KARATERISTIK NIKEL LATERIT PADA AREA X DAERAH IUP PT. INTERNATIONAL NIKEL (INCO), SOROWAKO, KECAMATAN NUHA, KABUPATEN LUWU TIMUR, PROPINSI SULAWESI SELATAN
PROPOSAL PENELITIAN DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S1)
DIAJUKAN OLEH: KIKI ASMADILA FAJAR F1G1 14 017
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Salah satu penambangan Nikel laterit di Indonesia terdapat di Sorowako, Sulawesi Selatan, dimana penambangan ini dikelola oleh PT INCO Indonesia yang merupakan anak perusahaan INCO Limited Canada. Selain di Sorowako terdapat juga penambangan Nikel laterit di Pomala dan Pulau Gag yang dikelola oleh PT Aneka Tambang. Nikel termasuk jenis logam yang penting dalam industri dikarenakan kegunaannya. Kegunaan Nikel antara lain sebagai campuran logam anti karat, catalisator , pelapis besi, coin dan lain-lain. Nikel termasuk Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources), resources), sehingga pengunaannya harus bijaksana agar tidak terjadi krisis atau kekurangan. Kebutuhan akan Nikel dewasa ini semakin meningkat, dan untuk mengimbangi kebutuhan pasar akan Nikel maka perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang ini sedang meningkatkan pencarian (eksplorasi) untuk untuk kemudian meningkatkan
produksi.
Persaingan
dalam
perdagangan
Nikel
di
pasar
internasional sangat ketat. Indonesia mendapat saingan dari negara-negara lain yang saat ini juga meningkatkan produksinya. Untuk meningkatkan pencarian (eksplorasi) maka perusahaan-perusahaan pertambangan membutuhkan geologist-geologist membutuhkan geologist-geologist yang yang mengetahui dengan seksama kondisi geologi daerah keterdapatan Nikel (laterit). Berdasarkan pembahasan diatas maka perlu dilakukannya penelitian mengingat daerah Sulawesi Selatan khususnya di daerah IUP PT. International
Nickel (INCO), memiliki endapan nikel laterit yang mempunyai komplesitas tinggi dan keberadaan ofiolit yang begitu melimpah. B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah menentukan karakteristik Nikel laterit daerah X, yang mencakup: 1. Kandungan unsur-unsur kimia (Ni, Fe, Co, MgO, SiO 2, dan S/M) daerah telitian. 2. Pola penyebaran unsur-unsur kimia (Ni, Fe, Co, MgO, SiO 2, dan S/M) daerah telitian. 3. Bentuk, ketebalan dan penyebaran Ni ore di daerah telitian. C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik geologi Nikel laterit di daerah X, yang mencakup : 1. Kandungan dan pola penyebaran unsur-unsur kimia (Ni, Fe, Co, MgO, SiO 2, dan S/M) pada daerah telitian. 2. Bentuk, ketebalan dan penyebaran Ni ore pada daerah telitian. D. Manfaat Penelitian
1. Bagi keilmuan : -
Memberi gambaran tentang kondisi geologi Nikel laterit secara umum
-
Memberi gambaran karakteristik Ni ore, dalam hal ini menyangkut penyebaran unsur-unsur kimia (Ni, Fe, Co, MgO, SiO 2, dan S/M), bentuk, ketebalan dan penyebaran Ni ore di bawah permukaan.
