KAJIAN
TANGGU G JAWAB SOSIAL PERUSA AAN TAMBANG ntara Pem erdayaan Sosial & Keama nan Sosial
Penulis : Syahrul Mustofa, S.H.,M.H S.H.,M.H
Diterbitkan Oleh : Yayasa Lembaga Bantuan ukum usa Tenggara Barat Tahun 2010
12
KATA PENGANTAR Kajian tentang CSR (Corporate (Corporate Social Responsibility) Responsibility) PT.NNT menjadi sangat penting untuk dilaksanakan, karena selama ini masyarakat tidak mengetahui antara dana CSR dengan dana “Bantuan” atau “Pertolongan”, sejak masa ekplorasi hingga sekarang yang ditahu oleh masyarakat di wilayah lingkar tambang khususnya, dan umumnya KSB bahwa dana yang diberikan PT.NNT adalah semata karena kebaikan hati perusahaan. Padahal, dalam pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) yang terbaru, yakni UU Nomer 40 Tahun 2007 adalah sebuah “keharusan” tanggung jawab sosial perusahaan. Keberadaan CSR ini seiring dengan meningkatnya kerusakan lingkungan, berkurangnya
harmonisasi sosial dan terjadinya perubahan social ekonomi
dimasyarakat, beban tersebut salah satunya disebabkan karena proses industri pertambang PT.NNT. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan CSR yang dilakukan oleh PT.NNT di wilayah lingkar tambang di Kabupaten Sumbawa Barat yang sesuai dengan visi korporasi dan amanat pasal 74 Undangundang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan untuk mengetahui apa saja kendala-kendala yang dihadapi oleh perusahaan dalam implementasinya. Diharapkan dari hasil studi ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi pemerintah daerah KSB dalam pengambilan kebijakan di masa sekarang maupun di masa mendatang. Lembaga Bantuan Hukum Nusa Tenggara Barat (LBH-NTB) sebagai lembaga sosial yang bergerak dalam issue demokrasi, penegakkan hukum dan HAM sangat
berkepentingan
untuk
mendorong
terjadinya
proses
peningkatan
kesejahteraan masyarakat di KSB—melalui kerjasama dengan BAPPEDA KSB, kami sangat berterima kasih karena inisiatif BAPPEDA KSB untuk melaksanakan program ini—dan tentu akan sangat membantu KSB dalam mempersiapkan KSB pasca tambang. Kami ucapkan terima kasih kepada Bupati dan Wakil Bupati KSB, kepala Bappeda KSB, serta para staf PEMDA serta seluruh pihak yang telah membantu selesainya kajian ini. Kami menyadari bahwa hasil kajian ini masuh jauh dari harapan, karena karena itu saran dan kritik untuk penyempurnaan hasil kajian ini kami harapkan. Demikian atas perhatian dan kerjsamanya diucapkan terima kasih. Penulis Syahrul Mustofa, S.H.M.H 13
ABSTRACT Dana CSR (Corporate (Corporate Social Responsibility) Responsibility) adalah sesungguhnya berdasarkan pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) UU Nomor 40 Tahun 2007 adalah sebuah “keharusan” tanggung jawab sosial perusahaan. PT.NNT sebagai Perusahaan Multinasional Corporation adalah merupakan perusahaan tambang pertama di NTB yang melakukan ekploitasi dan telah melaksanakan program pemberdayaan masyarakat melalui dana CSR. Namun, persoalannya adalah apakah dana CSR tersebut telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan? Sejauhmanakah dampak keberadaan PT.NNT terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat setempat dan apakah masyarakat setempat memperoleh manfaat atas keberadaan dana CSR? Tantangan dan kendala apasajakah yang selama ini dihadapi dalam pengelolaan dana CSR? Peran dan fungsi apakah yang harus dijalankan Pemerintah daerah dalam merespons keberadaan dana CSR? Program apakah yang sesungguhnya yang dibutuhkan masyarakat setempat? Penelitian ini berusaha untuk menjawab beberapa pertanyaan diatas dengan melakukan kajian kualitatif, pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui FGD (Focus group discussion) yang dilaksanakan di desa, khususnya lingkar tambang, melakukan indept interview kepada para tokoh masyarakat, agama, pemuda setempat yang mengalami atau mengetahui dampak langsung maupun tidak langsung dari keberadaan PT.NNT dan dana CSR, serta mengetahui permasalahan dan kebutuhan masyarakat lingkar tambang. Dari hasil penelitian telah terjadi perubahan sosial ekonomi masyarakat, tantangan kehidupan yang dialami masyarakat diwilayah lingkar tambang semakin berat, biaya ekonomi yang tinggi, tingkat persaingan dan kesenjangan ekonomi, meningkatnya potensi konflik sosial dan berbagai persoalan lainnya berlangsung begutu cepat dan dinamis. Berbagai program baik dari pemerintah daerah maupun dari PT.NNT melalui dana CSR diharapkan dapat mengatasi gap sosial, ekonomi, politik dan budaya yang terjadi saat ini. Kemiskinan dan keterbelakangan penduduk lokal diharapkan menjadi skala prioritas penanganan masyarakat diwilayah lingkar tambang. Perlu ada perubahan orientasi kebijakan dari perusahaan maupun pemerintah daerah dalam memandang keberadaan masyarakat lingkar tambang, bahwa tidak semua masyarakat lingkar tambang hidup dalam kemapan ekonomi dan sosial. Bahkan, justeru kemiskinan tertinggi adalah di wilayah lingkar tambang (data BPS dan BLT tahun 2006/2007). Oleh sebab itu dibutuhkan adanya perubahan paradigma dan kebijakan terhadap pembangunan masyarakat di wilayah lingkar tambang.
14
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN ................................. .......................................................... ................................................... ..................................... ........... 1 Latar Belakang................................................... .............................................................................. ............................................. ........................... ......... 1 1.1. Tujuan.................................................................... ............................................................................................... ............................................ ................. 9 1.2.Ruang 1.2. Ruang Lingkup .............................................................. ........................................................................................ .................................... .......... 9 1.2.1.
Manfaat ............................................. ........................................................................ ................................................. ............................ ...... 9
1.3. Sistematika Penulisan .............................................. ......................................................................... ........................................ .............10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................... .......................................................................... .................................... ......... 13 2.1.Hasil 2.1. Hasil Kajian (Assasement Program CSR PT.NNT untuk wilayah lingkar tambang)............................................ ........................................................................ ................................................. .................................. ............. 13 2.1.1.
Pengertian Corporate Sosial Responsibility (CSR) dalam praktek ..... 6
2.1.2. Wacana CSR dari berbagai perspektif ...................................... ................................................. ........... 23 2.2. Landasan Teori ............................................. ........................................................................ ............................................. ..................... ... 28 2.2.1. CSR Sebagai Kewajiban Perusahaan ................................................ ................................................... ... 28 BAB III METODOLOGI METODOLOGI ............................................................... ................................................................................... ............................. ......... 43 3.1. Desaign Penelitian .................................................. ............................................................................. ...................................... ........... 43 3.2. Lokasi dan Subyek Penelitian .................................................. .................................................................... ..................... ... 45 3.3. Metode Pengumpulan Data ......................... .................................................... ............................................... ...................... .. 43 3.3.1. Tahapan Pengumpulan Data ............................................... ................................................................. .................. 47 3.4. Metode Analisis Data .................................................. ........................................................................... .................................. ......... 48 3.4.1. Keabsahan Data ..................................... ................................................................ ............................................. ..................... ... 49 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................ ................................................ 52 Gambaran Umum Kondisi Kabupaten Sumbawa Barat (Sebelum dan Sesudah keberadaan PT.NNT ........................................................... .................................................................................... .................................. ......... 52 4.1. Hasil Penelitian ................................. ............................................................ .............................................. ................................. .............. 86 4.1.1. CSR dalam Konteks Hukum Pertambangan .......................................... .......................................... 86 4.1.2. Obyek dan Ruang Lingkup Kegiatan Hukum Pertambangan ............... 88 4.1.3. Azas-azas hukum Pertambangan ..................................................... .......................................................... ..... 89 4.1.4. Sumber-sumber Hukum Pertambangan ............................................... ............................................... 93 4.2. Pembahasan............................................... .......................................................................... ............................................. ........................ ...... 99 4.2.1. Alasan-alasan Perusahaan Melaksanakan CSR .................................... .................................... 99
4.2.2. Efektifitas
Konsep
CSR
Dalam
Menangani
Permasalahan-
Permasalahan Sosial ............................................ ...................................................................... ................................................... ......................................... ................ 101 ............................................................. ............................. 103 4.2.3. Parameter Keberhasilan CSR ..................................
4.2.4. Program CSR PT.NNT untuk daerah Lingkar Tambang di KSB ....... 106
15
4.2.5. Parameter Keberhasilan Pelaksanaan CSR oleh PT.Newmont Nusa Tenggara Barat ................................................. ............................................................................ ................................... ........ 115 BAB V PENUTUP.............................................. ......................................................................... ............................................. ............................ .......... 119 5.1. Kesimpulan ............................................................. ..................................................................................... ..................................... ............. 119 5.2. Rekomendasi ................................................. ............................................................................ ............................................. ...................120 .120
16
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Corporate Social Responsibility atau yang lebih di kenal dengan sebutan (CSR) kini semakin meroket dan marak diterapkan perusahaan di berbagai belahan dunia. Menguatnya terpaan prinsip good corporate gorvernance t elah elah mendorong CSR semakin menyentuh ”jantung hati” dunia bisnis. Di Indonesia, CSR sekarang dinyatakan lebih tegas lagi dalam Undang Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007.. Pendapat Milton Friedman yang menyatakan bahwa tujuan utama korporasi adalah memperoleh profit semata, semakin ditinggalkan. Sebaliknya, konsep triple bottom line (profit, planet, people) yang digagas John Elkington semakin masuk ke mainstream etika bisnis. Persoalannya, hingga kini masih banyak perusahaan yang sekadar membagi-bagikan mie instant saat bencana alam atau menyumbang uang kepada Karang Taruna untuk perayaan 17 Agustus-an, sudah merasa melakukan CSR.Karenanya,
Penelitian,
seminar
dan
diskusi
pemahaman tentang CSR senantiasa signifkan.
untuk
memperkaya
Pengertian CSR sangat
beragam. Intinya, CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan community development. Ditinjau dari motivasinya, keempat nama itu bisa dimaknai sebagai dimensi atau pendekatan CSR. Jika corporate giving bermotif amal atau charity, corporate philanthropy bermotif kemanusiaan, dan corporate community relations bernafaskan tebar pesona, maka community development d evelopment lebih bernuansa pemberdayaan. Dalam konteks pemberdayaan, CSR merupakan bagian dari policy perusahaan yang dijalankan secara profesional dan melembaga. CSR kemudian identik dengan CSP (corporate social policy), yakni strategi dan roadmap perusahaan yang mengintegrasikan tanggung jawab ekonomis korporasi dengan tanggung jawab legal, etis, dan sosial sebagaimana konsep piramida CSR-nya Archie B. Carol. Dalam literatur pekerjaan sosial (social work), CSR termasuk dalam gugus Pekerjaan Sosial Industri,
industrial social work atau
17
occupational social work. work. Pekerjaan Sosial Industri mencakup pelayanan sosial internal dan eksternal. Dengan menggunakan dua pendekatan, sedikitnya ada delapan kategori perusahaan. Perusahaan ideal memiliki kategori reformis dan progresif. Tentu saja, dalam kenyataannya, kategori ini bisa saja saling bertautan. a.
Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran CSR: •
Perusahaan Minimalis. Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk kategori ini.
•
Perusahaan Ekonomis. Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi, namun anggaran CSR-nya rendah (perusahaan besar, namun pelit).
•
Perusahaan Humanis. Humanis. Meskipun profit perusahaan rendah, proporsi anggaran CSRnya relatif tinggi. Disebut perusahaan dermawan atau baik hati. Perusahaan Reformis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang tinggi. Perusahaan seperti ini memandang CSR bukan sebagai beban, melainkan sebagai peluang untuk lebih maju.
b. Berdasarkan tujuan CSR: apakah untuk promosi atau pemberdayaan
masyarakat: •
Perusahaan Pasif . Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan
jelas:
bukan
untuk
promosi,
bukan
pula
untuk
pemberdayaan. Sekadar melakukan kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat promosi dan CSR sebagai hal yang kurang bermanfaat bagi perusahaan. perusahaan. •
Perusahaan Impresif . CSR lebih diutamakan untuk promosi daripada untuk pemberdayaan. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan mementingkan ”tebar pesona” ketimbang ”tebar karya”.
•
Perusahaan Agresif . CSR lebih ditujukan untuk pemberdayaan ketimbang promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata ketimbang tebar pesona.
•
Perusahaan Progresif . Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan promosi dan sekaligus pemberdayaan. Promosi dan CSR dipandang sebagai kegiatan yang bermanfaat dan menunjang satu-sama lain bagi kemajuan perusahaan.
18
Suatu kawasan yang merupakan pusat pertumbuhan seringkali menjadi pusat aksi perubahan sosial terhadap kawasan disekitarnya. Perubahan sosial pada umumnya disebabkan karena terjadinya transformasi berbagai bidang kehidupan masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal. Proses transformasi yang tak terkendali akan dapat menimbulkan kesenjangan sosial, yang pada akhirnya dapat berdampak pada instabilitas kawasan. Timbulnya instabilitas dalam kawasan atau di sekitar kawasan pusat pertumbuhan akan berdampak terhadap terganggunya terganggunya aktivitas pertumbuhan pertumbuhan itu sendiri. Kegiatan penambangan Batu Hijau oleh PT.Newmont Nusa Tenggara, di Kecamatan
Sekongkang
kabupaten
Sumbawa
barat
termasuk
kategori
penambangan skala besar. Dengan demikian, berbagai aktivitas yang terkait dengan penambangan tersebut mulai dari tahap persiapan dan konstruksi, terlebih tahap produksi dapat menimbulkan transformasi yang berimplikasi pada terjadinya perubahan sosial. Secara teoritis, perubahan sosial dapat bermuatan positif (konstruktif) (konstruktif) dan negatif (deduktif). (deduktif). Kecenderungan perubahan sosial, baik yang konstruktif maupun desdruktif antara lain timbulnya karena terjadi transformasi usaha dan tenaga kerja, serta transformasi sosial budaya lainnya. Dimulai sejak tahap persiapan kegiatan penambangan telah terjadi pembebasan tanah masyarakat dan tanah negara. Kegiatan pembebasan lahan tersebut menimbulkan perubahan orientasi. Pola pekerjaan dan perilaku masyarakat secara umum. Sedangkan pada
tahap
konstruksi
ditujukkan
dengan
berkembangnya
aktivitas
pembangunan fisik prasarana. Hal ini jelas akan membuka kesempatan kerja dan peluang berusaha bagi sebagian masyarakat, baik masyarakat lokal maupun masyarakat dari daerah lain. Peluang berusaha tentu menjadi daya tarik datangnya pekerja dari luar dan tinggal berdomisili di lokasi sekitar kawasan penambangan. Dengan demikian akan timbul proses asimilasi, akulturasi dan sejenisnya yang bedampak juga pada perubahan sosial masyarakat. Dari pengalaman yang ada, diketahui bahwa pada tahap konstruksi, jumlah serapan tenaga kerja paling banyak, baik tenaga kerja luar daerah maupun tenaga kerja lokal. Dengan demikian, arus perubahan sosial sesungguhnya dimulai dan meningkat pesat pada tahapan konstruksi tersebut. Pada tahapan produksi, jumlah tenaga kerja secara akumulatif menurun sejalan dengan berkurangnya peluang kerja yang tersedia. Namun demikian, kegiatan produksi tersebut tetap membawa dampak terhadap perubahan sosial masyarakat. PT.Newmont Nusa Tenggara (PT.NNT) sebagai pelaksana proyek penambang di Kabupaten Sumbawa Barat sejak awal telah mengantisipasi terjadinya perubahan sosial, 19
terutama yang dinilai negatif khususnya oleh masyarakat lokal. Antisipasi tersebut antara lain dilakukan dengan melakukan Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL). Disamping itu telah dilakukan pembinaan kepada masyarakat setempat dengan melibatkan berbagai pihak seperti; Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Pemerintah Daerah. Pembinaan tersebut diharapkan agar masyarakat setempat dapat menikmati dan memanfaatkan peluang ekonomi yang berkembang di kawasan penambangan tersebut. Namun demikian, tidak semua kegiatan pembinaan tersebut dinilai berhasil atau menghasilkan perubahan sosial yang dinilai positif. Persoalan yang terkait dengan perubahan kultural dinilai sebagai aspek perubahan yang sulit diprediksi dan dikendalikan secara baik. Hal ini antara lain disebabkan karena aspek kultural terkait dengan aspek perilaku masyarakat secara umum. CSR (Corporate (Corporate Social Responsibility) Responsibility) merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 UndangUndang Perseroan Terbatas (UUPT) yang terbaru, yakni UU Nomer 40 Tahun 2007. Melalui undang-undang ini, industri atau korporasi-korporasi wajib untuk melaksanakanya, tetapi kewajiban ini bukan suatu beban yang memberatkan. Perlu diingat pembangunan suatu negara bukan hanya tangungjawab pemerintah dan industri saja, tetapi setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat. Industri dan korporasi berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan pula faktor lingkungan hidup.1 Melihat pada
kondisional
semcam
ini
maka
penulis
mencoba
mengangkat
permasalahan ini kepermukaan. Penulis menganggap bahwa pengambilan judul
diatas
cukup
strategis. Pertama, Pertama,
sebab
sebenarnya
konsep
tanggungjawab sosial perusahaan telah dikenal sejak awal 1970, yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholder, stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyrakat, lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Seiring perjalanan waktu, di satu sisi sektor industri atau korporasi-korporasi skala besar telah mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi di sisi 1
Chairil N. Siregar, Analisis Sosiologis Terhadap Implementasi CSR Pada Masyarakat Indonesia ,
hal.285
20
lain eksploitasi sumber-sumber daya alam oleh sektor industry sering kali menyebabkn kerusakan lingkungan. Kedua, Kedua, adalah sebagai upaya untuk menegaskan
hubungan
perusahaan
dengan
aktifitas
perniagaan
yang
diselenggarakan oleh para perusahaan. Dalam konteks perniagaan yang diselenggarakan terdapat hubungan timbal-balik antara personal perusahaan secara internal dan antara internal perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan. Corporate Social Responsibility adalah suatu bagian hubungan perniagaan yang melibatkan perusahaan di satu pihak dan masyarakat sebagai lingkungan sosial perusahaan di pihak yang lain. Ketiga, Ketiga,2 CSR adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat domisili. Secara teoritik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggungjawab moral suatu peusahaan terhadap para stakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat di sekitar wilayah kerja atau oprasionalnya. Di tahun 1970-an, topik CSR mengemuka melalui tulisan Milton Friedman tentang bentuk tunggal tanggungjawab sosial dari kegiatan bisnis. Bahkan Estes3 menilai bahwa roh atau semangatnya telah ada sejak mula berdirinya perusahaan-perusahaan (di Inggris), yang tugas utamanya adalah untuk membantu pemerintah dalam memberikan pelayanan dan memenuhi kebutuhan masyarakat sikap dan pendapat pro-kontra selalu merupakan bagian dari sejarah kehidupan perusahaan dan perkembangan konsep CSR itu sendiri. Pro dan kontra terhadap perkembangan CSR terus bergulir. Salah satunya, apakah tanggungjawab sosial tersebut sifatnya wajib atau sukarela, dimana ketika kegiatan Corporate Social Responsibility (untuk selanjutnya disebut CSR) diwajibkan dalam Undang-Undang. Nomer 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU.PT), Sontak menuai protes. Pasalnya aktivitas CSR diasumsikan sebagai aktivitas berdasarkan kerelaan dan bukanya ”paksaan”. Memang bibit-bibit CSR berawal dari semangat filantropis perusahaan. Namun, tekanan dari komunitas yang keras, terutama ditengah masyarakat yang kritis semacam masyarakat Eropa, yang menjadikan CSR menjadi semacam social license to operation, dan ini dilakukan oleh komunitas, bukan oleh negara.4 Kritik lainnya, dalam pelaksanannya CSR masih memiliki
2
Kutipan B Tamam Achda, anggota komisi VII DPR-RI, Konteks Sosiologis Perkembangan CSR dan Implementasinya , hal.3 3 Jean Marten, ibid., hal.10 4 Dikutip dari A.B. Susanto, Corporate Social Responsibility The Jakarta Consulting Group, 2007, hal. 3 ,
21
kekurangan. Program-program CSR yang banyak dijalankan oleh perusahaan yang hanya memiliki memiliki pengaruh jangka pendek pendek dengan skala yang yang terbatas. Program-program CSR yang dilaksanakan seringkali kurang menyentuh akar permasalahan komunitas yang sesungguhnya. Seringkali pihak perusahan masih mengangap dirinya sebagai pihak yang paling memahami kebutuhan komunitas, sementara komunitas dianggap sebagai kelompok pinggiran yang menderita sehingga memerlukan bantuan perusahaan. Di samping itu, aktivitas CSR dianggap hanya semata-mata dilakukan demi terciptanya reputasi perusahaan yang pasif bukan demi perbaikan kualitas hidup komunitas dalam jangka panjang.5 Kritik lain dari pelaksanaan CSR adalah karena seringkali diselenggarakan dengan jumlah biaya yang tidak sedikit, maka CSR identik dengan perusahan besar yang ternama. Yang menjadi permasalahan adalah dengan kekuatan sumberdaya yang ada dengan kekuatan sumber daya yang dimilikinya, perusahan-perusahan besar dan ternama ini mampu membentuk opini publik yang mengesankan seolah-olah mereka telah melaksanakan CSR, padahal yang dilakukanya hanya semata-mata hanya aktivitas filantropis, filantropis, bahkan boleh jadi dilakukan untuk menutupi perilakuperilaku yang tidak etis serta perbuatan melanggar hukum.6 Diidentikkannya CSR dengan perusahaan besar dan ternama membawa implikasi lain. Bila perusahaan besar dan ternama tersebut melakukan perbuatan yang tidak etis bahkan melanggar hukum, maka sorotan sor otan tajam publik akan mengarah kepada mereka. Namun bila yang melakukanya perusahaan kecil atau menengah yang kurang ternama, maka publik cenderung untuk kurang peduli, ataupun perhatian yang diberikan tidak sebesar bila yang melakukannya adalah perusahaan besar yang ternama. Padahal perilaku-perilaku yang tidak etis serta perubahan melanggar hukum yang dilakukan oleh siapapun tidak dapat diterima.7 Seberapa penting CSR bagi perusahaan tetap menjadi wacana dalam praktis bisnis, pro dan kontra ini tidak bisa dilepaskan dari fenomena perbenturan kepentingan antara pencapaian profit dengan pencapaian tujuan sosial. Perusahaan juga harus bertanggungjawab terhadap aktivitas-aktivitas untuk meminimalkan dampak negative dari sisa produk yang dihasilkan, penanganan limbah maupun ”sampah” dari produk yang sudah terpakai, seperti
5 6 7
Margiono , Menuju Corporate Social Leadersip , Suara Pembaruan, 11 Mei 2006 Ari Margono, ibid., Ari Margono,ibid.,
22
kemasan, namun kesemuanya hanya dapat terlaksana secara efektif dan efisien bila didukung sistem manajemen yang baik, serta dilandasi oleh budaya perusahaan yang peduli terhadap lingkungan, dimana hal ini dapat dilakukan terutama pada perusahan-perusahaan besar. Karena itu salah satu cara untuk menyebarkan ide-ide “hijau” adalah dengan mendorong perusahan-perusahaan besar agar memaksa para pemasoknya atau sub kontraknya untuk lebih ramah terhadap lingkungan. Tekanan masyarakat agar perusahan lebih peduli kepada lingkungan merupakan kesempatan untuk memperkuat antara perusahaan dengan konsumen, bahkan dapat dijadikan keunggulan kompetitif. Konsumen yang semakin sadar terhadap isu lingkungan akan mencari produk yang bersahabat dengan lingkungan. Sebagai dampak ikutannya perusahaan akan mencari pemasok yang bisa memecahkan persoalan-persoalan lingkungan. Hubungan antar perusahaan pun akan berubah, karena sama-sama ditekan untuk menjadi hijau. Maka banyak perusahaan, terutama perusahaan besar, mulai cerewet terhadap perusahaan-perusahaan pemasoknya. Bagi perusahaanperusahaan besar reputasi adalah aset terpenting aset terpenting perusahaan. Walaupun hanya belakangan ini ini istilah CSR dikenal, sesungguhnya sesungguhnya aktivitas community outreach atau penjangkauan masyrakat sudah dilakukan oleh perusahaan sejak dahulu kala. Bentuk community outreach yang paling primitif adalah corporate philanthropy. Yang philanthropy. Yang terakhir ini merupakan sebuah usaha yang dilakukan oleh perusahaan, atau seseorang, untuk memberikan dana kepada individu atau kelompok masyarakat, misalnya dalam bentuk beasiswa.8 Seiring waktu berlalu, Corporate philanthropy (CP) kemudian berkembang menjadi Corporate Social Responcibility (CSR). CSR berbeda dengan philanthropy dari dimensi keterlibatan si pemberi dana dalam aktivitas yang dilakukannya. Kegiatan CSR seringkali dilakukan sendiri oleh perusahaan, atau dengan melibatkan pihak ketiga (misalnya yayasan atau lembaga swadaya masyarakat) sebagai penyelenggara kegiatan tersebut. Yang jelas, melalui CSR perusahaan jauh lebih terlibat dan terhubung dengan pihak pertama (beneficiaries (beneficiaries)) dalam aktivitas sosial dibandingkan dengan CP. Aktivitas sosial yang dilakukan melalui CSR pun jauh lebih beragam.9 CP maupun CSR biasanya dilakukan oleh para miliyoner ataupun perusahaan multinasional yang memiliki pendapatan yang tinggi. Oleh karena itu. Banyak kegunaan dari usaha menengah dan kecil untuk melakukan CP dan CSR. Namun dalam praktiknya, CP maupun CSR sering dilakukan sebagai salah satu bagian dari promosi produk, atau yang sering 8
Dikutip dari Ari Margono, Menuju Corporate social Leadership Suara Pembaharuan,11 Mei 2006 Ari Margono, ibid., ,
9
23
disebut sebagai social-marketing.10 Newmont Mining Corporation merupakan perusahaan penghasil emas terkemuka yang beroperasi di lima benua. Didirikan pada tahun 1921 di kota New York dan didaftarkan pada Bursa Saham New York (NYSE) sejak tahun 1925, Newmont juga terdaftar di Bursa Saham Australia dan Toronto, dengan domisili hukum di Denver, Colorado, Amerika Serikat. Sebagai perusahaan publik yang terdaftar di bursa saham terkemuka di dunia Newmont terikat pada standar profisiensi yang tinggi serta kepemimpinan di bidang-bidang manajemen lingkungan dan social kemasyarakatan, Agar perubahan sosial yang bersifat negatif pada masa sekarang dan akan datang dapat ditekan seminimal mungkin. 1.2. Tujuan Tujuan dari studi adalah untuk melakukan Assasement Program CSR PT.NNT untuk masyarakat Lingkar Tambang di Kabupaten Sumbawa Barat. Selain itu juga akan menjadi bahan rujukan bagi Pemerintah Daerah dalam pembuatan perjanjian kerjasama daerah. 1.3. Ruang Lingkup, manfaat kajian. Ruang lingkup pekerjaan yang akan ditangani pada pekerjaan penyusunan Kajian (Assesment Program CSR PT.NNT untuk Daerah Lingkar Tambang) ini adalah: 1.
Pengumpulan informasi mengenai mengenai data yang telah ada
2.
Analisa dan Evaluasi
3.
Draft Rekomendasi
4.
Konfirmasi dan Klarifikasi
5.
Laporan yang meliputi kegiatan kerjasama daerah dan peraturanperaturan kerjasama daerah
1.3.1. Manfaat Dengan disusunnya Kajian ( Assasement Program CSR PT.NNT Untuk Daerah Lingkar Tambang di Kabupaten Sumbawa barat) diharapkan dapat bermanfaat untuk : a. Bagi Pemerintah Daerah, kajian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
bahan
masukan
khususnya
Badan
Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumbawa Barat sebagai salah satu sumber hukum dalam pembuatan perjanjian kerjasama daerah. 10
Ari MArgono, ibid.,
24
b. Secara operasional memberikan kontribusi praktis atau bahan masukan bagi para perumus dan pelaksana kebijakan pembangunan ditingkat daerah. c. Sebagai dokumentasi perencanaan makro pemerintah daerah. d. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi khususnya bagi kalangan akademik, pihak swasta, dan masyarakat. e. Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman yang berharga dalam memperluas wawasan dan pengetahuan, pengembangan diri, serta menumbuhkan kepedulian mengenai permasalahan-permasalahan yanag berkaitan dengan program CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan
dalam
membantu
pemerintah
daerah
untuk
melaksanakan pengentasan kemiskinan di daerah. 1.4. Sistematika Penulisan dan penyusunan laporan 1.
Metode Penyusunan Kajian ini diawali dengan melakukan penelitian dan pengumpulan-
•
pengumpulan data – data masalah kerjasama daerah. Analisa proses dan hasil penelitian dilakukan secara terbuka dan
•
partisipatif melalui pelibatan para pihak yang berkepentingan dalam penyusunan Kajian (Assesment Program CSR PT.NNT untuk Daerah Lingkar Tambang). 2.
Sistematika Penulisan Sistematika Penulisan Penyusunan Kajian (Assesment Program CSR PT.NNT untuk Daerah Lingkar Tambang) adalah sebagai berikut : Cover Daftar Isi •
Kata Pengantar
•
Daftar Isi
•
Daftar Tabel
•
Daftar Gambar
•
Daftar Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan 1.3. Ruang Lingkup dan Sumber Dana 1.4.
Sistematika Penulisan
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Hasil Kajian (Assesment Program CSR PT.NNT untuk Daerah Lingkar Tambang) 1.2. Landasan Teori BAB III
METODOLOGI
1.1. Desaign Penelitian 1.2. Lokasi dan Subyek Penelitian 1.3. Metode Pengumpulan Data 1.4 Metode Analisis Data BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.1. Hasil Penelitian 1.2. Pembahasan BAB V
PENUTUP
1.1. Kesimpulan 1.2. Rekomendasi Daftar Pustaka Lampiran-lampiran 3.
Teknik Penulisan Tulisan dibuat dengan menggunakan ketikan font 11 karakter huruf tahoma, dengan jarak pengetikan 1 ½ spasi dalam setiap paragraf. Ukuran dibuat dengan kertas A4 dengan berat 80 gram, dengan ketentuan sisi kanan 4,0 cm, sisi kiri 2,5 cm, sisi atas 2,5 cm dan sisi bawah 2,5 cm.
4.
Model Penulisan Laporan Laporan dibuat dalam model tulisan ilmiah dengan menggunakan bahasa indonesia yang ilmiah dan sistematik dan diharapkan dapat dipahami secara makro oleh pemangku kepentingan dan Penyusunan Rencana Induk Teknologi Informasi Kabupaten Sumbawa Barat.
26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Kajian ( Assesment Program CSR PT.NNT untuk Daerah Lingkar Tambang) 2.1.1. Pengertian Corporate Sosial Responsibility (CSR) dalam praktek Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) in Fox, et al (2002), definisi Corporate social responsibility atau tanggung jawab perusahaan secara sosial adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut masyarakat setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan
kualitas
kehidupan.
Corporate
social
responsibility
merupakan proses penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders baik secara internal (pekerja, shareholders dan penanam modal) maupun eksternal (kelembagaan pengaturan umum, anggota-anggota masyarakat, kelompok masyarakat sipil dan perusahaan lain). Dengan demikian, tanggung jawab perusahaan secara sosial tidak hanya terbatas pada konsep pemberian donor saja, tapi konsepnya sangat luas dan tidak bersifat statis dan pasif, hanya dikeluarkan dari perusahaan, akan tetapi hak dan kewajiban yang dimiliki bersama antar stakeholders. Konsep corporate social responsibility melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumberdaya masyarakat, juga masyarakat setempat (lokal). Kemitraan ini, seperti telah disebutkan pada paragraf sebelumnya, tidaklah bersifat pasif dan statis. Kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antar stakeholders. Konsep kedermawanan perusahaan (corporate (corporate philanthropy) philanthropy) dalam tanggung jawab sosial tidak lagi memadai, karena itu konsep tersebut tidak melibatkan kemitraan tanggung jawab perusahaan secara sosial dengan stakeholders lainnya. Konsep penanaman modal perusahaan secara sosial lebih arif terdengar dan menyiratkan tanggung jawab sosial tanpa paksaan 27
bagi perusahaan, sebagai hak dan kewajiban yang patut dilaksanakan untuk keberlanjutan perusahaan khususnya dan pembangunan stakeholder umumnya. Hubungan corporate dengan stakeholder tidak lagi b ersifat pengelolaan tapi sekaligus melakukan kolaborasi, yang dilakukan secara terpadu dan berfokus pada pembangunan kemitraan. Kemitraan ini tidak lagi bersifat penyangga organisasi, tapi menciptakan kesempatan-kesempatan dan keuntungan bersama, untuk tujuan jangka panjang dan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan tujuan, misi, nilai-nilai dan strategi-strategi tanggung jawab perusahaan secara sosial. Berikut di bawah ini digambarkan model kerjasama stakeholders:
INVESTOR KELOMPOK
PEMERINTAH
SUPPLIESS
POLITIK
FIRM
CUSTOMERS
ASOSIASI PERDAGANGAN
PARA PEKERJA
MASYARAKAT
Gambar 1. Model kerjasama antar stakeholders Dari gambar di atas menunjukan kemitraan antar stakeholders sesuai dengan definisi tanggung jawab perusahaan secara sosial di atas, dimana tanggung jawab sosial yang mulanya diberikan oleh perusahaan pada kesejahteraan stakeholders lain pada akhirnya mengumpan balik pada corporate kembali. Kemitraan ini menciptakan pembagian keuntungan bersama, dan tidak menciptakan persaingan negatif yang berpengaruh pada keberlanjutan perusahaan tersebut. Perusahaan merupakan salah satu sendi kehidupan masyarakat moderen, karena perusahaan merupakan salah satu pusat kegiatan manusia guna memenuhi kehidupannya. Selain itu, perusahaan juga sebagai salah satu sumber pendapatan negara melalui pajak dan wadah tenaga kerja. Menurut Dwi Tuti Muryati, perusahaan merupakan lembaga yang secara sadar didirikan untuk melakukan kegiatan yang terus-menerus untuk 28
mendayagunakan sumber daya alam dan sumber daya manusia sehingga menjadi barang dan jasa yang bermanfaat secara ekomonis.11 Menurut Sri Rejeki Hartono, aktifitas menjalankan perusahaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus dalam pengertian yang tidak terputusputus, kegiatan tersebut dlakukan secara terang-terangan dalam pengertian sah/legal, dan dalam rangka untuk memperoleh keuntungan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.12 Menurut Mentri Kehakiman Nederland ( Minister van Justitie Nederland ) dalam memori jawaban kepada parlemen menafsirkan pengertian perusahaan sebagai berikut: ”Barulah dapat dikatakan adanya perusahaan apabila pihak yang Dengan Kebijakan Lingkungan Hidup, J urnal urnal Law Reform, Pembaharuan Hukum, volume 3/No. 1 Februari 2007, Program Megister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang, hal.30 berkepentingan bertindak secara tidak terputus-putus, terang-terangan, serta di dalam kedudukan tertentu untuk memperoleh laba bagi dirinya sendiri ”13 Menurut Molengraaf pengertian perusahaan sebagai berikut:14 ”Barulah dapat dikatakan adanya perusahaan bila secara terus-menerus bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan dengan mempergunakan atau
menyerahkan
barang-barang
atau
mengadakan
perjanjian
perdagangan. Sementara Polak menambahkan pengertian perusahaan sebagai berikut:15 ”Suatu perusahaan mempunyai ”keharusan ”keharusan melakukan pembukuan”. pembukuan”. Secara jelas pengertian perusahaan ini dijumpai dalam pasal Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yang dinyatakan sebagai berikut:16 ”Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terusmenerus, didirikan, bekerja,serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan /laba. Dari pengertian-pengertian diatas, ada dua unsur pokok yang terkandung dalam suatu perusahaan, yaitu:17
11
Dikutip dari Dwi Tuti Mulyati , Tanggungjawab Sosial Perusahaan Dalam Kaitanya Sri Rejeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia , BayuMedia, 2007, Malang, hal. 15. 13 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia , PT. Raja Grafindo Persada, 12
Jakarta, hal.33. 14
Ibid,hal.34 Ibid 16 Lihat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. 17 Zaeni Asyhadie, Op.cit.,hal.34 15
29
1. Bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha baik berupa suatu s uatu persekutuan atau badan usaha yang didirikan, bekerja dan berkedudukan di Indonesia. 2.
Jenis usaha yang berupa kegiatan dalam bidang bisnis, yang dijalan secara terus-menerus untuk mencari keuntungan.
Dengan demikian suatu perusahaan harus mempunyai unsur-unsur di antaranya: a. Terus-menerus atau tidak terputus-putus; b. Secara terang-terangan (karena berhubungan dengan pihak ketiga); c. Dalam kualitas tertentu (karena dalam lapangan perniagaan); d. Mengadakan perjanjian perdagangan; e. Harus bermaksud memperoleh laba; Unsur-unsur perusahan sebagaimana dikemukakan diatas, dapat dirumuskan bahwa suatu perusahaan adalah setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam bidang perekonoimian secara terus-menerus, bersifat tetap, dan terang-terangan dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba yang dibuktikan dengan pembukuan. Hubungan ideal antara bisnis dengan masyarakat menjadi suatu masalah perdebatan (a matter of debate). debate). Tanggungjawab sosial merupakan suatu ide bahwa bisnis memiliki tanggungjawab tertentu kepada masyarakat selain mencari keuntungan (the ( the persuit of profits). profits). Baru-baru ini istilah Corporate Social Responsibility (CSR) mencakup pengertian yang lebih luas, menuju Social Responcibility dan Social Leadership. Social Responcibility Responcibility (CSR) didefinisikan sebagai berikut:18 1. ” Social Responcibility Responcibility is seriously considering the impact of the company’s actions on society” 2. ”the idea of social reaponsibility... ... ... ... ... ... ... .reguares the individual to consider his (or her) responsible for the effects of his (or his) acts anywhare is that system.” Tanggungjawab ”merupakan
sosial
kewajiban
dapat
pula
perusahaan
diartikan
untuk
sebagai
merumuskan
berikut;19 kebijakan,
mengambil keputusan, dan melaksanakan tindakan yang memberikan manfaat kepada masyarakat” . Pada pengertian yang lainnya Social
18
Dikutip dari Amin Widjaja Tunggal Corporate Social Responcibility, Harvindo,Jakarta, 2008, hal. 30 , ,
19
Iibid., hal 61
30
Responcibility atau tanggungjawab sosial diartikan sebagai berikut:20 ” merupakan
kontribusi
menyeluruh
dari
dunia
usaha
terhadap
pembagunan berkelanjutan, berkelanjutan, dengan mempertimbangkan mempertimbangkan dampak dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari kegiataanya”.
Corporate Social Responsibi
Community Develo men
Relationship with community
Sosial License to Operation
Corporate Social Leadership
Mutual Patnership Sustainable
Gambar 2. Skema tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya Penerapan CSR saat ini berkembang pesat, termasuk di Indonesia. CSR kini dianggap sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing serta sebagai bagian dari pengelolaan resiko menuju sustainability dari kegiatan usaha. CSR di Indonesia baru dimulai pada awal tahun 2000. Namun, kegiatan yang esensi dasarnya sama telah berjalan sejak tahun 1970-an dengan tingkat yang bervariasi, mulai dari bentuk yang sederhana seperti donasi sampai pada bentuk yang komperensif seperti membangun sekolah. Mengingat CSR bersifat intagible (kasat mata), maka sulit dilakukan pengukuran tingkat keberhasilan yang telah dicapai. Oleh karena itu, diperlukan berbagai pendekatan kuantitatif dengan menggunakan triple bottom line atau lebih dikenal secara sustainability-reporting sustainability-reporting.. Dari sisi ekonomi, penggunaan sumber daya alam dihitung dengan akutansi sumber daya alam, sedangkan pengeluaran dan penghematan biaya lingkungan dapat dihitung dengan menggunakan akutansi lingkungan. lingkungan. Salah satu alat ukur yang dipakai disebut PROPER. Inilah awal dari pengukuran penerapan CSR dari aspek sosial dan lingkungan-sustainability-reporting lingkungan-sustainability-reporting.. Pembangunan adalah apabila dapat memenuhi kebutuhan saat ini. Dengan mengusahakan berkelanjutan pemenuhan kebutuhan bagi hubungan antar generasi, artinya untuk memberikan kesempatan kepada generasi 20
Proper alat Ukur CSR, Dikutip dari CSR Review, Majalah Bulanan Vol.1 No. 1,Januari 2007, Jakarta.
31
selanjutnya,. Hal ini mengisyaratkan adanya suatu ahli teknologi bagi hubungan antar generasi, artinya untuk memberi kesempatan kepada generasi
selanjutnya
dalam
memenuhi
kebutuhannya.
Penerapan
pembangunan seperti itu harus didukung oleh aspek sosial-sustainability, yang berhubungan dengan lingkungan. Hal ini harus disosialisasikan oleh para pelaksana pembangunan di Indonesia dan harus diterapkan kepada setiap
manusia
pelaksana
kegiatan
pembangunan
tersebut. Social-
sustansibility itu terdiri dari tiga aspek yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk pelaksanaannya adalah humansustainability yaitu peningkatan kualitas manusia secara etika seperti pendidikan, kesehatan, rasa empati, saling menghargai dan kenyamanan yang terangkum dalam tiga kapasitas yaitu spiritual, emosional, emosional, dan intelektual. Pembangunan dibidang ekonomi, lingkungan dan sosial dapat dilakukan oleh korporasi yang mempunyai kebudayaan perusahaan sebagai suatu
bentuk
tanggungjawab
social
perusahaan
(corporate (corporate
social
responcibility). responcibility). Corporate Social Responsibility dapat dipahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersama dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih luas. Secara umum, Corporate Social Responsibility merupakan peningkatan kualitas kehidupan mempunyai arti adanya kemamupuan manusia sebagai individu anggota komunitas untuk dapat menggapi keadaan social yang ada dan dapat menikmati serta memanfatkan lingkungan hidup termasuk perubahan-perubahan yang ada sekaligus memelihara, atau dengan kata lain merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada suatu komunitas, atau merupakan suatu proses yang penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders baik secara internal (pekerja, shareholders, shareholders, dan penanaman modal) maupun eksternal kelembagaan pengaturan umum,angota-anggota komunitas, kelompok komunitas sipil dan perusahaan lain). Jadi, tanggungjawab perusahaan secara sosial tidak hanya terbatas pada konsep pemberian donor saja, tetapi konsepnya sangat luas dan tidak bersifat statis dan pasif, program hanya dikeluarkan dari perusahaan akan tetapi hak dan kwajiban yang dimiliki bersama antara stakeholders. stakeholders. Konsep Corporate Social Responsibility melibatkan tanggungjawab kemitraan antara pemerintah, lembaga, sumberdaya komunitas, juga komunitas lokal 32
(setempat). Kemitraan ini tidaklah bersifat pasif atau statis. Kemitaraan ini merupakan tanggungjawab bersama secara sosial antara stakeholders. Konsep
kedermawanan
perusahaan
(corporate philantrophy) (corporate philantrophy)
dalam
tanggungjawab sosial tidaklah lagi memadai karena konsep tersebut tidaklah melibatkan kemitraan tanggungjawab perusahaan secara social dengan stakeholders lainnya. Tanggungjawab sosial perusahaan (corporate (corporate social responsibility) responsibility) pada dasarnya juga terkait dengan budaya perusahaan (corporate culture) culture) yang ada dipengaruhi oleh etika perusahaan yang bersangkutan. Budaya perusahaan terbentuk dari para individu sebagai anggota perusahaan yang bersangkutan dan biasanya dibentuk oleh system dalam perusahaan. Sistem perusahaan khususnya alur dominasi para pemimpin memegang peranan penting dalam pembentukan budaya perusahaan, pemimpin perusahaan dengan motifasi yang kuat dalam etikanya yang mengarah pada kemanusiaan akan dapat memberikan nuansa budaya perusahaan secara keseluruhan. Seiring waktu berlalu, corporate philanthropy (CP) kemudian berkembang menjadi corporate c orporate social responsibility (CSR). CSR berbeda dengan philantropy dari dimensi ketrelibatan si pemberi dana dalam aktifitas yang dilakukannya. Kegiatan CSR seringkali dilakukan sendiri oleh perusahaan, atau dengan melibatkan pihak ketiga (misalnya yayasan atau lembaga swadaya masyarakat) sebagai penyelenggara kegiatan tersebut. Yang jelas, melalui CSR perusahaan jauh lebih terlibat dan terhubung dengan pihak penerima (beneficiaries (beneficiaries ) dalam aktivitas sosial dibandingkan dengan CP. Aktivitas sosial yang dilakukan melalui CSR pun jauh lebih beragam. Hills dan Gibbon (2002) berpendapat bahwa perusahaan harus bergeser dari pemahaman CP dan CSR menuju corporate soscial leadership (CSL), atau kepemimpinan social perusahaan. CSL menaungi sebuah jalan menuju solusi win-win antara masyarakat dan perusahaan dalam sebuah bentuk partnership. CSL menuntut perubahan cara pandang pelaku bisnis diminta untuk memandang aktivitas usaha yang mereka lakukan sebagai bagian dari eksistensi mereka ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, dalam CSL perusahaan tidak lagi hanya sekedar melakuka tanggungjawab (doing (doing the right thing) thing) tetapi juga menjadi pemimpin dalam perubahan sosial yang tengah berlangsung (making things right ). ). Pergeseran paradigma dalam hubungan antara sektor privat (perusahaan) dan sektor publik (masyarakat) ini tentunya memberikan peluang yang tersendiri untuk membantu
33
menyelesaikan masalah-masalah global yang simpul-simpulnya dapat diperhatikan didalam delapan poin Milinium poin Milinium Development Development Global (MDG). Global (MDG). Ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh sebuah aktivitas CSL perusahaan. Pertama, komitmen dan perubahan paradigma. Perusahaan harus menyadari bahwa entitas bisnis adalah juga merupakan bagian integral dari komunitas global. Ada aspek moral universal yang menaungi baik individu,
masyarakat
pemerintah,
maupun
kalangan
bisnis
dalam
berperilaku di dunia ini. Bahwa pada kenyataanya mereka tidak boleh saling merugikan satu dengan yang lainnya adalah sebuah kenyataan moral yang tidak dapat disangkal. Kedua, Kedua, dalam merancang aktivitas CSL perusahaan harus memperhatikan beberapa hal esensial yang sering kali tidak diperhatikan dalam CP maupun CSR: program-program sosial yang disusun harus beriringan dengan bidang usaha yang bersangkutan. Misalnya, perusahaan jasa komunikasi tidakdiajukan untuk mengembangkan aktivitas sosial
yang
jauh
dari
core
business
yang
bersangkutan.
Dengan
mengembangkan aktivitas yang beriringan dengan bidang usaha yang bersangkutan, perusahaan tidak perlu secara khusus mengalokasikan dana yang besar, seperti halnya pada aktivitas CP dan CSR. Perusahaan cukup menggerakan resourses yang ada dan yang tengah berjalan. Hal ini membuka peluang bagi usaha menengah dan kecil untuk juga secara aktif menyelenggarakan program-program CSL. Ketiga, Ketiga, dampak positif yang dibawa oleh aktivitas CSL harus selalu bersifat berkelanjutan (sustainabel (sustainabel ). ). Maksudnya adalah bahwa aktivitas CSL harus selalu dirancang untuk mendorong
kemandirian
dan
keberdayaan
masyarakat
(community (community
outreach). outreach). Oleh karena itu, program CSL harus terukur dan berada dalam kerangka waktu tertentu. Ini untuk menjamin dampak positif dari kegiatan community outreach yang dilakukan dapat terus terasa di tengahtengah tengahtengah masyarakat sekalipun perusahaan sudah tidak lagi secara aktif terlibat di komunitas yang bersangkutan. Pendukung konsep tanggungjawab sosial (social responsibility) responsibility) memberi argumentasi bahwa suatu perusahaan mempunyai kewajiaban terhadap masyarakat selain mencari keuntungan. Ada berapa definisi tentang definisi CSR, yang pada dasarnya adalah etika dan tindakan untuk turut berperan dalam keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan. Hopkin (1998) memberikan definisi CSR sebagai etika memperlakukan stakeholders dan bumi. The Conadin Business for
34
Social Responsibility-CSR Responsibility-CSR (2001).21 The European Commission menebutkan CSR adalah konsep perusahaan yang mengintergrasikan kepedulian sosial dan lingkungan ke dalam oprasi bisnis serta interaksinya dengan stakeholders secara suka rela (Fenwick, T, 2004)22 Menurut WBCD (2005), CSR adalah komitmen perusahaan yang berkontribusi pada pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan pekerja dan keluarganya, komunitas lokal
dan
masyarakat
luas
guna
meningkatkan
kualitas
hidupnya.
