BAB I PENDAHULUAN
Penyakit Penyakit Ginjal Ginjal Kronik Kronik atau Chroni Chronicc Kidney Kidney Disease Disease (CKD) (CKD) merupa merupakan kan masalah masalah keseha kesehatan tan yang yang umum umum terjadi terjadi di seluruh seluruh dunia. dunia. Penyaki Penyakitt Ginjal Ginjal Kronik Kronik menggambar menggambarkan kan suatu keadaan ginjal yang abnormal baik secara struktural maupun fungsional. Penyakit Ginjal Kronik ini mempengaruhi 1!1"# populasi orang de$asa di negara!negara barat. %al ini diakui sebagai kondisi umum yang berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit kardio&askular dan kematian. kematian. Penyakit ginjal kronik biasanya tidak menimbulkan gejala pada tahap a$al. 'es laboratorium berguna dalam mendeteksi masalah yang berkembang. Pera$atan medis medis pada pada pasien pasien dengan dengan penyak penyakit it ginjal ginjal kronik kronik (CKD) (CKD) harus harus berfok berfokus us pada pada pengendalian gangguan yang mendasari memperlambat perkembangan penyakit dan mengobati komplikasi dari penyakit.
1
BAB II ISI
a. Definisi
Peny Penyak akit it Ginj Ginjal al Kroni Kronik k meru merupa paka kan n keru kerusa saka kan n ginj ginjal al deng dengan an atau atau tanp tanpaa penurunan tingkat filtrasi glomerulus (G*) kurang dari + m,-min-1./ m 0 yang terjadi / bulan (Kidney et al. 012). Pada tahun 00 Kidney Disease 3utcomes 4uality 5nitiati&e (K-D345) telah mene menerb rbit itka kan n
klas klasif ifik ikas asii
untu untuk k
mene menent ntuk ukan an
Peny Penyak akit it
Ginj Ginjal al
Kron Kronik ik
dala dalam m
perkembangannya. Klasifikasi ini terdiri dari " tahap yaitu sebagai berikut 6 •
• • • •
'ahap hap 1 6 keru kerusa saka kan n ginj ginjal al deng dengan an G* G* norm normal al atau atau meni mening ngkat kat (78 (78 m,-min-1./ m 0) 'ahap 'ahap 0 6 penurunan ringan pada G* (+!98 m,-min-1./ m 0) 'ahap 'ahap / 6 penurunan moderat pada G* (/!"8 m,-min-1./ m 0) 'ahap 'ahap 2 6 penurunan berat pada G* (1"!08 m,-min-1./ m 0) 'ahap 'ahap " 6 kegagalan ginjal (G* :1" m,-min-1./ m 0atau dialisis)
Penanda kerusakan ginjal ( satu atau lebih )
! ;lbuminuria ;lbuminuria ( ;<* ;<* / mg - 02 02 jam = ;C* ;C* / mg mg - g ) ! Kelaina Kelainan n sedimen sedimen urin urin ! Kelainan Kelainan elektrolit elektrolit dan kelainan kelainan lain karena karena gangguan gangguan tubula tubular r ! Kelainan Kelainan yang yang terdeteksi terdeteksi dengan dengan pemerik pemeriksaan saan histologi histologi ! Kelainan Kelainan struktural struktural terdeteksi terdeteksi oleh pemerik pemeriksaan saan radiologi radiologi ! *i$ayat *i$ayat transplantasi transplantasi ginjal sebelumnya sebelumnya ! !"# $ %& 'L 'in .*+', > G* ? glomerular glomerular filtration rate= ;<* ? albumin albumin e@cretion rate= ;C* ? albumin!to!creatinine albumin!to!creatinine ratio ratio
(Kidney et al. 012)
2
;dapun klasifikasi CKD dapat dilihat pada gambar di ba$ah ini.
(Gambar 1)
b. E-ide'ilgi
Penyakit ginjal kronis diperkirakan mempengaruhi antara 18 juta dan 0/ juta orang Kanada. Penyakit ginjal kronis ini sering bersamaan dengan penyakit jantung dan diabetes dimana keduanya bisa menjadi factor resiko untuk semua penyebab kematian dan penyakit kardio&askular. Aelama " tahun terakhir ini penyakit ginjal kronis sudah di sederhanakan penyebutannya menjadi kerusakan ginjal dalam jangka $aktu / bulan (,e&in et al. 09). Penyakit ginjal kronis jauh lebih banyak di seluruh dunia dari yang di perkiraan sebelumnya. Dimana ini mempengaruhi 1 ! 1" # dari populasi orang de$asa di negara!negara barat banyak dari mereka memerlukan pera$atan yang mahal atau terapi pengganti ginjal (transplantasi). Benurut laporan dari ational %ealth and utrition <@amination Aur&ey and the ational Kidney oundation Kidney Disease hampir 0+ juta orang di ;merika Aerikat berada dalam kategori penyakit ini dan 0 juta lainnya berada pada peningkatan risiko untuk Penyakit Ginjal Kronis. Pada tahun 02 the international organiation Kidney Disease 6 5mpro&ing Global 3utcomes (KD5G3) dibentuk untuk mengatasi epidemi Penyakit Ginjal Kronis di seluruh dunia (Bato&ino&iE 08).
