IDENTIFIKASI TINGKAT RISIKO BENCANA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI SERTA ARAHAN TINDAKAN MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN SUKABUMI Oleh : Erwin T. Hasyim, ST
[email protected]
Studi ini bertujuan mengidentifikasi tingkat risiko bencana gempa bumi di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi serta merumuskan implikasi risiko bencana tersebut terhadap tindakan mitigasi bencana agar dapat mengurangi risiko. Metode analisis yang digunakan yaitu dengan beberapa metode yaitu perhitungan nilai faktor dengan model standarisasi Davidson serta metode superimpose (dengan teknik skoring), selain itu untuk memperoleh nilai perbandingan antara beberapa faktor yang ditinjau dari segi pentingnya faktor tersebut terhadap faktor lainnya dalam menentukan penilaian prioritas terhadap risiko bencana alam gempa bumi maka digunakan pembobotan dengan menggunakan metode proses hierarki analitik (Analitycal Hierarchy Process/AHP). Hasil dari studi menunjukkan seluas 16.915,84 Ha (sekitar 11,56% dari total luas wilayah) wilayah studi teridentifikasi bersiko tinggi. Keyword : bahaya, kerentanan, ketahanan, risiko, mitigasi
PENDAHULUAN Latar Belakang Bencana alam geologi merupakan kejadian alam ekstrim yang diakibatkan oleh berbagai fenomena geologi dan geofisika. Aktivitas tektonik di permukaan bumi dapat menjadi salah satu penyebabnya, demikian halnya dengan aktivitas vulkanik di bawah permukaan bumi yang juga mungkin sampai di permukaan. Pemahaman mengenai mitigasi bencana alam geologi dan mitigasi hazard menjadi menarik dan mendesak untuk diteliti mengingat dampak yang ditimbulkan bencana tersebut dewasa ini. Kerugian jiwa, material, dan budaya merupakan aspek utama yang berisiko menanggung dampak bencana. Kesadaran tentang potensi bencana di Indonesia dan fakta ilmiah di sekitar bencana yang menimpa negara ini menjadi alasan utama perlunya dilakukan usaha-usaha ilmiah untuk mengatasinya. Peran aktif semua pihak yang terkait merupakan sikap terbaik yang diperlukan untuk menanggulangi masalah bencana. Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di atas lempeng benua, lempeng Indo Australia dan lempeng Pasifik tak hanya menjadikan kaya sumber daya alam, namun juga rawan akan bencana geologi. Menurut Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, lempeng benua relatif stabil. Namun lempeng Indo Australia terus bergerak ke arah utara sedang lempeng Pasifik bergerak ke arah barat. ‘’Ini antara lain yang menyebabkan posisi Indonesia tidak stabil dan rawan bencana geologi’’. Sebagai akibat gerakan
lempeng-lempeng itulah yang menimbulkan bencana geologi berupa letusan gunung berapi (vulkanologi), gempa bumi, gempa bumi dan gerakan tanah. Diungkapkan dari 129 gunung api sekitar 13 % berada di Indonesia dan saat ini kondisinya sangat aktif. Selain itu ada tiga gunung api di dasar laut. Potensi gempa bumi di berbagai lokasi, potensi gempa bumi serta gerakan tanah juga di berbagai lokasi. Secara umum pada daerah yang pernah terjadi bencana ada peluang akan terjadi lagi (http://www.esdm.go.id). Gambar 1. Lingkungan Tektonik Indonesia
Sumber : http://www.reindo.co.id/gempa.htm
Gambar di atas menunjukkan lingkungan tektonik Indonesia yang terdiri dari tiga lempeng tektonik; Indo-Australia, Pasifik dan Eurasia yang bergerak relatif terhadap lainnya (lihat arah panah). Batas lempeng tektonik merupakan daerah konsentrasi aktifitas gempa bumi yang diplot sebagai garis hitam dan segi tiga. Garis tebal merupakan sesar aktif, sedangkan lingkaran adalah stasiun seismograf.
1
Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi merupakan suatu wilayah pesisir selatan Jawa Barat dan berhadapan langsung dengan pertemuan lempeng Indo-Australia dan dilalui oleh sesar/patahan Cimandiri yang merupakan zona sumber gempa. Sesar Cimandiri adalah sesar aktif yang terdapat di Sukabumi Selatan. Dengan melihat catatan-catatan gempa seperti gempa yang terjadi di Pelabuhanratu (1900) dan Kabupaten Sukabumi (2001), pusat gempa bumi yang merusak ini terletak pada lajur sesar aktif Cimandiri. Kejadian terbaru (di tahun 2006) telah terjadi kembali beberapa gempa dengan kekuatan sedang di sekitar sesar Cimandiri. Catatan-catatan kegempaan di daerah sesar Cimandiri tersebut memberikan fakta pasti bahwa potensi kegempaan di daerah ini cukup besar, yang berarti potensi bencana di daerah ini akan sama besarnya pula. Kehilangan satu nyawa saja akibat gempa sebetulnya sudah dapat dikatakan bencana. Meski sangatlah sulit untuk menghindari diri dari bencana, namun setidaknya mereduksi dampak bencana merupakan harapan yang harus dicapai (http://geodesy.gd.itb.ac.id/?p=288). Selama ini bencana geologi ikutan yang sering terjadi akibat gempa bumi adalah gerakan tanah dan liquifaksi, sedangkan gempa bumi yang disertai gelombang tsunami di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi belum terjadi, namun untuk pertama kalinya pada 17 Juli 2006 di lepas pantai Pangandaran terjadi gempa bumi yang disertai tsunami. Dengan kejadian gempa bumi yang disertai tsunami di Pangandaran maka kejadian serupa di Wilayah Jawa Barat dapat terjadi, sehingga kewaspadaan Wilayah Pesisir Selatan Jawa Barat termasuk Sukabumi dapat menghadapi bencana tsunami perlu ditingkatkan sebagai salah satu upaya memperkecil risiko tsunami sedini mungkin (Oki Oktariadi, 2007 : I -3-4). Gempa bumi adalah salah satu dari banyak bahaya alam yang paling merusak, gempa-gempa tersebut bisa terjadi setiap saat di sepanjang tahun, dengan dampak yang tiba-tiba dan hanya memberikan peringatan sedikit waktu saja. Gempa dapat menghancurkan bangunan-bangunan dalam waktu yang sebentar saja, membunuh atau melukai penduduk. Gempa tidak hanya merusak kota-kota secara menyeluruh tetapi juga bisa mengacaukan pemerintahan, ekonomi dan struktur sosial dari satu negara (UNDP, 1995 : 17). Untuk itu, langkah-langkah untuk pengelolaan penanggulangan bencana menjadi sangat penting untuk dilakukan, baik sebelum, sesudah maupun saat terjadinya bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu
terutama kegiatan penjinakan/peredaman. Kegiatan lainnya yang diambil pada saat sebelum terjadinya bencana adalah kegiatan pencegahan (prevention) dan kesiapsiagaan. Kegiatan pencegahan dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya bencana, dan dititikberatkan pada upaya penyebarluasan berbagai peraturan perundangundangan yang berdampak dalam meniadakan atau mengurangi risiko bencana. Kegiatan kesiapsiagaan ditujukan untuk menyiapkan respon masyarakat bila terjadi bencana, yang dilakukan dengan mengadakan pelatihan bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana, serta pendidikan dan pelatihan bagi aparat pemerintah. Sedangkan kegiatan penjinakan dilakukan untuk memperkecil, mengurangi dan memperlunak dampak yang ditimbulkan bencana atau dikenal dengan istilah Mitigasi (Akbar, 2006 : 2-3). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpukan bahwa Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi memiliki potensi akan terjadinya bencana alam gempa bumi. Kondisi ini akan mengancam keselamatan jiwa dan harta benda penduduk yang berada di kawasan tersebut. Perencanaan dan pengelolaan kawasan rawan bencana alam perlu diperlakukan secara khusus melalui usaha pencegahan. Untuk mencapai upaya pencegahan bencana alam gempa bumi di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi maka yang perlu dilakukan adalah : “Identifikasi Tingkat Risiko Bencana Gempa Bumi serta Arahan Tindakan Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi”. Penelitian ini diupayakan dapat mengurangi atau meminimalisir risiko bencana gempa bumi yang akan terjadi. Perumusan Masalah Permasalahan studi dirumuskan berdasarkan adanya dua faktor, yaitu : 1. Adanya potensi Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi sebagai suatu bahaya alam (natural hazard). Dalam kajian yang lebih mikro terdapat perbedaan dalam tingkat bahaya gempa bumi berdasarkan letak geografisnya di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa suatu kawasan lebih berbahaya daripada kawasan lainnya dilihat dari aspek gempa bumi. 2. Adanya sistem penduduk dan kegiatannya yang akan menentukan terhadap tingkat kerentanan (vulnerability). Tingkat kerentanan (vulnerability) ini juga berbeda diberbagai kawasan karena faktor-faktor kerentanan dan kegiatannya (misalnya kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, perekonomian, dll) yang berbeda juga. Disamping faktor kerentanan terdapat juga
2
faktor ketahanan/kapasitas untuk merespon dampak gempa bumi yang berbeda-beda pula di setiap kawasan. Adanya dampak tersebut yaitu faktor bahaya alam gempa bumi dan faktor kerentanan serta ketahanan, mengakibatkan adanya potensi bencana yang berbeda-beda di berbagai kawasan di Pesisir Kabupaten Sukabumi. Kawasan yang secara alamiah merupakan zona dengan tingkat bahaya tinggi dan memiliki sistem kegiatan yang rentan akan memiliki tingkat bencana (disaster) yang tinggi pula. Hal ini disebabkan karena bencana alam merupakan interaksi antara bahaya alam (natural hazard) dan kondisi rentan (vulnerable). Berdasarkan pembahasan di atas, maka pertanyaan penelitian yang muncul adalah sebagai berikut : a. Jika Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi secara potensial memiliki faktor bahaya (hazard) gempa bumi, di kecamatankecamatan manakah dari Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi yang berisiko tinggi terhadap bencana gempa bumi? b. Arahan tindakan mitigasi seperti apa yang akan dilakukan dengan adanya identifikasi tingkat risiko bencana tersebut? Gambar 2. Orientasi Wilayah Studi 640000
650000
660000
670000
680000
690000
11
700000
710000
KAB U P AT EN B OG OR 9250000
9250000
Lau t J awa
Se l at Su nd
a
PET A IN D EKS PROV INSI B A NT EN
9240000
Ka b. Su ka bu mi
Kec a m atan C is o lok
PROV I NS I JA WA B ARA T
SAM UD E RA H INDIA
Skala 1 : 4.500. 000
Kec a m atan C ik ak a k
9240000
KAB U P AT EN L EB AK PR O VIN SI BA N T EN
LOKA SI PETA
9230000
9230000
KO T A SU K AB U M I K ec a m atan Pel abu ha nra tu
Ke Kab . L eb ak
Ke Kota Su kab umi
TE LU K PE LAB U H A N R AT U 9220000
9220000
Ta nju ng C i s ang k uh
KAB U P AT EN S U KA BU M I
9210000
9210000
Ke Kota Su kab umi
TE LU K C IL ET U H
Kec a m atan C iem a s
Ta nju ng K ar ang han tu
9200000
9200000
Kec a m atan S im pe na n
Ta nju ng L en gon k eri s
Ta nju ng T a nay a 9190000
9190000
Kec a m atan C i rac a p Kec a m atan Te ga lbu leu d
Kec a m atan S ur ade 9180000
S A M U D E R A
640000
650000
660000
670000
680000
KAB U P AT EN C IAN JU R
9180000
Kec a m atan C i bitun g
Ta nju ng U j ung ge nteng
H IN D IA
690000
700000
710000
WI L AY AH P ESI SI R K A B U PA TEN SU K A B U M I TUG AS AKH IR LEG E NDA : Ba tas K ab upa ten Ba tas K eca ma tan Ba tas K ot a
IDEN TIFIK AS I TING KAT RES IKO BE NCANA G EM PA BUM I S ERTA ARAH AN TIN DAK AN M ITIG AS I Gam bar 1 .4
Ga ris P an tai Ja la n U tam a
PE TA O RIE NTAS I W ILAYAH S TUDI Sumber : Pusat Lingk ungan Geologi, 2007 U
Ja la n L okal Ja la n L ain Su nga i Lau t Lin gkup W ilayah St udi
B
S ka la 1 : 5 0 0 .0 00 T
5
0
5
10
15 Km
S
JURUS AN TEKN IK PLANO LO G I FAKULTAS TE KNIK UNIV ERS ITAS P AS UNDAN BAN DUNG 2008
Tujuan dan Sasaran Studi Berdasarkan latar belakang studi, dapat diketahui bahwa Wilayah Pesisir Kabupaten
Sukabumi secara potensial memiliki risiko bencana gempa bumi. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengurangi risiko bencana gempa bumi. Untuk mengurangi risiko, perlu diketahui wilayah-wilayah yang berisiko tinggi terhadap bencana gempa bumi. Adapun tujuan utama studi ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi tingkat risiko bencana gempa bumi di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi. 2. Merumuskan implikasi risiko bencana tersebut terhadap tindakan mitigasi bencana agar dapat mengurangi risiko. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka sasaran studi yaitu : 1. Identifikasi faktor-faktor, sub faktor dan indikator bencana gempa bumi. 2. Identifikasi kondisi dari faktor, sub faktor dan indikator yang telah ditetapkan terhadap wilayah studi. 3. Analisis tingkat risiko bencana gempa bumi. 4. Arahan tindakan mitigasi berdasarkan kondisi tingkat risiko bencana gempa bumi. Metodologi Metoda pendekatan yang dilakukan dalam studi ini melalui beberapa pentahapan sebagai berikut : 1. Perumusan faktor dan sub faktor yang mempengaruhi tingkat risiko bencana gempa bumi. Faktor dan sub faktor ini ditentukan berdasarkan penelitian literatur. Dari bebarapa literatur yang dikaji dapat disimpulkan ada 3 (tiga) faktor yang berpengaruh terhadap bencana gempa bumi beserta sub faktornya, yaitu sebagai berikut : a. Faktor bahaya (hazard), dengan sub faktor : goncangan dan tsunami. b. Faktor kerentanan (vulnerability), dengan sub faktor : kerentanan fisik/infrastruktur, kerentanan sosial kependudukan dan kerentanan ekonomi. c. Faktor ketahanan/kapasitas (capacity), dengan sub faktor : sumberdaya alami, sumberdaya buatan dan mobilitas/ aksesibilitas penduduk. Karena risiko bencana dipengaruhi oleh faktor/sub faktor bencana, maka untuk analisis selanjutnya faktor/sub faktor ini akan digunakan sebagai faktor/ sub faktor risiko bencana. 2. Tahapan berikutnya adalah merumuskan indikator-indikator risiko dari setiap faktor/sub faktor risiko yang telah dirumuskan pada bagian sebelumnya. Indikator-indikator dirumuskan melalui kajian literatur.
