Nama : Yessi Nadia Giatma Saragih NPM : 110110130261
Resume Buku Teori dan Praktik Perundang-undangan dari Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M.
Dalam buku ini dijelaskan bahwa Amandemen Undang-undang Dasar 1945, selanjutnya disebut UUD ’45 sangat menentukan pembentukan perundang-undangan. Sebagai contoh sebelum amandemen UUD ’45, pemegang kekuasaan pembentuk peraturan perundang-undangan ada pada Presiden. Setelah amandemen, kekuasaan pembentuk perundang-undangan dipegang oleh DPR.. Makna pergeseran kekuasaan fungsi legislasi menunjukkan arah dianutnya sistem parlementer dimana kekuasaan DPR menjadi lebih tinggi dari Presiden sebab Presiden hanyalah pelaksana Undang-undang saja. DPR dapat mengajukan pemberhentian Presiden apabila dianggap tidak mampu melaksanakan Undangundang. Implikasinya adalah kewenangan Presiden dalam pembentukan undangundang semakin berkurang. Peran Presiden lebih banyak dalam proses persetujuan bersama dan pengesahan RUU. Adanya pergeseran tersebut dapat memberi dampak terjadinya perubahan tata cara ataupun prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan yang tadinya bandul kewenangan itu ada pada Presiden beralih kepada DPR. Bahkan ada kemungkinan prosedur dan mekanisme tersebut akan memunculkan penguasa baru dalam pembentukan undang-undang. Dijelaskan pula bahwa keberadaan suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia merupakan suatu ketentuan yang tidak bisa ditawar lagi karena Indonesia
1
adalah negara hukum. Dalam praktik, terutama sejak tahun 1970-an Indonesia tampaknya cenderung mengutamakan hukum tertulis berupa peraturan perundangundangan. Padahal, dalam sistem hukum nasional Indonesia terdapat pula huku m tidak tertulis seperti hukum adat. Namun demikian, hukum tertulis tampaknya lebih dominan jika dibandingkan dengan hukum tidak tertulis. Peraturan perundang-undangan memang sangat penting tetapi jangan pula melupakan hukum tidak tertulis. Oleh karena itu, pembangunan hukum yang mengutamakan hukum tertulis akan membuat hukum itu menjadi kaku dan cepat usang. Pada bab V dijelaskan pula bahwa saat ini bangsa Indonesia sedang melaksanakan pembangunan dalam segala bidang dan segala segi yang tujuannya untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Pembangunan tersebut melibputi baik aspek fisik maupun non-fisik atau material dan spiritual tanpa kecuali. Dalam hal ini diperlukan perangkat hukumnya yang jelas dan tegas serta dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Peranan hukum di dalam pembangunan bukan saja sebagai pembatas terhadap ruang gerak para pelaksana pembangunan tetapi juga untuk lebih menarahkan kepada tujuan yang akan dicapai yaitu masyarakat adil dan makmur. Salah satu bidang pembangunan yang penting adalah pembangunan hukum nasional yang berupa pembangunan sistem hukum, sistem peradilan, termasuk sistem perundangundangan. Dalam konteks itu, peraturan perundang-undangan akan memiliki peran penting agar pembangunan hukum nasional dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana. Kemudian dalam bab VI suatu peraturan perundang-undangan akan dirasakan baik apabila substansi atau materi muatannya juga baik. Untuk menghasilkan suatu peraturan perundang-undangan yang baik. Untuk menghasilkan suatu peraturan perundang-undangan yang baik diperlukan kehadiran perancang peraturan perundangundangan yang baik diperlukan kehadiran perancang peraturan perundang-undangan (legislative drafter atau legal drafter ). Dalam pembentukan peraturan perundangundangan, perancang peraturan perundang-undangan memiliki peran penting untuk menghasilkan suatu peraturan perundang-undangan yang baik atau berkualitas. Dengan
2
kata lain, secara teknis peraturan perundangan-undangan akan ditentukan oleh kehandalan perancang dalam merumuskan dan menyusun rumusan materi muatannya. Selain itu dijelaskan pula bahwa tata urutan peraturan perundang-undangan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Hal itu untuk memberikan ketegasan tentang hubungan satu peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundangundangan lain. Tata urutan peraturan perundang-undangan juga penting untuk penentuan dasar hukum dalam pembentukan peraturan peraturan perundang-undangan. Tata urutan peraturan perundang-undangan menjadi penting sebagai pedoman bagi para pembentuk peraturan perundang-undangan agar produk yang dihasilkannya memiliki legalitas dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pada bab 8 dijelaskan bahwa bahasa Indonesia dalam perkembangannya digunakan sebagai bahasa teknis hukum dalam peraturan perundang-undangan. Di dalam fungsinya sebagai bahasa hukum, bahasa Indonesia perlu mendapat perhatian khususnya dalam setiap produk hukum yang dihasilkan terutama dalam bentuk peraturan
perundang-undangan.
