BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Geofisika adalah salah satu cabang ilmu kebumian yang mempelajari bumi dengan menggunakan aspek aspek fisika dari batuan bawah permukaan yang menyusun bumi. Aspek fisika digunakan sebagai parameter pendugaan bagaimana bentuk dan struktur bawah permukaan tersebut dengan melakukan pengukuran dari permukaan. Sifat sifat fisika yang biasanya digunakan adalah cepat rambat gelombang,
resistivitas
kelistrikan,
elektromagnetik,
percepatan
gravitasi,
intensitas kemagnetan dan lain sebagainya. Berbagai sifat fisika tersebut adalah parameter parameter yang digunakan untuk memetakan bawah permukaan bumi itu seperti apa. Sifat fisika digunakan sebagai indikator dikarenakan respon setiap batuan terhadap suatu rangsangan itu berbeda beda, baik itu batuan sedimen, metamorf metamorf ataupun beku. Untuk mendapatkan berbagai sifat fisika tersebut sebagai parameter untuk memetakan bawah permukaan, geofisika menggunakan beberapa metode pengukuran untuk mendapatkan sifat fisika batuan tersebut. Secara umun, metode di dalam geofisika ada 2, yaitu metode aktif dan metode pasif. Metode aktif adalah metode geofisika yang memberikan rangsangan kepada bumi untuk kemudian diterima respon batuannya di permukaan. Sementara, untuk metode pasif hanya menggunakan alat khusus dan melakukan pengukuran di permukaan tanpa memberikan rangsangan khusus kepada bumi. Salah satu contoh metode pasif adalah metode elektromagnetik Very Low Frequency (VLF). (VLF). Metode ini mengukur perbedaan komponen real dan imajiner dari gelombang elektromagnetik yang diterima pemancar. Dari perbedaan komponen ini, selanjutnya dapat dihitung nilai rapat arus ekuivalent yang menggambarkan kondisi medium bawah permukaan. Nilai dari rapat arus ekuivalen ini sebanding dengan nilai konduktivitas dan permisivitas batuan sehingga dapat diketahui kondisi batuan bawah permukaan
1
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari pembuatan laporan prktikum elektromagnetik “Very “ Very Low Frequency” Frequency” ini adalah agar memahami prinsip, konsep-konsep dasar dalam metode VLF, cara akuisisi, pengolahan, serta interpretasi dari metode lektromagnetik VLF. Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah untuk mendapatkan grafik Tilt vs Elipt hasil pengukuran dilapangan, grafik MA tilt vs MA elipt, Penampang Rapat Arus Equivalen (RAE) pengolahan secara manual dengan menggunakan software Microsoft Excel , Penampang RAE hasul pengolahan menggunakan Software KHFilt , dan Penampang RAE hasil pengolahan menggunakan menggunakan Software Matlab.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Geologi Regional
DIY terletak di bagian tengah-selatan pulau jawa, secara geografis terletak pada 703’-8 3’-8012’ Lintang Selatan dan 110 000’-110 00’-110050’ Bujur Timur. A. Fisiografi
Secara umum, fisiografi Jawa Tengah bagian selatan-timur yang meliputi kawasan Gunungapi Merapi, Yogyakarta, Surakarta dan Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu Zona Solo dan Zona Pegunungan Selatan (Bemmelen, 1949) (lihat Gambar 2.1). Zona Solo merupakan bagian dari Zona Depresi Tengah ( Central Depression Zone) Zone) Pulau Jawa. Satuan perbukitan terdapat di selatan Klaten, yaitu Perbukitan Jiwo. Perbukitan ini mempunyai kelerengan antara 4 0 – 150 dan beda tinggi 125 – 264 m. Beberapa puncak tertinggi di Perbukitan Jiwo adalah G. Jabalkat (± 264 m) di Perbukitan Jiwo bagian barat dan G. Konang (lk. 257 m) di Perbukitan Jiwo J iwo bagian timur.
Gambar 2.1. Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifikasi dari van Bemmelen, Bemmelen, 1949).
Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran YogyakartaSurakarta di sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh
3
Waduk Gajahmungkur, Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan India.Di sebelah barat, antara Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara berupa gawir Baturagung. Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga subzona, yaitu Subzona Baturagung, Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu (Harsolumekso dkk., 1997 dalam Bronto dan Hartono, 2001). Subzona Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun membentang dari barat (tinggian G. Sudimoro, ± 507 m, antara Imogiri-Patuk), utara utar a (G. ( G. Baturagung, ± 828 m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, ± 737 m).
B. Stratigrafi
Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan Selatan telah banyak dikemukakan oleh beberapa peneliti yang membedakan stratigrafi wilayah bagian barat (Parangtritis – Wonosari) dan wilayah bagian timur (Wonosari – Pacitan). Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat telah diteliti diteli ti antara lain oleh Bothe (1929), van Bemmelen (1949), Sumarso dan Ismoyowati (1975), Sartono (1964), Nahrowi, dkk (1978) dan Suyoto (1992) serta Wartono dan Surono dengan perubahan (1994) (Tabel 3.1).
4
Tabel 2.1. Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan dari beberapa penulis.
Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut penamaan
litostratifrafi
menurut
Wartono
dan
Surono
dengan
perubahan (1994) adalah : 1. Formasi Wungkal-Gamping Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya di Perbukitan Jiwo.Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batugamping. Jadi umur Formasi WungkalGamping ini adalah Eosen Tengah sampai dengan Eosen Akhir (Sumarso dan Ismoyowati, 1975).
2. Formasi Kebo-Butak Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di lereng dan kaki utara gawir Baturagung.Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah berupa batupasir berlapis
5
baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Lingkungan
pengendapannya
adalah
laut
terbuka
yang
dipengaruhi oleh arus turbid. Ketebalan dari formasi ini lebih dari 650 meter.
3. Formasi Semilir Formasi ini berlokasi tipe di G. Semilir, sebelah selatan Klaten.Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan serpih serta terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal. Penyebaran lateral Formasi Semilir
ini
memanjang
dari
ujung
barat
Pegunungan
Selatan.Ketebalan formasi ini diperkirakan lebih dari 460 meter. Formasi Semilir ini menindih secara selaras Formasi KeboButak, namun secara setempat tidak selaras (van Bemmelen, 1949). Formasi ini menjemari dengan Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu, namun tertindih secara tidak selaras oleh Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992).