3
3.
4.
Penentuan bobot dari tiap faktor, sub faktor dan indikator yang telah terbentuk dengan menggunakan proses hierarki analitik (Analitycal Hierarchy Process/AHP), dimana analisis ini diperoleh dari hasil kuesioner dengan responden yaitu para ahli di bidang yang bersangkutan seperti bidang ilmu geologi, geofisika, perencana, pertanian, teknik sipil dan sosial. Analis tingkat risiko bencana gempa bumi, yaitu dengan dua cara yaitu : a. Melakukan perhitungan nilai faktorfaktor risiko bencana gempa bumi, yang meliputi faktor kerentanan dan ketahanan (non geologi). Perhitungan nilai faktorfaktor risiko bencana dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : i. Standarisasi nilai indikator, dengan maksud setiap indikator diberi nilai dalam unit ukuran yang kompatibel, sehingga dapat dilakukan operasi matematis terhadap indikatorindikator lainnya. ii. Pembobotan faktor, sub faktor dan indikator Pembobotan ini dilakukan berdasarkan hasil perbandingan yang diperoleh dari hasil penilaian oleh para ahli. iii. Perhitungan nilai faktor risiko. Perhitungan ini dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara nilai baku tiap indikator dengan masing-masing bobot di tiap faktornya. b. Untuk analisis data geologi seperti faktor bahaya dengan sub faktor goncangan dan tsunami, faktor kerentanan dengan sub faktor kerentanan fisik, serta faktor ketahanan dengan sub faktor ketahanan sumberdaya alami menggunakan teknik superimpose dan teknik skoring dengan prosesnya menggunakan bantuan software Sistem Informasi Geografis (SIG) yaitu Arc View GIS, untuk teknik skoring tersebut langkah-langkahnya yaitu sebagai berikut: i. Menentukan harkat (peringkat) dari pembentuk indikator, tingkat indikator, tingkat sub faktor dan tingkat faktor, harkat (peringkat) ini ditentukan berdasarkan tingkat pengaruhnya terhadap risiko bencana gempa bumi, khusus untuk penentuan harkat (peringkat) yang berhubungan dengan data kegeologian ini ditentukan oleh ahli geologi.
ii.
5.
6.
7.
Perhitungan skor yaitu dengan mengkalikan harkat (peringkat) dengan bobot (yang diperoleh dari point 3). c. Dari hasil point a di atas dapat dihasilkan peta nilai baku dan point b dapat dihasilkan peta hasil superimpose, dari kedua jenis peta ini dapat dihasilkan tingkatannya masing-masing, yang kemudian proses selanjutnya adalah pemberian skor (perkalian harkat dan bobot) berdasarkan tingkatan tersebut, proses yang dilakukan adalah dengan teknik superimpose dari peta-peta tersebut, sehingga dapat dihasilkan petapeta yang mempunyai informasi tingkat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat risiko bencana hempa bumi. Menentukan tingkat risiko bencana gempa bumi dengan teknik superimpose dan teknik skoring dari peta-peta faktor yang mempengaruhi tingkat risiko (faktor bahaya, faktor kerentanan dan faktor ketahanan). Rumusan tingkat risiko bencana gempa bumi dilakukan dengan pengelompokkkan berdasarkan tingkatannya. Menurut aturan Sturges, yaitu dengan rumus : Banyak Kelas = 1 + (3,3) log n = 1 + (3,3) log 9 = 1 + (3,3) 0,95 = 1 + 3,13 = 4,13 atau 4 Kelas yang seharusnya terbentuk sebanyak 4 kelas, namun untuk mempermudah penulis dalam memberikan arahan tindakan mitigasi pada hasil akhir maka penetapan banyaknya kelas menjadi 3 (tiga) kelas yaitu tinggi, sedang dan rendah. Dengan panjang kelas intervalnya menggunakan rumus: Rentang Panjang Kelas Interval = Banyak Kelas Tahap selanjutnya yaitu dari peta tingkat risiko bencana gempa bumi yang dihasilkan, akan dapat diketahui wilayah-wilayah mana saja yang mempunyai tingkat risiko bencana gempa bumi tinggi, yang kemudian dapat dijabarkan/diuraikan berdasarkan indikator/karakteristik pembentuk risiko bencana gempa bumi tinggi tersebut. Perumusan arahan tindakan mitigasi, terutama untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana gempa bumi berdasarkan hasil analisis tingkat risiko bencana alam tersebut.
Secara diagramatis, tahapan studi ini dapat dilihat pada Gambar 3 kerangka pemikiran studi.
4
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Studi Latar Belakang Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi memiliki potensi terjadinya bencana baik yang ditimbulkan secara langsung oleh alam maupun bencana yang dipengaruhi oleh aktivitas penduduk
Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi merupakan suatu wilayah pesisir selatan dan berhadapan langsung dengan pertemuan lempeng Indo-Australia dan dilalui oleh sesar/patahan Cimandiri yang merupakan zona sumber gempa
Tujuan 1. Mengidentifikasi tingkat risiko bencana gempa bumi di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi. 2. Merumuskan implikasi risiko bencana tersebut terhadap tindakan mitigasi agar dapat mengurangi risiko. Sasaran 1. Identifikasi faktor-faktor bencana gempa bumi. 2. Analisis tingkat risiko bencana gempa bumi berdasarkan faktor bahaya, kerentanan dan ketahanan. 3. Arahan tindakan mitigasi berdasarkan kondisi tingkat risiko bencana gempa bumi. TINJAUAN TEORI IDENTIFIKASI WILAYAH STUDI
Faktor Bahaya (Hazard)
Faktor Kerentanan (Vulnerability)
- Goncangan (Bahaya Langsung) - Tsunami (Bahaya Ikutan)
- Fisik - Sosial Kependudukan - Ekonomi
Faktor Ketahanan (Capacity) - Sumberdaya Alami - Sumberdaya Buatan - Mobilitas Penduduk
ANALISIS TINGKAT RISIKO BENCANA GEMPA BUMI Analisis Bahaya Alam (Natural Hazard)
Analisis Kerentanan (Vulnerability)
Analisis Ketahanan (Capacity)
TINGKAT RISIKO BENCANA
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Risiko adalah prakiraan/probabilitas potensi kerugian yang ditimbulkan oleh bencana pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu seperti kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. Secara konvensional risiko dinyatakan dalam persamaan Risiko = Bahaya x Kerentanan. Sejumlah disiplin ilmu juga mencakup konsep keterpaparan untuk secara khusus merujuk pada aspek kerentanan fisik. Lebih dari sekedar mengungkapkan kemungkinan adanya kerugian fisik, sangat penting untuk mengakui bahwa risiko-risiko dapat bersifat melekat atau dapat diciptakan atau ada dalam sistem-sistem sosial. Penting untuk mempertimbangkan konteks sosial dimana risiko terjadi dan oleh karenanya penduduk tidak mesti mempunyai persepsi yang sama tentang risiko dan akar-akar penyebabnya (Yayasan IDEP, 2007:22).
Menurut Bakornas PB dalam Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana di Daerah, memberikan pengertian mengenai risiko adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa kematian, luka, sakit, hilang, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. Risiko bencana adalah interaksi antar kerentanan daerah dengan ancaman bahaya (hazard) yang ada. Ancaman bahaya, khususnya bahaya alam bersifat tetap karena bagian dari dinamika proses alami pembangunan atau pembentukan roman muka bumi baik dari tenaga internal maupun eksternal, sedangkan tingkat kerentanan daerah dapat dikurangi, sehingga kemampuan dalam menghadapi ancaman tersebut semakin meningkat.
5
Menurut Bakornas PBP dalam Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana (hal. 9-10), risiko dapat dirumuskan sebagai berikut : Bahaya Keren tan an atau dapat Re siko Kemampuan ditulis dengan : Risiko = Bahaya x Kerentanan x ketidakmampuan Hubungan antara ketiga variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut (seperti yang terlihat pada Gambar 4. Gambar 4. Hubungan Antara Risiko, Bahaya, Kerentanan dan Kemampuan Ancaman Bahaya
RISIKO
(1997 : 142) telah menggunakan 2 model standarisasi data yaitu : a. Untuk setiap indikator bahaya dan kerentanan dikarenakan semakin tingi nilai indikator akan menyebabkan semakin tinggi pula risiko bencananya, maka dipergunakan rumus : X1ij
b.
Untuk setiap indikator faktor ketahanan dikarenakan semakin tinggi nilai indikator akan menyebabkan semakin rendah risiko bencananya, maka dipergunakan rumus yang berbeda, yaitu : 1 Xij ( Xi 2Si ) X ij Si Dimana : X1ij : Nilai yang sudah dibakukan untuk indikator i di kecamatan j Xij : Nilai yang belum dibakukan untuk indikator i di kecamatan j
Xi : Nilai rata-rata untuk indikator i Si
Ketidakmampuan
Xij ( Xi 2Si ) Si
Kerentanan
Sumber : Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana, hal. 10.
