Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt PENGARUH VARIASI PERLAKUAN KONSENTRASI STARTER, JENIS STARTER dan WAKTU FERMENTASI terhadap KARAKTERISTIK YOGHURT Rahmania Intan P.P1, Nurjanatin Aulia2, Lusi Karlina3, Johan Alif I4, Dimitri Prahesti5, Fadilla Ken S.6, Neza Annisa P.7, Nany Masrurotin8, Retno Ayu A.9, Diamanda Almira R.10 Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember Jalan Kalimantan No. 37, Kampus Tegalboto, Sumbersari, Jember, Kabupaten Jember, Jawa Timur 68121 E-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected],
[email protected]. ABSTRAK Yoghurt merupakan susu fermentasi dengan menggunakan BAL yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui karakteristik yoghurt dengan berbagai perlakuan dan perbandingan penggunaan starter buatan sendiri dan komersil. Metode pembuatan yoghurt meliputi isolasi dan inokulasi BAL, identifikasi karakteristik BAL, pembuatan starter dan produksi yoghurt. Produksi yoghurt menggunakan starter sendiri dan komersil dengan jumlah perbandingan 1%, 1,5%, 2% dan 3% dengan waktu inkubasi 4, 5 dan 6. Hasil isolasi dan inokulasi menunjukkan tidak ada BAL yang tumbuh. Hasil identifikasi pewarnaan gram menunjukkan L. bacillus merupakan bakteri gram positif dan uji katalase yang diduga pada isolat yoghurt hasilnya postif. Hasil pengamatan secara keseluruhan menunjukkan bahwa karakteristik yoghurt yang paling baik menggunakan starter sendiri dengan konsentrasi 1,5% dan lama inkubasi 6 jam PENDAHULUAN Fermentasi adalah proses untuk mengubah suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat bagi manusia. Menurut Susilorini dan Sawitri (2007), tujuan utama fermentasi adalah untuk memperpanjang daya simpan susu karena mikroorganisme sulit tumbuh pada suasana asam dan kondisi kental. Salah satu produk susu terfermentasi adalah yoghurt yang pembuatannya dibantu oleh bakteri asam laktat (BAL). Bakteri yang digunakan untuk fermentasi yoghurt adalah biakan campuran L. bulgaricus dan S. thermophilus. Berbagai jenis susu dapat digunakan untuk membuat yoghurt, seperti susu segar sapi atau kambing, susu skim (susu tanpa lemak), susu kedelai, dan kombinasi dari susu tersebut. Menurut Astawan
1
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt (2008) yoghurt mempunyai banyak manfaat bagi tubuh antara lain mengatur saluran pencernaan, antidiare, antikanker, meningkatkan pertumbuhan, membantu penderita lactose intolerance dan mengatur kadar kolesterol dalam darah. Yoghurt mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada susu segar sebagai bahan dasar dalam pembuatan Yoghurt, hal ini karena meningkatnya total padatan sehingga kandungan zat-zat gizi lainnya juga meningkat. Selain itu Yoghurt memiliki kesegaran, aroma dan teksturnya dan rasa khas yaitu asam dan manis. Selama fermentasi akan terbentuk asam-asam organik yang menimbulkan citarasa khas pada Yoghurt (Yusmarini et. al., 2004). Citarasa asam pada yoghurt berasal dari asam hasil pemecahan laktosa. Asam yang dihasilkan bisa menurunkan pH dan menciptakan tekstur yang kental. Yoghurt dapat membantu dalam proses pencernaan, mencegah diare, mencegah peningkatan kadar kolesterol yang terlalu tinggi, bahkan dapat membantu melawan kanker. Yildiz (2010) menyatakan bahwa yoghurt aman untuk dikonsumsi oleh bayi berumur di atas 6 atau 9 bulan. Yoghurt mengandung protein, kalsium dan vitamin yang sangat baik untuk pertumbuhan bayi. Menurut Susilorini dan Sawitri 2007, yoghurt memiliki komposisi yaitu protein 4-6%, lemak 0,1-1%, laktosa 2-3%, asam laktat 0,6-1,3%, pH 3,8-4,6%. Kualitas Yoghurt dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: kualitas susu, lama penyimpanan, suhu inkubasi dan jenis starter yang digunakan. Pada umumnya fermentasi susu menjadi Yoghurt dilakukan dengan bantuan bakteri asam laktat diantaranya Streptococcus salivarius, S. thermophillus, Lactobacillus delbrueckii, L. bulgaricus, L. acidophilus, L. casei dan L. bifidus (Helferich, et. al., 1980). Tujuan praktikum ini diantaranya untuk menentukan konsentrasi starter, jenis starter dan lama penyimpanan terhadap karakteristik yoghurt susu sapi yang baik sehingga dapat direkomendasikan dalam meningkatkan produktivitas pengolahan yoghurt.