Departemen Sosial (2005) mendefinisikan CSR sebagai komitmen dan kemampuan dunia usaha untuk melaksanakan kewajiban sosial terhadap lingkungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keseimbangan hidup ekosistem disekelilingnya. Definisi dari Corporate Social Responcibility (CSR) itu sendiri telah dikemukakan oleh banyak pakar. Diantaranya adalah definisi yang dikembangkan oleh Magnan & Ferrel (2004) yang mendefinisikan CSR sebagai ” A business acts in socially responsible manner when its decisionand account for and balance diverse stake holder interest ” interest ”23 Pada hakekatnya setiap orang, kelompok dan organisasi mempunyai tanggungjawab sosial (social (social responcibility) responcibility) pada lingkungannya. Tanggungjawab sosial seorang atau organisasi adalah etika dan kemampuan berbuat baik pada lingkungan sosial hidup berdasarkan aturan, nilai dan kebutuhan masyarakat. Berbuat baik atau kebajikan merupakan bagian dari kehidupan sosial. Dan segi kecerdasan, berbuat kebajikan adalah salah satu unsur kecerdasan spiritual.24 Sementara dalam konteks perusahaan, tanggungjawab sosial itu disebut tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate (Corporate Social Responcibility—CSR). Howard Rothmann Bowen menggagas istilah CSR pada tahun 1953 dalam tulisanya berjudul Social Responcibility Responcibility of the Businesman. CSR berakar dari etika yang berlaku di perusahaan dan di masyarakat. Etika yang dianut oleh perusahaan merupkan bagian dari budaya perusahaan (corporate (corporate culture); culture); dan etika yang dianut oleh masyarakat merupakan bagian dari budaya masyarakat.25
21
HAM Hardiansyah, CSR dan Modal Sosial Untuk Membangun Sinergi, Kemitraan Bagi Upaya Pengentasan Kemiskinan, Makalah disampaikan pada Seminar & Talk Show CSR 2007 “Kalimantan 2015: Menuju Pembangunan Berkelanjutan, Tantangan, dan Harapan”, Jum’at, 10 Agustus 2007 22 HAM Hardiansyah, ibid. 23 A B. Susanto,Ibid, hal.21 24 A.B. Susanto, Corporate Greening, Majalah Ozon, Edisi No.2 Oktober 2002 25 HAM Hardiansyah, CSR dan Model Sosial Untuk membangun Sinergi Kemitraan Bagi Upaya Pengentasan Kemiskinan, Makalah disam[paikan pada Seminar & TalkShow CSR 2007”Kalimantan 2015:Menuju Pembangunan Berkelanjutan, Tantangan, dan Harapan”’ Jum’at, 10 Agustus 2007.
35
Definisi Corporate Social Responsibility (CSR) itu sendiri telah dikemukakan oleh banyak pakar. Diantaranya adalah definisi yang dikemukakan oleh Magnan dan Ferrel yang mendefinisikan CSR sebagai “ Abusiness acts in socially responsible manner when its decision and accaund for and balance diverse stake holder interest ”. ”.26 Definisi ini menekankan kepada perlunya memberikan perintah secara seimbang terhadap kepentingan berbagai stakeholders yang stakeholders yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang ambil oleh
para
pelaku
bisnis
melalui
perilaku
yang
secara
social
bertanggungjawab. Sedangkan komisi eropa membuat definisi yang lebih praktis, yang pada galibnya bagaimana perusahaan secara sukarela member kontribusi bagi terbentuknya masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih. Sedangkan Elkington (1997) mengemukakan bahwa sebuah perusahhan yang menunjukan tanggungjawab sosialnya akan memberikan perhatian kepada peningkatan kualitas perusahaan ( profit); profit); masyarakat, khususnya sekitar ( people); people); serta lingkungan hidup (planet bumi).27 Dalam UU PM, yang digunakan sebagai rujukan pewajiban CSR dalam UU PT, di dijelaskan, CSR didefinisikan sebagai “tanggungjawab yang melekat pada setiap perusahaan untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.” Dalam dokumen kerja Tim Perumus terdapat definisi “Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan
serta
dalam
pembangunan
ekonomi
berkelanjutan
guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.” Definisi ini telah disetujui Tim Perumus pada tanggal 3 Juli 2007. Ada banyak masalah dalam definisi yang tertera dalam dokumen kerja UU PT. Pertama, penyebutan tanggung jawab sosial dan lingkungan tidaklah lazim. Penjelasan yang sangat komprehensif paling mutakhir tentang definisi misalnya diberikan oleh Michael Hopkins (2007) dalam Corporate Social Responsibility and International Development .28 Di situ dijelaskan bahwa kata “social “social ” di tengah CSR memang kerap menyasarkan orang pada sangkaan bahwa CSR hanya berisikan kegiatan pada ranah sosial. Namun demikian, menghilangkan kata tersebut juga problematic karena tidak memberikan penekanan terhadap sebuah bentuk tanggung jawab baru yang 26
Ibid Ibid 28 Hopkins, M. 2007. Corporate Social Responsibility and International Development. Is Business the Solution? Earthscan, Solution? Earthscan, hlm.22. 27
36
sebelumnya tidak/kurang begitu dikenal (kalau tadinya hanya ada tanggung jawab pada ranah ekonomi terhadap pemilik modal—maksimalisasi keuntungan— kini tanggungjawab itu disadari menjadi dalam tiga ranah: ekonomi, sosial dan lingkungan. Pada ranah ekonomi juga ditekankan bahwa yang harus menikmati bukan saja s aja pemilik modal, melainkan juga pemangku kepentingan lainnya). Ia juga menekankan bahwa “social “ social ” dalam CSR memang sah dan lazim untuk mewakili tiga ranah tersebut dengan mencontohkan banyak kejadian serupa (misalnya di dunia akademik). CSR sudah jelas mencakup tiga ranah—bukan dua, seperti dalam penyebutan UU PT—dan karenanya kerap disandingkan dengan konsep triple bottom line. 29 2.1.2. Wacana CSR dari Berbagai Perspektif Perkembangan wacana dan praktik CSR di Indonesia memang sangat menggembirakan. Dari sebuah konsep asing, CSR kini menjadi konsep yang banyak sekali diperbincangkan, diperdebatkan dan digunakan untuk melabel banyak aktivitas. Tentu saja, hal tersebut sangat patut disukuri. Hanya saja, karena tidak cukup banyak pihak yang menekuni wacana CSR sebagaimana yang termuat dalam berbagai literatur di negara-negara maju, maka banyak kesalahan umum yang kerap ditemui kalau kita benar-benar memperhatikan bagaimana kini CSR digunakan. Kesalahan umum yang kerap ditemui tersebut adalah :30 1. CD adalah CSR. CSR. Kesalahan paling umum dijumpai mungkin adalah menyamakan CD (community development atau pengembangan masyarakat) dengan CSR. Pengembangan masyarakat sebetulnya adalah upaya sistematis untuk meningkatkan kekuatan kelompok-kelompok masyarakat yang kurang beruntung (disadvantaged (disadvantaged groups) groups) agar menjadi lebih dekat kepada
kemandirian.
Jadi,
CD
sangatlah
menyasar
kelompok
masyarakat yang spesifik, yaitu mereka yang mengalami masalah Perusahaan jelas punya kepentingan besar untuk melakukan CD, karena kelompok ini adalah yang paling rentan terhadap dampak negative operasi, sekaligus paling jauh aksesnya dari dampak positifnya. Kalau tidak secara khusus perusahaan membuat kelompok ini menjadi 29
Elkington, J. 1997. Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business. Thompson. London., hlm.66
30
http//www.csrindonesia.com
37
sasaran, maka ketimpangan akan semakin terjadi dan disharmoni hubungan pasti akan terjadi suatu saat. Hanya saja, menyamakan CD dengan CSR adalah kesalahan besar. CD hanyalah bagian kecil dari CSR. CSR punya cakupan yang sangat luas, yaitu terhadap seluruh pemangku kepentingan. Bandingkan dengan CD yang menyasar kelompok kepentingan sangat spesifik, yaitu kelompok masyarakat rentan. Di masyarakat sendiri, ada berbagai pemangku kepentingan kepentingan di luar mereka yang rentan, belum lagi organisasi masyarakat sipil, kelompok bisnis maupun lembaga-lembaga pemerintah. pemerintah. Dapat disimpulkan bahwa CD adalah bagian dari CSR, dan boleh jadi salah satu yang sangat penting mengingat di Indonesia kelompok masyarakat rentan jumlahnya masih sangat besar. Mereka benar-benar membutuhkan perhatian perusahaan. 2. Amal sama dengan CSR. CSR. Menyamakan tindakan karitatif/amal dengan CSR juga kini banyak dilakukan oleh Perusahaan. Banjir besar yang baru saja melanda Jakarta atau kejadian-kejadian bencana alam telah membuat iklan mengenai “CSR” menjamur di media massa. Padahal, yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan itu adalah tindakan karitatif belaka, yaitu membantu pihak lain agar penderitaan mereka berkurang. Tidak ada
yang
salah
dengan
tindakan
mulia
tersebut,
namun
menyamakannya dengan CSR tentu saja salah. Nama generik untuk tindakan membantu sesama manusia adalah filantropi, yang kerap juga dilakukan oleh perusahaan. Pada kondisi yang lebih maju, yaitu dengan pertimbangan kegunaan optimum dan dampak terbesar terhadap reputasi perusahaan pemberi, tindakan filantropi itu diberi nama filantropi strategis. Melihat sejarahnya, tindakan social perusahaan banyak dimulai dari filantropi, kemudian menjadi filantropi strategis, baru kemudian CSR. Tentu saja, banyak juga percabangan lain yang tidak mengikuti alur tersebut. Yang mau ditegaskan adalah bahwa tindakan karitatif merupakan bentuk “primitif” dari tindakan social perusahaan yang hingga kini masih penting—dan akan terus penting— dilakukan, namun kini sudah dianggap tidak lagi mencukupi. Ini berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan, yang akan dibahas berikut ini. a. CSR harus menonjolkan aspek sosial.
38
Banyak perusahaan juga pengamat yang menekankan CSR pada aspek sosial semata. Mereka mengira bahwa karena S yang berada di tengah C dan R merupakan singkatan dari social , maka aspek sosial di dalam CSR haruslah yang paling menonjol, kalau bukan satu-satunya. Padahal, sebagian besar literatur mengenai CSR sekarang sudah bersepakat bahwa CSR mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Ini terutama terjadi setelah pembangunan berkelanjutan menjadi arus utama berpikir—walau hingga kini belum
juga
jadi
arus
utama
bertindak.
Pembangunan
berkelanjutan yang didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya secara sangat tegas menyatakan pentingnya keseimbangan dalam tiga aspek tersebut. b. Organisasi CSR cuma tempelan. tempelan. Banyak perusahaan yang mula-mula mengadopsi CSR merasa punya kebutuhan untuk membuat struktur baru, yang diberi nama-nama
yang
berhubungan
dengan
CSR.
Pembuatan
organisasi yang khusus sesungguhnya merupakan hal yang sangat menggembirakan, perusahaan
untuk
karena
itu
merupakan
menyediakan
bukti
organisasi
komitmen
khusus,
relatif
independen dengan sumberdaya manusia yang bekerja secara fokus. Tentu saja, komitmen seperti itu patut diacungi jempol Namun yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah benar bahwa CSR itu bisa dilaksanakan oleh bagian itu saja, sementara yang lain bias berpangku berpangku tangan. c. CSR hanya untuk perusahaan besar. Banyak keengganan perusahaan—atau dalih saja dari mereka yang tak peduli—untuk mengadopsi CSR karena anggapan bahwa b ahwa CSR adalah untuk perusahaan berskala besar saja. Hal ini boleh jadi merupakan kesalahan besar dari mereka yang membiarkan C di depan SR tetap sebagai singkatan dari corporate. corporate. Sebagaimana yang banyak diketahui, corporate juga corporation berarti perusahaan besar. Sementara istilah generik untuk entitas bisnis yang mencari keuntungan—tanpa keuntungan—tanpa memerhatikan ukuran—adalah u kuran—adalah company. company.
Karenanya,
prihatin
dengan
ketidak
tertarikan
perusahaan skala sedang dan kecil pada CSR—serta kerancuan 39
akibat digunakannya “social “social ”, ”, Edward Freeman dan Ramakhrisna Velamuri mengusulkan agar CSR diartikan sebagai company stakeholder responsibility. responsibility. Dengan demikian, CSR berarti tanggung jawab perusahaan (apapun ukurannya) terhadap (seluruh) pemangku kepentingan mereka. d. Memisahkan CSR dari bisnis inti perusahaan. perus ahaan. Banyak sekali perusahaan yang membuat berbagai program CSR dengan curahan sumberdaya yang sangat besar, namun hingga sekarang belum banyak perusahaan yang membuat programprogram
yang
berkaitan
dengan
bisnis
intinya.
Tidak
mengherankan kalau kebanyakan program CSR kebanyakan dikotak-kotakkan ke dalam bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, sarana fisik, dsb sementara dampak perusahaan itu sendiri tidaklah diurus secara memadai. e. CSR untuk diri sendiri, bukan sepanjang supply chain. Kalau sebuah perusahaan beroperasi dalam sebuah rantai produksi yang sangat panjang, apakah layak ia membatasi diri untuk melakukan CSR dalam lingkup perusahaannya saja? Pembatasan ini banyak sekali dilakukan oleh perusahaan. Kilahnya adalah bahwa mereka tidak berhak untuk mencampuri kinerja CSR perusahaan lain. Logika ini jelas tak dapat diterima, karena itu berarti bahwa produknya tidaklah bisa dibuktikan berasal dari seluruh operasi yang berkinerja CSR baik. f.
Setelah sampai konsumen, tak ada lagi CSR . Dalam perkembangan awal, seluruh perusahaan membatasi CSRnya sampai di tangan salah satu pemangku kepentingan terpenting: konsumen. Belakangan, setelah sampai tangan konsumen,
perusahaan
yang
bersungguh-sungguh
ingin
memberikan kepuasan kepada mereka manambahkan after sales service. service. Garansi produk adalah salah satu bentuk dari jasa itu. Kalau konsumen mengajukan keberatan atas mutu produk sampai batas waktu tertentu—pada beberapa kasus ada “life time guarantee”—maka guarantee”—maka
konsumen
berhak
atas
pengembalian,
perbaikan atau penggantian. penggantian. g. CSR cuma tambahan biaya belaka. Ketika perusahaan mulai mengadopsi CSR, tidak terelakkan adanya penambahan pengeluaran. Ini mungkin penyebab utama 40
keengganan untuk mengadopsi CSR. Banyak pihak yang menyatakan tambahan pengeluaran itu sia-sia belaka, dan boleh jadi juga bahwa anggapan tersebut memiliki dukungan empiris. Penelitian-penelitian mengenai filantropi perusahaan banyak mendapatkan kenyataan bahwa pengeluaran perusahaan itu benar-benar tidak bias dilacak dilacak keuntungannya. h. CSR adalah pemolesan citra perusahaan. Ketika inisiatif CSR digulirkan, banyak organisasi gerakan social yang langsung skeptis dengannya. Menurut mereka, CSR hanya akan menjadi cara baru untuk memoles citra perusahaan. Kalau citra ramah lingkungan yang diinginkan perusahaan—padahal kinerja lingkungannya tidak setinggi pencitraan yang dilakukan— hal itu disebuat sebagai greenwash. greenwash. Belakangan juga muncul istilah bluewash untuk pemolesan citra sosial. Secara retoris, Craig Bennett dari Friends of The Earth International pernah menyatakan “ For every company that sincerely implements its CSR policies, there are hundreds who greenwash, and for each of these there are hundreds more who don’t even bother with that.” that.” i.
Menganggap bahwa CSR sepenuhnya voluntari atau sukarela sukar ela.. Apakah konsep tanggung jawab itu adalah sebuah konsep yang benar-benar bisa dilaksanakan dengan sukarela? Tampaknya menyatakan
bahwa
tanggung
jawab
itu
sukarela
adalah
contradictio in terminis atau keduanya merupakan istilah yang bertentangan.
Yang
“benar”,
tanggung
jawab
itu
wajib
dilaksanakan. Namun demikian, harus diakui bahwa di antara kubu pendirian bahwa CSR itu mandatori atau voluntari, kini lebih cenderung pada kemenangan kubu voluntari. Salah satu alasannya
adalah
bahwa
perusahaan-perusahaan
memang
menginginkan menginginkan kondisi yang demikian. j.
Mempraktikkan CSR dalam ranah eksternal saja. Banyak
kejadian
perusahaan
beberapa
hendak
mulai
tahun
belakangan
menerapkan
ini,
CSRnya
ketika banyak
pekerjanya bertanya-tanya mengapa mereka merasa menjadi anak tiri. Memang, belakangan banyak sekali perusahaan tiba-tiba mencurahkan uang dalam jumlah yang besar, yang seakan-akan memberi sinyal bahwa kondisi perusahaan sedang sangat membaik. Sayangnya curahan sumberdaya untuk pemangku 41
kepentingan eksternal itu tidak dibarengi dengan curahan yang sama untuk pemangku kepentingan kepentingan internalnya. 2.2. Landasan Teori Dari gambara diatas dapat dirumuskan landasan teori sebagai acuan untuk melakukan evaluasi guna perbaikan Program CSR yang dilakukan oleh perusahaan kedepannya yang sekaligus juga bisa menjadi bahan bagi pemerintah daerah untuk merumuskan program kerjasama antar daerah. 2.2.1. CSR Sebagai Kewajiban Perusahaan 1. Standarisasi Pelaksanaan CSR di Indonesia Pada tahun 2001, ISO-suatu lembaga internasional dalam perumusan standar atau pedoman, menggagaskan perlunya standar tanggungjawab sosial perusahaan (CSR standard ). ). Setelah mengalami diskusi panjang selama hampir 4 tahun tentang gagasan ini, akhirnya Dewan managemen ISO menetapkan bahwa yang diperlukan adalah Standar Tanggungjawab Sosial atau Social Responcibility Standard (ISO, 2005). CSR merupakan salah satu bagian dari SR. Tidak hanya perusahaan yang perlu terpanggil melakukan SR tetapi semua organisasi, termasuk pemerintah dan LSM.31 Sejak januari 2005 dibentuk kelompok kerja ISO 26000 untuk merumuskan draf Standar SR. Definisi tanggungjawab Sosial— Social Responsibility (SR), berdasarkan dokumen draf dokumen ISO 26000, adalah etika dan tindakan terkait tanggungjawab organisasi yang mempertimbangkan dampak aktivitas organisasi pada berbagai pihak dengan cara-cara yang konsisten dengan kebutuhan masyarakat. Social Responcibility (SR) merupakan kepedulian dan tindakan managemen organisasi pada masyarakat dan lingkungan, disamping harus mentaati aspel legal yang berlaku. ISO 26000 memberikan prinsip-prinsip dasar, isu-isu universal dan kerangka pikir yang menjadi landasan umum bagi penyelenggaraan SR oleh setiap organisasi, tanpa membedakan ukuran dan jenis organisasi. ISO 26000 tidak dimaksudkan untuk menjadi standar sistem managemen dan tidak untuk sertifikasi perusahaan. ISO 26000
juga
tidak
dimaksudkan
untuk
menggantikan
konsensus
internasional yang sudah ada, tetapi untuk melengkapi dan memperkuat berbagai konsensus internasional, misalnya tentang lingkungan, hak azazi manusia, pelindungan pekerja, MDGs, dan lain sebagainya. Prinsip 31
HAM Hardiansyah, ibid.,
42
Penyelenggaraan
SR
antara
lain
terkait
dengan
pembangungan
berkelanjutan, penentuan dan pelipatan stakeholders; komunikasi kebijakan kinerja SR; penghargaan terhadap nilai-nilai universal, pengintegrasian SR dalam kegiatan normal organisasi. Oleh karena itu, ada tujuh isu utama dalam perumusan ISO 26000 yaitu 1) isu lingkungan, 2) isu hak asasi manusia, 3) isu praktek ketenaga-kerjaan, 4) isu pengelolaan organisasi, 5) isu praktik beroperasi yang adil, 6) isu hak dan perlindungan konsumen, dan 7) isu partisipasi masyarakat, Dokumen Final ISO 26000 dipublikasi pada awal tahun 2009. Diharapkan keberadaan ISO 26000 akan berdampak positif pada upaya percepatan penanggulangan masalah kemiskinan, masalah pangan dan gizi, masalah kesehatan, masalah pendidikan, dan masalah kesejahteraan sosial. Penerapan CSR di perusahaan akan menciptakan iklim saling percaya di dalamnya, yang akan menaikkan motivasi dan komitmen karyawan. Pihak konsumen, investor, pemasok, dan stakeholders yang lain juga telah terbukti lebih mendukung perusahaan yang dinilai bertanggung jawab sosial,
sehingga
meningkatkan
peluang
pasar
dan
keunggulan
kompetitifnya. Dengan segala kelebihan itu, perusahaan yang menerapkan CSR akan menunjukkan kinerja yang lebih baik serta keuntungan dan pertumbuhan yang meningkat. Memang saat ini belum tersedia formula yang dapat memperlihatkan hubungan praktik CSR terhadap keuntungan perusahaan sehingga banyak kalangan dunia usaha yang bersikap skeptis dan menganggap CSR tidak memberi dampak atas prestasi usaha, karena mereka memandang bahwa CSR hanya merupakan komponen biaya yang mengurangi keuntungan. Praktek CSR akan berdampak positif jika dipandang sebagai investasi jangka panjang, karena dengan melakukan praktek CSR yang berkelanjutan, perusahaan akan mendapat tempat di hati dan ijin operasional dari masyarakat, bahkan mampu memberikan kontribusi bagi pembangunan berkelanjutan.32 Salah satu bentuk dari tanggung jawab sosial perusahaan yang sering diterapkan di Indonesia adalah community development . Perusahaan yang mengedepankan konsep ini akan lebih menekankan menekankan pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas masyarakat sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal yang menjadi modal sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Selain dapat menciptakan peluang-peluang sosialekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang 32
A.B. Susanto , CSR dalam Perspektif Perspektif Ganda , Harian Bisnis Indonesia, 2 September 2007
43
diinginkan, cara ini juga dapat membangun citra sebagai perusahaan yang ramah dan peduli lingkungan. Selain itu, akan tumbuh rasa percaya dari masyarakat. Rasa memiliki perlahan-lahan muncul dari masyarakat sehingga masyarakat merasakan bahwa kehadiran perusahaan di daerah mereka akan berguna dan bermanfaat.33 Kepedulian kepada masyarakat sekitar komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya akibatnya
agar
terhadap
perusahaan,
dengan seluruh
termasuk
sungguh-sungguh pemangku
lingkungan
memperhitungkan
kepentingan
hidup.
Hal
ini
(stakeholder)) (stakeholder mengharuskan
perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.34 Setidaknya ada tiga alasan penting mengapa kalangan dunia usaha harus merespon dan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya. Pertama, usahanya. Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya
wajar
bila
perusahaan
memperhatikan
kepentingan
masyarakat. Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme. Ketiga mutualisme. Ketiga,, kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindari konflik sosial35 Program yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam kaitannya dengan tanggung jawab sosial di Indonesia dapat digolongkan dalam tiga bentuk, yaitu:36 a. Public Relations Usaha untuk menanamkan persepsi positif kepada komunitas tentang kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. b. Strategi
defensive
Usaha
yang
dilakukan
perusahaan
guna
menangkis anggapan negatif komunitas yang sudah tertanam terhadap kegiatan perusahaan, dan biasanya untuk melawan serangan negatif dari anggapan komunitas. Usaha CSR yang dilakukan adalah untuk merubah anggapan yang berkembang
33
Ibid A.B. Susanto, Membumikan Gerakan Hijau , Majalah Ozon, Edisi No.5 Februari 2003 35 Ibid 36 Himawan Wijanarko, Reputasi, Majalah Trust, 4-10 Juli 2005 34
44
sebelumnya dengan menggantinya dengan yang baru yang bersifat positif. c. Kegiatan yang berasal dari visi perusahaan Melakukan program untuk kebutuhan komunitas sekitar perusahaan atau kegiatan perusahaan yang berbeda dari hasil dari perusahaan itu sendiri. Program pengembangan masyarakat di Indonesia dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu:37 a) Community
Relation
menyangkut
Yaitu
pengembangan
kegiatan-kegiatan kesepahaman
yang melalui
komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Dalam kategori ini, program lebih cenderung mengarah pada bentuk-bentuk kedermawanan kedermawanan (charity) perusahaan. perusahaan. b) Community Services Merupakan pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. Inti dari kategori ini adalah memberikan kebutuhan yang ada di masyarakat dan pemecahan masalah dilakukan oleh masyarakat sendiri sedangkan perusahaan hanyalah sebagai fasilitator dari pemecahan masalah tersebut. c) Community Empowering Adalah program-program yang berkaitan dengan memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat
untuk
menunjang
kemandiriannya,
seperti
pembentukan usaha industri kecil lainnya yang secara alami anggota
masyarakat
sudah
mempunyai
pranata
pendukungnya dan perusahaan memberikan akses kepada pranata sosial yang ada tersebut agar dapat berlanjut. Dalam kategori ini, sasaran utama adalah kemandirian komunitas. Dari
sisi
masyarakat,
praktik
CSR
yang
baik
akan
meningkatkan nilai tambah adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan kualitas sosial di daerah tersebut. Sesungguhnya substansi keberadaan keberlanjutan
CSR
adalah
perusahaan
dalam itu
rangka sendiri
memperkuat dengan
jalan
membangun kerja sama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya.
37
Ibid
45
Pada saat ini di Indonesia, praktek CSR praktek CSR belum belum menjadi perilaku yang umum, namun dalam abad informasi dan teknologi serta adanya desakan globalisasi, maka tuntutan terhadap perusahaan untuk menjalankan CSR semakin besar. Tidak menutup kemungkinan bahwa CSR menjadi kewajiban baru standar bisnis yang harus dipenuhi seperti layaknya standar ISO 26000 on Social Responsibility, Responsibility, sehingga tuntutan dunia usaha menjadi semakin jelas akan pentingnya program CSR dijalankan oleh perusahaan apabila menginginkan keberlanjutan dari perusahaan tersebut. CSR akan menjadi strategi bisnis yang inheren dalam perusahaan untuk menjaga atau meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan merek produk (loyalitas) atau citra perusahaan. Kedua hal tersebut akan menjadi keunggulan kompetitif perusahaan yang sulit untuk ditiru oleh para pesaing. Di lain pihak, adanya pertumbuhan keinginan dari konsumen untuk membeli produk berdasarkan kriteriakriteria berbasis nilai-nilai dan etika akan merubah perilaku konsumen di masa mendatang. Implementasi kebijakan CSR adalah suatu proses yang terus menerus dan berkelanjutan. Dengan demikian akan tercipta satu ekosistem yang menguntungkan semua pihak (true (true win win situation) situation) – konsumen mendapatkan produk unggul yang ramah lingkungan, produsen pun mendapatkan profit yang sesuai yang pada akhirnya akan dikembalikan ke tangan masyarakat secara tidak langsung. Pelaksanaan CSR di Indonesia sangat tergantung pada pimpinan puncak korporasi. Artinya, kebijakan CSR tidak selalu dijamin selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika pimpinan perusahaan memiliki kesadaran moral yang tinggi, besar kemungkinan korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang benar. Sebaliknya, jika orientasi pimpinannya hanya berkiblat pada kepentingan kepuasan pemegang saham (produktivitas tinggi, profit besar, nilai saham tinggi) serta pencapaian prestasi pribadi, boleh jadi kebijakan CSR hanya sekadar lipstick saja. Sifat CSR yang sukarela, absennya produk hukum yang menunjang dan lemahnya penegakan hukum telah menjadikan Indonesia sebagai Negara ideal bagi korporasi yang memang memperlakukan CSR sebagai kosmetik. Yang penting, Laporan Sosial Tahunannya tampil mengkilap, lengkap dengan tampilan foto aktivitas sosial serta dana program pembangunan komunitas yang telah direalisasi. Sekali lagi untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan program CSR, CSR, diperlukannya komitmen yang kuat, partisipasi aktif, serta ketulusan dari semua pihak 46
yang peduli terhadap program-program CSR. CSR. Program CSR menjadi begitu penting karena kewajiban manusia untuk bertanggung jawab atas keutuhan kondisi-kondisi kehidupan umat manusia di masa datang. Perusahaan tersebut memiliki 6 konsep srategi pelaksanaan CSR yaitu environment,
community
empowerment,
improving
workplace,
volunterism, stakeholders engagement dan transparency. transparency.38 Penerapan CSR dimulai pada tahun 1993 dimana pelaksanaan program CD dijalankan oleh Public Relations dengan kegiatan yang bersifat insidental dan kedermawanan. Pada 1999 July 2005 kegiatan CD lebih mengarah ke penguatan komunitas di bawah Departemen Community Development yang kemudian didirikan Community Development Foundation. Foundation. Pada November 2005 CSR Department terbentuk dan pada tahun 2007 dibentuk Sustainability Director dan menandatangani The Global Compact untuk mendukung terwujudnya tujuan-tujuan Millenium Development Goals (MDGs). Perusahaan tersebut menyimpulkan bahwa melaksanakan bisnis di Indonesia memiliki tantangan yang besar terutama untuk perusahaan extractive. Bisnis bukan hanya dilaksanakan beyond compliance tapi harus juga melibatkan stakeholder (stakeholders (stakeholders engagement ) . Perusahaan tersebut berkomitmen untuk menjalankan usaha dengan mengutamakan prinsip-prinsip sustainable management , Socio-economic contribution dan conservation and environmental responsibility. responsibility. CSR sebagai core competency dilakukan sebagai sebuah nilai yang dilakukan oleh semua. Salah satu yang dilakukan perusahaan tersebut adalah melakukan collaborative effort dengan LSM sebagai usaha untuk mengelola konflik dan isu sosial serta ekonomi yang merupakan tiket untuk melakukan bisnis sehingga bisa menjanjikan bisnis yang berkelanjutan. Secara singkat s ingkat CSR dapat diartikan sebagai tanggung jawab social perusahaan yang bersifat sukarela. CSR adalah konsep yang mendorong organisasi untuk memiliki tanggung jawab sosial secara seimbang kepada pelanggan, karyawan, masyarakat, lingkungan, dan seluruh stakeholder. Sedangkan program charity dan community development merupakan
bagian
dari
pelaksanaan
CSR.39
Dalam
praktiknya, memang charity dan community development dikenal lebih dahulu terkait interaksi perusahaan dengan lingkungan sekitarnya. Serta, kebutuhan perusahaan untuk lebih dapat diterima masyarakat. Sementara 38 39
http//www.csrindonesia.com Himawan Wijanarko, Filantrofi bukan Deterjen , Majalah Trust, 11-17 September 2006
47
itu, lebih jauh CSR dapat dimaknai sebagai komitmen dalam menjalankan bisnis dengan memperhatikan aspek sosial, norma-norma dan etika yang berlaku, bukan saja pada lingkungan sekitar, tapi juga pada lingkup internal dan eksternal yang lebih luas. Tidak hanya itu, CSR dalam jangka panjang memiliki kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatnya meningkatnya kesejahteraan. kesejahteraan. Memang ada pendekatan yang berbeda-beda terhadap ketentuan dan pelaksanaan CSR. Dari sisi pendekatan, misalnya, ada community based development
project
yang
lebih
mengedepankan
pembangunan
keterampilan dan kemampuan kelompok masyarakat. Ada pula yang fokus pada penyediaan kebutuhan sarana. Dan, yang paling umum adalah memberikan bantuan sosial secara langsung maupun tidak langsung guna membantu perbaikan kesejahteraan masyarakat, baik karena eksternalitas negatif yang ditimbulkan sendiri maupun yang bertujuan sebagai sumbangan social semata. Pada tahun 1990an para aktivis pembangunan melihat persoalan kemiskinan sebagai persoalan ketimpangan dalam sistem politik. Menurut pandangan mereka, kelompok-kelompok seperti komunitas lokal, masyarakat adat, dan buruh tidak mempunyai kesempatan
untuk
dibutuhkan.
menentukan
Akibatnya,
pembangunan
sering
pembangunan
demikian
tidak
sesuai
menurut dengan
macam
apa
pandangan kebutuhan
yang
mereka, kelompok
masyarakat tersebut dan sering timpang dalam pembagian keuntungan dan resiko. Jalan keluar yang diusulkan para aktivis pembangunan adalah merubah skema pembangunan menjadi memberi kemungkinan berbagai kelompok melindungi kepentingannya. Kata kuncinya transparansi, partisipasi, dan penguatan kelompok lemah. Pemerintah dan perusahaan dituntut membuat mekanisme untuk berkomunikasi dengan lebih banyak pihak dan memperhatikan kepentingan-kepentingan mereka. Terakhir, harus
ada
upaya
penguatan
kelompok
masyarakat
agar
dapat
berpartisipasi dengan benar. Ketiga kata kunci diatas pada akhirnya menjadi semacam prinsip yang dianggap seharusnya ada bagi organisasi apapun dalam masyarakat. CSR secara umum merupakan kontribusi menyeluruh dari dunia usaha terhadap pembangunan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari kegiatannya. Sebagai salah satu pendekatan sukarela yang berada pada tingkat beyond compliance, compliance, penerapan CSR saat ini berkembang pesat termasuk di Indonesia, sebagai respon dunia usaha yang melihat aspek 48
lingkungan dan sosial sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing serta sebagai bagian dari pengelolaan risiko, menuju sustainability (keberlanjutan) dari kegiatan usahanya. Penerapan kegiatan CSR di Indonesia baru dimulai pada awal tahun 2000, walaupun kegiatan dengan esensi dasar yang sama telah berjalan sejak tahun 1970-an, dengan tingkat yang bervariasi, mulai dari yang paling sederhana seperti donasi sampai kepada yang komprehensif seperti terintegrasi ke dalam strategi perusahaan dalam mengoperasikan usahanya. Belakangan melalui Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pemerintah
memasukkan
pengaturan
Tanggungjawab
Sosial
dan
Lingkungan kedalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Pada dasarnya ada beberapa hal yang mendasari pemerintah mengambil kebijakan pengaturan tanggungjawab sosial dan lingkungan Pertama adalah keprihatinan pemerintah atas praktek korporasi yang mengabaikan aspek sosial lingkungan yang mengakibatkan kerugian di pihak masyarakat. Kedua adalah sebagai wujud upaya entitas negara dalam penentuan standard aktivitas sosial lingkungan yang sesuai dengan konteks nasional maupun lokal.40 Menurut Endro Sampurno pemahaman yang dimiliki pemerintah mempunyai kecenderungan memaknai CSR semata-mata hanya karena peluang sumberdaya finansial yang dapat segera dicurahkan perusahaan untuk memenuhi kewajiban atas regulasi yang berlaku. Memahami CSR hanya sebatas sumber daya finansial tentunya akan mereduksi arti CSR itu sendiri.41 Akibat kebijakan tersebut aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan akan menjadi tanggung jawab legal yang mengabaikan sejumlah prasyarat yang memungkinkan terwujudnya makna dasar CSR tersebut, yakni sebagai pilihan sadar, adanya kebebasan, dan kemauan bertindak. Mewajibkan CSR, apa pun alasannya, jelas memberangus sekaligus ruang-ruang pilihan yang ada, berikut kesempatan masyarakat mengukur derajat pemaknaannya dalam praktik. Konsekuensi selanjutnya adalah CSR akan bermakna sebatas upaya pencegahan dan dampak negatif keberadaan perusahaan di lingkungan sekitarnya (bergantung pada core business-nya business-nya masing-masing) padahal melihat
perkembangan
aktivitas
CSR
di
Indonesia
semakin
memperlihatkan semakin sinergisnya program CSR dengan beberapa tujuan pemerintah. 40
A.B. Susanto, Paradigma Baru “Community “ Community Development ” Harian Kompas, 22 Mei 2001
41
Ibid
49
Terakhir yang mungkin terjadi adalah aktivitas CSR dengan regulasi seperti itu akan mengarahkan program pada formalitas pemenuhan kewajiban dan terkesan basa-basi. Keluhan hubungan yang tidak harmonis
antara
perusahaan
dan
pemangku
kepentingannya
sesungguhnya sudah terdengar setidaknya dalam dua dekade belakangan. Gerakan sosial Indonesia, khususnya gerakan buruh dan lingkungan, telah menunjuk dengan tepat adanya masalah itu sejak dulu. Namun, tanggapan positif terhadapnya memang baru terjadi belakangan. Di masa lampau, hampir selalu keluhan pada kinerja sosial dan lingkungan perusahaan akan membuat mereka yang menyatakannya berhadapan dengan aparat keamanan. Walaupun kini hal tersebut belum menghilang sepenuhnya, tanggapan positif atas keluhan telah lebih banyak terdengar. Kiranya, disinsentif untuk perusahaan yang berkinerja buruk kini telah banyak tersedia. Gerakan sosial kita tidak kurang memberikan tekanan kepada perusahaan berkinerja buruk. Payahnya, banyak perusahaan juga yang mulai menyadari pentingnya meningkatkan kinerja sosial dan lingkungan ternyata tidak mendapatkan insentif yang memadai dari berbagai pemangku kepentingan. Bahkan mereka yang secara fundamental hendak berubah malah menjadi sasaran tembak. Karena dianggap “melunak”, perusahaan tersebut kerap dianggap sebagai sumber uang yang bisa diambil kapan saja melalui berbagai cara. Di antara berbagai pemangku kepentingan itu terdapat pemerintah. Selain berbagai perangkat yang diciptakan di tingkat pusat, beberapa pemerintah kabupaten telah membuat berbagai macam forum CSR. Regulasi hubungan industrial juga telah dibuat di beberapa provinsi. Di satu sisi, perkembangan ini cukup menggembirakan karena menunjukkan tumbuhnya
pemahaman
pemerintah
atas
potensi
kemitraan
pembangunan dengan perusahaan. Di sisi lain, terdapat kekhawatiran bahwa pemerintah sedang memindahkan beban pembangunannya ke perusahaan. Berbagai regulasi yang dibuat telah juga menjadi tambahan beban baru bagi perusahaan, alihalih menjadi insentif bagi mereka yang hendak meningkatkan kinerja CSRnya. Secara teoritis telah diungkapkan banyak pakar bahwa pemerintah seharusnya menciptakan prakondisi yang memadai agar perusahaan dapat beroperasi dengan kepastian hukum yang tinggi. Dalam hal ini, berbagai regulasi yang ada tidak hanya berfungsi memberikan batasan kinerja kinerja minimal bagi perusahaan, tapi juga 50
memberikan perlindungan penuh bagi mereka yang telah mencapainya. Di luar itu, pemerintah bisa pula membantu perusahaan yang sedang berupaya melampaui standar minimal dengan berbagai cara. Di antaranya dengan memberikan legitimasi, menjadi penghubung yang jujur dengan pemangku kepentingan lain, meningkatkan kepedulian pihak lain atas upaya yang sedang dijalankan perusahaan, serta mencurahkan sumber dayanya untuk bersama-sama mencapai tujuan keberlanjutan Mengingat CSR sulit terlihat dengan kasat mata, maka tidak mudah untuk melakukan pengukuran tingkat keberhasilan yang dicapai. Oleh karena itu diperlukan berbagai pendekatan untuk menjadikannya kuantitatif dengan menggunakan pendekatan Triple Bottom Line atau Sustainability Reporting. Reporting. Dari sisi ekonomi, penggunaan sumber daya alam dapat dihitung dengan akuntansi sumber daya alam, sedangkan pengeluaran dan penghematan biaya lingkungan dapat dihitung dengan menggunakan akuntansi lingkungan. Terdapat dua hal yang dapat mendorong perusahaan menerapkan CSR, yaitu bersifat dari luar perusahaan (external (external drivers) drivers) dan dari dalam perusahaan (internal (internal drivers). drivers). Termasuk kategori pendorong dari luar, misalnya adanya regulasi, hukum, dan diwajibkannya analisis mengenai dampak
lingkungan
(Amdal).
Pemerintah
melalui
Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) telah memberlakukan audit Proper (Program penilaian peningkatan kinerja perusahaan). Pendorong dari dalam perusahaan terutama bersumber dari perilaku manajemen dan pemilik perusahaan (stakeholders (stakeholders), ), termasuk tingkat kepedulian/tanggung jawab perusahaan
untuk
membangun
masyarakat
sekitar
(community (community
development responsibility). responsibility). Ada empat manfaat yang diperoleh bagi perusahaan dengan mengimplementasikan CSR. Pertama, Pertama, keberadaan perusahaan
dapat
tumbuh
dan
berkelanjutan
dan
perusahaan
mendapatkan citra (image (image)) yang positif dari masyarakat luas. Kedua, Kedua, perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap kapital (modal). Ketiga, Ketiga, perusahaan dapat mempertahankan sumber daya manusia (human resources) resources) yang berkualitas. Keempat , perusahaan dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal yang kritis (critical (critical decision making) making) dan mempermudah pengelolaan manajemen risiko (risk (risk management ). ).42 Dalam menangani isu-isu sosial, ada dua pendekatan
42
http//www.csrindonesia.com
51
yang dapat dilakukan oleh perusahaan yaitu: Responsive CSR dan Strategic CSR. Agenda sosial perusahaan perlu melihat jauh melebihi harapan masyarakat, kepada peluang untuk memperoleh manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan secara bersamaan. Bergeser dari sekadar mengurangi kerusakan menuju penemuan jalan untuk mendukung str ategi perusahaan dengan meningkatkan kondisi sosial. Agenda sosial seperti ini harus responsif terhadap pemangku kepentingan. Isu sosial yang mempengaruhi sebuah perusahaan terbagi dalam tiga kategori. Pertama, Pertama, isu sosial generik, yakni isu sosial yang tidak dipengaruhi secara signifikan oleh operasi perusahaan dan tidak memengaruhi kemampuan perusahaan untuk berkompetisi dalam jangka panjang. Kedua, Kedua, dampak sosial value chain, chain, yakni isu sosial yang secara signifikan dipengaruhi oleh aktivitas normal perusahaan. Ketiga perusahaan. Ketiga,, dimensi sosial dari konteks kompetitif, yakni isu sosial di lingkungan eksternal perusahaan yang secara signifikan mempengaruhi kemampuan berkompetisi perusahaan. Setiap perusahaan perlu mengklasifikasikan isu sosial ke dalam tiga kategori tersebut untuk setiap unit bisnis dan lokasi utama, kemudian menyusunnya berdasarkan dampak potensial. Isu sosial yang sama bisa masuk dalam kategori yang berbeda, tergantung unit unit bisnis, industri, dan tempatnya. Ketegangan yang sering terjadi antara sebuah perusahaan dan komunitas atau masyarakat di sekitar perusahaan berlokasi umumnya muncul lantaran terabaikannya komitmen dan pelaksanaan tanggung jawab sosial tersebut. Perubahan orientasi sosial politik di tanah air dapat memunculkan kembali apresiasi rakyat yang terbagi-bagi dalam wilayah administratif dalam upaya menciptakan kembali akses mereka terhadap sumber daya yang ada di wilayahnya. Seringkali kepentingan perusahaan diseberangkan
dengan
kepentingan
masyarakat.
Sesungguhnya
perusahaan dan masyarakat memiliki saling ketergantungan yang tinggi. Saling ketergantungan antara perusahaan dan masyarakat berimplikasi bahwa baik keputusan bisnis dan kebijakan social harus mengikuti prinsip berbagi keuntungan, yaitu pilihan-pilihan harus menguntungkan kedua belah pihak. Saling ketergantungan antara sebuah perusahaan dengan masyarakat memiliki dua bentuk. Pertama, Pertama, inside-out linkages, linkages, bahwa perusahaan memiliki dampak terhadap masyarakat melalui operasi bisnisnya secara normal. Dalam hal ini perusahaan perlu memerhatikan dampak dari semua aktivitas produksinya, aktivitas pengembangan 52
sumber daya manusia, pemasaran, penjualan, logistik, dan aktivitas lainnya. Kedua lainnya. Kedua,, outside-in-linkages, outside-in-linkages, di mana kondisi sosial eksternal juga memengaruhi perusahaan, menjadi lebih baik atau lebih buruk. Ini meliputi kuantitas dan kualitas input bisnis yang tersedia-sumber daya manusia, infrastruktur transportasi; peraturan dan insentif yang mengatur kompetisi seperti kebijakan yang melindungi hak kekayaan intelektual, menjamin transparansi, mencegah korupsi, dan mendorong investasi; besar dan kompleksitas permintaan daerah setempat; ketersediaan industri pendukung di daerah setempat, seperti penyedia jasa dan produsen mesin.43 Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good (good conduct ) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia, dan prinsip-prinsip ini sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat. Prinsip etika bisnis itu sendiri adalah:44 1) Prinsip otonomi; adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. 2) Prinsip kejujuran. 3) Prinsip keadilan. 4) Prinsip saling menguntungkan (mutual ( mutual benefit principle). principle). 5) Prinsip integritas moral; terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan
bisnis
dengan
tetap
menjaga
nama
baik
pimpinan/orang-orangnya pimpinan/orang-orangn ya maupun maupu n perusahaannya. Bagi masyarakat, praktik CSR yang baik akan meningkatkan nilai tambah adanya perusahaan di suatu daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan kualitas sosial di daerah tersebut. Pekerja lokal yang diserap akan mendapatkan perlindungan akan hak-haknya sebagai pekerja. Jika ada masyarakat adat/masyarakat lokal, praktek CSR akan menghargai keberadaan tradisi dan budaya lokal tersebut. Agar efektif 43 44
Ibid Majalah Bisnis Dan CSR, Oktober 2007
53
CSR memerlukan peran civil society yang aktif. Setidaknya terdapat tiga wilayah dimana masyarakat dapat menunjukkan menunjukkan perannya yaitu: yaitu:45 a. Kampanye melawan korporasi yang melakukan praktik bisnis yang tidak sejalan dengan prinsip CSR lewat berbagai aktivitas lobby dan advokasi. b. Mengembangkan kompetensi untuk meningkatkan kapasitas dan membangun institusi yang terkait dengan CSR c. Mengembangkan inisiatif multi-stakeholder yang melibatkan berbagai elemen dari masyarakat, korporasi dan pemerintah untuk mempromosikan dan meningkatkan kualitas penerapan CSR Lewat ISO 26000 terlihat upaya untuk mengakomodir kepentingan semua stakeholder. Dalam hal ini, peran pemerintah menjadi penting. Pemerintah harus punya pemahaman menyeluruh soal CSR agar bias melindungi kepentingan kepentingan yang lebih luas, yaitu pembangunan nasional. Jangan lupa, dari kacamata kepentingan ekonomi pembangunan nasional, sektor bisnis atau perusahaan itu ada untuk pembangunan, bukan sebaliknya. Pemerintah perlu jelas bersikap dalam hal ini. Misalnya, di satu sisi, mendorong agar perusahaan-perusahaan yang sudah tercatat di bursa efek harus melaporkan pelaksanaan CSR kepada publik. Cakupan dari ISO 26000 ini antara lain untuk membantu organisasiorganisasi menjalankan tanggung jawab sosialnya; memberikan “ practical guidances” guidances” yang berhubungan dengan operasionalisasi tanggung jawab sosial; identifikasi dan pemilihan stakeholders; mempercepat laporan kredibilitas dan klaim mengenai tanggungjawab sosial; untuk menekankan kepada hasil performansi dan peningkatannya; untuk meningkatkan keyakinan dan kepuasan atas konsumen dan ˜stakeholders lainnya; untuk menjadi konsisten dan tidak berkonflik dengan traktat internasional dan standarisasi
ISO
lainnya;
tidak
bermaksud
mengurangi
otoritas
pemerintah dalam menjalankan tanggung jawab sosial oleh suatu organisasi; dan, mempromosikan terminologi umum dalam lingkupan tanggung jawab social dan semakin memperluas pengetahuan mengenai tanggung jawab sosial.46 ISO 26000 sesuatu yang tidak bisa ditawar. Meskipun, dalam rilis yang diambil dari website resmi ISO, standarisasi mengenai Social Responsibility, memang dinyatakan sebagai sesuatu yang 45 46
Ibid A.B. Susanto, Manajemen Aktual , Jakarta, Grasindo, 1997, hlm.53
54
tidak wajib, tetap saja ini akan menjadi trend yang akan naik daun dan harus dihadapi dengan sungguh-sungguh, jika ingin tetap eksis dalam dunia usaha di Indonesia. ISO 26000 ini bisa dijadikan sebagai rujukan atau pedoman dalam pembentukan pedoman prinsip pelaksanaan CSR di Indonesia. Di sisi lain, pemerintah harus bisa bernegosiasi di level internasional untuk membantu produk Indonesia bisa masuk ke pasar internasional secara fair. fair. Misalnya lewat mekanisme WTO. Ini bisa dibarengi dengan upaya pemerintah memberikan bantuan/asistensi pada perusahaan yang belum/menjadi perusahaan publik agar penerapan CSR-nya juga diapresiasi
melalui
mekanisme
selain
ISO.
