VULKANOSTRATIGRAFI DAERAH BANDAR DAWUNG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN TAWANGMANGU, KABUPATEN KARANGANYAR, PROVINSI JAWA TENGAH
Muhammad Ary Ismoeharto1, Conradus Danisworo 2 dan Mahap Maha 2 1
Mahasiswa Teknik Geologi, UPN “Veteran” Yogyakarta Staff Pengajar Teknik Geologi, UPN “Veteran” Yogyakarta
2
Alamat : Dusun Jodag RW 011 RT 004 Kelurahan Sumberadi Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta E-mail:
[email protected] ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Bandar Dawung dan sekitarnya, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis t erletak pada koordinat 509000 mE – mE – 514000 514000 mE dan 9151500 mN – 9156500 9156500 mN (dalam koordinat UTM, Zona 49 S). Daerah penelitian memiliki luas 5 x 5 km dengan skala peta 1 : 20.000. Secara Gemorfologi daerah penelitian dibagi atas satu bentuk asal yaitu bentuk asal vulkanik, kemudian dibagi menjadi bentuk lahan berupa lereng vulkanik tengah (V4), lereng vulkanik bawah (V5), kaki vulkanik (V6), lembah vulkanik (V24) dan bukit intrusi (V25). Pola pengaliran yang berkembang pada daerah telitian yaitu sub parallel , merupakan pola aliran dasar yang dibentuk oleh kelerengan yang seragam serta mengalir melalui bedrock str eam. Stratigrafi daerah pelitian dibagi menjadi tujuh Satuan, urutan Satuan dari yang paling tua ke muda adalah Satuan batugamping – terumbu terumbu Sampung (Miosen Awal), Intrusi andesit (Miosen Tengah), Satuan lava – andesit andesit Sidoramping (Plistosen), Satuan breksi – breksi – piroklastik piroklastik Lawu (Holosen), Satuan lava – lava – andesit andesit Lawu (Holosen), Satuan tuf Lawu (Holosen) dan Satuan endapan – endapan – lahar lahar Lawu (Holosen). Struktur geologi yang berkembang adalah kekar dengan arah umum berarah barat laut – laut – tenggara dan sesar – sesar – sesar sesar naik maupun sesar mendatar dengan arah gaya utama berarah barat timur dan utara - selatan. Daerah penelitian dibedakan menjadi 2 jenis fasies gunungapi yaitu fasies proksimal secara morfologi berkembang pada daerah lereng tengah – tengah – lereng lereng bawah disusun oleh intrusi andesit, breksi piroklastik dan lava serta fasies media l yang secara morfologi berkembang pada daerah kaki gunungapi gunungapi – – lembah lembah disusun oleh endapan lahar, sedangkan tatanan stratigrafi pada daerah penelitian dikelompokkan menjadi 2 Satuan vulkanostratigrafi, urutan dari tua ke muda yaitu Khuluk Sidoramping kemudian Khuluk Lawu.
Kata kunci : vulkanostratigrafi, fasies gunungapi, Khuluk Sidoramping, Khuluk Lawu, endapan lahar, fasies proksimal, fasies medial
1. PENDAHULUAN Indonesia tidak hanya menyimpan sumberdaya alam seperti batubara, minyak ataupun endapan bijih lainnya, tetapi juga indonesia memliki sumberdaya gunungapi yang sangat bisa memberikan profit untuk masyarakat yang ada sekitarnya. Tetapi penelitian tentang gunungapi pada saat ini masih sangat terbatas. Penelitian gunungapi yang sudah menjadi fosil atau gunungapi purba masih sangat kurang padahal dahulunya pada daerah-daerah yang merupakan bagian dari Ring Of Fire ini terjadi aktifitas vulkanisme seperti pada saat ini. Daerah telitian yang terletak di Daerah Bandar Dawung dan Sekitarnya, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah, merupakan daerah dengan kondisi geologi yang kompleks, yang dahulunya merupakan kompleks gunungapi, dan kenampakan sekarang ini menyerupai lereng-lereng hasil erupsi yang memanjang yang dipengaruhi sesar geser maupun sesar turun sehingga sangat ideal untuk dijadikan sebagai tempat latihan pemetaan geologi. Selain keadaan struktur geologi yang kompleks, daerah pelitian merupakan daerah lereng G. Lawu Lawu yang selalu menarik dipelajari untuk mengetahui kegiatan vulkanisme masa lampau dan fasies vulkaniknya. 2. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 2.1. Geomorfologi Berdasarkan klasifikasi bentang alam menurut van Zuidam (1983), daerah penelitian terdiri Bentukan Asal Vulkanik. Bentukan Asal Vulkanik ini terdiri dari Bentuklahan Lereng Vulkanik Tengah (V4), Bentuklahan Lereng Vulkanik Bawah (V5), Kaki Vulkanik (V6), Lembah Vulkanik (V24), dan Bukit Intrusi (V25). 1. Satuan Geomorfik Lereng Vulkanik Tengah (V4) Satuan bentuk lahan ini terdapat pada bagian timur daerah penelitian dan menempati luasan 35% dari seluruh daerah penelitian. Satuan ini dicirikan
