Inkontinensia Fekal Oleh Rosiana, 0906629630
Inkotinensia fekal adalah ketidakmampuan seseorang dalam menahan dan mengeluarkan tinja pada waktu dan tempat yang tepat. Perubahan pada kebiasaan defekasi normal yang dikarakteristikan dengan pasase feses involunter (Nanda Diagnose, 2009-2011).Penyebab utama timbulnya inkotinensia fekal adalah masalah sembelit, penggunaan pencahar yang berlebihan, gangguan saraf seperti demensia dan stroke, se rta gangguan kolorektum seperti diare, neuropati diabetik, dan kerusakan sfingter rektum. Patofisiologi
Penyebab inkontinensia fekal dapat dibagi menjadi 4 kelompok (Brocklehurst dkk, 1987; Kane dkk, 1989) : 1. Inkontinensia fekal akibat konstipasi Konstipasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan mengak ibatkan sumbatan/impaksi dari masa feses yang keras (skibala). Masa feses yang tidak dapat keluar ini akan menyumbat lumen bawah dari anus dan menyebabkan perubahan dari besarnya sudut ano-rektal. Kemampuan sensor menumpul dan tidak dapat membedakan antara flatus, flatus, cairan atau feses. Akibatnya feses yang cair akan merembes k eluar (Broklehurst dkk, 1987). Skibala yang terjadi juga akan menyebabkan iritasi pada mukosa rektum dan terjadi produksi cairan dan mukus, yang selanjutnya melalui sela-sela dari feses yang impaksi akan keluar dan terjadi inkontinensia fekal (Kane dkk, 1989) 2. Inkontinensia fekal simtomatik, yang berkaitan dengan penyakit pada usus besar. Inkontinensia fekal simtomatik merupakan penampilan klinis dari macam-macam kelainan patologik yang dapat menyebabkan diare. Keadaan ini mungkin dipermudah dengan adanya perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia dari proses kontrol yang rumit pada fungsi sfingter terhadap feses yang cair, dan gangguan pada saluran anus bagian atas dalam membedakan flatus dan feses yang cair (Brocklehurst dkk, 1987). Penyebab yang paling umum dari diare pada usia lanjut usia adalah obat-obatan, antara
lain yang mengandungunsur besi, atau memang akibat pencahar (Brocklehurst dkk, 1987; Robert-Thomson). 3. Inkontinensia fekal akibat gangguan kontrol pers yarafan dari proses defekasi (inkontinensia neurogenik). Inkontinensia fekal neurogenik terjadi akibat gangguan fungsi menghambat dari korteks serebri saat terjadi regangan/distensi rektum. Proses normal dari defekasi melalui refleks gastro-kolon. Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung/gaster, akan menyebabkan pergerakan feses dari kolon desenden ke arah rektum. Distensi rektum akan diikuti relaksasi sfingter interna. Dan seperti haln ya kandung kemih, tidak terjadi kontraksi intrinsik dari rektum pad a orang dewasa normal, karena ada inhibisi/hambatan dari pusat di korteks serebri (Brocklehurst dkk, 1987) 4. Inkontinensia fekal karena hilangnya refleks anal. Inkontinensia fekal ini terjadi akibat hilangnya refleks anal, disertai kelemahan otot-otot serat lintang. Parks, Hen ry dan Swash dalam penelitiannya (seperti dikutip oleh Brocklehurst dkk, 1987), menunjukkan berkurangnya unit-unit yang berfungsi motorik pada otot-otot daerah sfingter dan puborektal. Keadaan ini menyebabkan hilangnya refleks anal, berkurangnya sensasi pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia fekal pada peningkatan tekanan intra-abdomen dan prolaps dari rektum. Pengelolaan inkontinensia ini sebaiknya diserahkan pada ahli proktologi untuk pengobatannya (Brocklehurst dkk, 1987) Klinis inkontinensia alvi/fekal tampak dalam dua keadaan: Feses yang cair atau belum berbentuk, sering bahkan selalu keluar merembes dan keluarnya feses yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali perhari, dipakaian atau ditempat tidur Pemeriksaan Fisik
1. Umum : tinggi badan, berat badan, gangguan neuromuscular dan trauma medulla spinalis,adanya demansia atau gangguan saraf lainya(stroke, penyakit Parkinson) 2. Lokal : meliputi pemeriksaan inspeksi dan pemeriksaan rectum, pada inspeksi di lihat bagaimana kontraksi anus saat dikerutkan, reflek kulit anus, dan sensasi dermatomlumbosaktral, pemeriksaan rectum dapat mengetahui adanya kelemahan pada sfingter, tonus anus
Pemeriksaan Penunjang
1. Anal Manometry, memeriksa keketatan dari sfingter anal dan kemampuan sfingter anal dalam merespon sinyal serta sensitivitas dan fugsi dari rektum. MRI terkadang juga digunakan untuk mengevaluasi sfingter. 2. Anorectal Ultrasonography, memeriksa dan mengevaluasi struktur dari sfingter anal 3. Proctography, menunjukan berapa banyak feses yang dapat ditahan oleh rektum, sebaik apa rektum mampu menahannya dan sebaik mana rektum mampu mengosongkannya. 4. Progtosigmoidoscopy, melihat kedalam rektum atau kolon untuk menemukan tanda-tanda penyakit atau masalah yang dapat menyebabkan inkontinensia fekal seperti inflamasi, tumor, atau jaringan parut. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kelainan, perawat melakukan pengkajian riwayat keperawatan, pengkajian fisik abdomen, menginspeksi karakteristik feses dan meninjau kembali hasil pemeriksaan yang berhubungan. Riwayat Keperawatan
a. Pola defekasi
Kapan anda biasanya ingin BAB ?