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan
2
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt Alat yang digunakan adalah beaker glass 80 ml, beaker glass 250 ml, spatula, bunsen, inkubator, hot plate, jarum ose, pipet, termometer, gelas cup, sendok plastik, gelas ukur, , alumunium foil. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu segar, biakan L. bulgaricus, biakan S. thermophillus dan yoghurt komersil.
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat a. Isolasi Bakteri Asam Laktat Tahap-tahap
perlakuan
isolasi
diantaranya;
yang
pertama
yaitu
mempersiapkan sampel yang akan diisolasi. Setelah itu dilakukan penuangan media pada cawan petri. Lalu dilakukan inkubasi agar dapat melihat pertumbuhan atau perkembangbiakan pada mikroorganisme. Inkubasi ini dilakukan selama 24 jam agar mikroorganisme yang tumbuh dapat terkontrol dengan baik. Setelah dilakukan inkubasi selama 24 jam, lalu dilakukan penggoresan pada media dengan menggunakan teknik kuadran sehingga tumbuh biakan murni. Setelah itu dilakukan pengambilan 1 ose biakan murni dan dilakukan pada saat penggoresan agar miring pada tabung reaksi untuk mendapatkan koloni tunggal. Biakan murni diperlukan dalam
berbagai
metode
mikrobiologis,
antara
lain
digunakan
dalam
mengidentifikasi mikroba. Untuk mengamati ciri-ciri kultural morfologi, fisiologi, dan serologi dibutuhkan mikroba yang berasal dari satu spesies (Dwijoseputro, 2005) b. Identifikasi Kemampuan Isolat terhadap Sifat Katalase Uji katalase digunakan untuk mendeteksi adanya enzim katalase. Enzim ini terdapat pada sel-sel yang mempunyai metabolisme aerobik. Bakteri anaerob tidak mempunyai enzim katalase. Uji katalase dilakukan dengan menambahkan masing-masing satu ose inokulum di atas gelas objek, selanjutnya diteteskan larutan H2O2 pada kedua ujung gelas objek menggunakan pipet tetes. Setelah H2O2 ditambahkan, langsung dilakukan pengamatan, apakah terbentuk gelembung atau tidak. Penguraian hidrogen peroksida dinyatakan positif bila menghasilkan gelembung udara dan dinyatakan negatif apabila tida terbentuk gelembung udara. Gelembung udara tersebut merupakan oksigen yang berasal dari reaksi enzim katalase dengan H 2O2.
3
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt c. Identifikasi Sifat Gram Isolat Pewarnaan gram termasuk salah satu metode identifikasi. Fungsi pewarnaan gram ini untuk mengetahui bakteri termasuk gram positif atau negatif. Prosedurnya berupa penambahan larutan kristal violet lalu larutan mordan setelah itu larutan alkohol 96%, kemudian larutan safranin dan yang terakhir minyak imersi. Setiap penambahan salah satu larutan kemudian didiamkan 1 menit untuk menahan larutan tersebut dan dicuci dengan air mengalir agar menghilangkan sisa larutan yang ditambahkan, setelah itu dikering anginkan. Fungsi penambahan larutan kristal violet yaitu pewarna primer. Fungsi penambahan larutan mordan yaitu fiksan pewarna primer yang diserap mikroorganisme, tujuanya memperkuat pengikatan warna oleh bakteri. Fungsi penambahan larutan alkohol 96% yaitu solven organik untuk membilas atau melunturkan zat warna primer yang diserap oleh bakteri. Fungsi penambahan larutan safranin yaitu sebagai pewarna sekunder untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan pewarna utama. Fungsi penambahan minyak imersi yaitu memperjelas objek saat diamati dibawah mikroskop.