dengan morfologi berupa lereng dengan kemiringan lereng agak curam – curam curam (15 - 70%) berdasarkan klasifikasi van Zuidam, (1983) dan memiliki relief antara 850 – 1100 1100 mdpl dengan bentuk lembah “V” serta tingkat pelapukan dan pengerosian sedang. Pola pengaliran yang berkembang adalah sub parallel. Morfostruktur pasif berupa resistensi batuan yang kuat dan kelerengan serta litologi berupa lava andesit Lawu, lava andesit Sidoramping, breksi laharik Lawu dan tuf Lawu. Morfostruktur aktif atau aspek yang berhubungan dengan struktur geologi pada satuan bentuk lahan ini berupa proses vulkanisme, gaya endogen dan sesar. 2. Satuan Geomorfik Lereng Vulkanik Bawah (V5) Satuan bentuk lahan ini terdapat pada bagian tengah daerah penelitian dan menempati luasan 25% dari seluruh daerah penelitian. Satuan ini dicirikan dengan morfologi berupa lereng dengan kemiringan lereng miring – miring – agak agak curam (7 - 30%) berdasarkan klasifikasi van Zuidam, (1983) dan memiliki relief antara 750 – 850 mdpl dengan bentuk lembah “V” serta tingkat pelapukan dan pengerosian sedang. Pola pengaliran yang berkembang adalah sub parallel. Morfostruktur pasif berupa resistensi batuan yang yang sedang sedang dan kelerengan serta litologi berupa breksi laharik Lawu, tuf Lawu, lava andesit Sidoramping dan endapan lahar Lawu. Morfostruktur aktif atau aspek yang berhubungan dengan struktur geologi pada satuan bentuk lahan ini berupa proses vulkanisme, struktur dan gaya endogen. 3. Satuan Geomorfik Kaki Vulkanik (V6) Satuan bentuk lahan ini terdapat pada bagian tengah daerah penelitian dan menempati luasan 25% dari seluruh daerah penelitian. Satuan ini dicirikan dengan morfologi berupa kaki gunungapi dengan kemiringan lereng hampir datar – miring (0 - 15%) berdasarkan klasifikasi van Zuidam,
(1983) dan memiliki relief antara 650 – 750 mdpl dengan bentuk lembah “V” serta tingkat pelapukan dan pengerosian sedang. Pola pengaliran yang berkembang adalah sub parallel. Morfostruktur pasif berupa resistensi batuan yang yang sedang dan kelerengan serta litologi berupa breksi laharik Lawu, tuf Lawu, endapan lahar Lawu. Morfostruktur aktif atau aspek yang berhubungan dengan struktur geologi pada satuan bentuk lahan ini berupa proses vulkanisme dan struktur. 4. Satuan Geomorfik Lembah Vulkanik (V24) Satuan bentuk lahan ini terdapat pada bagian barat daerah daer ah penelitian dan menempati luasan 7% dari seluruh daerah penelitian. Satuan ini dicirikan dengan morfologi berupa lembah dengan kemiringan hampir datar - landai (0 - 7%) berdasarkan klasifikasi van Zuidam, (1983) dan memiliki relief antara 650 – 700 mdpl dengan bentuk lembah “V” serta tingkat pelapukan dan d an pengerosian kuat. Pola pengaliran yang berkembang adalah sub parallel. Morfostruktur pasif berupa resistensi batuan yang yang sedang dan kelerengan serta litologi berupa breksi laharik Lawu dan endapan lahar Lawu. Morfostruktur aktif atau aspek yang berhubungan dengan struktur geologi pada satuan bentuk lahan ini berupa proses vulkanisme dan struktur. 5. Satuan Geomorfik Bukit Intrusi (V25) Satuan bentuk lahan ini terdapat pada bagian tengah daerah penelitian dan menempati luasan 8% dari seluruh daerah penelitian. Satuan ini dicirikan dengan morfologi berupa lereng dengan kemiringan lereng agak curam – curam curam (15 - 70%) berdasarkan klasifikasi van Zuidam, (1983) dan memiliki relief antara 1000 – >1250 mdpl dengan bentuk lembah “V” serta tingkat pelapukan dan pengerosian sedang. Pola Pola pengaliran yang berkembang adalah sub parallel. Morfostruktur pasif berupa resistensi batuan yang kuat dan
kelerengan serta litologi berupa intrusi andesit dan batugamping terumbu Sampung. Morfostruktur aktif atau aspek yang berhubungan dengan struktur geologi pada satuan bentuk lahan ini berupa proses vulkanisme dan gaya endogen. 2.2. Stratigrafi Penulis menggunakan penamaan satuan stratigrafi dengan sistem penamaan litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan berdasarkan ciri – – ciri ciri fisik litologi yang dapat diamati di lapangan dengan melihat jenis litologi dan keseragaman, dan posisi stratigrafi terhadap satuan – satuan satuan yang ada di bawah maupun di atasnya. Satuan batuan dibagi berdasarkan dari karakteristik litologi, termasuk tekstur batuan, struktur batuan dan komposisi mineral serta dominasi penyebaran suatu litologi. Hubungan stratigrafi antara satuan batuan yang satu dengan yang lain berdasarkan pada posisi stratigrafi. Kesebandingan dalam pembagian satuan batuan tersebut telah peneliti sebandingkan dengan stratigrafi daerah Tawangmangu, Karanganyar pada peta geologi lembar Ponorogo, Jawa Timur (Sampurno dan Samodra, 1997) serta merujuk pada penamaan Satuan pada peta geologi Gunungapi Lawu, Jawa Tengah – Jawa Timur (Abdurachman, Suganda, Hendrasto dan Irianto, 2006). Maka penulis membagi stratigrafi daerah penelitian menjadi 7 Satuan batuan. Urutan stratigrafi daerah penelitian dari tua sampai muda, sebagai berikut : 1. Satuan batugamping terumbu Sampung Satuan batugamping-terumbu Sampung disusun oleh batuan sedimen karbonat non klastik yakni batugamping terumbu dengan sisipan batuan karbonat klastik yaitu kalkarenit setebal 30 cm, pemerian batugamping terumbu sebagai berikut warna Segar abu-abu, warna lapuk coklat, struktur masif, tekstur amorf, dengan komposisi monomineralik karbonat sedangkan