Misalnya
dengan
menciptakan/menerapkan standard nasional CSR yang lebih bottom-up atau insentif tertentu yang bias meyakinkan pasar internasional untuk menerima produk Indonesia. Pada saat ini CSR dapat dianggap sebagai investasi masa depan bagi perusahaan. Minat para pemilik modal dalam menanamkan modal di perusahaan yang telah menerapkan CSR lebih besar, dibandingkan dengan yang tidak menerapkan CSR. Melalui program CSR dapat dibangun komunikasi yang efektif dan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya.
55
BAB III METODOLOGI 3.1. Desain Penelitian Pada hakekatnya desaign penelitian (Kajian) disusun untuk memperoleh data dan informasi yang dimaksud, maka kajian ini dirancang dengan model kajian penjelasan (Explanatory research), research), keuntungan model ini adalah mampu menggali dan sekaligus menjelaskan masalah secara rinci serta mengkaitkan berbagai fakta yang ada secara teoritis. Kajian ini menekankan pada proses pencarian dan pengungkapan makna dari fenomena atau pengalaman pelasakaan pelasakaan dilapangan (empirik) (empirik) yang dilakukan oleh para Impelementing Agency (Pelaksana Kebijakan) dan Role Occupant (Pemegang peran/masyarakat) dalam pelaksanaan Program CSR PT.NNT untuk wilayah wilayah lingkar tambang di KSB. Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dilaksanakan dengan tujuan untuk mengeksplore berbagai peristiwa, peristiwa, sebab, dampak dari keberadaan program CSR yang dilakukan oleh PT.NNT dan mengungkapkan kendala-kendala
atau
tantantangan-tantangan
yang
dihadapai
dari
pelaksanaan program CSR tersebut, nilai-nilai yang tersembunyi, serta mengetahui strategi dan menyusun
langkah-langkah yang tepat untuk
mengatasi fenomena fenomena tersebut. Oleh Oleh sebab itu maka kajian ini ini bersifat/jenis ekploratoris yang menggunakan pendekatan secara kualitatif. Menurut Hamidi (2004:15), penelitian kualitatif menanyakan atau ingin mengetahui makna (berupa konsep). Kajian kualitatif ini menghasilkan gambaran (deskripsi ) mengenai hal hal yang berkaitan berkaitan dengan konsep dan pelaksanaan pelaksanaan program CSR PT.NNT dalam konteks peraturan perUndang-Undangan yang ada. Namun karena kajian ini menyangkut menyangkut
penilaian dan efektivitas efektivitas dari pelaksaan program-
program CSR PT.NNT untuk wilayah Lingkar Tambang di Kabupaten Sumbawa Barat, maka selain data kualitatif, diperoleh pula data-data yang bersifat kuantitatif. Oleh sebab itu, untuk menjaga konsistensi, data kuantitatif tersebut dikategorikan dikategorikan dan dinarasikan. Untuk Untuk memberikan gambaran gambaran latar yang komprehensif. Hal ini sejalan dengan
pendapat Moleong (2004:3),
bahwa penelitian kualitatif diartikan sebagai penelitian yang tidak melakukan perhitungan. Selanjutnya Newman (Islamy dkk, 2001:8) menyebutkan adanya 6 karakteristik utama penelitian kualitatif yaitu : 1. Mengutamakan konteks sosial
56
Makna suatu tindakan sosial sangat tergantung sekali pada konteks dimana tindakan sosial terjadi. 2. Pendekatan studi kasus Peneliti mengumpulkan sejumlah besar informasi hanya pada suatu atau beberapa (sejumlah kecil) kasus, tetapi masuk kedalam dan mendetail agar
dapat
menemukan
dan
menggambarkan
pola-pola
dalam
kehidupan, tindakan, sikap, perasaan, kata-kata dari orang-orang di dalam konteks sosialnya secara utuh dan menyeluruh. 3. Mengutamakan integritas peneliti Hubungan yang dekat antara peneliti dengan subyek penelitiannya mengharuskan peneliti menjaga integritas dirinya agar penelitiannya tetap obyektif dan tidak bias. 4. Membangun teori dari data Teori dibangun dari data atau mendasar (grounded) di dalam data. 5. Mencermati proses dan sekuen Mengamati proses dan urutan peristiwa dari kasus yang dipelajari setiap saat agar dapat melihat perkembangan yang terjadi pada kasus tersebut terus menerus. 6. Interpretasinya kaya dan mendalam Interpretasi data dilakukan mulai dari the first order interpretation, the second interpretation dan the third order of interpretation. Untuk memperdalam kajian akan dilakukan pula wawancara langsung secara mendalam (Indept interview) dan focus group discussion. Panduan pertanyaan arahan akan disusun dengan mengacu pada pelaksanaan Program CSR PT.NNT yang telah dilakukan. Pertanyaan tersebut difokuskan pada titiktitik krusial yang berpotensi menimbulkan masalah, multitafsir dan permasalahan lainnya yang ada, baik secara normatif maupun pada saat program tersebut sebelum dilaksanakan maupun setelah dilaksanakan. Fokus kajian diarahkan pada metode perumusan program hingga pelaksanaan, pengelolaan dengan dasar partisipasi, tranparansi dan akuntabilitas.
3.2. Lokasi dan Subyek Penelitian Penentuan
lokasi
penelitian
ini
dimaksudkan
untuk
lebih
mempersempit ruang lingkup dalam pembahasan dan sekaligus untuk mempertajam fenomena sosial yang ingin dikaji agar sesuai dengan substansi selain persoalan tersebut tersebut
penentuan lokasi dan subyek penelitian penelitian perlu 57
mempertimbangkan apakah lokasi sesuai dengan masalah yang akan diteliti, menurut Moleong (2005:128) bahwa cara terbaik yang perlu ditempuh dalam penentuan lapangan penelitian adalah dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan dengan mempelajari serta mendalami fokus serta rumusan masalah penelitian; untuk itu pergilah dan jajakilah lapangan untuk melihat apa terdapat kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan. keterbatasan geografis, waktu, biaya dan tenaga tenaga juga perlu dipertimbangkan. dipertimbangkan. Berdasarkan berbagai aspek tersebut maka lokasi penelitian yang ditetapkan adalah berdasarkan pertimbangan yaitu wilayah yang berdampak langsung/yang merasakan manfaatnya secara langsung Program CSR PT.NNT yaitu wilayah lingkar tambang tambang di kabupaten Sumbawa barat. 3.3. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian kualitatif, Tim Pengkaji sendiri yang menjadi instrumen
utama
yang
terjun
ke
lapangan
dan
berusaha
sendiri
mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara. Wawancara yang dilakukan sering bersifat terbuka terbuka dan tertutup dan semi terstruktur (Nasution, 1996). Yang dimaksud dengan wawancara terbuka adalah dimana para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud dan tujuan wawancara, sedangkan wawancara tertutup akan dilakukan untuk mengetahui sesuatu yang bersifat rahasia, dan respondennya tidak mengetahui proses penelitian yang sedang dilakukan, pertanyaan semi terstruktur adalah pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu, disusun pertanyaan kunci dan peneliti mengembangkan materi pertanyaan pendalaman sesuai dengan kondisi dilapangan dengan mengacu pada pertanyaan kunci.. Untuk memudahkan pengumpulan data maka peneliti menggunakan alat bantu berupa catatan di lapangan, garis besar dalam wawancara, tape recorder, dan kamera foto. Dalam penelitian kualitatif, proses pengumpulan data meliputi 3 (tiga) kegiatan sebagai berikut : 1. Getting in yaitu proses memasuki lokasi penelitian Pada tahap ini peneliti memasuki lokasi dengan membawa ijin penelitian dan mengadakan pendekatan terhadap subjek penelitian untuk menjelaskan rencana dan maksud kedatangan peneliti dan berusaha untuk membuat hubungan yang lebih akrab sambil mendengarkan informasi dari mereka sehingga dapat mengurangi jarak sosial antara peneliti dengan sumber data. 2. Getting Along yaitu ketika berada di lokasi penelitian 58
Peneliti melakukan hubungan secara langsung dan akrab dengan sobjek penelitian dan sebelum melakukan wawancara peneliti menjelaskan terlebih dahulu maksud dan tujuan peneliti, sehingga mereka memahaminya. Disamping wawancara juga dilakukan observasi secara langsung sesuai dengan fokus penelitian serta memahami perilaku objek yang diteliti. 3. Logging Data yaitu saat pengumpulan data Dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data yang diperlukan, maka peneliti menggunakan teknik teknik pengumpulan data, yaitu : a. Wawancara secara mendalam dilakukan dengan pertanyaan yang terbuka dan mengarah pada kedalaman informasi serta dilakukan secara semi struktur
guna menggali pandangan
subyek yang diteliti. Wawancara mendalam ini dapat dilakukan pada waktu dan konteks yang dianggap paling tepat guna mendapatkan data yang rinci, sejujurnya dan mendalam, dan dapat dilakukan beberapa kali sesuai dengan keperluan peneliti yang berkaitan dengan d engan kejelasan dan kemantapan masalah yang sedang dijelajahi. b. Observasi dilakukan Observasi dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan obyek penelitian secara langsung di lapangan sehingga diperoleh data yang actual dari sumber data. c. Dokumentasi,
pengumpulan
data
melalui
dokumentasi
dilakukan dengan cara mencatat atau menyalin data yang ada dalam dokumen di lokasi penelitian khususnya berkaitan dengan objek yang diteliti.
3.3.1. Tahapan pengumpulan pengumpulan data : Data yang akan dikumpulkan adalah data-data yang bersifat kuantitatif dan data-data yang bersifat kualitatif. Pertama, menyangkut kajian tentang gambaran pelaksanaan program CSR PT.NNT untuk wilayah lingkar tambang di Kabupaten Sumbawa Sumbawa Barat. Proses pengumpulan pengumpulan data akan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
59
a. Pengumpulan peraturan dan kebijakan terkait dengan program CSR PT.NNT untuk wilayah lingkar tambang dengan menggunakan metode Regulatory Impact Analysis Analysis (RIA). b. Data peraturan dan kebijakan tersebut kemudian diinterprestasikan dengan pendekatan gramatikal dan logika hukum kemudian dituangkan sebagai bahan dasar konsepsi tentang CSR PT.NNT. c. Proses Indept Interview atau wawancara mendalam semi terstruktur adakan dilakukan untuk menggali secara mendalam data-data dan informasi, Team peneliti akan menyusun panduan pertanyaan arahan atau pertanyaan-pertanyaan kunci (keys questions). Sebelum digunakan panduan pertanyaan akan diuji reabilitasnya terlebih dahulu, setelah realible kemudian akan digunakan oleh Team. Dalam proses Indept interview, diawali dengan melakukan identifikasi para key informans yang akan dijadikan sebagai sebagai nara sumber. d. Focus group discussion (FGD) atau diskusi kelompok terfokus; diskusi ini akan dipandu oleh peneliti langsung dengan pertanyaan panduan yang telah ada, peneliti akan menggali informasi dari berbagai peserta diskusi dengan menggunaan
metode
ORID-sekaligus
membangun
capaian-capaian
kesepakatan atas rekomendasi-rekomendasi yang akan dimunculkan dari hasil penelitian secara partisipatif. e. Workshop Exit Data ; workhop ini bertujuan untuk mengklarifikasi data dan informasi temuan-temauan sementara atau laporan hasil sementara yang telah disusun oleh para peneliti, sekaligus mencari umpan balik (feedback) atas hasil sementara dari penelitian.
3.4. Metode Analisis Data Teknik analisis data dilakukan secara kualitatif dengan wawancara terbuka dan dalam penelitian ini teknik analisis data yang dipergunakan adalah model interaktif dari Miles dan Huberman (Moleong, 2005) dengan prosedur reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan yang dinarasikan yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Reduksi Data (pengurangan data)
60
Proses reduksi bertujuan menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, mengorganisasi bahan empirik sehingga dapat diperoleh katagori-katagori tematik. 2) Display data (penyajian data) setelah itu data disajikan karena masih ada data yang kurang maka pengumpulan data dilapangan dilakukan kembali sampai data menjadi lengkap. 3) Menarik kesimpulan/verifikasi Selanjutnya analisis disusun dan diarahkan pada fokus penelitian untuk disimpulkan
dan
kesimpulan
harus
diverifikasi
selama
penelitian
berlangsung agar memudahkan pada kesimpulan akhir, yang tahapan analisis datanya diatur sebagai berikut : a. Data-data baik yang bersifat data kuantitatif maupun kualitatif tersebut akan
dianalisis
dengan
pendekatan
: pertama;
pada
aspek
pelaksanaan program CSR PT.NNT, terlebih dahulu akan dilakukan analisis dasar terhadap peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan serta peraturan perundang-undangan yang ada. RIA. Untuk untuk melihat atau menemukan konsep-konsep dasar yang tertuang dalam peraturan atau kebijakan yang selama ini dijadikan dasar/pedoman dalam pelaksanaan program CSR PT.NNT. Disamping
dampak-
dampak atas peraturan atau kebijakan tersebut. Kerangka peraturan dan kebijakan tersebut menjadi dasar bahan analisis untuk tahapanproses selanjutnya. b. Data kuantitatif yang terkumpul akan dianalisis secara kualitatif, tahapan analisis dimulai dengan melihat konsepsi dasar dari program CSR PT.NNT, kemudian dikembangkan melalui Diskusi Expert Team. Proses diskusi expert akan dilakukan pada seluruh tema pokok yang dijadikan sebagai dasar dari penelitian, proses pendalaman dan kajian dilakukan dengan cara melibatkan para pihak yang memiliki kompetensi terhadap tema kajian, untuk memverifikasi temuantemuan yang ada di lapangan dan memberikan masukan terhadap hasil untuk dikembangkan secara lebih mendalam. c. Pengembangan pertanyaan dan analisis data kuantitatif maupun kualitatif dilakukan secara bertahap dan dilakukan dengan melihat titik-titik kelamahan dari hasil studi, dilakukan oleh verifikator data. Seluruh ata hasil wawancara, indept interview maupun workshop exit akan diolah oleh Tem Expert dan analisis data dikembangkan dengan 61
beberapa metode pendekatan sesuai dengan tema kajian dan kebutuhan masing-masing. d. Proses pengembangan analisis, diupayakan pula dilakukan secara partisipatif dengan dengan melibatkan pula para stakeholders stakeholders terkait terkait untuk memastikan
validitas
data
yang
telah
dihasilkan
termasuk
pengembagan rekomendasi dari hasil studi ini. Sehingga dari studi ini diharapkan bukan hanya dapat memberikan gambaran tentang program CSR PT.NNT untuk wilayah lingkar tambang di Kabupaten Sumbawa barat, melainkan dapat memberikan gambaran secara utuh dan komprehensif terhadap program tersebut, dari seluruh materi yang ada dalam peraturan dan kebijakan kebijakan daerah. 3.4.1. Keabsahan Data Setiap penelitian memerlukan adanya standar untuk melihat derajat kepercayaan atau kebenaran hasil penelitiannya. Dalam penelitian kualitatif standar itu disebut keabsahan data. Menurut moleong (2005) untuk menetabkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada 4 (empat) criteria yang digunakan yaitu : 1. Derajat kepercayaan
(credibility) , merujuk pada kepercayaan
pembaca dan persetujuan partisipan (responden) penelitian terhadap hasil temuan. Untuk memenuhi standar tersebut dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi, peer debriefing debriefing, dan member check. check. Triangulasi dioperasionalisasikan dalam bentuk triangulasi sumber data yaitu membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen, membandingkan pernyataan informan didepan umum dengan pernyataan informan secara pribadi, dan membandingkan perspektif informan yang berbeda latar belakang mengenai suatu isu. Teknik peer debriefing dioperasionalisasikan dengan cara melibatkan sejawat peneliti yang tidak ikut meneliti untuk membicarakan atau memberikan kritik terhadap proses dan hasil penelitian, sehingga bisa diperoleh masukan atas kelemahan yang terjadi dari penelitian yang dilakukan, dalam bentuk diskusi informal, seminar hasil penelitian, dan bimbingan tesis. Teknik member check dioperasionalisasikan dengan cara meminta partisipan penelitian untuk mereview data, penafsiran, dan kesimpulan. 62
2. Keteralihan (transferability (transferability), ), Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan peralihan tersebut, peneliti berusaha mencari dan mengumpulkan data kejadian empiris dalam konteks yang sama. Dengan demikian peneliti bertanggungjawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya. Data itu antara lain berupa catatancatatan lapangan, petunjuk teknis pelaksanaan, Laporan Kegiatan pelaksanaan, dan hasil wawancara dengan stakeholders dengan berpedoman pada instrumen penelitian, wawancara dan observasi. Untuk keperluan itu peneliti mengulang pengecekan data untuk menjamin kelengkapan data penelitian sehingga proses analisisnya akan didukung oleh data yang lengkap dan akurat. 3. Ketergantungan (dependability (dependability), ), dapat dicapai dengan kepastian, yaitu dengan terus menkonsultasikan kepada pihak expert pihak expert sehingga setahap demi setahap konsep-konsep yang dihasilkan di lapangan dikonsultasikan dengan expert. Setelah hasil penelitian dianggap benar oleh expert maka dilakukan pertemuan baik formal maupun informal dengan teman-teman guna memperoleh masukan untuk menambah kebenaran hasil penelitian. 4. Kepastian (comfirmability (comfirmability). ). Yang dimaksudkan dengan kepastian yaitu obyektifitas. Disini pemastian bahwa sesuatu obyektif pada penelitian kualitatif menekankan pada data sehingga dengan bantuan expert untuk expert untuk memastikan bahwa hasil penelitian ini berdasarkan dari data dan pembimbing berupaya menelaah hasil kegiatan peneliti dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan keabsahan data apakah dilakukan dengan memadahi atau tidak. Untuk maksud tersebut maka penulis terus mengkonsultasikan data temuan dilapangan dengan expert selama berlangsunya konsultasi penelitian ini guna mendapatkan arahan dan menjamin keabsahan dan objektifitas penelitian. Dari hasil penyusunan metodologi dan pelaksanaan kajian dilapangan ini akan disajikan dalam bentuk narasi pada keseluruhanya dan tidak menampilkan bagan maupun tabel, akan tetapi data yang dalam bentuk bentuk tersebut oleh Tim pengkaji yang telah melalui berbagai tahapan di sajikan dalam bentuk tertulis dalam laporan yang harapanya akan memudahkan untuk dipahami secara bersama-sama. Sehingga rekomendasirekomendasi yang muncul bisa semakin lebih diperhatikan. 63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bagaimana keadaan ekonomi ekonomi dan sosial masyarakat masyarakat KSB, khususnya lingkar tambang sebelum dan setelah ekploitasi tambang PT. Newmont Nusa Tenggara? dampak dan perubahan sosial ekonomi apasajakah yang terjadi? Mengapa program CSR menjadi menjadi penting untuk dilakukan terutama terutama di wilayah lingkar tambang?. 4.1. Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat Sebelum PT.NNT beroperasi, secara administratif administratif wilayah lingkar tambang, meliputi hanya wilayah Kecamatan Jereweh, terdiri terdiri dari 6 desa, yakni yakni ; (1) Desa Desa Goa, (2) Desa Beru, (3) Desa Belo, (4) Desa Sekongkang Atas, (5) Desa Sekongkang Bawah dan (6) Desa Tongo Sejorong. Kemudian pada tahun 2002, Kecamatan Jereweh di mekarkan menjadi Kecamatan Sekongkang, terdiri dari ; (1) Desa Sekongkang Atas, (2) Sekongkang Bawah, (3). Tongo, (4) Ai Kangkung, (5) Tatar dan (6) desa Talonang Talonang Baru.
Seiring dengan kebijakan dan perkembangan perkembangan
pembangunan daerah Kabupaten Sumbawa Barat, pada tahun 2008, Kecamatan Jereweh dimekarkan kembali menjadi Kecamatan Maluk, terdiri dari ; (1), Desa Pasir Putih, (2) Desa Maluk, Maluk, (3) Desa Mantun, (4) Desa Benete. (5). Desa Bukit Damai. Sehingga saat ini, yang termasuk daerah lingkar tambang adalah Kecamatan Jereweh, Maluk dan Sekongkang. Sedangkan Kecamatan Jereweh terdiri dari ; (1) Desa Beru, (2). Desa Goa, (3). Desa Dasan Anyar, dan (4) Desa Belo. Yang terkait dengan Tata Guna lahan dan Nilai Lahan penjelasanya sebagai berikut; Hadirnya PT.NNT di KSB, tahun 1986 ternyata telah membawa dampak berupa terjadi pengurangan hutan negara seluas 92 ha. Lahan Hutan negara ini sebelumnya menjadi salah satu tempat mata pencaharian masyarakat setempat, khususnya terhadap hasil-hasil hutan. Sejak masuknya PT.NNT, masyarakat setempat tidak lagi dapat mencari hasil-hasil hutan. Disamping hutan, lahan yang dipakai oleh PT.NNT adalah lahan pertanian masyarakat. Sebagian besar lahan pertanian ini digunakan untuk fasilitas pembangunan lapangan golf 47. Sehingga sebagian petani penggarap lahan tersebut pun telah kehilangan mata pencaharian mereka. Selain masalah di atas, masyarakat juga dihadapkan dengan serbuan dari 47
Pada tahun 2004, pembangunan lapangan Golf PT. NNT mulai dikerjakan oleh Koperasi Ketala—sebuah Koperasi yang didirikan didirikan oleh para karyawan karyawan PT.NNT
64
para pendatang. Kehadiran para pendatang, membutuhkan pula lahan untuk pemukiman. Disamping Lahan persawahan masyarakat pun mulai berkurang, karena meningkatnya pembangunan untuk pemukiman. Karena itulah muncul desakan
dari
masyarakat
agar
lahan
kering
yang
ada
dapat
dimanfaatkan/menggantikan dimanfaatkan/mengga ntikan lahan pertanian (sawah) dengan mendesak mendesak adanya program pencetakan sawah baru. Pada tahun 1996 (sebelum eksploitasi PT.NNT), rata-rata setiap keluarga memiliki lahan pertanian seluas 2,74 ha. Namun, saat ini jumlah tersebut semakin berkurang tahun 2001, luas kepemilikan lahan pertanian setiap keluarga menjadi hanya 2,36 hektar, dan terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Sementara itu, harga nilai lahan sejak masuknya PT.NNT terus mengalami kenaikan. Dari hasil studi menunjukkan bahwa banyak warga lingkar tambang yang pada akhirnya terpaksa menjual lahan pertaniannya karena keterdesakan ekonomi. Mereka umumnya adalah warga yang tidak bekerja di PT.NNT maupun SubKontraktor perusahaan lainnya. Sebagian besar tanah tersebut di jual oleh masyarakat yang memiliki ekonomi yang mapan dan umumnya adalah pada para pendatang. Penjualan tanah milik masyarakat, banyak sekali terjadi pada masa konstruksi (1997-1999) maupun pada masa produksi sekarang ini. Sebelum masa produksi PT.NNT, (tahun 1994-1996) 1994-1996) harga tanah untuk lahan sawah yang strategis/subur harganya hanya Rp. 100,000,-/are, namun pada masa konstruksi nilainya menjadi Rp.3.500.000/are48-, begitupun dengan lahan kering, sebelumnya hanya 60.000/per are menjadi 4.000.000,-, lahan pekarangan tadinya 100 menjadi Rp.5.000.000,-, lahan miring yang sebelumnya hanya 50.000/are naik tajam menjadi 3.000.000,-/are. Harga ini sangat jauh berbeda dengan harga pembebasan lahan yang dilakukan oleh PT.NNT tahun 1997 yang hanya sebesar Rp.7.000.000,-/perhektar Rp.7.000.000,-/perhektar atau sekitar Rp.70.000/are. Rp.70.000/are. 4.1.1. Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan, Mobilitas ekonomi tenaga kerja dan Struktur Pekerjaan Anggota Rumah Tangga Kawasan penambangan pada mulanya mempunyai penduduk yang sangat jarang, sebelum tambang pada tahun 1996 mempunyai kepadatan rata-rata 12 jiwa/km2. Namun, selama kurun waktu 5 tahun (2000) kepadatan penduduk meningkat pesat, kepadatan dua kali lipat, yaitu rata-rata 21 jiwa/km2. Kepadatan ini belum termasuk karyawan PT.NNT atau tenaga kerja atau keluarga lain yang belum tersensus. Laju pertumbuhan pendudukan sensus s ensus 1980-1990, hanya 2,28% pertahun, periode 1990-2000 meningkat menjadi 9,49% pertahun. Padahal untuk 48
Satu are seluas 100 meter atau 10 x 10 meter persegi.
65
propinsi NTB pada periode yang sama laju pertumbuhan hanya 1,74%. Hal ini menunjukkan arus penduduk yang datang dan menetap dikawasan penambangan selama periode 1990-2000 sangat tinggi. Tingkat pendidikan penduduk yang belum tamat SD lebih dari 70%, selebihnya tamatan SLTP dan SLTA, dan kurang dari 1 persen penduduk yang menamatkan Sarjana Muda. Sebelum ada PT.NNT pekerjaan masyarakat 72,73% bekerja pada sektor pertanian, dan selama periode (1996-2001) mengalami penurun menjadi 33,47%. Sebagian warga berpindah mata pencahariannya ke sektor jasa, industri, kerajinan rumah tangga dan sektor perdagangan. Sebagian besar anggota rumah tangga didominasi oleh usia muda, dibawah 15 tahun atau belum termasuk usia kerja (41,51%). Besarnya jumlah anggota rumah tngga yang berusia muda ini menunjukkan besarnya tanggungan ekonomi anggota rumah tangga yang berusia kerja atau berusia produktif terhadap rumah tangga yang belum masuk usia produktif. Beban tanggungan tersebut, belum termasuk anggota rumah tangga yang belum masuk pasar kerja, seperti anggota keluarga yang masih melanjutkan pendidikan SLTA atau Perguruan Tinggi dan d an yang masih menganggur, mereka yang dapat melanjutkan pendidikan umumnya adalah keluarga yang cukup mapan, seperti pegawai PT.NNT atau pegawai negeri. Mobilitas ekonomi (mencari dan melakukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga), sebagian besar dilakukan didalam kawasan tambang, yakni ; Sekongkang, Maluk dan Jereweh. Hanya sekitar 13.89% keluar kawasan tambang, dan 0,66 ke luar negeri. Mobilitas ekonomi dalam kawasan tambang ini disebabkan selain karena tempat tinggal yang dekat dan aksesbilitas dalam kawasan sudah lancar, masyarakat juga merasa kesempatan yang diperoleh lebih besar. Masyarakat lokal lingkar tambang, pada saat ini jarang melakukan satu jenis pekerjaan. pekerjaan. Selain melakukan pekerjaan pekerjaan pokok, juga melakukan satu atau dua jenis pekerjaaan sampingan. Keragaman ini terjadi sejak masuknya proyek pertambangan. Adapun jenis pekerjaan sampingan yang banyak muncul adalah usaha bidang perdagangan, perdagangan, jasa, industri kerajinan dan usaha sebagai karyawan swasta. Pilihan bekerja pada sektor pertanian, menjadi pilihan alternatif terakhir bagi angkatan kerja muda. Mereka pada prinsipnya, p rinsipnya, lebih senang dapat bekerja di PT.NNT atau sub-kontraktor, namun apabila semua menuai ”kegagalan terpaksa mereka bekerja pada sektor pertanian, dan sifatnya sementara. 4.1.2. Dasar Perekonomian Lokal
66
Sebelum masuknya PT.NNT, ada beberapa dasar perekonomian masyarakat, yakni ; (1) usahatani tanaman pangan pola subsisten di sawah dan diladang (2) usaha peternakan (kambing, sapi, kerbau dan kuda). (3) u saha penangkapan ikan di laut (4) usaha pencari hasil hutan (rotan, madu, bambu dan aren) (5) usaha pengolahan gula aren dan (6) usaha perdagangan skala kecil. a. Usaha Bidang Pertanian merupakan salah satu pekerjaan masyarakat yang sangat terpengaruh dengan adanya PT.NNT. Pada masa persiapan dan konstruksi bidang ini ditinggakan oleh masyarakat setempat, karena mendapatkan kesempatan pekerjaan lain yang memberikan hasil lebih tinggi. Namun, setelah masa produksi PT.NNT, kesempatan kerja di luar pertanian berkurang. Masyarakat, secara perlahan-lahan, khususnya kalangan tua, akhirnya kembali menekuni pekerjaan sebagai petani. Sebagian kecil masyarakat tetap bertahan pada pekerjaan baru sebagai karyawan PT.NNT. Transisi ini mengalami kegamangan, hal ini tercermin dari data pada tahun 2002-2003, sebagian besar lahan pertanian yang dimiliki dan dikuasai oleh masyarakat tidak termanfaatkan dengan baik. Pada musim tanam I (musin penghujan) intensitas tanam hanya 50%, musim tanam II hanya 31.28% dan pada musim tanam III hanya 11,12%, artinya sekitar 50% lahan yang dimiliki masyarakat tidak dimanfaatkan atau dibiarkan menjadi menjadi lahan tidur. Selain itu, kurang kurang tersedianya tenaga tenaga kerja untuk mengelola lahan, upah tenaga kerja pertanian meningkat karena ketersediaan tenaga yang terbatas, sehingga tingkat keuntungan relatif usahatani terhadap usaha lain jauh lebih rendah. b. Usaha Bidang Peternakan juga sangat terpengaruh dengan keberadaan PT.NNT, padahal bidang peternakan merupakan sumber penghasilan yang sangat penting bagi masyarakat lingkar tambang. Sebelum ada PT.NNT hampir semua warga memiliki atau menginvestasikan kelebihannya pada ternak. Karena ternak merupakan asset paling liquid atau paling cepat diuangkan dibandingkan asset-asset lain yang dimiliki warga. Setelah PT.NNT masuk yang diikuti pula dengan masuknya banyak penduduk dari luar, menyebabkan kawasan lahan pengembalaan ternak semakin sempit (LAR) dan ternak tidak bisa dipelihara dengan sistem lepas tanpa pengawasan (dalam kebiasaan tenak di Sumbawa hewan ternak tidak dikandangkan, melainkan dilepas bebas dilahan luas yang dikenal dengan LAR). Disamping itu, minat masyarakat pun mengalami penurunan karena maraknya pencurian hewan ternak yang terjadi pada hampir setiap
67
tahunnya. Sehingga banyak ternak yang dijual masyarakat, dan jumlah ternak terus cenderung mengalami penurunan. c. Usaha Bidang Perikanan laut dilakukan oleh masyarakat yang berada di sepanjang pantai jelenga (desa Beru), pantai Benete (Desa Benete), Pantai Pasir Putih (maluk), pantai sekongkang (desa sekongkang Atas dan Bawah), Pantai Sejorong (Tongo), Pantai Senutuk (Desa Ai Kangkung) dan sepanjang pantai Tatar (Desa Tatar). Masyarakat yang melakukan usaha perikanan laut sebagai mata pencaharian umumnya berasal dari Pulau Lombok. Mereka sebagian besar menetap di Pantai Jelenga, Benete, Pasir Putih dan Pantai Senutuk. Sedangkan masyarakat etnis Samawa yang tinggal disepanjang Sejorong dan Sekongkang hanya menempatkan usaha dalam bidang ini sebagai mata pencaharian sampingan saja. Selain ikan ada beberapa penduduk yang juga memiliki pencaharian sebagai pengumpul telur penyu, dan pengambil hasil laut pada saaat air surut (mada, seperti kerang laut) d. Usaha Industri Kerajinan Rumah Tangga mulai berkembang dan memperoleh pasar yang layak setelah masuknya PT.NNT. Sebelum masuk PT.NNT masyarakat menganggapnya sebagai usaha sampingan yang dilakukan oleh masyarakat lapisan bawah, karena pada saat itu kualitas dan pasar
dari
komoditi
ini
masih
sangat
terbtas
pada
masyarakat
lokal/setempat. Sebelum ada PT NNT hingga menjelang tahun 1997, jenis kerajinan yang dilakukan oleh masyarakat lokal terbatas pada industri gula aren atau gula semut, meubel, anyaman lontar, anyaman pandan, industri batu bata dan pengolahan batu. Indutsri saat rumah tangga saat ini mulau berkembang, seperti industri tahu tempe, batako dan beberapa jenis lainnya, namun jenis kerajinan baru tersebut umumnya dilakukan oleh masyarakat pendatang. e. Usaha Perdagangan merupakan usaha baru bagi masyarakat lokal, karena sebelum masuk PT.NNT masih terbatas pada usaha dagang hasil bumi yang banyak dilakukan dengan sistem barter. Sedangkan usaha dalam bentuk kios atau toko jumlahnya sangat terbatas dan umumnya terdapat di Kota Kecamatan Jereweh. Desa/kecamatan yang paling pesat adalah Maluk. Di desa ini hampir semua kebutuhan masyarakat, mulai dari Sembako sampai kebutuhan rekreasi tersedia. Jenis usaha perdagangan yang banyak dilakukan oleh masyarakat lokal adalah berupa toko/kios, warung, pedagang keliling atau bakulan, pedagang kaki lima dan pedagang hasil bumi lainnya. 68
f.
Usaha Jasa Seperti halnya usaha perdagangan, usaha bidang jasa juga banyak muncul setelah masuk proyek pertambangan, mulai dari dar i usaha jasa pada bidang pertukangan, perbengkelan, jasa trasportasi, komunikasi, perbankan dan usaha jasa pada bidang-bidang lainnya, perkembangan ini khususnya di Kecamatan Maluk. Usaha yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat lokal adalah usaha jasa pada bidang transportasi, yakni dalam bentuk Ojek (Tukang Ojek), benhur dan mobil angkut. Kemudian usaha bidang
pertukangan,
seperti
tukang
jahit
dan
tukang
bangunan,
perbengkelan atau presban dan jasa-jasa kecantikan. g. Usaha Pencaharian hasil Hutan dan berburu Usaha lokal yang lebih bersifat mata pencaharian tradisional, tr adisional, seperti pencari rotan, madu, bambu dan aren (nira), kegiatn ini banyak dilakukan oleh masyarakat Sekongkang Atas, Sekongkang Bawah dan Tongo Sejorong menjadi sangat berkurang sejak masuknya PT.NNT. Namun, Usaha-usaha tersebut tetap dikerjakan oleh penduduk yang tidak memiliki akses terhadap PT.NNT. Salah satu penyebabnya adalah karena sejumlah kawasan hutan yang sebelumnya dijadikan lokasi pengambilan hasil hutan menjadi tertutup mengingat kawasan tersebut bagian dari kawasan tambang. Sebelum masuknya PT.NNT, daerah lingkar tambang memiliki corak agro ekosistem hutan dan lahan kering (tegal dan ladang). Oleh sebab itu, kegiatan pengambilan hasil hutan merupakan salah satu corak perekonomian lokal. Penduduk setempat, bahkan dari desa lain sangat lazim mengambil hasil hutan terutama hutan bambu, rotan, madu, nira, lontar dan binatang buruan sebagai mata pencaharian mereka. Bambu dan rotan diambil dari hutan selanjutnya dijual dalam bentuk batangan. Sedangkan nira diolah menjadi gula (gula aren) selanjutnya dipasarkan ke pasar lokal. Usaha ekonomi lokal tersebut saat ini berkurang setelah PT NNT beroperasi. Lokasi pengamblan bambu dan rotan semakin terbatas karena beberaa kawasan telah menjadi kawasan tambang dan tidak mudah mendapatkan akses untuk masuk kewilayah tersebut. Disamping itu, banyak pelaku usaha tersebut yang telah mengalihkan mata pencahriannya ke usaha lain sejak masa kontruksi tambang berlangsung. Usaha pengambilan madu, dan usaha berburu (rusa) juga semakin berkurang dn bersifat insidental (musiman). Sementara usaha pengambilan dan pengolahan nira/aren masih tetap berlangsung terutama di desa Tongo-Sejorong. Usaha pada bidang pencaharian hasil hutan, adalah usaha sampingan masyarakat yang hanya dilakukan pada waktu senggang dalam kegiatan usaha tani. Akan tetapi pada saat itu aktivitas masyarakat 69
dalm bidang ini masih cukup intensif, karena pada saat itu waktu senggang masyarakat masih cukup banyak, tertutama pada musim kemarau. Setelah masuk PT.NNT yang diikuti oleh semakin banyaknya aktivitas masyarakat yang lebih produktif dan ketatnya pengawasan pengambilan hasil hutan, menyebabkan usaha ini ini menurun secara secara drastis. Hanya beberapa orang saja yang melakukan pencarian hasil hutan untuk memperoleh pendapatan. Jenis hasil hutan yang dicari adalah madu, kayu gaharu, kayu bangunan dan hewan buruan. h. Usaha Ekonomi lokal lainnya. Beberapa masyarakat lokal bekerja sebagai buruh harian dibeberapa pertokoan di Maluk dan Sekongkang dan buruh harian dibeberapa proyek bangunan. Usaha lainnya adaah usaha perdagangan skala kecil tumbuh dan berkembang mulai masa konstruksi PT.NNT dan mengalami penurunan setelah berakhirnya masa konstruksi. Usaha dagang dengan sekala kecil pada masa sebelum masuknya PT.NNT didominasi perdagangan hasil laut dan hasil pertanian. Transaksi dagang dilakukan di pasar tradisional yang disebut ”tenten” . Tidak jarang sistem transaksinya
berlangsung
dengan
barter
barang.
Sistem
transaksi
tardisional ini (barter) mulai ditinggalkan. 4.1.3. Perkembangan Aspek Sosial Budaya ( Kepemilikan/Penguasaan Asset (barang prestise) prestise) Perubahan gaya hidup masyarakat antara lain terlihat dari penguasaan atau kepemilikan barang/benda yang bernilai dan dipandang sebagai lambang prestise sosial. Untuk saat ini, barang prestise tersebut melekat pada barang-barang manufaktur atau hasil industri, seperti banrang elektronik dan asesoris rumah tangga lainnya. Sejak beroperasinya PT.NNT kepemilikan barang prestisius, terutama elektronik dan sarana komunikasi informasi semakin banyak. Terdapat kebiasaan masyarakat Samawa, termasuk Jereweh dan Sekongkang cenderung memperlihatkan kepemilikan tersebut kepada orang lain. Hal ini terlihat dari berbagai aksesoris atau perabot rumah tangga yang selalu ditempatkan di ruang tamu atau beranda depan depan rumah. masyrakat lokal, lokal,
Kebiasaan ini merupakan merupakan kebiasaaan lama
kepemilikan barang prestisius prestisius tersebut semakin meningkat,
banyak penduduk yang membangun rumah baru atau melakukan renovasi dan biasanya diikuti keinginan keinginan untuk melengkapi assesoris assesoris rumah dengan perlengkapan perlengkapan yang dipandang memiliki keindahan dan kesan kemewahan seperti barang elektronik dan sejenisnya, antara televisi, radio/tape recorder, VCD player,
70
Receiver/Parabola, Refrigator/Kulkas, Mesin Cuci, Kompor gas, telepon seluler, kendaraan roda 2, kendaraan roda 4. Gaya hidup masyarakat cenderung berubah ke arah yang lebih konsusmtif dan demonstratif setelah adanya kegiatan tambang. Selain itu, berbagai jenis barang yang terasuk kategori mewah tersebut diperoleh dengan cara membeli di berbagai kota yang ada di Lombok Lombok (Mataram) dan Sumbawa. Ada semacam kepuasaan dan kebanggaan masyarakat bila memperoleh barang dari daerah lain dibandingkan bila diperoleh di sekitar KSB. Adanya kebiasaaan untuk memperoleh barang keperluan hidup dari Kota besar diluar KSB juga mencerminkan gaya hidup masyarakat karena didalam hal tersebut terselip harapan atas prestise sosialnya. Sesungguhnya sangatlah logis apabila terjadi peningkatan pendapatan akan dialokasikan untuk pemenuhan barang pemuas psikologis selama kebutuhan fisik minimum terpenuhi secara optimal. Kehadiran PT NNT secara langsung maupun tidak langsung telah berpengaruh terhada oreientasi nilai budaya masyarakat desa lingkar tambang terutama dilihat dari perubahan gaya hidupnya. 4.1.4. Perkembangan nilai adat dan kebiasaan Sejak mulai beroperasi PT NNT, ikatan adat istiadat masyarakat desa ingkar tambang cenderung mengalami kelonggaran terutama pada aspek (1) adat pergaulan sehari-hari, dan (2) ikatan adat dalam hal pembagian kerja dalam berbagai usaha. Pada aspek lainnya ikatan adat relatif masih kuat dalam arti masih dipertahankan oleh anggota masyarakat, seperti ; pelaksanaan upacara adat dan upacara lain sekitar siklus hidup manusia. Longgarnya ikatan adat istiadat masyarakat pada beberapa aspek kehidupan ditandai dengan makin berkurangnya peran tokoh-tokoh adat, dimana pada masa sebelum dimulainya aktivitas yang terkait penambangan batu hijau, keberadaan tokoh adat serta kelembagaan cukup dirasakan. Kelonggaran norma adat dirasakan terjadi sejak masa konstruksi (tahun 1997). Karena sebagian besar anggota masyarakat bekerja pada berbagai bidang usaha sehingga waktu luang yang tersedia untuk melaksanakan acara-acara sosial makin berkurang. Sejak saat itu, anggota masyarakat lebih berorientasi pada perubahan ekonomi dibandingkan dengan mempertahankan nilai-nilai sosial yang ada. Disamping itu, banyaknya pekerja pendatang yang berdomisili sementara di semua
desa
lingkar
tambang
menyebabkan
masyarakat
lokal
kurang
memperhatikan standar perilaku (adat istiadat) setempat, bahkan cenderung mengacu pada perilaku masyarakat pendatang. 71
Ikatan adat dalam pergaulan keseharian pada masa sebelum tambang sangat kuat, hal ini tercermin dengan kuatnya kedudukan sanksi sosial dalam masyarakat, berperannya kelembagaan adat, tokoh-tokoh adat setempat dan lain sebagainya. Dalam Implementasinya, kuatnya ikatan adat dapat ditunjukkan dengan kuatnya penghormatan kaum muda terhadap orang tua, adanya kesepakatan tidak tertulis yang mengatur tat cara pergaulan hidup dan berkembangnya gotong royong serta tolong menolong atas dasar setempat. Sebelum masuknya PT NNT, landasan tindakan
perolaku
sosial
masyarakat
umumnya
didominasi
oleh
pengalaman/kebiasaan dan instituisi, seperti dasar penyelenggaraan kegiatan sosial tolong menolong, gotong royong, mengembangkan kelembagaan sosial lokal, dan perilaku keseharian (gaya hidup). Kehidupan sosial sebelum tambang ditandai dengan kuatnya rasa tolong menolong dan gotong royong serta kuatnya peran dan kedudukan tokoh masyrakat terutama mereka yang dipandang memiliki kelebihan, seperti dukun (sandro),
tokoh agama dan tokoh masyarakat lainnya. lainnya. Hal ini
menggambarkan kehidupan masyarakat dekat dengan alam dengan pola kehdupan subsisten, yakni bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pola dan sistem berinteraksi sosial berlandaskan pada kebiasaan dan pengalaman setempat. Hal ini diterima secara turun temurun. Kepekaan naluriah (intuitif), yakni dengan mengkedepankan faktor-faktor perasaan juga sering melandasi sikap dan tindakan sosial masyarakat pada era sebelum beroperasinya PT.NNT. Bisikan perasaan (intuisi) sebagai landasan interaksi sosial tercermin dengan tingginya rasa hormat menghormati sesama anggota masyarakat terutama dalam stratifikasi yang berbeda. Selain itu, dalam aspek tolong menolong dan gotong royong, r oyong, jarang sekali masyarakat melakukannya atas pertimbangan ilmiah rasional (efisiensi). Sejumlah barang atau jasa serta tenaga yang dikeluarkan dalam konteks tolong menolong atau gotong royong semata-mata atas rasa kebersamaan dan rasa r asa senasib dan sepenanggungan. Gaya hidup masyarakat sebelum ada PT.NNT bahwa sebagian besar masyarakat berada dalam kehidupan tradisional subsisten. Hal ini dicirikan dari beberapa hal, yakni; pola mata pencaharian yang berbasis pertanian perladangan (shifting cuktivation), tingkat pendidikan rendah (Sekolah Dasar), mobilitas keluar desa sangat rendah karena aksesbilitas kawasan rendah, perumahan dengan pola perkempungan (komunal) dengan rumah panggung, berkembangnya mta pencharian sampingan berupa ; pencarian hasil hutan (rotan, (rotan, nira dan lebah madu) termasuk berburu dan pengambilan kayu dihutan. Selain itu tidak ada akses terhadap informasi dan komunikasi dengan daerah perkotaan. Masyarakat sebelum ada PT.NNT lebih banyak bergantung bergantung pada alam.