Pembuatan Starter Yoghurt Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan starter yoghurt yaitu mempersiapkan susu segar 10 ml, kemudian dilakukan pemanasan dengan suhu (85-900C selama 15-20 menit. Tujuan dari pemanasan adalah untuk sterilisasi agar susu segar tersebut bebas dari mikroba. Langkah selanjutnya dilakukan pendinginan hingga suhu 450C. Hal ini sangat penting karena jika starter dimasukkan pada saat suhu susu masih tinggi sekita 90oC maka bakteri yang terkandung dalam starter tersebut akan mati sehingga pembuatan yoghurt akan mengalami kegagalan sehingga menggunakan suhu 450C agar biakan mikroba tersebut bisa tumbuh. Selain itu juga asidifikasi, yaitu untuk menjaga kadar asam yang diberikan tidak terlalu tinggi. Selanjutnya penambahan inokulum. Penambahan inokulum ini dilakukan menggunakan 2 inokulum yaitu yoghurt komersil sebanyak 1-2 ml dan 1 ose biakan mikroba asam laktat. Starter komersil didapatkan dari produk yoghurt yang dijual dipasaran kemudian ose biakan menggunakan mikroba L. bulgaricus dan S. thermophilus. Penggunaan dua kultur
4
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt campuran ini dikarenakan penggunaan keduanya dalam kultur starter yoghurt secara bersama sama terbukti telah bersimbiosis dan meningkatkan efisiensi kerja kedua bakteri tersebut. Penambahan inokulum berupa yoghurt komersil 1-2 ml dan 1 ose biakan mikroba asam laktat bertujuan untuk perbandingan produk akhir yoghurt. Pada akhir perlakuan, kedua starter tersebut ditutup dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C karena diharapkan pada suhu ini bakteri hanya mendegradasi gula susu menjadi asam laktat. Fungsi diinkubasi adalah untuk memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi pertumbuhan mikroba, sehingga mikroba dapat tumbuh optimal.
Pembuatan Yoghurt Langkah pertama yang dilakukan yaitu mengukur volume susu segar sebanyak 200 ml kemudian dilakukan pemanasan selama 85-90oC selama 15-20 menit. Tujuan dari pemanasan yaitu untuk sterilisasi susu yang akan digunakan dalam pembuatan yoghurt, kemudian dilakukan pendinginan hingga suhu mencapai 45oC, setelah pendinginan dilakukan 8 perlakuan dengan variasi jenis stareter dan konsentrasi starter yaitu starter sendiri (1%, 1,5%, 2% dan 3%) kemudian starter komersil (1%, 1,5%, 2% dan 3%). Selama proses penambahan starter dan pengemasan kedalam cup, dilakukan metode aseptic untuk menjaga kesterilan susu dan inokulum. Setelah penambahan starter kemudian susu dikemas dalam 3 cuk kecil pada setiap perlakuan. Selanjutnya susu inkubasi suhu 37oC dengan 3 perlakuan lama fermentasi yaitu 4, 5 dan 6 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan yoghurt dalam penelitian ini menggunakan susu sapi dengan variasi konsentrasi starter sendiri dan starter komersil, diantaranya 1% ; 1,5% ; 2% dan 3% serta waktu inkubasi 4 jam, 5 jam, dan 6 jam. Biakan yang digunakan adalah L. bulgaricus dan S. thermophillus. Penggunaan variasi konsentrasi starter dan waktu inkubasi dalam pembuatan yoghurt ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik yoghurt. Karakteristik yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah antara lain pH, warna, rasa, aroma dan kenampakan. Penelitian ini melakukan uji pH dengan menggunakan pH universal, sedangkan warna, rasa, aroma dan kenampakan menggunakan uji sensoris oleh 10 panelis. 5
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Yoghurt dengan Penambahan Starter 1;1,5;2;3 % Bahan waktu Perlakuan Warna Bau Kenampakan Rasa pH Yoghurt 4 jam Komersil 2,86 2,88 3 1,79 5 Dengan Sendiri 3,71 3,09 3,5 1,95 6 penambahan 5 jam komersil 3,07 2,81 2,83 1,98 5 starter 1% Sendiri 2,95 2,71 2,9 1,98 6 6 jam komersil 3,33 2,88 2,95 2 5 Sendiri 3,59 3,19 3,24 2,36 6 Yoghurt 4 jam komersil 2,8 2,525 2,325 1,325 5 Dengan Sendiri 3,25 3,025 3,15 2,1 6 penambahan 5 jam Komersil 2,92 2,6 2,9 1,65 5 starter 1,5% Sendiri 3,77 3,4 3,6 2,4 6 6 jam Komersil 2,6 2,5 2,32 1,42 5 Sendiri 3,925 3,22 3,9 2,45 6 Yoghurt 4 jam Komersil 3,26 3 3 1,88 5 Dengan Sendiri 2,85 2,76 2,88 1,52 6 penambahan 5 jam Komersil 2,83 2,7 2,5 