pemerian sisipan sebagai berikut warna Segar abu-abu, struktur masif, ukuran butir arenit (0,062 – (0,062 – 2 2 mm), pemilahan baik, bentuk butir membundar, kemas tertutup, komposisi mineral disusun oleh alokem berupa interklas, mikrit berupa kalsit dan sparit berupa karbonat, nama batuan adalah kalkarenit. Berdasarkan hasil analisa fosil pada LP 166 yang diambil melalui sampel di permukaan didapatkan umur relatif menurut Blow (1969), yaitu N5 N6 (Miosen Awal). Fosil Foram Plankton yang di dapatkan antara lain adalah Globigerina foliata, Globoquadrina globularis, Orbulina universa, Globigerina praebulloides, Globigerina leroy, Globigerina venezuelana, Globorotalia siakensis. siakensis . Dari data-data yang didapatkan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa umur relatif Satuan batugamping-terumbu Sampung adalah N5 - N6 (Miosen Awal) berdasarkan kemunculan awal dari fosil Globigerina foliata dan kemunculan akhir dari fosil Globoquadrina globularis. globularis . Sedangkan hasil dari analisa foram bentos kecil pada LP 166 yang dilakukan penulis menunjukkan lingkungan batimetri daerah pelitian berada di Neritik Neritik Tengah Tengah (Barker, (Barker, 1960). 1960). Dengan hadirnya fosil Textularia pseudogramen, Loxostomum limbatum, Cassidulinoides parkerianus, Discorbis sp., sp., Cibicides subhaidingerii, Pseudopolymorphina ligua, Nodosaria vertebralis. Satuan batugamping terumbu Sampung memiliki hubungan tidak selaras dengan intrusi andesit. Dikarenakan intrusi tersebut memotong bidang perlapisan Satuan batugampingterumbu Sampung dengan dijumpai adanya matamorfisme kontak pada lapisan batulempung karbonatan dan batugamping terumbu berupa hornfels dan marmer. 2. Intrusi andesit Pada daerah penelitian terdapat 2 intrusi yaitu intrusi yang menerobos
Satuan batugamping terumbu Sampung dengan jenis batuannya intermediet andesit dan intrusi yang menerobos Satuan breksi - piroklastik Lawu dengan jenis batuannya intermediet andesit. Intrusi pertama dideskripsikan sebagai berikut, batuan beku intermediet andesit, warna Segar abu-abu, warna lapuk coklat kehitaman, struktur masif, tekstur kristalinitas hipokristalin, granularitas fanerik halus – kasar (<1 – 30 mm), bentuk kristal subhedral, relasi inequigranular porfiritik, komposisi mineral secara megaskopis berupa plagioklas, piroksen, hornblende, kuarsa dan massa dasar gelas. Sedangkan intrusi yang kedua dideskripsikan sebagai berikut, batuan beku intermediet andesit, warna Segar abu-abu, warna lapuk abu-abu kecoklatan, struktur masif, tekstur kristalinitas hipokristalin, granularitas afanitik – afanitik – fanerik fanerik sedang, bentuk kristal subhedral, relasi inequigranular vitroverik, dengan komposisi mineral plagioklas, hornblende, kuarsa, piroksen dan massa dasar gelas. Penentuan umur dari intrusi ini mengacu pada peneliti terdahulu dan didapatkan umur Miosen Awal - Miosen Tengah (Sampurno dan Samudro, 1997). Penentuan tersebut didasarkan peneliti terdahulu karena peneliti tidak melakukan dating pada batuan intrusi tersebut. Lingkungan pengendapan dari intrusi andesit ini adalah Darat. Hal tersebut didasarkan oleh struktur dari singkapan yang ditemui di daerah penelitian relatif masif. Intrusi andesit menerobos bidang perlapisan Satuan batugamping-terumbu Sampung yaitu batulempung karbonatan. Hal tersebut ditandai dengan adanya efek bakar yang mengenai lapisan batulempung karbonatan, sehingga hubungan intrusi andesit dengan Satuan lain adalah tidak selaras. 3. Satuan lava – lava – andesit andesit Sidoramping