2. Bagi Perusahaan PT INCO : -
Dapat menentukan cara penambangan yang tepat untuk daerah X
-
Memberikan masukan dalam perhitungan cadangan Ni ore.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geologi Regional
Bijih nikel yang terdapat di bagian Tengah dan Timur Sulawesi tepatnya di daerah Sorowako termasuk ke dalam jenis nikel laterit dan bijih nikel silikat. Bijih nikel tersebut terjadi akibat pelapukan dan pelindian ( leaching ) batuan ultramafik seperti dunit, peridotit dan serpentinit. Pulau Sulawesi dan sekitarnya terdiri dari 3 Mandala Geologi yaitu : 1. Mandala Geologi Sulawesi Barat, dicirikan oleh adanya jalur gunung api Paleogen, Intrusi Neogen dan sedimen Mesozoikum. 2. Mandala Geologi Sulawesi Timur, dicirikan oleh batuan Ofiolit yang berupa batuan ultramafik peridotit, harzburgit, dunit, piroksenit dan serpentinit yang diperkirakan berumur kapur. 3. Mandala Geologi Banggai Sula, dicirikan oleh batuan dasar berupa batuan metamorf Permo-Karbon, batuan batuan plutonik yang bersifat granitis berumur Trias dan batuan sedimen Mesozoikum. Mandala Geologi banggai Sula merupakan mikro kontinen yang merupakan pecahan dari lempeng New Guinea yang bergerak kearah barat sepanjang sesar sorong. Daerah Sorowako dan sekitarnya
termasuk dalam Mandala Indonesia
bagian Timur yang dicirikan dengan batuan ofiolit dan Malihan yang di beberapa tempat tertindih oleh sedimen Mesozoikum.
Gambar III.1. Geologi Regional Sulawesi (Hamilton, 1972 dalam Suratman, 2000)
Gambar Geologi Regional Sulawesi (Hamilton, 1972 dalam Suratman, 2000)
Melange yang berumur Miocene – post Miocene menempati central dan lengan North-East sulawesi. Uplift terjadi sangat intensif di daerah ini, diduga karena desakan kerak samudera Banggai Craton. Kerak benua dengan density yang rendah menyebabkan terexpose-nya batuan-batuan laut dalam dari kerak samudera dan mantel.Pada bagian Selatan dari zona melange ini terdapat kompleks batuan ultramafik Sorowako-Bahodopi yang pengangkatannya tidak terlalu intensif. Kompleks ini menempati luas sekitar 11,000 km persegi dengan stadia geomorfik menengah, diselingi oleh blok-blok sesar dari Cretaceous abyssal limestone dan diselingi oleh Chert.
B. Morfologi Regional
Daerah penelitian termasuk dalam geomorfologi regional Lembar Malili (Simanjuntak, dkk, 1991) yang merupakan Mandala Sulawesi Timur, yang dapat dibagi dalam daerah pegunungan, daerah perbukitan, daerah karst dan daerah dataran. Daerah pegunungan menempati bagian Barat dan Tenggara. Di bagian barat terdapat dua rangkaian pegunungan yakni Pegunungan Tineba dan Pegunungan Koroue ( 700 - 3.016 m ) yang memanjang dari baratlaut-tenggara dibentuk oleh batuan
granit
dan
malihan. Sedang bagian tenggara ditempati Pegunungan
Verbeek dengan ketinggian 800 - 1.346 meter di atas permukaan laut disusun oleh batuan basa, ultramafik dan batugamping. Daerah perbukitan menempati bagian tenggara dan timurlaut dengan ketinggian 200 - 700 meter dan merupakan perbukitan agak landai yang terletak diantara daerah pegunungan dan daerah pedataran. Perbukitan ini dibentuk oleh batuan vulkanik, ultramafik dan batupasir. Dengan puncak tertinggi adalah Bukit Bukila (645m) Daerah karst menempati bagian timurlaut dengan ketinggian 800 – 1700 m dan dibentuk oleh batugamping. Daerah ini dicirikan oleh adanya dolena dan sungai bawah permukaan. Puncak tertinggi adalah Bukit Wasopute ( 1.768 m ). Daerah dataran menempati daerah selatan dan dibentuk oleh endapan aluvium seperti Pantai Utara Palopo dan Pantai Malili sebelah timur. Pola aliran sungai sebagian besar berupa pola rektangular dan pola dendritik. Sungai - sungai besar yang mengalir di daerah ini antara lain Sungai Larona dan Sungai Malili yang
mengalir dari timur ke barat serta Sungai Kalaena yang mengalir dari utara ke selatan. Secara umum sungai-sungai yang mengalir di daerah ini bermuara ke Teluk Bone. C. Struktur Regional
