RESUME
INSTRUMENTASI TEKNIK INTERLOCKING NAIL TIBIA PADA Tn. S DENGAN FRAKTUR TIBIA DI OK 8 (BEDAH ORTHOPEDI)
Oleh Rara Fitreka Murnaputri 1601410001
INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SAIFUL ANWAR MALANG 2017
A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang,retak atau patahnya tulang yang utuh,yang biasanya di sebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang di tentukan jenis luas trauma. ( lukman 2007,hal 26 ) Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan dan atau tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. ( Arif Mansjoer 2000,hal 346 ) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. ( Brunner & Suddath 2002,hal 2357 ). Patah tulang tibia merupakan fraktur yang sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang lainnya. ( Sjamjuhidajat & Wim de jong 2004,hal 886 )
B. ETIOLOGI
Fraktur disebabkan oleh : ( Arif Muttaqin, 2008, hal 70 ) a. Trauma langsung Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang biasanya terjadi bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. b. Trauma tidak langsung Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur clavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Fraktur juga dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan kontraksi otot ekstrim. ( Brunner & Suddart, 2002, hal 2357 ) Fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebih oleh tulang. ( Lukman 2007, hal 26 ) Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh : 1. Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang 2. Usia penderita 3. Kelenturan tulang 4. Jenis tulang
Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena osteoporosis atau tumor biasanya menyebabkan patah tulang.
C. KLASIFIKASI
Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu : a. Berdasarkan sifat fraktur. 1. Fraktur tertutup ( closed ), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih ( karena kulit masih utuh ) tanpa komplikasi. 2. Fraktur terbuka ( Open/Compound ), bila terdapat t erdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. b. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur 1. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto. 2. Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti : a. Hair Line Fraktur ( patah retak rambut ) b. Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya c. Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang. c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengn mekanisme trauma 1. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. 2. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasinya. 3. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang di sebabkan trauma rotasi. 4. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. 5. Fraktur Avulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan at au traksi otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah 1. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari s atu dan saling berhubungan 2. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan 3. Fraktur Multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama. e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang 1. Fraktur Undisplaced ( tidak bergeser ) : garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh 2. Fraktur Displaced ( bergeser ) : terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga di sebut lokasi fragmen,terbagi atas: a. Dislokai ad longitudinam cum contractionum ( pergeseran searah sumbu dan overlapping ) b. Dislokasi ad axim ( pergeseran yang membentuk sudut ) c. Dislokasi ad latus ( pergeseran dimana kedua fra gmen saling menjauh ) f.
Fraktur Kelelahan : fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
g. Fraktur Patologis : fraktur yang di akibatkan karena proses patologis tulang. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri ter sendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: a. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya b. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan c. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan d. Tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement. ( Appley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius, Donna D, 1995, Oswari, E, 1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, price, Sylvia A, 1995, dan dan Reksoprodjo, Soelarto, 1995 1995 )
D. PERSIAPAN ALAT
1. ALAT ON STERIL
Meja operasi
Meja mayo
Lampu operasi
Mesin couter
Mesin suction
Tempat sampah
Lampuoperasi
Meja instrumen
Troley untuk Waskom
Plat diatermi
2. ALAT STERIL A. Di Meja Mayo Set Besar
Handle Mess No.3 dan No.4
: 1/1
Gunting Metzenbaum
:1
Gunting jaringan Kasar
:1
Pinset Cirurgis
:2
Desinfeksi Klem
:1
DukKlem
:5
Klem Pean Panjang (manis)
:1
Kocher Besar / Canul Suction
: 2/1
Needle Holder / Gunting Lurus
: 2/1
Respatorium / Elevator
: 1/1
Knable tang
:1
Kerokan (ScapleAple)
:1
Hak tajam
:2
Interlocking nail tibia set set
Rimmer + T handle
Chucky
Screw driver
Sleave
Penduga
Bor set
B. Meja Instrument
Instrumen Set Orthopaedi
: 1 Set
Duk besar
:3
Duk panjang
:3
Duk kecil
:2
Baju ( Gown Steril )
:6
C. Troli Waskom
Baskom Besar / Bengkok
:2/2
Cucing
:1
Selang Suction / Kabel Couter
:1/1
3. BAHAN HABIS PAKAI
Handscone Steril
: sesuai kebutuhan
Mess No.22 / No.10 / NaCl 0,9 %
: 1/1/ secukupnya
Bethadine / Perhidrol / Spuit 10 cc
: 200 cc/ secukupnya/ 1
U pad Steril
:3
Kasa Steril / Deppers
: secukupnya/secukupnya
Sufratul / Op Site Besar size 45x28
: 1/1
VicrylNo. 2.0 / Promiline No. 3.0
: 2/2
Vicryl 1
:2
Softban No.15 / Tensocrep No.15
: 1/1
D.TEKNIK INSTRUMENTASI
1. Lakukan Sign In
Konfirmasi identitas pasien
Penandaan area operasi
Kesiapan mesin anesthesi dan obat obatan
Fungsi pulse oksimeter
Riwayat alergi
Penyulit air way
Resiko kehilangan darah
2. Setelah pasien mendapat GA anestesi perawat circuler memposisikan pasien supine dan memasang plat diatermi, membuka verban, mencuci pada area operasi kemudian dikeringkan dengan duk steril. 3. Perawat instrument melakukan surgical scrub, gowning, dan gloving, kemudian membantu operator dan asisten memberikan handuk, gown, handscone steril. 4. Berikan desinfeksi klem, deepers dan providon iodine dalam cucing kepada operator dan asisten untuk melakukan antisepsis pada area operasi.