4. Formasi Nglanggran Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava andesit-basal dan lava andesit serta kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2 – 50 cm. Di bagian tengah formasi ini, yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk lensa atau berupa kepingan. Formasi ini juga tersebar luas dan memanjang dari Parangtritis di sebelah barat hingga tinggian G. Panggung di sebelah timur. Ketebalan formasi ini di dekat Nglipar sekitar 530 meter. Formasi ini menjemari dengan Formasi Semilir dan Formasi Sambipitu dan secara tidak selaras ditindih oleh Formasi Oyo
6
dan Formasi Wonosari.Sementara itu, dengan ditemukannya fragmen batugamping terumbu, maka lingkungan pengendapan Formasi Nglanggran ini diperkirakan di dalam laut.
5. Formasi Sambipitu Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu.Secara lateral, penyebaran formasi ini sejajar di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona Baturagung, namun menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur. Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230 meter. Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar, kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan serpih, batulanau dan batulempung.Kandungan
fosil
bentoniknya
menunjukkan
adanya percampuran antara endapan lingkungan laut dangkal dan laut dalam.Dengan hanya tersusun oleh batupasir tuf serta meningkatnya
kandungan
karbonat
di
dalam
Formasi
Sambipitu ini diperkirakan sebagai fase penurunan dari kegiatan gunungapi di Pegunungan Selatan pada waktu itu (Bronto dan Hartono, 2001).
6. Formasi Oyo Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo.Batuan penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan.Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan.Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi
Sambipitu
serta
menjemari
dengan
Formasi
Oyo.Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal (zona neritik) yang dipengaruhi kegiatan gunungapi.
7
7. Formasi Wonosari Formasi ini oleh Surono dkk., (1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung yang terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya sulit untuk dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Ketebalan formasi
ini
diduga
lebih
dari
800
meter.
Kedudukan
stratigrafinya di bagian bawah menjemari dengan Formasi Oyo, sedangkan
di
bagian
atas
menjemari
dengan
Formasi
Kepek.Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke arah selatan (Surono dkk, 1992).
8. Formasi Kepek Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek.Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter. Formasi Kepek umumnya berlapis baik dengan kemiringan kurang dari 10o dan kaya akan fosil foraminifera kecil. Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik).
9. Endapan Permukaan Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua yang terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas sampai padu lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Surono dkk. (1992) membagi endapan ini menjadi Formasi Baturetno (Qb), Aluvium Tua (Qt) dan Aluvium (Qa).
C. Tektonik
Struktur geologi di daerah Pegunungan Selatan bagian barat berupa perlapisan homoklin, sesar, kekar dan lipatan. Pada Formasi Semilir di
8
sebelah barat, antara Prambanan-Patuk, perlapisan batuan secara umum miring ke arah baratdaya. Sementara itu, di sebelah timur, pada tanjakan Sambeng dan Dusun Jentir, perlapisan batuan miring ke arah timur. Perbedaan jurus dan kemiringan batuan ini mungkin disebabkan oleh sesar blok (anthithetic fault blocks; Bemmelen, 1949) atau sebab lain, misalnya pengkubahan (updoming) yang berpusat di Perbukitan Jiwo atau merupakan kemiringan asli (original dip) dari bentang alam kerucut gunungapi dan lingkungan sedimentasi Zaman Tersier (Bronto dan Hartono, 2001). Struktur sesar pada umumnya berupa sesar turun dengan pola anthithetic fault blocks (van Bemmelen,1949). Sesar utama berarah baratlaut-tenggara dan setempat berarah timurlaut-barat daya. Di kaki selatan dan kaki timur Pegunungan Baturagung dijumpai sesar geser mengkiri.
2.2. Geologi Lokal
Stratigrafi daerah Bantul dan sekitarnya tersusun oleh batuan tersier yang terdiri dari batuan sedimen klastik vulkanik, batuan gunung api, dan sedimen klastik karbonatan, serta endapan permukaan yang berumur Kuarter. Berdasarkan sifat-sifat batuan dapat diperinci menjadi tujuh formasi yaitu Formasi Yogyakarta (46%), Formasi Sentolo (18%), Formasi Sambipitu (3%), Formasi Semilir Nglanggran (24%), Formasi Wonosari (8%), dan gumuk pasir (1%). Struktur geologi yang berkembang di daerah Opak Pleret adalah sesar geser dan sesar normal. Di sepanjang Sungai Opak terdapat sesar normal yang berada di sepanjang hampir 40 km dari pantai selatan Jawa di mulut sungai ke arah Prambanan Kabupaten Klaten dengan arah 30 sampai 40 derajat ke timur laut. Sesar Opak memotong Yogya Low dan Wonosari High dengan batuan andesit tua (OAF) sebagai penyusun struktur pemotongan sesar, sedangkan di timur Opak masih terdapat Formasi Semilir dan Nglanggran yang juga terlibat dalam sistem sesar. Kabupaten Bantul sendiri merupakan wilayah yang berada pada dominasi struktur geologi Young Merapi Volcanic (Quartenary) bagian tengah dan Volcanic
9
(Miocine dan oligo-micine) pada bagian timur. Struktur-struktur ini sudah berumur
cukup tua (0,8-2,85 juta tahun yang lalu). Secara struktural Kabupaten Bantul diapit oleh bukit patahan, yaitu lereng barat Pegunungan Batur Agung ( Batur Agung Ranges) pada bagian timur dan bagian Barat berupa bekas laguna. Wilayah
yang berada pada apitan bukit patahan ini disebut dengan graben, maka wilayah Kabupaten Bantul dalam toponim geologi dan geomorfologi disebut Graben Bantul . Graben ini terbentuk dari proses diatrofisme tektonisme yang dipengaruhi
oleh aktivitas gunung merapi dan gunung api tua. Selain berada pada apitan bukit patahan, wilayah Kabupaten Bantul juga berada pada bentang lahan FluvioMarin yang memiliki banyak potensi dan masalah (pada wilayah Bantul Selatan).
Hal ini terjadi karena wilayah Kabupaten Bantul juga merupakan wilayah transisi antara asal lahan fluvial (proses yang mengerjai air-sungai) dan asal lahan marin (proses yang mengerjai angin dan gelombang dari Samudra Hindia). Selain berada pada apitan bukit patahan dan bentuk lahan dataran fluviomarin, Kabupaten Bantul juga berada pada wilayah transisi yaitu dataran yang asal prosesnya dari aktivitas Vulkanis dan endapan sungai (Fluvio-Vulcan). Bentuklahan fluvial disebabkan oleh akibat aktivitas aliran sungai. Aktivitas aliran sungai tersebut berupa pengikisan, pengangkutan dan pengendapan (sedimentasi) sehingga membentuk bentangan dataran aluvial dan bentukan lain dengan struktur horisontal yang tersusun oleh material sedimen . Bentukan bentukan ini berhubungan dengan daerah-daerah penimbunan seperti lembahlembah sungai besar dan dataran aluvial. Bentukan-bentukan lain dalam skala kecil yang mungkin terjadi dapat berupa dataran banjir, tanggul alam, teras sungai dan kipas aluvial.
