ENTEROBIASIS
RH Rafsanjany Rafsanjany F akul tas Kedokte Kedokteran ran Uni ver ver sitas Kr isten isten Kr ida Wacana Jl . Arj una utar a no.6 no.6 Kebon Kebon Jeru Jeru k, Jakarta
Latar Belakang
Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis. Enterobiasis merupakan infeksi cacing yang terbesar dan sangat luas dibandingkan dengan infeksi cacing lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan yang erat antara parasit ini dengan manusia dan lingkungan sekitarnya. Parasit ini lebih banyak di dapatkan diantara kelompok dengan tingkat sosial yang rendah, tetapi tidak jarang ditemukan pada orang-orang dengan tingkat sosial yang tinggi. Cacingan, penyakit yang cukup akrab di kalangan anak-anak Indonesia. Mulai dari yang berukuran besar seperti cacing perut sampai yang kecil setitik disebut Cacing kremi atau Oxyuris vermicularis atau Enterobius vermicularis adalah parasit yang hanya menyerang manusia, manusia, penyakitny penyakitnyaa kita sebut sebut oxyuriasi oxyuriasiss atau enterobiasis enterobiasis.. Ol e h o r an g awam, kita kita sering mendengar dengan sebutan Kremian.
F akul tas Kedokteran Kedokteran Un iversitas iversitas Kri sten ten K ri da Wacana Wacana
Telepon : 087884377307, Email : the.raf the.raf sanjany@yahoo
[email protected] .com m NI M : 1020091 102009116, 16, Kelompok Kelompok : B2
1
Anamnesis
Keluhan Utama
: Tidur gelisah karena gatal pada daerah anus
Keluhan Tambahan
: Tidak nafsu makan
Pada anamnesis ditanyakan : a. Daerah bagian mana yang terasa gatal b. Kapan gatal tersebut dialami c. Rewel pada anak kecil, karena rasa gatal dan tidur malamnya terganggu d. Kurang tidur, biasanya karena ada rasa gatal di malam hari sehingga anak terus menggaruk dan tidur malamnya tidak nyenyak e. Biasa pasien mengalami tidak nafsu makan (jika infeksi yang berat)
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital tidak ada kelainan. Pada Inspeksi ditemukan lesi pada daerah sekitar anus akibat garukan.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Anal Swab Anal swab adalah suatu alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya dilekatkan Scotch adhesive tape. Bila adhesive tape ini ditempelkan di daerah sekitar anus, telur cacing akan menempel pada perekatnya. Kemudian adhesive tape diratakan pada kaca benda dan dibubuhi sedikit toluen untuk pemeriksaan mikroskopik. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan 3 hari berturut-turut.
b. Pemeriksaan Tinja Untuk mengetahui adanya Sel epitel, Makrofag, Eritrosit, Lekosit, Kristal, sisa makanan, Butir lemak, Butir Karbohidrat, Serat tumbuhan / otot Sel ragi, Protozoa, Telur dan larva cacing. Metode yang digunakan dengan penambahan larutan Cat antara lain:
2
Lemak Sudan III Protozoa Eosin 1 – 1 – 2% 2% Amylum Lugol 1 – 1 – 2 2% Lekosit asam asetat 10 % Pemeriksaan rutin NaCl 0,9% Kimia : untuk mengetahui adanya Darah Samar, Urobilin, Urobilinogen, Bilirubin dalam feses / tinja
- Makroskopis
Pemeriksaan makroskopik tinja meliputi pemeriksaan jumlah, warna, bau, darah, lendir dan parasit. a. Jumlah
Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100-250gram per hari. Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makanan bila banyak makan sayur jumlah tinja meningkat.
b. Konsistensi
Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan berbentuk. Pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya tinja yang keras atau skibala didapatkan pada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur gas.