Apakah kebiasaan tersebut saat ini mengalami perubahan ?
b. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
Apakah anda memperhatikan adanya perubahan warna, tekstur (keras, lemah, cair), permukaan, atau bau feses anda saat ini ?
c. Masalah eliminasi fekal
Masalah apa yang anda rasakan sekarang (sejak beberapa hari yang lalu) berkaitan dengan BAB (konstipasi, diare, kembung, merembes / inkontinensia{tidak tuntas}) ?
Kapan dan berapa sering hal tersebut terjadi ?
Menurut anda kira-kira apa penyebabnya (makanan, minuman, latihan, emosi, obat-obatan, penyakit, operasi) ?
Usaha apa yang anda lakukan untuk mengatasinya dan bagaimana hasilnya ?
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi
Menggunakan alat bantu BAB. Apa yang anda lakukan untuk mempertahankan kebiasaan BAB normal ? Menggunakan bahan-bahan alami seperti makanan / minuman tertentu atau obat-obatan ?
Diet. Makanan apa yang anda percaya mempengaruhi BAB ? Makanan apa yang biasa anda makan ? yang biasa anda hindari, berapa kali anda makan dalam sehari ?
Cairan. Berapa banyak dan jenis minuman yang anda minum dalam sehari ? (misalnya 6 gelas air, 2 cangkir kopi)
Aktivitas dan Latihan. Pola aktivitas / latihan harian apa yang biasa dilakukan ?
Medikasi. Apakah anda minum obat yang dapat mempengaruhi sistem pencernaan (misalnya Fe, antibiotik) ?
Stress. Apakah anda merasakan stress. Apakah dengan ini anda mengira berpengaruh pada pola BAB (defekasi) anda ? Bagaimana ?
e. Ada ostomi dan penanganannya
Apa yang biasa anda lakukan terhadap kolostomy anda ?
Jika ada masalah, apa yang anda lakukan ?
Apakah anda memerlukan bantuan perawat untuk menangani kolostomy anda ? Bagaimana caranya ?
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi Feses. Observasi feses klien terhadap warna, konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen. Perhatikan tabel berikut :
KARAKTERISTIK FESES NORMAL DAN ABNORMAL Karakteristik Warna
Normal Dewasa : kecoklatan
Abnormal Pekat / putih
Adanya pigmen empedu (obstruksi empedu); pemeriksaan diagnostik menggunakan barium
Hitam / spt ter.
Obat (spt. Fe); PSPA (lambung, usus halus); diet tinggi buah merah dan sayur hijau tua (spt. Bayam)
Merah
PSPB (spt. Rektum), beberapa makanan spt bit.
Pucat
Malabsorbsi lemak; diet tinggi susu dan produk susu dan rendah daging.
Orange atau hijau
Infeksi usus
Keras, kering
Dehidrasi, penurunan motilitas usus akibat kurangnya serat, kurang latihan, gangguan emosi dan laksantif abuse.
Diare
Peningkatan motilitas usus (mis. akibat iritasi kolon oleh bakteri).
Mengecil, bentuk pensil atau seperti benang
Kondisi obstruksi rektum
Bayi : kekuningan
Konsistensi
Berbentuk, lunak, agak cair / lembek, basah.
Bentuk
Silinder (bentuk rektum) dgn 2,5 cm u/ orang dewasa
Jumlah
Tergantung diet (100 – 400 gr/hari)
Kemungkinan penyebab
Bau
Aromatik : dipengaruhi oleh makanan yang dimakan dan flora bakteri.
Tajam, pedas
Infeksi, perdarahan
Unsur pokok
Sejumlah kecil bagian kasar makanan yang tidak dicerna, potongan bakteri yang mati, sel epitel, lemak, protein, unsurunsur kering cairan pencernaan (pigmen empedu dll)
Pus
Infeksi bakteri
Mukus
Konsidi peradangan
Parasit
Perdarahan gastrointestinal
Darah
Malabsorbsi
Lemak dalam jumlah besar
Salah makan
Benda asing
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan a. Diare berkepanjangan
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan a. Diare berkepanjangan b. Inkontinensia fekal
Harga diri rendah berhubungan dengan b. Inkontinensia fekal c. Perlunya bantuan untuk toileting
3.