2.3. Sesar Opak
Sesar Opak merupakan sesar yang berada disekitar Sungai Opak, sesar Opak ini berarah timur laut-barat daya kurang lebih U 235o T/80o, blok timur relatif bergeser ke utara dan blok barat ke selatan dengan lebar dari zona sesar ini diperkirakan sekitar 2,5 km (Subowo, dkk, 2007). Keberadaan sesar Opak memang telah diperkirakan oleh para geolog dan tertuang pada peta geologi lembar Yogyakarta keluaran P3G Bandung tahun 1977 dan diperbarui tahun
10
1995. Namun sesar ini menjadi lebih populer setelah kejadian gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006, karena sebagian ahli kebumian (Sulaiman,
C,
2008,
Natawijaya,
2007)
beranggapan
gempa
tersebut
penyebabnya adalah aktivitas dari sesar Opak. Sesar Opak keberadaannya telah diketahui melalui penyelidikan gaya berat oleh Untung dkk (penelitian terdahulu) dan ditelaah lebih lanjut jenis dan perkembangannya oleh Sudarno terletak di sepanjang aliran sungai Opak yang membentang dari Prambanan sampai muaranya di sebelah barat Parangtritis (Pantai Depok). Struktur geologi utama yang berupa sesar Opak merupakan sesar turun yang merupakan reaktifasi dari sesar mendatar yang telah ada lebih dulu.
2.4. Penelitian Terdahulu “STUDY PENDAHULUAN SESAR OPAK DENGAN METODE
GRAVITY (STUDY KASUS DAERAH SEKITAR KECAMATAN PLERET BANTUL)”
Telah
dilakukan
survey
pendahuluan
untuk
mengetahui
keberadaan,
memperkiraan lokasi dan jenis dari Sesar Opak di daerah sekitar Kecamatan Pleret Bantul dengan pendekatan metode gravity. Penelitian dilakukan dengan membuat lintasan pengukuran yang tegak lurus terhadap lokasi Sesar Opak yang digambarkan pada peta geologi lembar Yogyakarta yang dikeluarkan oleh P3G Bandung tahun 1995. Penelitian dilakukan dengan mengukur medan gravitasi di tempat yang diperkirakan dilalui Sesar Opak di daerah sekitar kecamatan Pleret menggunakan alat la-Coste Romberg gravitymeter milik laboratorium Geofisika UGM. Pengukuran ketinggian dengan GPS TRIMBLE sedangkan pengukuran posisi menggunakan GPS Garmim III Plus. Pengukuran dilakukan dengan membuat lima lintasan pengukuran dengan jarak antar lintasan s ekitar 2,5 km dan jarak antar titik pengukuran 0,5 km – 1 km dengan panjang lintasan sekitar 20 km. Data yang diperoleh kemudian dikoreksi drift dan tidal, koreksi udara bebas, koreksi bouger dan koreksi medan. Data yang telah dikoreksi kemudian di buat peta kontur anomaly bouger. Hasil dari interpretasi secara kwalitatip dari penelitian ini menunjukkan bahwa Sesar Opak memang ada dan keberadaannya
11
diperkirakan berada disebelah timur lokasi Sesar Opak yang digambarkan pada peta geologi. Perkiraan sementara Sesar Opak merupakan jenis sesar normal atau sesar turun karena keberadaannya dapat terdeteksi dengan metode gravity .
12
BAB III DASAR TEORI
3.1. Pengertian dan Prinsip Dasar FLV
Metode Very Low Frequency (VLF-EM) merupakan salah satu metode dalam eksplorasi geofisika. Metode ini menggunakan prinsip induksi gelombang elektromagnetik akibat adanya suatu benda yang konduktif di bawah permukaan bumi. Dalam penelitian ini dibahas fenomena efek induksi elektromagnetik akibat adanya batuan yang mempunyai nilai konduktivitas yang cukup tinggi (batu candi). Metode VLF mengukur daya hantar listrik batuan dengan cara mengetahui sifat-sifat gelombang EM sekunder. Gelombang sekunder ini dihasilkan dari induksi EM sebuah gelombang EM primer yang berfrekuensi sangat rendah dari 10 sampai 30 KHz. Karena rendahnya harga frekuensi yang digunakan, maka jangkau frekuensi dikelompokkan ke dalam kelompok VLF (Very Low Frequency). Metode ini memanfaatkan gelombang pembawa (carrier wave) dari pemancar yang dibuat oleh militer yang sebenarnya untuk komunikasi bawah laut. Gelombang ini memiliki penetrasi yang cukup dalam karena frekuensinya yang cukup rendah. Gelombang VLF menjalar ke seluruh dunia dengan atenuasi yang kecil dalam pandu gelombang antara permukaan bumi dan ionosfer. Karena induksi gelombang primer tersebut, di dalam medium akan timbul arus induksi (arus Eddy). Arus induksi inilah yang menimbulkan medan sekunder yang dapat ditangkap di permukaan. Besarnya kuat medan EM sekunder ini sebanding dengan besarnya daya hantar listrik batuan ( ), sehingga dengan mengukur kuat medan pada arah tertentu, secara tidak langsung kita dapat mendeteksi daya hantar listrik batuan di bawahnya.
13
3.2.Perambatan Medan Elektromagnetik
Medan elektromagnetik dinyatakan dalam 4 vektor-vektor medan. Yaitu; E = intensitas medan listrik (V/m), H = intensitas medan magnetisasi (A/m), B = induksi magnetik, atau rapat fluks (W b/m2 atau tesla) dan D = pergeseran listrik (C/m2). Keempat persamaan tersebut dikaitkan dalam 4 persamaan maxwell (pers. 1).