Satuan lava-andesit Sidoramping disusun oleh batuan beku intermediet vulkanik yakni batuan beku andesit, warna Segar abu-abu, warna lapuk coklat, struktur berupa aliran, lubang – lubang gas (scoria) dan masif, relasi inequigranular vitroverik, kristalinitas hipokristalin, granularitas afanitik – fanerik sedang (<1 – 5 mm), bentuk kristal subhedral, komposisi mineral secara megaskopis berupa plagioklas, piroksen, hornblende, kuarsa dan massa dasar gelas. Penentuan umur dari Satuan lavaandesit Sidoramping ini mengacu pada peneliti terdahulu dan didapatkan umur Plistosen Tengah (Sampurno dan Samudro, 1997). Penentuan tersebut didasarkan peneliti terdahulu karena peneliti tidak melakukan dating pada sampel Satuan tersebut. Satuan lava-andesit Sidoramping diendapkan di lingkungan darat gunungapi dengan fasies proximal (Bogie & Mackenzie, 1998). Fasies ini dicirikan dengan lokasi yang berada dekat dengan sumber atau fasies pusat. Asosiasi batuan pada fasies ini didominasi oleh lava andesit. Hubungan Satuan lava-andesit Sidoramping dengan satuan di atasnya yaitu Satuan breksi-piroklastik Lawu yang merupakan produk primer dari hasil erupsi Gunung Lawu adalah selaras. Hubungan Satuan lava-andesit Sidoramping dengan satuan di atasnya yaitu Satuan breksi-piroklastik Lawu yang merupakan produk primer dari hasil erupsi Gunung Lawu adalah selaras. 4. Satuan breksi – breksi – piroklastik piroklastik Lawu Satuan ini tersusun oleh litologi berupa breksi piroklastik dengan sisipan lava andesit yang bergradasi dengan pemerian sebagai berikut, breksi piroklastik, warna abu- abu, terpilah buruk, kemas terbuka, bentuk butir agak menyudut, ukuran butir kerikil bongkah (2 - >256 mm) dengan struktur masif dan aliran, fragmen andesit,
memiliki komposisi mineral plagioklas, hornblende, kuarsa, matrik berupa batupasir tufan dan semen berupa silika. Penentuan umur dari Satuan breksi-piroklastik Lawu ini mengacu pada peneliti terdahulu dan didapatkan umur Holosen (Sampurno dan Samudro, 1997). Penentuan tersebut didasarkan peneliti terdahulu karena peneliti tidak melakukan dating pada sampel Satuan tersebut. Satuan breksi-piroklastik Lawu diendapkan di lingkungan darat gunungapi dengan fasies proximal (Bogie & Mackenzie, 1998). Fasies ini dicirikan dengan lokasi yang berada dekat dengan sumber atau fasies pusat. Asosiasi batuan pada fasies ini didominasi oleh breksi piroklastik dengan sisipan lava andesit serta perulangan antara breksi piroklastik dengan lava andesit. Hubungan Satuan breksi-piroklastik Lawu dengan satuan di atasnya yaitu Satuan lava-andesit Lawu yang merupakan produk primer dari hasil erupsi Gunung Lawu adalah selaras. 5. Satuan lava – lava – andesit andesit Lawu Satuan lava-andesit Lawu disusun oleh batuan beku intermediet vulkanik yakni batuan beku andesit, warna Segar abu-abu, warna lapuk coklat, struktur berupa lubang – lubang gas (scoria), aliran dan masif, relasi inequigranular vitroverik, kristalinitas hipokristalin, granularitas fanerik halus – fanerik sedang (<1 – 5 mm), bentuk kristal subhedral, komposisi mineral secara megaskopis berupa plagioklas, hornblende, kuarsa dan massa dasar gelas. Pada Satuan ini setempat terdapat sisipan berupa breksi piroklastik yang telah lapuk. Pemerian sisipan sebagai berikut, breksi piroklastik, warna coklat kehitaman, terpilah buruk, memiliki kemas tertutup dengan bentuk butir agak menyudut, memiliki ukuran butir mulai dari kerikil – berangkal (2 – 256 mm), fragmen berupa andesit dan matrik berupa pasir tufan.
Penentuan umur dari Satuan lavaandesit Lawu ini mengacu pada peneliti terdahulu dan didapatkan umur Holosen (Sampurno dan Samudro, 1997). Penentuan tersebut didasarkan peneliti terdahulu karena peneliti tidak melakukan dating pada sampel Satuan tersebut. Satuan lava-andesit Lawu diendapkan di lingkungan darat gunungapi dengan fasies proximal (Bogie & Mackenzie, 1998). Fasies ini dicirikan dengan lokasi yang berada dekat dengan sumber atau fasies pusat. Asosiasi batuan pada fasies ini didominasi oleh lava andesit bersisipan dengan breksi piroklastik. Hubungan Satuan lava-andesit Lawu dengan satuan di atasnya yaitu Satuan tuf Lawu yang merupakan produk primer dari hasil erupsi Gunung Lawu adalah selaras. 6. Satuan tuf Lawu Satuan tuf Lawu disusun oleh batuan piroklastik yakni tuf, warna Segar abu-abu, warna lapuk coklat, struktur masif, ukuran butir debu halus (<0,04 mm), pemilahan baik, bentuk butir membundar, kemas tertutup dengan komposisi mineral yaitu mineral sialis berupa kuarsa, mineral ferromagnesian berupa hornblende dan mineral tambahan berupa debu halus. Pada satuan ini terdapat sisipan batuan piroklastik lainnya berupa batulapili, warna Segar abu-abu, warna lapuk coklat, struktur masif, ukuran butir lapilus (2 - 64 mm), pemilahan buruk, bentuk butir agak menyudut, kemas terbuka dengan komposisi mineral yaitu mineral sialis berupa kuarsa, mineral ferromagnesian berupa hornblende dan mineral tambahan berupa debu halus. Penentuan umur dari Satuan tuf Lawu Lawu ini mengacu pada peneliti terdahulu dan didapatkan umur Holosen (Sampurno dan Samudro, 1997). Penentuan tersebut didasarkan peneliti terdahulu karena peneliti tidak melakukan dating pada sampel Satuan tersebut.