Kondisi ini menyebabkan 72
tindakan sosial pendatang dalam berperilaku sosial cendrung diadopsi masyarakat lokal dan dimulai oleh kalangan pemuda yang memang cenderung lebih freksibel dalam berinteraksi sosial dengan pendatang. Selanjutnya perubahan (adopsi nilai) tersebut menular kepada kalangan tua dan anak-anak, termasuk tokoh masyarakat dan tokoh agama. Faktor pendorong perubahan ini, antara lain dikarenakan (a) meningkatnya aksesbilitas kawasan setelah masuknya PT.NNT (b). Banyak dan beragamnya asal dan etnik pekerja pendatang masuk ke daerah tambang. (c). Kurangnya penyaringan (filterisasi) sosial masyarakat lokal. (d). Berubahnya orientasi nilai dan budaya masyarakat lokal. (e). Meningkatnya Meningkatnya pendapatan dan status sosial, dan (f). Meningkatnya ketersentuhan masyarakat atas informasi dari luar lingkar tambang. Perubahan ini sangat dirasakan mulai tahun 1997. Pola hubungan orang tua dengan anak, sebelum masuknya PT NNT, pengaruh orang tua terhadap anak dan kepatuhan anak kepada orang tua sangat tinggi, namun sejak masa produksi, (1999). Anak-anak cenderung bebas menentukan dan mengambil keputusan terutama menyengkut pekerjaan dan jodoh. Terjadi kelonggaran
nilai
disebabkan
oleh
meningkatnya
rasa
kemandirian
dan
kemmapuan didi anak terutama secara ekonomis. Banyak anak-anak muda yang telah mampu menghasilkan uang sendiri dan bahkan telah mampu membantu ekonomi keluarga. Dengan demikian, kemampuan anak menghasilkan uang melalui berbagai pekerjaan telah mampu menggeser otoritas orang tua t ua dalam menentukan menentukan berbagai hal dalam rumah tangga. Akibat lebih jauh dan masih kental dirasakan sampai saat ini adalah orang tua tidak lagi memaksakan kehendak pada anak-anak mereka. Bahkan pola hubungan yang dalam konsep Sumbawa disebut ”tau lokaq tu salokaq, tau ode tu sangode” sudah cenderung hilang dalam tata pergaulan masyarakat. Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan keluarga, seperti antara suami-istri, setelah masuknya PT NNT pola hubungan lebih mengarah kepada sifatsifat egaliter, demokratis dan kemitraan. Secara umum, mulai terjadi hubungan timbal balik yang seimbang antara suami dengan istri menyangkut hak dan kewajiban dalam mengelola rumah tangga. Mereka sama-sama bekerja untuk menhidupkan rumah tangga. Hal ini berbeda dengan kondisi masa lampau yang sifat masyarakatnya masih tertutup karena rendahnya aksesbilitas kawasan. Umumnya pada masa lalu, para isteri lebih banyak tinggal dirumah mengurusi anak dan urusan rutin rumah tangga dan sepenuhnya tunduk kepada suami. Saat ini sebagian besar pengambilan keputusan rumah tangga dilakukan bersama hampir pada semua bidang kehidupan rumah tangga. Bahkan yang lebih menarik adalah 73
kecendrungan dominannya peran anggota keluarga (apakah anak, suami atau istri) yang mampu menghasilkan pendapatan keluarga lebih banyak untuk menentukan menentukan keputusan rumah tangga. Hal ini menunjukkan terjadinya pergeseran dari peran senioritas (paternalistik) ke peran ekonomis dalam keluarga terutama untuk pengambilan keputusan. Kehadiran PT NNT berpengaruh terhadap perubahan perubahan nilai adat dalam masyarakat pada tatanan kehidupan sehari-hari. Perubahan standar hidup tersebut menyebabkan perubahan orientasi nilai masyarakat yang implikasinya adalah perubahan pada nilai sosial seperti adat dan kebiasaan seharihari. Meningkatnya akses informasi dengan dunia luar, serta berkembangnya wacana perlindungan hak-hak perempuan dan anak juga turut mendorong perubahan di atas. 4.1.5. Perkembangan adat/kebiasaan dalam pembagian kerja dan kegiatan ekonomi (usaha) masyarakat. Sebelum masuknya PT.NNT, masyarakat lokal dengan pola kerjasama yang cukup kuat dalam berbagai pekerjaan. Disadari bahwa ketersediaan tenaga kerja di sektor pertanian kurang proporsional, maka atas spirit adat setempat mereka menciptakan kelembagaan kerja yang disebut
”besiru” . Pola siru ini adalah
semacam arisan pekerjaan. Dalam suatu kelompok petani, terutama atas dasar domisili mereka mengerjakan lahan secara bersama-sama tanpa upah. Pekerjaan lahan tersebut terus berlanjut secara bergiliran sampai semua anggota siru selesai mempersiapkan lahannya. Dalam bidang peternakan, pada sejumlah padang pengembalaan ternak para pemilik ternak yang ada di LAR di LAR saling kerjasama dalam mengawasi dan mengelola LAR yang ada. Semuanya didasarkan atas sistem kerjasama saling menguntungkan berdasarkan kaidah-kaidah tradisional yang sesungguhnya telah merupakan harmoni dalam masyarakat. Sejak dimulainya persiapan dan konstruksi hingga masa produksi saat ini, masyarakat lokal telah banyak mengalami perkembangan informasi, deversifikasi usaha, dan perubahan orientasi nilai budaya. Ternyata perubahan mendasar tersebut secara langsung berdampak pada adat kebiasaan dalam pembagian atau pengaturan kerja dalam bidang bidang usaha masyarakat. Pembagian kerja dengan dengan sistem basiru diakui telah berkurang secara drastis. Pengelolaan LAR atau padang pengembalaan bersama juga telah berkurang, dan sejumlah penduduk lebih berorientasi ekonomi atau keuntungan. Artinya, setiap pencurahan tenaga kerja harus diimbangi dengan sejumlah upah yang disepakati. Bagi masyarakat yang sebelumnya menjadi peladang di sejumlah kawasan ladang, hutan dan tegal mengenal aturan adat atau aturan komunal mereka, bahwa 74
setiap suatu kawasan yang telah diberi tanda batas tertentu pantang ada yang menyerobot untuk menggarapnya. Tetapi pada beberapa tahun terakhir, terutama setelah meningkatnya harga tanah sebagai akibat adanya penambangan, cara dan kebiasaan tersebut tidak bisa dipertahankan lagi. Masyarakat peladang secara perlahan mulai meninggalkan kebiasaan tersebut dan mulai menerapkan aturan formal yang ada. Kepastian hak secara administratif menjadi hal yang sangat penting dalam kaitannya dengan penguasaan lahan, meskipun lahan kering yang tidak produktif. Upaya kearah pemastian hak-hak atas tanah, mulai marak sejak adanya informasi pembebasan tanah oleh perusahaan yang berkaitan dengan aktivitas tambang yakni pada awal masa persiapan. Bahwa akibat adanya informasi pembebasan lahan tersebut sudah mulai ada konflik antar masyarakat menyangkut hak atas sebidang tanah tertentu. Disamping itu, persoalan penetapan harga juga tidak jarang menjadi perselisihan, namun hal ini tidak sampai pada terjadinya konflik terbuka. Berdasarkan hasil studi menunjukkan perubahan tatanan atau nilai sosial semakin terlihat. Hal ini ditunjukkan dengan pengakuan sejumlah masyarakat yang menyatakan bahwa pada saat ini setiap curahan tenaga kerja yang menjadi faktor produksi harus dinilai dengan dengan sejumlah materi (uang). Berkaitan dengan dengan hal ini, sejumlah petani lokal mengungkapkan sulitnya mendapat tenaga kerja pertanian dari penduduk lokal. Kalaupun ada yang bersedia, upah yang diminta sangat tinggi. Itulah sebabnya, pelaku produksi diberbagai bidang usaha (pertanian, kerajinan, pertukangan dan sebagainya) cenderung menggunakan tenaga upahan dari luar daerah, terutama sekali pendatang dari Pulau Lombok. Perilaku ekonomi masyarakat dipandang sebagai aspek yang paling dinamis dalam perubahan masyarakat di daerah lingkar tambang PT.NNT. Artinya, perubahan aspek ekonomi sangat nampak setelah mulainya kegiatan yang terkait dengan PT.NNT/penambangan. Kegiatan ekonomi yang dimaksud adalah kegiatan masayarakat yang berkaitan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan atau meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Dinamika perubahan tersebut nampak antara kondisi sebelum masuknya PT.NNT dengan setelah dimulainya pekerjaan konstruksi untuk persiapan penambangan (mining). Sebelum ada PT NNT, perilaku dan kegiatan ekonomi masyarakat umumnya dilandasi oleh pengalaman dan perasaan (intuisi). Landasan pengalaman dan instuisi tersebut umumnya menyengkut dasar penyelenggaraan kegiatan ekonomi, seperti menetapkan/memutuskan bentuk kegiatan usaha, mulai membuka usaha, tempat usaha, pantangan dalam berusaha (bisnis) dan sejenisnya. Dikatakan 75
mengandung nilai-nilai pengalaman dan institusi karena acuan yang digunakan mengambil keputusan usaha tersebut adalah pengetahuan tradisional setempat (kearifan budaya lokal), yatu peta waktu tradisional yang dalam istilah masyarakat Samawa disebut ”Wariga” atau dalam bahasa Jawa disebut Pranata mangsa. Selain menggunakan wariga, masyarakat lokal juga menggunakan kitab ”Tajjul Muluk” dan Muluk” dan ”Mujarrobat”. Tindakan ini diyakini sebagai cara untuk memperoleh kelancaran dan keberhasilan dari setiap aktivitas ekonomi yang dilakukan dan terhindar dari berbagai bala atau kendala yang dalam istilah setempat disebuah dengan Nahas. dengan Nahas. Karena masyarakat Lokal menggunakan nilai-nilai tradisional yang dialami dan diyakini, maka dalam setiap keputusan ekonomi yang cukup besar mereka sangat tergantung pada ”orang pintar” atau dukun yang dalam istilah masyarakat Samawa disebut Sandro. disebut Sandro. Sandro tersebut adalah orang yang memiliki kemampuan supranatural dan mampu menterjemahkan Wariga atau Tajjjul Muluk atau Mujarrobat tersebut dan diaplikasikan dalam berbagai kehidupan masyarakat lokal. Menurut masyarakat setempat, sebelum beroperasinya PT.NNT, disetiap kampung minimal ada satu orang Sandro, dan mereka umumnya ditempatkan sebagai tokoh masyarakat. Dalam hl kegiatan jual beli dikalangan masyarakat sebelum tambang, juga berlandaskan nilai pengalaman yang diterima turun temurun, yakni cara barter (tukar menukar natura atas kepesekatan) antar warga masyarakat. Berkembangnya sistem barter dan perilaku ekonomi yang tradisional lain,
disebbabkan
karena
sebelum
dibukanya
tambang
aksesbilitas
(keterjangkuann) (keterjangkuann) kawasan sangat rendah. Alat transportasi antar dusun pada masa itu hanya berupa kuda angkut. Dengan berkembangnya berkembangnya sistem barter, muncul pasar tradisional terbatas disebut tenten sebagai lokasi transaksi tersebut. Berkaitan dengan aspek ekonomi, bahwa nilai yang mendasari tindakan ekonomi masyarakat adalah kemampuan analitis (rasional ilmiah). Dengan demikian, dalam kurun waktu tidak terlalu lama telah terjadi pergeseran nilai dari sistemik nilai-nilai nilai-nilai rasional.
Keputusan ekonomi ekonomi tidak lagi berdasarkan berdasarkan gerak gerak
intuitif atau keputusan dukun (sandro), tetapi berdasarkan pemikiran rasional ekonomi. Tindakan ekonomi yang mengacu kepada keputusan Sandro telah sebagian besar ditinggalkan dan transaksi secaara berter (pertukaran natura) sangat jarang terjadi. Komponen yang berubah terletak pada dasar nilai berperilaku ekonomi secara keseluruhan. Pola dan kegiatan usaha ditentukan berdasarkan analisis peluang usaha dan peluang pasar. Sistem jual beli berlaku dengan sistem modern yakni transaksi formal (finansial). Meski masih ada beberapa warga yang masih meminta 76
Sandro. Terjadinya peruahan nilai penalaran masyarakat dalam aspek ekonomi tersebut disebabkan oleh meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang aktivitas dan perkembangan perekonomian secara umum. Peningkatan pengetahuan tersebut disebabkan oleh meningkatnya intensitas interaksi masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang yang membawa nilai-nilai baru dalam aspek ekonomi. Selain karena faktor pengetahuan, faktor ketersediaan barang dan jasa yang dapat membentuk pasar formal di daerah lingkar tambang turut mempercepat terjadinya perubahan pada tataran nilai yang dianut oleh masyarakat lokal. Masyarakat lokal tidak dapat bertahan dengan pola-pola dan nilai tradisioal sebagaimana yang dianut selama ini, karena disadari bahwa sikap statis akan menyebebkan
mereka
tertinggal
dalam
berbagai
kehidupan
ekonomi.
Perkembangan pasar produk dan jasa di Kecamatan Maluk sangat maju berkembang dibandingkan dengan pasar-pasar lainnya diwilayah lingkar tambang mauun diluar wilayah lingkar tambang. Jenis dan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan setempat sangat beranake ragam, mulai dari produk hasil ertanian tradisional hingga produk industri maju. Perubahan ini berlangsung secara cepat (revolutif). Perubahan dimulai dengan terbukanya/terbentuknya pasar karena masuknya pekerja tambang dalam jumlah besar kedaerah lingkar tambang. Terbentuknya pasar p asar tersebut disebabkan adanya kebutuhan barang dan jasa, dan sebagian dari kebutuhan tersebut dapat disediakan oleh masyarakat lokal. Setiap satuan barang atau jasa yang dikeluarkan oleh masyarakat lokal maupun pendatang selalu diperhitungkan dengan nilai (uang) dalam jumlah tertentu. Proses tersebut terus berkembang dan terakumulasi menjadi pasar. Dengan intensifnya interkasi dengan sistem pasar tersebut selanjutnya menimbulkan perubahan nilai dan orientasi ekonomi masyarakat lokal. Orientasi tersebut terus berkembang sehingga membentuk sistem nilai baru dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Beberapa hal yang mendasari terjadinya perubahan tersebut adalah (1) karena masyarakat lokal telah mengetahui (memiliki pemikiran baru) tentang aspek-aspek perilaku ekonomi masyarakat secara umum sebagai akibat terbukanya akses interaktif mereka terhadap masyarakat atau daerah lain. (2) terbentuknya pasar secara otomatis dengan skala yang lebih luas dan harus dapat dimanfaatkan dalam kerangka perbaikan ekonomi masyarakat lokal. Dengan demikian harus ada penyesuaian nilai dan cara pada masyarakat lokal sebagaimana yang diperlukan oleh sistem pasar dan perilaku ekonomi yang baru. (3). Alasan lain yang cukup banyak diungkapkan masyarakat adalah penilaian bahwa cara baru tersebut dinilai
77
sesuai dengan perkembangan zaman, dan cara lama dinilai kurang praktis dan kurang prestisius. 4.1.6. Pembagian Niali-nilai yang ada di tengan Masyarakat a. Nilai Sosial (Penentuan Status Sosial dalam Masyarakat) Sebelum adanya PT.NNT, landasan penentuan status sosial masyarakat umumnya ddidominasi oleh pengalaman/kebiasaan yang diterima secara turun temurun. Pada masa lalu, status seseorang ditentukan oleh keturunan dan banyaknya pengalaman yang diwujudkan dalam kemampuan
dibidang
kepemimpinan.
Masyarakat
dari
keturunan
bangsawan atau keturunan pemimpin terdahulu, baik pemimpin tingkat desa terlebih di atasnya, memiliki status sosial yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat lainnya. Implikasinya, kebanyakan dari mereka senantiasa dimunculkan sebagai pemimpin atau tokoh adat dan sejenisnya. Disamping itu, orang juga terangkat statusnya karena dipandang memiliki sejumlah pengalaman yang menyebabkan pengetahuannya lebih luas diabndingkan anggota masyarakat lainnya. Demikian juga dengan orang yang dipandang memiliki ilmu lebih, terutama penguasaan ilmu gaib dan ilmu agama biasanya akan dijadikan tokoh sentral dalam masyarakat desa. Tokoh-tokoh tersebut senantiasa menjadi penentu sikap dan pendapat masyarakat (opinion leader) yang leader) yang segala keputusannya akan dihormati oleh masyarakat lainnya. Dari perkembangan status sosial masyarakat dimasa lalu dikenal beberapa kedudukan yang memiliki status sosial lebih tinggi seperti ; lebe, Kyai, Sandro, Wangsa. Setelah masuknya PT.NNT, aspek yang melandasi penentuan status sosial seseorang tidak hanya pada dasar ekonomi, pekerjaan, pengalaman dan
keturunan,
tetapi
berdasarkan
kependidikan.
Seorang
yang
berpendidikan akan disertai dengan kemampuan bekerja yang lebih baik, sehingga mampu menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Landasan ini kemudian memunculkan adanya status sosial yang baru dimasyarakat lingkar tambang, yakni status sosial berdasarkan pendidikan, kemampuan atau ekonomi, ekonomi, dan status pekerjaan. pekerjaan. Saat ini landasan pendidikan sebagai bentuk status semakin diakui oleh masyarakat. Sehingga mendorong masyarakat untuk meningkatkan meningkatkan pendidikan. Sebagian
besar
masyarakat
menilai
bahwa
semakin
tinggi
pendidikan dan kemampuan kerja seseorang akan semakin dihargai dan statusnya lebih tinggi dibandingkan masyarakat biasa. Kemampuan karya 78
yang tinggi menyebabkan mereka dapat dimanfaatkan dalam berbagai hal, sehingga penghasilannya lebih baik. Mereka yang memiliki kemampuan ekonomi baik, disertai sifat kedermawanan (sosial) yang cukup baik, akan sangat dihormati oleh masyarakat. Disamping itu, jenis dan status p ekerjaan seseorang ikut menentukan status sosial seseorang setelah adanya tambang. Penduduk lokal yang bisa bekerja sebagai pekerja tetap di PT NNT atau Subkontrak yang mapan (seperti; PT. Thiess, Fluidcon, Trakindo), memiliki status sosial cukup baik. Artinya, mereka senantiasa dijadikan panutan dan ditokohkan masyarakatnya sendiri. Faktor pendorong perubahan, yakni meningkatnya aksesbilitas kawasan setelah tambang, sehingga membuka peluang penduduk setempat menguasau akses kepada sumber ekonomi, tersedianya lapangan kerja baru yang mendatangkan pendapatan, tingginya animo masyarakat lokal memasuki lapangan kerja baru yang terkait dengan perusahaan tambang, berubahnya orientasi nilai budaya masyarakat lokal dari nilai kekerabatan menjadi dan meningkatnya ketersentuhan masyarakat atas informasi dari luar daerah lingkar tambang. Pergeseran perubahan status sosial ini telah mendorong sejumlah kalangan elite yang mulai tersisihkan menolak keberadaan elit sosial baru. b. Nilai Sosial (Kemampuan (Kemampuan Berkarya) Sejak
sebelum
masuknya
PT.NNT,
penghargaan
masyarakat
terhadap kemampuan seseorang cenderung bersifat generalis. Artinya, orang dengan kemampuan beragan dinilai lebih baik dan lebih dihargai oleh masyarakat. Dalam kenyataannya, penilaian tersebut tidak mengalami perubahan setelah mulai masuknya kegiatan tambang. Apresiasi masyarakat masih cukup tinggi terhadap orang dengan kemampuan umum (general). Berdasarkan penuturan sejumlah masyarakat, bahwa seseorang yang ahli dibidang agama, perdukunan, dan sejenisnya tetapi terampil juga dalam ercocok tanam dan kegiatan lainnya, lebih dihargai dibandingkan dengan orang yang berkeahian khusu. Penilaian atas dasar keragaman kemampuan tersebut masih berlangsung sampai saat ini, meskiun masyarakat setempat telah banyak berinteraksi dengan masyarakat dari daerah lain. c. Nilai Sosial (Partisipasi Sosial) Sebelum ada PT NNT, masyarakat etnis Samawa merupakan masyarakat agraris, dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan pladang. Kedekatan pada alam sangat mempengaruhi pola perilaku kehidupan mereka sebelum tambang, 79
terutama nilai-nilai sosial seperti cara dan dasar pelibatan masyarakat dalam aktivitas sosial. Dasar pelibatan masyarakat dalam kegiatan sosial pada masa sebelum masuknya PT.NNT adalah hubungan kekerabatan. Hubungan kekerabatan tersebut dapat berbentuk kekerabatan disekitar kampung (komunal), tetapi juga kekerabatan diluar kampung. Munculnya nilai kekerabatan tersebut antara lain melalui sistem pemukiman yang cenderung berkumpul pada lokasi tertentu atau dapat pula muncul melalui berbagai interaksi dibidang dibidang sosial, ekonomi, politik dan budaya. Sebelum tambang sebagian besar anggota masyarakat yang melakukan kegiatan sosial, seperti pesta pernikahan, kematian dan sejenisnya senantiasa melibatkan atau dibantu oleh kerabat-kerabatnya secara spontanitas. Diakui oleh sebagian besar masyarakat bahwa yang paling diutamakan adalah kaum kerabat disekitarnya. Kalaupun ada pelibatan secara individual, itu disebabkan karena seseorang memiliki peran atau kedudukan tertentu dalam masyarakat. Penyelenggaraan sosial hampir seluruhnya diselenggarakan secara koletkif, yakni oleh warga dalam suatu perkampungan. Berbagai pengalman tersebut menunjukkan bahwa faktor kekerabatan senantiasa menjadi dasar menentukan keterlibatan seseorang dalam kegiatan sosial pada masa sebelum masuknya tambang. Saat ini, penyelenggaraan kegiatan sosial cenderung mengalami pergeseran, yakni berubahnya pola kekerabatan menjadi individual. Hal ini terlihat dalam berbagai kegiatan sosial, seperti pembangunan prasarana ibadah, enyelenggaraan pesta adat dan sejenisnya. Pada kegiatan tersebut tidak lagi pelibatan masyarakat dalam kaitan kekerabatan, tetapi pelibatan masyarakat secara secara pribadi dan sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, daat dikatakan bahwa komponen yang berubah terletak pada dasar penentuan pelibatan seseorang dalam
kegiatan
sosial.
Perubahan
tersebut
cukup
mendasar
dan
berpengaruh terhadap kegiatan kegiatan sosial lainnya. Arah perubahan yang terjadi setelah ada PT.NNT cenderung kearah yang lebih individualistis. Hal ini ditandai dengan dengan berkurangnya keterikatan keluarga terhadap keluarga lain (lebih individual) terutama pada kegiatan sosial yang diprakarsai masyarakat setempat. Perubahan tersebut terjadi akibat semakin meningkatnya dinamika masyarakat dalam bekarja untuk menghasilkan barang dan jasa. Peningkatan dinamika pekerjaan tersebut terjadi setelah mulainya konstruksi tambang PT.NNT, dimana pada fase tersebut banyak sekali peluang kerja bagi masyarakat lokal. Akibatnya 80
masyarakat lokal sibuk bekerja sehingga mengesampingkan nilai-nilai kekerabatan. Disamping itu, sebagai pengaruh interaksi yang cukup intens dengan masyarakat luar yang lebih maju dan individualis, menyebabkan masyarakat setempat mengukur segala sesuatunya dalam kerangka material dan individual. Cara perubahan untuk aspek tertentu dalam pelibatan masyarakat pada kegiatan sosial, berlangsung secara sistemik dan tidak berencana. Banyaknya anggota kerabat yang harus bekerja diluar kampung atau desa menyebabkan kian longgarnya kekerabatan itu sendiri. Mereka sudah berfikir dan bertindak sesuai dengan kepentingan pribadi (individu) dan lama kelamaan berkembang menjadi kebiasaan sehingga menjadi sistem nilai sampai saat ini. Perubahan tersebut disebabkan karena berubahnya kepentingan masyarakat, dari kepentingan sosial kepada kepentingan ekonomi. Indikasi adanya perubahan orientasi masyarakat kearah yang lebih individualis. Aspek-aspek sosial komunal berubah menjadi pertimbangan ekonomis dan efisiensi sebagaimana dinamika sosial yang sedang terjadi. Selain itu, aspek-aspek pekerjaan produktif menjadi lebih dipentingkan dibandingkan aspek hubungan sosial, dan pola-pola hubungan sosial dan kekerabatan berubah menjadi pendekatan ekonomi dan materalistik. 4.1.7. Tatanan Sosial Budaya (Sistem Gotong Royong) Sebelumnya masuknya PT.NNT, tatanan sosial budaya yang cukup berkembang adalah gotong royong dan tolong menolong. Gotong royong dipandang sebagai salah satu bentuk interaksi antar warga. Kegiatan gotong royong tersebut berlangsung untuk berbagai asek kehidupan, seperti; bercocok tanam, membangun rumah, melaksanakan upacara adat dan ritual (perkawinan, kematian, dan upacara selamatn lainnya), membersihkan kampung, membangun fasilitas umum (masyarakat) dan sebagainya. Gotong royong ini terus berkurang. Menurunnya perkembangan kegiatan gotong royong pada berbagai aspek kehidupan masyarakat pada awalnya disebabkan oleh meningkatnya kesibukan warga dengan pekerjaan sehari-hari dan bergesernya orientasi mereka kearah yang lebih mandiri. Selain itu, ada beberaa obyek yang dulunya bisa digotong-royongkan tapi pada saat ini sudah kurang memungkinkan karena dianggap tidak efetif. Terbentuknya kebiasaan baru masyarakat dalam ke gotongroyongan setelah kegiatan konstruksi tambang berlangsung tidak mudah berubah atau 81
kembali ke sikap sebelum masuknya erusahaan tambang. Nilai-nilai kekerabatan sangat dirasakan semakin longgar, bahkan secara kasuistik ada rasa persaingan antar masyarakat lokal terutama berkaitan dengan kemampuan mereka mengakses perusahaan PT.NNT. Aktivitas gotong royong dan tolong menolong saat ini telah mengalami transformasi. Pola interaksi kelompok sebagai basis gotong royong, seperti bawa penulung (membawa bahan makanan untuk membantu pesta perkawinan(, bawa perenok/ngenong perenok/ngenong (membawa bahan makanan pada keluarga yang mengalami musibah kematian) umumnya masih tetap ada namun kadang-kadang divariasikan divariasikan dengan dengan
mengganti
barang bawaan tersebut dengan uang. Kebiasaan memberikan pertolongan atau partisipasi sosial dengan uang kian terasa setelah masuknya PT.NNT. Pada kegiatan gotong royong membangun rumah ( Basanata) yang dahulu paling lazim dan tampak pelaksanaannya, setelah masuknya perusahaan menjadi sangat jarang dilakukan kecuali oleh masyarakat desa di perkampungan yang agak jauh dari pusat desa. Basanata jika Basanata jika dibangun adalah rumah tradisional (rumah panggung) biasanya seluruh proses pembangunannya di gotong royongkan. Tetapi jika yang dibangun adalah rumah batu, maka yang digotong royongkan adalah penyelesaian atapnya. Namun aktivitas gotong royong semacam ini sudah semakin jarang dilakukan saat ini. Pembangunan rumah saat ini ini diserahkan kepada tukang. tukang. Bentuk gotong royong yang juga sudah mulai berkurang adalah dibidang pertanian, seperti Basiru (mengerjakan sebidang lahan secara bersama-sama dan bergiliran antar penggarap lahan tanpa upah). Basiru upah). Basiru tersebut biasanya berlaku untuk pekerjaan pengolahan lahan, menanam, menyiang sampai panen. Berkurangnya gotong royong Basiru tersebut sesungguhnya disebabkan oleh diintrodusirnya paket teknologi pertanian (intensifikasi) seperti penggunaan benih unggul, dan peralatan mekanisasi pertanian. Praktik-praktik gotong royong tersebut semakin berkurang sejak dimulainya persiapan kegiatan penambangan PT.NNT. Saat ini bentuk gotong royong dalam arti sumbangan tenaga secara sukarela banyak diganti dengan bantuan berupa materi atau uang. Sebagian besar penduduk bekerja di PT NNT dan perusahaan lainnya menyebabkan sebagian besar waktu digunakan untuk bekerja sehingga tidak banyak waktu untuk kegiatan yang kurang produktif. Pada masa konstruksi masih berlangsung, pekerjaan gotong royong sebagaimana di atas oleh genarasi muda justru dipandang
82
sebagai kontra produktif. Hal ini menggambarkan perubahan orientasi masyarakat dari spirit sosial ke arah ar ah yang dilandasi oleh materi (ekonomis). Begitupun aktivitas gotong royong, seperti pengadaan fasilitas umum, pembangunan prasarana ibadah, kebersihan lingkungan, konservasi sumberdaya alam dan sebagainya, penurunan drastis ini berlangsung sejak tahun 1996 dan semakin meningkat saat ini. Hal ini antara lain karena ada upaya dari PT.NNT untuk pengadaan berbagai fasilitas sosial tersebut dikerjakan oleh perusahaan lokal atau tenaga upahan penduduk lokal ataupun pekerja dari daerah lain. Kehadiran PT.NNT telah menyebabkan berkurangnya kegiatan gotong royong pada masyarakat di desa lingkar tambang. 4.1.8. Pelapisan Sosial Pelapisan sosial dapat di pandang sebagai potensi interaksi dalam suatu masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pelapisan sosial dalam masyarakat terutama wilayah lingkar tambang kurang kentara, baik sebelum maupun sesudah berlangsungnya kegiatan tambang PT.NNT, lapis sosial dalam bentuk Patron Patron dan klien sangat jarang dijumpai di masa lalu. Hal ini disebabkan karena sebagaian besar penduduk asli di desa lingkar tambang adalah masyarakat subsisten dengan level yang tidak jauh berbeda (seperti petani sawah dan peladang, serta sebagian kecil adalah nelayan). Perbedaan status sosial yang ada hanya sebatas kelas sosial yang ditentukan atas dasar jenis pekerjaan dan status ekonomi. Dalam kelas sosial tersebut dikenal ada pamong (Pegawai, guru dan lainnya). Selain itu dari status ekonomi dikenal adanya kalangan atau keturunan orang kaya dan orang biasa. Ditempat-tempat tertentu (Benete, maluk, Tongo Sejorong) sejak masa sebelum masuknya PT.NNT dikenal juga kelas sosial sos ial berdasarkan kependudukannya, yakni masyarakat asli dan d an masyarakat pendatang. Kenyataan adanya kelas-kelas sosial tersebut tampaknya tidak berubah setelah masuknya PT.NNT bahkan dari hasil wawancara dan pengamatan diketahui bahwa kelas sosial berdasarkan daerah asal tersebut cenderung semakin kentara (local versus non local). Hal ini memungkinkan mengingat dalam penyerapan tenaga kerja pada perusahaan sejak masa konstruksi isu-isu daerah asal ini cukup menonjol dan senantiasa menjadi sorotan khalayak sampai saat ini. Dalam persepsi masyarakat lokal, terutama tokoh to koh informal, hadirnya PT NNT dan perusahaan pendukungnya sejak masa konstruksi dinilai telah 83
membentuk kelas-kelas baru dalam struktur masyarakat desa lingkar tambang. Kelas sosial yang baru tersebut adalah kelompok yang bekerja di PT NNT maupun perusahaan pendukungnya, dan kelompok masyarakat yang tidak dapat mengakses perusahaan. Dalam kenyataannya para pekerja (karyawan) perusahaan tersebut telah memiliki status sosial cukup tinggi dalam struktur sosial saat ini. Hal ini merupakan salah satu motivasi kuat masyarakat setempat untuk bisa bekerja di perusahaan. Munculnya status dan lapisan sosial baru tersebut tidak terlepas dari orientasi ekonomi masyarakat setempat, dari hasil wawancara menunjukan bahwa masyarakat yang tidak bekerja pada PT NNT maupun perusahaan penunjangnya (Sub Kontraktor) berpandangan bahwa orang yang bekerja pada perusahaan tersebut memiliki penghasilan yang lebih tinggi dari pegawai negeri yang ada di sekitar desa. Oleh sebab itu atas munculnya pandangan tentang penghasilan tinggi inilah yang menyebabkan status karyawan perusahaan lebih tinggi dari pada lainnya. Lebih lanjut sebagaimana yang masih terasa hingga saat ini, munculnya kelas sosial baru tersebut memiliki implikasi terhadap banyaknya anggota masyarakat lokal yang sebelumnya telah memiliki pekerjaan
tetap
rela
meninggalkan
pekerjaanya
untuk
bekerja
di
perusahaan, indikasi ini mendukung pernyataan sebelumnya, bahwa orientasi masyarakat desa lingkar tambang khususnya bergeser dari spirit sosial kekerabatan menjadi spirit rasional materialistik. Hal ini juga tercermin dalam pembagian Kondisi sosial masyarakat dilihat dari pengelompokan serta tingkat kerawan konflik yang terjadi ; 1. Golongan Masyarakat dan Suku Pada masa sebelum mulai masuknya perusahaan tambang (PT.NNT), penggolongan masyarakat dan suku kurang begitu
menonjol.
Penggolongan
masyarakat
umumnya
atas
dasar
pekerjaannya. Struktur masyarakat pada masa itu cukup sederhana, yakni masyarakat pedesaan dengan corak subsisten. Penduduk di desa-desa lingkar tambang dulunya didominasi oleh orang samawa dan sebagian kecil dari lombok (terutama di Maluk, Aik Kangkung, Tatar, Beru/Jelenga). Penggolongan masyarakat dari aspek lain tidak menonjol karena sebagian besar penduduk sepuluh desa lingkar tambang pada masa itu beragama Islam. Penggolongan yang ada, tapi tidak terlalu tampak adalah berdasarkan kelompok-kelompok keagamaan yang bernuansa politis, yakni kelompok Muhammadiyah, Nahdatul Ulama dan lainnya. Khusus masyarakat di desa Tongo Sejorong sejak dahulu ada kesan masyarakat, yakni penduduk Tongo 84
Loka’ dan asli Sejorong. Demikian juga halnya di Benete dan Maluk ada kesan sejak dahulu potensi penggolongan penduduk berdasarkan keaslian asal usulnya. Penduduk asli Benete kadangkala tidak mau menyebut penduduk di dusun Tatar dan Singa sebagai orang Benete. Artinya terdapat penggolongan masyarakat Benete berdasarkan keasliannya, yakni penduduk asli Benete (yang berasal dari Jereweh) dan penduduk asli pendatang dari Tatar dan Singa yang mulai masuk sekitar tahun 1975 dengan suatu program Resettlement penduduk yang terkena bencana alam. Sejak mulainya pekerjaan konstruksi penambangan (1997) golongan masyarakat suku menjadi lebih kentara. Persaingan dalam perebutan lapangan kerja, persaingan dalam peran dan fungsi sosial dan formal dinilai sebagai akselelator penggolongan masyarakat tersebut. Daerah asal dan keaslian status kependudukan sering menjadi isu dan sumber konflik berkaitan dengan kesempatan memasuki lapangan kerja pada perusahaan yang ada. Pada masa konstruksi, kelompok suku sangat beragam, dimana hampir semua suku dominan di Indonesia ini dapat dijumpai orangnya pada masa konstruksi tersebut. Penggolongan masyarakat juga terasa berdasarkan pekerjaan dan status pekerjaanya pada perusahaan. Pekerja Newmont dan bukan Newmont, atau pekerja perusahaan dan bukan pekerja perusahaan. Pekerja Newmont dan bukan Newmont, atau pekerja Perusahaan dan bukan Perusahaan diniali sangat terasa pada masa konstruksi. Pada masa itu, selain menjadi motivasi pengembangan etos. Tidak jarang penggolongan tersebut menjadi potensi konflik terutama kaitanya dengan perebutan akses kesumber-sumber
ekonomi
produktif.
Pada
saat
ini
penggolongan
masyarakat dan suku masih sangat kental, sejalan dengan masa ekploitasi PT.NNT. Adanya kebijakan konsentrasi karyawan di Townside dan Benete oleh PT.NNT pada masa produksi menyebabkan disparitas sosial dan penggolongan masyarakat maupun suku semakin mengental. Menurut pendapat sejumlah pejabat formal di wilayah lingkar tambang (Sekongkang, Maluk Jereweh), penggolongan masyarakat dan suku pada tahap produksi ini sangat jauh berbeda dengan dengan kondisi pada masa masa sebelum masuknya PT.NNT, PT.NNT, lebih jauh ditegaskan bahwa terjadinya terjadinya
pergeseran yang yang signifikan signifikan atas
pergeseran sosial sebagai akibat difrensiasi masyarakat yang terjadi pada masa konstruksi. Tingkat pembauran sosial masyarakat cuku rendah, dan interaksi ekonomi dan sosial pun sangat terbatas, penggolongan masyarakat dan suku ini berpengaruh besar terhadap perubahan sosial.
85
2. Keamanan dan Ketertiban Sosial Perkembangan situasi dan kondisi kemanan ketertiban sosial semakin kurang baik setelah masuknya PT.NNT, indikasi meningkatnya gangguan kemanan dan ketertiban tersebut antara lain; 1) meningkatnya kriminalitas (perkelahian, pencurian, perjudian, prostitusi). 2) meningkatnya kenakalan remaja, dan 3) meningkatnya konflik sosial antar antar dan di dalam dalam kelompok itu sendiri. sendiri.
Kriminalitas yang
merupakan salah satu masalah sosial yang senantiasa terjadi di berbagai tempat. Tindakan kriminal yang masih dirasakan oleh masyarakat linkar tambang sampai saat ini adalah; pencurian, perkelahian dan penganiayaan dan kriminal ringan lainnya. Penilaian masyarakat terhadap kejadian kriminal (perkelahian, penganiayaan, pencurian dan ancaman sejenis) memang meningkat terutama pada masa konstruksi, disebabkan beberapa hal yaitu : -
Masih adanya penduduk pendatang yang bertujuan mencari pekerjaan ke daerah lingkar tambang, namun kenyataannya mereka tidak mendapatkan
pekerjaan
produktif
yang
menghasilkan
upah,
barang/jasa. -
Tersedianya sarana prasarana yang berfungsi sebagai media konflik, konflik, seperti Bar dan sejenisnya, seperti yang telah beroperasi di sekitar pantai Desa Sekongkang bawah dan Maluk.
-
Masih adanya oknum (perorangan atau kelompok) yang kurang puas atas situasi riil yang ada.
-
Melemahnya pengawasan dari pihak pemerintah daerah dan tidak ada tindakan tegas atas terjadinya gangguan keamanan ketertiban selama ini.
Berkurangnya lapangan kerja memasuki masa produksi yang diikuti dengan meningkatnya jumlah pencari kerja ekses munculnya gangguan ketertiban dalam berbagai coraknya.
Kondisi inilah yang kemudian mendorong
beberapa organisasi sosial “keagamaan” maupun sosial untuk melakukan gerakan moral; anti minuman keras, anti prostitusi anti pencurian dan anti kekacauan sosial maupun gerakan sosial dari masyarakt lkal yang menuntut untuk dipekerjakan di perusahaan. Seringkali tindak kriminal (anarkis) terjadi sebagai akibat dari banyaknya pekerja yang sudah habis masa kontrak kerjanya pada berbagai perusahaan konstruksi PT.NNT. PT.NNT. Sejumlah gangguan ketertiban ketertiban yang terjadi pada masa produksi, diduga salah satunya sebagai ungkapan kekecewaan sejumlah orang karena tidak dapat bertahan pada posisi pekerjaan yang ada 86
atau pernah dimasukinya. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa terjadi anomali didalam
sebagian
masyarakat
lokal,
yaitu
mereka
telah
meninggalkan budaya dan kebiasaan komunal/tradisional, sementara mereka juga belum mampu memasuki sistem budaya modern yang dihadapinya. Menurut tokoh masyarakat di desa Sekongkang Atas dan Desa Goa, perkembangan gangguan keamanan dan ketertiban akan sulit diatasi. Hal tersebut disebabkan karena keterbukaan daerah terhadap daerah lain, dan masyarakat lokal cenderung sudah kurang memperhatikan sistem ketahanan sosial budaya sebagaimana yang pernah ada sebelum masuknya perusahaan tambang PT.NNT. 3. Kerawanan Sosial dam Kenakalan Remaja Berbagai masalah kerawanan dan gangguan sosial yang dihadapi masyarakat setempat telah menimbulkan hasrat dari para tokoh setempat untuk segera melakukan restrukturisasi sistem sosial sesuai dengan kondisi setempat. Harapan yang muncul dari para tokoh masyarakat adalah menumbuhkan perangkat aturan setempat seperti awiq-awiq desa, kelompok pengamanan swakarsa dan sebagainya. Potensi kerawanan sosial dan kenalakan remaja pada saat ini masih dirasakan oleh masyarakat di beberapa desa dalam lingkar tambang PT.NNT, kondisi ini tidak berubah dengan keadaan tahun-tahun sebelumnya.
Upaya
masyarakat
setempat
untuk
menghambat
berkembangnya kerawanan sosial dan kenakalan remaja untuk masa tertentu cukup berhasil, karena mampu menekan terjadinya kasus, namun apabila media atau sarana cukup tersedia tidak tertutup kemungkinan kembali berkembangnya kerawanan sosial dalam skala yang luas, saat ini ternyata banyak masyarakat yang mensinyalir adanya praktik terlarang (protitusi,judi, miras dan sejenisnya) secara terselubung di beberapa tempat, seperti lokasi sekitar Town side dan komplek pemukiman dan penginapan di Desa maluk. Indikasi inilah yang memperkuat anggapan sejumlah tokoh masyarakat bahwa tingkat kerawanan sosial dan kenakalan remaja lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kenakalan remaja yang terjadi selama ini oleh masyarakat sebagai dampak minuman
keras.
Di
beberapa
tempat
(Maluk,Sekongkang,Benete)
peningkatan tersebut dipacu oleh tersedianya sarana hiburan seperti bar dan sejenisnya yang aktif beroperasi pada pertengahan tahun 2004. 4. Konflik Sosal Intensitas konflik sosial cenderung meningkat, konflik sosial yang terjadi saat ini berkisar pada masalah kebutuhan masyarakat terhadap prasarana dan pelayanan lain yang diharapkan dapat diadakan oleh 87
PT.NNT.
Berdasarkan
hasil
penelitian
teridentifikasi
beberapa
kecenderungan terjadinya konflik sosial. Konflik yang terjadi di desa lingkar tambang terutama pada masa produksi terjadi sebagai akibat benturan kepentingan sosial ekonomi dalam sistem hubungan kemasyarakatan, dari hasil wawancara mendalam diketahui model konflik yang terjadi bersifat horizontal (antar masyarakat) dan konflik dalam struktur sosial yang ada). (a).. Konflik antar masyarakat Hasil penelusuran menemukan bahwa (a) konflik antar masyarakat lokal banyak terjadi pada tahap persiapan konstruksi penambangan PT.NNT konflik antar masyarakat berawal dari merenggangnya hubungan antar anggota masyarakat akibat perbedaan kemampuan dan kepentingan dalam mengakses diri pada PT.NNT dari perbedaan kemampuan mengakses tersebut sering kelompok masyarakat tertentu menilai PT.NNT diskriminatif. Contoh kejadian yang terjadi di awal kegiatan tambang adalah perebutan penawaran tanah kepada PT.NNT dan perusahaan sub kontraktor lainnya, kalau ada penduduk setempat yang mampu mengakses perusahaan, seperti menjadi suplier barang atau jasa akan dinilai oleh warga setempat sebagai pengkhianat. Kalau ada warga masyarakat asli (lokal) yang sudah menduduki posisi cukup baik di perusahaan dan saat yang sama ada sebagaian lain pelamar kerja lokal yang tertolak, maka karyawan tersebut juga dicaci sebagai pengkhianat yakni warga yang lupa dan tak tahu diri Konflik horizontal antar warga juga kadang terjadi karena perbedaan layanan yang diterima dari perusahaan, baik layanan langsung maupun layanan melalui yayasan yang ditetapkan PT.NNT sebagai penghubungnya dengan masyarakat dalam kerangka pengembangan masyarakat, misalnya dalam satu dusun ada yang mendapatkan bantuan ternak dan ada yang tidak mendapatkan bantuan maka hal ini menimbulkan konflik internal warga setempat. Akan tetapi tetapi konflik tersebut lebih lebih bersifat tertutup. Pada penelitian ini menunjukkan intensitas konflik antar warga berkurang dibandingkan pada masa konstruksi, kalaupun terjadi konflik biasanya terkait dengan rasa ketidak adilan dalam menerima pelayanan dari PT.NNT hal ini disebabkan karena PT.NNT yang mulai produksi tidak membuka akses bagi kepentingan ekonomi tertentu. Langkah kebijakan dengan
memberikan
kepercayaan
kepada
Lembaga
lokal
untuk
menghubungkan kepentingan ekonomi masyarakat dengan PT.NNT dimaksudkan untuk mengurangi konflik vertikal, namun dalam berbagai kasus yang terjadi justru potensi konflik horizontal yang muncul dari rasa 88
ketidak adilan akibat sistem kerja lembaga lokal yang diberi kepercayaan. Sebagai contoh dalam beberapa realisasi bantuan melalui YOP dinilai diskriminatif karena, ada warga yang menerima dan ada yang tidak menerima. Konflik horizontal masih terjadi saat ini, yakni ; konflik yang terjadi karena perbedaan manfaat yang diterima, secara terperinci beberapa potensi konflik horizontal saat ini antara lain adalah sebagai berikut : 1.
Berkembangnya
image
(persepsi)
masyarakat,
bahwa
aparat
pemerintah Desa kurang adil dan kurang terbuka dalam menerima atau mengusulkan calon karyawan yang akan bekerja di perusahaan (PT.NNT), aparat Desa dinilai lebih mendahulukan kelangan keluarga dan kerabat dekatnya. 2.
Masih adanya kesan didalam anggota masyarakat bahwa perusahaan khususnya karyawan PT.NNT cenderung bersikap demonstratif ketika berada
di sekitar
lingkungan sosialnya, hal
ini menimbulkan
kecemburuan anggota masyarakat yang tidak berkesempatan bekerja di perusahaan. Hal ini juga yang mendorong kuatnya tuntutan masyarakat lokal untuk dapat bekerja di perusahaan. 3. Adanya rasa dibedakan (diskriminatif) pelayanan dan bantuan oleh PT.NNT terhadap tiap-tiap Desa yang ada di lingkar tambang, masyarakat desa belo, Goa dan Beru di Kecamatan Jereweh merasa sangat sedikit menerima bantuan pelayanan dan dukungan lainnya dari perusahaan.
Sementara
mereka
menilai
bahwa
desa
lainnya
mendapatkan bantuan yang jumlah dan macamnya lebih banyak. 4.
Munculnya perambahan hutan disekitar sinyur dan kawasan hutan lindung (hutan suaka alam) yang dalam penilaian anggota masyarakat diawali oleh program pertanian Comdev PT.NNT program pertanian tersebut dinilai gagal (tidak berkelanjutan) dan lahan bekas kawasan pengembangan tersebut terbengkalai. Semua isu tersebut potensial menjadi konflik terbuka antar antar masyarakat (konflik horizontal). horizontal).
(b). Konflik masyarakat Lokal dengan pendatang dan perusahaan. Konflik masyarakat lokal dengan pendatang banyak terjadi pada masa konstruksi sedangkan pada saat ini relatif berkurang. Persoalan dasar sebagai pemicu timbulnya konflik masa lalu adalah masalah peluang dan kesempatan kerja pada perusahaan (PT.NNT dan sub Kontraktornya). Faktor penyebab lain adalah persoalan remaja dan perbedaan sosio kultural antara masyarakat lokal dengan oknum anggota masyarakat dari etnis lain. 89
Hasil wawancara mendalam dengan sejumlah masyarakat menyebutkan bahwa konflik masyarakat lokal dengan pendatang setelah memasuki masa produksi memang masih terjadi. Penghentian sejumlah pekerja pada perusahaan PT.NNT senantiasa dicermati oleh pekerja atau mantan pekerja dari penduduk lokal. Bagi pekerja yang kecewa karena masa kontraknya dengan perusahaan berakhir terkadang melakukan advokasi dan provokasi bahwa seolah-olah yang diputuskan masa kontraknya sebagian besar pekerja lokal. Sesungguhnya hal ini merupakan potensi dan tidak jarang justru terbukanya konflik tersebut dalam bentuk reaksi ketidak puasan masyarakat terutama mantan pekerja terhadap perusahaan yang masih beroperasi. Beberapa isu yang bernuansa konflik pada saat ini dari hasi studi mendalam adalah sebagai berikut : •
Masyarakat lokal memperoleh informasi bahwa PT.NNT telah berupaya memperluas kawasan penambangan dengan mulai melakukan pengeboran pada beberapa lokasi baru. Dari isu tersebut muncul harapan baru bagi warga untuk dapat bekerja seiring dengan perluasan kawasan penambangan tersebut. Selain itu masyarakat ada yang mendapat informasi bahwa ekosistem hutan semakin terancam yang akan dapat mengganggu kehidupan mereka.
•
Berkembangan isu bahwa aktifitas penambangan telah menimbulkan kerusakan kawasan hutan yang cukup luas dan akan mengganggu ekosistem kawasan
yang
Berkembangnya
berdampak isu
pada
bahwa
kehidupan
dengan
masyarakat
beroperasinya
sekitarnya.
tambang
terjadi
pencemaran kawasan pesisir pantai dan laut (limbah tailing) yang berdampak pada berkurangnya hasil tangkapan nelayanan. nelayanan. •
Bahwa aktivitas penambangan telah menyebabkan rusaknya sistem hidrologis hutan yang menyebabkan berkurangnya debit air sungai dan air tanah, disamping itu telah terjadi penurunan kualitas air sungai, air tanah dan air PAM yang selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat umum untuk berbagai aktivitas kehidupannya. kehidupannya.
•
Dengan berkurangnya serapan tenaga kerja di perusahaan maka bagi masyarakat
lokal
relatif
sulit
kembali
menekuni
pekerjaan
(mata
pencaharian tradisional, seperti mencari rotan, madu, berburu dan mencari hasil hutan lainnya). •
Bahwa selama ini masyarakat tidak banyak mengetahui sejauh mana konstribusi
kongrit
PT.NNT
yang
disalurkan
melalui
pemerintah
masyarakat lokal tidak mau apabila mereka yang terkena dampak tetapi
90
masyarakat atau daerah lain atau oknum tertentu yang banyak menikmati manfaat royalti tersebut. •
Kehadiran PT.NNT dan sub Kontraktor lain sejak masa konstruksi dinilai telah menyebabkan harga kebutuhan pokok dan harga barang lainnya meningkat secara mencolok, sementara pendapatan masyarakat di masa produksi saat ini tidak mengalami peningkatan.
•
Dengan sistem konsentrasi akomodasi karyawan PT.NNT di Town side dan Benete dinilai sebagai sikap eksklusif (sikap memisahkan diri dari lingkungan sosial masyarakat) terlebih dengan pengamanan yang sangat ketat memasuki kawasan pemukiman di Townsite dan Benete.
•
Masih adanya kesan masyarakat bahwa kredebilitas dan kinerja Yayasan olat Parigi (YOP) sebagai suatu lembaga lokal yang membantu PT.NNT dalam rangka pengembangan masyarakat kurang memuaskan masyarakat sasaran. Faktor-faktor subyektif dinilai masih dominan dalam menentukan kelompok atau perseorangan yang menerima bantuan.
•
Banyaknya permohonan bantuan (terutama bantuan sosial) ke PT.NNT yang diunjukkan dengan pengusulan proposal. Permohonan tersebut tentu tidak semua dapat dipenuhi akan tetapi banyak pemohon bantuan yang kecewa karena tidak adanya kejelasan jawaban atas permohonan bantuan mereka. Disisi lain mereka banyak mengetahui lembaga atau unsur-unsur lain yang mendapatkan bantuan (proposal direalisasi).
•
Isu atau probematika sebagaimana hasil studi yang disebutkan di atas menggambarkan persepsi sebagian masyarakat. Dipandangnya hal tersebut sebagai potensi konflik antara masyarakat lokal dengan perusahaan karena hal-hal (isu) tersebut dianggap sebagai pembenaran bahwa kehadiran PT.NNT merugikan kepentingan masyarakat lokal, terutama mereka yang terbatas kemampuannya membuka akses dengan perusahaan.
•
Dalam pandangan sebagian nara sumber kunci yang diwawancarai secara mendalam menunjukkan bahwa isu-isu tersebut sering menjadi bahan pemberitaan dalam media cetak dan elektronik sehingga dianggap tingkat kebenaranya cukup tinggi. Oleh sebab itu, informasi, persepsi dan isu yang berkembang didalam masyarakat merupakan potensi konflik yang apabila tidak diantisipasi dan ditangani secara baik akan muncul menjadi konflik terbuka. Dari gambaran kondisi kabupaten Sumbawa Barat mulai dari sejak sebelum
adanya P.NNT hingga masa beroperasinya hingga kini menunjukkan bahwa sangat besar sekali perubahan yang telah di timbulkannya mulai dari tatanan masyarakat 91
hingga persoalan-persoalan sosial yang muncul diakibatkan oleh keberadaan perusahaan tersebut. hal ini yang merupakan salah satu alasan pentingnya pelaksanaan program CSR karena hal tersebut merupakan tanggung jawab perusahaan yang telah secara langsung maupun tidak langsung merubah tatanan masyarakat yang ada.