Defisit pengetahuan tentang bowel training
Implementasi Peningkatan Keteraturan Defekasi
Perawat dapat membantu klien memperbaiki keteraturan defekasi dengan a. Memberikan privacy kepada klien saat defekasi b. Mengatur waktu, menyediakan waktu untuk defeksi
c. Memperhatikan nutrisi dan cairan, meliputi diit tinggi serat seperti sayuran, buah buahan, nasi; mempertahankan minum 2 – 3 liter/hari d. Memberikan latihan / aktivitas rutin kepada klien e. Positioning
Privacy
Privacy selama defekasi sangat penting untuk kebanyakan orang. Perawat seharusnya menyediakan waktu sebanyak mungkin seperti kepada klien yang perlu menyendiri untuk defeksi. Pada beberapa klien yang mengalami kelemahan, perawat mungkin perlu menyediakan air atau alat kebersihan seperti tissue dan tetap berada dalam jangkauan pembicaraan dengan klien.
Waktu
Klien seharusnya dianjurkan untuk defeksi ketika merasa in gin defekasi. Untuk menegakkan keteraturan eliminasi alvi, klien dan perawat dapat berdiskusi ketika terjadi p eristaltik normal dan menyediakan waktu untuk defekasi. Aktivitas lain seperti mandi dan ambulasi seharusnya tidak menyita waktu untuk defekasi.
Nutrisi dan Cairan
Untuk mengatur defekasi normal diperlukan diet, tergantung jenis feses klien yang terjadi, frekuensi defekasi dan jenis makanan yang dirasakan klien dapat membantu defekasi normal.
Untuk Konstipasi
Tingkatkan asupan cairan dan instruksikan klien untuk minum cairan hangat dan jus buah, juga masukkan serat dalam diet.
Untuk Diare
Anjurkan asupan cairan dan makanan lunak. Makan dalam porsi kecil dapat membantu karena lebih mudah diserap. Minuman terlalu pan as / dingin seharusnya dihindari sebab merangkasang peristaltik. Makanan tinggi serat dan tinggi rempah dapat mencetuskan diare. Untuk manajemen diare, ajarkan klien sebagai berikut : a. Minum minimal 8 gelas / hari untuk mencegah dehidrasi b. Makan makanan yang mengandung Natrium dan Kalium. Sebagian besar makanan mengandung Na. Kalium ditemukan dalam daging, beberapa sayuran dan buah seperti tomat, nanas dan pisang.
c. Tingkatkan makanan yang mengandung serat yang mudah larut seperti pisang d. Hindari alkohol dan minuman yang mengandung kafein e. Batasi makanan yang mengandung serat tidak larut seperti buah mentah, sereal f.
Batasi makanan berlemak
g. Bersihkan dan keringkan daerah perianal sesudah BAB untuk mencegah iritasi h. Jika mungkin hentikan obat yang menyebabkan diare i.
Jika diare telah berhenti, hidupkan kembali flora usus normal dengan minum produk produk susu fermentasi.
Untuk Flatulensi
Batasi minuman berkarbinat, gunakan sedotan saat minum dan mengunyah gusi; untuk meningkatkan pencernaan udara. Hindari makanan yang menghasilkan gas, seperti kubis, buncis, bawang dan bunga kol.
Latihan
Latihan teratur membantu klien mengembangkan pola defekasi normal. Klien dengan kelemahan otot abdomen dan pelvis (yang mengganggu defekasi normal) mungkin dapat menguatkannya dengan mengikuti latihan isometrik sebagai berikut : a. Dengan posisi supine, perketat otot sbdomen dengan mengejangkan, menahan selama 10 detik dan kemudian relax. Ulangi 5 – 10 kali sehari tergantung kekuatan klien.
Positioning
Meskipun posisi jongkong memberikan bantuan terbaik un tuk defekasi. Posisi pada toilet adalah yang terbaik untuk sebagian besar orang. Untuk klien yang mengalami kesulitan untuk duduk dan bangun dari toilet, maka memerlukan alat bantu BAB seperti commode, bedpad yang jenis dan bentuknya disesuaikan dengan kondisi klien.