Satuan tuf Lawu diendapkan di lingkungan darat - gunungapi dengan fasies proximal (Bogie & Mackenzie, 1998). Fasies ini dicirikan dengan lokasi yang berada agak jauh dari sumber dan mendekati akhir dari fasies proksimal. Asosiasi batuan pada fasies ini didominasi oleh tuf bersisipan dengan batulapili. Hubungan Satuan tuf Lawu dengan Satuan di atasnya yaitu Endapan lahar lawu yang merupakan produk primer dari hasil erupsi Gunung Lawu adalah selaras. 7. Satuan endapan – endapan – lahar lahar Lawu Endapan lahar pada daerah penelitian sangat beraneka ragam komposisinya meliputi andesit, basal, tuf, breksi piroklastik, material berupa pasir dengan ukuran yang sangat bervariasi mulai dari ukuran pasir hingga bongkah. Penentuan umur dari Endapan lahar Lawu ini mengacu pada peneliti terdahulu dan didapatkan umur Holosen (Sampurno dan Samudro, 1997). Penentuan tersebut didasarkan peneliti terdahulu karena peneliti tidak melakukan dating pada sampel Satuan tersebut. Endapan lahar Lawu diendapkan di lingkungan darat - gunungapi dengan fasies medial (Bogie & Mackenzie, 1998). Fasies ini dicirikan dengan lokasi yang berada jauh dari sumber dan menjadi awal mulainya perubahan litologi dari breksi piroklastik menuju ke endapan lahar. Semakin ke arah barat dan barat daya endapan lahar ini semakin dominan keberadaannya. Hubungan Satuan endapan-lahar Lawu dengan Satuan batugamping-terumbu Sampung adalah tidak selaras, kemudian hubungan Satuan endapan-lahar Lawu dengan Satuan lava-andesit Sidoramping adalah tidak selaras sedangkan hubungan Satuan endapanlahar Lawu dengan Satuan yang lainnya adalah selaras. 2.3. Struktur Geologi 1. Pola Kelurusan
Pola kelurusan daerah penelitian diperoleh dari hasil penarikan kelurusan sungai, bukit dan punggungan berdasarkan citra SRTM dapat dibagi menjadi 1 pola arah dengan interpretasi yaitu baratlaut-tenggara. 2. Kekar Struktur kekar di daerah penelitian berkembang secara sistematis dengan jenis kekar gerus dan tarik. Penentuan tegasan purba dianalisis berdasarkan kekar gerus yang jauh dari zona rekahan dan sesar yang kemungkinan terbentuk tidak dipengaruhi oleh proses pensesaran. Hasil Hasil analisis tegasan purba daerah penelitian berarah tenggara selatan- baratlaut baratlaut utara (ρ1 : 70°, 70°, N 155° E). 3. Sesar Struktur sesar di daerah penelitian berkembang secara sistematis dan memiliki pola yang tertentu. Berdasarkan pola kelurusan lembah dan struktur sesar berdasarkan interpretasi citra SRTM memperlihatkan arah-arah umum tertentu. Berdasarkan arah umum tersebut, struktur sesar di daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi 2 arah yaitu utara – utara – selatan selatan dan barat - timur. Sedangkan dari hasil pengamatan lapangan dan analisis laboratorium didapatkan nama sesar menurut Rickard, 1972 yaitu Sesar Naik Kiri Grojogan Sewu ( Left Left Reverse Slip Fault ), ), Sesar Naik Giri Layu ( Reverse Slip Fault ), ), Sesar Mendatar Kanan Sepanjang ( Right Slip Fault ), ), Sesar Mendatar Kiri Sepanjang ( Reverse Left Slip Fault ), ), Sesar Naik Kiri Tengklik ( Left Reverse Slip Fault ), ), Sesar Mendatar Kanan Karanglo ( Normal Normal Right Slip Fault ), ), Sesar Naik Kiri Plumbon ( Left Reverse Slip Fault ) Dan Sesar Naik Kanan Matesih ( Right Right Reverse Slip Fault ). ). 3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan berdasarkan pemetaan geologi geologi permukaan, Metode yang yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari
empat tahap. Metode tersebut dituangkan dalam diagram alir dan tahapan dari metode itu adalah sebagai berikut: 1. Tahap Pendahuluan ( Pre field ) Pada tahapan ini dilakukan persiapan penelitian di antaranya dengan penentuan batas lokasi daerah penelitian, perizinan dan administrasi, studi literatur serta analisis peta topografi. Daerah telitian penulis secara geologi merupakan daerah yang kompleks. Dilihat dari Struktur Geologi, litologi penyusun dan geomorfologi. Sehingga daerah tersebut merupakan daerah yang ideal dalam latihan pemetaan geologi. 2. Tahap Penelitian Lapangan ( Field ) Tahapan penelitian lapangan bertujuan untuk melakukan pengambilan data-data geologi primer daerah terkait data primer yang dikumpulkan dari pengambilan data lapangan antara lain pemetaan geologi permukaan, pemetaan hidrogeologi berupa pemetaan muka airtanah berdasarkan sumur gali dan mata air. 3. Tahap Analisis dan Pengolahan Data (Studio) Studio) Pada tahapan ini dilakukan analisis dan pengolahan data yang dilakukan di laboratorium dan studio disertai diskusi antara penulis dengan pembimbing. Analisis dan pengolahan data ini harus berdasarkan atas konsepkonsep geologi dan juga didukung dari studi referensi tentang topik terkait. Adapun analisis yang dilakukan pada tahapan ini diantaranya: analisis petrografi, analisis paleontologi, analisis struktur geologi dan analisis vulkanostratigrafi. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembagian batuan atau endapan gunungapi dimaksudkan untuk menggolongkan batuan atau endapan secara bersistem berdasarkan sumber, deskripsi dan genesa (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996). Batuan hasil dari kegiatan vulkanisme gunungapi merupakan