Penetapan Faktor Risiko Gempa Bumi Faktor-faktor risiko bencana gempa bumi yang digunakan dalam studi ini, terdiri dari faktor bahaya, kerentanan dan ketahanan. Adapun penetapan sub faktor dan indikator dari faktor risiko tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Metode Analisis a. Perhitungan Nilai Faktor dengan Standarisasi Davidson Perhitungan nilai faktor dengan standarisasi Davidson ini digunakan untuk analisis data statistik berdasarkan batas administrasi (non fisik), seperti untuk sub faktor kerentanan sosial kependudukan dan ekonomi, sub faktor ketahanan sumberdaya buatan dan mobilitas. Untuk hasil analisis dengan metode ini, diasumsikan bahwa hasil dari analisis dengan unit analisis kecamatan nantinya akan sama di setiap tingkatan (misalnya : jika Kecamatan A memiliki tingkat kerentanan ekonomi tinggi, maka di seluruh wilayah Kecamatan A tersebut akan dianggap rata yaitu memiliki tingkat kerentanan ekonomi tinggi). a.1. Standarisasi Nilai Indikator Standarisasi nilai indikator dimaksudkan untuk menghasilkan nilai baku, sehingga dapat dilakukan perhitungan matematis dengan indikator yang lain dengan model standarisasi yang digunakan untuk indikator yang nilainya bersesuaian dengan risiko bencana. Davidson
: Standar deviasi
a.2 Pembobotan Faktor, Sub Faktor dan Indikator Pembobotan dilakukan untuk menghasilkan nilai risiko bencana karena setiap faktor dan sub faktor bencana memberikan kontribusi yang berbeda terhadap bencana. Dengan demikian bobot dapat diinterpretasikan sebagai prosentase kontribusi setiap faktor terhadap risiko bencana gempa bumi. Dalam hal ini bobot ditentukan berdasarkan penilaian subyektif para ahli (expert) dalam bidang risiko bencana gempa bumi, perhitungan bobot ini dilakukan dengan proses hierarki analitik (Analitycal Hierarchy Process/AHP), yang mana analisis ini diperoleh melalui kuesioner dari ahli tersebut, kemudian dilakukan perhitungan nilai faktor risiko dengan cara menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara nilai baku tiap indikator dengan masing-masing bobot ditiap faktornya. Hasil dari pembobotan faktor, sub faktor dan indikator dalam studi identifikasi tingkat risiko bencana gempa bumi di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 5. a.3 Perhitungan Nilai Faktor-Faktor Bencana Setelah indikator-indikator setiap faktor risiko bencana distandarkan (dibakukan), maka dilakukan perhitungan nilai/indeks risiko bencana gempa bumi. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai setiap faktor risiko bencana adalah : B = WB1X’B1 + ........... + WBnX’Bn R = WR1X’R1 + ........... + WRnX’Rn K = WK1X’K1 + ........... + WKnX’Kn
6
Tabel 1. Penetapan Faktor, Sub Faktor dan Indikator Risiko Bencana Gempa Bumi Faktor
Bahaya Gempa Bumi
Sub-faktor
Indikator
Goncangan Gempa (Bahaya Langsung)
Intensitas Gempa
Tsunami (Bahaya Ikutan)
Landaan Tsunami
Ketidakleluasaan Pemanfaatan ruang Fisik
Sebaran Permukiman
Kepadatan Penduduk Sosial Kependudukan Kerentanan (Vulnerability)
Prosentase Penduduk Usia Lanjut dan Balita Prosentase Penduduk Wanita
Ekonomi
Prosentase Penduduk Penyandang Cacat Prosentase Produktivitas Pertanian Padi Berpengairan Irigasi Prosentase Rumah tangga yang bekerja di Bidang Perikanan Laut Prosentase Rumah tangga yang bekerja di Bidang Non Pertanian Prosentase Keluarga Miskin
Sumberdaya Alami
Ketahanan (Capacity)
Sumberdaya Buatan
Mobilitas
Keleluasaan Pemanfaatan Ruang Vegetasi pelindung Rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk Rasio Sarana Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk Rasio Panjang Jalan terhadap Jumlah Penduduk Rasio Sarana Angkutan terhadap Jumlah Penduduk
Sumber UNDP, 1995 :21 Kertapati, 2006 : 56 Noor, 2006 : 142 UNDP, 1995 :21 Kertapati, 2006 : 56 Noor, 2006 : 142 Oki Oktariadi, 2007
Oki Oktariadi, 2007 UNDP, 1995 : 38 Bakornas PBP Firmansyah, 1998 : 56 Bakornas PBP Parker dan Kreimer, 1995 dalam Firmansyah, 1998 : 56 Bakornas PBP Varley, 1994 : 19 dalam Firmansyah, 1998 : 62 Bakornas PBP Firmansyah, 1998 : 62 Bakornas PBP Bakornas PBP Awotona, 1997 : 10 Bakornas PBP Firmansyah, 1998 : 68 Oki Oktariadi, 2007 Oki Oktariadi, 2007 Davidson, 1997 Firmansyah, 1998 : 72 Davidson, 1997 Firmansyah, 1998 : 70 Davidson, 1997 Firmansyah, 1998 : 72 Davidson, 1997 Firmansyah, 1998 : 75
Sumber : Hasil Studi Pustaka, 2007
Dimana : B = Nilai Faktor Bahaya (hazards) R = Nilai Faktor Kerentanan (Vulnerability) K = Nilai Faktor Ketahanan/Kapasitas (Capacity) X’i = Nilai Setiap Indikator yang telah dibakukan Wi = Bobot Setiap Indikator
A). Jadi, untuk analisis data fisik ini tidak dapat dianggap sama untuk tingkatannya di setiap wilayah.
b.
Teknik Superimpose dan Skoring Metode ini digunakan untuk analisis data fisik, metode ini digunakan atas dasar (asumsi) bahwa hasil dari analisis ini akan menghasilkan tingkatan yang berbeda-beda di setiap wilayah (misalnya : Kecamatan A dapat memiliki tingkat kerentanan fisik berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan permukiman dan ketidakleluasaan pemanfaatan ruang yang menyebar di Kecamatan
7
Gambar 5. Bobot faktor, Sub Faktor dan Indikator Tingkat Risiko Bencana Gempa Bumi 0,245 0,350
Bahaya (Hazard)
0,105
0,106
0,147 Risiko Bencana
0,340
Gempa Bumi
Kerentanan
Guncangan Gempa (Bahaya Langsung) Tsunami (Bahaya Ikutan)
Intensitas Gempa
0,245
Landaan Tsunami
0,105
Zona Tidak Leluasa
0,053
Kawasan Permukiman
0,053
Kepadatan Penduduk
0,041
% Penduduk Usia Lanjut dan Balita
0,052
% Penduduk Wanita
0,024
% Penduduk Penyandang Cacat
0,030
% Produktivitas Pertanian Padi Berpengairan Irigasi : Total Luas Tanam
0,026
% Pekerja di Bidang Perikanan Laut
0,021
% Pekerja di Bidang Non Pertanian
0,017
% Keluarga Miskin
0,023
Keleluasaan Pemanfaaatan Ruang
0,080
Vegetasi Pelindung
0,072
Rasio Tenaga Kesehatan : Penduduk
0,032
Rasio Sarana Kesehatan : Penduduk
0,047
Rasio Sarana Jalan : Jumlah Penduduk
0,055
Rasio Sarana Angkutan : Penduduk
0,024
Kerentanan Fisik
Kerentanan Sosial Kependudukan
(Vulnerability)
0,087
0,152
0,310
Kerentanan Ekonomi
Sumberdaya Alami
Ketahanan (Capacity)
0,079
0,078
Sumberdaya Buatan
Mobilitas Penduduk
8
ANALISIS FAKTOR BAHAYA Faktor bahaya gempa bumi terbagi atas 2 (dua) sub faktor yaitu goncangan (bahaya langsung) dan tsunami (bahaya ikutan). Faktor bahaya ini memberikan kontribusi terhadap risiko bencana gempa bumi dengan bobot yang diberikan oleh para ahli yaitu sebesar 0,350 dan merupakan bobot terbesar dibandingkan dengan faktor kerentanan dan ketahanan.
B. Bahaya Tsunami Analisis tingkat bahaya tsunami ini menggunakan teknik skoring. Tingkat bahaya tsunami ini ditentukan oleh indikator landaan tsunami. Hasil dari analisis ini akan digunakan untuk menentukan tingkat bahaya gempa bumi. Untuk lebih jelasnya mengenai perhitungan skor sub faktor bahaya tsunami ini dapat dilihat pada Tabel 3.
A. Bahaya Goncangan Analisis tingkat bahaya goncangan ini menggunakan teknik skoring, tingkat bahaya goncangan ini ditentukan dari besarnya intensitas gempa yang ada di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi, hasil dari analisis ini akan digunakan untuk menentukan tingkat bahaya gempa bumi. Untuk lebih jelasnya mengenai perhitungan skor sub faktor bahaya goncangan ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 3 Perhitungan Skor Sub Faktor Bahaya Tsunami
Tabel 2. Perhitungan Skor Sub Faktor Bahaya Goncangan
VI-VII
4.
VII-VIII
0,000
2.
Run Up <2,5
1
0,105
0,105
3.
Run Up 2,5 - <7,5
3
0,105
0,315
4.
Run Up 7,5 - 12,5
5
0,105
0,525
Skor Tertinggi = 0,290 ; skor terendah = 0,029 Klasifikasi (Rendah : 0,029 – 0,116 ; Sedang : 0,117 – 0,204 ; Tinggi : 0,205 – 0,290)
Gambar 7. Peta Bahaya Tsunami 640000
Skor
0,245
0,245
0,735
0,245
1,225
670000
680000
690000
13 6
700000
710000
KAB U P AT EN B OG OR
Lau t J awa
PET A IN D EKS a
0,245
660000
Se l at Su nd
0,245
650000
9250000
0,245
PROV INSI B A NT EN
KAB U P AT EN L EB AK PR O VIN SI BA N T EN
9240000
1 1 3 5
Skor
0,105
Ka b. Su ka bu mi
Kec a m atan C is o lok
PROV I NS I JA WA B ARA T
SAM UD E RA H INDIA
Skala 1 : 4.500. 000
Kec a m atan C ik ak a k
LOKA SI PETA
KO T A SU K AB U M I 9230000
3.
Bobot
Bobot
0
9230000
V-VI
Harkat
Harkat
Zona Aman
9240000
2.
No
Zona
1.
9250000
1.