Struktur geologi Lembar Malili memperlihatkan ciri kompleks tumbrukan dari pinggiran benua yang aktif. Berdasarkan struktur, himpunan batuan, biostratigrafi dan umur, daerah ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok yang sangat berbeda, yakni : Allochtoun yang terdiri dari Ofiolit dan malihan, sedangkan Autochtoun terdiri dari : Batuan gunungapi dan pluton Tersier dari pinggiran Sunda land , serta kelompok Molasa Sulawesi. Struktur – struktur geologi yang penting di daerah ini adalah sesar, lipatan dan kekar. Secara umum sesar yang terdapat di daerah ini berupa sesar naik, sesar sungkup, sesar geser, dan sesar turun, yang diperkirakan sudah mulai terbentuk sejak Mesozoikum. Beberapa sesar utama tampaknya aktif kembali. Sesar Matano dan Sesar Palu Koro merupakan sesar utama berarah baratlaut - tenggara dan menunjukkan gerak mengiri. Diduga kedua sesar itu masih aktif sampai sekarang, keduanya bersatu di bagian baratlaut. Diduga pula kedua sesar tersebut terbentuk sejak Oligosen dan bersambungan dengan Sesar Sorong sehingga merupakan suatu sistem sesar transform. Sesar
lain yang lebih kecil berupa tingkat pertama
dan atau kedua yang terbentuk bersamaan atau setelah sesar utama tersebut. Pada Kala Oligosen, Sesar Sorong yang menerus ke Sesar Matano dan Palu Koro mulai aktif. Akibatnya mikro kontinen Banggai Sula bergerak ke arah barat dan terpisah dari benua Australia. Lipatan yang terdapat di daerah ini dapat
digolongkan ke dalam lipatan lemah, lipatan tertutup dan lipatan tumpang-tindih, sedangkan kekar terdapat dalam hampir semua jenis batuan dan tampaknya terjadi dalam beberapa periode. Pada Kala Miosen Tengah, bagian timur kerak samudera di Mandala Sulawesi Timur
yakni Lempeng Banggai Sula yang bergerak ke arah barat
terdorong naik (terobduksi). Di bagian barat lajur penunjaman dan busur luar tersesarsungkupkan di atas busur gunungapi, mengakibatkan ketiga Mandala tersebut saling berhimpit. Kelurusan Matano sepanjang 170 km dinamakan berdasarkan nama danau yang dilaluinya yakni danau Matano. Analog dengan sesar Palu Koro sesar Matano ini merupakan sesar mendatar sinistral, membentang membelah timur Sulawesi dan bertemu kira-kira disebelah utara Bone, pada kelurusan Palu-Koro. Sesar-sesar sistem Riedel berkembang dan membentuk sistem rekahan umum. Sepanjang sesar mendatar ini terdapat juga cekungan tipe “pull apart basin”. Yang paling nyata adalah Danau Matano dengan batimetri sekitar 600 m dan dikontrol oleh sesar - sesar normal yang menyudut terhadap kelurusan Matano. Medan gaya yang diamati di lapangan memperlihatkan bahwa tekanan umumnya horizontal dan berarah
Tenggara - Baratlaut didampingi tarikan
timurlaut-baratdaya. Sesar Matano bermuara di Laut Banda pada cekungan dan teluk Losoni sebagai “pull apart basin” dan menerus ke laut sampai ke utara anjakan bawah laut Tolo .
D. Stratigrafi Regional
Berdasarkan himpunan batuan, struktur dan biostratigrafi, secara regional Lembar Malili termasuk Mandala Geologi Sulawesi Timur dan Mandala Geologi Sulawesi Barat dengan batas Sesar Palu-Koro yang membujur hampir utara selatan. Mandala Geologi Sulawesi Timur dapat dibagi ke dalam lajur batuan malihan dan lajur ofiolit Sulawesi Timur yang terdiri dari batuan ultramafik dan batuan sedimen pelagis Mesozoikum. Mandala geologi Sulawesi Barat dicirikan oleh lajur gunungapi Paleogen dan Neogen, intrusi neogen dan sedimen Mezosoikum yang diendapkan di pinggiran benua (Paparan Sunda). Di Mandala Geologi Sulawesi Timur, batuan tertua adalah batuan ofiolit yang terdiri dari ultramafik termasuk dunit, harzburgit, lherzolit,
piroksenit
websterit, wehrlit dan serpentinit, setempat batuan mafik termasuk gabro dan basal. Umurnya belum dapat dipastikan, tetapi dapat diperkirakan sama dengan ofiolit di Lengan Timur Sulawesi yang berumur Kapur Awal - Tersier Pada
Mandala
ini
dijumpai
kompleks
batuan bancuh (Melange
Wasuponda) terdiri atas bongkahan asing batuan mafik, serpentinit, pikrit, rijang, batugamping terdaunkan, sekis, ampibolit yang tertanam dalam massa dasar lempung merah bersisik. Batuan tektonika ini tersingkap baik di daerah Wasuponda serta di daerah Ensa, Koro Mueli, dan Patumbea, diduga terbentuk sebelum Tersier . Daerah Sorowako dan sekitarnya merupakan bagian Mandala Sulawesi Timur yang tersusun oleh kompleks ofiolit, batuan metamorf, kompleks melange dan batuan sedimen pelagis.