endapan primer, yang keluar ke permukaan bumi baik secara letusan/eksplosif atau secara lelehan/effusif. Pusat erupsi dapat berupa kepundan, kawah atau kaldera. Proses terbentuknya batuan atau endapan gunungapi diwujudkan dengan dengan istilah yang mencerminkan cara terbentuknya seperti aliran lava, aliran piroklastik, dan intrusi. Istilah Formasi yang lazim digunakan untuk mandala sedimen diganti dengan istilah Khuluk, mengacu pada SSI (Sandi Stratigrafi Indonesia). Satuan stratigrafi yang lebih kecil dari Khuluk adalah Gumuk. Sedangkan satuan yang lebih besar dari Khuluk secara berurutan adalah Bregada, Mandala dan Busur. 4.1. Vulkanostratigrafi Daerah penelitian Berdasarkan hasil analisa data yang didapatkan, analisa secara langsung di lapangan dan dari berbagai acuan, pada lokasi penelitian secara vulkanostratigrafi dapat dikelompokkan menjadi 2 Khuluk yaitu Khuluk Sidoramping dan Khuluk Lawu. Hal tersebut didasarkan atas susunan statigrafi hasil dari proses vukanisme Gunung Sidoramping dan Lawu dalam beberapa periode letusan yang tersusun oleh stratigrafi yang akan di urutkan dari yang tua ke yang muda. 4.1.1. Khuluk Sidoramping Khuluk sidoramping ini hanya terdiri oleh satu Satuan yaitu Satuan lavaandesit Sidoramping. Satu-satunya hasil produk erupsi dari Gunung Sidoramping yang masih meninggalkan jejak hingga saat ini (Sampurno dan Samodra, 1997). Ciri khas lava andesit pada Satuan lava-andesit Sidoramping tersebut berstruktur aliran, lubang-lubang gas (scoria) dan masif. Aliran lava secara umum mengalir ke arah barat hingga menyebar ke daerah penelitian, tipe letusan yang di hasilkan oleh gunung tersebut adalah erupsi yang bersifat effusif atau aliran sehingga tidak di jumpai batuan piroklastik jatuhan pada Khuluk Sidoramping ini. Secara morfologi Satuan ini menempati lereng vulkanik tengah hingga
lereng vulkanik bawah dan merupakan penyusun morfologi dari pusat erupsi hingga sampai ke daerah penelitian dan masuk kedalam fasies proksimal. 4.1.2. Khuluk Lawu Khuluk Lawu ini terdiri dari beberapa Satuan penyusun stratigrafi batuan gunungapi meliputi Satuan breksi piroklastik Lawu, Satuan lava-andesit Lawu, Satuan tuf Lawu dan Satuan endapan-lahar Lawu. Secara geografis daerah penelitian berada di barat daya dari pusat erupsi Gunung Lawu ini. Produk erupsi Gunung Lawu sangat bervariasi mulai dari jenis material berupa aliran, batuan piroklastik jatuhan hingga endapan lahar hasil dari letusan gunung tersebut kemudian terbawa oleh media air hingga diendapkan pada suatu tempat. Letusan pada gunung ini bertipe ekplosif atau letusan sehingga materialnya pun sangat bervariasi, berbeda dengan Gunung Sidoramping yang secara erupsi bertipe effusif. 4.1.3. Intrusi Gunung Purung Gunung Purung merupakan gunung yang berada di sebelah barat ba rat Gunung Lawu. Gunung ini terbentuk oleh suatu intrusi yang menerobos Satuan breksi-piroklastik Lawu. Merupakan hasil kegiatan vulkanisme yang merupakan intrusi dangkal yang biasanya disebut sebagai kerucut parasiter, pada saat magma akan keluar terjadi pembekuan magma pada tubuh gunungapi tersebut dan sebagian keluar sebagai lava. Intrusi ini disusun oleh batuan beku intermediet vulkanik andesit. Dari pengamatan morfologi di lapangan menunjukkan bahwa intrusi tersebut merupakan bagian dari Satuan breksi piroklastik Lawu. 4.1.4. Intrusi Gunung Gamping Gunung Gamping merupakan bukit yang berada pada sebelah barat daya peta yang terbentuk oleh intrusi dengan litologi berupa batuan beku intermediet vulkanik andesit. Intrusi tersebut menerobos Satuan yang lebih tua pada daerah penelitian yaitu Satuan batugamping-terumbu Sampung. Secara morfologi, intrusi tersebut berada
pada daerah lembah vulkanik yang secara stratigrafi intrusi tersebut ditutupi oleh batuan Gunungapi Lawu. Sehingga intrusi ini lebih tua dari batuan Gunungapi Lawu (Sampurno dan Samodra, 1997). 4.2. Prinsip Dasar Fasies Gunungapi Fasies Gunungapi dapat dilakukan dengan pendekatan-pendekatan geologi maupun geomorfologi dengan melihat adanya statigrafi penyusun, struktur geologi maupun sedimen dan dengan melihat bentuklahan pada daerah penelitian. Pendekatan ini dapat dilakukan pada suatu model gunungapi baik yang mengalami letusan dan menjadi suatu kaldera. Pada dasarnya berdasarkan dari batuan gunungapi mulai dari pusat erupsi sampai dengan daerah pengendapan paling jauh, pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua fasies yaitu fasies dekat (Proximal Facies) dan fasies medial (Medial Facies). Fasies proksimal umumnya berada lereng atas hingga lereng bawah gunungapi sedangkan fasies fasi es medial berada pada kaki kaki gunungapi hingga lembah gunungapi. Menurut Sutikno Bronto, 2006 berdasarkan dari litologi penyusun, fasies dekat litologi penyusunnya adalah berupa perlapisan tidak menerus aliran lava, breksi piroklastik, aglomerat yang meliputi aliran dan jatuhan piroklastka, intrusi-intrusi kecil yang dangkal dan tuf. Sedangkan fasies medial litologi penyusunnya adalah endapan lahar, tuf dan breksi laharik. 4.2.1. Fasies Proksimal Daerah Penelitian Fasies proksimal merupakan fasies yang terletak setelah fasies pusat (central facies) yang menempati morfologi lereng tengah sampai lereng bawah pada daerah penelitian. Pada daerah penelitian fasies proksimal yang terletak diantara lereng tengah – tengah – lereng lereng bawah dapat diinterpretasi dari pola aliran yang berkembang pada daerah tersebut. Pola aliran Subparallel dengan ciri aliran yang berasal dari satu titik aliran dan bercabang ke beberapa arah aliran, yang menandakan daerah tersebut merupakan suatu lereng dan punggungan suatu gunungapi. Penentuan fasies ini