c. Warna
Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah mejadi lebih tua dengan terbentuknya Urobilin lebih banyak. Selain urobilin warna tinja dipengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan dalam saluran pencernaan dan obat yang dimakan. Warna kuning dapat disebabkan karena susu,jagung, lemak dan obat santonin. Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang mengandung khlorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh biliverdin dan porphyrin dalam mekonium. Kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada urobilinogen dalam saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja tersebut disebut akholis. Keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim pankreas seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan mengandung banyak lemak yang
tidak
dapat
dicerna
dan
juga
setelah
pemberian
garam
barium
setelah
pemeriksaan radiologik. Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh perdarahan 3
yang segar dibagian distal, mungkin pula oleh makanan seperti bit atau tomat. Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan dibagian proksimal saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi dan lain-lain. Warna coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihan seperti pada anemia hemolitik. Sedangkan warna hitam dapat disebabkan obat yang yang mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin juga oleh melena.
d. Bau
Indol, Skatol dan Asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau busuk didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh kuman. Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu. Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi asam.
e. Darah
Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda,coklat atau hitam. Darah itu mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur baur dengan tinja. Pada perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan bercampur dengan tinja dan warna menjadi hitam, ini disebut melena seperti pada tukak lambung atau varices dalam oesophagus. Sedangkan pada perdarahan di bagian distal saluran pencernaan darah terdapat di bagian luar tinja yang berwarna merah muda yang dijumpai dijumpai pada hemoroid atau karsinoma rektum.
f.
Lendir
Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja. Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada dinding usus. Kalau lendir itu hanya didapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir bercampur baur dengan tinja mungkin sekali iritasi terjadi pada usus halus. Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir saja tanpa tinja.
g. Parasit
Diperiksa pula adanya cacing Ascaris, Anylostoma dan lain-lain yang mungkin didapatkan dalam tinja.
4
- Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur cacing, leukosit, eritosit, sel epitel, kristal dan sisa makanan. Dari semua pemeriksaan ini yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap protozoa dan telur cacing.
a. Protozoa
Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru didapatkan bentuk trofozoit.
b. Telur cacing
Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan sebagainya.
c. Leukosit
Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan peningkatan jumlah leukosit.Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja yang berlendir pada penderita dengan alergi saluran pencenaan.
d. Eritrosit
Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus. Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya eritrosit dalam tinja selalu berarti abnormal.
e. Epitel
Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epitel yaitu yang berasal dari dinding usus bagian distal. Sel epitel yang berasal dari bagian proksimal jarang terlihat karena sel ini biasanya telah rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus usus bagian distal.
5
f.
Kristal
Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak. Kristal Tripel Fosfat dan Kalsium Oksalat didapatkan setelah memakan bayam atau strawberi, sedangkan kristal asam lemak didapatkan setelah banyak makan lemak. Sebagai kelainan mungkin dijumpai kristal Charcoat Leyden Tinja Lugol Butir-butir amilum dan kristal hematoidin. Kristal Charcoat Leyden didapat pada ulkus saluran pencernaan seperti yang disebabkan amubiasis. Pada perdarahan saluran pencernaan mungkin didapatkan kristal kristal hematoidin.
g. Sisa makanan
Hampir selalu dapat ditemukan juga pada keadaan normal, tetapi dalam keadaan tertentu jumlahnya meningkat dan hal ini dihubungkan dengan keadaan abnormal.Sisa makanan sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian lagi berasal dari hewan seperti serat otot, serat elastis dan lain-lain. Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan lugol untuk menunjukkan adanya amilum yang tidak sempurna dicerna. Larutan jenuh Sudan III atau IV dipakai untuk menunjukkan adanya lemak netral seperti pada steatorrhoe. Sisa makanan ini akan meningkat jumlahnya pada sindroma malabsorpsi.
Diagnosis Kerja : ENTEROBIASIS
a. Definisi adalah suatu Infeksi Cacing Kremi (Oksiuriasis, Enterobiasis) adalah suatu infeksi parasit yang terutama menyerang anak-anak, dimana cacing Enterobius vermicularis tumbuh dan berkembangbiak di dalam usus.1
Merupakan nematoda usus yang siklus hidupnya tidak membutuhkan tanah, disebut nematoda “ nonnon -soil transmitted helminths “.