Kompleks ofiolit tersebut memanjang dari utara Pegunungan Balantak ke arah tenggara Pegunungan Verbeek, tersusun oleh dunit, harzburgit, lerzolit, serpentinit, werlit, gabro dan diabas, basal dan diorite. Sekuen ini tersingkap dengan baik di bagian utara , sedangkan dibagian tengah dan selatan, komplek ofiolit ini umumnya tidak lengkap lagi dan telah terombakkan / terdeformasi. Batuan yang merupakan anggota lajur ofiolit Sulawesi Timur berupa batuan ultramafik yang terdapat disekitar danau Matano terdiri dari dunit, harzburgit, lherzolit, wehrlit, websterit, dan serpentinit. Dunit berwarna hijau pekat kehitaman, padu dan pejal, bertekstur faneritik, mineral penyusunnya adalah olivin, piroksen, plagioklas, sedikit serpentin dan magnetit, berbutir halus sampai sedang. Mineral utama olivin dengan komposisi lebih dari 90%. Tampak adanya penyimpangan dan pelengkungan kembaran yang dijumpai pada piroksen, mencirikan adanya gejala deformasi yang dialami oleh batuan ini. Dibeberapa tempat dunit terserpentinkan kuat yang ditunjukkan oleh struktur seperti jaring dan barik-barik mineral olivin dan piroksen, serpentin dan talkum sebagai mineral pengganti. Harzburgit memperlihatkan kenampakan fisik berwarna hijau sampai kehita man, holokristalin, padu dan pejal. Mineralnya halus sampai kasar terdiri atas olivine (90 % - 60 %), dan piroksen sekitar 40%. Pada beberapa tempat menunjukkan struktur perdaunan. Hasil penghabluran ulang pada mineral piroksin dan olivin mencirikan batas masing-masing kristal bergerigi (Simandjuntak, dkk, 1991). Lherzolit berwarna hijau kehitaman, holokristalin, padu dan pejal. Mineral penyusunnya ialah olivin sekitar 45%, piroksin sekitar 25% dan sisanya epidot dan bijih dengan mineral berukuran halus sampai kasar. Serpentinit berwarna biru tua,
tekstur lepidoblastik, struktur “ schistosity”, bentuk mineral hypidioblastik. Mineral utama yang menyusun batuan ini adalah mineral serpentin , sedikit olivin dan piroksin. Umumnya memperlihatkan persekisan yang setempat terlipat, dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Batuan serpentinit merupakan hasil ubahan batuan ultramafik. Ketebalan sulit diperkirakan, berdasarkan penampang ketebalan sekitar 1000 m. Hubungan sekitarnya berupa persentuhan tektonik (Simandjuntak, dkk, 1991). Diatas ofiolit diendapkan tidak selaras Formasi Matano yang terbagi bagian atas berupa batugamping kalsilutit, rijang, argilit dan batulempung napalan, sedangkan bagian bawah dicirikan oleh rijang radiolaria dengan sisipan kalsilutit yang semakin banyak ke bagian atas. Berdasarkan kandungan fosil formasi ini menunjukan umur Kapur. Endapan termuda di daerah Lengan Timur Sulawesi adalah endapan danau yang terdiri atas lempung, pasir, kerikil dan sebagian berupa konglomerat yang terdapat di daerah sekitar Danau Matano, Danau Towuti dan Danau Mahalona. Sedang endapan-endapan aluvial dapat ditemui di sekitar daerah aliran sungai ( Simandjuntak, dkk, 1991). E. Genesa Nikel Laterit
Deposit Nikel laterit berasal dari batuan beku ultramafik yang kaya olivine seperti dunit dan peridotit. Faktor-faktor yang berperan penting dalam pembentukan deposit nikel laterit adalah : 1. Stabilitas Mineral ( struktur kristal, titik lebur ) 2. Reaksi Potensial ( reduksi / oksidasi ) 3. Ukuran Butir dan Bukaan Batuan ( porositas ) 4. Kondisi pH 5. Pergerakan Larutan
6. Klimaks ( temperatur , rainfall ) 7. Topografi 8. Air tanah 9. Komposisi batuan dasar Batuan ultramafik daerah Sorowako terdiri dari :
Dunit, yang mengandung olivin lebih dari 90% dan piroksen sekitar 5%.
