Islam dan Disiplin Ilmu Teknik (Sains dan Teknologi)
Pertentangan yang terjadi di dunia Barat dalam hubungan sains dan agama menimbulkan kekhawatirantersendiri di kalangan muslim akan pengaruh buruk dari dari pertentangan tersebut dalam dunia Islam sehingga untuk membuktikan tidak adanya p ertentangan tersebut, mereka senantiasa berusaha menemukan hubugan yang sangat erat di antara sains dan agama. Dengan penggunaan metode dan bahasa yang tepat, akan menutup p eluang timbulnya p ertentangan antara sains dan agama. Secara intrinsik dibuktikan tidak adanya pertentangan antara sains dan agama karena sesungguhnya sains dalam wacana modern merupakan pengembangan dari filsafat alam yang merupakan bagian dari filsafat Yunani. Namun, filsafat Yunani Yunani lebih b erdasarkan pada pemikiran spekulatif. Oleh karena itu perlu dilengkapi dengan pengamatan empiris sebagaimana yang diperintahkan dala m Al-Qur¶an. Al-Qur¶an. ( Armahedi Mahzar, 2004 : 210 ). Dalam upaya mengharmoniskan p emahanan sains Barat dengan dengan pemahaman k eislaman, para cendekiawan muslim mengintegrasikan sains kedalam pemahaman keislaman dengan menghubungkan fakta ilmiah dengan Al-Qur¶an yang merupakan pedoman dan bahan acuan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak ada satu ayat pun dari Al-Qur¶an yang bertentangan dengan fakta ilmiah. Dalam surat surat An-Nisa : 82, Allah Allah menyatakan :
Artinya : ³Maka apakah apaka h mereka tidak memperhatikan Al-Qur¶an Al-Qur¶an ? kalau kiran ya Al-Qur¶an Al-Qur¶an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya´. (Hasbi Ashshiddiqi, 1971 : 132 ).
Salah satu contoh adanya persesuaian antara Al-Qur¶an Al-Qur¶an dan sains adalah ungkapan Al-Qur¶an dengan cara eksplisit maupun implisit mengungkapkan fenomena itu sesuai dengan fakta penemuan sains. Dengan memperhatikan b agaimana Al-Qur¶an Al-Qur¶an berbicara tentang ala m semesta dan berbagai fenomena yang terjadi di dalamnya, dapat diketahui sains tidak dapat dipisahkan dan agama dalam mencari hakikat kebenaran dan ilmu pengetahuan. Maurice Bucaille ( 1996 : 252 ) mengemukakan pendapatnya, bahwa : ³Ilmu bergerak maju mengumpulkan penemuan-penemuan yang semakin beragam dan kompleks, dan
dengan demikian semakin menambah jumlah teka-teki. Kenyataannya, ilmu sendiri tidak mampu memberikan jawaban-jawaban atas beberapa pertanyaan yang diajukannya. Semakin banyak informasi yang dikandungnya, suatu fenomena akan terus terjadi sejalan dengan berlalunya waktu. Jika ditelaah secara terperinci, semua itu na mpak jelas bahwa dibutuhkan metode analisis yang sesuai, dengan dilakukannya penyelidikan atas kitab-kitab suci dan juga data ilmu´. Cara pendekatan tersebut, memberikan prioritas akan adanya integrasi antara agama dan ilmu. Maka tidaklah berlebihan jika banyak ayat Al-Qur¶an yang mendorong agar manusia mencari tand atanda kekuasaan Allah melalui perenungan atas fenomena alam beserta isinya, semata-mata agar manusia dapat menggali pengetahuan dengan kekuatan akalnya. Seluruh rangkaian dalam proses pemeriksaan terhadap fenomena alam, mulai dari penggunaan akal dalam menganalisa data hingga sampai pada kesimpulan logis, merupakan kegiatan utama dari pengembangan ilmu pengetahuan secara umum. Dengan hasil pemikiran yang sistematis dan terarah, eksplorasi alam pun akan tercapai secara baik yang diikuti dengan perkembangan sains dan teknologi. A. Sahirul Alim ( 1999 : 72 ) menegaskan, bahwa dalam hal ini Islam turut berperan kuat dalam membentu pengemb angan sains dan t eknologi lewat pertanyaan-pertanyaan Al-Qur¶an. Namun segala bentuk pengembangan sains dan eksplorasi alam itu hendaknya tetap dalam kerangka untuk mendekatkan diri dan bertaqwa kepada Allah. Karena segala yang