∇ × Ε = ∇ × Η = ∇∙Β=0 ∇ ∙ =
(II.1)
Persamaan (II.1) dapat direduksi dengan menggunakan hubunganhubungan tensor tambahan sehingga diperoleh persamaan yang hanya berkait dengan medan E dan H saja (Grant and West, 1965. p496). Apabila diasumsikan medan E dan H tersebut hanya sebagai fungsi waktu eksponensial, akan diperoleh persamaan vektorial sebagai 2
2
E i E E 2
2
H i H E
(II.2)
Dengan permitivitas dielektrik (F/m), permeabilitas magnetik (H,m), dan kondukivitas listrik (S/m). Bagian kiri pada sisi kanan pers (II.2) menunjukkan arus konduksi, sedangkan bagian kanannya menunjukkan sumbangan arus pergeserannya. Di dalam VLF (pada frekuensi < 100 KHz), arus pergeseran akan lebih kecil daripada arus konduksi karena permitivitas dielektrik batuan rata-rata cukup kecil (sekitar 10 0 dengan 0 sebesar 910-12 F/m) dan konduktivitas target VLF biasanya 10-2 S/m. Hal ini menunjukkan bahwa efek medan akibat arus konduksi memegang peranan penting ketika terjadi perubahan konduktivitas medium (Sharma, 1997).
14
3.3.Segitiga Fase
Pada saat gelombang primer masuk ke dalam medium, gaya gerak listrik (ggl) induksi es akan muncul dengan frekuensi yang sama, tetapi fasenya tertinggal 90o. Gambar 3 menunjukkan diagram vektor antara medan primer P dan ggl induksinya. e
S
R sin
0
S cos
P
R cos
S sin
Gambar 3.3. Hubungan amplitudo dan fase gelombang sekunder
(S) dan primer (P).
Andaikan Z(=R + iL) adalah impedansi efektif sebuah konduktor dengan tahanan R dan induktans L, maka arus induksi (eddy), Is (=es/Z) akan menjalar dalam medium dan menghasilkan medan sekunder S. Medan S tersebut memiliki fase tertinggal sebesar yang besarnya tergantung dari sifat kelistrikan medium. Besarnya ditentukan dari persamaan tan = L/R. Total beda fase antara medan P dan S akan menjadi 90o + tan-1 (L/R). Berdasar hal ini dapat dikatakan bahwa, jika terdapat medium yang sangat konduktif (R 0), maka beda fasenya mendekati 180o, dan jika medium sangat resistif (R ) maka beda fasenya mendekati 90o. Kombinasi antara P dan S akan membentuk resultan R. Komponen R yang sefase dengan P (Rcos) disebut sebagai komponen real (in-phase) dan komponen yang tegak lurus P (Rsin ) disebut komponen imajiner (out-of-phase, komponen kuadratur). Perbandingan antara komponen real dan imajiner dinyatakan dalam persamaan; Re Im
tan
L / R
(II.3)
15
Pers (5) menunjukkan bahwa semakin besar perbandingan Re/Im (semakin besar pula sudut fasenya), maka konduktor semakin baik, dan semakin kecil maka konduktor semakin buruk.
3.4.Polarisasi Elipt
Dalam pengukurannya, alat T-VLF akan menghitung parameter sudut tilt dan eliptisitas dari pengukuran komponen in-phase dan out-of phase medan magnet vertikal terhadap komponen horisontalnya. Besarnya sudut tilt (%) akan sama dengan perbandingan H z/Hx dari komponen in phase-nya, sedangkan besarnya eliptisitas (%) sama dengan perbandingan komponen kuadraturnya. Jika medan magnet horisontal adalah H x dan medan vertikalnya sebesar Hx ei (gambar 2), maka besar sudut tilt diberikan sebagai;
H cos H tan( 2 ) 2 H 1 H 2
z
x
z
x
(II.3)
dan eliptisitasnya diberikan sebagai;
H z H x sin
b a
H e z
i
sin H x cos
2
(II.4)
z
a H b
H
Gambar II.2. Parameter polarisasi elips
16
3.5.Rapat Arus Ekuivalent
Rapat arus ekuivalen terdiri dari arus yang menginduksi konduktor dan arus yang terkonsentrasi dalam konduktor dari daerah sekelilingnya yang kurang konduktif. Asumsi untuk menentukan rapat arus yang menghasilkan medan magnetik yang identik dengan medan ma gnetik yang diukur. Secara teori, kedalaman semu rapat arus e kuivalen memberikan gambaran indikasi tiap-tiap kedalaman variasi konsentrasi arus.
∆ (∆ ) = 0.205− 0.323− 1.446 1.446+ 0.323+ 0.205+ 2 2 Persamaan filter linear (Karous dan Hjelt) di atas adalah persamaan untuk menentukan rapat arus ekuivalen dan merupakan filter terpendek yang memberikan kesalahan kurang dari 8% untuk medan dari lintasan arus tunggal.
3.6.Moving Average
Moving average adalah nilai rata – rata pengolahan data yang di jumlahkan kemudian dibagi 4. Biasanya data yang diolah yaitu data tilt dan elipt . Dengan perhitungan sebagai berikut :
Dimana : MA tilt
: moving average tilt
MA elipt
: moving average elipt
Elipt
: data elipt
Tilt
: data tilt
(n-1)
: data sebelumnya
(n+1)
: data selanjutnya
17
3.7.Karous Filter Filter dari Karous dan Hjelt (1983) ini dapat menentukan nilai dari rapat
arus terhadap kedalaman sehingga interpretasi kualitatif VLF-EM dapat dilakukan dengan menggunakan filter Karous-Hjelt. Penerapan hasil filter ini berupa distribusi kerapatan arus yang dapat memberi informasi mengenai daerah konduktif. Filter Karous-Hjelt menggunakan apparent depth dan rapat arus H0 yang
berasal dari turunan magnitudo komponen vertikal dan medan magnetik pada lokasi tertentu. Kedalaman ditentukan dari jarak spasi yang digunakan dalam perhitungan.