3
/. Etilgi
Ferbagai kondisi dan peyakit dapat menyebabkan terjadinya Penyakit Ginjal Kronik (CKD). Diabetes (peningkatan gula darah) dan hipertensi (peningkatan tekanan darah) merupakan penyebab tersering (,e&ey et al. 0/). Diabetes
Penyakit ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam tubuh. 5nsulin yang tidak tercukupi menyebabkan peningkatan gula darah (glukosa). 'anpa pengobatan hal ini bisa menjadi fatal. Peningkatan gula darah akan merusak pembuluh darah kecil di ginjal. Peningkatan gula darah juga bisa menyebabkan kelemahan fungsi nefron ginjal (filtrasi). Ketika pembuluh darah ginjal dan fungsi filtrasi rusak fungsi ginjal pun dapat menurun. ungsi ginjal yang menurun akan menyebabkan protein tidak terfiltrasi sehingga lolos menuju urin yang dikeluarkan (proteinuria). 5ni merupakan salah satu tanda dari penyakit ginjal kronis. Hipertensi
'ekanan darah yang tinggi dapat merusak pembuluh darah dan nefron dalam ginjal. ika tekanan darah meningkat tajam terjadi &asokonstriksi pembuluh darah yang menuju ke ginjal. ;kibatnya terjadi penurunan perfusi ke ginjal yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Penyebab lain dari Penyakit Ginjal Kronik antara lain6 Glomerulonefritis
Gangguan ini melibatkan peradangan dari nefron ginjal. Kadang!kadang mungkin terjadi karena infeksi. Kerusakan ginjal umumnya terjadi selama periode $aktu yang panjang. Faktor Genetik dan Gangguan Kongenital seperti Penyakit Ginjal Polikistik atau Polycystic Kidney Disease (PKD)
PKD merupakan suatu kondisi dimana sejumlah besar kista (kantung cairan) berkembang di ginjal. %al ini biasanya merupakan penyakit yang diturunkan. Kista bisa menjadi besar dan menghalangi kemampuan ginjal untuk menyaring produk sisa dari darah. ungsi ginjal yang menurun akibat dari PKD umumnya terjadi dalam periode $aktu yang lama. Penyakit autoimun seperti Systemic Lupus ryt!ematosus (SL)
Gangguan autoimun terjadi ketika tubuh menyerang dirinya sendiri. ,upus merupakan salah satu jenis penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan di 4
semua organ tubuh termasuk ginjal. %al ini dapat memengaruhi fungsi ginjal dan dalam $aktu tertentu dapat menyebabkan CKD. "gen nerfotoksik
3bat!obatan atau at tertentu dapat merusak ginjal. 3bat!obat golongan A;5Ds (on!Ateroidal ;nti!5nflamatory Drugs) seperti 5buprofen (;d&il Botrin) dan aprosyn (;le&e) dapat menyebabkan kerusakan ginjal jika digunakan dalam jangka $aktu yang panjang. H#$%"ssociated &efropati
Dalam hal ini kerusakan ginjal dapat disebabkan oleh &irus %5H (%uman 5mmunodeficiency
Hirus).
Pengobatan
dini
diperlukan
untuk
mengurangi
kemungkinan kerusakan dari &irus penyebab %5H tersebut. 'bstruksi atau Penyumbatan saluran kemi!
;liran urin dapat terhambat dengan berbagai cara misalnya ada batu ginjal dan pembesaran kelenjar prostat. Penyumbatan aliran urin ini dapat menyebabkan kerusakan ginjal dimana terjadi tekanan balik urin menuju ke ginjal.
Source : Levey, et al. 2003. National Kidney Foundation Practice Guidelines for !ronic Kidney "isease: #valuation, lassi$cation, and Strati$cation. %
d. Patfisilgi Perta'a laju aliran darah ginjal sekitar 2 ml-1 gr per menit. umlah ini
jauh lebih besar daripada laju aliran darah pada organ lain seperti jantung hati dan otak. Aebagai konsekuensinya ginjal lebih berpotensi berkontak dengan agen berbahaya melalui peredaran darah. 0edua filtrasi glomerulus bergantung pada tekanan intra dan transglomerular
yang tinggi sehingga kapiler glomerulus rentan terhadap kerusakan hemodinamik berbeda dengan &ascular bed lainnya. 3leh sebab itu Frenner dkk mengidentifikasi bah$a hipertensi dan hiperfiltrasi glomerulus sebagai kontributor utama terhadap perkembangan penyakit ginjal kronik. 0etiga membran filtrasi glomerulus bermuatan negatif berfungsi sebagai
barrier dari makromolekul anionik. Dengan gangguan pada barrier elektrostatik ini seperti pada kerusakan atau cedera glomerulus protein plasma mendapatkan akses menuju filtrasi glomerulus. 0ee'-at bentuk dari nefron yang terdiri dari glomerulus hingga ke
tubulusnya tidak hanya sebagai penjaga keseimbangan glomerulo!tubular tetapi juga memfasilitasi penyebaran kerusakan atau cedera glomerulus ke tubulointersitial sehingga epitel tubular menjadi ultrafiltrat yang abnormal. Pembuluh darah peritubular mendasari sirkulasi glomerulus sehingga beberapa mediator dari reaksi inflamasi glomerulus mungkin akan menyebar ke dalam sirkulasi peritubular. Aehingga penyakit glomerular berkontribusi terhadap reaksi inflamasi interstitial. Aelain itu setiap penurunan perfusi glomerulus menyebabkan penurunan aliran darah peritubular yang bergantung pada derajat hipoksia. Aehingga konsep nefron sebagai unit fungsional tidak hanya berlaku untuk fisiologi ginjal tetapi juga untuk patofisiologi penyakit ginjal. 0eli'a glomerulus sendiri juga harus dianggap sebagai unit fungsional
karena mengandung komponen!komponen seperti endotel mesangial sel!sel epitel &iseral dan parietal (podosit) dan matriks ekstraseluler. Kerusakan salah satu bagian akan mempengaruhi bagian yang lain melalui mekanisme yang berbeda misalnya dari koneksi antarsel (gap junction) mediator yang larut (kemokin sitokin faktor pertumbuhan dan perubahan komposisi membran). Penyebab utama cedera ginjal didasarkan pada reaksi imunologi (diprakarsai oleh kompleks imun) hipoksia jaringan dan iskemia agen eksogen (obat) agen endogen (glukosa atau paraprotein dll) dan kelainan ba$aan. 'erlepas &
dari
penyebab
yang
mendasari
terjadinya
PGK
kerusakan
glomerulus
(glomerulosklerosis) dan kerusakan tubulointersitial (fibrosis tubulointersitial) merupakan penyebab umum terjadniya PGK. Gambaran dari patofisiologi PGK mungkin berkaitan dengan mekanisme cedera glomerulus tubulus dan pembuluh darah.
.