dilakukan dan dicapai oleh manusia itu semata-mata atas pemberian dan izin Allah. Maka dapat disimpul kan bahwa sains dan teknologi bukanlah tujuan dalam kehidupan manusia, tetapi hanya sebagai sarana yang berguna dalam melancarkan dan meningkatkan ibadah kepada Allah SWT. Tanpa pemahaman dan kesadara n agama, sains dan teknologi hanya dijadikan sebagai pemuas nafsu dan keinginan semata. Dalam keadaan demikian, tentulah martabat manusia akan jatuh ke tingkat yang lebih rendah dari binatang. Potensi destruktif dari sains ini akan menyebabkan dekadensi moral hingga berujung pada hancurnya peradaban duniamodern ini. Cukup jelas bahwa untuk mencegah pengaruh buruk dari sains ini, haruslah diperhatikan faktor keimanan dan amal sholeh sebagai kendali internal tiap individu manusia yang dapat mengarahkan semua tindakan yang dilakukannya. Dalam kaitannya dengan perbuatan, Wan Mohd. Nor Wan Daud ( 1999 : 76 ) menyatakan adanya hubungan kausal antara pengetahuan dan keimanan, bahwa: ³Pengetahuan melalui keimanan menjadi sebab positif bagi amal shaleh. Pengetahuan harus menghasilkan keyakinan (iman), sedangkan iman pada akhirnya melahirkan amal-amal shaleh. Karena itu, pengetahuan juga akan melahirkan aml shaleh. Yaitu semua tindakan yang timbul dari dan sesuai dengan pandangan Islam, meliputi kewajiban ritual, juga semua usaha p enting individu melalui garis-garis moral, spiritual, dan intelektual´. Konvergensi dari dua aspek tersebut dapat dipahami bahwa dalam pencarian pengetahuan, termsuk sains, harus didasarkan pada fondasi pengetahuan tentang realitas Tuhan. Sekaligus juga membentuk wacana bahwa sains tidak bertentangan dengan agama.
Sebagai penyusun dasar pengetahuan, sains dan agama mengajarkan tentang cara berpikir manusia tentang dunia. Berkaitan dengan hal ini, integrasi antara sains dan agama harus senantiasa diaplikasikan dalam membuat rumusan tentang alam ( dunia ), kerana melalui prinsip integralisme inilah manusia dapat membentengi pandangan intelektual dan moral dengan nilai-nilai spiritual. Searah dengan paradigma int egralisme sains dan Islam, Bruno Guiderdoni ( 2004 : 136 ) merumuskan tiga jalan yang saling berkonvergensi dalam menolong manusia memperoleh pengetahuan dan menemukan Tuhan, yaitu: 1. Penelaahan Kitab Suci dan kepatuhan kepada hukum yang diwahyukan (syari¶at ). 2. Penyelidikan terhadap dunia dan perenungan terhadap keteraturan serta keajaibannya. 3. Penyingkapan bati n yang di anugerahkan Allah kepada hamba-hamba yang di kehendakin ya-Nya. Dengan demikian, konvergensi berbagai jalan menuju pengetahuan ini dapat dijadikan sebagai proses pengintegrasian sains dan Islam dalam mencapai Realitas Intelektual Yang Maha Tinggi, yaitu Allah SWT. Membicarakan integrasi sains dan Islam, berarti mengaitkan fenomena sains dengan interpretasi Al-Qur¶an. Dengan cara ini, akan terwujud k eseimbangan antara kemajuan sains dan ketinggian iman kepada Allah SWT, sebagaimana pemikiran Murtadha Muthahhari (1997:74) dalam menghubungkan sains dan keimanan, bahwa : ³Sains menciptakan teknologi, dan keimanan menciptakan tujuan. Sains memberi kita momentum, dan keimanan memberi kita arah. Sains adalah revolusi eksternal, dan keimanan adalah revolusi internal. Sains memperluas manusia secara horizontal, dan keimanan meningkatkannya secara vertikal. Baik sains maupun keimanan memberi kekuatan kepada manusia´. Keduanya berperan dalam menunjukkan dunia eksternal maupun internal. Keimanan dapat dikenali melalui sains, dan keimanan itu juga dapat terjaga melalui pencerahan sains. Dengan demikian, keimanan sebagai bentuk kesadaran agama akan dapat berintegrasi dengan sains dalam memecahkan problematika modernitas. Karena baik sains maupun agama merupakan bentuk kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