0
= 0.102
1
0.102
7
0.059
2
+ 0.561
3
0.561
5
–
+ 0.059
6
Keterangan :
0
= sinyal output hasil filter karous-hjelt = data ke-i
18
BAB IV METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Kegiatan lapangan dilaksanakan pada : Hari, tanggal
: Minggu, 3 September 2017
Waktu
: 11.00 WIB
Tempat
: Daerah Trimulyo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
4.2. Desain Survei
Gambar 4.1. Desain Survey VLF
19
4.3. Peralatan dan Perlengkapan
Gambar 4.2. Peralatan dan Perlengkapan
Peralatan yang digunakan dalam pengukuran metode Elektromagnetik Very Low Frequency (FLV) kali ini antara lain : -
1 Unit T-FLV beserta console
-
1 buah payung
-
1 buah GPS
-
1 buah kompas geologi
-
Clipboard dan alat tulis
20
4.4. Diagram Alir Pengambilan Data Mulai
Persiapan Alat
Set-up Alat
Menentukan Lintasan Pengukuran
Akuisisi Data
Nilai Tilt dan Elipt
Mencatat Hasil
Packing Alat
Selesai Gambar 4.3. Diagram Alir Pengambilan Data
4.5. Pembahasan Diagram Alir Pengambilan Data
Dalam Pengambilan data VLF, ada beberapa langkah sistematis yang harus dilalui agar kualitas data yang didapat bisa meminimalisir noise. Langkah dalam melakukan akuisisi data VLF adalah sebagai berikut : -
Persiapkan alat dan lakukan pengecekan apakah alat masih bisa berfungsi dengan normal. Pastikan bahwa kabel penghubung, konsol, dank oil masih bisa berfungsi dengan baik. Pastikan juga bahwa daya pada alat masih memungkinkan untuk dilakukan proses pengukuran.
-
Selanjutnya melakukan setup. Ada beberapa hal yang harus diatur terlebih dahulu sebelum proses akuisisi dilakukan. Pertama adalah memilih mode pengukuran alat, apakah menggunakan mode tilt atau
21
mode resistivitas. Selanjutnya adalah melakukan pengaturan titik awal, dan panjang lintasan. Setelah itu melakukan pemilihan frekuensi. Pemilihan frekuensi ini dilakukan karena setiap pemancar EM memiliki frekuensi yang bermacam-macam dan alat perlu diatur agar bisa menerima frekuensi yang dipancarkan oleh sumber. -
Bersamaan dengan dilakukannya setup alat, ada beberapa anggota team yang bertugas untuk mencari lokasi titik pengukuran. Jika lokasi sudah ditemukan, maka lokasi tersebut diberi tanda dan alat serta operator akan menuju lokasi tersebut untuk melakukan akuisisi.
-
Saat melakukan akuisisi data, perlu juga dilakukan quality control dari data yang diukur. Cara melakukan quality control adalah dengan melihat pada layar alat. Pada layar alat ada 3 buah indicator sebagai kualiti control. Indicator pertama adalah arah pemancar. Arah pemancar ini tidak boleh memiliki sudut lebih dari 45 derajat. Yang bar kualitas data, usahakan agar bar ini terisi penuh ketika data diambil, lalu yang ketiga adalah indicator SH. Jika indicator SH ini menyala berarti pengukuran sedang banyak noise dan harus diulang sampai indicator SH ini hilang. Indicator SH ini terjadi karena nilai maksimum dan nilai minimum komponen medan magnet memiliki jarak yang sangat jauh.
-
Saat melakukan akuisisi ini, dicatat nilai tilt dan elipt titik pengukuran karena pengukuran vlf kita menggunakan mode tilt. Pengukuran disatu titik dilakukan sebanyak 3 kali agar bisa dibandingkan mana hasil pengukuran yang paling bagus.
-
Setelah dilakukan pengukuran disemua titik, selanjutnya adalah mematikan alat dan merapikan alat. Tekan tombol off pada console, lalu lepas kabel penghubung antara konsol dengan sensor. Selanjutnya kemas sensor dengan baik agar lebih mudah dibawa.
-
Jika sudah maka langkah akuisiis data selesai
22
4.6. Diagram Alir Pengolahan Data
Mulai
Geologi Regional
Data Pengukuran
Ms. Excel
Notepad
KHFfilt
Perhitungan Manual
Notepad
Grafik
Surfer
Penampang RAE
Notepad
Matlab
Surfer Penampang RAE
Analisis Grafik Penampang RAE
Pembahasan dan Interpretasi
Kesimpulan
Selesai Gambar 4.4. Diagram Alir Pengolahan Data
23
4.7. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data
Setelah melakukan tahap akuisisi, selanjutnya dilakukan tahap pengolahan data. Pengolahan data ini bertujuan agar data hasil akuisisi lapangan bisa menunjukkan kondisi bawah permukaan dengan lebih jelas dan memiliki noise rendah. Langkah-langkah dalam pengolahan data adalah sebagai berikut : -
Data yang masih dalam bentuk catatan lapangan dibuat menjadi database dalam bentuk Microsoft excel.
-
Setalah menjadi database dalam bentuk excel, dilakukan 3 macam pengolahan data, yang pertama pengolahan data menggunakan Karous filter dengan menggunakan software KHFilt.
-
Proses pengolahan data menggunakan software KHFilt dimulai dengan membuat data input untuk software. Data input ini memiliki format file .dat dan berisi nilai tilt dan elipt rata-rata dari titik pengukuran. Pembuatan file.dat ini biasa dilakukan menggunakan software notepad.
-
Setelah data input KHFilt dibuat, selanjutnya data tersebut dibuka menggunakan software KHFilt dan dilakukan filter Karous, hasil dari proses filter ini adalah file dalam format .out. kemudian agar bisa ditampilkan dalam bentuk penampang, data dalam format .out ini dibuka menggunakan software surfer.
-
Pada software surfer dilakukan proses gridding dengan metode triagulasi. Hasil dari proses gridding ini kemudian dijadikan peta penampang dengan menggunakan menu new plot >new contour map > kemudian dipilih file hasil gridding tadi. Maka jadilah penampang RAE filter Karous
24
-
Proses pengolahan data yang kedua adalah dengan melakukan perhitungan manual pada Microsoft excel. Proses pengolahan diawali dengan membuat nilai rata-rata tilt dan elipt tiap satu titik pengukuran. Selanjutnya dilakukan proses filter Moving Average. Proses filter ini bertujuan untuk menghaluskan data lapangan karena data lapangan masih kemungkinan mengandung noise berupa frekuensi rendah.
-
Setelah dilakukan proses filtering moving average, kemudian hasil tilt dan elipt rata-rata, serta tilt dan elipt hasil filter moving average dibuat grafik untuk dianalisis.