4.2. Mengapa CSR penting untuk dilaksanakan 4.2.1. CSR dalam konteks konteks Hukum Pertambangan Pertambangan Istilah hukum pertambangan merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu mining low. Hukum pertambangan adalah : “hukum yang mengatur
tentang
penggalian
atau
pertambahan
bijih-bijihan
dan
mineralmineral dalam tanah” Definisi ini hanya difokuskan pada aktifitas penggalian atau pertambangan bijih-bijihan. Penggalian atau pertambangan merupakan
usaha
untuk
menggali
berbagai
potensi-potensi
yang
terkandung dalam perut bumi. Di dalam definisi ini juga tidak terlihat bagaimana hubungan antara pemerintah dengan subjek hukum. Padahal untuk menggali bahan tambang itu diperlukan perusahaan atau badan hukum yang mengelolanya. Menurut Blacklaw Dictionary. Mining law adalah: “the act of appropriating appropriating a mining claim (parcel of land containing c ontaining preciours metal in its soil or rock) according to certain establishedrule” (Blacklaw Dictionary, 1982:847). Artinya, hukum pertambangan adalah ketentuan yang khusus yang mengatur hak menabung (bagian dari tanah yang mengandung logam berharga di dalam tanah atau bebatuan) menurut aturan-aturan yang telah ditetapkan. Definisi ini difokuskan kepada hak masyarakat semata-mata untuk melakukan penambangan pada sebidang tanah atau bebatuan yang telah ditentikan. Sementara itu, hak menambang adalah hak untuk melakukan kegiatan penyelidikan dan hak untuk melakukan kegiatan penyelidikan dan hak untuk melakukan kegiatan eksploitasi (mining (mining right shall be regarded as a prospecting right and exploitation right) (lihat Articele 11 Japanese Mining law, No.289,1950 No.289,1950 Latest Amendement Amendement In 1962). 1962). Begitu juga dengan objek kajian hukum pertambangan. Objek kajian hukum pertambangan tidak hanya mengatur hak penambangan sematamata, tetapi juga mengatur kewajiban penambangan kepada negara. Oleh
92
karena itu, kedua definisi diatas perlu disempurnakan sehingga menurut penulis,yang diartikan dengan hokum pertambangan adalah : ”keseluruhan kidah hukum yang mengatur kewenangan negara dalam pengelolaan bahan bahan galian(tambang) galian(tambang) dan mengatur huungan huungan hukum antara negara dengan orang dan atau badan hukum dalam pengelolaan dan pemanfataan bahan bahan galian (tambang)”. (tambang)”. Kaidah hukum dalam hukum pertambangan dibedakan menjadi dua macam, yakni kaidah hukum pertambangan tertulis merupakan kaidah hukum yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan. traktat dan yurisprudensi. Hukum Pertambangan tidak tertulis merupakan ketentuanketentuan hukum yang hidup berkembang dalam masyarakat. Bentuknya tidak tertulis dan sifatnya lokal, artinya hanya berlaku dalam masyarakat setempat. Kewenangan negara merupakan kekuasaan-kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada negara untuk mengurus, mengatur dan mengawasi pengelolaan bahan galian sehingga didalam pengusahaan dan pemanfaatannya
dapat
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Kewenangan negara ini dilakukan oleh pemerintah. Penguasaan bahan galian tidak hanya menjadi mnopoli pemerintah semata-mata, tetapi juga diberikan hak kepada orangdan/ atau badan hukum untuk mengusahakan bhan galian sehingga hubungan hukum antara negara dengan orang atau badadan hukum harus diatur sedemikian rupa agar mereka dapat mengusahakan bahan galian secara optimal. Agar orang atau badan hokum dapat mengusahakan bahan galian secara optimal, pemerintah/pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) memberikan izin kuasa pertambangan, kontrak karya, perjanjian karya pengusahaan batubara kepada orang atau badan hukum tersebut. Dari uraian diatas, ada tiga unsur yang tercantum dalam definisi yang terakhir ini, yakni adanya kidah hukum , adanya kewenangan negara dalam pengelolan bahan galian, dan adanya hubungan hukum antara negara dan orang dan/atau badan hukum dalam pengusahaan bahan galian. 4.2.2. Objek dan Ruang Lingkup Kegiatan Hukum Pertambangan Apabila kita mengacu kepada definisi yang dipaparkan di atas, kita dapat menelaah objek dan ruang lingkup kajian hukum pertambangan. Objek kajian merupakan sasaran di dalam penyelidikan atau pengkajian hokum pertambangan. Objek itu dibagi menjadi dua macam, yaitu objek materiil dan objek formil. Objek materiil adalah : Bahan (materiil ( materiil ) yang dijadikan sasaran dan penyelidikan. Objek materiil hukum pertambangan 93
adalah manusia dan dan bahan galian. Objek formil hukum pertambangan adalah mengatur hubungan antara negara dengan bahan galian dan hubungan antara negara dengan orang atau badan hukum dalam pemanfaatan bahan galian. Kedudukan negara adalah sebagai pemilik bahan galian mengatur peruntukan dan penggunaan bahan galian untuk kemakmuran masyarakat sehingga negara menguasai bahan galian. Tujuan pengusahaan oleh Negara (pemerintah) adalah agar kekayaan nasional tersebut dimanfatkan untuk sebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat indonesia. Dengan demikian, baik perseorangan, masyarakat maupun pelaku usaha , sekalipun memiliki hak atas sebidang tanah di permukaan, tidak mempunyai hak menguasai ataupun memiliki bahan galian yang terkandung dibawahnya. Pengusahaan olah negara diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan. Kuasa pertambangan adalah wewenang yang diberikan negara kepada pemerintah untuk menyelenggarakan menyelenggarakan kegiatan ekploitasi dan eploitas baik terhadap bahan galian strategis, vital mupun golongan C. Ruang lingkup kajian hukum pertambnagan meliputi pertambangan umum, dan pertambangan minyak dan gas bumi. Pertambangan umum merupakan pertambnagan bhan galian di luar minyak dan gas bumi. Pertambangan umum digolongkan menjadi lima golongan, yaitu : 1. pertambangan mineral radioaktif; 2. pertambangan mineral logam; 3. pertambangan mineral nonlogam; 4. pertambangan batu bara, gambut, dan bitumen padat; dan 5. pertambangan panas bumi (pasal 8 Rancangan undang-undang tentang Pertambangan Umum). Walaupun ruang lingkup kajian hukum pertambangan begitu luas, namun dalam buku ini yang menjadi ruang lingkup kajian hanya difokuskan pada pertambangan mineral non logam, seperti emas, perak dan tembaga, pertambnagan batu bara dan pertambangan minyak dan gas bumi. Ketiga pertambangan ini mempunyai nilai komersial yang sangat tinggi dan tidak hanya melibatkan modal dalam negeri, tetapi juga melibatkan modal asing. Modal asing diperlukan untuk membiayai kegiatan pertambangan ini karena Indonesia tidak memiliki modal yang cuku dan sumber daya manusia yang memadai untuk mengelola sumber daya tambang itu. Di samping itu, pengusahaan bahan galian tambang banyak menimulkan persoalan dalam masyarakat, seperti terjadinya pencemaran lingkungan, 94
kondisi
kesehatan
masyarakat
di
sekitar
tambang
yang
sangat
memprihatinkan, konflik antara pemilik tanah dengan perusahaan tambang, konflik antara perusahaan dengan buruh, dan lain-lain. 4.2.3. Asas-asas Hukum Pertambangan Di
dalam
undang-undang
nomer
11
Tahun
1967
tentang
Ketentuanketentuan pokok pertambangan, tidak ditemukan secara eksplisit tentang asas-asas hukum pertambangan. Namun apalagi kita mengkaji secara mendalam berbagai substansi pasal-pasal didalamnya maupun yang tercantum dalam penjelasannya, kita dapat mengidentifikasi asas-asas hukum pertambangan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967. Asas-asas itu meliputi asas manfaat, asas pengusahaan, asas keselarasan, asas partisipatif, asas musyawarah dan mufakat. Di dalam undang-undang itu tidak ditemukan pengertian yang terkandung dalam asas hukum tersebut. Untuk itu, berikut diberikan penjelasan tentang pengertian kelima atas hukum sebagimana yang terkandung dalam Undangundang Nomor 11 Tahun 1967. 1. Asas 1. Asas manfaat merupakan manfaat merupakan asas, dimana di dalam penguasahaan bahan galian
dapat
dimanfatkan/digunakan
untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat Indonesia. 2. Asas pengusahaan merupakan asas, di mana di dalam penyelengaraan usaha pertambangan atau bahan galian yang terdapat di dalam hokum pertambangan Indonesia dapat diusahan secara optimal. 3. Asas 3. Asas keselarasan merupakan asas, dimana ketentuan undang-undang pokok pertambangan harus selaras atau sesuai atau seide dengan citacita dasar negara republik Indonesia dapat diusahakan secara optimal. 4. Asas partisipatif merupakan asas, di mana pihak swasta maupun perorangan diberikan hak untuk mengusahakan bahan galian yang terdapat dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia. 5. Asas musyawarah dan mufakat merupakan asas, di mana pemegang kuasa pertambangan yang menggunakan hak atas tanah hak milik harus membayar ganti kerugian kepada pemilik hak atas tanah, yang besarnya ditentukan berdasarkan hasil musyawarah (berunding, berembuk) dan disepakati oleh kedua belah pihak Disamping asasasas itu, di dalam pasal 2 di dalam Undang-undang nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi telah ditentukan secara jelas asasasas hukum dalam penyelenggaraan pertambangan minyak dan gas 95
bumi. Asas-asas itu meliputi ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, dan kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamana, keselamatan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lngkungan. Di dalam penjelasan pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tidak kita jumpai pengerian dari masing-masing asas tersebut, namun penulis mencoba untuk memberikan pengertian dari masing-masing asas tersebut di atas. Ketujuh asas itu disajikan berikut ini. a. Asas ekonomi kerakyatan Asas ekonomi kerakyatan, yaitu asas di mana di dalam penyelenggaraan pertambangan minyak dan gas bumi harus memberikan peluang yang sama kepada pelaku ekonomi. b. Asas Keterpaduan Asas keterpaduan di maksudkan agar setiap penyelenggaraaan pertambnagan minyak dan gas bumi di lakukan secara terpadu dengan memperhatikan kepentingan nasonal, sektor lain dan masyarakat setempat. c. Asas manfaat Asas manfaat adalah suatu asas didalam penyelenggaraan penyelenggaraan pertambangan minyak dan gas bumi, di mana dalam penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi harus memberikan
manfaat/kegunaan
bagi
sebesarbesarnya
kemakmuran rakyat banyak. d. Asas keadilan Asas keadilan adalah suatu asas di dalam penyelenggaraan penyelenggaraan pertambangan minyak dan gas bumi, di mana dalam penyelenggaraan kegiatan itu harus memberikan peluang dan kesempatan yang sama kepada semua warga negara sesuai dengan
kemampuanya
sehingga
dapat
meningkatkan
kemampuan seluruh masyarakat. Oleh karena itu di dalam memberikan izin usaha hilir dan kontrak kerja sama harus terjadinya praktik monopoli, monoposni, oligopoli, dan oligopsoni. f. Asas keseimbangan Asas keseimbangan merupakan asas di atas di dalam penyelenggaraan pertambngan minyak dan gas bumi, di mana 96
para piha mempunyai kedudukan yang setara/sejajar dalam menentukan bentuk dan substansi kontrak kerja sama, baik kontrak bagi hasil pertambangan maupun kontrak-kontrak lainnya. g. Asas pemertaan, yaitu asas di dalam penyelenggaraan penyelenggaraan pertambangan minyak dan gas bumi, di mana hasil-hasil dari pertambangan minyak dan gas bumi dapat dimiliki secara merata oleh seluruh masyarakat Indonesia. h. Asas kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, yaitu asas didalam penyelenggaraan penyelenggaraan pertambangan minyak minyak dan gas bumi, di mana hasil-hasil dari pertambangan minyak dan gas bumi dapat memakmurkan (menjadi makmur) dan menyejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. i. Asas keamanan dan keselamatan, yaitu asas di dalam penyelenggaraan pertambangan pertambangan minyak dan gas bumi, di mana di dalam penyelenggaraannya mampu memberikan rasa entram, tidak ada ganguan dan aman bagi para pihak yang mengadakan kontrak kerja sama atau permintaan izin usaha hilir. j. Asas Kepastian hukum Asas kepastian hukum merupakan asas dalam penyelenggaraan penyelenggaraan pertambangan minyak dan gas bumi, di mana di dalam penyelenggaraan usaha minyak dan gas bu,i mampu menjamin kepastian hak-hak dan kewajiban para pihak yang mengadakan kontrak kerja sama atau yang menerima izin usaha hilir. k. Asas
berwawasan
lingkungan,
yakni
asas
dalam
penyelenggaraan pertambangan pertambangan minyak dan gas bumi, di mana di dalam penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi harus memperhatikan lingkungan hidup agar tidak terjadi pencemaran lingkungan. Tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi adalah : •
Menjamin efektifitas pelaksana dan pengendalian kegiatan usaha eksploitasi dan eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta berdaya asing tinggi dan berkelanjutan atas minyak dan gas bumi milik negara yang strategis dan tidak terbarukan melalui mekanisme yang terbuka dan transparan; 97
•
Menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga secara bertanggung jawab yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar , sehat, dan transparan;
•
Menjamin efisiensi dan efektifitas terjadinya minyak bumi dan gas bumi, baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri;
•
Mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan interbasional;
•
Meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional dan mengembangka serta memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia;
•
Menciptakan
lapangan
kerja,
meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup. Keberadaan pertambangan minyak dan gas bumi dalam suatu wilayah mempunyai arti yang sangat strategis karena dengan adanya usaha pertambangan itu akan menambah lapangan kerja baru. Sebagian besar warga masyarakat yang berada di wilayah pertambangan akan direkrut oleh perusahaan untuk dapat
bekerja
pada
perusahaan
pertambangan.
Rekrutmen itu akan menjegah terjadinya konflik antara masyarakat dengan periusahaan. Apabila sebagian dari mereka telah tertampung di perusahaan, perusahaan akan aman di dalam melakukan usaha eksplorasi dan eksploitasi. 4.2.4. Sumber-sumber Hukum Pertambangan Pada dasarnya sumber hukum dapat dibesdakan menjadi dua macam yaitu : sumber hukum materiil dan sumber hukum formal (Alarga, dkk.1975). Sumber hukum materiiil adalah tempat dari mana materi hokum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu 98
pembentukan hukum, misalnya hubungan sosialkekuatan politik, situasi sosial ekonomi, tradisi (pandangan keagamaan dan kesusilaan), hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, dan keadaan geografis. Sumber hukum formal maupun tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal itu berlaku. Sumber hukum yang diakui umum sebagai hukum formal ialah undang-unfdang, perjanjian antarnegara, yurisprudensi, dan kebiasaan. Adapun yang menjadi sumber hukum pertambangan tertulis disajikan berikut ini. 1. Indische Mijin Wes (IMW). Undang-undang ini diundangkan pada tahun 1899 dengan staatblad 1899, Nomor 214. Indische Mijin Wes (IMW) hanya mengatur mengenai penggolongan bahan bahan galian dan pengusahaan pertambangan. Peraturan pelaksanaan dari Indische Mijin Wes (IMW) adalah berupa Minordonantie, Minordonantie, yang diberlakukan mulai tanggal 1 Mei 1907. Minordonantie Minordonantie mengatur pengawasan keselamatan kerja (tercantum dalam pasal 356 sampai dengan pasal 612). Kemudian, pada tahun 1930, Minordonantie 1907 dicabut dan diperbaharui dengan Minordonantie Minordonantie 1930, yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 1930. Dalam Minordonantie Minordonantie 1930, tidak lagi mengatur mengenai pengawasan keselamatan kerja pertambangan tetapi diatur sendiri dalam Minj dalam Minj Politie Reglemen Reglemen (Stb. 1930 Nomor 341), yang hinga kini masih berlaku (Abror Saleng, 2004:64). 2. Undang-undang Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar pokokpokok Agaria Hubungan undang-undang pokok nomor 5 Tahun 1960 dengan pertambangan erat kaitannya dengan pemanfaatan hak atas tanah untuk kepentingan pembangunan di bidang pertambangan. Pasal-pasal yang berkaitan dengan itu adalah sebagai berikut : a. Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi :”Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalammya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.” Apabila kita mengacu kepada ketentuan ini, maka yang menjadi ketentuan objek ketentuan hukum ageraria, tidak hanya hak atas tanah (bumi), tetapi juga tentang air, ruang
angkasa
dan
bahan
galian.
Namun
dalam
proses
pengembangan ilmu hukum keempat hal itu dikaji oleh disiplin ilmu hukum yang berbeda. 99
b. Pasal 16 ayat (1) berbunyi ”Hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunandan hak pakai, hak sewa,hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lainnya”. c. Pasal 20 yang berkaitan dengan hak milik. d. Pasal 28 UUPA berkaitan hak guna usaha. e. Pasal 35 UUPA yang berkaitan dengan hak guna bangunan. f. Pasal 41 UUPA yang berkaitan dengan hak pakai. Hak-hak atas tanah tersebut dapat diberikan untuk kepentingan pembangunan
di
bidang
pertambangan.
Tentunya
perusahaan
pertambangan yang akan menggunakan hak atas tanah itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. a. Bahwa guna mempercepat terlaksananya pembangunan ekonomi nasional menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, perlu dikerahkan semua dana dan daya untuk mengolah dan membina segenap kekuatan
ekonomi
potensildi
bidang
pertambangan
menjadi
kekuatan ekonomi. b. Bahwa berkaitan dengan hal itu, dengan dengan tetap berpegang bahwa Undang-Undang Undang-Undang Dasar 1945, dipandang perlu untuk mencabut Undang-Undang No. 37 prop tahun 1960 tentang pertambangan (Lembaga Negara Tahun 1960 No.119), , serta menggantinya dengan undang-undang pokok pertambangan yang baru yang lebih sesuai dengan kenyataan yang ada, dalam rangka memperkembangkan usaha-usaha pertambangan Indonesia di masa sekarang dan kemudian hari. Undang-undang ini terdiri atas 12 bab dan 37 pasal . Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 meliputi sebagai berikut : a) Ketentuan umum (pasal 1 sampai dngan pasal 2) Ada dua hal yang diatur dalam ketentuan umum ini yaitu pengusahaan bahan galian dan istilah-istilah. Pasal 1 Berbuyi : ”Segala bahan galian yang terdapat dalam wilayah hokum pertambangan Indonesia merupakan endapan-endapan alam sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah kekayaan nasional bangsa Indonesia dan oleh 100
karenanya dikuasai dan dipergunakan oleh negara untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Istilah yang tercantum dalam p asal 2 meliputi : bahan galian, hak atas tanah, penyelidikan umum, eksplorasi, esploitasi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, kuasa pertambangan, menteri, wilayah hukum pertambangan Indonesia, perusahaan negara, perusahaan daerah, dan pertambangan rakyat. b) Penggolongan dan pelaksana penguasaan bahan galian (pasal 3 sampai dengan pasal 4). Bahan galian dibagi atas tiga golongan, yaitu: o
Golongan bahan galian strategis;
o
golongan bahan galian vital;
o
golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan a dan b.
c. Bentuk dan organisasiperusahaan pertambangan (pasal 5 sampai dengan pasal 13). d. Usaha pertambangan (pasal 14). e. Kuasa pertambangan (pasal 15 sampai dengan pasal 16). f.
Cara
dan
syarat-syarat
bagaimana
memperoleh
kuasa
pertambangan (pasal 17 sampai sdengan pasal 19). g. Berahkirnya kuasa pertambangan (pasal 20 sampai dengan pasal 24). h. Hubungan kuasa pertambangan dengan hak-hak tanah (Pasal 25 sampai dengan pasal 27). i.
Pungutan-pungutan Negara (pasal 28).
j.
Pengawasan pertambangan (Pasal 29 sampai dengan pasal 30).
k. Ketentuan-ketentuan Ketentuan-ketentuan pidana (Pasal 31 sampai dengan pasal 34). 3 4). l.
Ketentuan peralihan dan penutup (Pasal 35 sampai dengan pasal 37).
Masing-masing ketentuan itu dikaji secara mendalam dalam bab-bab berikutnya. 4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001tentan Minyak dan Gas Bumi Undang-Undang ini ditetapkan pada tanggal 23 Novmber 2001. Pertimbangan ditetapkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi adalah : a. Bahwa
pembangunan
nasional
harus
diarahkan
kepada
terwujudnya kesejahteraan rakyat dengan melakukan reformasi di 101
segala bidang kehidupan bangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang dasar 1945; b. Bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yang yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehinggapengelolaanya harus dapat secara maksimal memberikan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; c. Bahwa kegiatan usaha minyak dan gas bumi mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertrumbuhan
ekonomi
nasional
yang
meningkat
dan
berkelanjutan; d. Bahwa undang-undang Nomor 44 Prop. Tahun 1960tentang pertambangan Minyak dan Gas Bumi, , Undang-undang Nomor 15 tahun 1962 tentang penetapan peraturan pemerintah Perganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Kewajiban Perusahaan Minyak memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan usaha pertambangan minyak dan gas bumi; e. Bahwa dengan tetap mempertimbangkan perkembangan nasional maupun internasional dibutuhkan peraturan perundang-undangan tentang
pertambangan
minyak
dan
gas
bumiyang
dapat
menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal,transparan,
berdaya
saing
efisien,
dan
berwawasan
pelestarian limgkungan, serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional; f.
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hguruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e tersebut diatas serta untuk
memberikan
landasan
hukum
bagi
langkah-langkah
pembaharuan dan penataan atas penyelenggaraan penyelenggaraan pengusahaan minyak dan gas bumi, maka perlu membentuk undang-undang tentang minyak dan gas bumi. Pertimbangan yang paling prinsip ditetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 karena peraturan yang mengatur tentang pertambangan minyak dan gas bumi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan usaha 102
pertambangan minyak dan gas bumi. Undang-Undang ini terdiri atas 14 bab dan 67 pasal.hal-hal yang diatur dalamundang-undang ini adalah sebagai berikut :
Ketentuan umum (Pasal 1) Dalam ketentuan umum ini diatur tentang pengertuian minyak bumi, gas bumi, bahan bakar minyak,kuasa pertambangan, survai umum, kegiatan usaha hulu, kegiatan usaha hilir, eksplorasi, esploitasi, pengolahan ,penyimpanan, niaga, wlayah hukum pertambnagan Indonesia, wilayah kerja, badan usaha, bentuk usaha tetap, kontrak kerja sama, izin usaha, badan pelaksana,
badan
pengatur,
menteri
dan
pengertian
pemerintah daerah.
Asas dan tujuan (Pasal 2 sampai dengan dengan Pasal 3). Penguasaan dan pengusahaan (Pasal 4 sampai dengan Pasal 10).
Kegiatan usaha hulu (Pasal 112 sampai dengan Pasal 22).
Kegiatan usaha hilir (Pasal 23 sampai dengan Pasal 31).
Penerimaan negara (Pasal 31 sampai dengan Pasal 32).
Hubungan antara kegiatan usaha minyak dan gas bumi dengan hak atas tanah (Pasal 33 sampai dengan Pasal 37).
Pembinaan dan pengawasan (Pasal 38 sampai dengan pasal 43).
Badan pelaksana dan badan pengatur (Pasal 44 sampai dengan Pasal 49).
4.3.1.
Penyidikan (Pasal 50 sampai dengan pasal 51).
Ketentuan pidana (Pasal 52 sampai dengan Pasal 58).
Ketentuan peralihan (Pasal 59 sampai dengan Pasal 64).
Ketentuan lain (Pasal 65).
Ketentuan penutup (Pasal 66 sampai dengan Pasal 67).
Alasan-Alasan Perusahaan Perusahaan melaksanakan melaksanakan CSR Setidaknya ada tiga alasan penting dan manfaat yang diperoleh suatu
perusahaan dalam merespon dan menerapkan isu tanggung jawab sosial (CSR) yang sejalan dengan operasi usahanya. Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan juga turut 103
memperhatikan kepentingan masyarakat. Dengan adanya penerapan CSR, maka perusahaan secara tidak langsung telah menjalin hubungan dan ikatan emosional yang baik terhadap shareholder maupun stakeholders. Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme (saling mengisi dan meguntungkan). Bagi perusahaan, untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, setidaknya licence to operate, operate, adalah suatu keharusan bagi perusahaan jika dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bias mendongkrak citra dan performa perusahaan. Dan Ketiga, kegiatan CSR merupakan salah satu cara untuk mengeliminasi berbagi potensi mobilisasi massa (penduduk) untuk melakukan hal-hal yang tidak diiginkan sebagai akses ekslusifme dan monopoli sumber daya alam yang dieksploitasi oleh perusahaan tanpa mengedepankan
adanya
perluasan
kesempatan
bagi
terciptanya
kesejahteraan dan pengembangan pengembangan sumber daya manusia yang berdomisili di sekitar wilayah penambangan pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Suatu perusahaan, jangan pernah mengidap penyakit amputasi sosial, yakni kelumpuhan rasa untuk menolong ketika menyaksikan warga tidak mampu (miskin) disekitarnya. Sebab, S ebab, hal ini dapat mengundang bertebarannya konflik horizontal sehingga sehingga perusahaan akan merasa dirugikan oleh sikap dan perilaku merusak warga. Hal ini bisa dilihat, misalnya, pada masyarakat Papua yang menuntut perusahaan Freefort secara anarkis karena telah sedemikian gerah dengan eksploitasi perusahaan terhadap potensi alam daerah, sementara itu kesejahteraan warga tidak beringsut ke arah lebih baik. Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasanya kegiatan perusahaan membawa dampak – for – for better or worse, bagi worse, bagi kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan beroperasi. Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya shareholders atau para pemegang saham. Melainkan pula stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap
eksistensi
perusahaan.
Stakeholders
dapat
mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa dan pemerintah selaku regulator. Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dengan lainnya, tergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya.
104
Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-nya. Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan
akibat
terhadap
seluruh
pemangku
kepentingan
(stakeholder) stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal. Pengaturan CSR di dalam peraturan perundangan-undangan Indonesia masih menciptakan kontroversi dan kritikan. Kalangan pebisnis CSR dipandang sebagai suatu kegiatan sukarela, sehingga tidak diperlukan pengaturan di dalam peraturan perundang-undangan. Menurut Ketua Umum Kadin, Mohammad S. Hidayat, CSR adalah kegiatan di luar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam perundang-undangan formal, sehingga jika diatur akan bertentangan dengan prinsip kerelaan dan akan memberikan beban baru kepada dunia usaha. Di lain pihak, Ketua Panitia Khusus K husus UU PT, Akil Mochtar menjelaskan bahwa kewajiban CSR terpaksa dilakukan karena banyak perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia lepas dari tanggung jawabnya dalam mengelola lingkungan. Selain itu kewajiban CSR sudah diterapakan pada perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang mewajibkan BUMN untuk memberikan bantuan kepada pihak ketiga dalam bentuk pembangunan fisik. Kewajiban ini diatur di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengang BUMN. 4.3.2.
Efektifitas Konsep CSR Dalam Menangani PermasalahanPermasalahan Sosial Di dalam keterbatasan sumber daya maupun pendanaan, mencari solusi
terhadap penyakit, masalah dan penyediaan kebutuhan masyarakat, seringkali mengalami kebuntuan. Contoh penyakit sosial antara lain seperti tindakan korupsi yang sudah dianggap hal yang biasa. Sedangkan masalah masyarakat antara lain misalnya kesenjangan ekonomi yang cenderung 105
semakin melebar, mewabahnya penyakit seperti flu burung, demam berdarah yang tak kunjung tuntas, banjir bandang yang hampir secara rutin dialami beberapa daerah tertentu, dan sebagainya. Meskipun tanggung jawab utama dalam mengatasi hal tersebut berada pada Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, namun sesuai dengan porsinya hal ini juga merupakan tanggung jawab semua pihak sebagai anggota masyarakat. Kita tahu Pemerintah Pusat dan juga Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan APBN/ APBD, namun upaya yang paling penting dilakukan oleh Pemerintah adalah memetakan penyakit dan masalah masyarakat itu secara komprehensif berikut solusi mengatasinya. Beberapa proyek strategis yang tanggung jawab utamanya berada pada Pemerintah, tentu dapat dibiayai oleh APBN maupun APBD, selebihnya kita bias melibatkan dunia usaha dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk secara bersama-sama mengatasi secara tuntas penyakit dan masalah masyarakat tersebut. Dari sisi dunia usaha, kecenderungan belakangan ini, Corporate Social Responsibility (CSR) tidak lagi dipandang sebagai cost center tetapi sudah menjadi bagian dari strategi usaha dalam meningkatkan keuntungan dan pertumbuhan usaha yang stabil. CSR lahir dari desakan masyarakat atas perilaku perusahaan yang biasanya mengabaikan tanggung jawab social seperti perusakan lingkungan, eksploitasi sumber daya alam, mengemplang pajak, menindas buruh, dan sejenisnya. Intinya, keberadaan perusahaan berdiri secara berseberangan dengan kenyataan kehidupan sosial. Namun, kini situasi semakin berubah, konsep dan praktik CSR sudah menunjukkan gejala baru sebagai suatu strategi perusahaan yang dapat memacu dan menstabilkan pertumbuhan usaha secara jangka panjang. Sebagai contoh co ntoh Unilever meluncurkan program CSR tentang sosialisasi air bersih. Program ini sangat bermanfaat bagi masyarakat yang mendambakan kehidupan bersih jauh dari penyakit. Di sisi Unilever, program ini akan meningkatkan penjualan produk kebersihannya. Contoh yang lain, Panasonic meluncurkan program CSR dengan melakukan pelatihan instalasi, pemeliharaan, dan reparasi produkproduk elektronik bagi pemuda-pemudi yang putus sekolah, sebagai pelengkap Program Kelompok Belajar Mandiri (PKBM). Dari sisi masyarakat setempat, program ini s angat bermanfaat untuk menyediakan tenaga kerja ataupun wiraswasta yang siap memberikan pelayanan yang memang dibutuhkan oleh masyarakat. Dari sisi Panasonic sendiri, program ini sedikit banyaknya akan mendukung peningkatan penjualan produk-produknya. Jelas dalam hal ini Pemerintah Daerah memerlukan dukungan dunia usaha dan masyarakat pada umumnya dalam 106
mengatasi penyakit dan masalah masyarakat tersebut. Dunia usaha juga sudah menempatkan CSR sebagai strategi usaha dalam meningkatkan keuntungan dan pertumbuhan usaha yang stabil. Namun, yang menjadi persoalan adalah upaya yang sudah dilakukan oleh suatu perusahaan bisa jadi tumpang tindih dengan perusahaan yang lain atau bisa juga hanya terfokus pada masalah tertentu saja. Dalam kaitan ini, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan LSM seyogyanya melakukan upaya bersama dalam mengatasi penyakit dan masalah sosial tersebut. Harapan kita tidak lain tuntasnya penanggulangan penyakit dan masalah sosial yang ada, sekaligus terjadi sinergi yang saling menguntungkan antara Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat pada umumnya. 4.3.3.Parameter 4.3.3.Parameter Keberhasilan Pelaksanaan CSR Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral akhirnya menyatakan apa saja aspek yang akan menjadi fokus penilaian terhadap, pendapatan negara, jumlah produksi, dampak terhadap lingkungan dan dana pengembangan masyarakat ( Koran Tempo 22/3/2009). Empat aspek tersebut konsisten dengan pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial yang terkenal dengan sebutan triple bottom line. Hanya saja, ada dua ganjalan dalam hal pengembangan masyarakat. Pertama adalah bahwa sudah seharusnya seluruh program sosial dinilai, bukan saja yang berkenaan dengan pengembangan masyarakat. Ini demi keadilan penilaian terhadap yang telah mencurahkan sumberdayanya. Kedua, kalau memang hanya program pengembangan masyarakat yang menjadi fokus, sudah seharusnya bukan semata-mata masalah dana saja yang dinilai. Aspek sosial, sebagaimana aspek lingkungan, tidaklah mungkin direduksi menjadi ukuran-ukuran finansial. Pembiayaan merupakan fungsi dari program, dan karenanya ukuran finansial seharusnya menjadi salah satu indikator saja. Secara umum, program sosial perusahaan biasa dinilai dari masukan, proses dan kinerjanya. Kalau hal ini diikuti, maka banyak indicator lain yang bisa dipergunakan untuk menilai program pengembangan masyarakat . Pertama-tama, harus disadari bahwa program pengembangan masyarakat yang memadai haruslah diintegrasikan ke dalam strategi menyeluruh perusahaan, bukan sekedar tempelan. Untuk menilainya, beberapa indikator dapat dipergunakan, yaitu: Adanya kebijakan tertulis perusahaan mengenai pentingnya membangun hubungan baik dengan masyarakat yang terkena dampak operasi perusahaan; Terdapatnya bagian khusus yang menanganinya pengembangan masyarakat yang bekerja secara 107
efektif dengan bagian lain yang terkait dengan aktivitas hubungan antara perusahaan dan masyarakat; Sumberdaya manusia yang bekerja untuk bagian itu memiliki kapabilitas yang memadai dari segi pendidikan, pelatihan dan pengalaman kerja; Adanya rencana kerja strategik untuk waktu lima tahun, dilengkapi dengan rincian program setahunan yang telah disepakati bersamasama pemangku kepentingan serta mekanisme penyesuaian rencana; Dan tersedianya dana yang mencukupi untuk melaksanakan program yang direncanakan
Perusahaan
pertambangan
dalam
operasinya
pasti
mengakibatkan dampak negative sosial dan lingkungan lingkungan bagi masyarakat yang berada disekitarnya. Pengembangan masyarakat dapat dipandang sebagai salah satu bentuk upaya mengkompensasi dampak tersebut, di luar minimisasi dampak yang wajib juga dilakukan oleh perusahaan. Tanpa penyelesaian permasalahan dampak negatif, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat. Karenanya perusahaan seharusnya melakukan perhitungan dampak dengan terperinci sebagai dasar dari pengembangan masyarakat. Sebagai konsekuensi penghitungan dampak, besaran program harus dibedakan menurut wilayah dan kelompok dampak. Semakin besar suatu wilayah atau kelompok masyarakat terkena dampak negative aktivitas perusahaan, semakin besar hak mereka untuk memperoleh program. Dalam hal tersebut, tiga indikator dapat diajukan, yaitu: Penilaian kerusakan yang diderita masyarakat dilakukan secara bersama-sama antara perusahaan dan masyarakat, dengan disaksikan oleh pihak lain yang netral; Negosiasi harga Kompensasi kerusakan dilakukan dengan cara-cara yang jujur, diterima masyarakat setempat, tanpa paksaan dan tipuan; Dan pembayaran kompensasi sesuai dengan kesepakatan yang dibuat, baik dalam aras individu maupun kelompok. Penting disadari bahwa perusahaan bukanlah agen pembangunan masyarakat semata. Perusahaan adalah entitas yang mencari keuntungan ekonomi, namun dalam usahanya tidak diperkenankan merusak lingkungan dan tatanan sosial ekonomi masyarakat. Perusahaan juga harus melindungi lingkungan dan sedapat mungkin memaksimumkan keuntungan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Karenanya, partisipasi masyarakat luas serta pihak-pihak lain yang kompeten dan memiliki niat baik menjadi sangat penting. Mengingat hal di atas, berbagai indikator partisipasi dapat dipergunakan, yaitu Program direncanakan secara partisipatoris dengan memperhitungkan keragaman kelompok-kelompok masyarakat; Program tersebut merupakan komplemen dan suplemen dari kegiatan-kegiatan 108
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak-pihak lain; Kegiatan dilaksanakan bersama-sama dengan masyarakat dan pihak lain yang memiliki kompetensi yang tepat; Pelaksanaan pemantauan kegiatan dilakukan bersama-sama dengan komponen masyarakat dan pemangku kepentingan lain, Serta dilakukannya evaluasi keberhasilan kegiatan bersama masyarakat dengan umpan balik bagi kegiatan mendatang Seluruh indikator di atas merupakan indikator masukan dan proses, sementara penilaian kinerja merupakan puncak upaya untuk mengetahui apakah perusahaan diterima oleh seluruh pemangku kepentingannya. Dalam hal ini, haruslah dikemukakan dimensi-dimensi keberhasilan dari berbagai sudut pandang, utamanya dari perusahaan sendiri, masyarakat, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lain yang terlibat langsung dalam pengelolaannya. Program yang memuaskan seluruh pihak merupakan cerminan keberhasilan tertinggi sehingga dapat diyakini bahwa keberadaan dan operasi perusahaan tersebut akan terus mendapatkan dukungan masyarakat dan pihak terkait lainnya. Indikator-indikator kinerja yang dapat dipergunakan antara lain: 1. Terlaksananya seluruh program yang direncanakan; Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang dinyatakan hendak dipenuhi dalam rencana program; 2. Terpeliharanya integrasi sosial masyarakat; 3. Program berhasil mendorong kemandirian masyarakat dan tidak menimbulkan ketergantungan; ketergantungan; 4. Perusahaan secara umum diterima keberadaannya di tengah-tengah masyarakat; 5. Adanya pengakuan dari pemerintah pemerintah dan pihak lain bahwa perusahaan telah berpartisipasi dalam pembangunan daerah. Jika indikatorindikator di atas dipergunakan, reduksi pengembangan masyarakat menjadi sekadar masalah dana akan dapat dihindari. Tentu saja, lebih baik lagi kalau Departemen ESDM mau menilai keseluruhan program sosial . Hasilnya kemudian dapat dipergunakan untuk membuat daftar tindakan perbaikan yang dituangkan dalam sebuah kontrak kinerja. Penilaian dan tindak lanjutnya yang komprehensif akan mengurangi resistensi banyak pihak, juga akan mengurangi retorika elit yang tidak perlu, sehingga kita tidak lagi akan terjerumus ke dalam politisasi atas nasib masyarakat.
109
4.3.3.
Program CSR PT. NNT untuk daerah lingkar tambang di Kabupaten Sumbawa Barat. PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) memiliki komitmen untuk meningkatkan program yang berkelanjutan dengan didasarkan pada empat pilar yaitu pembangunan berkelanjutan di bidang kesehatan, pendidikan, komunitas yang makmur, dan penyediaan infrastuktur. Komitmen ini diwujudkan melalui sejumlah strategi seperti Participatory Rural Appraisal (PRA), Future Search Dialogue, Ziel-Orienterte Projekt planung (ZOPP) dan Participatory Wealth Ranking (PWR) untuk kecamatan Sekongkang, Maluk dan Jereweh. Perencanaan partisipatif membutuhkan partisipasi dari perusahaan, pemerintah lokal, dan juga komunitas. Sehingga setiap orang tahu apa yang dapat mereka lakukan untuk turut terlibat PT NNT sangat menghargai hubungannya dengan masyarakat lokal dan menghargai peran mereka bagi keberadaan dan kemampuan operasi tambang Batu Hijau. Karyawan, waktu dan sumber daya disediakan dalam jumlah yang signifikan bagi program hubungan kemasyarakatan. kemasyarakatan. Batu Hijau menargetkan empat bidang utama bagi program pengembangan masyarakat yakni infrastruktur, kesehatan, pendidikan dan usaha kecil, serta pengembangan usaha pertanian bagi desa-desa di wilayah kecamatan yang masuk dalam potret lingkar tambang. Untuk menghilangkan persepsi yang salah dan harapan yang tidak realistis terhadap prioritas tersebut, Batu Hijau mengumumkan daftar program pengembangan masyarakat melalui surat kabar lokal Peningkatan kualitas dan kuantitas air bersih bagi masyarakat dan petani tetap menjadi prioritas. Melalui kerja sama dengan pemerintah setempat, PTNNT menghimpun kelompok pengelola air untuk membangun prasarana yang dapat mengalirkan air bersih dan air irigasi . Masyarakat membayar penggunaan air tersebut dan subsidi diberikan bagi masyarakat yang tidak mampu membayar. Kurangnya dana, kemiskinan dan prasarana yang tidak memadai berperan besar terhadap buruknya sistem pendidikan Indonesia. PT NNT terletak di suatu daerah terpencil, di antara kecamatan Jereweh, Maluk dan Sekongkang, di mana akses ke pendidikan yang lebih baik masih merupakan impian. Indeks Pembangunan Manusia PBB menempatkan Indonesia pada urutan ke-112 dari 120 negara. Indeks ini mengukur pembangunan manusia dari angka harapan hidup, angka melek huruf orang dewasa dan taraf hidup. Masyarakat dan dinas pendidikan setempat berharap PT NNT memberikan bantuan dana untuk 110
pendidikan. Upaya PT. Newmont Nusa Tenggara untuk meningkatkan kesempatan memperoleh pendidikan bagi masyarakat mendukung tujuan Newmont untuk mewariskan suatu masyarakat mandiri yang berkelanjutan. Inisiatif PT NNT yang luas dalam bidang pendidikan mencakup pembangunan dan renovasi sekolah, penyediaan buku-buku dan alat bantu belajar
mengajar, mendanai dua
buah
perpustakaan
keliling dan
memberikan beasiswa kepada pelajar yang berasal dari Nusa Tenggara Barat dan membantu siswa-siswi yang tidak mampu membayar uang sekolah dan membeli buku. Dalam
pengembangan
usaha
pertanian
dilakukan
dengan
mendukung kemampuan petani untuk memperoleh penghasilan tetap dan meningkatkan kualitas tanaman, hal ini turut mendukung pencapaian tujuan jangka panjang perusahaan. PT NNT, bekerja sama dengan desa Tongo Sejorong kecamatan Sekongkang, Sumbawa Barat, menyelesaikan pembangunan sebuah dam dan saluran irigasi sepanjang 1.950 meter untuk mengairi
lahan
pertanian
seluas
70
hektar.
Dam
tersebut
akan
memungkinkan petani untuk menanami dan mengairi lahan pertanian mereka pada musim tanam padi kedua setiap tahunnya sehingga meningkatkan hasil panen dan penghasilan petani. Selain pembangunan dam, Batu Hijau juga memulai perbaikan sistem irigasi di Bendung Plampo (sejenis dam pada sebuah sungai) di kecamatan Sekongkang dan membangun saluran irigasi di desa lain. Pada 2005, Batu Hijau membangun sebuah bendung di Benete untuk mengairi lahan pertanian seluas 80 hektar yang saat ini sudah terealisasi. Proyek infrastruktur utama lainnya adalah membantu pemerintah dan desa setempat membangun sistem kebersihan dan pembuangan sampah di Benete, Maluk, Sekongkang Atas dan Sekongkang Bawah. Sekitar 20 persen rumah tangga yang ada telah terdaftar sebagai pelanggan sistem ini. Limbah rumah tangga dari desa lingkar tambang biasanya ditanam atau dibakar di dekat rumah atau pantai. Sebagai upaya untuk menjaga kebersihan pantai yang akan dijadikan tujuan wisata, Batu Hijau menyediakan truk, pengemudi dan tukang sampah untuk mengangkut sampah yang dibuang di pantai Maluk ke tempat pembuangan akhir. Namun demikian, partisipasi masyarakat masih terbatas. Untuk memberikan insentif dan mencapai tujuan dalam menjaga kebersihan pantai, PT NNT mengadakan kerja sama dengan pemerintah desa setempat dan setuju untuk menyediakan dana awal yang akan digunakan untuk mengubah pantai tersebut menjadi pantai tujuan wisata. 111
Pada tahun 2003, Batu Hijau mendirikan 12 warung makan dan fasilitas pantai yang menyediakan pekerjaan bagi warga setempat dalam bidang konstruksi dan usaha warung makan. Pemerintah desa bertugas menjaga kebersihan dan keamanan pantai dengan menugaskan penjaga pantai dan petugas keamanan bagi pengunjung yang dapat mencapai 500 pengunjung setiap minggunya. PT NNT tetap memberikan kontribusi dalam pemeliharaan fasilitas tersebut. Pada 2004, lebih dari 200 orang petani dari 10 desa mendapat pelatihan mengenai Sistem Intensifikasi Padi, sebuah program yang dirancang untuk meningkatkan hasil panen padi pada lahan kering. Hasil panen tradisional sebesar 3,6 ton per hektar diharapkan meningkat menjadi 10 ton per hektar setelah menerapkan Sistem Intensifikasi Padi. Batu Hijau juga menyediakan benih padi varietas unggul unggul dan dukungan irigasi. Prioritas lainnya adalah meningkatkan akses terhadap perawatan kesehatan yang berkualitas. Pada 2004, Batu Hijau bekerja sama dengan masyarakat mendirikan dua puskesmas pembantu. Puskesmas pembantu tersebut dikelola oleh tenaga medis profesional yang disediakan oleh pemerintah. Puskesmas baru dan yang telah ada serta bantuan makanan dan perlengkapan telah memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi kesehatan seluruh masyarakat sekitar terutama anak-anak yang kurang gizi. Selain menyediakan tenaga spesialis untuk mendidik ibu-ibu mengenai nutrisi, perusahaan juga menyediakan susu dan dana bagi tenaga spesialis kesehatan dari International SOS. PT NNT dan Doctors dan Doctors Children Fund juga juga tetap bekerja sama dengan Interplast, sebuah tim ahli bedah dari Australia, yang memberikan perawatan kesehatan bagi 79 anak-anak dan orang dewasa di Sumbawa. Batu Hijau tetap menjalankan program prakarsa bisnis local termasuk memberikan kontrak bagi jasa lokal dan membeli kebutuhan dari pengusaha lokal. Berbagai kegiatan yang mendatangkan penghasilan dan pelatihan kejuruan diberikan untuk menyiapkan pemuda setempat yang ingin berwiraswasta atau mencari peluang kerja lainnya. Batu Hijau memberikan bantuan kepada yayasan lokal yang dikelola masyarakat bernama Yayasan Olat Parigi (YOP), yang menyediakan bantuan dana bagi usaha kecil, pertanian dan prakarsa lainnya di tiga kecamatan setempat. Proyek-proyek dipilih oleh kelompok perwakilan masyarakat dan dipresentasikan di perusahaan untuk mendapat bantuan dana selama 2004.
112
Kebingungan pun timbul di masyarakat mengenai YOP, apakah yayasan ini merupakan wadah pemberi bantuan, b antuan, dana bergulir untuk kredit mikro atau keduanya. Keterbukaan dan prioritas pendanaan yayasan pun dipertanyakan. Perusahaan melakukan audit internal terhadap yayasan ini dan mengakui bahwa tambahan pekerjaan dan komunikasi sangat diperlukan untuk memudahkan pemahaman yang lebih baik mengenai peranan yayasan dalam masyarakat dan peranan PT NNT sebagai penyandang dana. PT NNT melibatkan LSM dan wakil pemerintah dalam acara tingkat lokal, provinsi atau nasional seperti pameran, dialog tentang isu-isu yang berkembang dan safari penyuluhan. Batu Hijau melakukan reklamasi atau rehabilitasi lahan yang terkena dampak selama penambangan untuk mengembalikan kawasan tersebut kepada fungsi ekosistem hutan. Untuk mereklamasi daerah yang terganggu, Batu Hijau menambahkan tanah lapisan bawah dan tanah pucuk yang telah dipadatkan
dan
dilanjutkan
dengan
revegetasi.
Kegiatan
ini
juga
menstabilkan tanah yang terganggu oleh kegiatan konstruksi dan penambangan untuk mengurangi erosi yang dapat mempengaruhi kualitas air hilir. Pada 2004, daerah yang telah direklamasi mencapai 14 hektar sehingga jumlah daerah yang telah direklamasi menjadi 635 hektar. Pelatihan formal mengenai penanggulangan tumpahan telah diberikan kepada
140
karyawan
Tanggap
Darurat,
Operasi
Pelabuhan
dan
Departemen Lingkungan. Selain itu, karyawan Departemen Lingkungan juga mengikuti kursus ekologi pantai, hortikultura serta identifikasi dan reklamasi tanaman. Batu Hijau mengeluarkan sekitar $4,1 juta, yang meliputi program sosial, pertanian, kesehatan dan pendidikan, dibanding $673.000 pada 2003. Dari jumlah tersebut, bantuan dalam bentuk barang mencapai nilai $900.000. $900.000. Sebesar $594.038 disediakan untuk mendanai program YOP dan $158.000 dialokasikan untuk beasiswa. Untuk pembangunan infrastruktur disediakan dana sebesar $1,57 juta, yang meliputi sistem irigasi masyarakat, gedung umum, air dan sanitasi desa, pengumpulan sampah dan pembuatan tempat pembuangan akhir. Untuk dukungan dan bantuan dalam bentuk barang disediakan dana sejumlah $789.000. $789.000. Dalam rangka membantu mengatasi kejadian tak terduga yang dihadapi Indonesia, karyawan PT NNT berhasil mengumpulkan dana sebesar $32.000 (Rp306 juta) untuk disumbangkan kepada korban gempa bumi dan tsunami yang telah menghancurkan Nanggroe Aceh Darussalam pada akhir 2004. Manajemen 113
PT NNT emberi tambahan sumbangan sehingga mencapai total $64.000 (Rp612 juta) dalam bentuk dana. Bantuan dalam bentuk barang berupa telepon satelit dan makanan juga telah diberikan. Selain itu, PT NNT dan pemasok
alat
beratnya,
Trakindo
dan
Caterpillar,
bersama-sama
mengirimkan berbagai alat berat seperti excavator, bulldozer, loader, loader, generator dan kendaraan ringan serta satu kru yang terdiri dari 50 orang untuk mengoperasikan alat tersebut. Perkembangan tingkat kehidupan ekonomi masyarakat yang terus berkembang, juga berpengaruh pada perkembangan dunia usaha. Iklim usaha semakin mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini juga diikuti dengan kemajuan di bidang teknologi, yang mengakibatkan semakin mutakhirnya teknologi yang digunakan oleh kalangan dunia usaha tersebut. Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat ditandai dengan munculnya berbagai perusahaan yang berskala produksi besar dan menyerap banyak tenaga kerja. Bidang-bidang usaha yang tersedia juga semakin banyak sehingga semakin membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Apalagi didukung dengan adanya kebijakan Otonomi Daerah, yang menyebabkan daerah-daerah juga turut berlomba-lomba untuk memajukan dirinya dengan cara memberikan kesempatan bagi perusahaanperusahaan untuk beroperasi di daerahnya. Kemajuan yang seperti ini tentunya membawa dampak yang positif bagi perkembangan dunia investasi dan bisnis di Indonesia. Selain itu turut berperan serta dalam peningkatan tingkat
kesejahteraan
masyarakat
Indonesia.