Obat-obatan
Obat-obatan yang termasuk kategori mempengaruhi eliminasi alvi adalah katarsis dan laxantive, antidiare dan antiflatulensi
Mengurangi flatulensi
Ada banyak cara untuk mengurangi / mengeluarkan flatus, meliputi menghindari makanan yang menghasilkan gas, latihan, bergerak di tempa t tidur dan ambulasi. Gerakan merangsang peristaltik dan membantu melepaskan flatus dan reabsorbsi gas dalam kapiler intestinal. Satu
metode untuk penanganan flatulensi adalah dengan memasukkan suatu rectal tube. Caranya adalah sebagai berikut : 1. Gunakan rectal tube ukuran 22 – 30 F untuk dewasa dan yanglebih kecil untuk anak 2. Tempatkan klien pada posisi miring 3. Berikan lubrikasi untuk mengurangi iritasi 4. Buka anus dan masukkan rectal tube dalam rektum (10 cm). Rectal tube akan merangsang peristaltik. Jika tidak ada flatus yang keluar, ma sukkan tube lebih dalam. Jangan menekan tube jika tidak bisa masuk dengan mudah. 5. Lepaskan tube jangan lebih dari 30 menit untuk menghindari iritasi. Jika terjadi distensi abdomen, masukkan tube setiap 2 – 3 jam. 6. Jika tube tidak dapat mengurangi flatus, konsul dengan dokter untuk pemakaian suppository, enema atau obat-obatan yang lain.
Pemberian Enema
Enema adalah larutan yang dimasukkan dalam rektum dan usus besar. Cara kerja enema adalah untuk mengembangkan usus dan kadang-kadang mengiritasi mukosa usus, meningkatkan peristaltik dan membantu mengeluarkan feses dan flatus.
Program Bowel Training
Pada klien yang mengalami konstipasi kronik, sering terjadi obstipasi / inkontinensia feses, program bowel training dapat membantu mengatasinya. Program ini didasarkan pada faktor dalam kontrol klien dan didesain untuk membantu klien mendapatkan kembali defekasi normal. Program ini berkaitan dengan asupan cairan dan makanan, latihan dan kebiasaan defekasi. Sebelum mengawali program ini, klien harus memahamin ya dan terlibat langsung. Secara garis besar program ini adalah sebagai berikut :
Tentukan kebiasaan defekasi klien dan faktor yang membantu dan menghambat defekasi normal.
Desain suatu rencana dengan klien yang meliputi : o
Asupan cairan sekitar 2500 – 3000 cc/hari
o
Peningkatan diit tinggi serat
o
Asupan air hangat, khususnya sebelum waktu defekasi
o
Peningkatan aktivitas / latihan
Pertahankan hal-hal berikut secara rutin harian selama 2 – 3 minggu :
o
Berikan suppository katarsis (seperti dulcolax) 30 menit sebelum waktu defekasi klien untuk merangsang defekasi.
o
Saat klien merasa ingin defekasi, bantu klien untuk pergi ke toilet / duduk di Commode atau bedpan. Catat lamanya waktu antara pemberian suppository dan keinginan defekasi.
o
Berikan klien privacy selama defekasi dan batasi waktunya, biasanya cukup 30 – 40 menit.
o
Ajarkan klien cara-cara meningkatkan tekanan pada kolon, tetapi hindari mengecan berlebihan, karena dapat mengakibatkan hemorrhoid.
Berikan umpan balik positif kepada klien yang telah berhasil defekasi. Hindari negative feedback jika klien gagal. Banyak klien memerlukan waktu dari minggu sampai bulan untuk mencapai keberhasilan
4. Evaluasi
Apakah asupan cairan dan diet klien sudah tepat ?
Apakah tingkat aktivitas klien sudah sesuai ?
Apakah klien dan keluarga memahami instruksi ?
Daftar Pustaka
Brocklehurst, J.C. and S.C. Allen, eds. Geriatric Medicine for Students. 3 ed. Multidimensional Herdman, T. H. (2010). Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: EGC Kane, R.L., J.G. Ouslander, and I.B. Abrass, eds. Evaluating The Geriatric Patient. 4 ed. http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/fecalincontinence/fecalincontinencepdf http://www.acg.gi.org/physicians/guidelines/FecalIncontinence.pdf
Penatalaksanaan
Inkontinensia Fekal Riwayat, pemeriksaan, Tingkat Klinis http://www.scribd.com/doc/11489185/INKOTINENSIA-ALVI
Prolaps rektal
Diare+
Injury Neurogenic
Inkontinensia
Masalah lokal
suspected
ano-rektal Terdapat
Tidak terdapat
manifestasi klinik
manifestasi klinik
Sigmoidoskopi fleksible/kolonoskopi/Barium Enema
Operasi
Proctography
Loperamide/dephe noxylate/atropine
Tidak
Membaik
membaik
Sfingter lemah/defek + Normal PNTML
Bedah/oper asi
Biofeedback
Sfingter lemah/
Gangguan sensasi
Defekasi dissinergi
±
gangguan pengosongan
Defek+Abnormal PNTML
Biofeedback atau kolostomi
Biofeedback
Terapi biofeedback untuk memperbaiki dissinergi