Di
dalam
masyarakat,
banyak
terdapat
pengelompokan pemakaian Bahasa, bahasa ekonomi, bahasa teknik, atau pun bahasa hukum. Sebenarnya, kata “bahasa” di sini merupakan bahasa yang khusus atau hanya dipergunakan dalam bidang tersebut. Misalnya, apabila bahasa yang dipergunakan tersebut khusus di bidang atau berkaitan dengan hukum atau peraturan perundangundangan, bahasa yang demikian disebut bahasa hukum. Demikian pula apabila bahasa itu lebih banyak berhubungan dengan masalah ekonomi, bahasa Indonesia tersebut akan disebut dengan bahasa ekonomi. Maksudnya bahasa hukum adalah suatu bentuk penggunaan bahasa yang khas atau khusus dalam dunia hukum. Penggunaan bahasa hukum tersebut misalnya di dalam peraturan perundang-undangan, duplik, replik, konklusi, requisitor, pledooi, karya ilmiah di bidang hukum, dan lain-lain. Pemakaian bahasa hukum dalam suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia mempunyai dua fungsi, yaitu: sebagai alat komunikasi dan ragam teknis. Pada fungsinya yang
3
pertama, bahasa peraturan perundang-undangan harus dapat mengantarkan pikiran dan kehendak dari para pembuat peraturan perundang-undangan kepada rakyat sebagai pihak yang terkena peraturan tersebut kata lain, hukum yang dirumuskan itu harus dapat dimengerti oleh rakyat, karena rakyatyang akan terkena dan menanggung akibat dari peraturan perundang-undangan yang dibuat. Sementara itu, dalam fungsi yang kedua bahasa dalam peraturan perundang-undangan lebih merupakan sarana komunikasi di antara para ahli hukum. Dengan demikian, bahasa yang dipakai di sini hanya dapat dimengerti oleh para ahli hukum atau yang berkecimpung di dunia hukum. Pada bab 9 tentang Persoalan Kualitas Peraturan Perundang-undangan di Indonesia dijelaskan bahwa Persoalan kualitas peraturan perundang-undangan yang tidak atau kurang baik sering muncul ke permukaan, sehingga menjadi perhatian banyak pihak. Hal itu kemudian menyebabkan banyak di antara mereka melakukan penelitian dan pengkajian terhadap keberadaan peraturan perundang-undangan tersebut. Akan tetapi, secara de facto kualitas peraturan perundang-undangan yang dihasilkan masih juga belum bagus seluruhnya. Hal ini menandakan bahwa masih ada yang salah dalam pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut. Menurut penulis, buruknya kualitas peraturan perundang-undangan dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan. Di bawah ini diajukan berbagai kemungkinan sebagai penyebabnya, yaitu: a. Peraturan perundang-undangan yang dihasilkan oleh lembaga pembentuk peraturan perundang-undangan terlalu banyak. b. Pembaasan yang tidak mendalam atau komprehensif karena lebih didasarkan kepada proses formal semata-mata dan bukan substantisial. c. Pernentuan prioritas pembentukan peraturan perundang-undangan yang tidak jelas. d. Pembentukan peraturan perundang-undangan tidak dilakukan secara terprogram berdasarkan hasil pengkajian yang komprehensif. e. Pendekatan yang digunakan dalam membentuk peraturan perundang-undangan bukan pendekatan kebutuhan tetapi pendekatan “pro yek”. f. Pembentukan hukum khususnya peraturan perundang-undangan oleh pembentuknya baik di tingkat pusat maupun daerah tidak berdasarkan grand design.
