BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Evaluasi atas suatu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus dilaksanakan secara terus menerus dan berjenjang, serta untuk mengetahui pencapaian target kurikulum kurikulum dan dan daya serap siswa dalam setiap mata pelajaran yang diberikan. Sebagai strategi upaya mewujudkan masyarakat yang berakhlak, tangguh, cerdas, terampil dan mandiri serta upaya mendukung penuntasan wajib belajar pendidikan dasar, yang kemudian diadakannya pendidikan dimana hasil hasil pendidikan dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan pembelajaran dengan hasil program pendidikan setelah melalui proses penilaian dan evaluasi yang mengacu kepada standar pendidikan nasional. Dalam rangka melihat sejauh mana tingkat keberhasilan dan mengukur kemampuan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran meliputi kemampuan berpikir (kognitif), kemampuan kualitas kepribadian (Apektif) dan kemampuan keterampilan (psikomotor). Untuk mengukur kemampuan tersebut diperlukan alat ukur yang dapat dipercaya yang memiliki validitas yang tinggi, keseimbangan sesuai dengan materi yang dipelajari, daya pembeda yang minimal cukup, objektivitasnya tinggi dan reliabilitas yang tinggi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas ada beberapa permasalahan yang harus dikaji antara lain: 1. Bagaimanakah implementasi evaluasi hasil belajar IPA di SD?
Tujuan
Tujuan dari rumusan masalah yang telah disebutkan di atas adalah: 1. Mengetahui implementasi evaluasi hasil belajar IPA di SD.
BAB II PEMBAHASAN
Implementasi Evaluasi Hasil Belajar IPA di SD
Setelah proses pembelajaran berlangsung dengan sejumlah pokok bahasan yang disampaikan, evaluasi proses selalu dilaksanakan, tiba saatnya untuk mengetahui sejauh mana kemajuan yang dicapai oleh peserta didik. Untuk mengetahui kemajuan peserta didik tersebut, diperlakukan evaluasi hasil belajar. 1. Evaluasi hasil belajar ranah kognitif
Pelaksanaan evaluasi hasil belajar ranah kognitif ini dapat dilakukan sebagaimana evaluasi proses pembelajaran yaitu dengan memberikan pertanyaan (tes). Namun dalam evaluasi hasil belajar ini lebih banyak menggunakan cara tertulis daripada lisan, karena waktu yang diperlukan lebih sedikit dan kesempatan memperoleh pertanyaan yang sama untuk semua peserta didik. 2. Evaluasi hasil belajar ranah psikomotor
Hasil belajar ketrampilan melalui IPA dapat diketahui melalui observasi cara menyelesaikan masalah atau cara merancang dan melaksanakan kegiatan. Untuk mendapat informasi yang akurat terhadap tingkatan penguasaan ketrampilan tersebut diperlukan pedoman observasi. Pedoman ini merupakan kulminasi dari pedoman observasi yang telah digunakan pada waktu evaluasi proses pembelajaran IPA. Ini berarti mate ri yang diobservasikan pada waktu evaluasi proses lebih rinci da ripada materi yang diobservasi pada evaluasi hasil dan kecepatan dimaksudkan sebagai suatu kriteria kebarhasilan. Contoh: Pada waktu evaluasi proses, cara-cara peserta didik menuangkan larutan dari satu tempat ke tempat yang lain dibimbing dengan cermat bagaimana memegang kedua bejana tersebut, bejana mana yang harus mendekat, sehingga apa yang harus dibuat, apakah harus melaui dinding bejana, apakah harus menggunakan corong, bagaimana menggunakan corong dan sebagainya.
Pada waktu evaluasi hasil, cara yang rinci seperti di atas tidak diperlukan, karena selama pembelajaran peserta didik sudah berkali-kali menuangkan cairan dari satu tempat ketempat yang lain, ia sudah terlatih, bahkan sudah memiliki pengalaman. Oleh karena itu, yang akan dinilai pada hasil pembelajaran praktikum adalah:
No.
Jenis kepribadian/ indikator
1.
Cara memgang kedua bejana
2.
Ketelitian menuangkan
3.
Kecepatan mengerjakan tugas
4.
Hasil akhir.
Baik sekali (4)
Kualitas kegiatan Kurang Sangat Baik Baik Kurang Baik (3) (2) (1)
3. Evaluasi hasil belajar ranah afektif
Pembangunan ranah afektif tidak menjadi tugas guru IPA saja, tetapi semua guru berperan dalam meningkatkan kualitas kepribadian peserta didik. Pengembangan dan peningkatan kualitas ranah afektif tidak semudah pengembangan kemampuan kognitif. Mengembangkan alat pengumpul data yang berkenaan dengan afektif tidak seperti membuat alat observasi pada evaluasi proses, dimana dicantumkan hanya indikator untuk setiap jenis kepribadian. Cara yang biasa digunakan adalah dengan skala sikap yang dikembangkan oleh Likert. Misalnya untuk mengukur apakah seseorang memiliki tenggang rasa yang cukup atau tidak, kepadanya diminta pendapat apakah setuju atau tidak terhadap pernyataan berikut:
Pilihan Jawaban Pernyataan
Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Saya lebih senang berteman dengan siswa yang pandai. Dalam bekerja kelompok, saya tidak menerima pendapat teman. Dengan banyak pernyataan yang diajukan dan seseorang menjawab konsisten untuk setiap pernyataan tersebut berarti ia memiliki pendirian yang mantap mengenai tenggang rasa. Sebaliknya kalau jawaban tersebut bervariasi berarti pendirian belum kokoh. Untuk keadaan yang seperti ini masih diperlukan latihan yang lebih banyak. Dalam pengolahan angket ini pilihan jawaban tersebut di atas biasanya diberi skor. Untuk pernyataan positif, pilihan jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju masing-masing diberi skor 4, 3, 2, dan 1. Sebaliknya, untuk pernyataan negatif, skor dibalikkan masingmasing menjadi 1, 2, 3, dan 4. Dengan demikian kalau tenggang rasa pernyataannya ada 16 butir dan semuanya positif maka maksimum skor menjadi 64. Namun, dalam pengembangan butir skala sikap, selalu dibuat campuran pernyataan yang positif dan yang negatif.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penilaian hasil pembelajaran IPA yang berkenaan dengan Ranah Kognitif menggunakan tes bentuk objektif atau tes bentuk uraian. 2. Penilaian hasil pembelajaran IPA yang berkenaan dengan Ranah Psikomotor dengan menggunakan teknik observasi. 3. Pengukuran hasil pembinaan yang berkenaan dengan Ranah Afektif menjadi tanggung jawab semua guru, kepala sekolah, dan tenaga administrasi yang dilaksanakan penilaiannya satu kali dalam satu periode, akhir semester dan akhir tahun.