-
Selain dilakukan filtering moving average, dilakukan juga proses perhitungan nilai RAE. Setelah nilai RAE dari excel didapat, selanjutnya adalah melakukan pembuatan penampang RAE dengan menggunakan software surfer. Dalam proses pembuatan penampang menggunakan software surfer ini, data yang diinputkan dalam koordinat x = jarak, y = kedalaman dan z = nilai RAE. Setelah data dalam format tersebut diinputkan, dilakukan proses gridding dan plotting . Proses tersebut sama seperti proses pembuatan penampang dari data KHFilt
-
Untuk pengolahan ketiga adalah dengan menggunakan software matlab. Data yang dimasukkan dalam software matlab ini adalah data stasiun (titik pengukuran), dan data tilt. Dari data tersebut kemudian dilakukan pengolahan dengan menggunakan file script matlab, selanjutnya dengan mengubah beberapa parameter dalam script matlab, didapatkan tampilan peta penampang bawah permukaan.
25
-
Setelah ketiga buah penampang didapat, selanjutnya dilakukan interpretasi. Interpretasi tersebut harus berdasarkan data geologi daerah pengukuran. Interpretasi dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
-
Setelah dilakukan interpretasi berdasarkan data geologi, selanjutnya dicatat bebrapa hal yang penting dan dibuat kesimpulan.
-
Setelah kesimpulan dibuat, maka langkah pengolahan selesai
26
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Tabel Perhitungan RAE Australia Lintasan 6 Tabel 5.1. Tabel Perhitungan RAE Australia lintasan 6
27
28
5.2. Tabel Perhitungan RAE Jepang Lintasan 6 Tabel 5.2. Tabel Perhitungan RAE Jepang lintasan 6
29
30
5.3. Grafik Analisis Lintasan 6 5.3.1. Grafik Tilt VS Elipt Australia Lintasan 6
TilT vs Elipt 4 2 0 -2
0
50
100
150
200
250
-4 -6 -8 -10 -12 -14 -16 -18
Tilt Rata-Rata
Elipt Rata-Rata
Gambar 5.3.1 Grafik Tilt VS Elipt Australia Lintasan 6
Grafik diatas merupaan grafik yang menggambarkan kondisi Tilt dan Elipt dari titik-titik pengukuran pada line 6 yang diambil dengan menggunakan pemancar dari Australia. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa selama pengukuran pada line ke 6 dengan panjang line 200 m, nilai dari tilt dan elit cendereung fluktuatif. Nilai tilt terendah ada pada jarak ke 0 dengan nilai sebesar -7,6 dan nilai tilt tertinggi ada pada jarak ke 10 dengan nilai sebesar 2. Sedangkan untuk Elipt, nilai terendah juga terdapat pada jarak ke 0 m dengan nilai -15,3 dan tertinggi pada jarak 190 m dan 200 m dengan nilai elipt -0,3. Niai tilt dan elipt ini menggambarkan komponen in phase dan komponen out of phase medan magnet yang diterima alat. Ketika nilai tilt dan elipt semakin besar,maka hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi bawah permukaan titik pengukuran memiliki nilai konduktivitas yang besar pula. Kondisi dengan nilai konduktivitas tinggi berdasarkan dari nilai grafik diatas diperkirakan berada pada jarak ke 10 m – 30 m dan jarak ke 160-180 m.
31
5.3.2.
Grafik MA Tilt VS MA Elipt Australia Lintasan 6
MA Tilt vs MA Elipt 2 0 0
50
100
150
200
250
-2 -4 -6 -8 -10 -12
MA Tilt
MA Elipt
Gambar 5.3.2 Grafik MA Tilt VS MA Elipt Australia Lintasan 6
Grafik diatas merupaan grafik yang menggambarkan kondisi data Tilt dan Elipt yang telah dilakukan proses moving average. Proses moving average sendiri adalah proses untuk memperhalus grafik data karena data yang terukur masih mengandung noise. Dari titik-titik pengukuran pada line 6 yang diambil dengan menggunakan pemancar dari Australia dapat dilihat bahwa selama pengukuran pada line ke 6 dengan panjang line 200 m, nilai dari MA Tilt dan MA Elipt cendereung fluktuatif. Nilai TIlt terendah ada pada jarak ke 90 dan 100 m dengan nilai sebesar -4,83 dan nilai tilt tertinggi ada pada jarak ke 20 dengan nilai sebesar 0,91. Sedangkan untuk Elipt, nilai terendah juga terdapat pada jarak ke 0 m dengan nilai -10,25 dan tertinggi pada jarak 190 m dengan nilai elipt -0,95 Dari data grafik diatas, kemungkinan daerah dengan nilai konduktivitas tinggi diperkirakan berada pada jarak ke 170m sampai 190 m karena memiliki nilai tilt dan elipt yang cenderung besar.
32
5.3.3. Grafik Tilt VS Elipt Jepang Lintasan 6
Tilt VS ELipt 25 20 15 10 5 0 0
50
100
150
200
250
-5 -10
Tilt Rata Rata
Elipt rata-rata
Gambar 5.3.3 Grafik Tilt VS Elipt Jepng Lintasan 6
Grafik diatas merupaan grafik yang menggambarkan kondisi Tilt dan Elipt dari titik-titik pengukuran pada line 6 yang diambil dengan menggunakan pemancar dari Jepang. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa selama pengukuran pada line ke 6 dengan panjang line 200 m, nilai dari tilt dan elit cendereung fluktuatif. Nilai tilt terendah ada pada jarak ke 0 dengan nilai sbesar -8,33 dan nilai tilt tertinggi ada pada jarak ke 200 dengan nilai sebesar 2,33. Sedangkan untuk Elipt, nilai terendah terdapat pada jarak ke 70 m dan 80 m dengan nilai 13 dan tertinggi pada jarak 20 m dengan nilai elipt 22 Niai tilt dan elipt ini menggambarkan komponen in phase dan komponen out of phase medan magnet yang diterima alat. Ketika nilai tilt dan elipt semakin besar,maka hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi bawah permukaan titik pengukuran memiliki nilai konduktivitas yang besar pula. Kondisi dengan nilai konduktivitas besar berdasarkan dari nilai grafik diatas diperkirakan berada pada jarak ke 10 m – 20 m.