1ekanis'e 0erusakan !l'erulus
Penyakit herediter
seperti Aindrom ;lport sering menjadi penyebab
munculnya CKD. Aindrom ;lport merupakan penyakit terkait kromosom I dimana terjadi mutasi di gen C3,2;" yang mengkode rantai J" dari kolagen tipe 5H di kromosom I. %al ini menyebabkan membran basalis glomerulus menjadi ireguler berpisah atau menebal yang dapat menyebabkan glomerulosklerosis. Kompleks imun yang terbentuk dapat terdeposit di mesangium (seperti pada nefropati 5g; purpura %enoch Achonlein lupus nefritis kelas 55 glomerulonefritis
'
postinfeksi) di subendotel (seperti pada lupus nefritis kelas 555 glomerulonefritis membranaproliferatif) di subepitel (seperti pada nefropati membranosa idiopatik lupus nefritis kelas H) atau di membran basalis glomerulus (seperti pada penyakit anti!GFB). 'empat terdepositnya kompleks imun menentukan respon dan manifestasi klinis. ika kompleks imun terdeposit di6 !
;rea subendotel mesangium atau membran basalis glomerulus maka akan menunjukkan respon nefritik. Kompleks imun menyebabkan akti&asi sel endotel atau sel mesangial yang kemudian akan melepaskan produk soluble yang menarik leukosit dan platelet. Produk leukosit berupa sitokin enim lisosomal komplemen yang akan merusak dinding pembuluh darah dan barrier filtrasi dan menarik lebih banyak
!
leukosit dari sirkulasi. ;rea subepitel akan menunjukkan respon nefrotik. Bembran basalis glomerulus menghalangi kontak antara kompleks imun dengan sel inflamasi yang terdapat di sirkulasi. Aelain itu aliran darah yang besar di glomerulus tidak memberi kesempatan untuk terbentuknya mediator inflamasi di subepitel untuk selanjutnya berdifusi ke endotel dan lumen pembuluh darah. 5nflamasi pada glomerulus dapat mengalami resolusi dengan derajat fibrosis yang ber&ariasi. Proses resolusi ini berjalan bila tidak terjadi produksi antibodi dan tidak ada kompleks imun yang bersirkulasi. Aelain itu harus ada pembersihan sel dan mediator inflamasi normalisasi permeabilitas pembuluh darah serta pembersihan sel glomerulus yang proliferatif. Hi-ertensi Siste'ik
'ekanan darah yang sangat tinggi yang sampai ke glomerulus atau keadaan hipertensi glomerulus menyebabkan perubahan lokal pada hemodinamika glomerulus yang dapat menyebabkan cedera glomerulus. Aebenarnya ginjal memilki mekanisme autoregulasi untuk memproteksi ginjal dari hipertensi sistemik namun mekanisme tersebut akan menjadi tidak efektif jika terdapat tekanan darah yang terlalu tinggi. %ipertensi kronik menyebabkan &asokonstriksi arteriol dan nefrosklerosis yang akhirnya menyebabkan atrofi glomerulus dan tubuointerstisial. ;ngiotensin 55
%al ini merupakan mekanisme adaptif untuk memberi peringatan kepada nefron terhadap peningkatan beban kerja akibat hilangnya sejumlah nefron apapun penyebabnya. %ipertensi intraglomerulus meningkatkan produksi matriks dan memicu glomerulosklerosis karena akumulasi matriks ekstraseluler. Proses ini dimediasi terutama oleh 'G! angiotensin 55 PDG CAG dan endotelin. %ipertensi glomerulus dapat mendahului hipertensi sistemik pada penyakit ginjal (Bato&ino&iE 08). ,. 1ekanis'e kerusakan tubulintersitial 'erlepas dari etiologi PGK dikarakteristikkan oleh glomerulosklerosis dan
fibrosis tubulointerstisial. Kerusakan dari tubulointerstisial berkaitan dengan glomerulosklerosis.
Feberapa
penelitian
menjelaskan
bah$a
kerusakan
tubulointerstisial berkaitan erat dengan gangguan fungsi ginjal dalam jangka panjang. %al ini tidak mengherankan mengingat tubulus dan intersitium menempati lebih dari 8# dari &olume ginjal. ) ibrogenesis Ginjal ;$alnya mengarah ke respon inflamasi dengan pelejpasan mediator lokal peningkatan permeabilitas pembuluh darah lokal akti&asi sel endotel ektra&asasi leukosist sepanjang endotelium sekresi berbagai mediator oleh leukosit dan sel tubulointerstisial dan akti&asi sel profibrotik.
)
5nduksi dan pengembangan respon inflamasi
,eukosit bermigrasi dari sirkulasi melalui &enula post kapiler dan kapiler peritubular ke interstitial mengikuti gradien dari kemoattractant dan kemokin. Aemua sel tubular bisa mengeluarkan mediator larut ketika distimulasi oleh hipoksia iskemia agen infeksius obat!obatan dan toksin endogen seperti lipid glukosa tinggi paraprotein dan
faktor genetik. Penyakit
glomerular
berkaitan
dengan
tingkat
cedera
tubulointerstisial dan peradangan karena sel!sel tubular terkena protein yang seharusnya tidak disaring. aktor!faktor yang terlibat dalam pembentukan inflamasi filtrasi tubulointerstisial adalah 6 proteinuria deposit imun kemokin sitokin kalsium fosfat asidosis metabolik asam urat lipid hipoksia dan agen reaktif oksigen.
)
5nfiltrat inflamasi
Ael inflamasi mononuklear terdiri dari monosit-makrofag dan limfosit terutama limfosit '. Ael ' CD2 dan sel ' CD/ memba$a reseptor kemokin CC*" dan CIC*/ yang terkait erat dengan fungsi ginjal. Ael!sel inflamasi ini mensekresi sitokin profibrotik. *
)
Aitokin profibrotik
5nfiltrasi sel!sel inflamasi merangsang fibroblas menjadi miofibroblas. aktor profibrotik yang paling penting terlibat dalam fibrogenesis ginjal adalah angiotensin 55 'G!1 C'G PDG G!0 (ibroblast Gro$th actor!0)
)
Proliferasi dan akti&asi fibroblas
ibroblas berkembang menjadi aktif mengikuti infiltrasi sel!sel inflamasi ke dalam ruang tubulointerstisial. ibroblas ini harus diaktifkan oleh sitokin (sebagian besar berasal dari makrofag) mengubah fenotipnya dari fibroblas ke miofibroblas. Bitogen yang penting bagi fibroblas ginjal adalah PDG bG!0 dan lain!lain.