Intensitas Gempa IV-V
No
K ec a m atan Pel abu ha nra tu
Ke Kab . L eb ak
Ke Kota Su kab umi
TE LU K PE LAB U H A N R AT U
670000
680000
690000
9220000 9210000 9200000
TE LU K C IL ET U H
Kec a m atan C iem a s
Ta nju ng K ar ang han tu
13 3 Ta nju ng T a nay a
700000
Kec a m atan C i rac a p
9190000
660000
710000
KAB U P AT EN B OG O R
a Se l at Su nd
9240000
Kec a m at an C is o lok
SAM UD E RA H INDIA
Skala 1 : 4.500. 000
Kec a m atan C ik ak a k
PROV I NS I JA WA B ARA T
9240000
Ka b. Su ka bu mi
KO T A SU K AB U M I 9230000
9230000
S A M U D E R A
640000
LOKA SI PETA
K ec a m atan Pel abu ha nra tu
Ke Kab . L eb ak
Kec a m atan C i bitun g
9180000
9250000
PROV INSI B A NT EN
Kec a m atan Te ga lbu leu d
Kec a m atan S ur ade Ta nju ng U j ung ge nteng
650000
660000
670000
680000
KAB U P AT EN C IAN JU R
H IN D IA
690000
700000
TUG AS AKH IR LEG E NDA :
9220000
9220000
Ta nju ng C i s ang k uh
KAB U P AT EN S U KA BU M I
9210000
9210000
Ba tas K ab upa ten
Dae ra h A m an (Sko r = 0,0 00)
Ba tas K eca ma tan
Ren dah (Sk o r 0.1 05 - 0, 245 )
Ba tas K ot a
Se dan g (S k or 0 ,24 6 - 0 ,38 6)
Ga ris P an tai
Ting gi (S kor 0, 387 - 0 ,52 5)
Ja la n U tam a
Ke Kota Su kab umi
TE LU K C IL ET U H
Kec a m atan C iem a s
Su nga i
Ta nju ng K ar ang han t u
IDEN TIFIK AS I TING KAT RES IKO BE NCANA G EM PA BUM I S ERTA ARAH AN TIN DAK AN M ITIG AS I Gam bar 4 .3
PE TA TING KAT BAHAYA TSUN AM I Sumber : Hasil Analisis, 2008 U
Ja la n L okal Ja la n L ain
9200000
9200000
Kec a m at an S im pe na n
710000
WI L AY AH P ESI SI R K A B U PA TEN SU K A B U M I
Ke Kota Su kab umi
TE LU K PE LAB U H A N R AT U
Ta nju ng L en gon k eri s
9180000
9250000
Lau t J awa
PET A IN D EKS
KAB U P AT EN L EB AK PR O VIN SI BA N T EN
KAB U P AT EN S U KA BU M I Ke Kota Su kab umi
9190000
650000
Kec a m atan S im pe na n
9200000
640000
Ta nju ng C i s ang k uh
Ta nju ng L en gon k eri s
9210000
Gambar 6. Peta Bahaya Goncangan
9220000
Skor Tertinggi = 1,155 ; skor terendah = 0,231 Klasifikasi (Rendah : 0,245 – 0,572 ; Sedang : 0,573 – 0,900 ; Tinggi : 0,901 – 1,225)
Lau t
B
S ka la 1 : 5 0 0 .0 00 T
5
0
5
10
15 Km
S
JURUS AN TEKN IK PLANO LO G I FAKULTAS TE KNIK UNIV ERS ITAS P AS UNDAN BAN DUNG 2008
Ta nju ng T a nay a 9190000
9190000
Kec a m atan C i rac a p Kec a m atan Te ga lbu leu d
Kec a m atan S ur ade 9180000
S A M U D E R A
640000
650000
WI L AY AH
660000
670000
680000
KAB U P AT EN C IAN JU R
9180000
Kec a m at an C i bitun g
Ta nju ng U j ung ge nteng
H IN D IA
690000
700000
PESISI R KABUPATEN
710000
SUKABUMI TUG AS AKH IR
LEG E NDA : Ba tas K ab upa ten
Ren dah (Sk o r 0,2 45 - 0, 572 )
Ba tas K ec a ma tan
Se dan g (S k or 0 ,57 3 - 0 ,90 0)
IDEN TIFIK AS I TING KAT RES IKO BE NCANA G EM PA BUM I S ERTA ARAH AN TIN DAK AN M ITIG AS I
Ba tas K ot a
Ting gi (S k or 0, 901 - 1 ,22 5)
G am bar 4 .2
Ga ris P an tai Ja la n U tam a
PE TA TING KAT BAHAYA G O NCANG AN Sumber : Hasil Analisis, 2008 U
Ja la n L ok al Ja la n L ain Su nga i Lau t
B
S ka la 1 : 5 0 0 .0 00 T
5
0
5
10
15 Km
S
JURUS AN TEKN IK PLANO LO G I FAKULTAS TE KNIK UNIV ERS ITAS P AS UNDAN BAN DUNG 2008
C. Analisis Tingkat Bahaya Gempa Bumi Tingkat bahaya gempa bumi ditentukan oleh 2 (dua) sub faktor yaitu bahaya goncangan (bahaya langsung) dan tsunami (bahaya ikutan) seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Untuk itu, guna mendapatkan tingkat bahaya gempa bumi ini diperoleh melalui overlay basis data kedua sub faktor tersebut, yang mana prosesnya dapat dilihat pada Gambar 8.
9
Gambar 8. Proses Penentuan Tingkat Bahaya Gempa Bumi Peta Bahaya Goncangan
Peta Bahaya Tsunami
Overlay
Peta Bahaya Gempa Bumi
Untuk perhitungan skor faktor bahaya tsunami ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perhitungan Skor Faktor Bahaya Gempa Bumi No
Sub Faktor
1
Goncangan (Bahaya Langsung) Tsunami (Bahaya Ikutan)
2
Tingkat
Harkat
Bobot
Skor
Tinggi
5
0,245
1,225
Sedang
3
0,245
0,735
Rendah
1
0,245
0,245
Tinggi
5
0,105
0,525
Sedang
3
0,105
0,315
Rendah
1
0,105
0,105
Skor Tertinggi = 1,750 ; skor terendah = 0,000 Klasifikasi (Rendah : 0,000 – 0,583 ; Sedang : 0,584 – 1,167 ; Tinggi : 1,168 – 1,750)
Gambar 9. Peta Bahaya Gempa Bumi 640000
650000
660000
670000
680000
690000
13 8
700000
710000
KAB U P AT EN B OG O R 9250000
9250000
Lau t J awa
Se l at Su nd
a
PET A IN D EKS PROV INSI B A NT EN
9240000
Ka b. Su ka bu mi
Kec a m at an C is o lok
PROV I NS I JA WA B ARA T
SAM UD E RA H INDIA
Skala 1 : 4.500. 000
Kec a m atan C ik ak a k
9240000
KAB U P AT EN L EB AK PR O VIN SI BA N T EN
LOKA SI PETA
9230000
9230000
KO T A SU K AB U M I K ec a m atan Pel abu ha nra tu
Ke Kab . L eb ak
Ke Kota Su kab umi
TE LU K PE LAB U H A N R AT U 9220000
9220000
Ta nju ng C i s ang k uh
KAB U P AT EN S U KA BU M I
9210000
ANALISIS FAKTOR KERENTANAN Faktor kerentanan yang berpengaruh terhadap risiko bencana gempa bumi dalam studi ini terdiri dari 3 (tiga) sub faktor yaitu kerentanan fisik, sosial kependudukan dan ekonomi. A. Kerentanan Fisik Kerentanan fisik merupakan kondisi fisik yang rentan terhadap bahaya, indikator dari kerentanan fisik ini terdiri dari zona tidak leluasa dan kawasan permukiman. Sub faktor ini memberikan kontribusi terhadap nilai dari risiko bencana dengan bobot yang diberikan oleh para ahli yaitu sebesar 0,106. Analisis tingkat kerentanan fisik ini diperoleh melalui overlay basis data indikator zona tidak leluasa dengan kawasan permukiman, sehingga dapat ditentukan tingkat kerentanan fisik, dengan prosesnya seperti yang terlihat pada Gambar 10 berikut.
9210000
Ke Kota Su kab umi
TE LU K C IL ET U H
Kec a m atan C iem a s
Ta nju ng K ar ang han t u
9200000
9200000
Kec a m at an S im pe na n
Ta nju ng L en gon k eri s
data bahaya goncangan (bahaya langsung) dan bahaya tsunami (bahaya ikutan), dapat diperoleh hasil bahwa tingkat bahaya gempa bumi tinggi di Wilayah Pesisir Sukabumi yaitu seluas 6.802,19 Ha (sekitar 4,65% dari total luas wilayah secara keseluruhan) yang tersebar di sebagian Kecamatan Ciemas, Cikakak, Ciracap, Cisolok, Pelabuhanratu dan Simpenan. Untuk tingkat bahaya gempabumi sedang tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi, dengan total seluas 60.379,77 Ha (sekitar 41,25% dari total luas wilayah secara keseluruhan), sedangkan untuk wilayah dengan tingkat bahaya gempa bumi rendah juga tersebar di sebagian wilayah dari keseluruhan kecamatan yang ada dengan total seluas 71.162,39 Ha (48,62% dari total luas wilayah secara keseluruhan).
Gambar 10. Proses Kerentanan Fisik
Penentuan
Tingkat
Ta nju ng T a nay a 9190000
9190000
Kec a m at an C i rac a p Kec a m atan Te ga lbu leu d
Kec a m atan S ur ade 9180000
S A M U D E R A
640000
650000
WI L AY AH
660000
670000
680000
KAB U P AT EN C I AN JU R
9180000
Kec a m at an C i bit un g
Ta nju ng U j ung ge nteng
Peta Zona Tidak Leluasa
Peta Kawasan Permukiman Overlay
H IN D IA
690000
700000
PESISI R KABUPATEN
710000
SUKABUMI TUG AS AKH IR
LEG E NDA : Ba tas K ab upa ten
Ren dah (Sk o r 0,0 00 - 0, 583
Ba tas K ec a ma tan
Se dan g (S k or 0 ,58 4 - 1 ,16 7)
IDEN TIFIK AS I TING KAT RES IKO BE NCANA G EM PA BUM I S ERTA ARAH AN TIN DAK AN M ITIG AS I
Ba tas K ot a
Ting gi (S k or 1, 168 - 1 ,75 0)
G am bar 4 .5
Ga ris P an tai Ja la n U tam a
PE TA TING KAT BAHAYA G EM PA BUM I Sumber : Hasil Analisis, 2008 U
Ja la n L ok al Ja la n L ain Su nga i Lau t
B
Peta Tingkat Kerentanan Fisik
S ka la 1 : 5 0 0 .0 00 T
5
0
5
10
15 Km
S
JURUS AN TEKN IK PLANO LO G I FAKULTAS TE KNIK UNIV ERS ITAS P AS UNDAN BAN DUNG 2008
Untuk perhitungan skor sub faktor kerentanan fisik ini dapat dilihat Tabel 5 berikut.
Berdasarkan hasil analisis tingkat bahaya gempa bumi, yang diperoleh dari overlay basis
10
Tabel 5. Perhitungan Kerentanan Fisik No 1.
Indikator Zona Tidak Leluasa
2.
Permukiman
Skor
Sub
Faktor
Harkat 5
Bobot 0,053
Skor 0,265
5
0,053
0,265
Skor Tertinggi = 0,530 ; skor terendah (untuk non zona tidak leluasa dan non permukiman) = 0,000 Klasifikasi (Rendah : 0,000 – 0,177 ; Sedang : 0,178 – 0,355 ; Tinggi : 0,356 – 0,530)
Zona Tidak Leluasa Zona tidak leluasa adalah suatu daerah dengan kondisi fisik lahan yang memiliki banyak faktor pembatas/kendala geologi lingkungan sehingga tidak leluasa dalam melakukan pengorganisasian ruang untuk penggunaan lahan/pengembangan wilayah dan pemilihan jenis penggunaan lahan dengan biaya pembangunan yang tinggi. Zona tidak leluasa dalam konteks penurunan tingkat risiko yaitu suatu daerah yang memiliki kondisi tidak baik untuk wilayah evakuasi pada saat terjadi bencana tsunami, tetapi dapat berperan sebagai pensuplai sumber daya alam yang dibutuhkan selama pemulihan kawasan pasca bencana. Kawasan Permukiman Kawasan permukiman adalah kawasan yang didominasi oleh kawasan hunian yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan dan tempat yang mendukung kehidupan manusia. Hubungan dengan risiko adalah semakin luas kawasan permukiman maka akan meningkatkan kerentanan terhadap bahaya, risiko yang akan dihadapi akan semakin tinggi. Analisis Tingkat Kerentanan Fisik Berdasarkan hasil analisis keretanan fisik di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi diperoleh hasil bahwa tingkat kerentanan fisik tinggi yaitu seluas 393,22 Ha (sekitar 0,27% dari total luas wilayah secara keseluruhan) yang tersebar di Kecamatan Cikakak, Cisolok, Pelabuhanratu, Simpenan, Surade dan Tegalbuleud. Untuk wilayah dengan tingkat kerentanan sedang di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi yaitu dengan total seluas 26.065,41 Ha (sekitar 17,93% dari total luas wilayah secara keseluruhan) yang tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi, begitu juga untuk wilayah dengan tingkat kerentanan fisik rendah dengan total seluas 118.889,26 Ha (sekitar 81,80% dari total luas wilayah secara keseluruhan) tersebar di seluruh kecamatan yang ada.