33
5.3.4. Grafik MA Tilt VS MA Elipt Jepang Lintasan 6
MA Tilt vs MA Elipt 25
20
15
10
5
0 0
50
100
150
200
250
-5
MA Tilt
MA Elipt
Gambar 5.3.4 Grafik MA Tilt VS MA Elipt Jepng Lintasan 6
Grafik diatas merupaan grafik yang menggambarkan data Tilt dan Elipt yang telah dilakukan proses moving average. Proses moving average sendiri adalah proses untuk memperhalus grafik data karena data yang terukur masih mengandung noise. Dari titik-titik pengukuran pada line 6 yang diambil dengan menggunakan pemancar dari Australia dapat dilihat bahwa selama pengukuran pada line ke 6 dengan panjang line 200 m, nilai dari MA Tilt dan MA Elipt cendereung fluktuatif. Nilai MA TIlt terendah ada pada jarak ke 10 m dengan nilai sebesar 3,58 dan nilai tilt tertinggi ada pada jarak ke 190 dengan nilai sebesar 3,83. Sedangkan untuk MA Elipt, nilai terendah juga terdapat pada jarak ke 70 m dan 80 m dengan nilai 13,5 dan 13,4. Nilai MA Elipt tertinggi pada jarak 20 m dengan nilai elipt 20,83 Dari data grafik diatas, kemungkinan daerah dengan nilai konduktivitas tinggi diperkirakan berada pada jarak ke 20 m karena memiliki nilai tilt dan elipt yang cenderung besar.
34
5.4. Pembahasan Penampang 5.4.1.
Penampang RAE Software Matlab 5.4.1.1. Penampang RAE Sofware Matlab Australia Lintasan 6
Gambar 5.4.1.1 Penampang RAE Software Matlab Australia Lintasan 6
Penampang diatas menggambarkan distribusi Rapat Arus Ekuivalent dari lintasan pengukuran kelompok 6 dengan pemancar sinyal berasal dari Australia. Data hasil perolehan dilapangan diolah dengan menggunakan Software Matlab. Filter yang digunakan dalam pengolahan menggunakan Software Matlab ini adalah filter Moving Average sehingga muncul tampilan penampang seperti diatas. Panjang lintasan untuk kelompok enam adalah 200 meter. Berdasarkan kenampakan penampang diatas, terlihat bahwa lintasan pengukuran memiliki nilai distribusi Rapat Arus Ekuivalen yang hampir merata. Hampir disemua lokasi terlihat nilai RAE antara 0 – 4 %,
namun ada suatu
anomali peningkatan nilai RAE pada jarak 100 m sampai 160 m dengan kedalaman 20 m sampai 40 meter. Nilai RAE anomali ini relative tinggi dengan nilai berkisar 6 – 10 %.
35
Nilai RAE memiliki hubungan linier dengan nilai konduktivitas, sehingga apabila suatu daerah memiliki nilai RAE yang tinggi, hal tersebut menunjukkan bahwa
daerah
tersebut
cenderung mengandung
material
dengan
sifat
konduktivitas yang tinggi. Nilai konduktivitas tinggi ini dapat ditafsirkan sebagai batuan beku, endapan logam, maupun sebuah struktur yang didalamnya terdapat konsentrasi air yang tinggi. Penentuan penafsiran ini perlu didukung oleh data geologi daerah penelitian.
36
5.4.1.2.Penampang RAE Sofware Matlab Jepang Lintasan 6
Gambar 5.4.1.1 Penampang RAE Software Matlab Jepang Lintasan 6
Gambar diatas merupakan penampang Equivalent dan grafik Tilt hasil pengukuran. stasiun dengan
persebaran
Rapat Arus
Data diatas diambil dari
pemancar dari Jepang. Data yang didapat
lalu diolah
dengan menggunakan Software Matlab. Hasil penampang pada data Jepang agak berbeda dengan hasil penampang yang didapat dari data Australia. Pada data Australia anomaly tinggi lebih terlihat menyebar dan besar, sedangkan pada data pemancar jepang diatas, anomaly tinggi terlihat terpusat ditengah dan dalam Dari grafik dan penampang RAE diatas, dapat terlihat bahwa lintasan pengukuran memiliki nilai RAE yang cenderung seragam. Nilai RAE dari lintasan cenderung berada pada angka 0 – 7. Namun pada jarak ke 100 m dan kedalaman 20 – 40 meter terjadi kenaikan nilai RAE. Nilai RAE paling tinggi terletak pada jarak 100 meter dan kedalaman 40 meter dengan nilai 25%.
37
Nilai RAE memiliki hubungan linier dengan nilai konduktivitas, sehingga apabila suatu daerah memiliki nilai RAE yang tinggi, hal tersebut menunjukkan bahwa daerah tersebut cenderung mengandung dengan sifat konduktivitas yang
material
tinggi. Nilai konduktivitas tinggi ini
dapat ditafsirkan sebagai batuan beku, endapan logam, maupun sebuah struktur yang didalamnya terdapat konsentrasi air yang tinggi. Penentuan penafsiran ini perlu didukung oleh data geologi daerah penelitian. Perbedaan antara data yang dihasilkan ini dipengaruhi oleh faktor penjalaran gelombang EM dari stasiun ke penerima dan factor medium penghasil gelombang elektromagnetik sekunder. Kemungkinan medium konduktif terletak di sebelah selatan dan dekat dengan pemancar Australia sehingga citra penampang Australia lebih menggambarkan anomaly yang melebar.
38
5.4.2. Penampang RAE Software KHFilt 5.4.2.1. Penampang RAE Software KHFilt Australia Lintasan 6
Gambar 5.4.2.1 Penampang RAE Software KHFilt Australia Lintasan 6
Penampang diatas merupakan penampang Rapat Arus Ekuivalen
hasil
pengolahan data menggunakan Software KHFilt dengan pemancar dari Australia. Dalam melakukan proses pengolahan dengan Software KHFilt, data input akan dilakukan filtering Karous – Hjet, sehingga dapat menentukan nilai dari rapat arus terhadap kedalaman. Interpretasi kualitatif VLF-EM dapat dilakukan dengan menggunakan filter Karous-Hjelt. Dari kenampakan penampang diatas, terlihat bahwa pada jarak 0 – 80 meter, nilai RAE cenderung rendah hingga sedang dengan nilai -1,6 sampai -0,4. Pada jarak 100 m – 160 meter, nilai RAE cenderung lebih besar berkisar antara 0,2 sampai 1,6. Perbedaan nilai RAE ini disebabkan karena perbedaan nilai konduktivitas medium bawah permukaan. Daerah dengan RAE tinggi dapat diinterpretasikan terdapat banyak mineral konduktif, batuan beku, ataupun dapat berupa struktur yang terisi fluida konduktif.