)
Kon&ersi fenotip sel epitel ke dalam sel mesenkim dikenal sebagai
)
Proteinuria dan kerusakan tubulointersitial
Proteinuria dapat merusak tubulointerstisium melalui beberapa jalur termasuk toksisitas langsung ke tubular perubahan dalam metabolisme epitel tubular menginduksi sintesis sitokin dan kemokin dan peningkatan ekspresi molekul adesi. Kelebihan reabsorbsi protein di tubulus proksimal dapat melebihi kapasitas 10
pengolahan lisosomal menyebabkan lisosom pecah dan mengakibatkan toksisitas tubular secara langsung. Protein yang dapat menembus area filtrasi glomerulus akan terlihat dalam urin yang dikelurakan atau disebut proteinuria (Bato&ino&iE 08). Se/ara singkat da-at dijelaskan sebagai berikut
*espon ginjal pada PGK pada umumnya sama $alaupun etiologinya berbeda. Pada tahap a$al penyakit nefron yang masih berfungsi akan beradaptasi untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. ;daptasi penting yang dilakukan oleh ginjal adalah hipertrofi nefron normal yang tersisa dalam upaya untuk melakukan seluruh beban kerja ginjal. 'erjadi peningkatan laju filtrasi beban at terlarut dan reabsorpsi tubulus pada setiap nefron. Bekanisme adaptasi ini cukup berhasil untuk mempertahankan homeostasis. ,ama!kelamaan nefron yang utuh dapat
mengalami
cedera
karena
peningkatan aliran plasma dan ,G serta peningkatan tekanan hidrostatik intrakapiler glomerulus dan efek toksik protein yang melintasi dinding kapiler. 3leh karena itu seiring $aktu jumlah nefron yang sklerosis akan semakin banyak. ika sekitar "# massa nefron telah hancur maka laju filtrasi dan beban at terlarut bagi setiap nefron yang masih bertahan sangatlah tinggi sehingga keseimbangan glomerulus!tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus) tidak dapat lagi dipertahankan. Penyesuaian fungsi terhadap penurunan massa nefron menyebabkan hipertensi glomerulus dan peningkatan ,G tiap nefron (hiperfiltrasi) pada sisa nefron yang utuh. Peningkatan ,G tiap nefron terutama dilakukan dengan dilatasi arteriol aferen sekaligus dengan adanya kontraksi arteriol eferen karena pelepasan angiotensin 55 lokal. Aebagai akibatnya aliran plasma ginjal dan tekanan kapiler glomerulus meningkat karena sebagian besar tekanan sistemik dipindahkan ke glomerulus. Kompensasi ini berkaitan dengan perubahan lokal pada hemodinamika glomerulus yang dapat menyebabkan cedera glomerulus. Dimana peningkatan &olume kapiler glomerulus tanpa diiringi oleh peningkatan sel epitel &iseral akan mengakibatkan penurunan densitas kapiler glomerulus yang membesar. Diyakini bah$a kombinasi hipertensi glomerulus dan hipertrofi merupakan penyebab cedera sekunder dari kapiler glomerulus. Penurunan densitas epitel menyebabkan hilangnya sa$ar selektif sehingga menyebabkan adanya protein di dalam urine. Peningkatan permeabilitas dan hipertensi intraglomerulus juga membantu akumulasi dari protein 11
besar dalam subendotel. ;kumulasi ini menumpuk bersama proliferasi matriks mesangial yang pada akhirnya menyebabkan penyempitan lumen kapiler. Proses akumulasi ini dimediasi terutama oleh 'G! angiotensin 55 PDG CAG dan endotelin. Cedera sekunder lainnya adalah pembentukan mikroaneurisma akibat disfungsi sel endotel. ;kibat keseluruhannya adalah kolapsnya kapiler glomerulus dan glomerulosklerosis yang ditunjukkan dengan proteinuria dan gagal ginjal progresif. Proteinuria pada PGK merupakan tanda penting kerusakan ginjal. Proteinuria berperan dalam penurunan fungsi ginjal karena protein yang melintasi dinding kapiler glomerulus berdampak toksik sehingga terjadi migrasi monosit-makrofag dan dengan peran berbagai sitokin terjadi sklerosis glomerulus dan fibrosis tubulointerstisial (Bato&ino&iE 08 dan Pardede 08). e. 1anifestasi 0linis
ungsi utama ginjal adalah untuk memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit serta fungsi endokrin. Kehilangan atau rusaknya nefron berdampak pada perubahan ekskresi metabolik endokrin dan fungsi hemodinamik yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keseluruhan organ tubuh. Kerusakan nefron memba$a ke arah gangguan homeostasis tubuh dan retensi toksin uremik yang dibagi atas / kelompok yaitu 6 L Gangguan sekresi at fisiologi oleh ginjal L Gangguan sekresi metabolit fisiologi oleh ginjal L Aekresi at yang diperlukan untuk memelihara homeostasis tetapi dalam konsentrasi patologi (Aekar$ana 02). . !angguan kesei'bangan /airan dan elektrlit
Perubahan homeostasis cairan merupakan tanda a$al dari kehilangan nefron mencakup penurunan kemampuan untuk memaksimalkan konsentrasi urin. %al ini memba$a ke keadaan isostenuria dan diuresis osmotik dengan beban ekskresi dari &olume urin yang lebih besar untuk mengeluarkan sisa!sisa produk. Aecara klinis hal ini menimbulkan gejala nokturia dan poliuria yang tidak sensitif terhadap pengaruh &asopresin. ;kibat dari beban ekskresi yang lebih besar setiap asupan cairan yang dibatasi dapat menyebabkan dehidrasi dan penurunan fungsi ginjal.