5. Pasang U pad steril,lakukan drapping menggunakan duk besar dibawah 2 dan duk segitiga 1 pada pangkal lutut, kemudian duk besar di atas dan di samping, memfiksasi dengan duk klem, membungkus kaki dengan handscoon baru 6. Pasang kabel couter dan selang suction, ikat dengan kasa dan fiksasi dengan duk klem. Dekatkan meja mayo dan meja instrumen. 7. Operasi di mulai, Lakukan time out dan memberikan double hanscoen pada semua tim bedah.
Konfirmasi semua tim operasi
Konfirmasi identitas pasien
Pemberian anti biotik
Adakah tindakan darurat
Estimasi waktu operasi
Antisipasi kehilangan darah
Adakah perhatian khusus anesthesi
Sterilisasi instrumen
Perhatian khusus pada instrumen
8. Berikan mess 22 untuk insisi kulit pada operator lalu berikan kassa dan mosquito pada asisten untuk merawat perdarahan. Berikan mess 2 (mess no 10) untuk insisi fat pada operator. Setelah sampai fasia berikan gunting kasar. 9. Berikan sanmiller untuk memperluas lapang pandang serta perdalam expose dengan gunting metzembum 10. Berikan rimmer yang sudah dipasang T-handle untuk melubangi medulla tulang. Setelah rimmer masuk, dikoreksi dengan c-arm 11. Berikan nail sesuai ukuran 12. Berikan set chuky untuk menandai bagian yang akan dipasanag screw 13. Berikan sleave untuk melindungi jaringan sekitar saat tulang di bor 14. Berikan bor dengan mata bor nomor 5.0, kemudian daerah yang sudah dibor difiksasi
15. Berikan mess 1 untuk insisi kulit, kemudian mess 2 untuk memperdalam insisi, berikan pean untuk memperluas insisi. 16. Berikan bor dengan matabor 3.2, berikan penduga untuk menentukan panjang screw yang akan dipakai. Berikan screw sesuai ukuran dengan menggunakan screw driver 17. Selanjutnya pemasangan screw di daerah distal yang kedua, lakukan hal yang sama. Setelah screw bagian distal terpasang, selanjutnya pada daerah proximal dengan langkah yang sama juga 18. Setelah selesai, semua luka insisi di bersihkan dengan bone curet, lalu cuci dengan Ns 0,9 % taruh bengkok di bawah, hisap dengan den gan suction. 19. Setelah luka tertutup lakukan sign out
Jenis tindakan
Kecocokan jumlah instrument, kassa, jarum
Label spesimen
Permasalahan pada alat
Perhatian khusus pada masa pemulihan
20. Penutupan luka operasi jahit lapis demi lapis, facia dan subkutan :vicryl no.2.0, kulit : promiline no.3.0. Berikan needle holder, klem, dan gunting benang. Bersihkan luka insisi yang telah dijahit dengan kassa basah + kassa kering+ supratule + tutup kassa kering. 21. Operasi selesai, cek alat dan catat pemakaian bahan habis pakai. 22. Mencuci alat
Dekontaminasi alat, 9 prisept 2,5g dalam 5 liter air
Larutan detergent, zydezym 40 cc dalam 5 liter air
Bilas dengan air mengalir