B. Kerentanan Sosial Kependudukan Kerentanan sosial merupakan kondisi tingkat kerapuhan sosial dalam menghadapi bahaya. Kondisi ini perlu dipertimbangkan karena berkaitan dengan proses penyelamatan diri atau evakuasi terhadap bencana yang melanda. Kemampuan penduduk untuk melakukan evakuasi akibat adanya bencana mempengaruhi tingkat kerentanan di suatu wilayah. Indikator dari kerentanan sosial kependudukan ini terdiri dari kepadatan penduduk, prosentase penduduk usia lanjut dan balita, prosentase penduduk wanita, dan prosentase penduduk penyandang cacat. Sub faktor ini memberikan kontribusi terhadap nilai dari risiko bencana dengan bobot yang diberikan oleh para ahli yaitu sebesar 0,147. Analisis kerentanan sosial kependudukan ini menggunakan perhitungan nilai sub faktor dengan menggunakan standarisasi Davidson. Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk merupakan perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi. Tingginya kepadatan penduduk mengakibatkan semakin tinggi pula kemungkinan banyaknya korban jiwa ataupun materi. Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi mempunyai kepadatan penduduk yang masih relatif rendah. Hal ini diperlihatkan dengan adanya kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk yang hanya 2 jiwa/Ha. Prosentase Penduduk Usia Lanjut dan Balita
Penduduk usia lanjut dan balita adalah penduduk yang berumur > 65 dan < 5 tahun. Prosentase penduduk usia lanjut dan balita diperoleh dari hasil perbandingan jumlah penduduk usia > 65 tahun dan usia < 5 tahun dengan jumlah penduduk di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi dikali seratus persen. Penduduk usia lanjut dan usia balita rentan terhadap bahaya alam gempa bumi karena dianggap memiliki kemampuan yang relatif rendah dalam proses evakuasi. Semakin besar jumlah penduduk usia lanjut dan balita, maka akan semakin tinggi tingkat kerentanannya. Prosentase Penduduk Wanita Prosentase penduduk wanita adalah hasil perbandingan antara jumlah penduduk wanita dengan jumlah penduduk yang ada di masingmasing kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi dikali seratus persen. Tingginya kelompok penduduk wanita juga dianggap rentan terhadap bahaya alam gempa bumi karena dianggap memiliki kemampuan
11
yang relatif rendah dalam proses evakuasi. Semakin besar prosentase penduduk wanita di suatu wilayah, maka semakin tinggi pula tingkat kerentanannya.
diberikan oleh para ahli yaitu sebesar 0,087. Analisis kerentanan ekonomi ini menggunakan perhitungan nilai sub faktor dengan menggunakan standarisasi Davidson.
Prosentase Penduduk Penyandang Cacat Prosentase penduduk penyandang cacat adalah hasil perbandingan antara jumlah penduduk penyandang cacat dengan jumlah penduduk yang ada di masing-masing kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi dikali seratus persen. Tingginya kelompok penduduk penyandang cacat juga dianggap rentan terhadap bahaya gempa bumi karena dianggap mempunyai kemampuan yang relatif rendah dalam proses evakuasi. Semakin besar prosentase penduduk penyandang cacat mengakibatkan semakin tinggi pula tingkat kerentanan yang akan dialami.
Prosentase Produktivitas Pertanian Padi Berpengairan Irigasi Produktivitas pertanian padi berpengairan irigasi merupakan indikator dari kerentanan ekonomi, dengan pertimbangan bahwa bencana gempa bumi akan dapat menimbulkan masalah pada prasarana irigasi yang digunakan untuk kegiatan pertanian, apabila prasarana tersebut mengalami kerusakan akibat gempa bumi tersebut maka dapat menyebabkan hancurnya tanaman dan lahan pertanian sawah, sehingga menyebabkan produktivitas pertanian yang berkembang akan mengalami penurunan.
Analisis Tingkat Kerentanan Sosial Kependudukan Berdasarkan perhitungan nilai baku sub faktor kerentanan sosial kependudukan, dapat diperoleh hasil bahwa Kecamatan Surade, Pelabuhanratu dan Simpenan merupakan wilayah kecamatan yang memiliki tingkat kerentanan sosial kependudukan yang tinggi, dengan nilai baku sebesar 0,316 – 0,387, atau dengan kata lain dapat memberikan nilai yang tinggi terhadap risiko bencana gempa bumi. Kecamatan Ciemas, Ciracap, Tegalbuleud dan Cikakak mempunyai tingkat kerentanan sosial kependudukan sedang dan kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Cibitung dan Cisolok mempunyai tingkat kerentanan sosial kependudukan yang rendah. C. Kerentanan Ekonomi Kerentanan ekonomi adalah kondisi tingkat kerapuhan ekonomi dalam menghadapi bencana. Kerentanan ekonomi terhadap bencana gempa bumi merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam risiko bencana, karena sektor ekonomi merupakan salah satu pemicu dari perkembangan wilayah. Besarnya tingkat kerentanan ekonomi akan mempengaruhi besarnya dampak negatif dari bencana gempa bumi terhadap kegiatan/aktivitas ekonomi dan pendapatan penduduk di suatu wilayah. Indikator dari kerentanan ekonomi ini terdiri dari prosentase produktivitas pertanian padi berpengairan irigasi, prosentase rumah tangga yang bekerja di bidang perikanan laut, prosentase rumah tangga yang bekerja di bidang non pertanian, dan prosentase keluarga miskin. Sub faktor ini memberikan kontribusi terhadap nilai dari risiko bencana dengan bobot yang
Prosentase Rumah Tangga yang Bekerja di Bidang Perikanan Laut Rumah tangga yang bekerja di bidang perikanan laut merupakan salah satu indikator yang sangat penting diperhatikan dalam penentuan tingkat risiko bencana gempa bumi. Karena apabila bencana gempa bumi terjadi dan diikuti oleh bahaya ikutan tsunami, maka akan menyebabkan terjadinya kerusakan akan sarana yang digunakan rumah tangga tersebut dalam bekerja (menelayan) seperti perahu dan kapal. Akibat lainnya adalah rumah tangga yang berusaha dalam mengolah hasil perikanan seperti usaha ikan asin ikut mengalami kerugian karena produk yang akan diolah tidak dapat diperoleh karena rusaknya sarana nelayan. Prosentase Rumah Tangga Bekerja di Bidang Non Pertanian Rumah tangga non pertanian merupakan salah satu indikator yang sangat penting diperhatikan dalam penentuan tingkat risiko bencana gempa bumi. Meskipun dalam kegiatan rumah tangga ini tidak begitu tergantung pada alam, namun apabila bencana tersebut sampai terjadi maka rumah tangga yang bekerja di bidang non pertanian juga akan mengalami kerugian dengan hilangnya sumber mata pencaharian mereka. Prosentase Keluarga Miskin Keluarga miskin adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan pangan, pakaian, rumah, dan kesehatan. Sulitnya memenuhi kebutuhan tersebut menyebabkan ketidakteraturan tatanan kehidupan yang dijalani oleh keluarga miskin. Ketidakmampuan untuk memiliki rumah yang layak sering kali
12
menjadi penyebab munculnya permukiman kumuh yang berada pada daerah yang rentan terhadap bahaya alam. Tingginya prosentase keluarga miskin mengakibatkan semakin tingginya kerentanan yang dimiliki oleh suatu wilayah yang berada di daerah yang rentan terhadap bahaya alam. Analisis Tingkat Kerentanan Ekonomi Berdasarkan perhitungan nilai baku sub faktor kerentanan ekonomi, dapat diperoleh hasil bahwa Kecamatan Ciemas, Tegalbuleud, Pelabuhanratu, Cisolok dan Cikakak merupakan wilayah kecamatan yang memiliki tingkat kerentanan ekonomi yang tinggi, dengan nilai baku sebesar 0,182 – 0,210, atau dengan kata lain dapat memberikan nilai yang tinggi terhadap risiko bencana gempa bumi. Kecamatan Simpenan mempunyai tingkat kerentanan ekonomi sedang dan kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Ciracap, Surade dan Cibitung mempunyai tingkat kerentanan ekonomi yang rendah.
Tabel 6. Perhitungan Skor Faktor Kerentanan No 1
2
3
Sub Faktor
Tingkat
Harkat
Bobot
Skor
Kerentanan Fisik Kerentanan Sosial Kependudukan Kerentanan Ekonomi
Tinggi
5
0,106
0,530
Sedang
3
0,106
0,318
Rendah
1
0,106
0,106
Tinggi
5
0,147
0,735
Sedang
3
0,147
0,441
Rendah
1
0,147
0,147
Tinggi
5
0,087
0,435
Sedang
3
0,087
0,261
Rendah
1
0,087
0,087
Skor Tertinggi = 1,700 ; skor terendah = 0,340 Klasifikasi (Rendah : 0,340 – 0,793 ; Sedang : 0,794 – 1,247 ; Tinggi : 1,248 – 1,700) Nb : Penentuan harkat pada sub faktor kerentanan sosial kependudukan dan ekonomi yang menjadi penentu tingkat kerentanan ini adalah dengan pertimbangan bahwa semakin tinggi tingkat kerentanan social kependudukan dan ekonomi maka akan semakin tinggi (memiliki harkat tinggi) tingkat kerentanannya.
Gambar 12. Peta Tingkat Kerentanan 640000
650000
660000
670000
680000
690000
160
700000
710000
KAB U P AT EN B OG OR 9250000
9250000
Lau t J awa
Se l at Su nd
a
PET A IN D EKS PROV INSI B A NT EN
9240000
KAB U P AT EN L EB AK PR O VIN SI BA N T EN
Ka b. Su ka bu mi
Kec a m atan C is o lok
PROV I NS I JA WA B ARA T
SAM UD E RA H INDIA
Skala 1 : 4.500. 000
Kec a m atan C ik ak a k
9240000
LOKA SI PETA
9230000
KO T A SU K AB U M I 9230000
K ec a m atan Pel abu ha nra tu
Ke Kab . L eb ak
Ke Kota Su kab umi
TE LU K PE LAB U H A N R AT U 9220000
9220000
Ta nju ng C i s ang k uh
KAB U P AT EN S U KA BU M I Ke Kota Su kab umi
9210000
TE LU K C IL ET U H
Kec a m atan C iem a s
Ta nju ng K ar ang han tu
9200000
9200000
Kec a m atan S im pe na n
Ta nju ng L en gon k eri s
9210000
D. Analisis Tingkat Kerentanan Tingkat kerentanan ditentukan oleh 3 (tiga) sub faktor yaitu kerentanan fisik, sosial kependudukan dan ekonomi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk itu, guna mendapatkan tingkat kerentanan ini diperoleh melalui overlay basis data ketiga sub faktor tersebut, yang mana prosesnya dapat dilihat pada Gambar 11 berikut.
Ta nju ng T a nay a
Penentuan
Tingkat
Kec a m atan C i rac a p
9190000
Proses
9190000
Kec a m atan C i bitun g
Peta Tingkat Kerentanan Sosial
Peta Tingkat Kerentanan Ekonomi
S A M U D E R A
640000
650000
660000
670000
680000
KAB U P AT EN C IAN JU R
9180000
Peta Tingkat Kerentanan Fisik
Kec a m atan Te ga lbu leu d
Kec a m atan S ur ade Ta nju ng U j ung ge nteng 9180000
Gambar 11. Kerentanan
H IN D IA
690000
700000
710000
WI L AY AH P ESI SI R K A B U PA TEN SU K A B U M I TUG AS AKH IR LEG E NDA : Ba tas K ab upa ten
Ren dah (Sko r 0,3 40 - 0, 793 )
Ba tas K eca ma tan
Se dan g (S kor 0 ,79 4 - 1 ,24 7)
Ba tas K ot a
Ting gi (S kor 1, 248 - 1 ,70 0)
IDEN TIFIK AS I TING KAT RES IKO BE NCANA G EM PA BUM I S ERTA ARAH AN TIN DAK AN M ITIG AS I Gam bar 4 .21
PE TA TING KAT KE RENTANAN
Ga ris P an tai
Overlay
Ja la n U tam a
Sumber : Hasil Analisis, 2008 U
Ja la n L okal Ja la n L ain Su nga i Lau t
Peta Tingkat Kerentanan
Untuk perhitungan skor faktor kerentanan ini dapat dilihat pada Tabel 6.