,. Natriu'
Dengan berkurangnya ,G yang progresif pada pasien PGK ginjal akan mempertahankan keseimbangan natrium dengan meningkatkan ekskresi natrium oleh nefron yang masih baik. Fila adaptasi ini tidak terjadi akan timbul retensi natrium. Beningkatnya ekskresi natrium ini disebabkan karena meningkatnya rejeksi tubular dengan akibat meningkatnya fraksi ekskresi natrium (<a). Peningkatan masukan natrium yang tiba!tiba dapat menimbulkan perubahan &olume ekstraselular dengan segala akibatnya. +. 0aliu'
Kapasitas ginjal dalam mengeksresikan kalium dipelihara sampai ,G menurun diba$ah 1 m,-menit-1/m 0. Keseimbangan kalium pada pasien PGK dipertahankan dengan meningkatkan ekskresi renal dan ekstrarenal.
0!0"
m,-menit-1/m0
karena
penurunan
kemampuan
ginjal
untuk
mengeluarkan kalium. %al ini dapat terlihat lebih cepat pada penderita yang mengkonsumsi diet kaya kalium atau jika kadar aldosteron serum rendah. 2. Asidsis 'etablik
Pada gagal ginjal terjadi gangguan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan %M sehingga mengakibatkan asidosis metabolik dengan ditandai penurunan p% dan kadar %C3/! plasma.
;nemia pada gagal ginjal kronik disebabkan karena defisiensi hormon eritropoietin
dengan
gambaran
morfologi
eritrosit
normokrom
normositer.
toksisitas aluminium yang berkaitan dengan penggunaan fosfat binder= juga anemia dapat terjadi karena kehilangan darah iatrogenik selama hemodialisis atau pengambilan darah untuk pemeriksaan darah. Banifestasi anemia umumnya terjadi bila laju filtrasi glomerulus turun sekitar /" m,-menit. Keadaan ini menjadi lebih berat sejalan dengan penurunan ,G yang progresif dengan semakin sedikitnya masa renal yang tersisa. %. 4stedistrfi ginjal
Ginjal merupakan organ yang bertanggung ja$ab terhadap produksi kalsitriol yang merupakan bentuk metabolik paling aktif dari &itamin D. 3steodistrofi ginjal umumnya terjadi oleh karena hiperfosfatemia hipokalsemia dan akibat peningkatan hormon paratiroid. Kegagalan ginjal dalam menjalankan fungsinya mempunyai / konsenkuensi yaitu6 L Kegagalan ekskresi fosfat yang menyebabkan peningkatan fosfat serum menurunnya kadar kalsium darah dan timbul hiperparatiroid sekunder. L Gangguan pembentukan metabolit &itamin D aktif (10" (3%)D/) karena tidak adanya proses hidroksilasi. Kurangnya &itamin D aktif menyebabkan malabsorpsi kalsium melalui saluran cerna sehingga timbul hipokalsemia. L Kegagalan ekskresi asam dan retensi urea Gejala klinis osteodistrofi ginjal antara lain gangguan pertumbuhan gangguan bentuk tulang fraktur spontan dan nyeri tulang. ;pabila disertai gejala rakitis yang jelas akan timbul hipotonia umum lemah otot dan nyeri otot. Pada pemeriksaan radiologi dan histologi ditemukan gambaran osteomalasia dan osteofibrosis. *. 1etablis'e karbhidrat
Gangguan metabolisme karbohidrat sering menyertai keadaan uremia. Pada gagal ginjal kronik yang berat terjadi hiperinsulinisme dengan resistensi post!reseptor terhadap insulin. %al ini menyebabkan kecenderungan terjadi hipoglikemia dan gangguan metabolism karbohidrat. 5. 1etablis'e le'ak
Gangguan utama pada metabolisme lemak adalah hipertrigliseridemia dan hiperkholesterolemia sedang terutama akibat penurunan akti&itas lipoprotein lipase dan hepatik trigliserid lipase yang terjadi pada keadaan gagal ginjal sedang. 6. !angguan Pertu'buhan
Penyakit ginjal kronik tahap akhir pada anak dikaitkan dengan adanya gangguan
pertumbuhan
yang
dtandai
oleh
terlambatnya
maturasi
tulang 14
perkembangan pubertas dan kurangnya tinggi akhir saat de$asa. %al ini dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain terlambatnya diagnosis usia timbulnya PGK gangguan elektrolit cairan dan metabolik gangguan keseimbangan asam basa malnutrisi dan osteodistrofi ginjal. Kemungkinan faktor yang paling penting adalah usia saat timbulnya PGK. &. Hi-ertensi
%ipertensi pada umumnya simtomatik tidak jarang ditemui gambaran scar parenkim ginjal misalnya akibat refluks nefropati sehingga berakibat PGK. %ipertensi mungkin merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal sebaliknya penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan air dan pengaruh &asopresor dari sistem renin!angiotensin! aldosteron. . !agal jantung kngestif
Gagal jantung kongestif akibat hipertensi yang tidak dikelola dengan baik atau kelebihan cairan dan natrium tidak akan terjadi sampai tahap lanjut PGK namun pada beberapa anak dapat terlihat gejala yang membutuhkan terapi diuretik atau dialisis. ,. Ensefal-ati Hi-ertensi
Peningkatan tekanan darah yang ekstrim dan tiba!tiba dapat menyebabkan nekrosis arteri intrakranial dan edema serebri dengan gejala sakit kepala penurunan kesadaran dan kejang (Aekar$ana 02). f.