b. Penyebab Cacing Enterobius vermicularis
c. Klasifikasi Enterobius vermicularis dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum
: Nematoda 6
Kelas
: Plasmidia
Ordo
: Rabtidia
Famili
: Oxyuridea
Genus
: Enterobius
Spesies
: Enterobius vermicularis
Gejala klinis kebanyakan bersumber pada iritasi di daerah sekitar anus,perinium,dan vagina oleh migrasi cacing betina yang hamil, jarang disebabkan aktivitas cacing di dalam usus. Pada anak perempuan dapat pula terjadi pruritus vulva dan vaginitis (pruritus lokal). Namun, kadang-kadang cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal sampai ke lambung,esofagus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan di daerah tersebut. Timbulnya rasa gatal sekitar anus disebut pruritus ani yang terjadi pada malam hari,anak tidurnya terganggu,cengeng,dan menangis (irritable) pada malam hari. 1
Diagnosis Pembanding
a. Askariasis Penyakit ini disebabkan karena infeksi dari cacing Ascaris lumbricoides. Manusia merupakan satu-satunya hospes dari cacing ini. cacing jantan berukuran 10-30 cm sedangkan yang betina 22-35 cm, pada telur yang dibuahi berukuran 60x45 mikron berbentuk bulat/lonjong dengan mempunyai mempunyai lapisan luar albuminoid dan lapisan dalam terdiri dari hialin bening. Pada telur yang tidak dibuahi berukuran 90x40 mikron mempunyai lapisan albuminoid yang tipis dan berisi granula. Ada juga stadium telur decorticated, dimana pada telur yang dibuahi tidak mempunyai lapisan albuminoid. Cacing ini merupakan “soil transmitted helminths”, beda dengan Enterobiasis yang cacingnya merupakan non soil transmitted helminths. Pada stadium larva, cacing ini menembus dinding alveolus (paru) yang menyebabkan sindrom Loeffler, lalu naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea naik ke faring sehingga ada rangsangan pada penderita dan tertelan masuk ke esophagus, lalu menuju ke usus halus dan disini larva menjadi cacing dewasa. 2
7
b. Tinea Kruris Tinea kruris merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur pada daerah genitokrural (selangkangan), sekitar anus, bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah. Penyebabnya adalah jamur dermatofita yaitu E.floccosum, T.rubrum, T.mentagrophytes. Tempat predileksi jamur ini biasa di daerah selangkangan, lipat paha. Dengan mempunyai keluhan utamanya yaitu rasa gatal yang hebat pada daerah selangkangan, anus maupun lipat paha, lesi berbatas tegas dengan tepi meninggi menyerupai bintil-bintil kemerahan dan kadan bisa berisi nanah.3
c. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus Hospes pada parasit ini adalah manusia yang menyebabkan penyakit Ankilostomiasis dan Nekatoriasis. Telur cacing ini dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1.5 hari, keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rabditiform berubah tumbuh menjadi larva filariform yang infektif pada manusia karena dapat menembus kulit manusia. Daur hidupnya yaitu telur larva rabditiform kapiler darah jantung kanan
larva filariform
menembus kulit
paru bronkus trakea laring usus halus.
Diagnosis penyakit ini ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar, dalam tinja yang lama mungkin ditemukan larva. 4
Etiologi
Enterobius vermicularis, nama lain Oxyuris vermicularis, cacing kremi, pinworm, seatworm, threadworm.
Epidemiologi
Parasit ini kosmopolit tetapi lebih banyak ditemukan di daerah dingin daripada di daerah panas. Hal ini mungkin disebabkan karena pada umumnya orang di daerah dingin jarang mandi dan mengganti baju dalam. Penyebaran cacing ini juga ditunjang oleh eratnya hubungan
antara
manusia
satu
dengan
lainnya
serta
lingkungan
yang
sesuai.
Frekuensi di Indonesia tinggi, terutama pada anak dan lebih banyak ditemukan pada golongan ekonomi lemah. Frekuensi pada orang kulit putih lebih tinggi daripada orang negro. Penyebaran cacing kremi lebih luas dari cacing lain. Penularan dapat terjadi pada suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama seperti asrama atau rumah piatu. Telur cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan sekolah atau 8
kafetaria sekolah dan mungkin ini menjadi sumber infeksi bagi anak-anak sekolah. Di berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang mengandung m engandung c acing kremi, telur cacing dapat ditemukan (92%) di lantai, meja, kursi, bufet, tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas kasur, pakaian. Hasil penelitian menunjukkan angka prevalensi pada berbagai golongan manusia 3-80%. Penelitian di daerah Jakarta Timur melaporkan bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita entrobiasis adalah kelompok usia antara 5-9 tahun yaitu terdapat 46 anak (54,1%) dari 85 anak yang diperiksa.