B
S ka la 1 : 5 0 0 .0 00 T
5
0
5
10
15 Km
S
JURUS AN TEKN IK PLANO LO G I FAKULTAS TE KNIK UNIV ERS ITAS P AS UNDAN BAN DUNG 2008
Berdasarkan hasil analisis tingkat kerentanan dari overlay basis data sub faktor kerentanan fisik, sosial kependudukan dan ekonomi di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi diperoleh hasil bahwa wilayah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi adalah dengan total seluas 8.584,35 Ha (sekitar 5,86% dari total luas wilayah secara keseluruhan) yang mana sebarannya yaitu sebagian Kecamatan Tegalbuleud, Surade, Simpenan, Pelabuhanratu dan Cikakak. Wilayah yang memiliki tingkat kerentanan sedang tersebar di sebagian
13
Kecamatan Tegalbuleud, Surade, Simpenan, Cisolok, Ciracap, Cikakak dan Ciemas dengan total seluas 99.704,62 Ha (sekitar 68,12% dari total luas wilayah secara keseluruhan), sedangkan untuk wilayah dengan tingkat kerentanan rendah di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi tersebar di sebagian Kecamatan Cisolok, Ciracap dan Cikakak yaitu dengan total seluas 30.083,40 Ha (sekitar 26,02% dari total luas wilayah secara keseluruhan). Untuk lebih jelasnya mengenai tingkat kerentanan di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 12.
sumberdaya alami terhadap bencana akan semakin tinggi, risiko yang akan dihadapi akan semakin rendah. Vegetasi Pelindung Vegetasi pelindung merupakan salah satu indikator dari ketahanan sumberdaya alami, vegetasi pelindung dapat menyelematkan suatu daerah dari bahaya tsunami, terjangan tsunami dapat dihambat oleh vegetasi tersebut. Hubungan dengan risiko adalah berbanding terbalik, semakin luas vegetasi pelindung, maka ketahanan sumberdaya alami terhadap bencana akan semakin tinggi, risiko yang akan dihadapi akan semakin rendah.
ANALISIS FAKTOR KETAHANAN Faktor ketahanan menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk mengatasi suatu pengaruh/dampak yang diakibatkan oleh bahaya gempa bumi. Faktor ketahanan yang berpengaruh terhadap tingkat risiko bencana gempa bumi ini memiliki 3 (tiga) sub faktor yaitu Sumberdaya alami, dengan indikator keleluasaan pemanfaatan ruang dan vegetasi pelindung. Sumberdaya buatan dengan indikator rasio jumlah pelayanan kesehatan terhadap jumlah penduduk dan rasio jumlah fasilitas kesehatan terhadap jumlah penduduk. Serta Mobilitas dengan indikator rasio panjang jalan terhadap jumlah penduduk dan rasio sarana angkutan terhadap jumlah penduduk. A. Ketahanan Sumberdaya Alami Ketahanan sumberdaya alami adalah kemampuan yang besar yang dimiliki oleh suatu wilayah dalam menghadapi suatu bencana. Analisis sub faktor ketahanan sumberdaya alami menggunakan peta yang diperoleh dari Pusat Lingkungan Geologi, yaitu berupa peta geologi lingkungan dan peta vegetasi pelindung, yang mana untuk peta geologi lingkungan terdapat pembagian zona kedalam tiga bagian yaitu zona leluasa, cukup leluasa dan tidak leluasa. Dari ketiga pembagian zona tersebut, zona leluasa dan cukup leluasa menjadi bagian dari indikator keleluasaan pemanfaatan ruang. Keleluasan Pemanfaatan Ruang Suatu kawasan dengan kondisi fisik lahan dari tidak ada (zona leluasa) sampai dengan sedang (zona cukup leluasa) faktor pembatas kendala geologi lingkungan, sehingga leluasa dan atau cukup leluasa dalam pengorganisasian ruang dan pemilihan jenis penggunaan lahan dengan biaya pembangunan yang tidak tinggi (rendah dan atau sedang). Hubungan dengan risiko adalah berbanding terbalik, semakin luas keleluasaan pemanfaatan ruang maka ketahanan
Analisis Tingkat Ketahanan Sumberdaya Alami Analisis tingkat ketahanan sumberdaya alami ini diperoleh melalui overlay basis data indikator keleluasan pemanfaatan ruang dengan vegetasi pelindung, sehingga dapat ditentukan tingkat ketahanan sumberdaya alami, dengan prosesnya seperti yang terlihat pada Gambar 13 berikut Gambar 13. Proses Penentuan Ketahanan Sumberdaya Alami Peta Keleluasan Pemanfaatan Ruang
Tingkat Peta Vegetasi Pelindung
Overlay
Peta Tingkat Ketahahan Sumberdaya Alami
Untuk perhitungan skor sub faktor ketahanan sumberdaya alami ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perhitungan Skor Faktor Ketahanan Sumberdaya Alami No
Indikator
1.
Keleluasaan Pemanfaatan Ruang
2.
Vegetasi Pelindung
Sub Indikator Zona Leluasa Zona Cukup Leluasa Hutan Semak Belukar Kebun
Harkat
Bobot
Skor
5
0,080
0,400
3
0,080
0,240
5
0,072
0,360
4
0,072
0,288
3
0,072
0,216
Ladang
2
0,072
0,144
Rumput
1
0,072
0,072
Sawah 1 0,072 0,072 Skor Tertinggi = 0,760 ; skor terendah = 0,072 Klasifikasi (Rendah : 0,072 – 0,301 ; Sedang : 0,302 – 0,531 ; Tinggi : 0,532 – 0,760)
14
Berdasarkan hasil analisis ketahanan sumberdaya alami di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi diperoleh hasil bahwa tingkat ketahanan sumberdaya alami tinggi yaitu seluas 37.881,76 Ha (sekitar 25,88% dari total luas wilayah secara keseluruhan) yang tersebar di sebagian wilayah di seluruh kecamatan yang ada di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi. Untuk wilayah dengan tingkat ketahanan sumberdaya alami sedang di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi yaitu dengan total seluas 73.199,87 Ha (sekitar 52,85% dari total luas wilayah secara keseluruhan) yang juga tersebar di sebagian wilayah di seluruh kecamatan yang ada di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi, begitu juga untuk wilayah dengan tingkat ketahanan sumberdaya alami rendah dengan total seluas 35.290,73 Ha (sekitar 24,11% dari total luas wilayah secara keseluruhan) juga tersebar di sebagian wilayah di seluruh kecamatan yang ada. B. Ketahanan Sumberdaya Buatan Sub faktor ketahanan sumberdaya buatan ini meliputi aspek pendanaan, peralatan/fasilitas dan sumber daya manusia terlatih dan terdidik. Indikator dari sub faktor ini meliputi rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk, dan rasio jumlah sarana kesehatan terhadap jumlah penduduk. Sub faktor ini memberikan kontribusi terhadap nilai dari risiko bencana dengan bobot yang diberikan oleh para ahli yaitu sebesar 0,079. Analisis ketahanan sumberdaya buatan ini menggunakan perhitungan nilai sub faktor dengan menggunakan standarisasi Davidson. Rasio Pelayanan Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk Rasio pelayanan kesehatan terhadap jumlah penduduk menggambarkan kemampuan ketersediaan pelayanan kesehatan untuk menangani penduduk yang terkena bencana alam gempa bumi. Ketersediaan pelayanan kesehatan atau tenaga medis yang memadai diupayakan dapat meringankan beban yang ditanggung oleh penduduk akibat bencana gempa bumi. Oleh sebab itu, semakin kecil rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk, maka semakin kecil kemampuan pelayanan medis dalam memberikan pertolongan. Rasio Sarana Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk Rasio sarana kesehatan terhadap jumlah penduduk merupakan gambaran mengenai kemampuan sarana kesehatan untuk
menampung atau melayani kebutuhan penduduk yang terkena bencana gempa bumi. Agar sarana kesehatan dapat menampung dan melayani korban akibat letusan gunungapi, maka sarana kesehatan yang tersedia harus sebanding dengan jumlah penduduk di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi, karena semakin kecil rasio fasilitas kesehatan terhadap jumlah penduduk, semakin kecil kemampuan prasarana medis dalam menanggulangi pertolongan. Analisis Tingkat Ketahanan Sumberdaya Buatan Berdasarkan perhitungan nilai baku sub faktor ketahanan sumberdaya buatan, dapat diperoleh hasil bahwa Kecamatan Cibitung, Simpenan dan Cikakak merupakan wilayah kecamatan yang memiliki tingkat ketahanan sumberdaya alami yang tinggi, dengan nilai baku rendah yaitu sebesar 0,069 – 0,130, atau dengan kata lain dapat memberikan nilai yang rendah terhadap risiko bencana gempa bumi. Kecamatan Ciemas, Surade dan Tegalbuleud mempunyai tingkat ketahanan sumberdaya alami sedang dan Kecamatan Ciracap, Pelabuhanratu dan Cisolok mempunyai tingkat ketahanan sumberdaya alami yang rendah. C. Ketahanan Mobilitas Penduduk Kemampuan mobilitas menunjukkan sarana untuk melakukan evakuasi bila terjadi bencana gempa bumi, yaitu guna mencari tempat yang lebih aman dan meminta bantuan. Indikator dari sub faktor mobilitas ini terdiri dari rasio panjang jalan terhadap jumlah penduduk dan rasio sarana angkutan terhadap jumlah penduduk. Kedua indikator tersebut sangat diperlukan untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa akibat bencana gempa bumi dan tsunami yang akan terjadi. Sub faktor ini mempunyai hubungan berkebalikan dengan risiko bencana, sehingga apabila semakin tinggi tinggi tingkat ketahanan mobilitas maka akan semakin rendah tingkat risiko bencana yang akan dihadapi. Sub faktor ketahanan mobilitas ini memberikan kontribusi terhadap nilai dari risiko bencana dengan bobot yang diberikan oleh para ahli yaitu sebesar 0,078. Analisis ketahanan sumberdaya mobilitas ini menggunakan perhitungan nilai sub faktor dengan menggunakan standarisasi Davidson. Rasio Panjang Jalan terhadap Jumlah Penduduk Rasio panjang jalan diperlukan karena berkaitan dengan pelayanan jalan yang berhubungan langsung dengan jumlah penduduk. Jika terjadi ketidakseimbangan antara panjang jalan dengan jumlah penduduk
15
maka akan mengakibatkan kemacetan yang menghambat pergerakan evakuasi. Oleh karena itu, dengan kondisi jalan yang baik dan panjang jalan yang cukup jauh akan memudahkan dalam pergerakan evakuasi. Tingginya rasio panjang jalan terhadap jumlah penduduk akan memperkecil risiko bencana alam yang akan dihadapi. Rasio Sarana Angkutan terhadap Jumlah Penduduk Sarana transportasi merupakan alat angkut dalam melakukan pergerakan atau evakuasi. Rendahnya rasio sarana angkutan terhadap jumlah penduduk memperbesar risiko terhadap bencana gempa bumi. Berdasarkan hasil perhitungan memperlihatkan bahwa indikator rasio sarana angkutan terhadap jumlah penduduk masih relatif rendah, sehingga indikator tersebut mempunyai risiko yang tinggi terhadap bencana gempa bumi. Analisis Tingkat Ketahanan Mobilitas Berdasarkan perhitungan nilai baku sub faktor ketahanan mobilitas, dapat diperoleh hasil bahwa Kecamatan Ciracap dan Tegalbuleud merupakan wilayah kecamatan yang memiliki tingkat ketahanan mobilitas yang tinggi, dengan nilai baku rendah yaitu sebesar 0,046 – 0,102, atau dengan kata lain dapat memberikan nilai yang rendah terhadap risiko bencana gempa bumi. Kecamatan Ciemas dan Pelabuhanratu mempunyai tingkat ketahanan mobilitas sedang dan 5 kecamatan lainnya mempunyai tingkat ketahanan mobilitas yang rendah. D. Analisis Tingkat Ketahanan Tingkat ketahanan ditentukan oleh 3 (tiga) sub faktor yaitu ketahanan sumberdaya alami, sumberdaya buatan dan mobilitas penduduk seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Untuk itu, untuk mendapatkan tingkat ketahanan ini diperoleh melalui overlay basis data ketiga sub faktor tersebut, yang mana prosesnya dapat dilihat pada Gambar 14 berikut. Gambar 14. Ketahanan Peta Tingkat Ketahanan SD Alami
Proses
Penentuan
Peta Tingkat Ketahanan SD Buatan
Overlay
Tingkat
Peta Tingkat Ketahanan Mobilitas
Untuk perhitungan skor faktor ketahanan ini dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perhitungan Skor Faktor Ketahanan No 1
2
3
Sub Faktor Ketahanan Sumberdaya Alami Ketahanan Sumberdaya Buatan Ketahanan Mobilitas Penduduk
Tingkat
Harkat
Tinggi
5
Bobot 0,152
0,760
Skor
Sedang
3
0,152
0,456
Rendah
1
0,152
0,152
Rendah
5
0,079
0,395
Sedang
3
0,079
0,237
Tinggi
1
0,079
0,079
Rendah
5
0,078
0,390
Sedang
3
0,078
0,234
Tinggi
1
0,078
0,078
Skor Tertinggi = 1,545 ; skor terendah = 0,309 Klasifikasi (Rendah : 0,309 – 0,721 ; Sedang : 0,722 – 1,134 ; Tinggi : 1,135 – 1,545) Nb : Dalam sub faktor ketahanan sumberdaya buatan dan mobilitas terdapat “pembacaan” yang berbeda antara nilai baku dan pengertian ketahanan itu sendiri. Nilai baku indikator-indikator ketahanan ini berkebalikan dengan nilai rasio. Jadi, apabila nilai baku (misalnya) ketahanan mobilitas penduduk rendah, berarti sebetulnya memiliki ketahanan mobilitas penduduk yang tinggi. Hal ini disebabkan karena nilai baku diarahkan (distandarkan) untuk penilaian risiko bencana. Penentuan harkat pada sub faktor ketahanan sumberdaya buatan dan mobilitas penduduk yang menjadi penentu tingkat ketahanan ini adalah dengan pertimbangan bahwa semakin tinggi tingkat ketahanan buatan dan mobilitas penduduk maka akan semakin tinggi (memiliki harkat tinggi) tingkat ketahanannya.