Diagnsis Pendekatan diagnosis PGK dilihat dari anamnesis pemeriksaan fisik
gambaran radiologis dan apabila perlu gambaharan histopatologis. ;dapun prinsipnya adalah 6 1. Bemastikan adanya penurunan faal ginjal (,G) 0. Bengejar etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi /. Bengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors) 2. Benentukan strategi terapi rasional ". Beramalkan prognosis (%ogg et al. 0/ dan KD345 012). Ana'nesis
;namnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin aotemia etiologi Penyakit Ginjal Kronik dan perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (,G). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan 1%
laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal (%ogg et al. 0/ dan KD345 012). Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi6
) )
Aesuai dengan penyakit yang mendasari= Aindrom uremia yang terduru daru lemah letargi anoreksia mual muntah nokturia kelebihan cairan (&olume o&erload) neuropati perifer pruritusm uremic
frost perikarditis kejang!kejang sampai koma= ) Gejala komplikasinya antara lain hipertensi anemia osteodistrofi renal payah jantung asidosis metabolik gangguan keseimbangan elektrolit (sodium kalium klorida) (%ogg et al. 0/ dan KD345 012). Pe'eriksaan "isik • • •
Hital sign Pemeriksaan fisik ginjal Pemeriksaan fisik lain ) Paru ) antung ) ;bdomen 'erdapat tiga gejala penyakit ginjal kronis yang biasanya dapat dipakai untuk
menentukan diagnosis NsuspectO yakni anemia hipertensi dan edema. Pe'eriksaan Penunjang
Penyakit ginjal kronis biasanya tidak menimbulkan gejala pada stadium a$al. %anya tes laboratorium yang dapat mendeteksi masalah yang berkembang. Aiapapun yang memiliki masalah pada peningkatan risiko untuk penyakit ginjal kronis harus diuji secara rutin. Pemeriksaan laboratorium Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan penyakit yang mendasarinya penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin serum dan penurunan laju filtrasi glomerolus (,G) yang dapat dihitung mempergunakan rumus Kockcroft!Gault serta kelainan biokimia darah lainnya seperti penurunan kadar hemoglobin hiper atau hipokalemia hiperfosfatemia hipokalsemia. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria hematuri leukosuria dan silinder. o
'es ungsi Ginjal Fertujuan untuk mengetahui gangguan fungsi ginjal dan menetapkan berat ringannya penyakit (KD
o
'es rin rinalisis ;nalisis urin akan memberi gambaran keadaan fungsi ginjal secara luas. ,angkah pertama dalam urinalisis adalah melakukan tes dipstick. Dipstick memiliki reagen!reagen yang dapat digunakan memeriksa urin untuk mengetahui ada tidaknya berbagai at atau molekul yang normal maupun abnormal seperti protein sel darah merah dsb. Kemudian setelah itu urin akan diperiksa diba$ah mikroskop untuk mencari apakah terdapat sel!sel darah merah dan putih adanya kristal ( padatan ) maupun sel!sel epitel dan sel!sel di luar tubuh yang lain. Dalam urin dapat dijumpai adanya albumin (protein) namun dalam jumlah yang sangat minimal. %asil positif pada tes dipstick untuk protein menunjukkan terdapat keadaan yang abnormal. Pengujian yang lebih sensitif daripada tes dipstick untuk mengetahui jumlah protein dalam urin adalah estimasi laboratorium albumin urin ( protein ) dan kreatinin dalam urin. *asio albumin ( protein ) dan kreatinin dalam urin memberikan perkiraan yang baik dari albumin ( protein ) yang diekskresi per hari.
o
'es urin!Dua puluh empat jam 'es ini memerlukan pasien untuk mengumpulkan semua urin mereka selama 02 jam berturut!turut. rin dapat dianalisis untuk mengetahui jumlah protein dan limbah produk (urea nitrogen dan kreatinin). Keberadaan protein dalam urin mengindikasikan adanya kerusakan ginjal. umlah kreatinin dan urea diekskresikan dalam urin dapat digunakan untuk menghitung tingkat fungsi ginjal dan laju filtrasi glomerulus (G*).
o
,aju filtrasi glomerulus (G*) G* adalah sarana standar untuk mengekspresikan fungsi ginjal secara keseluruhan. Pasien yang menderita penyakit ginjal biasanya akan diikuti dengan menuruunnya G* secara progresif. G* normal sekitar 1!12 ml - menit pada pria dan 9"!11" m, - menit pada $anita. Fiasanya akan menurun bersamaan dengan bertambahnya usia seseorang. G* dapat dihitung dari jumlah produk limbah dalam urin selama 02 jam atau dengan menggunakan petanda khusus yang diberikan secara intra&ena.
o
Kreatinin dan urea ( F ) dalam darah rea darah dan kreatinin serum nitrogen adalah tes darah yang paling umum digunakan untuk screening dan untuk memantau penyakit ginjal. Kreatinin adalah produk dari kerusakan otot yang normal. Aedangkan urea adalah produk limbah dari pemecahan protein. 'ingkat dari at!at ini biasanya akan meningkat dalam darah jika pemecahan terlalu banyak atau fungsi ginjal yang memburuk.
o
Perkiraan (estimasi) G* ( eG* ) ,aboratoris atau dokter mungkin akan menghitung estimasi G* dengan menggunakan informasi dari darah pasien. %al ini penting untuk menyadari estimasi G* seseorang dan stadium penyakit ginjal kronis yang dideritanya. Dari sini dokter biasanya akan menggunakan staging penyakit ginjal yang diderita pasien untuk merekomendasikan pengujian tambahan dan memberikan saran tentang manajemen selanjutnya.
o
Kadar elektrolit dan keseimbangan asam!basa Disfungsi ginjal menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit khususnya kalium fosfor dan kalsium. Kadar kalium yang tinggi (hiperkalemia) butuh perhatian yang khusus. Karena keseimbangan asam!basa darah biasanya akan terganggu juga. Penurunan produksi bentuk aktif dari &itamin D dapat menyebabkan rendahnya kadar kalsium dalam darah. Ketidakmampuan ginjal mengekskresikan fosfor menyebabkan kadarnya di dalam darah meningkat. Kadar hormon testis atau o&arium juga mungkin menjadi abnormal.
o
umlah sel darah Karena
penyakit
ginjal
mengganggu
produksi
sel
darah
dan
memperpendek kelangsungan hidup sel darah merah sel darah mera h dan hemoglobin mungkin kadarnya akan rendah (anemia). Feberapa pasien juga mungkin memiliki kekurangan at besi karena kehilangan darah dalam sistem pencernaan mereka. Kekurangan nutrisi lainnya juga dapat mengganggu produksi sel darah merah (Kathuria 012).