1,54 5 starter 2% Sendiri 3,61 3,11 3,76 2,16 6 6 jam Komersil 2,5 2,47 2,21 1,61 5 Sendiri 3,85 3,47 3,66 2,38 6 Yoghurt 4 jam Komersil 2,7 2,35 2,42 1,3 5 Dengan Sendiri 3,35 2,9 3,2 1,54 6 penambahan 5 jam Komersil 2,7 3,02 2,51 1,46 5 starter 3% Sendiri 3,46 3,41 3,51 1,9 6 6 jam Komersil 2,75 2,875 2,675 1,25 5 Sendiri 3,45 3,375 3,4 1,975 6 Isolasi, Identifikasi Bakteri Asam Laktat, dan Pembuatan Yoghurt Isolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Proses pemisahan atau pemurnian dari mikroorganisme lain perlu dilakukan karena semua pekerjaan mikrobiologis, misalnya telah dan identifikasi mikroorganisme, memerlukan suatu populasi yang hanya terdiri dari satu macam mikroorganisme saja. Prinsip dari isolasi mikroba adalah memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya yang berasal dari campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya dalam media padat sel-sel mikroba akan membentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya (Sutedjo, 1996)
6
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt Pada saat proses isolasi harus dilakukan secara aseptis. Setelah didapatkan satu koloni tunggal, dilakukan lagi pengambilan 1 ml suspensi dan 1 ose biakan murni. 1 ml suspensi dituangkan kedalam cawan petri sebagai wadah pertumbuhan mikroba. Lalu pada cawan petri yang dilakukan penambahan 1 ml suspensi, ditambahkan media MRSA (deMand Robosa Sharpe Agar) kedalam cawan petri sebagai media pertumbuhan mikroba yoghurt dan diberi label sebagai layer 1. Setelah itu dilakukan pendiaman hingga memadat. Pada cawan petri kedua yang ditambahkan 1 ose biakan, dilakukan penambahan media MRSA (deMand Robosa Sharpe Agar) dan diberi label layer 2. Setelah itu dilakukan pendiaman lagi hingga memadat dan dilakukan inkubasi selama 48 jam dengan suhu 37oC agar pertumbuhan dan pembiakkan nya terjadi secara maksimal. Pada saat setelah dilakukan inkubasi selama 48 jam , dilakukan pengamatan pada kedua cawan petri yang diberi perlakuan yang berbeda. Dari data yang didapat dan sudah dilakukan perhitungan bahwa pada kedua cawan petri tersebut tidak ada satu pun mikroorganisme yang tumbuh. Hal tersebut dikarenakan pada saat melakukan penggoresan pada media itu terlalu dekat dengan bunsen, sehingga biakan murni yang diambil itu akan panas dan akhirnya mati. Selain itu pada saat penggoresan pada media tersebut terlalu menekan dan melukai agar, sehingga agar tersebut rusak.
Uji Katalase Uji katalase yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme dalam menghasilkan enzim katalase atau peroksidase yang dapat menguraikan H2O2 menjadi air dan oksigen. Reaksi positif dari uji katalase ini ditandai dengan terbentuknya gelembung-gelembung oksigen di permukaan koloni setelah ditetesi dengan H2O2 3%. Terbentuknya gelembung-gelembung oksigen tersebut mengindikasikan adanya reaksi penguraian hidrogen peroksida oleh enzim katalase yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa bakteri L. bulgaricus hasilnya terjadi penyimpangan, seharusnya negatif namun pada praktikum ini hasilnya positif. Hal ini diduga isolat yang diuji dari starter yoghurt bukan L. Bulgaricus, namun bakteri lain yang ikut tercampur dengan
7
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt bakteri pada yoghurt dan memiliki enzim katalase sehingga saat diuji hasilnya positif.
Gambar 1. Hasil Uji Katalase pada Isolat Yoghurt L. bulgaricus termasuk bakteri asam laktat dari genus Lactobacillus yang merupakan kelompok bakteri yang tidak memiliki enzim katalase, tetapi memiliki enzim peroksidase untuk mengubah H2O2 yang bersifat toksik menjadi H2O. Enzim peroksidase yang dimiliki L. bulgaricus membutuhkan reduktan seperti NADH untuk mengkatalis H2O2 menjadi H2O. Menurut Yousef (2003) bakteri asam laktat memiliki sifat anaerob tetapi mampu mentoleransi adanya oksigen dan memetabolisme karbohidrat melalui jalur fermentasi. L. bulgaricus adalah bakteri yang membantu dalam proses fermentasi yoghurt. Bakteri ini mengubah laktosa menjadi asam laktat sekaligus dapat mengawetkan susu dan mendegradasi laktosa (Rorooh, 2012).