Morfologi Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,4 mm pada ujung anterior ada pelebaran kutikulum seperti sayap yang disebut alae. Bulbus esophagus jelas sekali,ekornya panjang dan runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh dengan telur. Cacing jantan berukuran 2-5 mm, juga mempunyai sayap dan ekornya melingkar sehingga bentuknya seperti tanda Tanya (?), spikulum pada ekor jarang ditemukan. Habitat cacing dewasa biasanya di rongga sekum, usus be besar dan di usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum. Makanannya adalah isi dari usus. Cacing betina yang gravid mengandung 11.000 – 15.000 butir telur, bermigrasi ke daerah perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya. Telur-telur jarang dikeluarkan di usus, sehingga jarang ditemukan dalam tinja. Telur berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi ( asimetris ). Dinding telur bening dan agak lebih tebal dari dinding telur cacing tambang. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 6 jam setelah dikeluarkan. Telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari.
9
Kopulasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di sekum. Cacing jantan mati setelah kopulasi dan cacing betina mati setelah bertelur. Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang, atau bila larva dari telur yang menetas di daerah perianal bermigrasi kembali ke usus besar. Bila telur matang yang tertelan, telur menetas di duodenum dan larva rabditiform berubah dua kali sebelum menjadi dewasa di yeyunum dan bagian atas ileum.
Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur matang sampai menjadi men jadi cacing cac ing dewasa dewa sa gravid gra vid yang bermigr ber migrasi asi ke daerah daer ah peri p eriana anal, l,be berrlang langsu sung ng kira kira-k -kir iraa 2 mingg inggu u sampai 2 bulan. Mungkin daur nya hanya berlangsung kira-kira 1 bulan karena telur-telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling cepat 5 minggu sesudah pengobatan. Infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri (self limited). Bila tidak ada reinfeksi, tanpa pengobatan pun infeksi dapat berakhir.4
Siklus Hidup
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Enterobius vermicularis dan tidak diperlukan hospes perantara. Cacing dewasa betina mengandung banyak telur pada malam hari dan akan melakukan migrasi keluar melalui anus ke daerah perianal dan perineum. Migrasi ini disebut Nocturnal migration. Di daerah perineum tersebut cacing-cacing ini bertelur dengan cara kontraksi uterus, kemudian telur melekat di daerah tersebut. Telur dapat menjadi larva infektif pada tempat tersebut, terutama pada temperatur optimal 23-26 ºC dalam waktu 6 jam.
10
Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelan telur matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah perianal,berlangsung kira-kira 2 minggu sampai 2 bu bulan. Mungkin daurnya hanya berlangsung kira-kira 1 bulan karena telur-telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling cepat 5 minggu sesudah pengobatan. 4
Cara Penularan
a. Penularan dari tangan ke mulut penderita sendiri (auto infection) atau pada orang lain sesudah memegang benda yang tercemar telur infektif misalnya alas tempat tidur atau pakaian dalam penderita.
b. Melalui pernafasan dengan menghisap udara yang tercemar telur yang infektif.
c. Penularan secara retroinfeksi yaitu penularan yang terjadi pada penderita sendiri, oleh karena larva yang menetas di daerah perianal mengadakan migrasi kembali ke usus penderita dan tumbuh menjadi cacing dewasa. 11
Gejala Klinis dan Komplikasi
Cacing ini relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi besar. Gejala klinis kebanyakan bersumber pada iritasi di daerah sekitar anus, perineum, dan vagina oleh migrasi cacing betina yang hamil, jarang disebabkan diseb abkan aktivitas cacing di dalam usus. Menimbulkan rasa gatal sekitar anus yang disebut Pruritus ani yang terjadi pada malam hari, anak tidurnya terganggu, cengeng, dan menangis pada malam hari. Anak menjadi lemah, nafsu makan menurun, sehingga berat badan berkurang. Pada anak perempuan, cacing yang sampai ke anus dapat nyasar ke vulva, masuk ke uterus, tuba falopii, yang dapat menimbulkan komplikasi seperti Salphyngitis. Jika masuk ke urethra, ke kandung kemih, anak sering mengompol. Walaupun cacing ini sering ditemukan pada appendiks, tapi jarang menimbulkan Appendiksitis.