selain dari morfologi, juga dapat ditentukan dari statigrafi penyusun daerah penelitian dapat dibagi atau dikelompokkan menjadi sebagai berikut : Satuan lava – andesit Sidoramping, Satuan breksi – piroklastik Lawu, Satuan lava – andesit Lawu dan Satuan tuf Lawu. 4.2.2. Fasies Medial Daerah Penelitian Fasies medial merupakan fasies yang terletak setelah fasies proksimal (proximal facies) yang menempati morfologi kaki gunungapi – lembah gunungapi pada daerah penelitian. Pada daerah penelitian fasies medial yang terletak diantara kaki gunungapi – lembah lembah gunungapi dapat diinterpretasi dari pola aliran yang berkembang pada daerah tersebut. Pola aliran Subparallel dengan ciri aliran yang berasal dari satu titik aliran dan bercabang ke beberapa arah aliran, yang menandakan daerah tersebut merupakan suatu dataran kaki gunungapi maupun lembah gunungpi. Fasies medial pada daerah penelitian tersusun oleh litologi berupa Satuan endapan-lahar Lawu, berupa material campuran hasil letusan Gunung Lawu berupa pecahan andesit, basal, tuf, breksi piroklastik dan material pasir yang terbawa oleh media air kemudian diendapkan pada lokasi yang jauh dari pusat erupsi dan belum mengalami kompaksi. Satuan ini penyebarannya berada pada bagian tengah daerah penelitian hingga barat daya pada daerah penelitian. Satuan ini i ni morfologinya berupa sungai-sungai yang berarah dari timur ke barat dengan pola pengaliran yang berkembang adalah Subparallel. 4.3. Hasil Analisis Dari penjelasan tersebut disertai dengan adanya bukti-bukti yang didapatkan dalam pengelompokan fasies gunungapi, Penulis juga juga mengacu mengacu kepada kepada permodelan dari Bogie dan Mackenzine (1998) yang menjelaskan pengelompokan fasies gunungapi juga dilihat dari kesamaan batuan penyusun yang terbentuk dari 2 erupsi pusat yaitu letusan Gunung Sidoramping dan Gunung Lawu maka
Penulis menarik kesimpulan bahwa pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi 2 fasies gunungapi yaitu fasies proksimal dan fasies medial. Sedangkan tatanan vulkanostratigrafi gunungapi pada daerah penelitian yang terbagi menjadi 2 khuluk yaitu khuluk Sidoramping dan khuluk Lawu maka Penulis dapat menarik kesimpulan yaitu pada daerah penelitian urutan-urutan stratigrafi gunungapi dari tua ke muda yaitu Satuan lava-andesit Sidoramping, Satuan breksi-piroklastik Lawu, Satuan lava-andesit Lawu, Satuan tuf Lawu dan Satuan endapan-lahar Lawu. 5. KESIMPULAN 1. Daerah penelitian dibagi menjadi 5 Satuan geomorfik, yaitu : Satuan geomorfik Lereng Vulkanik Tengah (V4), Lereng Vulkanik Bawah (V5), Kaki Vulkanik (V6), Lembah Vulkanik (V24) dan Bukit Intrusi (V25). 2. Daerah penelitian dibagi menjadi 7 Satuan batuan. Urutan dari tua ke muda sebagai berikut : Satuan batugamping – batugamping – terumbu Sampung (Miosen Awal), Intrusi andesit (Miosen Tengah), Satuan lava – andesit Sidoramping (Plistosen), Satuan breksi - piroklastik Lawu (Holosen), Satuan lava – lava – andesit andesit Lawu (Holosen), Satuan tuf Lawu (Holosen), dan Satuan endapan - lahar Lawu (Holosen). 3. Struktur geologi pada daerah penelitian adalah kekar dan sesar dengan arah umum kekar relatif berarah barat laut – laut – tenggara. Sedangkan dari hasil pengamatan lapangan dan analisis laboratorium didapatkan nama sesar menurut Rickard, 1972 yaitu Sesar Naik Kiri Grojogan Sewu (Left Reverse Slip Fault), Sesar Naik Giri Layu (Reverse Slip Fault), Sesar Mendatar Kanan Sepanjang (Right Slip Fault), Sesar Mendatar Kiri Sepanjang (Reverse Left Slip Fault), Sesar Naik Kiri Tengklik (Left Reverse Slip Fault), Sesar Mendatar Kanan Karanglo (Normal Right Slip Fault), Sesar Naik Kiri
Plumbon (Left Reverse Slip Fault) Dan Sesar Naik Kanan Matesih (Right Reverse Slip Fault). 4. Daerah penelitian dibedakan menjadi 2 jenis fasies gunungapi yaitu fasies proksimal dan fasies medial, sehingga dari pembagian kedua fasies tersebut tatanan stratigrafi pada daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi 2 Satuan vulkanostratigrafi, urutan dari tua ke muda yaitu Khuluk Sidoramping kemudian Khuluk Lawu. DAFTAR PUSTAKA Asikin, S. (1987) : Evolusi geologi Jawa Tengah dan sekitarnya ditinjau dari segi tektonik dunia yang baru (Geologi Struktur Indonesia) . Indonesia). Laporan tidak dipublikasikan, disertasi, Dept. Teknik Geologi ITB, Bandung. Barker, R. W. (1960) : Taxonomic Notes. Society of Economic Paleontologist and Mineralogist , Oklahoma, United States of America. Bogie, I., and Mackenzie, M. (1998) : The Application of a Volcanic Facies Model to an Andesitic stratovolcano Hosted Geothermal System at Wayang Windu, Java, Indonesia. Indonesia . Proceedings of New Zealand Geothermal Workshop, Workshop, Auckland New Zealand. Blow, W.H. (1969) : Late Middle Eocene to Recent planktonic foraminiferal biostratigraphy. In Bronnimann P., & Renz, H.H., eds., 1st. Conf. on planktonic microfossils, Proc. (Geneva,1967). E.J. Brill, Leiden, v. 1, h. 199-412. Bronto, S. (1994) : Erupsi gunungapi, bahaya dan penanggulangannya. Simposium Nasional MitigasiBencana Alam, Universitas Alam, Universitas Gadjah Mada, 16-17September, Yogyakarta, 20h. Bronto, S. (1996) : Fasies gunung api dan aplikasinya. aplikasinya. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 2.