o
Pemeriksaan Lain oto polos abdomen6 dapat terlihat batu radio opak Pielografi intra&ena6 sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak bisa o mele$ati filter glomerolus di samping kekha$atiran terjadinya pengaruh toksisk oleh
o
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan Pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi 1(
o
Pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi (%ogg et
o
al. 0/ dan KD345 012). AG ltrasonografi sering digunakan dalam diagnosis penyakit ginjal. AG merupakan jenis tes pencitraan yang non in&asi&e. Aecara umum ginjal akan mengalami penyusutan ukuran pada penyakit ginjal kronis meskipun pada beberapa penyakit dapat juga ditemukan ukuran yang normal atau membesar seperti penyakit polikistik ginjal de$asa nefropati diabetes dan amyloidosis. Aelain itu AG juga dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya obstruksi saluran kemih batuginjal dan juga untuk menilai aliran darah ke dalam ginjal.
o
Fiopsi Aampel jaringan ginjal kadang!kadang diperlukan dalam kasus dimana penyebab penyakit ginjal masih belum jelas (KD
g. 7ata Laksana
1. 'erapi konser&atif 'ujuan dari terapi konser&atif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif meringankan keluhan!keluhan akibat akumulasi toksin aotemia memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit. a.
Peranan diet 'erapi diet rendah protein (D*P) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin aotemia tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b.
Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk PGK harus adekuat dengan tujuan utama yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen memelihara status nutrisi dan memelihara status gii. c. Kebutuhan cairan Fila ureum serum 7 1" mg# kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 0 , per hari. d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
1*
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat indi&idual tergantung dari ,G dan penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease). 0. 'erapi simtomatik a. ;sidosis metabolik ;sidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). ntuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. 'erapi alkali ( sodium bicarbonat ) harus segera diberikan intra&ena bila p% Q /" atau serum bikarbonat Q 0 m
20
inhibitor ) . Belalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan antihipertensi dan antiproteinuria. g. Kelainan sistem kardio&askular Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardio&askular merupakan hal yang penting karena 2!"# kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardio&askular. 'indakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardio&askular yang diderita termasuk pengendalian diabetes hipertensi dislipidemia hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit. /. 'erapi pengganti ginjal 'erapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium " yaitu pada ,G kurang dari 1" ml-menit. 'erapi tersebut dapat berupa hemodialisis dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal. a. %emodialisis 'indakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik aotemia dan malnutrisi. 'etapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (,G). 5ndikasi tindakan terapi dialisis yaitu indikasi absolut dan indikasi selektif. Feberapa yang
termasuk dalam
indikasi absolut yaitu
perikarditis
ensefalopati-neuropati aotemik bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik hipertensi refrakter muntah persisten dan Blood Uremic itrogen (F) 7 10 mg# dan kreatinin 7 1 mg#. 5ndikasi selektif yaitu ,G antara " dan 9 m,-menit-1/mS mual anoreksia muntah dan astenia berat. b. Dialisis peritoneal (DP) ;khir!akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal !ialysis (C;PD) di pusat ginjal di luar negeri dan di 5ndonesia. 5ndikasi medik C;PD yaitu pasien anak!anak dan orang tua (umur lebih dari +" tahun) pasien!pasien yang telah menderita penyakit sistem kardio&askular pasien! pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis kesulitan pembuatan ;H shunting pasien dengan stroke pasien GG' (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup dan pasien 21
nefropati diabetik disertai co"morbidity dan co"mortality. 5ndikasi non!medik yaitu keinginan pasien sendiri tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri) dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal. c. 'ransplantasi ginjal (%ogg et al. 0/ dan KD345 012)
h. 0'-likasi
PGK dapat mengakibatkan beberapa komplikasi seperti6 anemia penyakit mineral
tulang
(BFD-mineral
and
bone
disorder )
asidosis
metabolik
ketidakseimbangan kalium dan natrium ketidakseimbangan cairan serta kekurangan gii. Pasien dengan PGK perlu dipantau untuk setiap kondisi tersebut dan ditangani ketika komplikasi sudah teridentifikasi. 1) ;nemia ;nemia merupakan komplikasi PGK dimana penurunan yang signifikan dalam hemoglobin (%b) biasanya terlihat pada pasien dengan PGK grade /b atau lebih. Ferdasarkan pedoman 01/ KD5G3 anemia pada PGK didefinisikan sebagai jumlah %b :1/ pada pria dan %b :10 pada $anita. <&aluasi tersebut harus mencakup hitung sel darah jumlah retikulosit serum feritin dan serum saturasi besi ('A;') untuk menilai defisiensi besi. ika terdiagnosis defisiensi at besi harus diikuti oleh e&aluasi dan penanganan PGK sesuai dengan usia. 'arget %b untuk semua tahap PGK adalah 1!10. Dalam penanganan primer harus mempertimbangkan rujukan ke nephrologist apabila terdapat %b :1 dan tidak ada penyebab non!ginjal yang jelas pada pemeriksaan a$al. Pertimbangan dalam penggunaan Erythro#oesis $timulating Agent (
transfusi
harus
dihindari
pada
pasien
dengan
PGK
jika
memungkinkan karena dapat menimbulkan potensi sensitisasi yang mungkin akan menunda atau menghalangi transplantasi ginjal di kemudian hari. 'idak terdapat batas rentang %b khusus untuk dilakukannya transfusi. Kuncinya ialah pada penilaian klinis yaitu transfusi dapat diindikasikan untuk anemia yang sudah menimbulkan gejala terutama pada pasien dengan gagal jantung. 0) %ineral and Bone !isorder (CKD!BFD)