Pewarnaan Gram
Gambar 3. S.thermophillus Pewarnaan gram dilakukan dengan menggunakan mikroba dari hasil isolasi yoghurt, yang mana merupakan mikroba jenis S. thermophillus. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x. Setelah dilakukan
8
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt serangkaian prosedur dari pewarnaan gram, sampel menunjukkan warna ungu. Hasil tersebut menunjukkan S. thermophillus.
yang terdapat pada yoghurt
merupakan jenis bakteri gram positif, yaitu bakteri yang akan menghasilkan warna ungu dalam pewarnaan gram. Hal tersebut terjadi karena setelah pewarnaan dengan pewarna kristal violet, pori-pori dinding sel yang berupa peptidoglikan yang tebal akan menyempit akibat dekolorisasi oleh alkohol sehingga dinding sel akan tetap mempertahankan warna ungu dari pewarna kristal violet (Dwidjoseputro, 2005). Produksi Yoghurt 1. Uji Keasaman (pH) Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan kertas pH, nilai pH yoghurt dengan penambahan starter 1%, 1,5%, 2% dan 3% diperoleh nilai yang sama yaitu 5 untuk starter komersil dan 6 untuk starter kultur mikroba dengan lama penyimpanan 4, 5 dan 6 jam dengan suhu inkubasi 37oC. pH susu sapi segar mendekati pH normal yaitu sekitar 6,6 – 6,8 (Murti, 2010). Proses fermentasi dengan penambahan starter pada susu sapi segar menjadi yoghurt dapat mengakibatkan penurunan nilai pH. Hal ini sesuai dengan pendapat Djaafar dan Rahayu, (2006) menyatakan
bahwa
selama
proses
fermentasi BAL akan
memanfaatkan karbohidrat yang ada hingga terbentuk asam laktat, hingga terjadi penurunan nilai pH. Indratiningsih, et. al., (2004) menambahkan bahwa inokulasi starter dimungkinkan terjadi degradasi laktosa dan produksi asam laktat yang berakibat pada penurunan pH dan terbentuknya gumpalan yoghurt. Menurut Purnomo (2007) kandungan pH dalam yoghurt berkisar antara 3,8 – 4,6, namun pada penelitian yang diperoleh nilai pH 5 untuk starter komersil dan 6 untuk starter kultur mikroba. Penyimpangan pada nilai pH mungkin diakibatkan karena mikroba yang tumbuh hanya S. thermophillus sedangkan L. bulgaricus tidak tumbuh. Kedua mikroba ini bekerja secara sinergis, L. bulgaricus
yang
menurunkan pH menjadi 3,8 - 4,4, melanjutkan efek yang ditimbulkan oleh aktivitas S. thermophillus yang menurunkan pH menjadi 5,0 – 5,5 (Rahman, et. al., 1992). Suhu inkubasi 37oC yang digunakan pada penelitian juga kurang sesuai. Yoghurt dengan kualitas yang baik dihasilkan ketika perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophillus pada produk akhir adalah 1 : 1 (Overby, 1988). Menurut Oberman (1985) jika kedua bakteri asam laktat ini ditumbuhkan pada suhu 42°C, 9
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt pada awal inkubasi S. thermophillus akan tumbuh lebih dulu dan akan memproduksi asam laktat, asam asetat, asetaldehida dan asam format. Adanya asam tersebut mengakibatkan penurunan pH dan merangsang pertumbuhan L. bulgaricus. Sebaliknya L. bulgaricus akan melepaskan asam amino valin, histidin dan glisin yang dibutuhkan oleh S. thermophillus (Helferich dan Westhoff, 1980).
1.
Uji Organoleptik
Rasa Parameter rasa menunjukkan bahwa dari perbandingan antara starter komersil dan starter sendiri, hasilnya lebih unggul pada pembuatan starter sendiri, sedangkan perbandingan waktu panen antara 4 jam, 5 jam, dan 6 jam juga menunjukkan bahwa starter yang dibuat sendiri rasanya lebih baik dari pada dari starter komersil. Jumlah starter yang digunakan juga mempengaruhi rasa yang dihasilkan pada produk yoghurt. Perbandingan hasil dari jumlah starter yang digunakan (1%, 1,5%, 2%, dan 3%) menunjukkan bahwa rasa yang paling baik didapatkan pada pemberian starter 1,5% dari starter sendiri dan waktunya adalah pada 6 jam pengematan. Hal ini disebabkan karena pada starter komersil, bakteri yang didapatkan dari inokulasi produk yoghurt pasar didugatidak lengkap seperti pada bakteri yang dibuat dari starter sendiri. Bakteri L. bulgarius dan S. thermophillus berperan penting dan bersinergi dalam fermentasi susu menjadi yoghurt. Rasa pada yoghurt starter sendiri lebih asam dikarenakan kerja bakteri yang memfermentasi laktosa menjadi asam laktat. Rasa asam berasal dari L. bulgarius dan S. thermophillus sebagai bakteri asam laktat yang mampu mengubah laktosa menjadi asam laktat. Menurut Winarno (1991), rasa asam disebabkan oleh donor proton, intensitas rasa asam tergantung pada ion H+ oleh hidrolisa asam.
