kotor, kontaminasi reagen, sentrifuge yang tidak baik)
3. Pasca Analitik -
Kesalahan pada saat pembacaan hasil.
DAFTAR PUSTAKA http://sumeksminggu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=187:sala h-transfusi-darah-gagal-ginjal&catid=938:konsultasihukum<emid=155 (diakses: 03 Juni 2014) http://id.m.wikipedia.com (diakses: 03 Juni 2014)