4
g. Latar belakang anggota DPR, DPD, atau DPRD yang heterogen dan tidak didukung kemampuan legislative drafting atau staf ahli. Untuk melihat apakah suatu peraturan perundang-undangan dianggap tidak baik kualitasnya tentu harus dilihat terlebih dahulu ciri-ciri atau indikasinya. Dengan demikian, tidak serta merta bahwa semua peraturan perundang-undangan dapat dikategorikantidak berkualitas tanpa melihat ciri-ciri atau indikasinya tersebut. Menurut penulis, ciri-ciri peraturan perundang-undangan yang tidak baik atau buruk kualitasnya di antaranya adalah: 1. 2. 3. 4. 5.
Kehadirannya mendapat penolakan dari masyarakat. Masa berlakunya tidak lama, sering diperbaiki, atau diganti. Sulit atau tidak mampu mengubah perilaku masyarakat. Bertentangan atau tidak mendukung upaya pembangunan. Menyebabkan terjadinya pertentangan atau perselisihan di antara masyarakat. 6. Menimbulkan disintegrasi bangsa. 7. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lain. 8. Menimbulkan perbenturan kewenagan antar lembaga. 9. Menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat. 10. Merusak tatanan sosial kemasyarakatan yang ada. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berkualitas, perlu diketahui terlebih dahulu kriteria peraturan perundang-undangan yang baik. Berkaitan dengan itu, ada baiknya kita melihat kriteria peraturan perundangundangan yang baik di negeri Belanda, sebagaimana tertuang dalam dokumen Legislation in Perspective ( Zicht op wetgeving ). Dalam dokumen tersebut disebutkan enam kriteria sebagai alat bantu bagi pembentuk peraturan perundang-undangan dalam menjawab apakah peraturan perundang-undangan dalam menjawab apakah peraturan perundang-undangan tersebut benar-benar dibutuhkan, dan kemudian sebagai alat untuk melakukan evaluasi undang-undang tersebut. Adapun keenap kriteria tersebut adalah: 1. Lawfulness and the realization of the principles of justice. 2. Effectiveness and efficiency. 3. Subsidiarity and proportionality.
5
4. Feasibility amd enforceability 5. Coordination. 6. Simplicity, clarity, and accessibility. Dalam upaya mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berkualitas, apakah memenuhi kriteria peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana dijelaskan di atas, sebenarnya ada pada pundak legislative drafter . Dalam hal ini lembaga legislatif bertanggung jawab secara politik, sedangkan perancang bertanggung jawab secara teknis. Upaya lainnya untuk meningkatkan kualitas peraturan perundangundangan adalah dengan meningkatkan peranserta (partisipasi) masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Pada bab terakhir dijelaskan tentang persoalan Grand Design dalam Perubahan Undang-undang Dasar 1945 dan Kemungkinan Perubahan Kelima. Persoalan perubahan kelima atau dalam bentuk lain tidak mudah untuk dilakukan karena harus dilakukan secara hati-hati dan terencana. Dalam hal ini, para pihak terkait a da baiknya melakukan diskusi yang intensif dan komprehensif dalam melakukan penelitian dan pengkajian tersebut. Jangan sampai perubahan tersebut justru akan menimbulkan lafi persoalan lain yang mengganggu kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara karena perubahan yang dilakukan tanpa memiliki grand design yang jelas. Oleh karena itu, sebelum perubahan itu dilakukan perlu disusun arah dan materi muatan yang perlu diubah atau tidak diubah, sehingga tidak terkesan asal-asalan.
6