Gambar 1. Mutu Sensoris Rasa 10
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt Pada perbandingan waktu pengamatan, semakin lama waktu tingkat rasanya semakin naik. Hal ini disesabkan kerja bakteri yang terus terjadi, sehingga menyebabkan pH terus menurun dan memberikan rasa asam. Rasa asam merupakan produk utama dari yoghurt yang merupakan ciri khas rasa yoghurt . Rasa asam disebabkan karena adanya bakteri yang memfermentasikan laktosa (gula susu) menjadi asam laktat, sehingga dihasilkan flavor yoghurt yang khas, cita rasanya asam dan teksturnya mengental karena koagulasi protein susu oleh asam (Taufik, 2009) Aroma Parameter yang kami gunakan dalam penilaian hasil praktikum yang kami lakukan salah satunya adalah parameter aroma. Aroma merupakan salah satu parameter yang menentukan rasa enak dari suatu makanan. Uji terhadap aroma dalam industry pangan dianggap penting karena dengan cepat dapat memberikan penilaian terhadap hasil produknya, apakah produk tersebut disukai atau tidak disukai oleh konsumen (Soekarto, 1985). Winarno (2008) mengatakan bahwa salah satu factor penting yang menentukan apakah makanan tersebut dapat diterima konsumen atau tidak adalah aroma. Produksi yoghurt ini kami menggunakan konsentrasi starter yang berbeda-beda (1%, 1,5%, 2%, 3%), dengan menggunakan starter sendiri dan starter komersial, hal ini bertujuan agar kami bisa membandingkan produk akhir dari yoghurt dengan menggunakan perlakuan yang berbeda-beda. waktu yang kami gunakan dalam mengamati yoghurt juga berbedabeda dengan tujuan agar kami bisa mengetahui perubahan yang terjadi pada yoguhurt selama jam ke 4, 5 dan 6.
Gambar 2. Mutu Sensoris Aroma Parameter aroma pada grafik menunjukkan aroma paling baik terdapat padaa starter sendiri dengan nilai 3,47. Aroma pada starter sendiri 2% dengan 11
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt perlakuan inkubasi selama 4 jam ini menunjukkan yoghurt dengan aroma susu fermentasi. Yoghurt dengan starter komersil konsentrasi 3% dengan inkubasi selama 4 jam menunjukkan aroma yang tidak sedap atau tidak baik dengan nilai 2,35. Produksi yoghurt memerlukan dua jenis bakteri asam laktat, yaitu L. bulgaricus yang lebih berperan dalam menentukan aroma yoghurt, sedangkan S. thermopillus lebih berperan dalam menentukan cita rasa. Aroma yang spesifik dari yoghurt terdiri dari komponen komponen karbonil dengan diacetil dan acetaldehid yang dominan. Asetaldehida merupakan senyawa volatile yang memberikan aroma spesifik pada susu fermentasi. Diasetil akan berpengaruh terhadap susu yang difermentasi, diasetil tidak akan memberi pengaruh aroma terhadap susu segar tetapi akan lebih memberi pengaruh aroma pada susu yang telah difermentasi (Manjunanth, et. al 1983).