Harzburgit, yang mengandung olivine sekitar 85% dan piroksen sekitar 15%.
Lherzolit, yang mengandung olivine sekitar 65% dan piroksen sekitar 35%.
Serpentinit, merupakan hasil perubahan dari batuan peridotit oleh proses serpentinisasi akibat hidrothermal. Faktor-faktor tersebut saling terkait secara kompleks. Ketika batuan
terangkat ke permukaan, secara gradual akan mengalami dekomposisi. Proses kimia dan mekanik yang disebabkan oleh udara, air, panas dan dingin akan menghancurkan batuan tersebut menjadi soil dan clay. Proses kimia dimulai pada batuan ultramafik sebagai batuan asal. Pada umumnya pelapukan ini terdiri dari beberapa tingkat, yaitu:
Pelarutan
Transportasi
Dan pengendapan kembali mineral.
Pada pelarutan, faktor yang terpenting adalah pH, solubility dan kestabilan mineral (Golightly,1979), sedangkan pada transportasi dan pengendapan kembali faktor yang berpengaruh adalah iklim, topografi, morfologi dan densitas. Hasil pelapukan akan ditransportasikan, kemudian diendapkan kembali. Proses ini akan
terjadi dengan baik pada permukaan tanah yang landai, keadaan morfologi dan topografi yang tidak terlalu curam. Hasil pelapukan akan ditransportasikan oleh air tanah atau air hujan. Mobilitas unsur dipengaruhi oleh berat jenis unsur, media transportasi, topografi dan lain-lain. Unsur-unsur dengan mobilitas besar mengalami proses pencucian (leaching ) dan migrasi, akhirnya terakumulasi pada zona oksidasi dan reduksi. Peridotit yang banyak mengandung olivin (0,3 % - 0,5 % Ni), magnesium silikat dan besi silikat, mengalami proses pelapukan secara kimiawi dan dipengaruhi oleh air tanah yang kaya akan CO2 dari udara luar atau tumbuhtumbuhan mengubah olivin, menyebabkan unsur-unsur dengan mobilitas sedang sampai tinggi akan mengalami leaching dan terakumulasi pada zona tertentu (pengkayaan). Oksidasi yang terbentuk, bereaksi dengan air membentuk limonite yang terakumulasi pada zona oksidasi. 4FeO + 3 H2O + O2
2Fe2O3 . 3H2O
Akibat pengaruh peredaran air tanah terjadi migrasi unsur-unsur yang mobile. Unsur Fe mempunyai mobilitas relatif kecil (0,01-0,03), akan terakumulasi pada zona limonite sebagai pengkayaan residu. Si dengan derajat mobilitas 0,5 – 1,0 dan Mg dengan mobilitas 1,0 mengalami proses pencucian (leaching). Sedangkan Ni sendiri dengan derajat mobilitas 0,03 – 0,12 mengalami proses pengkayaan sekunder dan umumnya terakumulasi pada zona saprolite (Golightly, 1979). Si dan Mg yang mengalami proses pencucian dan migrasi, akan mengikat Ni membentuk Ni – Silikat (Garnierit).