Namun,
yang
sangat
disayangkan, tidak jarang perusahaan-perusahaan yang ada terlalu terfokus kepada kegiatan ekonomi dan produksi yang mereka lakukan, sehingga melupakan keadaaan masyarakat di sekitar wilayah beroperasinya dan juga melupakan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Padahal, sebagaimana diamanatkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945, pada pasal 28H ayat 1, yang berbunyi sebagai berikut: “ Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” kesehatan.” Hak yang sama juga diatur di dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sebagai berikut: Ayat (2) “ Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.” batin.” Ayat (3) “ Setiap orang berhak berhak atas lingkungan hidup yang baik baik dan sehat.” sehat.” Dari kedua aturan hukum tersebut dapat dilihat dengan jelas, bahwa masyarakat memiliki hak akan kehidupan sosial yang baik dan atas 114
lingkungan hidup yang sehat. Selanjutnya, kewajiban untuk melakukan pelestarian lingkungan hidup juga diatur di dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, sebagai berikut: “ Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” berlaku.” Di lain pihak, seiring dengan perkembangan jaman, juga mendorong masyarakat untuk menjadi semakin kritis dan menyadari hakhak asasinya, serta berani mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggung jawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya. Sesuai dengan pada pembahasan Bab-bab sebelumnya yang terkait dengan pemahamannya CSR merupakan suatu konsep yang bermaterikan tanggung jawab sosial dan lingkungan oleh perusahaan kepada masyarakat luas, khususnya di wilayah perusahaan tersebut beroperasi. Misalnya, CSR bisa berupa program yang memberikan bantuan modal kerja lunak bagi para petani, nelayan, pengusaha kecil, pemberian beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa terutama yang tidak mampu dan berprestasi, perbaikan infrastruktur jalan, gedung-gedung sekolah, sarana keagamaan dan olah raga, pendidikan dan pelatihan keperempuanan dan pemuda, serta pemberdayaan masyarakat adat. Termasuk pula memelihara kondisi alam agar tetap dalam kondisi yang sehat dan seimbang. Pada posisi demikian, perusahaan
telah
ikut
serta
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi
( Economic Growth) Growth) masyarakat dari segi ekonomis dan ekologis. Implementasi
CSR
oleh
perusahaan-perusahaan
pada
umumnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Yang pertama adalah terkait dengan komitmen pimpinannya. Perusahaan yang pimpinannya tidak tanggap dengan masalah-masalah sosial dan lingkungan, kecil kemungkinan akan mempedulikan aktivitas sosial. Kedua, menyangkut ukuran dan kematangan perusahaan. Perusahaan besar dan mapan lebih mempunyai potensi memberikan kontribusi ketimbang perusahaan kecil dan belum mapan. Namun, bukan berarti perusahaan menengah, kecil dan belum mapan tersebut tidak dapat menerapkan CSR. Ketiga, regulasi dan sistem perpajakan yang diatur pemerintah. Semakin overlap-nya regulasi dan penataan pajak akan membuat semakin kecil ketertarikan perusahaan untuk 115
memberikan donasi dan sumbangan sosial kepada masyarakat. Sebaliknya, semakin kondusif regulasi atau semakin s emakin besar insentif pajak yang diberikan, akan lebih berpotensi memberi semangat kepada perusahaan untuk berkontribusi kepada masyarakat. masyarakat. Program CSR dapat dilihat sebagai suatu pertolongan dalam bentuk rekrutmen tenaga kerja dan memperjakan masyarakat sekitar, terutama sekali dengan adanya persaingan kerja diantara para lulusan sekolah. Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan pada rekrutmen tenaga kerja yang berpotesi maka dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif akan menjadi suatu nilai tambah perusahaan. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfir kerja yang nyaman diantara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam "penyisihan gaji" dan aktifitas "penggalangan dana" atapun suka relawan. Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadaran baru tentang pentingnya melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR). Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa korporasi bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja sehingga ter-alienasi atau mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat di tempat mereka bekerja, melainkan suatu entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya. Hal yang sama juga terjadi pada aspek lingkungan hidup, yang menuntut perusahaan untuk lebih peduli pada lingkungan hidup tempatnya beroperasi. Sebagaimana hasil KTT Bumi ( Earth Summit ) di Rio de Janerio, Brasil, pada tahun 1992, yang menegaskan mengenai konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability development ) sebagai suatu hal yang bukan hanya menjadi kewajiban negara, namun juga harus diperhatikan oleh kalangan
korporasi.
Konsep
pembangunan
erkelanjutan
menuntut
korporasi, dalam menjalankan usahanya, untuk turut memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut: 1. Ketersediaan dana; 2. Misi lingkungan; 3. Tanggung jawab sosial; 4. Terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, korporat, dan pemerintah); 5. Mempunyai nilai keuntungan/manfaat). Substansi
keberadaan
Prinsip
Tanggung
Jawab
Sosial
dan
Lingkungan bagi Perusahaan (Corporate (Corporate Social Responsibility; Responsibility; selanjutnya 116
disebut CSR), adalah dalam rangka memperkuat kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal, nasioal, maupun global. Di dalam pengimplementasiaannya, diharapakan agar unsur-unsur perusahaan, pemerintah dan masyarakat saling berinteraksi dan mendukung, supaya CSR dapat diwujudkan secara komprehensif, sehingga dalam pengambilan keputusan, menjalankan keputusan, dan pertanggungjawabannya dapat dilaksanakan bersama. Peraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial melatarbelakangi lahirnya konsep CSR. Beberapa investor dan perusahaan manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari suatu perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" sosial" (socially (socially responsible investing). investing). CSR berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan" , dimana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata hanya berdasarkan faktor keuangan belaka seperti halnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekwensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. Diskursus CSR dewasa ini, mengalami perkembangan yang cukup tematik, yang ikut mempengaruhi perusahaan-perusahaan untuk melaksanakan CSR. Salah satu pendorongnya adalah perubahan dan pergeseran paradigma dunia usaha, untuk tidak semata-mata mencari keuntungan, tetapi turut pula bersikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial. Di antaranya, yang lazim dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan kegiatan karitatif, filantropis,
dan
meyelenggarakan
program
pengembangan
dan
pemberdayaan masyarakat (community (community development ). ). Di sisi lain, pemicunya adalah ketika disahkannya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) terutama pasal 74 yang mewajibkan perseroan untuk menyisihkan sebagian laba bersih dalam menganggarkan dana pelaksanaan tanggung jawab sosial terutama bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam. Namun, UU PT secara eksplisit tidak mengatur berapa jumlah nominal dan atau berapa besaran persen laba bersih dari suatu perusahaan yang harus disumbangkan. Karena, pengaturan lebih lanjut merupakan
domain
daripada
Peraturan
Pemerintah
(PP)
sebagai 117
manifestasi dari UU, dan saat ini PP tersebut masih dibahas oleh pemerintah. 4.3.4.
Parameter Keberhasilan Pelaksanaan CSR Oleh PT Newmont Nusa Tenggara. Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral akhirnya menyatakan apa saja aspek yang akan menjadi fokus penilaian terhadap , yaitu pendapatan negara, jumlah produksi, dampak terhadap lingkungan dan dana pengembangan masyarakat ( Koran Tempo 22/3). Empat aspek tersebut konsisten dengan pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial yang terkenal dengan sebutan triple bottom line. Hanya saja, ada dua ganjalan dalam hal pengembangan masyarakat. Pertama adalah bahwa sudah seharusnya seluruh program sosial dinilai, bukan saja yang berkenaan dengan pengembangan masyarakat. Ini demi keadilan penilaian terhadap yang telah mencurahkan sumberdayanya. Kedua, kalau memang hanya program pengembangan masyarakat yang menjadi fokus, sudah seharusnya bukan semata-mata masalah dana saja yang dinilai. Aspek sosial, sebagaimana aspek lingkungan, tidaklah mungkin direduksi menjadi ukuran-ukuran finansial. Pembiayaan merupakan fungsi dari program, dan karenanya ukuran finansial seharusnya menjadi salah satu indikator saja. Secara umum, program sosial perusahaan biasa dinilai dari masukan, proses dan kinerjanya. Kalau hal ini diikuti, maka banyak indikator
lain
yang
bisa
dipergunakan
untuk
menilai
program
pengembangan masyarakat. Pertama-tama, harus disadari bahwa program pengembangan masyarakat yang memadai haruslah diintegrasikan ke dalam strategi
menyeluruh
perusahaan,
bukan
sekedar
tempelan.
Untuk
menilainya, beberapa indikator dapat dipergunakan, yaitu: Adanya kebijakan tertulis perusahaan mengenai pentingnya membangun hubungan baik dengan masyarakat yang terkena dampak operasi perusahaan; Terdapatnya bagian khusus yang menanganinya pengembangan masyarakat yang bekerja secara s ecara efektif dengan bagian lain yang terkait dengan aktivitas hubungan antara perusahaan dan masyarakat; Sumberdaya manusia yang bekerja untuk bagian itu memiliki kapabilitas yang memadai dari segi pendidikan, pelatihan dan pengalaman kerja; Adanya rencana kerja strategik untuk waktu lima tahun, dilengkapi dengan rincian program setahunan yang telah disepakati bersama-sama emangku kepentingan serta 118
mekanisme penyesuaian rencana; Dan tersedianya dana yang mencukupi untuk
melaksanakan
program
yang
direncanakan
Perusahaan
pertambangan dalam operasinya pasti mengakibatkan dampak negative sosial dan lingkungan bagi masyarakat yang berada di sekitarnya. Pengembangan masyarakat dapat dipandang sebagai salah satu bentuk upaya mengkompensasi dampak tersebut, di luar minimisasi dampak yang wajib juga dilakukan oleh perusahaan. Tanpa penyelesaian permasalahan dampak negatif, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat. Karenanya perusahaan seharusnya melakukan perhitungan dampak dengan terperinci sebagai dasar dari pengembangan masyarakat. Sebagai konsekuensi penghitungan dampak, besaran program harus dibedakan menurut wilayah dan kelompok dampak. Semakin besar suatu wilayah atau kelompok masyarakat terkena dampak negative aktivitas perusahaan, semakin besar hak mereka untuk memperoleh program. Dalam hal tersebut, tiga indikator dapat diajukan, yaitu: Penilaian kerusakan yang diderita masyarakat dilakukan secara bersama-sama antara perusahaan dan masyarakat, dengan disaksikan oleh pihak lain yang netral; Negosiasi harga Kompensasi kerusakan dilakukan dengan cara-cara yang jujur, diterima masyarakat setempat, tanpa paksaan dan tipuan; Dan pembayaran kompensasi sesuai dengan kesepakatan yang dibuat, baik dalam aras individu maupun kelompok. Penting disadari bahwa perusahaan bukanlah agen pembangunan masyarakat semata. Perusahaan adalah entitas yang mencari keuntungan ekonomi, namun dalam usahanya tidak diperkenankan merusak lingkungan dan tatanan sosial ekonomi masyarakat. Perusahaan juga harus melindungi lingkungan dan sedapat mungkin memaksimumkan keuntungan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Karenanya, partisipasi masyarakat luas serta pihak-pihak lain yang kompeten dan memiliki niat baik menjadi sangat penting. Mengingat hal di atas, berbagai indikator partisipasi dapat dipergunakan, yaitu Program direncanakan secara partisipatoris dengan memperhitungkan keragaman kelompok-kelompok masyarakat; Program tersebut merupakan komplemen dan suplemen dari kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak-pihak lain; Kegiatan dilaksanakan bersama-sama dengan masyarakat dan pihak lain yang memiliki kompetensi yang tepat; Pelaksanaan pemantauan kegiatan dilakukan bersama-sama dengan komponen masyarakat dan pemangku 119
kepentingan lain, Serta dilakukannya evaluasi keberhasilan kegiatan bersama masyarakat dengan umpan balik bagi kegiatan mendatang Seluruh indikator diatas merupakan indikator masukan dan proses, sementara penilaian kinerja merupakan puncak upaya untuk mengetahui apakah perusahaan diterima oleh seluruh pemangku kepentingannya. Dalam hal ini, haruslah dikemukakan dimensi-dimensi keberhasilan dari berbagai sudut pandang, utamanya dari perusahaan sendiri, masyarakat, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lain yang terlibat langsung dalam pengelolaannya. Program yang memuaskan seluruh pihak merupakan cerminan keberhasilan tertinggi sehingga dapat diyakini bahwa keberadaan dan operasi perusahaan tersebut akan terus mendapatkan dukungan masyarakat dan pihak terkait lainnya. Indikator-indikator kinerja yang dapat dipergunakan antara lain: 1. Terlaksananya seluruh program yang direncanakan; Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
masyarakat
yang
dinyatakan
hendak
dipenuhi dalam rencana program; 2. Terpeliharanya integrasi sosial masyarakat; 3. Program berhasil mendorong kemandirian masyarakat dan tidak menimbulkan ketergantungan; ketergantungan; 4. Perusahaan secara umum diterima keberadaannya di tengahtengah masyarakat; 5. Adanya pengakuan dari pemerintah dan pihak lain bahwa perusahaan telah berpartisipasi dalam pembangunan p embangunan daerah. Jika
indikator-indikator
di
atas
dipergunakan,
reduksi
pengembangan masyarakat menjadi sekadar masalah dana akan dapat dihindari. Tentu saja, lebih baik lagi kalau Departemen ESDM mau menilai keseluruhan program sosial Hasilnya kemudian dapat dipergunakan untuk membuat daftar tindakan perbaikan yang dituangkan dalam sebuah kontrak kinerja.
Penilaian
dan
tindak
lanjutnya
yang
komprehensif
akan
mengurangi resistensi banyak pihak, juga akan mengurangi retorika elit yang tidak perlu, sehingga sehingga kita tidak lagi akan terjerumus ke dalam politisasi atas nasib masyarakat.
4.2. Program CSR-Community Development PT. NNT yang telah berjalan
120
Penyusunan Program CSR PT Newmont Nusa Tenggara (NNT), selama ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara partisipatif. Metode yang digunakan diantaranya adalah Participatory Rural Appraisal (PRA), Future Search Dialogue, Ziel-Orienterte Projekt planung (ZOPP) dan Participatory Wealth Ranking (PWR) untuk kecamatan Sekongkang, Maluk dan Jereweh. Namun proses perencanaan partisipatif tersebut dalam prosesnya
kurang
melibatkan
para
stakeholders
strategis,
seperti
pemerintah daerah, pemerintahan desa dan masyarakat setempat (warga miskin), selama ini kelompok masyarakat yang terlibat dalam proses perencanaan program tersebut lebih banyak adalah komunitas yang merupakan binaan atau dampingan pihak perusahaan. Bahkan, terhadap kelompok masyarakat yang kontra terhadap keberadaan PT.NNT sama sekali tidak dilibatkan dalam proses perencanaan program CSR. Sehingga seringkali apa yang direncanakan oleh perwakilan kelompok masyarakat dengan kebutuhan pemerintahan pemerintahan desa dan masyarakat secara umum kurang sesuai, bahkan terkadang program PT.NNT tidak berjalan sinergis dengan program daerah. PT. NNT dalam program CSRnya menggunakan istilah Community Development. Fokus program Community Development PT. Newmont Nusa Tenggara adalah mengembangkan SDM dan SDA di mana pendidikan sebagai kata kuncinya. Bentuk-bentuk kegiatannya adalah : 4.2.1.
Bidang Kesehatan Meliputi pemberantasan penyakit malaria, program kesehatan ibu dan anak, air dan sanitasi, pencegahan TBC dan Penyakit Menular Seksual, pendirian kesehatan.
Posyandu
dan
Puskesmas,
serta
penyuluhan-penyuluhan
Dalam pemberatasan Penyakit Malaria biasanya PT.NNT
melakukan penyemprotan setiap satu bulan sekali, intensitas penyemprotan nyamuk malaria dari tahun ke tahun menurut masyarakat cenderung mengalami penurunan, jika sebelumnya penyemprotan dilakukan setiap minggu, maka dalam dua tahun tahun terakhir ini hanya 1 kali dalam dua minggu bahkan 1 bulan sekali. Sehingga terkesan sebatas lip services semata. Begitupun dengan program pencegahan TBC dan Penyakit Menular Seksual (HIV-AIDS), sebelum ada PT.NNT, masyarakat di wilayah lingkar tambang tidak mengenal penyakit HIV-AIDS, namun sejak PT.NNT beroperasi—didukung dengan dengan beroperasinya pula sejumlah cafe dan praktek
121
prostitusi terselubung di kawasan Wisata Pantai Maluk dan Sekongkang, penyakit HIV-AIDS mulai muncul. Berdasarkan data dari Komisi Penanggulan Aids-NTB, jumlah pengidap HIVS-AIDS di KSB sebanyak 15 orang dan mereka umumnya adalah para pekerja seksual yang selama ini beroperasi di cafe-cafe yang ada di Maluk. Potensi masyarakat lingkar tambang untuk terkena penyakit HIV-AIDS tergolong tinggi, karena sebagian besar para remaja yang berasal dari masyarakat lingkar tambang, dalam beberapa tahun terakhir mulai intens ke cafe, bahkan banyak diantara mereka yang melakukan seks bebas dengan para PSK yang ada di cafe-cafe, perilaku ini terjadi pula pada kalangan para orang tua, beberapa masyarakat bahkan tokoh masyarakat, seperti s eperti Kades dan Anggota BPD Desa banyak sekali yang datang ke cafe untuk minum-minuman keras dan menjalin hubungan seks bebas dengan para PSK. Bergesernya perubahan sikap, perilaku dan nilai masyarakat ini seiring dengan semakin terbukanya pergaulan masyarakat lingkar tambang dengan dunia luar. Sejauh ini belum banyak upaya pencegahan yang dilakukan oleh PT.NNT dalam program pencegahan penyakit menular HIV-AIDS , karena banyak pula para karyawan PT.NNT, khususnya yang bekerja dalam Departemen Community Development maupun Community Relation yang turut terlibat dan menikmati keberadaan cafe-cafe dan keberadaan PSK di kawasan pantai Maluk dan Sekongkang. Sebelumnya telah ada pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk melakukan penutupan tempat-tempat hiburan, seperti gerakan yang dilakukan oleh masyarakat Sekongkang. Namun, gerakan ini telah melahirkan kontra produktif, karena pasca gerakan penutupan cafe dan tempat hiburan kawasan wisata pantai Sekongkang perlahan-lahan mulai sepi dan para investor dan PSK banyak yang pindah ke Maluk. Terlepas dari aspek ekonomis, dilihat dari sisi program kesehatan seyongyanya program CSR diarahkan pula untuk mengatasi masalah penyakit menular HIV-AIDS, bukan hanya pada aspek pencegahan semata, melainkan pula harus diarahkan pada upaya pengobatan/penanganan pengobatan/penanganan serius terhadap para penderita HIV-AIDS. Di tingkat masyarakat, penyakit HIV AIDS ini sangatlah menakutkan, biasanya masyarakat mengislosir kepada mereka yang diduga terkena HIV-AIDS, bahkan dalam satu kasus di Desa Sekongkang Atas, salah seorang warga pendatang—penderita HIV-AIDS pada akhirnya lamban untuk dikuburkan oleh masyarakat setempat,
122
lantaran takut mayat yang akan di kubur tersebut—dapat menimbulkan virus menular bagi warga setempat. setempat. Ancaman terhadap penyakit HIV-AIDS menjadi ancaman yang cukup serius dan perlu untuk segera direspons, mengingat KSB yang merupakan penduduk dengan jumlah terendah dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya di NTB, namun dalam hal catatan penderita HIV AIDS berada pada posisi kedua setelah setelah Kota Mataram. Program CSR bidang ksehatan yang cukup berhasil dinilai masyarakat selama ini adalah program Kesehatan Ibu dan Anak, program ini dirasakan sangat menyentuh kebutuhan masyarakat, misalnya program pemberian makanan bergizi bagi balita, program imunisasi Balita, pemeriksaaan rutin perkembangan Balita dan Ibu Hamil cukup membantu masyarakat setempat. PT.NNT dinilai juga berhasil dalam mendorong adanya ketersediaan akses bagi mayarakat setempat untuk menyediakan sarana dan prasarana kesehatan, seperti ; pembangunan Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posyandu maupun perumahan bagi para petugas kesehatan. Dalam konteks program kesehatan di masa mendatang, diharapkan Program CSR bidang kesehatan diharapkan dapat diarahkan pada dukungan untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Bantuan berupa sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan, seperti ; obat-obatan yang bermutu dan berkualitas, peralatan kesehatan yang canggih dan sebagainya diharapkan dapat diberikan oleh PT.NNT terhadap sejumlah Puskesmas yang ada di wilayah lingkar tambang. Seperti, Puskesmas Kecamatan Sekongkang dan Puskesmas Kecamatan Maluk. Ketersediaan fasilitas kesehatan yang canggih tersebut sangat dibutuhkan mengingat keberadaan Puskemas di wilayah tersebut sangat vital bagi masyarakat setempat dan masyarakat lingkar tambang akan mengalami kesulitan akses dalam memperoleh layanan kesehatan—jika hanya bertumpuh pada rujukan ke Puskesmas Taliwang atau RSUD Mataram atau RSUD KSB nanti. PT.NNT juga telah memberikan dukungan kepada Puskemas di Kecamatan Sekongkang, Maluk maupun Jereweh berupa mobil untuk pengangkutan pasien. Namun, bantuan mobil ambulance tersebut tidak cukup memadai, sebagian besar telah mengalami kerusakan, bahkan biaya operasional dan pemeliharaan kendaraan tersebut, menurut Kepala Puskemas Sekongkang jauh lebih besar dibandingkan dengan harga mobil tersebut. Selama ini menurut Kepala Puskesmas, beberapa kali mobil 123
ambulance yang diberikan oleh PT.NNT kepada Puskesmas Sekongkang mengalami kerusakan—sementara biaya untuk pemeliharaan/perbaikan yang dimiliki oleh Puskemas sangat terbatas, bahkan Puskemas Sekongkang sudah tidak mampu lagi untuk membiayai biaya pemeliharaan mobil ambulance tersebut. Kendaraan tersebut menurut Kepala Puskemas Sekongkang tidaklah standar dan justeru riskan kalau digunakan untuk membawa pasien dari Sekongkang ke Taliwang apalagi Mataram. Dari hasil evaluasi, masyarakat selama ini seringkali mengeluhkan pelayanan fasilitas ambulance dari pihak Puskemas, bahkan beberapa kali sejumlah warga melakukan protes langsung kepada para petugas kesehatan yang ada di Puskesmas terkait dengan lambannya layanan ambulance. Kebutuhan terhadap penyediaan fasilitas ambulance sangat dibutuhkan untuk mendukung pelayanan kesehatan masyarakat. Program CSR PT.NNT, khususnya terkait dengan divestasi saham (1 milliar 1 desa untuk desa lingkar tambang) dapat dilakukan dengan cara masing-masing desa di wilayah lingkar tambang memberikan konstribusi untuk pembelian mobil ambulance, melalui sharing anggaran. Dalam menjalankan program di bidang kesehatan, selama ini PT.NNT bermitra dengan LSM lokal (LSM Lakmus). Menurut para petugas kesehatan dan masyarakat setempat, pola pendampingan yang dilakukan oleh LSM ini kurang efektif, karena banyak para petugas LSM yang notabennya sebagai konsultan atau CO/Pendamping tidak memiliki kapasitas
untuk
menangani
masalah
di
bidang
kesehatan,
selain
background pendidikan yang tidak sesuai, seperti ; sarjana ekonomi, hukum, pertanian dan sebagainya, banyak pula diantara para CO yang bertugas dilapangan adalah hanya tamatan SMA, sehingga dari aspek teknis maupun skill terkait program kesehatan sangat tidak memadai atau mendukung. Pengelolaan program CSR di bidang kesehatan diharapkan dapat dilakukan perubahan di masa mendatang, PT.NNT perlu meingkatkan kerjasama dengan Dinas Kesehatan atau Para Petugas kesehatan yang ada di masing-masing desa—secara langsung, para petugas kesehatan yang ada di Puskesmas, Puskemas Pembantu, Posyandu dan sebagainya perlu dilibatkan secara langsung sebagai pengelola program—bahkan bila memungkinkan alokasi dana untuk LSM dan para CO dialihkan untuk belanja langsung bidang kesehatan, seperti misalnya ; biaya gaji dan operasional LSM bisa dialihkan untuk dukungan bantuan kesehatan bagi warga miskin untuk 124
kesehatan, penyediaan obat-obatan yang berkualitas, dan sebagainya. Sehingga program CSR langsung dapat menyentuh kebutuhan masyarakat, memutus jalur birokrasi yang semakin panjang (LSM sebagai perantara di hapus), dan lainnya. 4.2.2. Bidang 4.2.2. Bidang Pertanian Di bidang Pertanian, Program Community Development PT.NNT yang dilaksanakan adalah meliputi peningkatan teknik pertanian melalui pelatihan
dan
Sekolah
Lapangan
Petani,
penekanan
pada
sistem
intensifikasi pertanian dan pertanian terpadu, yang mencakup peningkatan teknik pertanian, diversifikasi palawija, budi daya perikanan, pupuk organik,
pengelolaan
hama
terpadu,
pemasaran
dan
peningkatan
keterampilan pemecahan masalah terhadap para petani, serta penyediaan bibit, pupuk
organik, pengelolaan hama terpadu, pemasaran dan
peningkatan keterampilan pemecahan masalah terhadap para petani. Salah satu persoalan mendasar dalam pembangunan pertanian adalah irigasi. Menurut sejumlah masyarakat, sebelum PT.NNT beroperasi masyarakat setempat panen 2 sampai 3 kali padi dan 1 sampai 2 kali palawija. Saat itu sungai-sungai, seperti sungai di Desa Sekongkang Atas dan Bawah, Sungai Sejorong dan beberapa sungai lainnya memiliki debit air dalam jumlah yang relatif besar, sehingga masyarakat setempat, khususnya para petani memperoleh air untuk lahan pertaniannya tersebut dari sungai itu. Namun, setelah PT.NNT beroperasi sungai-sungai di sekitar kawasan pertambangan menjadi kering. Berkurangnya debit air sungai yang terjadi di beberapa lokasi tersebut, diduga oleh masyarakat setempat disebabkan karena banyaknya aliran sungai yang dibuat jalan serta sebagian sumber mata air tersebut digunakan untuk operasional PT.NNT. Oleh karena itulah muncul tuntutan masyarakat Development
setempat, untuk
agar
PT.NNT
membangun
dalam
sejumlah
program
fasilitas
Community
irigasi
dengan
memanfaatkan beberapa sumber mata air dan sungai yang masih tersisa dan dapat dimanfaatkan untuk irigasi. Atas desakan masyarakat tersebut, akhirnya PT.NNT membangun fasilitas irigasi. Beberapa bendungan dibangun, seperti ; Bendung Tabiung di Desa Ai Kangkung atau Satuan Pemukiman (SP) I Transmigrasi untuk mengairi 200 hektar (ha), bendungan Tiu Sepit di Dusun Sejorong, Desa 125
Tongo, Bendungan Senutuk di Desa tatar (300 ha), Embung Puja (70 ha), Embung Batu Bangkong di Desa Benete (200 ha), Bendungan Plam-pok di Desa Sekongkang Atas (200 ha). Keberadaan prasarana irigasi tersebut dirasakan bermanfaat, namun khusus untuk Bendungan Dam Plampo di Desa Sekongkang Atas, keberadaanya belum cukup mampu mendongkrak peningkatan hasil pertanian. Secara keseluruhan, panjang saluran irigasi yang sudah dibangun oleh PTNNT mencapai 18.766 meter. Dengan luas lahan pertanian 111,111 yang bisa diairi mencapai 1.010 hektare. PTNNT kini tengah membangun satu lagi prasarana irigasi di Desa Belo, Kecamatan Jereweh. Irigasi Lang Mutus yang diharapkan nantinya mampu mengairi lahan seluas 200 hektare, dan direncanakan selesai pada 2011 mendatang. Program ComDev di bidang pertanian lainnya adalah melakukan pelatihan dan pembinaan sumber daya manusia (SDM). Seperti, pelatihan petugas lapangan (PL) secara berkala tentang pentingnya menanam padi dengan System of Rice Intensification (SRI) sebagai teknologi terbaik di Indonesia. Sosialisasi informasi mengenai SRI, pendampingan petani oleh LSM (CO/PL) disetiap desa49. Pihak COMDEV telah mengklaim bahwa program SRI telah berhasil, dicontohkan mereka adalah Petani bernama Adam Master dari Desa Sekongkang Bawah, menurut COMDEV PT.NNT petani binaannya binaannya telah telah
berhasil memanen memanen padi 10,88 ton per hektare,
jumlah ini melampaui target nasional untuk revitalisasi pertanian hanya 6 ton. Dengan keberhasilan sosok individu Adam Master pada masa itu kemudian pihak PT.NNT mengkalim “senyum telah mengembang menebar di Desa Sekongkang, juga di desa-desa lainnya di lingkar tambang”. Pada 2004, lebih dari 200 orang petani dari 10 desa mendapat pelatihan mengenai Sistem Intensifikasi Padi, sebuah program yang dirancang untuk meningkatkan hasil panen padi pada lahan kering. Hasil panen tradisional sebesar 3,6 ton per hektar diharapkan meningkat menjadi 10 ton per hektar setelah menerapkan Sistem Intensifikasi Padi. PT.NNT juga menyediakan benih padi varietas unggul dan dukungan irigasi. Namun, sejauh ini program SRI yang telah didengungkan dan dipublikasikan keberhasilannya dimana-mana ternyata hanyalah di atas “kertas”. Menurut
49
Penyuluhan atau pendampingan PL ditargetkan 200 petani per tahun dengan asumsi 20 orang petani per desa per tahun.
126
sebagian besar masyarakat, dalam program pertanian selama ini, tidak banyak yang berhasil, tidak ada perubahan apa-apa terhadap peningkatan nasib dan kesejahteraan petani. Jikalaupun, dikatakan penanaman SRI berhasil, itu hanya terjadi pada seorang Adam Master dan itupun hanya terjadi satu kali pada tahun 2007/2008. Jika dikalkulasi banyak pula program comdev PT.NNT dan pendampingan yang dilakukan oleh LSM Mitra PT.NNT dilapangan yang mengalami kegagalan. Namun, kondisi tersebut tidak pernah dipublikasikan. Selama ini kecendrungan para tenaga pendamping lapangan (CO) hanya memberikan laporan yang baik-baik saja kepada pihak management perusahaan. Laporan yang diberikan berupa laporan keberhasilan semata, sementara kegagalan tidak dilaporkan kepada pihak perusahaan. Pola pendampingan para petani yang dilakukan oleh sejumlah LSM yang menjadi mitra PT.NNT ternyata banyak dikeluhkan masyarakat. Keluhan tersebut diantaranya adalah ; kapasitas CO/PL yang ternyata tidak lebih
baik
dari
petani,
ketidakseriusan
CO/PL
dalam
melakukan
pendampingan petani (rendahnya komitmen sosial), hingga proses pengelolaan program yang dinilai tidak transparans, partisipatif dan akuntabel serta adanya kecenderungan LSM hanya memanfaatkan keberadaan dan keberhasilan semata petani. petani.
Para petani mulai merasa merasa
“tereksploitasi” dengan keberadaan dan peran LSM mitra PT.NNT. Mereka menuntut agar dalam proses pemberdayaan petani PT. NNT untuk dilakukan perubahan, diantaranya adalah terkait dengan mekanisme pengelolaan program pertanian agar pemberdayaan petani oleh Comdev PT.NNT dilakukan tanpa melalui LSM, melainkan langsung kepada para petani atau kelompok tani binaan, sehingga alokasi dana yang selama ini terserap untuk operasional LSM dan pembayaran gaji CO dapat di alokasikan dan dimanfaatkan langsung oleh para petani. Selama ini jumlah alokasi untuk pembayaran gaji dan operasional LSM
termasuk fee
LSM
bernilai
ratusan
juta
bahkan
milliaran
rupiah/tahun, jika dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh petani langsung, misalnya untuk belanja langsung sektor pertanian, seperti ; pengadaan bibit, pupuk, alat mekanisasi pertanian dan sebagainya, maka tentu para petani akan lebih sejahtera dan dapat merasakan langsung program CSR. Keberadaan LSM pendamping selama ini dirasakan tidak cukup bermanfaat bagi para petani, bahkan banyak para petani yang mengeluhkan kinerja pada CO/PL, hanya datang meminta data dan laporan dari kelompok tani— 127
untuk kemudian laporan tersebut digunakan untuk melakukan penagihan atau invoice kepada perusahaan. Keberadaan LSM dan para CO yang menjadi mitra program PT.NNT dirasakan pula masyarakat selama ini cukup menghambat akses masyarakat untuk dapat langsung kepada perusahaan (Comdev.PT.NNT), banyak aspirasi petani yang tidak sampai kepada perusahaan, bahkan banyak pula program yang diberikan dari perusahaan tidak sepenuhnya diterima oleh para petani—karena beberapa oknum LSM—mencari keuntungan dalam proyek pemberdayaan petani tersebut. Oleh sebab itulah, dimasa mendatang—agar kelompok petani mandiri, maka perlu dilakukan perubahan kebijakan program. Pada prinsipnya, peran pendamping/CO adalah memandirikan organisasi rakyat, karena itu jika rakyat merasa telah mampu dan bisa, maka sudah sepatutnya LSM tersebut menarik diri, mendukung organisasi rakyat untuk mandiri (Lao Tse). Persoalan lainnya yang dinilai perlu untuk dilakukan dalam konteks perubahan pengambangan program pada sektor petanian adalah terkait dengan distribusi dukungan kepada para petani yang ada di masing-masing desa. Selama ini, petani yang didampingi di masing-masing desa adalah sebanyak 20 orang/petani. Sementara jumlah petani yang ada di masingmasing desa jumlahnya ratusan orang. Sehingga muncul kecemburuan sosial antara petani binaan b inaan PT.NNT dan Petani bukan binaan PT.NNT. kebijakan ini dinilai masyarakat/petani cenderung diskriminatif, karena tidak jelas pula indikator yang digunakan dalam menentukan siapasiapa dari 20 orang tersebut yang layak sebagai petani dampingan. Apakah didasarkan atas luasnya jumlah lahan pertanian, eks pemilik lahan, kategori kemiskinan atau apa?. Dari hasil wawancara dengan salah seorang Koordinator LSM yang juga merupakan koordinator pendampingan petani untuk wilayah sekongkang mengatakan bahwa 20 orang petani yang didampingi tersebut sesungguhnya adalah merupakan kebijakan top down ditentukan sendiri oleh LSM bersama dengan Pemdes dan dikonsultasikan kepada pihak PT.NNT. mengenai ukuran atau indikator dalam penentuan 20
orang
petani
tersebut
koordinator
lapangan
tersebut
tidak
mengetahuinya. Kondisi menimbulkan kerawanan terhadap praktek nepotisme—dimana para kepala desa dan LSM yang ditunjuk sebagai mitra akan memprioritaskan kalangan keluarga mereka sebagai petani binaan. Hal inilah yang mencuat di masyarakat bahwa selama ini program pertanian 128
hanya mereka yang memiliki kedekatan dengan Kades dan LSM atau memiliki akses dengan orang-orang yang berada didalam Comdev PT.NNT. Tingkat partisipasi petani dalam program pertanian semakin terbatas, hanya petani yang menjadi binaan PT.NNT (20 orang), partisipasi merekapun dari tahun ke tahun terus menurun. Penurunan tingkat partisipasi petani ini seiring dengan belum adanya kejelasan atas program pertanian yang memandirikan dan dapat mensejahterakan petani, sikap demikian ditopang pula dengan kegagalan sejumlah LSM selama ini dalam melakukan pemberdayaan terhadap program pertanian. Tingkat legitimasi LSM mitra PT.NNT mulai dipertanyakan masyarakat, bahkan komitmen mereka dipertanyakan. Apakah memang ingin memandirikan dan memajukan petani ataukah hanya memandirikan dan memajukan LSM mereka?. Keberadaan dan peran Dinas Pertanian KSB sebagai institusi legal (formal) yang relatif lebih mandiri, berkelanjutan serta merupakan perangkat daerah yang telah memiliki otoritas yang jelas diharapkan masyarakat dapat memainkan perannya secara maksimal dalam rangka program pertanian. Keberadaan Para tenaga penyuluh pertanian yang tersedia serta anggaran program pertanian Pemerintah Daerah yang selama ini telah tersedia menjadi potensi potensial yang dapat mensinergiskan program pertanian PT.NNT dalam CSRnya dengan Program Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah perlu segera melakukan take over atas program pemberdayaan pertanian (termasuk melakukan pendampingan petani) sehingga program pertanian di wilayah lingkar tambang selain dapat mempercepat akselerasi kemajuan program pertanian diharapkan juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selama ini belum banyak yang dilakukan oleh Dinas Pertanian, khususnya Para Penyuluh Pertanian dalam melakukan pendampingan program pertanian—padahal, kapasitas para Tenaga Penyuluh Pertanian lebih berkompeten dan lebih memiliki kapasitas dibandingkan dengan para CO/Pendamping Lapangan yang selama ini dilaksanakan oleh LSM mitra PT.NNT. Dari hasil assesment menujukkan bahwa sektor pertanian menjadi sektor yang paling utama untuk dilakukan pembenahan dalam program CSR PT.NNT, karena sektor ini dinilai masyarakat lingkar tambang belum menunjukkan adanya kemajuan yang berarti, atau dengan kata lain sebelum ada PT.NNT dan setelah ada PT.NNT (Program CSR pertanian) kondisi 129
petani di wilayah lingkar tambang tidak ada perubahan, bahkan justeru para petani, khususnya petani yang tidak masuk dalam binaan PT.NNT merasakan dampak negatif, diantaranya adalah ; meningkatnya upah para buruh tani, harga pupuk yang tinggi, harga sembako dan sebagainya yang justeru semakin memperburuk memperburuk keadaan perekonomian perekonomian para petani. 4.2.3. Bidang Pendidikan Pendidikan Dalam
program CSR bidang pendidikan diarahkan pada upaya
untuk peningkatan kualitas pendidikan (pendidikan informal) melalui pelatihan guru dan pendekatan manajemen berbasis sekolah. Sedangkan Bidang pendidikan non formal, kegiatan yang dilaksanakan diantaranya adalah berupa peningkatan pada pelatihan kejuruan, yaitu perbaikan otomotif, pengelasan, keterampilan komputer, bahasa Inggris, dan perbaikan listrik. Kemudian, sektor pendidikan informal juga menekankan pada pemberantasan buta huruf, dan penguatan kelembagaan kelompok mitra. Selain itu, program pengembangan masyarakat di bidang pendidikan juga meliputi pembangunan infrastruktur pendidikan, pelatihan, bantuan peralatan pendidikan, perpustakaan serta beasiswa. PT Newmont Nusa Tenggara memulai pemberian program beasiswa pada 1998 sewaktu proyek Batu Hijau masih dalam tahap konstruksi. Program Beasiswa ini ditujukan untuk pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia lokal meliputi program pemberian beasiswa untuk pelajar dan mahasiswa Sumbawa dan Nusa Tenggara Barat yang memiliki prestasi tinggi. Program ini ini sesungguhnya difokuskan untuk para pelajar dan mahasiswa yang berasal dari daerah sekitar tambang, namun demikian bagi para pelajar dan mahasiswa diluar lingkar tambang ( semua daerah di Nusa Tenggara Barat) juga diberikan kesempatan untuk mengajukan lamaran beasiswa. Beasiswa ini diberikan tanpa kewajiban dari para pelajar kecuali mereka harus berhasil menyelesaikan pendidikannya. Pada tahun 2002, beasiswa diberikan kepada 500 mahasiswa dan pelajar SLTA, jumlah tersebut meningkat pada tahun 2003 menjadi 620 mahasiswa dan pelajar SLTA dan pada periode tahun 2010/2011 meningkat menjadi sebanyak 700
130
pelajar dan mahasiswa50. Berikut tabel penerima beasiswa PTNNT periode XIII Juli 2010/2011 :
Menurut laporan PT.NNT yang dipublikasikan dalam webstite resmi perusahaan tersebut menyebutkan bahwa capaian keberhasilan program di pendidikan adalah Pemberian Program Beasiswa bagi siswa-siswi lingkar tambang hingga hingga 2009 ini mencapai 7.441 orang dengan dengan total dana yang telah
dikeluarkan
mencapai
Rp11,5
miliar.
Laporan
dan
capaian
keberhasilan ini menurut masyarakat patut untuk dipertanyakan. Benarkah program beasiswa tersebut adalah untuk siswa dan siswi lingkat tambang? Benarkah sebanyak 7.441 orang dari masyarakat lingkar tambang sampai tahun 2009 telah menerima program beasiswa? Benarkah dana Rp.11,5 milliar yang telah dikeluarkan oleh PT.NNT dinikmati oleh para siswa dan siswi yang berasal dari wilayah lingkar tambang? Siapasajakah warga lingkar tambang (siswa-siswi) dari 7.441 tersebut?. Mengapa banyak warga yang berasal dari warga lingkar tambang mengeluhkan program beasiswa, bahwa tidak pernah menerima menerima program tersebut?. Berita Tambangnews.com berjudul “Diduga, Beasiswa PT.NNT Kurang Adil” yang ditulis oleh Usep Syarif, Rabu 10 Juni 2009 dan dipublikasikan dalam webstite berita tambang news, patut untuk menjadi bahan renungan semua pihak, sekaligus bahan pertimbangan. Berikut kutipan beritanya; Tambang News, Bantuan pendidikan yang diberikan PT. Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) tak terbilang banyak. Termasuk adanya bantuan beasiswa bagi masyarakat untuk meneruskan jenjang pendidikannya. Salah seorang warga mengaku, sejak anaknya sekolah SMP selalu mengajukan beasiswa ke PT. NNT, namun hingga masuk perguruan tinggi permohonannya tidak pernah dikabulkan. Sekarang dia mencoba mengajukan program beasiswa lagi ketika anaknya sudah duduk di semester 2 perguruan tinggi swasta di Mataram. “Saya tetap 50
Pemberian Program Beasiswa bagi siswa-siswi lingkar tambang hingga 2009 ini mencapai 7.441 orang. Total dana yang telah dikeluarkan mencapai Rp11,5 miliar
131
akan mencoba mengajukan permohonan. Syarat sudah dipenuhi, termasuk Indeks Prestasi (IP) minimal 3.00, sementara anak saya IP-nya 3,28, masa permohonan ini pun tidak diberikan,” ungkap salah seorang warga sambil memperlihatkan formulir permohonan beasiswa yang sudah dilengkapi persyaratannya. Dari informasi yang dia peroleh, bahwa tidak didapatnya program beasiswa bagi anaknya karena kuota pemberian beasiswa hanya 200 orang, sehingga permohonan yang sudah lama diajukan tidak kunjung terealisasi. Sementara itu, salah seorang aktifis KSB, Lahmuddin alias Blenk meminta agar PT. NNT bisa berbuat adil dalam memberikan beasiswa, terutama bagi masyarakat di lingkar tambang. “Kami lebih setuju jika pemberian beasiswa diutamakan kepada masyarakat lingkar tambang,” ujar Blenk sambil menambahkan sesuai hasil investigasinya penerima beasiswa banyak orang-orang yang tidak jelas asal-usulnya. Blenk meminta kepada PT. NNT agar lebih selektif dalam memberikan beasiswa, karena ada indikasi permainan oknumoknum tertentu meloloskan program beasiswa hanya dengan bermodalkan KTP Sumbawa Barat. “Banyak sekali oknum yang memanipulasi KTP persoalannya, sehingga kami minta pihak Newmonpun lebih selektif dalam menentukan penerima beasiswa,” tegasnya. Blenk bahkan mengaku dirinya mengendus adanya dugaan permainan dalam pemberian pemberian beasiswa. Dimana sebagian penerima ada indikasi sebagai “titipan” dari oknum-oknum tertentu selaku pengambil kebijakan di KSB. Dari hasil wawancara dan FGD dengan masyarakat, keluhan yang sama juga muncul dari masyarakat, bahkan beberapa warga masyarakat di Desa Sekongkang Atas yang merupakan Desa tempat beroperasinya PT.NNT mengeluhkan program beasiswa PT.NNT yang menurut mereka selama ini tidak mencerminkan keberpihakan kepada warga lingkar tambang, banyak diantara mereka yang selama ini (sejak menyekolahkan anaknya dari SD sampai Perguruan Tinggi) ternyata tidak menerima beasiswa dari PT.NNT. Terkait dengan kebijakan pemberian beasiswa tersebut, pada bulan November 2010, para pelajar dari SMAN 1 Sekongkang di dampingi guru mereka melakukan demonstrasi ke PT.NNT, mereka menuntut agar proporsi kuota penerimaan beasiswa bagi para pelajar SMAN 1 Sekongkang untuk ditingkatkan, mereka juga menolak standar yang digunakan oleh pihak perusahaan yang menetapkan skala nilai 8,0. Dalam tututannya para guru dan SMAN 1 Sekongkang menuntut kepada Pihak Perusahaan agar ; pertama, memprioritaskan penerimaan beasiswa bagi masyarakat lingkar tambang, khususnya Sekongkang, karena masyarakat Sekongkang adalah masyarakat yang paling terkena dampak langsung atas keberadaan PT.NNT dan di Sekongkang inipula PT.NNT beroperasi, seyogyanya PT.NNT memberikan beasiswa kepada para pelajar Sekongkang-sebagai bentuk kompensasi atas produksi produksi PT.NNT PT.NNT dan
penggunaan lahan masyarakat masyarakat
setempat. Kedua; dengan adanya penentuan skala nilai tersebut, maka 132
dapat dipastikan jumlah penerima beasiswa dari pelajar yang berasal dari SMAN 1 Sekongkang menjadi sangat terbatas, karena tidak semua murid SMAN 1 Sekongkang memiliki nilai 8,0, pasti dalam sekolah tersebut nilai yang diraih oleh pelajar yang memperoleh nilai 8,0 jumlahnya sangat terbatas. Disamping itu, mereka juga menuntut agar PT.NNT memberikan dukungan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, diantaranya adalah ; dukungan untuk pembangunan ruang kelas (3 ruang), penyediaan fasilitas buku pelajaran, perpustakaan dan sebagainya. Menurut
Agus
Putrahadi,
Wakil
Kepala
Sekolah
SMAN
1
Sekongkang, menilai komitmen PT.NNT kepada masyarakat lingkar tambang, khususnya sekongkang dalam bidang pendidikan sangatlah rendah. Banyak masyarakat sekongkang yang hidupnya dibawah garis kemiskinan, termasuk orang tua murid yang kurang mampu. Selama ini memang ada bantuan bagi warga yang tidak mampu, namun bantuan tersebut berupa bantuan untuk pembelian tas dan sepatu dan lebih kepada pencitraan semata perusahaan di masyarakat, yang dibutuhkan masyarakat yang tidak mampu bukan sekedar atau sebatas bantuan seperti itu, melainkan adalah meyangkut peningkatan mutu dan keberlanjutan para peserta didik 51. Saat ini banyak warga lingkar tambang, khususnya Sekongkang yang telah mengikuti pendidikan S1 diberbagai daerah, mereka banyak dari kalangan warga yang sesungguhnya tidak mampu, akan tetapi mereka tidak memperoleh dukungan dari pihak perusahaan. Orang tua mereka (pelajar dan mahasiswa) banyak yang mengeluh, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang berhutang dan menjual ass et yang dimilikinya, semata-mata hanya ingin dapat mengikuti pendidikan hingga jenjang Perguruan Tinggi. Masyarakat yang tidak mampu namun memiliki keinginan untuk melanjutkan anak-anaknya untuk sekolah hingga Perguruan Tinggi inilah yang semestinya pula mendapat perhatian dan dukungan dari PT.NNT. “kami melakukan demosntrasi bersama para pelajar SMAN 1 Sekongkang karena pada tahun 2011 tidak jelas komitmen PT.NNT untuk pengembangan pendidikan bagi warga lingkar tambang, khususnya pengembangan pada SMAN 1 Sekongkang” 52. Senada dengan pernyataan di atas, Salah seorang guru di SMPN 1 Sekongkang dan SDN 2 Sekongkang Atas juga menyatakan hal yang sama,
51
Bantuan paket pendidikan bagi 2676 siswa kurang mampu Hasil Wawancara mendalam dengan Agus Putrahadi, Spd, Wakil Kepala Sekolah SMAN 1 Sekongkang, pada tanggal 7 November 2010. 52
133
dukungan dari PT.NNT terhadap dunia pendidikan bagi masyarakat lingkar tambang di nilai masih setengah hati. Bahkan jika dilihat dari d ari kecendrungan dari tahun ke tahun bukan meningkat malah mengalami penurunan, terlebih lagi saat ini (sejak tahun 2010). Setelah Manager Eksternal di pegang oleh orang luar NTB dan didominasi oleh para pekerja yang bukan berasal dari masyarakat NTB. PT Newmont Nusa Tenggara memang telah melaksanakan program perpustakaan keliling yang mencakup daerah sekitar Taliwang, Jereweh dan Sekongkang. Namun, efektifitas program Perpustakaan Keliling yang diklaim merupakan program yang populer, memiliki memiliki lebih dari 3000 buku dan 6000 anggota tersebut patut untuk dipertanyakan efektifitas. Termasuk jumlah buku dan anggotanya. Benarkah anggota telah mencapai 6000? Siapa sajakah? Kapan 2 mobil Perpustakaan Keliling itu jalan? Klaim keberhasilan atas program di bidang pendidikan memang seringkali muncul, termasuk keberhasilan SMAN 1 Sekongkang yang berhasil menamatkan 100% siswa-siswinya dalam Ujian Akhir Nasional pada tahun 2009 lalu, bahwa keberhasilan tersebut seakan-akan adalah dikarenakan adanya program pemantapan dan Bimbingan Belajar PT.NNT. Padahal, keberhasilan tersebut lebih banyak dikarenakan faktor para guru SMAN 1 Sekongkang dan para murid itu sendiri yang memang telah sungguh-sungguh belajar. Termasuk kebijakan dari Kepala SMAN 1 Sekongkang, Abdullah Spd yang ketika itu mengambil langkah untuk melakukan karantina terhadap para pelajar SMAN1 Sekongkang selama kurang lebih 1 bulan untuk mempersiapkan UAN. Kebijakan tersebut didukung oleh para Orang Tua/Wali Murid, bahkan mereka bersedia untuk memberikan dana sumbangan kepada pihak sekolah sebesar Rp.150.000 s.d. Rp.200.000,- untuk biaya selama masa karantina. Namun, peran Kepala Sekolah, Murid dan Orang Tua Siswa tersebut dinegasikan dengan pemberitaan dan opini yang dibangun oleh perusahaan, bahwa seakan-akan keberhasilan tersebut karena peran PT.NNT. Bahkan para pekerja di Comdev PT.NNT, ketika itu terkesan segera melakukan release keberbagai media massa untuk meraih pencitraan publik. Begitupun di Bidang pendidikan non formal, seperti kegiatan peningkatan pada pelatihan kejuruan, yaitu perbaikan otomotif, pengelasan, keterampilan
komputer,
bahasa
Inggris,
dan
perbaikan
listrik.