Warna
Gambar 3. Mutu Sensoris Warna Pengujian sensoris warna dilakukan oleh 10 panelis. Skala yang digunakan 1 = sangat kurang ; 2 = kurang ; 3 = biasa ; 4 = baik ; 5 = sangat baik. Warna suatu bahan pangan dapat memberikan penentuan tentang mutu suatu bahan pangan serta tingkat kesegaran bahan pangan (Winarno,1992). Warna pada yogurt dalam penelitian ini adalah putih susu, dan hasil pengujian sensoris warna dapat dilihat pada gambar 3. Gambar diatas menunjukkan bahwa yogurt dengan perlakuan penambahan starter sendiri 1,5% dengan lama fermentasi selama 6 jam menghasilkan warna yogurt yang paling baik dengan nilai rata-rata 3,925. Sedangkan penilaian terendah diperoleh dari perlakuan penambahan starter komersil 2% dengan lama fermentasi selama 6 jam dengan nilai rata-rata 2,5. Hal ini dikarenakan perbedaan yang terjadi antara jumlah konsentrasi starter terhadap 12
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt lama fermentasi dapat mempengaruhi warna yang dihasilkan oleh yoghurt pada saat inkubasi. Semakin banyak starter yoghurt yang diberikan dan lama fermentasi maka kualitas warna yoghurt akan semakin baik (Zainuddin,2014). Uji warna ini sangatlah subyektif tergantung dari kemampuan praktikan dalam mendiskripsikan warna yang dipantulkan dari yogurt Untuk itu saat uji warna pencahayaan harus seragam agar cahaya yang dipantulkan ke yogurt dapat seragam pula sehingga yogurt dapat memantulkannya kemata. Setelah itu akan diproses oleh otak dan diimplementasikan dalam indikator warna yang berbeda dan dapat diketahui dengan pasti perbedaan warna pada yogurt. Kenampakan Berdasarkan data pengamatan uji organoleptik dengan dua jenis staterter yaitu starter sendiri dan komersil (konsentrasi 1%, 1,5%, 2% dan 3%) serta lama fermentasi (4,5 dan 6 jam) diketahui bahwa secara keseluruhan kenampakan yoghurt dengan menggunakan starter sendiri jauh lebih baik dibandingkan dengan starter komersil. Yoghurt yang dihasilkan berbentuk semi solid, berwarna putih tulang dan yoghurt tampak terfermentasi secara merata. Yoghurt yang dihasilkan telah sesuai dengan yoghurt yang ada dipasaran. Berdasarkan SNI 2981:2009 disebutkan bahwa syarat mutu yoghurt yang baik yaitu memiliki kenampakan normal khas yoghurt. Yoghurt yang baik tampak memiliki tekstur yang lembut seperti bubur, tidak terlalu encer dan tidak pula terlalu padat (Legowo, 2002). Yoghurt berbentuk semi solid karena bakteri L. bulgaricus dan S. thermophillus mengubah laktosa menjadi asam laktat sehingga PH yoghurt turun. Kondisi asam dapat menyebkan koagulasi lisin. Lisin merupakan protein yang paling banyak terdapat pada susu sapi, namun tidak hanya lisin tetapi protein lainnya juga terkoagulasi.
13
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt Gambar 4. Mutu Sensoris Kenampakan Pengamatan jam ke-4, yoghurt dengan starter sendiri telah terbentuk kenampakan yang normal. Sehingga dapat diketahui bahwa bakteri yang bekerja dalam proses fermentasi talah optimal dan kultur yang digunakan telah terdapat dua bakteri yang berperan dalam pembuatan yoghurt. Pembuatan yoghurt, bakteri L. bulgaricus bersimbiosis mutualisme dengan S. thermophillus. Pertumbuhan S. thermophillus meningkat karena adanya asam amino dan peptida sederhana, terutama valin, lisin dan histidin (Widodo, 2003). Hasil degradasi protein oleh L. bulgaricus, Sedangkan L. bulgaricus tumbuh dengan cepat karena adanya asam format dan CO2 Yang dihasilkan oleh S. thermophillus. Kombinasi bakteri yoghurt akan menghasilkan asam laktat lebih cepat dibandingkan kultur tunggal (Walstra et al., 1999). Yoghurt yang menggunakan starter komersil kenampakannya tidak normal karena terlihat hanya sebagian yang membentuk semi solid dan sebagian lagi berupa cairan bening yang berwarna kuning, carian berwarna kuning berada di bawah dan gumpalan semi solid (yoghurt) berada diatas cairan tersebut. Adanya cairan tersebut menyebabkan yoghurt berwarna sedikit kekuningan dan tampak seperti fermentasi tidak berlangsung dengan baik. Hal tersebut dimungkinkan karena bakteri L. bulgaricus dan S. thermophillus tidak dapat tumbuh dengan baik atau starter komersil yang digunakan terkontamisi dengan bakteri asam laktat lainnya. Secara keseluruhan kenampakan yoghurt paling baik yaitu menggunakan starter sendiri dengan konsentrasi 1,5% dan waktu fermentasi selama 6 jam. Yoghurt tampak seperti bubur. Faktor yang mempengaruhi yoghurt yaitu konsentrasi, semakin tinggi konsentrasi maka semkin banyak bakteri yang yang ada dalam susu sehingga asam laktat yang dihasilkan semakin banyak dan membentuk tekstur yang kompak atau lebih padat sehingga panelis beranggapan bahwa yoghurt yang paling baik pada konsentrasi tersebut. Tinggi rendahnya kadar asam laktat dalam produk susu fermentasi dipengaruhi oleh kemampuan starter dalam membentuk asam laktat yang digunakan atau ditentukan oleh jumlah dan jenis starter yang digunakan. Menurut Widodo (2003), zat padat yang ada dalam susu
14
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt juga menentukan tekstur susu, semakin tinggi zat padat pada susu maka kondisi yoghurt akan semakin padat. Faktor lain yang mempengaruhi yoghurt selain konsentrasi dan jenis starter yaitu lama fermentasi dan suhu inkubasi. Menurut Belizt and Grosch (1999) semakin lama fermentasi dilakukan maka semakin optimal jumlah asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri. Yoghurt dapat dibuat dengan penambahan 1,5 – 3 % kultur bakteri dengan inkubasi pada suhu 42-45oC selama 3 jam akan menghasilkan PH 4–4,2. Berdasarkan literature tersebut suhu inkubasi juga berpengaruh terhadapat aktifitas bakteri. Pengamatan yang dilakukan kali ini menggunakan suhu 37oC dan membutuhkan waktu 6 jam sehingga didapatkan kenampakan yoghurt yang baik namun jika dikaitkan dengan nilai pH maka yoghurt dengan fermentasi tersebut masih memiliki pH yang tinggi.