6(Ni, Mg) O + 4 SiO2 + 4 H2O
(Ni,Mg)2SiO10 (OH)8
(Garnierit)
Penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel-partikel silika. Di dalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral geotit FeO(OH), hematit (Fe 2O3) dan kobalt dalam jumlah kecil, membentuk mineral-mineral seperti karat dimana oksida besi diendapkan dekat dengan permukaan tanah, sedang magnesium, nikel, dan silika tertinggal dalam larutan, selama air masih asam, tetapi jika dinetrali sasi karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka zat-zat tersebut akan cenderung mengendap sebagai hydrosilikat atau magnesium hidrat silikat yang berwarna hijau yang disebut mineral garnierite [H2(Mg,Ni)SiO4 + H2O]. Adanya peredaran air tanah asam akan mengendapkan unsur-unsur tersebut di tempat yang lebih dalam pada zona pengkayaan dimana kandungan nikel pada zona tersebut terendapkan semakin banyak. Bijih nikel pada endapan laterit mempunyai kadar yang paling tinggi terdapat dekat dengan batuan dasar zone pelapukan dan diendapkan pada retakanretakan di bagian atas dari lapisan dasar / bedrock . Walaupun pada zona-zona tersebut terdapat Ni dengan kadar sangat tinggi, tapi Ni tersebut tidak ekonomis dikarenakan jumlahnya yang sangat sedikit bila dibandingkan dengan kadar Ni di sekitarnya yang terdapat dalam batuan dasar (0.3 Ni – 0.5 % Ni). Pengkayaan besi dan nikel terjadi melalui pemindahan magnesium dan silika, dimana besi dalam
material ini berupa mineral ferri oksida yang pada umumnya membentuk gumpalan. (Golightly, 1979) Endapan nikel yang bersifat silikat kadang disebut sebagai bijih serpentin, kebanyakan terjadi pada daerah beriklim tropis dimana curah hujan tinggi dengan vegetasi hutan yang lebat. Batuan ultramafik lapuk menjadi laterit dan singkapannya terdapat sepanjang pantai danau. Penampang pelapukan tebalnya berkisar antara 5 -10 meter. Bagian bawah merupakan bagian saprolite dari penampang di tempat tertentu dan kaya akan nikel. Lokasi endapan bijih ini secara sistematis bertalian dengan topografi. Struktur geologi sangat berpengaruh dalam pembentukan deposit, seringkali kadar nikel terbaik ditemukan sepanjang zona-zona kekar yang intensif dengan topografi yang mendukung. F. Profil Nikel Laterit a. Zona limonit
Zona ini terletak di bagian atas permukaan ,lunak dan berwarna coklat kemerahan hingga gelap dengan kadar air antara 25% sampai 35%, kadar nikel maksimal 1,3% dan di permukaan atas dijumpai lapisan iron capping . Zona ini merupakan kumpulan massa gutit, hematit dan limonite. Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineralmineral chromiferous. b. Zona Saprolit
Zona ini berwarna kuning kecoklatan agak kemerahan, terletak di bagian bawah dari lapisan limonite. Campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus
limonite,saprolitic rims, vein dari endapan garnierit, nickeliferous quartz , mangan dan pada beberapa kasus terdapat silica boxwork , bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke bedrock . Terkadang terdapat mineral kuarsa yang mengisi rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukan, clorite. Garnierit (H2(Mg,Ni)SiO4 + H2O) dilapangan biasanya diidentifikasikan sebagai colloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat. Lapisan ini terdapat bersama batuan yang keras atau rapuh dan sebagian saprolite. Kadar Ni 1,85%, Fe 16%, MgO 25%, SiO2 35%. Zona ini merupakan zona dengan keterdapatan ore yang bernilai ekonomis untuk ditambang. c. Batuan Dasar (B edrock )
Bagian terbawah dari profil laterit Lapisan ini merupakan batuan peridotit sesar yang tidak atau belum mengalami pelapukan . Secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis lagi (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar), berwarna kuning pucat sampai abu-abu kehijauan. Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierit dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni. Ketebalan dari masing-masing zona tersebut tidak merata, tergantung dari morfologi dan relief, umumnya endapan laterit terakumulasi banyak pada bagian bawah bukit dengan relief yang landai. Sedang relief yang terjal endapan semakin menipis, di samping adanya kecenderungan akumulasi mineral yang berkadar tinggi dijumpai pada zona-zona retakan, zona sesar dan rekahan pada batuan.