Sesungguhnya program ini tidak banyak yang memiliki manfaat dan 134
dampak yang signifikan bagi masyarakat. Misalnya terkait dengan pelatihan otomotif, pengelasan dan perbaikan listik para pemuda yang pernah mengikuti pelatihan tersebut merasakan program tersebut lebih sekedar memenuhi tuntutan semata atau “ala kadarnya”, pasca pelatihan para pemuda yang notabennya sebagai penggaguran tersebut tidak didukung dengan penyediaan fasilitas untuk menindaklanjuti hasil pelatihan, sehingga mereka tetap saja menjadi pengangguran. Begitupun dengan pendidikan non formal lainnya. Dari hasil FGD dengan para guru, program pengembangan pendidikan yang dilaksanakan oleh PT.NNT melalui LSM mitra PT.NNT selama ini kurang berjalan efektif, para petugas lapangan (CO) di bidang pendidikan yang ditempatkan di berbagai lokasi, tidak memiliki komitmen dan kapasitas yang memadai sebagai CO yang bekerja melakukan pendampingan. Bahkan, muncul kesan dikalangan para pendidik, LSM dan para CO yang mengerjakan program pendidikan, terkesan hanya menghabiskan anggaran program pendidikan, seperti ; belanja operasional dan gaji untuk CO dan LSM. Jika jumlah CO 4 orang dengan gaji sebesar Rp. 2,500,000,-/bulan, maka untuk gaji sebulan mencapai Rp.10 juta/bulan, belum lagi operasional lainnya. Jika dibandingkan antara input dengan output yang dihasilkan sesungguhnya tidaklah seimbang. Misalnya dengan kerja para tenaga sukarela atau kontrak daerah (guru) yang mengajar
di
Sekolah-Sekolah,
mereka
hanya
menerima
gaji
Rp.400.000/bulan, namun kinerja untuk pengembangan pendidikan lebih jelas, terarah dan terukur. Alokasi
anggaran
program
CSR
dalam
bidang
pendidikan,
khususnya terkait dengan kemitraan PT.NNT dengan LSM perlu untuk dipertimbangkan kembali, perlu ada evaluasi khusus terhadap penggunaan dana CSR khususnya yang langsung dikelola oleh LSM. Para guru berharap, alokasi anggaran CSR dibidang pendidikan tersebut sebaiknya diarahkan langsung pada kebutuhan masyarakat, misalnya bantuan pendidikan bagi siswa kurang mampu, atau bantuan untuk peningkatan mutu dan kualitas pendidikan, dukungan untuk para guru tenaga sukarela dan belanja langsung (publik) lainnya. Sehingga, keberadaan dan manfaat dana program CSR tersebut di bidang pendidikan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Khususnya, warga yang tidak mampu. 4.2.4. Usaha Lokal 135
Program CSR-Community Development PT NNT yang keempat adalah pada bidang pengembangan usaha lokal. Merupakan upaya untuk meningkatkan usaha lokal sebagai motor pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Bantuan meliputi usaha jahit menjahit, pabrik paving p aving block, perbaikan kontainer, peralatan penggergajian, pertanian dan produk perikanan meliputi berbagai buah-buahan, sayur-sayuran, madu dan lainlain, dan jasa kontrak termasuk pelatihan p elatihan keterampilan keuangan keuangan mikro dan pelatihan keterampilan usaha. Menurut PT Newmont Nusa Tenggara, Prakarsa Pembelian Lokal telah dibentuk untuk meningkatkan pembelian barang dan jasa yang bersifat lokal, dan membantu usaha lokal memenuhi persyaratan PT. Newmont Nusa Tenggara. Tenggara. Dan saat ini, menurut
PT.
Newmont Nusa Tenggara telah membeli 25 ton barang lokal setiap bulan untuk kebutuhan internal senilai 10 miliar rupiah per tahun. Sehingga dengan demikian, demikian, kapasitas usaha lokal meningkat dan mampu bersaing di luar area tambang. Kemudian, pemberdayaan usaha lokal juga meliputi program bantuan pelatihan antara lain: jahit-menjahit, perbaikan kontainer, pelatihan ketrampilan keuangan mikro dan pelatihan ketrampilan usaha dan lainnya. Pesertanya mendapat sertifikasi pelatihan dengan berbagai keahlian diakui secara internasional. Yayasan Pembangunan Ekonomi Sumbawa Barat adalah yayasan yang dibangun PT. Newmont Nusa Tenggara dalam usaha pengembangan pengembangan komunitas lokal. Yayasan ini didirikan dengan bekerja sama dengan masyarakat lokal, LSM, dan pemerintah lokal. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan diantaranya adalah mengadakan pelatihan pada kurang lebih 30 orang petani rumput laut yang tergabung dalam Kelompok Tani Harapan Jaya, Desa Labuan Kertasari, Kecamatan Taliwang (lihat lampiran), pengembangan produk makanan lokal, pengambangan makanan lidah buaya, gandum, dan sebagainya. sebagainya. Selain YPESB, PT.NNT juga membangun dan memberikan dukungan pendanaan kepada YOP (Yayasan Olat Parigi), saat ini telah terbentuk 4 YOP meliputi ; YOP Jereweh (Kantor Pusat), YOP Sekongkang, YOP Taliwang, dan YOP Seteluk. Program yang telah dilaksanakan diantaranya adalah bantuan hand tractor, bantuan sapi, bantuan modal untuk pengusaha kecil, penanaman jati, dan sebagainya. s ebagainya. Namun, program CSR yang dilaksanakan melalui YOP belum menunjukkan
adanya
perbaikan
bagi
peningkatan
kesejahteraan 136
masyarakat, keberhasilan program yang terlihat di masyarakat baru berupa program penanaman pohon jati dan pembuatan produk minumal mineral (Pola Mata), sedangkan program-program lainnya, sejauh ini menurut penilaian masyarakat jauh dari harapan. Masyarakat secara umum menilai bahwa keberadaan dan peran YOP selama ini hanyalah sebagai alat untuk “meredam gejolak sosial dimasyarakat” atau “pemadam kebakaran”. Bahkan masyarakat menilai hanya kesejahteraan pengurus YOP sajalah yang meningkat. Karena dinilai sebagian besar pengurus YOP yang sebelumnya tidak memiliki apa-apa, sejak bekerja dan menjadi pengurus YOP hidupnya sejahtera, serba ada. Kecurigaan masyarakat terhadap dugaan praktek penyimpangan pengelolaan anggaran CSR yang dikelola oleh YOP bukanlah tidak beralasan. Pasalnya, selama ini proses perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi atas dana CSR dan program YOP tidak dilakukan secara transparans dan partisipatif, tidak ada sosialiasi yang dilakukan oleh para pengurus YOP berapa setiap tahunnya mereka menerima anggaran dari PT.NNT dan program apa saja yang akan dilaksanakan pada tahun sekarang. Begitupun terkait dengan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran dan program tahun sebelumnya, masyarakat tidak pernah diberitahukan, bahkan Kepala Desa, BPD, Camat sekalipun tidak mengetahui anggaran dan program YOP. Padahal, YOP didirikan dan diperuntukkan oleh masyarakat. YOP juga dicurigai menjadi alat atau kendaraan politik bagi para pengurusnya, saat ini tercatat dua orang Pengurus YOP Jereweh dan YOP Sekongkang telah menduduki posisi sebagai Ketua dan Wakil Ketua DPRD periode 2009-2014, naikknya mereka diduga masyarakat karena selama ini telah menggunakan sarana dan prasarana yayasan, khususnya program CSR untuk kepentingan politis. Ketidak independensi pengurus YOP dari unsur politik menyebabkan YOP sebagai LSM yang seyogyanya bergerak pada aras gerakan sosial bergeser menjadi gerakan politik. Banyak oknum elite di tingkat desa bahkan Kabupaten yang berusaha untuk merebut jabatan sebagai pengurus YOP. Dalam konteks program, seperti program bantuan modal senilai Rp. 2.500.000,- s.d. 10.000.000,- yang digulirkan selama ini, adalah merupakan kredit, masyarakat harus mengembalikan dana tersebut kepada YOP. Sementara, dana tersebut tersebut adalah merupakan dana hibah atau CSR dari dari pihak perusahaan, dan setiap tahunnya habis atau dengan kata lain, PT.NNT tidak menarik dana kepada masyarakat (CSR) yang telah dikeluarkan setiap 137
tahunnya. Program seperti ini, menurut sebagian masyarakat tidak lebih dari program “rentenir” yang justeru tidak mendidik dan memandirikan masyarakat, justeru sebaliknya “menjerat dan mencekik” masyarakat, bagaimana mungkin masyarakat miskin, mampu untuk melakukan pinjaman dan mengembalikan dana pinjaman dalam waktu yang singkat. Pengembalian dana tersebut juga dipertanyakan masyarakat, untuk apa dan siapa sesungguhnya?. Terkait dengan keberadaan dan peran YOP selama ini, masyarakat menilai bahwa sebaiknya dana CSR yang selama ini diberikan kepada YOP dialihkan pengelolaannya kepada pemerintahan Desa, di desa tersedia mekanisme untuk merencanakan program secara bersama (Musyawarah Rencana
Pembangunan
Desa)
juga
tersedia
mekanisme
pertanggungjawaban (Laporan Pertanggungjawaban) Pemerintah Desa kepada BPD setiap tahunnya, serta tersedia pula lembaga-lembaga kemasyaratan lainnya yang dapat melakukan pengawasan atas pengelolaan anggaran CSR. Disamping itu, pemerintahan desa (mulai dari Kades hingga RT) sangat mengetahui keadaan dan kebutuhan setiap warganya, termasuk siapa sajakah yang miskin dan membutuhkan bantuan di tingkat RT. Pada tingkat atas, ada Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Daerah yang dapat berfungsi untuk melakukan supervisi terhadap pengelolaan anggaran dan program—tentu saja melalui pengelolaan di tingkat d esa, akan memudahkan untuk mensinergiskan program Pemerintah Daerah dengan Program CSR PT.NNT. Sejauh ini dalam pengembangan usaha lokal, sesungguhnya masyarakat lingkar tambang banyak yang mengeluhkan, termasuk keluhan warga lingkar tambang terkait dengan supplai barang dan jasa ke PT.NNT dan perusahaan Sub-kontraktor, seperti PBU. Hasil-hasil usaha masyarakat, seperti sayuran dan buah-buahan, ternyata banyak yang tidak diterima oleh pihak perusahaan, sehingga para petani menjadi “malas” untuk menanam sayuran atau buah-buahan. Misalnya saja, kasus yang dialami oleh Muriyanto, pada tahun 2008, 2009 dan 2010, Ia bersama dengan temanteman yang lainnya telah menanam Semangka, namun panen Semangka yang dihasilkan, akhirnya menjadi sia-sia, karena tidak di beli oleh perusahaan, bahkan banyak yang busuk, disamping harga jual yang tidak sesuai. Keluhan ini juga dihadapi oleh Mas’ud, salah seorang Pengusaha Lokal yang selama ini mensuplai hasil-hasil pertanian ke PBU.
Ia
mengeluhkan selain proses yang dialaminya rumit, juga jangka waktu 138
pembayaran yang begitu lama, sehingga proses perputaran modal menjadi lamban dan membutuhkan modal dalam jumlah yang sangat besar, sehingga bagi para pengusaha lokal, karena keterbatasan modal akhirnya mencari pengusaha luar untuk menyokong supplai hasil-hasil pertanian tersebut, sehingga tidak banyak sesungguhnya keuntungan yang dapat diperoleh oleh para pengusaha lokal. Cerita keberhasilan pengembangan usaha lokal, sesungguhnya adalah cerita di atas kertas. Para Pengusaha Lokal yang selama ini bergerak dalam bidang pengadaan barang dan jasa serta konstruksi banyak yang mengalami “jatuh bangun” bahkan banyak diantara mereka yang terjerat hutang. Karena keuntungan yang diraih selama ini tidak sebanding dengan proses pengeluaran yang terjadi, harga barang dan jasa di PT.NNT semakin lama semakin menurun, karena semakin banyaknya perusahaan lokal baru, antar pengusaha lokal harus bersaing harga, belum lagi mereka harus berkompetisi dengan para pengusaha dari luar yang notabennya memiliki modal dan jaringan yang besar dan luas, mereka semakin terlibas. Bahkan sejak tahun 2010, para pengusaha lokal, khususnya para pengusaha yang berasal dari lingkar tambang, khususnya di Kecamatan Sekongkang, banyak yang “bangkrut” dan terlelit hutang ratusan juta rupiah, hanya beberapa gelintir saja yang masih bisa bertahan. Pekerjaan yang diberikan oleh PT.NNT semakin berkurang, harga penawaran semakin rendah dan keuntungan yang bisa diraih semakin kecil, sementara disisilain tingkat persaiangan semakin tinggi. Belum lagi persoalan praktek dugaan “korupsi” yang dilakukan oleh o leh sejumah oknum o knum pemilik proyek, meminta fee meminta fee , services atau enternainment dari para pengusaha lokal yang memenangkan proses tender, semakin membuat keterpurukan para pengusaha lokal semakin panjang. Pengembangan Usaha lokal sesungguhnya tidaklah jauh berbeda dengan program CSR lainnya. Jikalaupun saat ini terlihat bahwa terdapat kemajuan, seperti tumbuhnya kios-kios di wilayah lingkar tambang, seperti Maluk, terdapat pasar, dikawasan wisata terdapat kios-kios pedagang dan sebagainya, namun yang menikmati adalah para pendatang, bukan masyarakat setempat. Justeru masyarakat setempat lebih banyak sebagai penonton. 4.2.5. Bidang 4.2.5. Bidang Pembangunan Pembangunan Infrastruktur Infrastruktur
139
Program
CSR-Community
Development
PT.NNT
di
bidang
pembangunan infrastuktur antaralain meliputi; perbaikan jalan dan drainase, perbaikan dan pembangunan gedung sekolah, pembangunan klinik, bantuan pemasangan listrik, sarana air bersih, irigasi, pembangunan tempat sarnpah dan pasar tradisional. Semua kegiatan infrastruktur dilakukan atas kerja sama dengan masyarakat dan pemerintah setempat. Pada Bidang Peningkatan Infrastruktur Di tiga kecamatan yang berada di sekitar tambang Batu Hijau, tercatat 196 proyek infrastruktur dan fasilitas umum berhasil diselesaikan. Proyek-proyek tersebut meliputi; •
Pembangunan drainase desa
•
Perbaikan jalan dari desa Jereweh Jereweh - Tatar
•
Pengadaan fasilitas air bersih
•
Pembangunan Puskesmas, Pustu dan posyandu
•
Pembangunan
dan
rehabilitasi
sekolah
dari
tingkat
TK,SD,SMP/MTs,SMA/MA •
Pembangunan dan pengadaan fasilitas pasar tradisional
•
Pembangunan pantai wisata
•
Pembangunan bendung, embung dan saluran irigasi bagi 1250 hektar lahan
•
Pembangunan Gedung Serba Guna Selain itu terdapat pula beberapa fasilitas umum yang telah
dibangun di luar wilayah tambang atau luar Kabupaten Sumbawa Barat seperti bantuan pengadaan pengadaan asrama bagi Polres KSB, pembangunan gedung PERUSDA Kab. Sumbawa, Pembangunan PUSKESMAS Moyo dan Ropang, pembangunan asrama mahasiswa Sumbawa di Mataram, pengerasan jalan di wilayah eksplorasi Sumbawa bagian timur, tempat pelelangan ikan di Lombok Timur, dsb. Bantuan Sosial Aspek lain dari bantuan PT Newmont Nusa Tenggara kepada masyarakat adalah bantuan langsung. Bantuan utama meliputi bantuan bagi upaya penanggulangan musibah oleh pemerintah setempat, kegiatan kemasyarakatan dan budaya, pelatihan dan pendidikan, kegiatan keagamaan, seminar dan konferensi, program LSM dan pengembangan usaha kecil.
140
4.3.
Pengaruh
Program
Community
Development
terhadap
Peningkatan Kesejahteraan Komunitas Lokal Secara umum sesungguhnya tidak banyak dampak dan manfaat ya ng dirasakan
langsung
oleh
masyarakat
setempat
(masyarakat
asli
lokal/indegenous lokal/indegenous people) people) dari keberadaan program CSR-Community Development PT.NNT, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin (asli lokal). Jikalaupun manfaat program community development tersebut berdampak langsung bagi masyarakat, namun dampak tersebut belum mampu mengatasi kemiskinan atau meningkatkan kesejahteraan komunitas lokal. Minimnya
pengaruh
program
community
development
bagi
komunitas lokal tersebut disebabkan, pertama; sebagain besar komunitas lokal, umumnya adalah mereka yang berada di Desa Sekongkang Atas, Desa Sekongkang Bawah, Desa Tongo, Desa Benete, Desa Goa, Desa Beru dan Desa Belo kurang memiliki akses langsung terhadap keberadaan program community development d evelopment.. Kedua, kehadiran desa transmigrasi, seperti Desa Ai Kangkung, Desa Tatar, Desa talonang, serta pemekaran Desa di Kecamatan Maluk, ternyata berdampak pada tersedotnya anggaran community development ke desa-desa tersebut yang notabennya mereka sebagain besar adalah para pendatang. Kebijakan PT.NNT dalam program community development yang mengarahkan bahkan memprioritaskan masyarakat desa urban sesungguhnya adalah merupakan bentuk kekliruan dalam program. Mereka (masyarakat pendatang) bukanlah para eks pemilik lahan, merek datang karena ada PT.NNT dan berpotensi besar akan meinggalkan KSB jika PT.NNT berakhir. Karena itu perlu dilakukan reformulasi kebijakan pengembangan program community development terhadap desa urban. Ketiga, sebagain besar program community development selama ini lebih banyak diakses oleh para elite di tingkat desa, serta orang-orang yang memiliki kedekatan dengan penguasa di tingkat desa serta para pekerja di Comdev PT.NNT. Bahkan, beberapa oknum pekerja di PT.NNT yang notabennya putra asli lingkar tambang kevendrungannya untuk mengarahkan program Community Development kepada kalangan keluarganya. Sehingga, nampak terlihat bahwa para penikmat program community development hanyalah segelintir orang yang memiliki kedekatan
141
hubungan dengan desa dan personil di Comdev.PT.NNT. Akibatnya terlihat kesejangan dan kecemburuan sosial di tengah-tengah masyarakat, beberapa kali segelintir orang menerima bantuan dari program community development-PT.NNT development-PT.NNT namun sebagian besar warga yang notabennya adalah kelompok marginal jarang bahkan ada yang belum terkena program community development PT.NNT. Menurut sejumlah masyarakat, selama ini
program
community
development
terkesan
memang
hanya
diperuntukkan pada elite di tingkat, karena para “elite” di tingkat desa ini juga sering digunakan oleh pihak perusahaan untuk “mengamankan” proses produksi perusahaan, meredam demonstrasi dan aksi-aksi masyarakat yang kontra terhadap perusahaan. Bahkan, beberapa oknum elite masyarakat menerima “gaji bulanan” dari PT.NNTdengan hanya bekerja sebagai informan yang menyampaikan gejolak di masyarakat kepada pihak perusahaan. Oleh sebab itulah, tidaklah mengherankan jika program CSRCommunity Development PT.NNT yang begitu banyak dan beragam, hasilnya tidaklah signifikan bagi perbaikan nasib atau kesejahteraan bagi warga miskin atau komunitas lokal marginal. Dari hasil wawancara dan FGD dengan kelompok masyarakat miskin yang berada di wilayah lingkar tambang, mereka sesungguhnya sangat mengharapkan berbagai program community development yang selama ini dijalankan oleh perusahaan diarahkan pada upaya bagaimana dapat mengentasakan kemiskinan yang ada di desa lingkar tambang, dan berharap sasaran program difokuskan pada kelompok kumintas lokal marginal, bukan para elite di pedesaan. Sejak program community development dijalankan oleh PT.NNT hingga sekarang, mereka (kelompok komunitas marginal) tingkat kesejahteraannya tetap sama
seperti
dahulu
kala
sebelum
adanya
program
community
development. Bahkan, banyak diantara mereka yang justeru merasakan kehidupan yang dijalaninya saat ini jauh lebih berat dan memiliki banyak tantangan, karena saat ini mereka dihadapkan pula dengan kenaikan harga sembako akibat beroperasinya tambang di wilayahnya. Kondisi ini dirasakan sangat memberatkan komunitas lokal marginal. Saat ini sesungguhnya adalah merupakan peluang dan kesempatan bagi komunitas lokal untuk memperoleh peningkatan kesejahteraan masyarakat, karena banyak program community developmenet PT.NNT, namun harapan tersebut ternyata sebatas harapan, sebab pemberdayaan yang dilakukan oleh PT.NNT terhadap program pengentasan kemiskinan 142
masih “setengah hati”, tidaklah mengherankan jika dari data BPS atau Bantuan Tunai Langsung pada tahun 2006 dan 2007, menempatkan penduduk yang berada di Kecamatan Sekongkang sebagai penduduk tertinggi tingkat tingkat kemiskinannya kemiskinannya di KSB (nomor urut 1). Fakta kemiskinan tertinggi berada di Kecamatan Sekongkang dengan apa yang telah dilaporkan mengenai keberhasilan program community development PT.NNT sangat jauh berbeda. Bahkan, seringkali fakta kemiskinan ini ditutup-tutupi dengan berbagai berita manis mengenai keberhasilan program community development PT.NNT. Seyogyanya PT.NNT harus bernai dan jujur untuk membuka semua tabir misterius mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah lingkar tambang, khususnya Sekongkang. Karena data kemiskinan dari Pemda KSB justeru sangat jauh berbeda dengan laporan PT.NNT. Secara teoritis, memang program community development PT.NNT telah banyak dilaksanakan dan telah banyak pula alokasi anggaran untuk kegiatan tersebut. Jika dihitung antara program dan hasil termasuk anggaran yang telah dikeluarkan oleh PT.NNT selama ini dalam pengembangan masyarakat lingkar tambang, maka dapat dipastikan jumlah angka kemiskinan yang terjadi di wilayah lingkar tambang tersebut akan semakin berkurang, namun data trend dan lapangan menunjukkan hasil yang berbeda. Terlepas dari itu semua, dapat dikatakan bahwa bicara dampak program community development memang menimbulkan kontroversial. Dilapangan, dari hasil pemetaan menunjukkan bahwa sebagain masyarakat yang selama ini menerima atau menikmati keberadaan program community development menilai bahwa program commmunity development PT.NNT dirasakan sangat bermanfaat, penilaian ini umumnya adalah dari kelompok elite masyarakat pedesaa. Sedangkan kelompok masyarakat lainnya, khususnya komunitas marginal, merasakan bahwa keberadaan program community development PT.NNT dirasakan tidak memiliki dampak dan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan kelompok komunitas lokal marginal, bahkan sebagian mereka mengatakan bahwa dengan adanya keberadaan PT.NNT justeru semakin memperburuk keadaan mereka, karena harga-harga sembako dan kebutuhan hidup lainnya menjadi sangat mahal. Disamping itu, bangunan pranata sosial masyarakat pun menjadi terkikis bahkan nyaris punah. Misalnya terkait dengan nilai gotong royong atau besiru, saat ini mulai berkurang, bahkan kehidupan masyarakat 143
menjadi sangat individulaitis dan materiliatistis. Sebagian kelompok masyarakat lainnya, terutama mereka yang tidak menggantungkan hidupnya
dari
keberadaan
PT.NNT
menilai
program
community
development PT.NNT adalah biasa-biasa saja. Ada tidak ada PT.NNT kehidupan masyarakat berjalan statis. Program community development PT.NNT oleh kelompok ini (PNS, Akademisi, profesi dll) dinilai adalah merupakan tanggung jawab sosial perusahaan atau kewajiban sosial perusahaan atas pemanfaatan asset sumber daya alam yang sebelumnya dikuasai oleh masyarakat kemudian dimanfaatkan oleh perusahaan, oleh sebab itu kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat harus jelas dan seimbang. Sejauh ini program community development yang diberikan oleh PT.NNT kepada masyarakat dinilai masih jauh dengan apa yang telah direnggut oleh perusahaan. perusahaan. Dan jika dibandingkan program CSRCSRcommunity Development PT.NNT dengan program CSR lainnya, seperti yang dilakukan KPC di Kalimantan, Freeport di Irian jaya, masih sangat jauh kemajuan yang dicapai di daerah tersebut dengan apa yang telah dilaksanakan dan dicapai oleh PT.NNT di KSB-NTB. Minimnya dampak program community development, khususnya dalam kerangka program pengentasan kemiskinan (Millenium Development Goals) adalah sebuah pembelajaran penting bagi perusahaan untuk melakukan penataan ulang terhadap seluruh program yang selama ini telah dijalankan oleh perusahaan. Hal ini penting agar di masa mendatang, program community development tersebut, bukan lagi hanya sekedar program untuk memenuhi capaian perusahaan semata dalam meraih penghargaan, melainkan terpenting adalah bagaimana program tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan pemenuhan hak-hak warga miskin dan dapat mengurangi tingkat kemiskinan di lokasi beroperasinya PT.NNT, sehingga pasca tambang, masyarakat yang berada di wilayah lingkar tambang tidak lagi menjadi masyarakat yang tergantung terhadap program community development, melainkan masyarakat yang memang mandiri dalam mengelola keberlanjutan program pembangunan, khususnya mampu survive ketika kelak perusahaan meninggalkan masyarakat tersebut. Dalam konteks itupula maka penting untuk dilihat kembali adalah pemberian program CSR kepada masyarakat urban. Jangan sampai justeru masyarakat urban lah sebagai penerima utama dan prioritas utama dari program CSR. Sementara komunitas lokal marginal terabaikan hak-hak
144
mereka. Sesunguhnya jika dilihat dari keberadaan komunitas lokal/adat (indigeniuos people), maka dapat dilihat dari
4.4.
Program-Program Yang di Butuhkan Saat ini dan di Masa Mendatang 4.4.1. Bidang Pembangunan Infrastuktur Dari serangkaian program CSR-Community Development PT.NNT yang telah dilaksanakan di bidang infrastuktur saat ini dirasakan sudah cukup memadai, berbagai fasilitas kebutuhan masyarakat, seperti ; pembangunan sekolah, puskemas, pustu, kantor desa, bendungan dan irigasi, gedung serba guna dan sebagainya relatif telah dilaksanakan oleh PT.NNT. Namun, demikian demikian masih terdapat beberapa kekurangan kekurangan program infastruktur yang masih dibutuhkan oleh masyarakat lingkar tambang saat ini, beberapa usulan program di bidang infrastuktur tergambarkan sebagai berikut ; (1). Pembangunan Infrastuktur Jalan dan Drainase Dalam Desa Lingkar Tambang Dari hasil assesment program di masyarakat, secara umum permasalahan jalan dan drainase dalam desa secara s ecara umum menjadi masalah sekaligus kebutuhan
pembangunan infsrastuktur bagi masyarakat desa
lingkar tambang, khususnya masyarakat yang berada di Kecamatan Sekongkang, karena sebagian besar jalan dalam desa di kecamatan tersebut masih belum di aspel atau belum dilakukan pengerasan jalan. Khusus di Kecamatan Maluk, saat ini jalan desa telah di aspek (hotmik) namun masih terdapat beberapa permasalahan, seperti masalah drainase yang masih sering terhambat. Kebutuhan terhadap pembangunan infrastuktur jalan yang dirasakan cukup mendesak untuk segera di respons oleh Pemerintah daerah adalah ; (a).
Pembangunan menghubungkan
infrastuktur antara
jalan
kecamatan
(jalan
utama)
yang
Jereweh,
Maluk
dan
Sekongkang (Jalan lingkar selatan). Saat ini pembangunan jalan tersebut telah telah sampai di Polamata-jereweh dan terus terus dikerjakan, diharapkan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan terhadap peningkatan jalan tersebut agar pengaspalan jalan lingkar selatan
dalam
bentuk
hotmilk
hingga
sampai
Kecamatan
Sekongkang. Sehingga akses masyarakat dari ke Ibu Kota akan semakin mudah dan diharapkan pula dengan adanya perbaikan jalan 145
ini akan dapat memicu menurunkan biaya transportasi dan hargaharag barang. Terkait dengan penggunaan jalan lingkar selatan, Pemerintah Daerah perlu membuat regulasi khusus mengenai penggunaan jalan yang digunakan oleh pengendara truck mobil yang mengangkut Batu Kapur dari Jereweh ke Benete. Karena selama ini diduga kerusakan jalan utama (hotmik) disebabkan tingginya intensitas truck pengangkut kapur dan volume angkutan (batu kapur) yang melebihi kapasitas kemampuan jalan. Sehingga jalan menjadi mudah rusak dan seringkali pula batu kapur tersebut jatuh dan berserakan dijalan yang juga berakibat pada keselamatan para pengendara, khususnya sepeda motor. Perlu ada kebijakan daerah untuk menarik pendapatan (dana pemeliharaan jalan) dari perusahaan pengangkut batu kapur. (b).
Sehubungan dengan pembangunan infrastuktur jalan lingkar selatan (jalan negara) diharapkan jalan alternatif yang menghubungan Kecamatan
Maluk
dan
kecamatan
Sekongkang
(Sekongkang
Atas/bawah) yang telah dirintis dan dikerjakan oleh Pemerintah Daerah KSB diharapkan dapat segera diselesaikan. Saat ini, kondisi jalan alternatif Maluk-Sekongkang atau dikenal dengan jalan bawah b awah masih belum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Sekongkang maupun Masyarakat Maluk. Kebutuhan terhadap peningkatan jalan ini sangat tinggi mengingat jalan atas yang selama ini digunakan oleh masyarakat sangat rawan terhadap kecelakaan. Dari tahun ke tahun jalan tersebut menelan korban. Terakhir terjadi pada bulan Oktober 2010, dimana 6 orang peneliti dari Bandung yang mengendarai kendaraan roda empat (mobil avanza) terbalik di Tanjangan curam Desa Kemuning yang mengakibatkan seluruh penumpang tersebut luka berat dan harus dibawa ke RSUD Mataram.
Tercatat sedikitnya sedikitnya sedikitnya sebanyak 5 orang telah
meninggal dunia akibat kecelakaan (terbalik dan masuk jurang), dan sedikitnya rata-rata setiap tahun 5 orang mengalami luka berat dan ringan akibat kecelakaan. Proyek pembangunan jalan ini sebenarnya telah mencapai Rp. 2 milliar lebih, namun jalan tersebut hingga sekarang belum juga dapat diselesaikan dan dimanfaatkan oleh masyarakat. (c).
Pembangunan infrstuktur jalan yang menghubungkan antara jalan Desa Tongo, SP I,II,III dan IV dengan Ibu Kota Kecamatan. Saat ini 146
Pemerintah Daerah KSB bersama dengan PT.NNT telah melakukan pengerasan jalan yang menghubungkan antara Ibu Kota Kecamatan dengan Desa Tongo. Pengerasan/perbaikan jalan diharapkan pula dapat terjadi pada jalan yang menghubungan antara Desa Tongo, Desa Ai Kangkung, Desa tatar, Desa SP IV dan Desa Talonang. Secara umum seluruh desa yang berada di kawasan Tongo, Tatar dan Ai’Kangkung membutuhkan program infrastuktur peningkatan jalan desa, karena hampir seluruh jalan di desa tersebut belum ada pengerasan sehingga menyulitkan akses masyarakat, terlebih lagi jarak antar rumah di wilayah tersebut berjauhan. Program CSR diharapkan dapat diarahkan pada peningkatan infrastuktur jalan tersebut. (d).
Secara umum keseluruhan Desa di dalam Kecamatan Lingkar Tambang mengharapkan adanya pengaspalan jalan desa, khususnya Desa-desa yang belum dilakukan pengerasan atau pengaspalan jalan. Diharapkan pula pemerintahan desa setempat untuk membuka jalan Usaha Tani disetiap desa, seiring dengan meningkatnya jumlah sawah baru.
(d).
Pembukaan jalan baru (Jalan Wisata Pantai). Pembukaan
jalan
baru
diharapkan
dapat
menjadi
agenda
pembangunan infrastuktur di masa mendatang. Dari hasil kongres rakyat yang diselenggarakan di Gedung Serba Guna Balong Rungan, Desa Sekongkang Bawah pada bulan maret 2010, yang dihadiri oleh perwakilan masyarakat dari berbagai desa di wilayah lingkar tambang merekomendasikan dan menyetujui bahwa dalam rangka membuka akses kawasan pariwisata yang berada di Sekongkang, Maluk dan Jereweh perlu dibuat jalan baru (lintas pesisir pantai) sehingga seluruh akses jalan yang menghubungkan kawasan wisata pantai yang berada di tiga kecamatan lingkar tambang tersebut dapat terhubung. Dengan terbukanya akses jalan baru tersebut diharapkan seluruh kawasan pantai wisata yang berada di wilayah lingkar tambang semakin terbuka dan diharapkan nantinya dapat mendorong peningkatan jumlah wisatawan. Saat ini jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pantai Sekongkang dan Maluk terus mengalami peningkatan. Bahkan, khsusus di Kawan wisata pantai sekongkang, seperti Pantai rantung, saat ini mulai berdiri bungalow bungalow baru. 147
(e).
Pembangunan jalan diharapkan juga dapat dilakukan pada kawasan wisata air terjun di Sekongkang, potensi wisata alam ini cukup potensial, namun sejauh ini pembangunan infrastuktur untuk menuju ke kawasan tersebut masih sulit, termasuk menuju bendungan plampok. Beberapa fasilitas saat ini sudah tersedia, seperti di kawasan bendungan plampok telah terbangun 4 berugak, dan pada hari-hari tertentu digunakan oleh masyarakat untuk wisata keluarga. Promosi wisata juga menjadi salah satu kelemahan sehingga obyek wisata tersebut belum dapat diketahui oleh masyarakat secara luas, khususnya para par a wisatwan asing.
(2). Pembangunan Bendungan (Dum) dan Irigasi. (a).
Pembangunan Dum Senyur-diharapkan oleh sebagian besar para petani yang memiliki lahan pertanian di kawasan pertanian senyur, Lokasi Desa sekongkang Atas dan Sekongkang bawah. Sebagian besar para petani yang memiliki lahan di senyur adalah tergolong miskin, dan hasil pertanian di kawasan tersebut menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat. Selama ini, para petani senyur mengalami kesulitan untuk mengairi sawahnya, karena sebagian sumber mata air sudah digunakan oleh perusahaan (PT.NNT) untuk memenuhi kebutuhannya dan saluran irigasi yang telah mengalami kerusakan. Sejak tahun 2002, para petani senyur telah menyuarakan tuntutan mereka kepada pihak PT.NNT namun belum juga ditindaklanjuti, dan sejak tahun 2005 para petani senyur dalam beberapakali musrenbangdesa maupun musrenbangkab selalu menyuarakan dibangunya bendungan senyur (dum senyur), namun hingga sekarang tuntutan tersebut belum jua dipenuhi. Kebutuhan terhadap pembangunan bendungan dum senyur bagi petani cukup tinggi karena di kawasan ini lebih dari 200 ha lahan pertanian yang notabennya adalah merupakan daerah yang relatif cukup subur untuk tanaman padi dan palawija.
(b).
Secara umum keseluruhan desa yang berada di wilayah lingkar tambang masih membutuhkan membutuhkan dibangunnya fasilitas irigasi irigasi serta serta dilakukannya pemeliharaan terhadap saluran irigasi karena sarana irigasi dianggap sebagai bagian penting dalam mendukung pengembangan sektor pertanian.
148
(3)
Penyediaan Alat Mekanisasi Pertanian Sebelumnya baik Pemerintah Daerah maupun PT.NNT telah memberikan dukungan kepada masyarakat lingkar tambang berupa pengadaan alat-alat mekanisasi pertanian, baik itu berupa mesin tracktor, mesin penggiling padi, dan sebagainya. Namun, selama ini bantuan tersebut belum menyentuh pada kelompok masyarakat atau petani miskin yang memang membutuhkan dan ada kecendrungan penerima alat mekanisasi pertanian adalah segelintir orang (elit) yang memiliki kedekatan dengan Pihak Manajemen Perusahaan dan Pemerintah Desa. Pola
pendekatan
atau
penyaluran/pendistribusian
alat
mekanisasi pertanian menjadi salah satu masalah, selama ini distribusi diberikan langsung kepada individu atau kelompok. Pola ini seringkali mengutungkan mereka yang memiliki kedekatan dan akses dengan pemagang kebijakan. Akibatnya, kelompok petani miskin yang notabennya tidak mengetahui program bantuan tersebut seringkali tidak memperoleh bantuan. Dampak lainnya adalah dari pola pendekatan tersebut seringkali adalah bantuan alat mekanisasi mekanisasi pertanian pertanian seakan menjadi “hak milik pribadi” dan seringkali pula berakhir dengan dijual bantuan tersebut kepada pihak lain. Dari hasil assesmnent perlu dilakukan perubahan kebijakan terkait dengan pola, sasaran dan mekanisme dalam penyaluran bantuan alat-alat mekanisasi pertanian. Salah satunya adalah
mendorong
agar
bantuan
alat
mekanisasi
pertanian
dimanfaatkan secara bersama, maka distribusi dan pengelolaan bantuan alat mekanisasi pertanian haruslah dilakukan melalui BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) sebagai institusi formal di tingkat desa, alat mekanisasi pertanian tersebut harus di dorong menjadi asset desa, pengelolaannya dilakukan secara profesional dan bertanggung jawab, melalui pola ini pula digarapkan akan menjadi usaha desa untuk memperoleh PADesa yang kemudian dari PADesa tersebut dapat dialokasikan kembali untuk penambahan alat mekanisasi pertanian ataupun kebutuhan petani lainnya. Dari hasil assesment, kebutuhan terhadap alat-alat mekanisasi pertanian, termasuk pupuk, bibit atau saprodi masing tergolong sangat tinggi, khususnya bagi para petani yang notabennya adalah kelompok miskin. Sebagian besar para petani miskin selama ini tidak memiliki alat 149
mekanisasi pertanian, sehingga biaya produksi mereka menjadi sangat tinggi dan seringkali mengalami kerugian, bahkan banyak diantara mereka yang mengatakan bahwa hasil panen yang diperolehnya dalam jumlah ton beras tidak berarti apa-apa, bahkan terkadang mereka ternyata membeli beras kembali karena seluruh hasil panen yang telah dihasilkan dijual untuk menutupi biaya produksi ataupun kerugian yang dialaminya. Program CSR-Community Development dalam konteks ini, seyogyanya tidak hanya membina petani (20 orang)/desa, melainkan mengarahkan pada program pertanian yang berbasikan pada kelompok masyarakat atau petani miskin (eks pemilik lahan), mereka harus menjadi skala prioritas dalam pengembangan program pertanian. Pola pendekatan pada sektor pembinaan petani harus dilakukan perubahan, ekspansi penerima manfaat program harus diperluas, dan harus didorong semangat kolektivisme para petani dalam membangun sektor pertanian, dikotomi antara petani binaan PT.NNT dengan petani bukan binaan harus dihapuskan karena kondisi ini selain telah menimbulkan kecemburuan sosial antar petani juga berpotensi terjadinya konflik sosial antar petani. (3)
Pemasaran Produk Hasil Pertanian Salah satu persoalan klasik yang dihadapi para petani selama ini adalah terkait dengan pemasaran hasil produk pertanian. Dan masalah ini sangat dirasakan oleh masyarakat yang jauh dari pusat perdagangan atau akses pemasaran, seperti masyarakat Desa Talonang, Desa Ai’kankung, Desa tatar dan Desa Tongo. Para petani hingga saat ini masih dihadapkan pada masalah “jatuhnya” harga beras pada musim panen. Posisi petani yang lemah dalam proses penawaran atau transaksi perdagangan ini disebabkan karena tidak ada pilihan bagi para petani untuk menjual hasil produk pertaniannya, kesulitan ekonomi memasuki masa musim tanam menyebabkan para petani akhirnya terpaksa harus menjual “gabahnya” kepada para tengkulak dengan harga murah. Sementara itu, memasuki masa musim tanam kebutuhan pupuk dan harga pupuk semakin tinggi. Terkait dengan persoalan pemasaran ini, maka perlu ada perlu ada intervensi dari Pemerintah Daerah atau Pemerintah Desa untuk
150
mengatasi permasalahan tersebut. Dari hasil assesment yang dilakukan salah satunya upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mendorong BUMDES (Badan Usaha Milik Desa) sebagai salah satu unit usaha di tingkat desa yang menjadi salah satu tempat untuk menampung hasil produksi pertanian, BUMDES harus diberikan modal oleh Pemerintah Daerah atau Perusahaan untuk dapat membeli hasil-hasil pertanian para petani. Tentu penggunaan modal ini harus diatur dengan kerangka aturan yang jelas, sehingga para petugas BUMDES dapat memahami kerangka kerja pengelolaan modal. Dengan adanya BUMDES diharapkan dapat menjadi alternatif bagi masyarakat dalam memasarkan hasil-hasil produksi pertanian. Keberadaan dan peran BUMDES dalam hal ini perlu pula dihubungkan dengan Perusahaan Daerah—menjadi “anak” Perusahaan Daerah—dan Perusahaan Daerah bertugas mencari jaringan pemasaran ke luar. Sehingga dengan demikian, intervensi Pemerintah Daerah dalam rangka mengamankan hasil dan pemasaran produksi hasil pertanian tetap terjaga dari hulu dan hilir—dengan demikian, para petani dapat terlindungi dari “mafia jaringan tengkulak”. Dalam
konteks
program
CSR-Community
Development,
seyogyanya pembinaan BUMDES selama ini bukan hanya terbatas pada usaha pengelolaan sampah atau pembuangan sampah dan air minum, karena potensi usaha tersebut sesungguhnya tidaklah cukup potensial untuk dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan desa. Sehingga tidaklah mengherankan pula jika sejauh ini beberapa BUMDES di wilayah lingkar tambang yang telah dibentuk oleh PT.NNT kurang produktif, bahkan cenderung mengalami ketergantungan dari sibsidi perusahaan. (4)
Pengadaan Pupuk dan Saprodi Selain hasil pertanian tentu saja adalah kebutuhan terhadap pupuk, harga pupuk di wilayah lingkar tambang selama ini dua kali lipat lebih besar jika dibandingkan dengan harga pupuk di desa lainnya. Sementara untuk harga penjualan hasil pertanian relatif lebih rendah dibandingkan dengan desa-desa lainnya—karena jalan dan sarana transportasi yang sulit dan jauh, sehingga menyebabkan harga hasil pertanian lebih rendah dan harga produksi lebih tinggi. Program CSR diharapkan dapat mengatasi permasalahan ini, sehingga para petani 151
dapat lebih giat dalam memproduksi hasil pertanian dan tingkat kesejahteraan mereka akan semakin s emakin meningkat. (5)
Pembangunan Sarana dan Prasarana Ibadah (a).
Pembangunan Mesjid dan Musholla. Dari
hasil
assesment
pada
beberapa
tahun
terakit
kecendrungan masyarakat yang berada di wilayah lingkar tambang mulai memperhatian upaya terhadap peningkatan sarana dan prasatana ibadah, seperti dibeberapa desa, dari hasil assesment membutuhkan adanya pembangunan maupun renovasi mesjid dan mushollah seperti Desa Sekongkang Bawah, Desa Sekongkang Atas, Desa Tatar, Desa Ai’Kankung dan beberapa desa lainnya yang berada di Kecamatan Jereweh maupun Maluk. Dalam hal pembangunan mesjid atau musholla ini secara prinsipil, masyarakat sesungguhnya bersedia dan
telah berkonstribusi untuk pembangunan sarana
ibadah baik berupa dana, tenaga, maupun pikiran. Adanya sikap kesawdayaan ini perlu untuk tetap dijaga, oleh sebab itu dalam konteks pembangunan sarana ibadah, program CSR-Community Development sifatnya hanyalah berupa dana dampingan atau stimulus, pola sharing antara masyarakat, pemda, dan perusahaan harus tetap terjaga. Berdasarkan hasil evaluasi dan assement program terkait dengan Community Development di bidang sarana dan prasarana ibadah, menurut masyarakat dukungan yang diberikan masih sangat terbatas, tidak seperti pada sektor lainnya, seperti pembangunan infrastuktur pendidikan dan kesehatan. Saat ini kebutuhan sarana dan prasarana ibadah mulai meningkat karena beberapa mesjid yang selama ini digunakan sebagai sarana ibadah banyak yang sudha tidak menampung lagi, khususnya ketika pelaksanaan ibadah jum’at. (b).
Pembangunan TPQ Pembangunan
fasilitas
penddidikan
berupa
Taman
Pendidikan Qur’an dan Taman Bacaaan bagi masyarakat masih sangat minim, bahkan beberapa desa baru sebatas menginisiasi adanya TPQ. Padahal, potensi anak-anak peserta TPQ dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Misalnya saja, TPQ Dusun 152
Kemuning, jumlah peserta TPQ telah melebihi 50 orang, dengan jumlah tersebut membutuhkan dukungan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai, seperti ; tempat, bahan bacaan, dsb. Saat ini para peserta TPQ (taman pendidikan qur’an) diselenggaran di Mesjid Babussalam dan seluruh desa, dimana para peserta TPQ banyak yang berasal dari Desa Sekongkang Atas, Desa Sekongkang Bawah dan Desa Kemuning.