KESIMPULAN Kesimpulan
dalam
praktikum
dari
metode
identifikasi
mikroba
menghasilkan bahwa L. bulgaricus termasuk pada bakteri gram positif, dan uji katalase menunjukkan penyimpangan karena hasil positif, seharusnya bakteri tersebut menunjukan hasil yang negativ. Pada pengamatan rasa, kenampakan, dan warna yoghurt yang paling di sukai oleh panelis yaitu dengan menggunakan starter sendiri. Penggunaan starter sendiri menghasilkan yoghurt dengan kualitas yang lebih baik daripada starter komersil. Pada starter komersil bakteri yang dijadikan starter tidak lengkap seperti pada starter sendiri.
DAFTAR PUSTAKA Badan Standar Nasional Indonesia. 2009. Syarat Mutu Yoghurt SNI 2981:2009. Jakarta :BSNI Belizt, H.D. and Grosch W. 1999, Food Chemistry second edition . Berlin : Dpringer- Verlag 493. Djaafar, T. F dan E. S. Rahayu. 2006. Karakteristik Yoghurt dengan Inokulum Lactobacillus yang Diisolasi dari Makanan Fermentasi Tradisional. Agros. 8 (1): 73-80. Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: PT Gramedia
15
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt Helferich, W. and D. C. Westhoff. 1980. All About Yoghurt. New York: PrenticeHall Inc. Indratiningsih, Widodo, S. I. O. Salasia, dan E. Wahyuni. 2004. Produksi Yoghurt Shiitake (Yoshitake) Sebagai Pangan Kesehatan Berbasis Susu. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 15 (1): 54-60. Kusmajadi, Suradi, Dedeh, D., Udju. D., Rusdi, dan N. Djuarnani. 1988.Pengaruh Tinggkat dan Jenis Penambahan Starter Pada Pembuatan Yoghurt. hal 191199. dalam Prosiding Bioproses Industri Pangan. Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Legowo AM. 2002. Sifat Kimiawi, Fisik, dan Mikrobiologi Susu. Semarang: Fakultas Peternakan Universitas Diponogoro. Manjunanth, N., Joseph A.M., Srinivasan, R.A.,1983, Comparative Biochemistry Performance of Yoghurt, Jurnal Egyptian Journal of Dairy Science, Vol.11 page 111-119. Murti, T. W. 2010. Pasca Panen dan Industri Susu. Yogyakarta: Fakultas PeternakanUniversitas Gadjah Mada. Oberman, H. 1985. Fermented Milks. In: Microbioloy of Fermented Foods Vol 2. England: Elsiever Applied Science Publishers. Overby, A. J. 1988. Microbial Cultures for Milk Processing. In: Meat Science, Milk Science and Technology. New York: Elsiever Science Publishers B .V. Purnomo. 2007. Ilmu pangan. Jakarta: UI Press. Rahayu, K. 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Rahman, A., S. Fardiaz, Winiarti P. R., Suliantari, dan C. C. Nurwitri. 1992. BahanPengajaran Teknologi Hasil Fermentasi Susu. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Suriawiria. 2005. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: PT Gramedia Sutedjo, M. 1996. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta, Jakarta Soekarto, 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bogor : Pusat Pengembangan Teknologi Pangan, IPB, Bogor. Pieter W., Jan T. M., Wouters dan Tom J. Geurts. 1999. Dairy Technology: Principles of Milk Properties and Processes. New York: CRC Taylor and Francis.
16
Pengaruh Variasi perlakuan Terhadak Karakteristik Yoghurt Widodo. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Yogyakarta : Lacticia Press Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia. Zainuddin. 2014. Pengaruh Konsentrasi Starter Dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Yoghurt Sari Kedelai. Jurnal Agrina. Mojokerto: FTP Universitas Islam Majapahit
17