Gambar Penampang umum Nikel Laterit Sorowako (Osborne & Waraspati, 1986)
III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian
Penelitian
dilaksanakan pada wilayah konsesi pertambangan PT
International Nickel (PT INCO) Sorowako. Secara administratif daerah telitian terletak pada daerah Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Propinsi Sulawesi Selatan. Secara astronomis berada pada posisi 120 045’00” BT – 123030’00” BT dan 5 030’00” LS – 6030’00” LS.
U Danau
Mana
Daerah X
Palu
Kenda
Makassa
Gambar Peta Lokasi Penelitian (PT INCO)
B. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah pengolahan data hasil pemboran coring , yaitu berupa data kandungan unsur-unsur kimia ( Ni, Fe, Co, MgO, SiO 2, dan S/M), ketebalan Ni ore, ketebalan lapisan penutup (overburden), dan ketebalan waste. Data tersebut akan didukung oleh data lain seperti litologi, morfologi, topografi, interpretasi struktur kelurusan (lineament ) dari foto udara, elevasi dan lokasi titik bor. Penelitian ini dilakukan untuk membuat suatu model geologi Nikel laterit di daerah X. C. Prosedur Penelitian
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan maka penelitian ini akan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pendahuluan dan pengumpulan data, tahap analisa dan interpretasi, dan tahap penyelesaian serta penyajian data. 1. Tahap Pendahuluan Pada tahap ini dilakukan persiapan berupa kelengkapan administrasi, studi pustaka, pemilihan judul dan diskusi dengan dosen pembimbing. Tahap ini dilakukan di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Dan Teknologi Kebumian, Universitas Halu Oleo, Kendari. a. Penyusunan Proposal Penelitian Tahap ini dilakukan sebelum melakukan penelitian di PT. International Nickel Indonesia Tbk (PT. INCO Tbk ) b. Studi Pustaka
Melakukan studi pustaka yang menunjang penelitian mengenai geologi daerah telitian dan regional Sulawesi Selatan, sub geologi lembar Malili. Juga melakukan studi pustaka mengenai konsep pembentukan Nikel laterit. c. Pengumpulan Data Data utama dalam penelitian ini adalah data pemboran coring , dari data pemboran akan diperoleh data unsur-unsur kimia (Ni, Fe, Co, MgO, SiO 2, dan S/M), ketebalan dan kedalaman Ni ore. Data ini didukung oleh data litologi, morfologi, topografi, interpretasi struktur kelurusan (lineament ) dari foto udara, elevasi dan lokasi titik bor. Data-data tersebut akan diproses yang kemudian dianalisa dan diinterpretasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. 2. Tahap Analisa Dan Interpretasi Tahap pengolahan dan interpretasi melewati beberapa tahap untuk dapat mencapai tujuan penelitian. a. Analisa Data Kimia Analisa ini dilakukan di Kantor Mine Geology Evaluation (MGX) PT. INCO Tbk dan Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Dan Teknologi Kebumian, Universeitas Halu Oleo. Dari analisa ini akan didapatkan penyebaran persentase kandungan unsurunsur kimia dari batuan, adapun unsur yang dianalisa adalah (Ni, Fe, Co, MgO, SiO2, dan S/M). Kandungan unsur-unsur kimia tersebut ini diperoleh dari material hasil pemboran coring yang dianalisa di Process and Technology Laboratory PT. INCO Tbk dengan menggunakan metode X-Ray Flouroscence, yang kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk persentase. Data analisa dari laboratorium tersebut
terlebih dahulu divalidasi, dan dalam penelitian ini, prosentase kandungan unsur tersebut sudah mengalami validasi. Data kimia tersebut diolah dengan software Interdex dan Arcgis 10.2 dan akan disajikan dalam bentuk peta penyebaran kandungan unsur kimia. b. Analisa Geologi Analisa ini mencakup interpretasi struktur kelurusan, analisa kemiringan lereng dari data collar (XYZ) yang diproses dengan software Arcgis 10.2. Dari hasil analisa geologi ini dapat diketahui intensitas struktur dan derajat kemiringan lereng