(6)
Pemasangan Saluran Listrik, Telepon dan Air Bersih Beberapa desa di wilayah lingkar tambang hingga saat ini belum tersedia fasilitas listrik, khususnya Desa talonang baru, desa tatar, Desa Ai’Kangkung, Dusun Jelenga, Dusun Kampung Nelayan dan beberapa desa dan dusun lainnya. Termasuk kawasan wisata pantai Sekongkang, kebutuhan terhadap saluran listrik di kawasan wisata pantai sekongkang saat ini dirasakan cukup dibutuhkan oleh o leh kalangan dunia usaha, investor. Dari hasil wawancara dengan para pengusaha hotel yang ada di kawasan tersebut, menilai bahwa biaya operasional hotel menjadi tinggi disebabkan fasilitas hotel saat ini menggunakan mesin genset, salah satu hotel seperti hotel yoyo misalnya, biaya operasional untuk genset mencapai Rp. 50 juta/bulan. Disamping listrik adalah penyediaan fasillitas air bersih, b ersih, sebelumnya air bersih dikawasan tersebut disalurkan melalui pelayanan air bersih BUMDES sekongkang Bawah, namun saat ini mengalami kerusakan dan sudah tidak ada penyaluran lagi. Salah satu fasitas infrastuktur lainnya yang masih menjadi kendala sekaligus tantangan bagi masyarakat di wilayah lingkar tambang, khususnya masyarakat yang berada di Kecamatan Sekongkang adalah menyangkut fasilitas telepon (rumah), dengan tidak tersedianya fasilitas tersebut, akhirnya banyak para pendatang dan perusahaan-perusahaan sub-kontraktor yang memilih domisili di wilayah Maluk—karena fasilitas di wilayah Maluk relatif lebih lengkap, khususnya terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana informasi. Keterbatasan potensi jumlah pelanggan p elanggan telepon menjadi salah satu kendala yang menghambat masuknya PT.Telkom ke wilayah sekongkang, sehingga dengan keterbatasan tersebut— hasil analisis perusahaan, pemasangan jaringan telepon akan 153
merugi, atas dasar itulah usulan masyarakat pada tahun 2005 lalu tidak dapat diakomodir oleh perusahaan. Mencermati perkembangan penduduk, wisatawan, hotel, dan fasilitas lainnya—penunjang pariwisata sekongkang, maka kedepan perlu ada intervensi dari Pemerintah Daerah untuk mendorong masuknya jaringan telepon ke Kecamatan Sekongkang—kondisi ini dimaksudkan pula untuk memudahkan kinerja pemerintah daerah menuju e-goverment di e-goverment di masa mendatang. 4.4.2.
Bidang Capacity Building (1)
Sektor Pertanian (Pemberdayaan Petani) Pada bagian sebelumnya telah di bahas masalah dan kebutuhan program pada sektor pertanian. Pada bagian ini akan difokuskan sektor pertanian dalam kerangka pemberdayaan petani dalam program
CSR-Community
Development
berkaitan
dengan
peningkatan kapasitas petani. Dari hasil assemnet, assemnet, peningkatan peningkatan kapasita petani yang dibutuhkan saat ini adalah berkaitan dengan upaya percepatan adaptasi dan respons petani terhadap tehnologi pertanian. Perubahan mendasar yang butuhkan adalah menyangkut sikap dan nilai-nilai kehidupan petani. Pergeseran sosial dan ekonomi yang terjadi pada masyarakat daerah lingkar tambang telah mendorong perubahan pula pada kehidupan para petani. Penggunaan tehnologi dan alat-alat mekanisasi pertanian menjadi kebutuhan para petani. Tantangan sekarang adalah terkait dengan alih tehnologi pertanian. Sementara disisilain para pemuda, khususnya para sarjana pertanian sendiri yang berasal dari wilayah lingkar tambang saat ini sudah tidak lagi “berminat” untuk menjadi petani. Ancaman krisis keberadaan petani menjadi ancaman serius di masa mendatang dalam program pertanian. Karena sektor pertanian dinilai oleh generasi muda sekarang tidaklah cukup potensial dalam meningkatkan kesejahteraan hidup bagi mereka. Perubahan masyarakat dari masyarakat agraris ke masyarakat industri yang berlangsung saat ini, mendorong semua pihak untuk memikirkan kembali, mencari dan menemukan sektor ekonomi alternatif atau sektor pertanian yang potensial yang dapat dijadikan sebagai penopang
154
hidup masyarakat setempat pasca tambang. Proses alih tehnologi saat ini terasa sulit untuk dikembangkan, karena sebagian petani tidak meiliki pendidikan formal yang memadai serta pola dan budaya petani tradisional yang terjadi selama ini telah mengikat kulture bertani di wilayah lingkar tambang yang tidak berubah pada corak pertanian pada masa lalu, sebagian besar mereka adalah petani yang telah berusia diatas 45 tahun. Dalam situasi tersebut, tentu harus dilakukan upaya perubahan dalam peningkatan kapasitas pertanian. Arah peningkatan kapasitas atau pemberdayaan petani sebaiknya dilakukan pada persiapan proses regenerasi, para pemuda desa lingkar tambang yang selama ini telah meninggalkan sektor pertanian harus di dorong untuk berminat dan diberikan keyakinan yang kuat bahwa sektor pertanian dimasa mendatang akan menjadi salah satu sektor yang akan menopang keberlanjutan ekonomi masyarakat setempat. Tantangan ini memang tergolong cukup berat. Berdasarkan hasil evaluasi dan assesment yang dilakukan, perlu pula dilakukan perubahan terkait dengan pola pemberdayaan petani. Para CO atau LSM pendamping program Comdev yang bergerak pada sektor pertanian perlu dievaluasi, termasuk rekomendasi masyarakat terkait dengan keberadaan para CO dan peran LSM pendamping dalam pemberdayaan petani. Apakah masih dibutuhkan ataukah memang harus dihapuskan—dan dialihkan dana dan program tersebut langsung dari Comdev PT.NNT kepada para kelompok petani. Karena selama ini sesungguhnya hanya ada beberapa gelintir CO dan LSM pendmaping program pertanian yang relatif berhasil, namun lebih banyak yang mengalami kegagalan. Padahal, dana/biaya program Comdev PT.NNT untuk peningkatan kapasitas Petani yang
telah
dikeluarkan tidaklah
sedikit.
Dalam
konteks
pemberdayaan petani yang terpenting pula adalah bagaimana dalam
proses
perencanaan
sejak
awal
hingga
pertanggungjawaban atas pengelolaan anggaran dan program para petani tersebut dilihatkan, para CO dan LSM pendamping harus terbuka, bertanggung jawab serta partisipatif dalam seluruh proses pelaksanaan pemberdayaan petani, dan harus bersedia/siap untuk meninggalkan meninggalkan para petani dampingannya, 155
jika para petani yang didampingi tersebut merasa telah memiliki kemampuan secara mandiri untuk melaksanakan programnya secara mandiri. (2)
Sektor Pendidikan Dari hasil assesment sesungguhnya kebutuhan masyarakat terhadap program CSR adalah bagaimana program CSR pada sektor pendidikan dapat memberikan akses bagi masyarakat lingkar tambang untuk memperoleh jaminan keberlanjutan untuk mengikuti jenjang pendidikan hingga perguruan tinggi. Secara umum masyarakat lingkar tambang telah menyadari bahwa sektor pendidikan merupakan sektor utama untuk mendorong adanya perubahan di masa mendatang, termasuk mempersiapkan generasi pasca tambang nantinya. Melalui pendidikan inipula masyarakat diwilayah lingkar tambang berharap dengan meningkatnya jenjang pendidikan masyarakat setempat, maka dimasa mendatang para generasi mendatang dapat menghadapi berbagai cobaan dan tantangan dalam menghadapi kehidupan masyarakat pasca tambang. Kebijakan PT. NNT dalam pemberian beasiswa selama ini dirasakan tidak cukup memadai untuk mendukung keberlangsungan dan peningkatan jenjang pendidikan bagi masyarakat setempat, karena sebagain besar masyarakat masih banyak yang tidak menerima bantuan bantuan maupun program beasiswa. Para mahasiswa dan pelajar yang berasal dari lingkar tambang, khususnya pelajar dan mahasiswa sekongkang yang berada di luar daerah, khusunya di Mataram, saat ini sangat membutuhkan dukungan dari program CSR-Comdev PT.NNT berupa dukungan terhadap pendanaan untuk biaya pendidikan, fasilitas asrama, buku-buku dan sebagainya. Namun, beberapa kali pelajar dan mahasiswa sekongkang yang tergabung dalam HPMS menuntut selalu menuai kegagalan. Begitupun dengan tuntutan sejumlah sekolah di wilayah lingkar tambang. Perubahan terhadap pengelolaan dana dan program pendampingan program comdev di bidang pendidikan seharusnya dilakukan perubahan, keberadaan LSM dengan para CO pendidikannya selama ini ternyata tidak cukup 156
signifikan dalam upaya peningkatan jenjang pendidikan, mutu maupun kualitas pendidikan serta keberlanjutan atas pendidikan bagi warga, bahkan dana CSR-Comdev yang diberikan kepada LSM mitra PT.NNT dan CO terkesan sia-sia, ratusan bahkan milliaran rupiah uang tersebut—akan jauh lebih bermanfaat, jika dialokasikan untuk belanja langsung pada sektor publik, jika untuk 1 CO sebulan Rp.2,500,000/bulan, maka sudah ada 2 sampai 3 warga lingkar tambang (mahasiswa) yang terbantu dari dana tersebut untuk pendidikan. Apalagi jika dalam jumlah CO yang banyak, maka akan semakin banyak pula mahasiswa akan menikmatinya jika saja dana tersebut dialokasikan untuk para pelajar dan mahasiswa (bantuan pendidikan).
Dari hasil
assement sesungguhnya yang dibutuhkan oleh sekolah (guru, murid dan orang tua) adalah peningkatan mutu dan kualitas pendidikan. Dengan adanya kebijakan pendidikan gratis dari daerah, seyogyanya program CSR-PT.NNT dalam bidang pendidikan adalah mendukung kearah peningkatan kualitas tersebut. Para guru di beberapa sekolah selama ini banyak mengeluhkan, persoalan mutu/kulitas pendidikan di wilayah lingkar tambang, khususnya Skeongkang, masih jauh tertinggal dengan daerah lainnya. Kecendrungan pula program pendidikan baru akan muncul tatakal ada desakan dari pihak sekolah. Bahkan, meski telah didesak pun masih pula tidak direspons oleh pihak perusahaan. Mutu pendidikan tersebut tentu harus didukung
dengan
peningkatan
kapasitas
guru,
misalnya
penyelenggaran pendidikan/pelatihan-pelatihan bagi para guru, anggaran untuk para guru tidak tetap atau sukarela dan tenaga kontrak,
dukungan
terhadap
fasilitas
sekolah
seperti
perpustakaan, internet dan komputer, penyediaan fasilitas minat dan bakat siswa, dan beberapa faktor pendukung lainnya. Dalam konteks itu, Program CSR diharapkan selain memprioritaskan penerimaan
beasiswa
bagi
masyarakat
lingkar
tambang
diharapkan pula adalah terkait dengan peningkatan mutu dan kualitas pendidikan. Dan yang paling utama adalah bagaimana kelompok warga miskin yang berada di wilayah lingkar tambang dapat memperoleh dukungan khusus untuk pendidikan.
157
(3)
Sektor Kesehatan Setelah program CSR-Comdev PT.NNT berhasil membangun sejumlah fasilitas gedung, seperti Puskesmas, Pustu, dan sebagainya. Diharapkan program CSR dimasa mendatang adalah berkaitan
dengan bagaimana
mendorong
adanya
perbaikan
dana dan
CSR-
mampu
peningkatan
untuk kualitas
pelayanan di bidang kesehatan, ketersediaan sarana dan prasarana, seperti alat-alat kedokteran, ambulance, ketersediaan dokter spresialis dan sebagainya menjadi agenda program CSR yang diharapkan dapat segera direspons oleh PT.NNT. Saat ini kebutuhan yang paling mendesak menurut Kepala Puskemas Sekongkag untuk Wilayah Sekongkang adalah ketersediaan fasilitas ambulance khusus pasien. Setelah itu dukungan lainnya yang diharapkan adalah berupa penyediaan alat-alat kesehatan. Sedangkan berkaitan dengan pencegahan penyakit menular, yang paling ditakutkan dan menjadi kebutuhan masyarakat adalah
terkait
dengan
peningkatan
program
pencegahan
penyakit menular HIV-AIDS dan malaria.
(4)
Sektor Usaha Lokal : Pemberdayaan Usaha Ekonomi bagi Pemuda Desa Desa (Mengwirausahakan (Mengwirausahakan Pemuda) Pemuda) Dalam
beberapa
bulan
terakhir,
terlebih
lagi
sejak
dikeluarkannya Perbup No.9 tahun 2010 tentang tenaga Kerja lokal. Tuntutan para pemuda desa di wilayah lingkar tambang semakin meningkat. Beberapa kali dalam beberapa bulan ini aksi terus berlangsung hampir setiap hari. Para pemuda desa lingkar tambang tersebut menuntut agar diberikan kesempatan yang lebih besar dan diprioritaskan dalam penempatan kerja. Beberapa sub-kontraktor yang ada selama ini di PT.NNT ternyata masih kurang membuka diri dan kesmepatan bagi para pemuda desa lingkar tambang. Bahkan menurut para pemuda yang masih menganggur tersebut, mereka menilai menilai justeru setelah adanya kebijakan Perbup ttg tenaga kerja lokal, situasi para pencari kerja di Sekongkang semakin sulit, dengan tingkat pendidikan yang rendah mereka akhirnya kalah bersaing dengan
158
pendatang dan para pemuda dari desa lainnya yang berada di luar lingkar tambang. Persoalan pengangguran ini telah menjadi persoalan yang sangat akut dan krusial. Sementara itu, program pemberdayaan usaha lokal yang selam ini dilaksanakan dalam program Comdev.PT.NNT belum banyak yang mengarah pada pemberdayaan ekonomi para pemuda. Dari hasil assemnet dengan para pencari pekerja (pemuda lingkar tambang) berharap jikalaupun peluang dan kesempatan untuk dapat mengakses ke PT NNT dan Sub kontraktor sangat terbatas, para pemuda tersebut berharap ada upaya dan langkah real dari pihak perusahaan dalam program comdevnya untuk melakukan pemberdayaan-mengwirusahkan para pemuda, sehingga dapat berusaha dan menjadi mandiri. Beberapa pemuda mengeluhkan, mereka ada yang pernah mengikuti pelatihan yang telah dilaksanakan oleh Pihak perusahaan, namun keahlian yang telah dimiliki ternyata tidak ditindaklanjuti lebih jauh dalam program usaha. Mencermati dinamika tersebut yang terus berkembang, maka seyogyanya program pengembangan usaha, bukan hanya ditujukan kepada para Ibu Rumah tangga, atau para pengusaha lokal yang notabennya telah memiliki perusahaan, melainkan harus diarahkan dan difokuskan pada kelompok sasaran pemuda. Karena mereka adalah para generasi mendatang yang akan menghadapi kesulitan ekonomi—pasca tambang. Oleh sebab itu, persiapan sejak dini peningkatan kapasitas pemuda dan mengwirausahakan pemuda sejak dini haruslah menjadi agenda terdepan dalam program CSR-dimasa sekarang dan mendatang.
159
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Telah terjadi perubahan sosial ekonomi masyarakat di wilayah lingkar tambang, dasar perekonomian masyarakat yang mulai bergeser dari masyarakat
agraris
menjadi
masyarakat
industri
ternyata
telah
berpengaruh pula terhadap sistem nilai dan relasi sosial, berkurangnya gotong royong, meningkatnya individualisme, serta sikap materailistis dikalangan masyarakat, disamping itupula dalam proses transisi perubahan sosial tersebut, dinamikan relasi sosial masyarakat diwarnai dengan berbagai pertentangan sosial, budaya dan sebagainya. 2. Meningkatnya jumlah pendatang membawa atribut SARA yang berbeda telah melahirkan potensi konflik di wilayah lingkar tambang, tingkat persaiangan yang semakin meningkat serta mulai terjadinya proses marginalisasi komunitas lokal, tingginya tingkat kecemburuan dan kesenjangan sosial akibat gap ekonomi antara masyarakat lokal dengan pendatang disisilain meningkatnya beban hidup dan tingginya harga sembako telah mendorong komunitas lokal semakin terpinggirkan. 3. Keberdaan dan dampak PT.NNT sesungguhnya lebih banyak negatif bagi komunita lokal marginal merosotnya kualitas air sungai, jumlah lahan pertanian yang terus berkurang, kawasan hutan yang semakin menyempit,
serta
kerusakan
lingkungan
lainnya
menambah
keterpurukan mereka ; 4. Keberadaan Dana dan program CSR dalam bentuk Community Development yang selama ini telah dilaksanakan oleh PT.NNT ternyata kurang
memberikan
dampak
dan
manfaat
bagi
peningkatan
kesejahteraan masyarakat setempat, khususnya kelompok marginal. Karena sebagian besar dana CSR-Comdev dinikmati oleh segelintir elite yang memiliki kedekatan kedekatan baik dengan perusahaan maupun desa ; 5. Secara umum sebagain besar masyarakat lingkar tambang tidak mengetahui dan memahami dana CSR-Comdev, penggunaan istilah yang seringkali digunakan oleh PT.NNT adalah dana bantuan yang terkesan 160
lebih bersifat belas kasih perusahaan kepada masyarakat, bukan sebagai bentuk tanggungjawab tanggungjawab sosial. 6. Bahwa tingkat kemiskinan diwilayah lingkar tambang, khususnya di Kecamatan sekongkang masih tergolong sangat tinggi, sebagian mereka adalah eks-pemilik lahan. Meski dalam kontrak karya PT.NNT, akan memprioritaskan pemberdayaan masyarakat kepada mereka, namun dalam impelmentasinya, tidak banyak eks pemilik lahan yang menerima program CSR-Comdev PT.NNT. 7. Keberadaan LSM, seperti YPESB, YOP, serta LSM Mitra PT.NNT yang selama ini melakukan proses pendampingan/pemberdayaan masyarakat wilayah lingkar tambang ternyata belum cukup berhasil memberdayakan masyarakat, bahkan masyarakat mendesak agar dana operasional dan gaji yang selama ini diberikan PT.NNT melalui CSR-Comdev agar diarahkan pada belanja langsung publik, tanpa melalui perantara (realokasi anggaran CSR). 8. Sejauh ini sulit bagi masyarakat setempat, khususnya komunitas lokal marginal untuk dapat mengetahui mengetahui dana dan program program CSR karena akses informasi yang sangat terbatas. Disisi lain, sosialiasi dari LSM mitra, desa maupun PT.NNT itu sendiri dirasakan masih sangat minim. 9. PT. NNT telah melaksanakan program CSR, dengan fokus pada bidang Pendidikan, pembangunan infrastuktir, pertanian, kesehatan dan pengembangan usaha lokal. Berbagai jenis program telah dilaksanakan, seperti dibidang pendidikan berupa pembangunan sarana pendidikan dan beasiswa mencakup pembangunan dan renovasi sekolah, penyediaan buku-buku dan alat bantu belajar mengajar, mendanai dua buah perpustakaan keliling dan sebagainya. Di bidang pembangunan Infrastruktur,
berupa
pembangunan
dum,
irigasi,
gedung
dan
sebagainya. Di bidang Kesehatan diantaranya berupa pembangunan Puskesmas, Pustu, Pencegahan penyakit menular dan sebagainya. Dibidang Pertanian, diantaranya bantuan handtracktor, saprodi, SRI, bibit dan sebagainya. Namun, berbagai program tersebut dirasakan belum banyak memiliki dampak dan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan komunitas lokal marginal. 10. Pelaksanaan program CSR-Comdev PT.NNT menuai banyak kendala dan tantangan, diantaranya adalah ; mulai menurunkan partisipasi warga, rendahnya komitmen dan kapasitas tenaga pendamping, kurangnya
161
persamaan presepsi, tingginya ketergantungan masyarakat atas program, dan lain sebagainya. 11. Pola pemberdayaan masyarakat yang berlangsung selama ini ternyata belum cukup efektif mendorong terjadinya pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat. Capaian keberhasilan yang dilaporkan dan dipublikasikan oleh PT.NNT terkait dengan keberhasilan program CSR-Comdev sesungguhnya lebih banyak bersifat pencitraan, dalam realitasnya masih banyak kegagalan dalam program, khususnya yang dilakukan oleh para mitra mitra PT.NNT dalam pelaksanaan pelaksanaan program CSR (LSM dan CO). 12. Program CSR dan program daerah belum berjalan sinergis, begitupun mengenai keterkaitan capaian akhir program (goals), prioritas, strategy dan sebagainya. Sehingga program CSR-Comdev terkesan berjalan sendiri begitupun dengan program Pemda, dan seringkali pula dalam prakteknya terjadi duplikasi program/kegiatan. .
5.2. Rekomendasi Berdasarkan uraian dan kesimpulan di atas maka kami merekomendasikan 5.2.1. PT Newmont Nusa Tenggara ; 1. Perlu ada reformulasi kebijakan dan realokasi anggaran CSR-Comdev. Reformulasi kebijakan tersebut terkait dengan goals, indikator, program, strategy, ouput dan hasil-hasil dari capaian program CSR agar dapat disesuaikan dan disinergiskan dengan masalah mendasar dan prioritas program daerah. Sedangkan dalam konteks realokasi anggaran CSR—diarahkan terkait dengan sasaran penerima angggaran, pola pendekatan, mekanisme, efisiensi dan efektifitas CSR—agar diarahkan langsung pada pemenuhan hak-hak dasar masyarakat lokal 162
marginal (indeginious people/adat) atau masyarakat asli, bukan masyarakat atau desa-desa urban serta pengelolaan anggaran yang lebih partisipatif, transparans dan akuntabel. 2. Program CSR hendaknya diarahkan pada pencapaian atau penempatan skala prioritas program pengentasan kemiskinan menjadi program utama perusahaan mengingat keadaan penduduk sekitar lokasi lingkar tambang yang
masih jauh dari kesejahteraan, kesejahteraan, khususnya adalah
masyarakat komunitas lokal marginal. Prioritas program pengentasan kemiskinan dan prioritas sasaran pada kelompok masyarakat asli (adat ; sekongkang atas, tongo, sekongkang bawah, belo, goa, beru, benete, desa maluk loka) yang telah lama menetap sebelum ada PT.NNT—dan sebagain besar adalah eks pemilik lahan, haruslah ditempatkan sebagai rink pertama kelompok sasaran program CSR. Sedangkan masyarakat atau desa yang notabennya adalah desa “karbitan/transmigrasi” haruslah ditempatkan setelah masyarakat asli—karena mereka adalah kelompok masyarakat yang sesungguhnya bukan eks pemilik lahan, sekaligus masyarakat yang sesungguhnya “masih bersifat sementara”, karena pasca tambang keberadaan mereka di desa tersebut masih belum ada jaminan kepastian untuk berdomisili. Saat ini banyak diantara mereka yang memang tidak melakukan perbaiakn rumah dan fasilitas lainnya—agar dilihat dan dinilai berada dalam kondisi kemiskinan (kemiskinan yang dipelihara)—sehingga program CSRComdev PT.NNT pada akhirnya akan tetap terarah pada kelompok tersebut. Kondisi ini sangatmerugikan masyarakat adat asli samawa. 3. Pelaksanaan CSR_Comdev PT Newmont, baik yang langsung ditangani oleh Departement Community Development maupun yang ditangani melalui YOP, YPESB dan LSM Mitra lainnya haruslah dibawah pengendalian dan pengawasan yang ketat, karena sejumlah oknum pekerja di Comdev-PT.NNT kurang obyektif dalam memberikan dukunagn program dan pendanaan kepada kelompok sasaran program, hubungan emosional baik berupa kekerabatan, agama, etnis dan sebagainya seringkali mempengaruhi penentuan kelompok sasaran, wilayah sasaran program dan sebagainya. Oleh sebab itulah hendaknya proses
program
dan
anggaran
termasuk
mengenai
penetapan
mekanisme haruslah bersifat terbuka, dan evaluasi serta pemantauan dilakukan secara berkala, jelas dan transparan sehingga masyarakat
163
penerima program maupun masyarakat lokal setempat
dapat
melakukan kontroling terhadap berlangsungnya proses program CSR. 4. Pola kemitraan yang dibangun oleh PT.NNT selama ini yang lebih kepada pola kemitraan dengan LSM haruslah dievaluasi dan diuji kembali, mengingat komitmen, kapasitas serta keberlanjutan dalam pengelolaan program maupun keberlanjutan atas lembaga mitra pelaksana tersebut masih sangat minim, maka perlu ada upaya dari PT.NNT
untuk
meningkatkan
dan
menjalin
kerjasama
multi
stakeholder dengan kelompok strategis lainnya, khususnya adalah Pemerintah Daerah dan LSM lain yang memiliki ketersediaan kapasitas dan keberlanjutan yang lebih baik, sehingga dana CSR dan pengelolaan program CSR-Comdev dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat setempat. Sebaiknya pula dalam proses pengelolaan program, PT.NNT harus lebih terbuka menjalin kemitraan dengan lembaga-lembaga yang berkompeten
untuk
menangani program
CSR.
Sehingga dana
operasional yang diberikan kepada LSM tidaklah menjadi dana yang hanya bersifat sia-sia atau sebatas meredam tuntutan dari LSM setempat. Keberanian untuk mengambil sikap dan tindakan harus dilakukan oleh PT.NNT dalam program CSR—untuk menyelamatkan keberhasilan dan keberlanjutan program CSR—bagi masyarakat miskin. Sudah sepatutnya jika organsiasi masyarakat sipil, seperti kelompok tani yang telah mandiri untuk diberikan kepercayaan langsung untuk mengelola program CSR—sehingga dana dan program CSR tersebut dapat langsung dirasakan oleh kelompok sasaran. 5. Dalam rangka efektifitas dan efisiensi percepatan pengentasan kemiskinan di daerah lingkar tambang, maka perlu programprogram CSR-Comdev PT.NNT PT.NNT untuk disinergiskan disinergiskan dengan dengan program yang ada di pemerintah daerah. Mekanisme mengenai perencanaan program Pemda maupun program CSR, seperti waktu penyusunan, prioritas program
dan
kegiatan,
pelaksana,
kelompok
sasaran,
capaian
keberhasilan program dan sebagainya harus dikomunikasikan dan disepakati secara bersama-sama oleh PT.NNT dan Pemda. Sehingga dimasa mendatang, program CSR tersebut diharapkan dapat betul betul mengarah pada pencapaian visi dan misi daerah, baik yang tercantum dalam RPJPDaerah maupun RPJMDaerah. Dalam konteks itupula penyusunan renstra bersama menjadi sangat penting untuk dilakukan oleh PT.NNT dan Pemda. Disamping itu, mekanisme 164
musrebangdes yang tersedia selama ini juga dapat dijadikan sarana oleh PT.NNT untuk menggali masalah dan kebutuhan-kebutuhan program CSR. Sehingga tidak perlu lagi PT.NNT membuat mekanisme perencanaan masyarakat lainnya yang sesungguhnya perwakilan dan mandat para pihak yang terlibat dalam proses tersebut tidak jelas. 6. Berbagai regulasi secara bersama perlu disusun oleh PT.NNT maupun Pemerintah daerah agar dana CSR dapat sesuai dengan rencana dan kelompok sasaran yang ditujui. Mekanisme sanksi terhadap para pekerja perusahaan yang “nakal” perlu ditindak tegas oleh perusahaan, agar program CSR-Comdev PT.NNT tidak menjadi lahan atau bisnis baru bagi sebagian oknum pekerja PT.NNT berupa bisnis “perdayakan masyarakat”. 7. Program-program CSR-Comdev PT. NNT dimasa mendatang haruslah didorong pada upaya membangun kemandirian dan keberlanjutan kehidupan masyarakat lingkar tambang pasca tambang. Seluruh program comdev harus mengacu pada tujuan akhir yang hendak dicapai yakni menjadikan masyarakat sejahtera sekarang dan pasca tambang. 5.2.2. Pemerintah Daerah KSB ; 1. Perlu ada regulasi atau kebijakan daerah yang mengatur secara khusus mengenai pengelolaan dana CSR-Comdev PT.NNT, landasan kebijakan ini sesungguhnya telah ada yakni UU.No.40 Tahun 2007 Tentang Perseoran terbatas. Payung hukum nasional tersebut perlu dijabarkan dalam bentuk yang lebih rinci didaerah, termasuk adalah penegasan atas hak daerah dalam mengelola dana dan program CSR dari perusahaan. 2. Pemerintah Daerah perlu untuk melakukan pemantauan dan evaluasi secara intens terhadap pengelolaan dana dan program CSR PT.NNT secara periodik, termasuk meminta laporan dan akuntabilitas dari LSM Mitra PT.NNT yang selama ini ditunjuk sebagai pengelola atau pendamping program, sebagai salah satu pemilik saham, Pemda KSB berhak untuk mengetahui proses pelaksanaan dan progrest kemajuan dari pengelolaan dan dan program yang dilakukan oleh PT.NNT maupun LSM, seperti YPESB, YOP maupun Mitra LSM Pendamping program CSR lainnya. Bahkan, jika dipandang perlu adalah melakukan
165
audit terhadap dana-dana tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksana program. 3. Dalam rangka menginisasi dana dan program CSR yang lebih efektif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka perlu di benruk Team khusus Monev atau Team Khusus Pengelola CSR Pemerintah Daerah yang disisi oleh kelompok masyarakat yang memiliki komitmen, integritas, kapasitas dan profesionalisme yang tinggi dalam menangani program-program Comdev. 4. Pemerintah daerah perlu untuk segera mempersiapkan secara dini konsepsi mengenai pengelolaan dana CSR yang tepat, termasuk mempersiapkan segala tahapan dan langkah-langkah untuk mengambil alih pengelolaan dana Comdev, termasuk dalam konteks ini adalah mempersiapkan segala perangkat pendukung baik perangkat lunak maupun perangkat keras pengelolaan CSR. 5. Dalam rangka penyusunan RPJMD 2010-2014, maka perlu pemerintah daerah untuk melibatkan pula PT.NNT dalam proses pembahasan RPJMD untuk dilakukannya kesesuaian atau sinegisitas program dan dana CSR dengan RPJMD dan perlu ada upaya dari pemerintah daerah agar dana dan program CSR diarahkan pula pada upaya pencapaian visi dan misi daerah ; 6. Mengingat tingginya pemuda desa diwilayah lingkar yambang yang masih mengganggur, maka program pengembangan usaha lokal yang selama
ini
dilaksanakan
oleh
PT.NNT
agar
diarahkan
pada
pengembangan kewirausahaan para pemuda, program dan kegiatan berupa usaha pemuda, seperti perbengkelan, perdagangan, dan sebagainya yang berbasiskan para pemuda yang masih menganggur perlu untuk segera dilakukan. Program CSR-Comdev PT.NNT didesak agar dapat memfasilitasi para wirausaha yang bersal dari pemuda. Upaya
untuk
memfasilitasi
kebutuhan
untuk
exiting
dari
ketergantungan terhadap keberadaan PT.NNT dengan cara mendorong adanya pusat pengembangan ekonomi baru sekaligus pengembangan ekonomi bagi masyarakat setempat, khsusunya pemuda pasca tambang menjadi agenda penting yang harus dipersiapan pada program CSRmenghadapi pasca tambang ; 7. Pemerintah daerah perlu pula merusmukan kerangka grand design kebijakan, program dan anggaran terkait pembangunan daerah menghadapai pasca tambang sebagai langkah antisipasi dini merespons 166
persoalan yang akan dihadapi dikemudian hari pasca tambang nantinya. Grand design atau Master Plann Pembangunan Pasca Tambang ini dapat menjadi kerangka acuan pencapaian program CSR maupun program lainnya baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun Pihak ketiga, termasuk adalah para subkontraktor lokal. 8. Pemerintah
daerah
perlu
mendorong
agar
mekanisme
proses
perencanaan pembangunan daerah mulai dari musrenbang RT, musrenbangdes hingga musrenbangkabupaten menjadi mekanisme yang digunakan pula oleh PT.NNT dalam merusmukan agenda program tahunan CSR sehingga terdapat sinergisitas, mengurangi terjadinya tumpang tindih atau penumpakan suatu program dalam suatu wilayah atau kelompok tertentu ; 9. Dalam rangka kebijakan program pemberian dana 1 Milliar untuk 10 Desa di lingkar tambang, pemerintah daerah perlu segera menyusun regulasi
yang
tepat
(juklak-juknis)
agar
proses
(perencanaan,
pelaksanaan dan pertanggungjawaban) anggaran 1 milliar tersebut dapat lebih terarah pada upaya pengentasan kemiskinan dan terarahpula pada kelompok sasaran. 10.
Dalam rangka mengatasi masalah pengangguran pemuda desa di
wilayah lingkar tambang serta mengurangi intensitas gejolak sosial masyarakat akibat aksi-demosntrasi yang terus menerus dilakukan oleh para pemuda desa diwilayah lingkar tambang (khususnya pemuda desa yang masih menganggur). menganggur). 11. Pemerintah Daerah perlu untuk segera membuat formulasi kebijakan pemanfaatan dana 1 milliar, sebagai berikut ; a. Perlu mewajibakan kepada seluruh pemerintahan desa diwilayah lingkar tambang agar dalam proses penyusunan program agar dilakukan musyawarah secara berjenjang ; mulai dari musyawarah RT, Dusun hingga Desa, dan dalam proses musyawarah desa tersebut, pemerintah harus menegaskan kepada pemerintah desa setempat agar melibatkan kelompok masyarakat miskin/marginal dan perempuan. b. Pengelolaan dana 1 milliar desa, harus berdasarkan pada prinsipprinsip partisipatisi, transparansi dan akuntabilitas. Diantaranya adalah mengumumkan kepada masyarakat secara luas mengenai rencana program dan alokasi anggaran serta memberikan ruang tanggapan kepada masyarakat. 167
c. Pengalokasikan dana 1 milliar haruslah proporsional dan harus memperioritaskan pada upaya pencapaian pengentasan kemiskinan yang ada di desa lingkar tambang. tambang. d. Kelompok sasaran utama dari penerima manfaat sekaligus proporsi alokasi anggaran haruslah terarah pada upaya pengentasan kemiskinan kelompok sasarannya adalah dari warga miskin, harus ada kejelasan dan ketegasan dari pemerintah daerah untuk memerintahkan
kepada
pemerintahan
desa,
misalnya
mengharuskan kepada pemerintahan desa bahwa dari dana 1 milliar tersebut
haruslah
penerima
program
kelompok
masyarakat
miskin/marginal adalah sekurang-kurangnya 20% dari jumlah anggaran diperuntukkan untuk warga miskin untuk program pengembangan usaha lokal atau usaha lainnya yang mendukung peningkatan kesejahteraan bagi warga miskin. e. Dana 1 miliiar bagi desa lingkar tambang harus pula didorong pada upaya pengembangan program kewirausahaan pemuda, dari dana Rp. 1 milliar tersebut, misalnya sekurang-kurangnya 2,5% s.d. 10% adalah
ditujukan
kepada
upaya
program
pemberdayaan
kewirausahaan bagi para pemuda. Misalnya berupa bantuan modal usaha, bantuan peralatan, perdagangan sebagainya. Dan untuk menjamin agar tidak terjadi penyimpangan dalam pengelolaannya perlu disusun atau dibuat regulasi dan pengawasan yang ketat, bahkan sanksi yang jelas. jelas. f.
Pada bidang pendidikan perlu dialokasikan khusus bagi warga miskin untuk peningkatan akses dan mutu pendidikan, warga miskin yang selama ini tidak memperoleh bantuan dan program beasiswa dari CSR-PT.NNT (khsusunya para pelajar dan mahasiswa yang berada di luar daerah) yang berasal dari warga miskin, perlu untuk diberikan alokasi anggaran dari dana 1 milliar, misalnya dengan
kebijakan
penetapan
2,5
%
untuk
pengembangan
pendidikan (jumlah proporsi disesuaikan dengan jumlah mahasiswa dan siswa miskin di luar daerah). g. Agar dana tersebut tidak habis dan desa memiliki pula usaha desa yang
dapat
menjadi
sarana
pengembangan pengembangan
ekonomi
dan
kewirausahaan, maka dari dana 1 milliat perlu dialokasikan pula secara khusus dana untuk pengembangan BUMDES, misalnya berupa modal usaha desa 2,5 s.d. 10% dari dana 1 milliar sehingga 168
BUMDES di wilayah lingkar tambang diharapkan nantinya dapat berkembang; h. Bahwa dari dana 1 milliar perlu pula untuk dialokasikan bagi kelompok fakir miskin, berupa dukungan bantuan modal atau usaha atau dalam bentuk lainnya yang dapat membantu kehidupan warga miskin pedesaan. i.
Dibidang pertanian, Kesehatan, Infrastruktur dan sebagainya perlu pula dialokasikan sesuai dengan masalah dan kebutuhan yang dihdapai oleh warga msikin yang berada di desa lingkar tambang.
Hal tersebut di atas (formulasi anggaran) perlu segera dilakukan oleh Pemerintah daerah mengingat dari hasil assesmnet hampir seluruh desa penerima dana 1 milliar dalam proses penyusunan anggaran dan program dilakukan tanpa melalui proses musyawarah desa, dan melibatkan kelompok masyarakat miskin. Bahkan banyak desa yang terkesan hanya ingin menghabiskan anggaran semata, tanpa arah tujuan dan sasaran yang jelas. jelas. Dari hasil assesment ditemukan ditemukan pula misalnya, di salah satu desa yang menghabiskan dana Rp.700 juta hanya untuk bronjong. Padahal kebutuhan terhadap pembangunan bronjong tidaklah signifikan dan menjadi kebutuhan warga miskin setempat. Namun, oleh karena proyek bronjong sungai sangat menguntungkan
pengusaha—kades
tersebut
berkolaborasi
dan
berharap dapat memperoleh dari proyek tersebut. Untuk itupula team pemantauan pengelolaan dana 1 milliar harus dibentuk untuk membantu pemerintahan desa setempat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan monev program dana 1 milliar. Demikian pembahasan, kesimpulan dan rekomendasi yang telah kami susun, kami berharap seluruh hasil kajian ini dapat dipertimbangkan oleh Pemerintah daerah KSb dalam rangka pengembangan program CSR dimasa mendatang.
169
DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku : AB Susanto, Susanto, 2007, 2007, A Strategic Management Approach, CSR, CSR, The Jakarta Consulting Group, Jakarta ----------------, 1997, Budaya 1997, Budaya Perusahaan, Perusahaan, Jakarta, PT Elex Media Komputindo ----------------, 2002, Corporate Greening, Majalah Ozon, Edisi No.2 Oktober ----------------, CSR dalam Perspektif Ganda, Ganda, Harian Bisnis Indonesia, Indonesia, 2 September 2007 ----------------, Membumikan Gerakan Hijau, Hijau, Majalah Ozon, Edisi No.5 Februari 2003 ----------------, Paradigma Baru “Community “Community Development ” Harian Kompas, 22 Mei 2001 170
----------------, 1997, 1997, Manajemen Aktual , Jakarta, Grasindo Asyhadie, Zaeni., 2006,
SH,
M.
Hum,
Hukum
Bisnis,
Prinsip
dan
Pelaksanaanya di Indonesia, Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Dwi Tuti Mulyati , Tanggungjawab Sosial Perusahaan Dalam Kaitanya Dengan Kebijakan Lingkungan Hidup, J urnal urnal Law Reform, Pembaharuan Hukum, volume 3/No. 1 Februari 2007, Program Megister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang Elkington, J. 1997. Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business. Business. Thompson. London. Emirzon, Joni, dkk (ed), 2007, Perspektif Hukum Bisnis Indonesia, Pada Era Globalisasi Ekonomi, Ekonomi, Genta Press, Yogyakarta. Hartono, Sri Rejeki, Prof., Sh., 2007, Hukum 2007, Hukum Ekonomi Ekonomi Indonesia, Indonesia, Bayu Media, Malang. Hardiansyah, HAM, MS., Prof., Prof. Ir, M.S, CSR dan Modal Sosial Untuk Membangun Sinergi Kemitraan Bagi Upaya Pengentasan Kemiskinan, Makalah disampaikan pada Seminar & TalkShow CSR 2007 ”Kalimantan 21015: Menuju Pembangunan Berkelanjutan , Tantangan, dan Harapan”, Himawan Wijanarko, Wijanarko, Reputasi, Majalah Trust, 4-10 Juli 2005 ------------------------, Filantrofi bukan Deterjen, Deterjen,
Majalah Trust, 11-17
September 2006 Hopkins, M. 2007. Corporate Social Responsibility and International Development. Is Is Business the Solution? Solution? Earthscan Earthscan Margiono, Ari, Menuju Corporate Sosial Ledership, Ledership, Suara Pembaharuan, 11 Mei 2006. Marten H. Jean, dkk, Corporate Social Responsibility Perusahaan Multinasional Kepada Masyarakat Sekitar: Studi Kasus, Jurnal Usahawan Nomer 03 Tahun XXXVI Maret 2007, Bagian CSR, Universitas Kristen Satya Wacana, Satya Wacana, Slalatiga. Muryati, Dewi Tutri., SH, Tanggungjawab Sosial Perusahaan Dalam Kaitanya Dengan Kebijakan Lingkungan Hidup, Jurnal Law Reform, Pembaharuan Hukum, Volume 3/No. 1 Februari 2007, Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang. Philip Kotler, Kotler, 2007, 2007, Doing the Most Good for Your Company and Your Cause, New York, Thomas Dunne Books Sri Rejeki Hartono, Hartono, Hukum Ekonomi Ekonomi Indonesia, Indonesia, 2007, BayuMedia, Malang,
171
Siregar, Chairil. N., Analisis N., Analisis Sosiologis Terhadap Implementasi CSR pada Masyarakat Indonesia, Indonesia, Jurnal Sosioteknologi Edisi 12 tahun 06, Desember 2007, ITB, Bandung. Soekanto, soerjono, Prof. Dr., SH., 2006, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. Susanto, A.B, 2007, Corporate Social Responcibility, Responcibility, The Jakarta Consulting Group, Jakarta. Tunggal, Amin Widjaja, 2008, Corporate Social Responcibility, Harvarindo, Jakarta. ------------------------------, 2007 Proper alat Ukur CSR, Dikutip dari CSR Review Majalah Bulanan Vol.1 No. 1, Januari,Jakarta. Zaeni Asyhadie, Asyhadie, Hukum Bisnis,
Prinsip dan
Pelaksanaannya
di
Indonesia, Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Undang-Undang : Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat; Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah sebagaimana setelah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tetang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi undang-undang; Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Tanggung Jawab Sosial; 172
Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sumbawa Barat 2006-2010; Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 21 Tahun 2006 Tentang Rencana Jangka Panjang Menengah (RPJMD) Kabupaten Sumbawa Barat 2006-2025; Majalah : Majalah Marketing Edisi 11/2007 Internet : Internet : http//www.csrindonesia.com http:///business enveroment.wordpress.com
173
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Curriculum Vitae Data Pribadi / Personal Details Nama / Name / Name : Syahrul Mustofa, SH.,M.H Alamat / Address / Address : RT 01 RW 02 Desa Sekongkang Atas Kec. Sekongkang, KSB-NTB Nomor Telepon / Phone / Phone : 085253830001 fax 081915888320 Email :
[email protected] Jenis Kelamin / Gender : Laki-Laki/Male Tanggal Kelahiran / Date / Date of Birth : Tangerang, 15 Nop 1978 Status Marital / Marital / Marital Status : Menikah Warga Negara / Nationality : Indonesia Agama / Religion / Religion : Islam Pekerjaan/Job : Advokat/Pengacara (Lawyer) (Syahrul Mustofa, SH.,MH & Associate) Nama Organisasi Advokat : Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Nomor Induk Advokat/NIA : 10.00976 Riwayat Pendidikan dan Pelatihan Educational and Professional Professional Qualification Pendidikan Formal : 1. Pasca Sarjana (S2) Ilmu Hukum-Konsentrasi Hukum Pemerintahan Daerah, Universitas Mataram, Lulus Tahun 2009 2. Sarjana (S1) Ilmu Hukum-Konsentrasi Hukum Tata Negara, Universitas Mataram, Lulus Tahun 2002 3. Sekolah Menengah Atas Negeri 2 (SMAN 2) Tangerang, Lulus Tahun 1996 4. Sekolah Menengah Pertama (SMP), PGRI Batu Ceper, Tangerang Lulus Tahun 1993 5. Madrasah Ibtidaiyah (MI) Darussalam I Batu Sari-Tangerang, Lulus Tahun 1990. Pendidikan Informal : 1. Pelatihan Tehnology Of Parcipatoris, di selenggarakan oleh The Asia Foundation-DFID, Jakarta, 2010 2. Pelatihan Analisis Anggaran dan Advokasi Anggaran Publik, diselenggarakan oleh Seknas Fitra Jakarta dan The Asia Foundation, 2009 174
3. Pendidikan Advokat, diselenggarakan oleh Univ.Mataram kerjasama dengan IPHI-Mataram, tahun 2006 4. Pendidikan Fasilitator Perdamaian, diselenggarakan oleh ITP Jakarta, Univ.Indonesia Univ.Indonesia dan NZAID, 2006 5. Pelatihan Legislative Drafting (Penyusunan Peraturan PerundangUndangan) diselenggarakan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Jakarta, Tahun 2003. 6. Pelatihan Anti Korupsi, diselenggarakan oleh Indonesia Corruption Watch, jakarta Tahun 2003 7. Pelatihan Investigasi Korupsi, diselenggarakan oleh Solidaritas Masyarakat Transparansi Nusa Tenggara Barat (SOMASI NTB, 2003 8. Pelatihan Advokasi diselenggarakan Yayasan Koslata, Tahun 1998 9. Mengiktui berbagai Seminar, Workshop, Lokakarya dan lain-lain. Riwayat Pengalaman Kerja Summary of Working Working Experience Experience 1. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ketua Divisi Hukum Kabupaten Sumbawa Barat, periode 2004-2009. 2. Pendiri dan Wakil Ketua Lembaga Bantuan Hukum-Nusa Tenggara Barat (LBH-NTB), 2007 s.d sekarang 3. Direktur Yayasan Lembaga Penelitian dan Advokasi Masyarakat Desa, LEGITIMID KSB 2006 s.d. 2010 4. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah, sejak 2008 s/d sekarang 5. Peneliti Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)-The Asia Foundation, 2001-2003 6. Ketua Divisi Hukum, SOMASI NTB, 1998-2004 7. Anggota Divisi Pemantauan, Komite Independen Independen Pemantau Pemilu, 19992000. 8. Wartawan TABLOID KILAS, KILAS, tahun 1999 Pengalaman Organisasi : 1. Mantan Koordinator Pergerakan Indonesia (PI) Nusa Tenggara Barat, 2003 2. Mantan Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa-Wahana Mahasiswa Pengabdi Masyarakat (UKM-WMPM) Universitas Mataram, Tahun 1999. 3. Mantan Ketua Divisi Propaganda dan Agitasi, Forum Komunikasi Mahasiswa Mataram (FKMM) 1997-1999. 4. Pengurus HMI Cabang Mataram, 1999-2000 5. Mantan Ketua Buletin Keadilan, Fakultas Hukum Universitas Mataram, Tahun 2000. 6. Anggota Dewan Pengurus Daerah Muhammadiyah KSB & Sekretaris Muhammadiyah Center KSB. 7. Dll. Pengalaman dalam menangani perkara/kasus :
175
1. Kasus Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sumbawa Barat, Tahun 2010 di Mahkamah Konstitusi-Jakarta. 2. Kasus Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lombok Utara, Tahun 2010 di Mahkamah Konstitusi-Jakarta 3. Kasus Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lombok tengah, Tahun 2010 di Mahkamah Konstitusi-Jakarta 4. Kasus Dugaan Ijazah Palsu Bupati Sumbawa Barat di Pengadilan Tata usaha Negara-Mataram 5. Kasus Dugaan Ijazah Palsu Bupati Sumbawa Barat di Pengadilan Tinggi Surabaya 6. Kasus Perdata (Sengketa Tanah), Sekretaris Daerah Kabupaten Sumbawa Barat di Pengadilan Negeri Sumbawa 7. Kasus Perdata (Sengketa Tanah), Asisten I Kabupaten Sumbawa Barat di Pengadilan Negeri Sumbawa 8. Kasus Perdata (Sengketa Tanah), Ibu Emma Kabupaten Sumbawa Barat di Pengadilan Negeri Sumbawa 9. Dll. Buku-Buku yang telah diterbitkan : 1. Panduan Pemberantasan Korupsi (Mencabut Akar Korupsi), diterbitkan SOMASI NTB, Cetakan Pertama Tahun 1999, 1 999, cetakan kedua tahun 2003 2. Sejarah Pilkada KSB (Peta Politik dan Kecendrungannya), diterbitkan oleh Bappeda KSB dan LEGITIMID KSB, tahun 2006 3. Panduan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, diterbitikan oleh KPU KSB, Tahun 2005 4. Inovasi Best Practice Kabupaten Sumbawa Barat, diterbitkan oleh LEGITIMI Press, tahun 2009 5. Korupsi, Konspirasi dan Pengenakkan Hukum, Diterbitkan oleh Lembaga Bantuan Hukum Nusa Tenggara Barat, Tahun 2009 6. Dll. Skill diluar Advokat Keahlian lain selaian sebagai Advokat/Pengacara adalah ; 1. Perancangan Peraturan Perundang-undangan 2. Analisis APBD/Keuangan Daerah 3. Advokasi Litigasi dan Non Non Litigasi 4. Menulis Opini dan Buku 5. Fasilitasi Pendidikan Orang Dewas 6. NGO Demikian Daftar Riwayat hidup dibuat dengan sebenar-benarnya. Sumbawa Barat, Desember 2010
(SYAHRUL MUSTOFA, S.H.,M.H) 176
177