Berdasarkan hasil analisis tingkat ketahanan dari overlay basis data sub faktor ketahanan sumberdaya alami, sumberdaya buatan dan mobilitas penduduk di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi diperoleh hasil bahwa wilayah yang memiliki tingkat ketahanan tinggi adalah dengan total seluas 25.091,45 Ha (sekitar 17,14% dari total luas wilayah secara keseluruhan) tersebar di sebagian Kecamatan Cibitung, Ciemas, Cikakak, Ciracap, Simpenan dan Tegalbuleud. Wilayah yang memiliki tingkat ketahanan sedang tersebar di seluruh kecamatan yang ada, dengan total seluas 85.552,66 Ha (sekitar 56,40% dari total luas wilayah secara keseluruhan), sedangkan untuk wilayah dengan tingkat ketahanan rendah di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi tersebar di 8 (delapan) kecamatan, terkecuali Kecamatan Tegalbuleud, yaitu dengan total seluas 38.728,26 Ha (sekitar 26,46% dari total luas wilayah secara keseluruhan). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 15 berikut.
Peta Tingkat Ketahanan
16
Gambar 15. Peta Tingkat Ketahanan 640000
650000
660000
670000
680000
690000
17 6
700000
No
Faktor
710000
Tingkat
Harkat
Bobot
Skor
Tinggi
5
0,340
1,700
KAB U P AT EN B OG OR 9250000
9250000
2
Se l at Sun da
PROV INSI B A NT EN
9240000
PROV I NS I JA WA B ARA T
Ka b. Su ka bu mi
SAM UD E RA H IND IA
Skala 1 : 4.500. 000
Kec a m atan C ik ak a k
9240000
KAB U P AT EN L EB AK PR O VIN SI BA N T EN Kec a m at an C is o lok
Kerentanan
Sedang
3
0,340
1,020
Rendah
1
0,340
0,340
Rendah
5
0,310
1,550
Sedang
3
0,310
0,930
Tinggi
1
0,310
0,310
Lau t J awa
PET A IN D EKS
LOKA SI PETA
9230000
9230000
KO T A SU K AB U M I K ec a m atan Pel abu ha nra tu
Ke Kab . L eb ak
3
Ke Kota Su kab umi
Ketahanan
TE LU K PE LAB U H A N R AT U 9220000
9220000
Ta nju ng C i s ang k uh
KAB U P AT EN S U KA BU M I
9210000
Skor Tertinggi = 5,000 ; skor terendah = 1,000 Klasifikasi (Rendah : 1,000 – 2,333 ; Sedang : 2,334 – 3,667 ; Tinggi : 3,668 – 5,000)
9210000
Ke Kota Su kab umi
Ta nju ng L en gon k eri s
TE LU K C IL ET U H
Kec a m atan C iem a s
Ta nju ng K ar ang han t u
9200000
9200000
Kec a m at an S im pe na n
Ta nju ng T a nay a 9190000
Gambar 17. Peta Tingkat Risiko Gempa Bumi di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi
9190000
Kec a m at an C i rac a p Kec a m atan Te ga lbu leu d
Kec a m atan S ur ade
178
9180000
KAB U P AT EN C I AN JU R
9180000
Kec a m at an C i bit un g
Ta nju ng U j ung ge nteng
640000
660000
670000
680000
670000
680000
690000
700000
H IN D IA
710000
KAB U P AT EN B OG OR
690000
700000
9250000
650000
660000
9250000
S A M U D E R A
640000
650000
710000
Lau t J awa
a
PET A IN D EKS
SUKABUMI
Se l at Su nd
PESISI R KABUPATEN
Se dan g (S k or 0 ,72 2 - 1 ,13 4)
Ba tas K ot a
Ting gi (S k or 1, 135 - 1 ,54 5)
LOKA SI PETA
KO T A SU K AB U M I
G am bar 4 .33
Ga ris P an tai
9230000
Ren dah (Sk o r 0,3 09 - 0, 721 )
Ba tas K ec a ma tan
PROV I NS I JA WA B ARA T
SAM UD E RA H INDIA
Skala 1 : 4.500. 000
Kec a m atan C ik ak a k
PE TA TING KAT KE TAHANAN
9230000
Ba tas K ab upa ten
Ka b. Su ka bu mi
Kec a m atan C is o lok
IDEN TIFIK AS I TING KAT RES IKO BE NCANA G EM PA BUM I S ERTA ARAH AN TIN DAK AN M ITIG AS I
9240000
TUG AS AKH IR LEG E NDA :
KAB U P AT EN L EB AK PR O VIN SI BA N T EN
9240000
WI L AY AH
PROV INSI B A NT EN
K ec a m atan Pel abu ha nra tu
Ke Kab . L eb ak
Ke Kota Su kab umi
Ja la n U tam a
Sumber : Hasil Analisis, 2008 U
S ka la 1 : 5 0 0 .0 00 T
5
0
5
TE LU K PE LAB U H A N R AT U 10
15 Km
S
Su nga i
Ta nju ng C i s ang k uh
Kec a m atan C iem a s
9210000
Ta nju ng K ar ang han tu
9200000
9200000
KAB U P AT EN S U KA BU M I Ke Kota Su kab umi
TE LU K C IL ET U H
Ta nju ng T a nay a 9190000
Kec a m atan C i rac a p
9190000
Kec a m atan Te ga lbu leu d
Kec a m atan S ur ade Kec a m atan C i bitun g
9180000
Ta nju ng U j ung ge nteng
S A M U D E R A
640000
650000
660000
670000
680000
KAB U P AT EN C IAN JU R
H IN D IA
690000
Peta Tingkat Kerentanan
Peta Tingkat Ketahanan
Overlay
Peta Tingkat Risiko Gempa Bumi
Untuk perhitungan skor risiko gempa bumi ini dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perhitungan Skor Risiko Bencana Gempa Bumi No 1
Faktor Bahaya
Tingkat
Harkat
Bobot
Skor
Tinggi
5
0,350
1,750
Sedang
3
0,350
1,050
Rendah
1
0,350
0,350
710000
TUG AS AKH IR LEG E NDA : Ba tas K ab upa ten
Ren dah (Sko r 1,0 00 - 2, 333
Ba tas K eca ma tan
Se dan g (S kor 2 ,33 4 - 3 ,66 7)
Ba tas K ot a
Ting gi (S kor 3, 668 - 5 ,00 0)
IDEN TIFIK AS I TING KAT RES IKO BE NCANA G EM PA BUM I S ERTA ARAH AN TIN DAK AN M ITIG AS I Gam bar 4 .35
Ga ris P an tai
PE TA TING KAT RE SIKO Sumber : Hasil Analisis, 2008 U
Ja la n L okal
Peta Tingkat Bahaya Gempa Bumi
700000
WI L AY AH P ESI SI R K A B U PA TEN SU K A B U M I
Ja la n U tam a
Gambar 16. Proses Penentuan Tingkat Risiko Bencana Gempa Bumi
9180000
ANALISIS TINGKAT RISIKO GEMPA BUMI Analisis tingkat risiko bencana gempa bumi merupakan analisis yang mengkombinasikan antara faktor bahaya, kerentanan dan ketahanan melalui overlay basis data ketiga sub faktor tersebut, yang mana prosesnya dapat dilihat pada Gambar 16 berikut.