C. Realitas Sains dalam Islam Bagi umat Islam yang sudah memahami agaman ya dengan baik, kesadaran akan posisi ilmu pengetahuan sebagai bagian intrinsik dalam kehidupan manusia akan mengantarkannya pada satu tingkatan di mana nilai-nilai keagamaan ( religiusitas ) terkandung di dalamnya. Peran religiusitas sangat berarti dalam mencapai kesejahteraan kehidupan manusia, karena dipandang sebagai faktor penting bagi penataan kehidupan manusia serta segala aktivitas yang merujuk pada penguasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, dapat disederhanaka n bahwa penempatan ilmu pengetahua n dan teknologi sebagai kesadaran kehadiran Tuahan, merupakan suatu bentuk religiusitas. ( Abdul Munir Mulkan, 1998 : 22 ). Untuk mewujudkan kesadaran tersebut, Allah SWT telah memberikan petunjuk kepada manusia di dalam kitab suci Al-Qur¶an untuk dap at dipahami, dipikirkan, serta dihayati lalu
diamalkan. Al-Qur¶an mengarahkan perhatian manusia pada semua seni ciptaan-Nya di alam semesta yang tiada bandingannya. Dengan melakukan penalaran akal dan perenungan terhadap semua fenomena alam semesta, manusia akan menemukan petunjuk-petunjuk yang jelas bahwa seluruh alam ini, termasuk manusia, tidak terwujud dengan sendirinya tanpa adanya Sang Pencipta. Bermula dari tidak ada, hingga menjadi seperti apa yang terlihat lewat indra dan diamati lewat sains. Secara khusus, Yusuf Qardhawi (199 8:326) melukiskan kemukjizatan Al-Qur¶an atas realitas ilmiah tersebut dengan mengemukakan bahwa, Mukjizat ilmiah Al-Qur¶an merupakan masalah yang sangat rumit. Ia harus diukur dengan standar-standar ilmiah dan sejarah yang didahului penelitian, serta berusaha untuk tidak meletakkan Al-Qur¶an dan sains modern pada posisi kontradiksi. Oleh karena itu, manusia harus membuktikan bahwa antara sains dan Islam tidak terdapat pertentangan dalam mengungkapkan kebenaran. Berbicara tentang kaitan sains dan Islam, berarti mempertemukan fakta atau realitas sains dengan pernyataan Al-Qur¶an merupakan kunci menuju dan memahami realita yang tersembunyi di balik fenomena-fenomena yang terjadi di alam dan keh idupan manusia. Sehingga Al-Qur¶an dapat membawa manusia mendekatkan diri kepada Allah melalui ciptaan-Nya dan realitas alam semesta. Dalam konteks pembicaraan tentang sains dan Islam ini, kebanyakan orang memiliki gambaran yang salah dala m memposisikan sains dan Al-Qur¶an sebagai kitab pedoman umat Islamterutama dalam hal pengungkapan realitas. Kebenaran mengait kan sains dengan Al-Qur¶an secara jujur masih dirasakan oleh seb agian umat Islam yang belum memahami agamanya dengan baik. Islam dalam pemahaman mereka hanya identik dengan shalat, zakat, puasa, masjid dan majlis ta¶lim. Meskipun mengakui ada kewajiban mencari ilmu, maka ilmu dalam pikiran mereka tidak lebih dari ilmu-ilmu keagamaan. Mempelajari apalagi mandalami ilmu-ilmu seperti sains yang di kembangkan Barat, dianggap kurang perlu dan kurang dibutuhkan. ( Nanang Gojali, 2004 : 101 ) Paradigma keliru seperti inilah yang harus dihindari dalam menilai sains dan Islam, karena akan berakibat pada sikap apatis dan fanatisme yang mengantarkan manusia pada kebodohan. Islam selalu menyarankan kepada menusia untuk mempelajari alam dan ciptaan Allah lainnya, serta memahami semua itu untuk kepentingan manusia. Himbauan-himbauan itu seluruhnya termuat dalam ayat-ayat Al-Qur¶an. Demikian pendapat Abuddin Nata (1993:105) dalam memperhatikan a yat-ayat Al-Qur¶an, bahwa Al-Qur¶an banyak berisi perintah yang menyuruh manusia memperhatikan alam semesta dengan pemikiran yang mendalam, agar mereka mengetahui rahasia yang terkandung dibalik itu, sehingga akan melahirkan keyakinan yang kuat akan eksistensi Tuhan Pencipta alam. Semua kebenaran dan pengetahuan yang diperoleh lewat sains, seluruhnya telah Allah tunjukkan dalam Al-Qur¶an bahkan sebelum fakta sains itu ditemukan. Keberadaannya menunjukkan bahwa penyelidikan dan penguasaan manusia tentang sains merupakan bagian dari berkah Allah SWT. Yang patut disyukuri dan diamalkan dengan sebaik-bainya guna membangun fondasi iman dan