Bronto, S. (1996) : Volcanoes and their volcanic hazard map preparations. Prosiding EMNHD-2, Yogyakarta, V.3. Bronto, S. (2000) : Merapi Volcano Badan Geologi Borobudur , Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Bandung. Dunham, R. J. (1962) : Classification of Carbonate Rocks according to depositional texture, texture, in Ham, W. E., ed., Classification of carbonate rocks. Am. Association Petroleum Geologist Mem.1, p.108-121. Fisher, R.V. dan Scmincke, H.U. (1984) : Pyroklastic Rocks, Rocks, Springer Verlag, h 472. Howard, A.D. (1967) : Drainage Analysis in Geologic Interpretation, Interpretation, A. Summation, The American Association of Petroleum Geologist Bulletin, Vol. 51, No. 11, 2246 – 2259. Kusumadinta, K. (1979) : Data dasar Gunungaapi, Direktorat Vulkanologi, Bandung. Paripurno, E, T. dan staff asisten. (2014) : Buku Panduan Praktikum Vulkanologi, Laboratorium Vulkanologi Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta. Yogyakarta. Pulunggono, Pulunggono, A. dan Martodjojo, Mart odjojo, S. (1994) : Perubahan Tektonik Paleogen – Neogen merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa, Prosiding Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa, Jurusan Teknik Geologi UGM, 37-50. Rittman, A. (1953) : Magmatic character and tectonic position of the Indonesian volcanoes. Bull. Volcanology 14. Sampurno, and Samodra, H. (1996) : Geological Map of The Ponorogo Quadrangle, Jawa scale 1: 100.000, 100.000, Geological Research and Development Center, Bandung.
Sandi Stratigrafi Indonesia (1996) : Sandi Stratigrafi Indonesia, Indonesia, dipublikasikan oleh Ikatan Ahli Geologi Indonesia. Simandjuntak, T.O., dan Barber, A.J. (1996) : Contrasting tectonic styles in the Neogene orogenic belts of Indonesia. Indonesia. In: Hall, R., Blundell, D.J. (Eds.), Tectonic Evolution of SE Asia. Geological Society of London Special Publication, 106, p. 185-201. Siswowidjoyo, S., Suryo, I. dan Yokoyama, I. (1995) : Magma eruption rates of Merapi volcano, Central Java, Indonesia during one century (1890-1992). Bull. (1890-1992). Bull. Volcanology 57. Streckeisen, A. (1974) : Classification and nomenclature of plutonic rocks : Recommendations of the IUGS Subcommission on the Systematics of Igneous Rocks, Geologische Rundschau Internationale Zeitschrift für Geologie, für Geologie, Stuttgart. Tucker, M.E., and Wright. V.P. (1990) : Carbonate Sedimentology, Blackwell Scientific Publication, London. Untung, M. dan Sato, Y. (1978) : Gravity and Geological Studies in Java, Indonesia, Indonesia, Geological Survey of Indonesia, Bandung dan Geological Survey of Japan, Tokyo. Untung, M. dan Wiriosudarmo, G (1975) : Pola struktur Jawa dan Madura sebagai hasil penafsiran pendahuluan data gaya berat, Geologi Indonesia, vol. 2, no. 1, hal. 15 – 24. 24. Sigurdsson, H. (2000) : Lahars. dalam Encyclopedia of Volcanoes (Vol.1). San Diego: Academic Press. Travis, R. B. (1955) : Classification of Rocks 4th edition edit ion.. Colorado School of Mines, Colorado. Van Bemmelen, R.W. (1949) : The Geology of Indonesia, Indonesia , Vol. IA: IA: General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes, The Hague.
Van Gorsel, J.T., D. Kadar & P.H. Mey (1989) : Central Java Fieldtrip 2730 October 1989. Indonesian Petroleum Association Field Trip Guidebook, p.1-67. Van Zuidam (1983) : Guide to Geomorphologic Aerial Photographic Interpretation and Mapping. International For Aerospace Surface And Earth Science (ITC). Enschede. The Netherlands. hal 29-91. Walker, (1984) : Facies : Facies Models : Response : Response to Sea Level Change, Change , edited by
Roger G. Walker and Noel P. James, Geological Association of Canada, June 1992 P. 265-406 Williams, H. dan McBirney, A.R. (1979) : Volcanology. Volcanology. Freeman, Cooper, San Francisco, h.135-142. Williams, H, Turner, F.J dan Gilbert C.M (1982) : Petrography, Petrography, An Introduction to the study of rocks in thin section, section, 2st edition, W.H. Freeman and Company in New York, h 626.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Gambar 1. Peta Fasies Gunungapi daerah penelitian
Gambar 2. Pemerian Peta Fasies Gunungapi
Gambar 3. Pemodelan Fasies Gunungapi d aerah penelitian menurut Bogie dan Mackenzie, 1998
Gambar 4. Peta Vulkanostratigrafi daerah penelitian
Gambar 5. Kolom Vulkanostratigrafi daerah penelitian