39
5.4.2.2.Penampang RAE Software KHFilt Jepang Lintasan 6
Gambar 5.4.2.1 Penampang RAE Software KHFilt Australia Lintasan 6
Gambar diatas merupakan penampang Rapat Arus Ekuivalen hasil pengolahan data menggunakan Software KHFillt dengan pemancar dari Jepang. Dari penampang diatas, terlihat distribusi nilai RAE bervasiasi pada lintasan sepanjang 160 meter. Dari lintasan sepanjang 160 meter, pada jarak ke 0 sampai ke 70 dengan kedalaman 10 m sampai 20 m, nilai RAE cenderung rendah dengan nilai berkisar -0.8 sampai 0,4. Pada jarak 80 – 120 meter, nilai RAE mengalami peningkatan dengan semakin meningkatnya nilai kedalaman. Nilai RAE pada jarak 80 – 120 meter berkisar antara 0,8 – 2,8. Sedangkan pada jarak 125 sampai 160, nilai RAE cenderung rendah sampai sedang dengan nilai 0,4 sampai 1,5. Daerah dengan nilai RAE tinggi merupakan daerah dengan material penyusun berupa bahan yang memiliki nilai konduktivitas tinggi. Sedangkan daerah dengan nilai RAE rendah merupakan daerah yang tersusun atas bahan yang memiliki nilai konduktivitas rendah.
40
5.4.3. Penampang RAE Perhitungan Manual 5.4.3.1.Penampang RAE Perhitungan Manual Australia Lintasan 6
Gambar 5.4.3.1 Penampang RAE Manual Australia Lintasan 6
Penampang diatas merupakan penampang yang menggambarkan nilai rapat arus ekuivalen dibawah lintasan pengukuran kelompok 6 dengan menggunakan sumber pemancar dari Australia. Penampang diatas dibuat dengan menggunakan Software Surfer . Data dihitung manual menggunakan software excel. Dari penampang diatas dapat diketahui persebaran rapat arus ekuivalen dari lintasan pengukuran. Pada jarak 0 sampai 60 meter, nilai rapat arus ekuivalen cenderung rendah dengan nilai sebesar -0,6 sampai 1,3. Kemudian pada jarak 70 – 120 meter, nilai rae mengalami kenaikan dengan nilai sebesar 1,8 – 2,8. Setelah diatas jarak 120 meter, nilai rapat arus akuivalen mulai mengalami penurunan dari 1,8 menjadi 0,6. Nilai rapat arus paling kecil terdapat pada jarak ke 30 meter dengan nilai sebesar 0,7 dan nilai rapat arus paling besar terletak pada jarak 100 sampai 120 meter dengan nilai kedalaman 10 sampai 40 meter. Daerah dengan nilai rapat arus ekuivalen rendah mengindikasikan bahwa dibawah permukaan mengandung bahan-bahan resistif,
sedangkan daerah
dengan nilai
rapat
arus
tinggi
mengindikasikan bahwa daerah mengandung bahan-bahan konduktif.
41
5.4.3.2.Penampang RAE Perhitungan Manual Jepang Lintasan 6
Gambar 5.4.3.2 Penampang RAE Manual Jepang Lintasan 6
Gambar diatas merupakan penampang yang menggambarkan nilai rapat arus ekuivalen dibawah lintasan pengukuran kelompok 6 dengan menggunakan sumber pemancar dari Australia. Penampang diatas dibuat dengan menggunakan Software Surfer . Data dihitung manual menggunakan Software Excel dan tanpa menggunakan
proses filtering ,
sehingga
data
yang
diproses
cenderung
mengandung noise . Dari penampang diatas dapat diketahui persebaran rapat arus ekuivalen dari lintasan pengukuran. Pada jarak 0 sampai 80 meter, nilai rapat arus ekuivalen cenderung sedang dengan nilai sebesar 0,6 sampai 1,8. Kemudian pada jarak 80 – 110 meter dengan kedalaman 30 – 40 meter, nilai RAE mengalami kenaikan dengan nilai sebesar 1,8 – 3. Setelah diatas jarak 120 meter, nilai rapat arus akuivalen mulai mengalami penurunan dari 0,2 menjadi -1. Nilai rapat arus paling kecil terdapat pada jarak ke 160 meter dengan nilai sebesar -1,5 dan nilai rapat arus paling besar terletak pada jarak 100 meter dengan nilai kedalaman 30 sampai 40 meter. Daerah dengan nilai rapat arus ekuivalen rendah mengindikasikan bahwa dibawah permukaan mengandung bahan-bahan resistif, sedangkan daerah dengan nilai rapat arus tinggi mengindikasikan bahwa daerah mengandung bahan-bahan konduktif.
42
Daerah yang memiliki nilai RAE rendah, sesuai dengan kondisi geologi daerah penelitian diinerpretasikan sebagai daerah dengan batuan penyusun berupa tuff, karena material tuf merupakan material yang miskin akan mineral logam sehingga nilai RAE nya rendah, sedangkan daerah dengan nilai RAE tinggi diinterpretasikan sebagai daerah dengan material penyusun masih berupa tuff,namun mengandung fluida berupa air, sehingga nilai konduktivitasnya mengalami peningkatan. Air ini bisa masuk kedalam tubuh batuan karena tubuh batuan mengalami pensesaran. Karena proses pensesaran ini, nilai porositas sekunder batuan akan naik dan memunculkan jalan yang dapat di lalui dan diisi oleh air.
43
5.5. Korelasi Penampang RAE
Gambar 5.5 Penampang Korelasi RAE
Gambar diatas merupakan gambar korelasi dari rapat arus ekuivalent (RAE) dari semua line. Penampang RAE yang dikorelasikan adalah penampang RAE yang diolah dengan Software Matlab dengan sumber pemancar dari Australia. Alasan pemilihan pemancar dari Australia adalah karena pada penampang Australia, persebaran nilai RAE terlihat lebih jelas, dan karena pada saat pengukuran, proses pengambilan data dari pemancar Australia lebih mengandung sedikit noise. Dari gambar diatas terlihat bahwa lintasan banyak dibuat berarah timur laut barat daya agar lintasan tersebut dapat memotong jalur sesar. Dari gambar diatas, terlihat bahwa warna biru menggambarkan nilai RAE yang rendah dan warna yang mendekati kuning dan biru muda menunjukkan nilai RAE ti nggi. Dari gambar diatas, lokasi sesar diperkirakan berada pada orientasi arah barat laut – tenggara dengan lokasi berada di bagian barat daya lokasi pengukuran agak ke tengah. Dari korelasi diatas, terlihat bahwa nilai RAE tertinggi dengan orientasi sama ada pada line ke 6, 1, 2, 3,4, dan 5. Nilai RAE dengan arientasi sama ini yang ditafsirkan sebagai jalur sesar.
44