ilmu. Sehingga dengan keutuhan fondasi itu manusia akan mendapat kebahagiaan hidup yang lebih sempurna. Banyak sekali kalimat-kalimat Al-Qur¶an yang menunju kkan temuan dan perolehan fakta-fakta ilmiah. Al-Qur¶an menyebutkan banyak hal penting tentang penciptaan dan fenomena alam yang benar-benar berasal dari ilmu Yang Maha Tahu di dunia ( M. Fethullah Gulen, 2002 : 248 ). Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada seluruh umat manusia untuk memperhatikan dan mempelajari Al-Qur¶an, khususnya dalam hubungan dengan ilmu pengetahuan. Hubungan ini sangat penting, karena perkembangan ilmu pengetahuan akan memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan aga ma dan sejarah perkembanga n manusia pada generasi-generasi yang akan datang. Dalam rangka menjelaskan kepada manusia akan tanda-tanda wujud Allah SWT melalui faktafakta ciptaan-Nya di alam s emesta, Islam membuktikan realitas sains d alam ayat-ayat Al-Qur¶an, seperti : Bukti kosmologis tentang fenomena penciptaa n alam semesta, yang berawal dari keterpaduan hingga akhirnya terjadi pemisahan menjadi langit dan bumi. Serta penekanan akan pentingnya air bagi makhluk hidup untuk kelangsungan hidupnya. Hal ini dinyatakan dala m Al-Qur¶an s. Al-Anbiya : 30
Artinya: ³ Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasannya langit dan bumi keduanya itu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahan antara keduanya. Dan dari air dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak juga beriman? ³( Hasbi Ashshiddiqi, 1971 : 499 ) Penjelasan tentang proses terjadinya hujan, mulai dari pembentukkan awan tebal oleh angin, yang kemudian saling bergabung dalam kondisi arus udara yang sangat tinggi. Akibatnya, terjadi perbedaan kecepatan titik embun sampai pada proses selanjutnya hingga akhirnya terjadilah hujan. Dan dari butiran- buturan es ( hujan ) tersebut menyebabkan terjadinya kilat. Demikian Al-Qur¶an surat An Nur : 43 menjelaskan p roses tersebut :
Artinya: ³Tidaklah kamu melihat bah wa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan s eperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilan gkan penglihatan´. Masih banyak lagi fakta-fakta ilmiah (sains) yang disebutka n dan dibuktikan dalam AlQur¶an. Hal ini menguak keterpaduan antara sains dan Islam, bahwa tidak ada satu ayat pun dalam Al-Qur¶an yang bertentangan dengan realitas sains. Pada akhirnya, sains dalam Islam adalah semacam ta¶wil atau penafsiran alegoris harus menyadarkan dirinya pa da penafsiran makna-makna yang tampak dari benda-benda di alam ( Syed Muhammad Naquib Al- Attas, 1995 : 67 ). Dengan demikian sains harus memiliki peran dan fungsi spiritual di samping fungsi intelektualnya dalam membantu memenuhi kebutuhan manusia. Diantara kebutuhan tersebut, yang terpenting adalah memperoleh kepastian dalam pengetahuan tentang Allah SWT. Oleh karena itu, hendaknya manusia meyakini bahwa Islam adalah agama yang paling sempurnadan Al-Qur¶an melengkapi kesempurnaan itu dalam kand ungan ayat-ayatnya yang mencakup seluruh aspek kehidupan, khisusnya dalam pengembangan sains dan teknologi. Dengn mengkaji kembali ayatayat Al-Qur¶an secara lebih luas da n mendalam dikaitkan dalam kehidupan, akan mampu mengarahkan ilmu yang manusia pelajari sesuai dengan tuntutan dan nilai-nilai Islam.