pada daerah telitian. Data ini akan mendukung dalam
interpretasi intensitas struktur, zona lemah dan kemiringan lereng sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pengkayaan Ni. c. Analisa Karateristik Nikel Yang dilakukan pada analisa ini adalah analisa kedalaman, ketebalan dan penyebaran Ni ore, ketebalan dan penyebaran lapisan penutup Ni ore (overburden), ketebalan dan penyebaran waste, serta pembuatan penampang geologi daerah X untuk menggambarkan bentuk dan penyebaran Ni ore di bawah permukaan. Analisa ini dilakukan dengan menggunakan software Interdex dan Arcgis 10.2, dan akan disajikan dalam bentuk peta dan penampang geologi. 3. Tahap Penyelesaian Dan Penyajian Data Berdasarkan semua data yang diperoleh dari analisa dan interpretasi tersebut di atas akan dibuat suatu model geologi daerah X. Dalam hal ini menyangkut penyebaran unsur-unsur kimianya dan bentuk Ni ore bawah permukaan, dan akan disajikan dalam bentuk peta dan penampang setelah mengalami evaluasi. Setelah
melalui evaluasi dan pembahasan, maka akan didapatkan kesimpulan dari tujuan penelitian ini. Tahap ini dilakukan di Mine Geology Exploration (MGX) PT. INCO Tbk dan Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Ilmu Dan Teknologi Kebumian, Universitas Halu Oleo, Kendari.
KAJIAN PUSTAKA
METODE PENELITIAN
Studi Literatur
Analisa Geologi Analisa Data Kimia Analisa Karakteristik Pengamatan morfologi
PENGUMPULAN
Pen amatan sin ka an
Pengamatan litologi Data ketebalan Ni ore, overburden, dan waste Data persentase kandungan kimia Pengamatan struktur kelurusan melalui foto
PEMPROSESAN DAN ANALISIS DATA
Analisa Geologi
PENENTUAN MODEL GEOLOGI
: Interpretasi foto udara, topografi, kelurusan. Analisa Data Kimia : Pembuatan dan pengamatan penyebaran unsur kimia(Ni, Fe, Co,MgO, SiO2, dan S/M) Analisa Karakteristik Ni : Pembuatan peta kedalaman, ketebalan dan penyebaran Ni ore, waste dan overburden, serta penampang geologi.
LAPORAN
Gambar Diagram Alir Penelitian
D. Jadwal Kegiatan
Tabel Rencana Kegiatan Penelitian April No.
Rencana Kegiatan
1
Orientasi Lapangan
2
Pengambilan Data Lapangan
3
Pengolahan Data
4
Pembuatan skripsi
Mei
Minggu
Minggu
Minggu
Minggu
Minggu
Minggu
Minggu
Minggu
1
2
3
4
5
6
7
8
Keterangan : = Sudah Berjalan
= Akan Berjalan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, W., 1977. Geology Along the Matano Fault Zone East Sulawesi, Indonesia. ( PT INCO, Soroako ). Ahmad, W., 2002. Nickel Laterites-A Short Course : Chemistry, Mineralogy, and Formation of Nickel Laterites ( unpublished ), 98 p. Boy Surya Adhitya, 2000. Pelatihan dalam explorasi dan pertambangan deposit nikel laterit di P.T. INCO Soroako. Unpublished. Golightly, J.P.,1979. Nickeliferous Laterites : A General Description. International Laterit Symposium New Orleans, Feb 19-21, 1979. Hamilton, W., 1979. Tectonics of Indonesian region. United States Government Printing Office, Washington. M. J. McFarlane, 1976. Laterite and Landscape. Academic Press London, New York, San fransisco. A Subsidiary of Harcourt Brace Jovanovich, publishers. Simanjuntak, T. O., Surono dan Sukido, 1992, Geologi Lembar Malili Sulawesi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Suratman, 2000. Geologi dan Endapan Ni-Laterit Soroako Sulawesi Selatan , in The Proceeding The XXIX Annual Convention of the Association of Indonesian Geologists, Vol. 2, Bandung.