Kec a m atan S im pe na n
Ta nju ng L en gon k eri s
9210000
JURUS AN TEKN IK PLANO LO G I FAKULTAS TE KNIK UNIV ERS ITAS P AS UNDAN BAN DUNG 2008
Lau t
9220000
B
Ja la n L ain
9220000
Ja la n L ok al
Ja la n L ain Su nga i Lau t
B
S ka la 1 : 5 0 0 .0 00 T
5
0
5
10
15 Km
S
JURUS AN TEKN IK PLANO LO G I FAKULTAS TE KNIK UNIV ERS ITAS P AS UNDAN BAN DUNG 2008
Berdasarkan hasil analisis tingkat risiko dari overlay basis data faktor bahaya, kerentanan dan ketahanan/kapasitas di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi diperoleh hasil bahwa wilayah yang memiliki tingkat risiko tinggi adalah dengan total seluas 51.069,68 Ha (sekitar 34,89% dari total luas wilayah secara keseluruhan) tersebar di sebagian besar di Kecamatan Ciemas, Cikakak, Pelabuhanratu dan Simpenan, serta sebagian kecil tersebar di Kecamatan Ciracap, Cisolok, Surade dan Tegalbuleud. Wilayah yang memiliki tingkat risiko sedang tersebar di sebagian besar Wilayah Kecamatan Ciracap, Cisolok, Simpenan, Pelabuhanratu, Surade dan Tegalbileud, dan sebagian kecil tersebar di Kecamatan Cibitung, Ciemas, Cikakak, Simpenan dan Pelabuhanratu, dengan total wilayah berisiko sedang yaitu seluas 81.034,93 Ha (sekitar 55,36% dari total luas wilayah secara keseluruhan), sedangkan untuk wilayah
17
dengan tingkat risiko rendah tersebar di sebagian wilayah Kecamatan Cibitung, Ciracap dan Cisolok yaitu dengan total seluas 14.267,76 Ha (sekitar 9,75% dari total luas wilayah secara keseluruhan). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pda Gambar 18 berikut.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis tingkat risiko bencana gempa bumi, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut : 1. Secara alamiah, Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi memiliki potensi terhadap beberapa peristiwa bahaya alam diantaranya yaitu goncangan gempa bumi dan tsunami. Berdasarkan hasil analisis tingkat bahaya gempa bumi, yang diperoleh dari overlay basis data sub faktor bahaya goncangan (bahaya langsung) dan bahaya tsunami (bahaya ikutan), dapat dapat diperoleh hasil bahwa tingkat bahaya gempa bumi tinggi di Wilayah Pesisir Sukabumi yaitu seluas 6.802,19 Ha (sekitar 4,65% dari total luas wilayah secara keseluruhan) yang tersebar di sebagian Kecamatan Ciemas, Cikakak, Ciracap, Cisolok, Pelabuhanratu dan Simpenan. 2. Berdasarkan hasil analisis tingkat kerentanan diperoleh hasil bahwa wilayah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi adalah dengan total seluas 8.584,35 Ha (sekitar 5,86% dari total luas wilayah secara keseluruhan) yang mana sebarannya yaitu sebagian Kecamatan Tegalbuleud, Surade, Simpenan, Pelabuhanratu dan Cikakak. 3. Berdasarkan hasil analisis tingkat ketahanan diperoleh hasil bahwa wilayah yang memiliki tingkat ketahanan tinggi untuk dapat merespon atau mengatasi dampak dari bencana gempa bumi adalah dengan total seluas seluas 25.091,45 Ha (sekitar 17,14% dari total luas wilayah secara keseluruhan) tersebar di sebagian Kecamatan Cibitung, Ciemas, Cikakak, Ciracap, Simpenan dan Tegalbuleud. 4. Berdasarkan hasil analisis tingkat risiko dari overlay basis data faktor bahaya, kerentanan dan ketahanan/kapasitas di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi diperoleh hasil bahwa wilayah yang memiliki tingkat risiko tinggi adalah dengan total seluas 16.915,84 Ha (sekitar 11,56% dari total luas wilayah secara keseluruhan), yang penyebarannya terluas yaitu di 3 (tiga) Kecamatan yaitu
Kecamatan Pelabuhanratu, Ciemas dan Simpenan, serta sebagian kecil untuk tingkat risiko bencana gempa bumi tinggi ini tersebar di Kecamatan Cisolok, Cikakak, Ciracap dan Tegalbuleud. Wilayah yang memiliki tingkat risiko sedang tersebar di sebagian besar Wilayah Kecamatan Simpenan, Ciemas, Cikakak dan Cisolok, serta sebagian kecil di Kecamatan Cibitung, Surade, Pelabuhanratu dan Tegalbuleud, dengan total luas wilayah berisiko sedang yaitu seluas 61.630,09 Ha (sekitar 42,11% dari total luas wilayah secara keseluruhan), sedangkan untuk wilayah dengan tingkat risiko rendah tersebar di sebagian besar Kecamatan Tegalbuleud, Cibitung, Surade, Ciracap dan Cisolok, serta sebagian kecil tersebar di Kecamatan Cikakak, Simpenan dan Ciemas, yaitu dengan total seluas 67.826,43 Ha (sekitar 46,34% dari total luas wilayah secara keseluruhan). Rekomendasi Rekomendasi disusun berdasarkan peta tingkat risiko yang menunjukkan tingkat, letak dan sebaran risiko terhadap bencana gempa bumi, berupa arahan tindakan kegiatan pada kondisi yang sedang berlansung (existing activity). Arahan-arahan tersebut merupakan upaya pencegahan dan pengendalian dalam mengurangi kerugian dan kerusakan akibat dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa gempa bumi. Upaya untuk mengurangi risiko bencana dapat dilakukan dengan mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas/ketahanan (Awotona, 1997 : 151). Maka dari itu, upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko bencana gempa bumi di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi yaitu dengan cara menurunkan nilai indikator faktor kerentanan (vulnerabilty) dan menaikkan nilai indikator faktor ketahanan/kapasitas. Metodologi untuk merumuskan upaya/tindakan terhadap kegiatan dilakukan dengan mengevaluasi besaran/nilai indikatorindikator dari faktor kerentanan dan faktor ketahanan/kapasitas. Upaya ini diarahkan pada kecamatan-kecamatan yang pada bagian wilayahnya memiliki risiko tinggi terhadap bencana gempa bumi, yaitu Kecamatan Cisolok, Cikakak, Pelabuhanratu, Simpenan, Ciemas, Ciracap, dan Tegalbuleud. Berikut akan diberikan beberapa arahan tindakan kegiatan pada indikator-indikator berisiko tinggi di Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi, seperti yang terlihat pada Tabel 10.
18
Tabel 10. Arahan Tindakan Kegiatan pada Indikator Berisiko Tinggi Indikator Berisiko Tinggi Permukiman
Zona Tidak Leluasa
Prosentase rumah tangga yang bekerja di bidang perikanan laut
Rasio pelayanan kesehatan terhadap jumlah penduduk Rasio sarana kesehatan terhadap jumlah penduduk
Rasio prasarana jalan terhadap jumlah penduduk Rasio sarana angkutan terhadap jumlah penduduk Prosentase keluarga miskin Kepadatan Penduduk
Prosentase rumah tangga yang bekerja di bidang non pertanian Prosentase penduduk usia lanjut dan balita Prosentase penduduk wanita Prosentase penduduk penyandang cacat Prosentase produktivitas padi berpengairan irigasi
Arahan Tindakan Mengikuti aturan building code yang sesuai dengan acuan normatif (SNI 03-1726-2002, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan. SNI 03-2847-1992, Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. RSNI T-02-2003, Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia. SNI 03-1729-2002, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan. SNI 03-6816-2002, Tata Cara Pendetailan Penulangan Beton Bertulang Indonesia). Menghindari pembangunan di zona ini, karena zona tidak leluasa adalah indikator yang menyebabkan tingginya tingkat kerentanan, yang dalam artian memiliki proporsi potensi bahaya geologi yang lebih dominan. Melindungi sarana kegiatan rumah tangga yang bekerja di bidang perikanan laut dari terpaan tsunami seperti perahu dan kapal, dengan membuat bangunan yang berkonstruksi kuat dari terpaan tsunami, atau menjauhkan sarana tersebut dari bibir pantai, misalnya dapat ditempatkan di sungai-sungai yang jauh dari muara pantai. Meningkatkan pelayanan kesehatan, dengan menambah jumlah tenaga kesehatan serta pembentukan kelompok aksi dengan pelatihan pertolongan pertama. Membangun sarana kesehatan yang memadai, memiliki aksesibilitas agar mudah untuk dijangkau oleh penduduk, bangunan dengan konstruksi yang aman terhadap gempa bumi serta menempatan bangunan ini pada kawasan yang cukup aman (tidak berbahaya gempa bumi tinggi). Pengembangan jaringan jalan yang memadai serta pembuatan akses evakuasi dengan rambu-rambu yang jelas. Meningkatkan pelayanan sarana transportasi, dengan bantuan pemerintah berupa pengadaan sarana angkutan (misalnya bus). Meningkatkan kesejahteraan keluarga untuk mengurangi tingkat kemiskinan yang berpengaruh terhadap kerentanan ekonomi. Menekan kepadatan penduduk yang tinggi dengan cara memeratakan persebaran penduduk ke wilayah yang masih jarang penduduknya, dan pada suatu lokasi yang aman dari bahaya gempa bumi. Merelokasi kegiatan non pertanian ke zona leluasa atau wilayah yang aman dari bahaya gempa bumi. Menyediakan bantuan khusus dengan pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dalam upaya mengevakuasi penduduk usia lanjut dan balita dari bahaya gempa bumi. Menyediakan bantuan khusus dengan pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dalam upaya mengevakuasi penduduk wanita dari bahaya gempa bumi. Menyediakan bantuan khusus dengan pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dalam upaya mengevakuasi penduduk penyandang cacat dari bahaya gempa bumi. Memperkuat bangunan irigasi dengan mengembangkan teknik-teknik konstruksi tahan gempa.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Teks 1. Awotona, Adenrele (1997). Reconstruction After Disaster : Issues and Practices. Aldershot : Ashgate. 2. Budiyanto, Eko (2002). Sistem Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS. Yogyakarta : Andi. 3. Cannon, Terry (1994). Vulnerability Analysis and the Explanation of „Natural‟ Disasters. Dalam Disaster, Development and Environmental. Varley, Ann (1994). Chichester : John Wiley & Sons. 4. Dahuri (2001). Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu (Cetakan Kedua, Edisi Revisi). Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
5.
6.
7.
8.
9.
Davidson, Rachel A (1997). An Urban Earthquake Disaster Risk Index. Stanford : The John A. Blume Earthquake Engineering Center, Department of Civil Engineering Stanford University. Lewis, James (1997). Development, Vulnerability and Disaster Reduction. Dalam Reconstruction After Disaster : Issues and Practices. Awotona, Adenrale (ed) (1997). Aldershot : Ashgate. Munir, Mochammad (2006). Geologi Lingkungan (Cetakan Kedua, Edisi Pertama). Malang : Bayumedia. Noor, Djauhari (2006). Geologi Lingkungan (Cetakan Pertama, Edisi Pertama). Yogyakarta : Graha Ilmu. Saaty, T.L (1993). Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin
19
(Proses Hierarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi Kompleks), Terjemahan, Penerbit PT.Pustaka Binaman Pressibdo. 10. Sanderson, David (1997). Building Bridges to Reduce Risk. Dalam Reconstruction After Disaster : Issues and Practices. Awotona, Adenrale (ed) (1997). Aldershot : Ashgate. B. Jurnal/Artikel 1. Agung, A.A.G (1993). Mendefinisikan Kebutuhan GIS Untuk Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Edisi Khusus. 2. Akbar, Roos (2006). Pentingnya Pertimbangan Kebencanaan Dalam Penataan Ruang; Materi Seminar Nasional : Mitigasi Bencana Alam di Indonesia: Solusi Professional dari Kacamata Geogogi Lingkungan, Local Genious, Teknologi dan Planning, Malang. 3. Bakornas PBP, Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana. 4. Bakornas PB, Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana 20062009. 5. Bakornas PB, Rencana Pedoman penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana di daerah. 6. Numberi, Freddy (2007). Penataan Ruang Pesisir dengan Mempertimbangkan Aspek Bencana; Materi Seminar Nasional: Pengelolaan Ruang Wilayah Pesisir di Indonesia sebagai Antisipasi Risiko Bencana. Bandung. 7. Poernomosidhi (2007). Kebijakan Pengelolaan Ruang Wilayah Kawasan Pesisir di Indonesia Sebagai Antisipasi Risiko Bencana; Materi Seminar Nasional : Pengelolaan Ruang Wilayah Pesisir di Indonesia sebagai Antisipasi Risiko Bencana. Bandung. 8. Poernomosidhi (2005). Penanganan Pasca Bencana; Materi Seminar Sehari: Mitigasi Bencana Alam dalam Perencanaan Wilayah dan Kota. Bandung. 9. Rosyidie, Arief (2006). Dampak Bencana Terhadap Wilayah Pesisir: Belajar dari Tsunami Aceh; Jurnal
10.
11.
12.
13.
14.
Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol 17 No. 3. Soerono (2005). Perspektif Penataan Ruang dalam Pengelolaan Kawasan Rawan Bencana; Jurnal Tata Ruang; Peran Penataan Ruang dalam Penanganan Bencana Alam. Jakarta : Sekretariat Tim Teknis BKTRN. UNDP (1992). Tinjauan Umum Manajemen Bencana. Program Pelatihan Manajemen Bencana : Edisi kedua. UNDP (1994). Mitigasi Bencana. Program Pelatihan Manajemen Bencana: Edisi kedua. UNDP (1995). Pengantar Tentang Bahaya. Program Pelatihan Manajemen Bencana : Edisi ketiga. Yayasan IDEP (2007), Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat. Yayasan IDEP - Ubud, UNESCO – Jakarta.
C. Studi Terdahulu 1. Firmansyah (1998). Identifikasi Risiko Bencana Gempa Bumi dan Implikasinya Terhadap Penataan Ruang di Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung. Tesis : Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung. 2. Oktariadi, Oki (2007). Peranan Geologi Lingkungan dalam Penentuan Tingkat Risiko Bencana Tsunami (Studi Kasus : Wilayah Pesisir Kabupaten Sukabumi). Laporan Penelitian : Pusat Lingkungan Geologi Bandung. 3. Purwanti dan Juliana (2006). Identifikasi Tingkat Risiko Bencana Letusan Gunungapi dan Longsor di Kabupaten Garut. Tugas Akhir : Jurusan Teknik Planologi Universitas Pasundan Bandung. 4. Rustiady (2004). Analisis Tingkat Risiko Bencana Gerakan Tanah dan Arahan Tindakan pada Penggunaan Lahan. Tesis : Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung. 5. Suganda (2000). Identifikasi Tingkat Risiko Kawasan Rawan Bencana Alam Letusan Gunung Gede di Kabupaten Cianjur. Tesis : Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung.
20