22
;bnormalitas kalsium dan metabolisme fosfat biasanya terlihat jelas pada tahap akhir PGK (grade /b atau lebih). Atudi obser&asional menunjukkan bah$a penanganan CKD!BFD dalam tahap a$al PGK berpotensi dapat memperlambat atau mencegah perkembangan PGK dan dapat mencegah kalsifikasi &askular. Auplemen &itamin D direkomendasikan bagi pasien dengan kekurangan &itamin D. %idroksilasi ginjal umumnya cukup adekuat dalam PGK grade 1!/ dan
bentuk &itamin D akan berguna dalam mengatasi defisiensi. Pemberian
suplementasi &itamin D harus diutamakan di $ilayah geografis di mana pasien berisiko tinggi defisiensi akibat paparan sinar matahari yang kurang. *ujukan ke nefrologis diperlukan sebelum penggunaan bentuk aktif &itamin D atau manajemen defisiensi &itamin D pada PGK tahap G2 atau G". /) ;sidosis metabolik Feberapa penelitian telah menunjukkan potensi manfaat natrium bikarbonat yang paten pada semua tahap PGK untuk mencegah penyakit ginjal. amun mengingat keterbatasan data yang tersedia dan potensi efek buruk pada tekanan darah penggunaan natrium bikarbonat belum dianjurkan. 2) Keseimbangan Kalium osfor dan atrium %iperkalemia merupakan masalah yang sering pada PGK terutama pada pasien yang mungkin mendapat manfaat dari ;C<5-;*F. Kadar kalium yang tinggi (7 ""m
keseimbangan
cairan
termasuk
menangani
hiper&olemia
penggunaan diuretik garam dan asupan air. Pasien dengan PGK rentan terhadap hiperpigmentasi dan hipo&olemia. Pada stadium lanjut dari PGK kemampuan untuk mengompensasi elektrolit dan perubahan &olume semakin terganggu. 23
%iper&olemia dan diuretik %iper&olemia dapat terlihat secara nyata ketika pasien menjadi oligouria atau memiliki sindrom nefrotik penyakit hati atau penyakit yang menyertainya seperti gagal jantung. 'erlepas dari etiologi hiper&olemia beberapa isu berkembang terjadi dalam pemberian diuretik pada pasien dengan PGK seperti6 1. Diet pembatasan natrium. 0. Diuretik loop lebih dipilih ketika G* :2 ml - menit. /. Penambahan spironolactone atau eplerenone mungkin bermanfaat terutama pada pasien proteinuri yang sudah diberi terapi *;;A!blocker dengan maksimal. 2. Dosis yang lebih besar dalam pemberian loop diuretik (0 sampai / kali dosis biasa) sering dibutuhkan dalam sindrom nefrotik dalam mengikat obat terhadap albumin. ". Penambahan metolaone 1"!0 menit sebelum loop diuretik dapat meningkatkan respon. 5ni dapat dilakukan selama /!" hari sampai mendekati eu&olemia kemudian dinilai ulang. +. Penyesuaian dosis dan frekuensi diuretik berdasarkan berat akurat pasien lebih disukai. . Dosis tinggi atau terapi diuretik kombinasi sebaiknya dimulai dengan
konsultasi kepada nefrologis. ;supan cairan ;supan cairan tinggi dianjurkan pada tiga kondisi yang sering terlihat pada pasien dengan PGK berikut6 1. efrolitiasis6 dianjurkan asupan cairan setidaknya 0/, sehari. 0. $alt"&asting e#hro#athy (misalnya penyakit interstitial ginjal kronis penyakit kistik medula) jarang terjadi kondisi dimana kemampuan berkonsentrasi ginjal berkurang6 ini memerlukan asupan harian7 2, cairan dan diet garam tinggi. /. Diabetes insipidus nefrogenik moderate6 asupan cairan 7 " ,-hari mungkin diperlukan.
Pera8atan Pen/egahan Sekunder
*isiko komplikasi pada pasien PGK dapat dikurangi dengan pera$atan pencegahan yang meliputi6 perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat menghindari obat!obatan nefrotoksik pemberian imunisasi yang tepat dan pemantauan untuk diagnosis sekunder umum. Fukti yang muncul mengidentifikasi obesitas sebagai faktor risiko yang dapat dimodifikasi baik bagi pengembangan maupun pencegahan PGK jadi kelebihan berat badan dan obesitas harus ditangani dengan baik ('homas Kanso and Aedor 09). 24
i.
Prgnsis Pasien dengan Penyakit Ginjal Kronik umumnya mengalami penurunan fungsi
ginjal yang progresif dan berisiko mengalamai penyakit ginjal stadium akhir atau
2%
BAB III Penutu0esi'-ulan Penyakit ginjal kronik adalah suatu kerusakan ginjal dengan atau tanpa penurunan
laju filtrasi ginjal. Pada tahap a$al penyakit ini jarang menimbulkan gejala. Pasien dengan PGK membutuhkan manajemen yang kompleks. Aistem klasifikasi telah diperkenalkan pada tahun 00 oleh ational Kidney oundation yang sesuai dengan tingkat keparahan penyakit pasien sekaligus sebagai pedoman pera$atan pasien. 5nter&ensi dini dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas pada pasien PGK. Dengan identifikasi a$al pengobatan anemia osteodistrofi hiperlipidemia dan penyakit kardio&askular serta pera$atan primer oleh dokter dan nefrologis secara bersamaan dapat secara signifikan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit ginjal kronis.
DA"7A# PUS7A0A
;rora
P.
and
Fatuman
H.
01.
Chronic
'idney
!isease.
;&ailable
at
:http6--emedicine.medscape.com-article-0/989!o&er&ie$Ta+7
and
$tratification.
;&ailable
at6
2&
:http6--$$$.kidney.org-professionals-kdoRi-guidelinesUckd-toc.htm7
V;ccessed
18
september 01"W %ogg *.. et al. 0/. ational 'idney .oundations 'idney !isease (utcomes )uality *nitiative Clinical Practice +uidelines for Chronic 'idney !isease in Children and Adolescents, Evaluation- Classification- and $tratification. Pediatrics 1116121+!1201. Kathuria
P.
012.
Chronic
'idney
!isease,
!iagnosis.
;&ailable
at6
:$$$.emedicinehealth.com-script-main-mobileart!emh.aspXarticlekey"999Ypage?17 Kidney C. et al. 012. %anagement of Chronic 'idney !isease (b0ectives, 'ey #oints. (Barch).
Levey, +.S., et al. 2003. National Kidney Foundation practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classication, and stratication. +vailale at: -!tt://.nci.nl.ni!.ov/ued/12(%*1&3 ,e&in ;. et al. 09. +uidelines for the management of chronic kidney disease. Canadian Bedical ;ssociation journal 18(11) pp.11"2Z11+0. Bato&ino&iE B.A. 08. Patho#hysiology and Classificatrion of 'idney !iseases. ;&ailable at6 :http6--$$$.ifcc.org7 KD
2'