Terapi
Seluruh anggota keluarga sebaiknya diberi pengobatan, bila ditemukan salah seorang anggota mengandung cacing kremi. Obat piperazin dosis tunggal 3-4 gram (dewasa) atau 25 mg/kg berat badan (anak-anak), sangat efektif bila diberikan pagi hari di ikuti minum segelas air
12
sehingga obat sampai ke sekum dan kolon. Efek samping yang mungkin terjadi adalah mual dan muntah. Obat lain yang juga efektif adalah pirantel pamoat dosis 10 mg/kg berat badan atau mebendazol dosis tunggal 100 mg atau albendazol dosis tunggal 400 mg. Mebendazol efektif terhadap semua stadium perkembangan cacing kremi, sedangkan pirantel dan pipreazin dosis tunggal tidak efektif terhadap stadium muda. Pengobatan sebaiknya diulang 2-3 minggu kemudian.5
Pencegahan
Mengingat bahwa Enterobiasis adalah masalah kesehatan keluarga maka lingkungan hidup keluarga harus diperhatikan, selain itu kebersihan perorangan merupakan hal yang sangat penting dijaga. Perlu ditekankan pada anak-anak untuk memotong kuku, membersihkan tangan sesudah buang air besar dan membersihkan daerah perianal sebaik-baiknya serta cuci tangan sebelum makan. Di samping itu kebersihan makanan juga perlu diperhatikan. Hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang terkontaminasi telur cacing E.vermicularis. Tempat tidur dibersihkan karena mudah sekali tercemar oleh telur cacing infektif . Diusahakan sinar matahari bisa langsung masuk ke kamar tidur,sehingga dengan udara yang panas serta ventilasi yang baik pertumbuhan telur akan terhambat karena telur rusak pada temperatur lebih tinggi dari 46ºC dalam waktu 6 jam. Karena infeksi Enterobius mudah menular dan merupakan penyakit keluarga maka tidak hanya penderitanya saja yang diobati tetapi juga seluruh anggota keluarganya secara bersama-sama.
Prognosis
Pengobatan secara periodik memberikan prognosis yang baik.
Kesimpulan
Enterobiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis. Penyakit ini disebabkan oleh cacing, cacing ini biasanya keluar melalu anus penderita, karena akibat dari telur cacing yang sampai tertelan manusia. Telur ini bisa terdapat dimana-mana seperti pada makanan, minuman, atau biasa yang sering terjadi karena autoinfeksi, yaitu dimana seorang penderita yang menggaruk daerah anus nya yang terdapat telur cacing 13
tersebut lalu telur tersebut menempel pada tangan penderita, dan pada saat itu penderita memakan makanan tanpa cuci tangan terlebih dahulu, jadilah telur cacing tersebut masuk ke dalam mulut penderita dan tertelan. Pada anak yang menderita penyakit ini biasanya nafsu makan menurun dan selalu rewel atau nangis. Karena pada malam harinya anak ini terus menggaruk bagian anus nya karena gatal yang tak tertahankan, dimana diakibatkan karena cacing dewasa ini pada malam hari bermigrasi kedaerah perianal atau sekitar anus untuk mengeluarkan telur-telurnya, telur-te lurnya, maka dari d ari itulah penderita merasa gatal pada malam hari. Pengobatan dari penyakit ini bisa memakai obat-obatan seperti mebendazol dan albendazol, dan jangan sampai lupa bahwa semua orang yang terlibat dengan si penderita ini harus di obati juga, karena bisa jadi orang-orang sekitar juga telah menelan telur cacing ini.
Daftar Pustaka
1.
Hassan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak jilid 2. edisi ke-11.Jakarta: Fakultas Kedokteran UI;2007.hal.648-9.
2.
Parasitologi kedokteran : ditinjau dari organ tubuh yang diserang.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.hal.88-91.
3.
Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI;2010.hal.94.
4.
Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI;2008.hal.25-8.
5.
Mardjono M. Farmakologi dan terapi.Edisi kelima. Gunawan SG,et all,editor.Jakarta: Fakultas kedokteran universitas Indonesia; 2008.
14