PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Terapi intravena adalah pemberian cairan atau obat ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu melalui pemasangan infuse. Terapi intravena melalui pemasangan infuse digunakam untuk mengobati berbagai kondisi pasien di lingkungan perawatan rumah sakit. System terapi ini menggunakan terapi berefek langsung, lebih cepat, lebih efektif dan dapat dilakukan secara kontinu. Beberapa masalah bisa timbul pada pemberian terapi intravena melalui infuse karena diberikan secra terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama antara lain dapat timbul kontaminasai mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu (misalnya phlebitis). Phlebitis merupakan inflamasi pada vena, yang ditandai dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang vena. Banyak faktor yang telah dianggap terlibat dalam kejadian phlebitis, antara lain: faktor internal (usia, status, nutrisi, stress, keadaan vena, kondisi penyakit pasien seperti DM, sepsis dan pasien kanker dalam pengobatan kemoterapi) dan faktor eksternal (jenis infuse atau obat injeksi, aseptic pemasangan, lama pemasangan dan lokasi pemasangan). Pada faktor bacterial yang berkontribusi terhadap adanya phlebitis salah satunya adalah aseptikperawatan infuse yang tidak baik. Aseptic perawatan infuse adalah perawatan padapada tempat pemasangan infuse terhadap pasien yang terpasang infuse. Faktor lain yang berkontribusi terhadap adanya phlebitis adalah frekuensi penggatian balutan yang jarang dilakukan dapat mengakibatkan kurangnya observasi pada lokasi pemasanga seghingga kurang perhatian pada gejala awal dari phlebitis. Kejadian phlebitis akibat pemasangan infuse dapat menimbulkan kerugian bagi banyak pihak terutama pasien itu sendiri. Apalagi jika harus dipasang infuse lagi yang dapat menimbulkan antara lain lama hari perawatan yang bertambah panjang. Pearwatan atau hospitalisasi yang lam berdampak pada psikologis pasien yang berakhir terjadinya distress hospitalisasi (gangguan adaptasi), dengan adanya distress hospitalisasi bisa menurunkan system imun, yang berakibat memperlambat proses penyembuhan. Selain hari pearawatan yang bertambah panjang, penderitaan pun bertambah, rasa takut akan cidera tubuh dan nyeri saat pemasangan infuse sering terjadi pada pasien, konsekuensi
rasa takut ini dapat sangat mendalam dimana pasien-pasien yang mengalami lebih banyak rasa takutdan nyeri karna pengobatan cenderung menghindari perawatan medis. B. RUANG LINGKUP Dari beberapa pendapat diatas, terjadinya infeksi disebabkan adanya perana host , agent, environment, sehingga prinsip pencegahannya adalah memutuskan mata rantai interaksi ketiga elemen tersebut. Salah satu pemutusan rantai elemen tersebut dengan mengontrol interaksi yaitu dengan melakuakan semua prosedur kerja dengan baik dan benar yang meliputi Standart Operasional Prosedur (SPO) perawatan dan tindakan serta penggunaan alat yang baik. Pendeteksian dan penilaian phlebitis bisa dilakukan dengan cara melakukan observasi dan montoring tempat infuse serta aseptic perawatan infuse. Observasi dan monitoring tempat infuse dilakukan setiap pergaintain shift kerja oleh keprawatan dan aseptic perawatan infuse dilakukan tiap 24 sampai dengan 48jam sekali guna melakukan pendeteksian dan penilaiann adanya phlebitis akibat infeksi kuman, sehingga kejadian phlebitis dapat dicegah dan diatasi secara dini. Mengingat semakin jarang observasi dan monitoring tempat infuse serta aseptic perawatan infuse dilakukan, maka gejala awal phlebitispun tidak dapat diketahui lebih dini. 1. Konsep phlebitis a. Pengertian phlebitis Phlebitis adalah inflamasi pada vena atau peradangan pada pembuluh darah vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik, yang mengakibatkan kerusakan pada endothelium dinding-dinding pembuluh darah khususnya vena. Phlebitis merupakan inflamasi pada vena, yang ditandai dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan didaerah penusukan atau sepanjang vena. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi phlebitis Banyak faktor yang telah dianggap terlibat dalam terjadinya phlebitis, faktor tersebut terdiri dari faktor internal (usia, status, nutrisi, stress, keadaan vena, kondisi penyakit pasien seperti DM, sepsis dan pasien kanker dalam pengobatan kemoterapi) dan faktor eksternal terdiri dari: Faktor Faktorinternal: eksternal:
Usia Obat/cairan Status nutrisi Lokasi, Faktor penyakit lama Stress pemasanga Keadaan vena n Aseptic pemasanga n
Tingginya angka kejadian phlebitis
1. Faktor internal a. Usia Perawatan terhadap infeksi dapat berubah sesuai usia. Pada pasien anak dengan vena yang kecil keadaan yang bnayak bergerak dapat mengakibatkan kateter bergeser dan hal ini yang bisa menyebabkan phlebitis. Sedangkan pada pasien usia lanjut vena cenderung liat, kaku dan rapuh dapat menyebabkan terjadinya phlebitis. b. Status nutrisi Pada pasien dengan gizi buruk mempunyai vena yang tipis sehingga mudah rapuh, selain itu pada gizi buruk daya tahan tubuhnya kurang sehingga terjadi luka mudah terkena infeksi. c. Stress Tubuh berespon terhadap stress dan emosi atau fisik melalui adaptasi imun. Rasa takut akan cedera tubuh dan nyeri sering terjadinya pada pasien, konsekuensi rasa takut ini dapat sangat mendalam dimana pasien yang mengalami lebih banyak rasa takut dan nyeri karena pengobatan akan merasa lebih takut terhadap nyeri dan cenderung menghindari perawatan medis, dengan rasa takut yang timbul sehingga mengakibatkan vena menjadi vasokonstriksi dan sulit dipasang infuse, dengan menghindari pelaksanaan pemasangan infuse akibat rasa takut saat dipasang bisamengakibatkan phlebitis karena yang vasokonstriksi/mengecil menjadikannya sulit dipasang I fus dan pemasangan yang berulang serta respon imun yang menurun dapat meningkatkan resiko phlebitis. d. Keadaan vena Vena yang tipis, mudah pecah dan sering terpasang infuse mudah mengalami phlebitis.
e. Faktor pebyakit Penyakit yang diderita pasien dapat mempengaruhi terjadinya phlebitis, misalnya pada pasien DM yang mengalami aterosklerosis akan mengakibatkan aliran darah ke perifer berkurang sehingga jika terdapat luka mudah mengalami infeksi. 2. Faktor eksternal a. Obat atau cairan (faktor kimiawi) Faktor kimia terdiri dari pH dan osmolaritas cairan infuse yang ekstrem, mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama pencampuran, bahan kateter, kecepatan pemberian infuse dan obat (kecepatan yang tidak cepat kurang menyebabkan iritasi daripada pemberian cepat) selalu diikuti dengan phlebitis. b. Lokasi dan lama pemasangan (faktor mekanis) Faktor mekanis dikaitkan dengan penempatan katete. Kateter yang dimasukkan pada daerah lekukan sering menghasilkan phlebitis mekanis, dalam hal ini ukuran kateter disesuaikan dengan ukiran vena dan difiksasi dengan baik. Pada penenmpatan kateter yang baik perlu diperhatikan: bahan (resiko tertinggi untuk phlebitis dimiliki kateter dengan bahan yang terbuat dari polovinil klorida), dengan ukuran kateter (ukuran kateter harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik), lokasi pemasangan (dalam pemasangan diperlukan kemampuan yang memadai dan pemilihan lokasi perlu diperhatikan dimana kateter yang dipasang pada daerah lekukan sering terjadi phlebitis bila pasien banyak gerak), dan lama pemasangan. The centers of deases control and intravenous nurse society menganjurkan penggantian kateter secara rutin tiap 7296 jam untuk membatasi potensi terjadinya phlebitis. c. Aseptic perawatan (faktor bacterial) Faktor yang berkontrribusi terhadap adanya phlebitis bacterial salah satunya adalah teknik aseptic dressing tidak baik. Pendeteksian dan penilaian phlebitis bisa dilakukan dengan cara melakukan aseptic dressing/ perawatan. Sebaiknya perawatan infuse dilakukan tiap 48 jam sekali guna melakukan pendeteksian dan penilaian adanya phlebitis akibat infeksi kuman, sehingga kejadian phlebitis dapat dicegah dan diatasi secra dini. Daerah insersi pada pemasangan infuse merupakan jalan masuk kuman yang potensial kedalam tubuh, dengan observasi dan monitoring tempat infuse, perawatan infuse tiap 48 dan penggantian infuse setiap 72-96 jam dapat memutuskan perkembangbiakan daripada kuman. Phlebitis bisa disebabkan Karena timbulnya kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu. Penggantian tegaderm yang jarang dan tidak teratur dilakukan mengakibatkan kurangnya observasi pada lokasi pemasangan dan pemutusan perkembangbiakan kuman terjadi lebih lama sehingga kutrang perhatian pada gejala awal dari phlebitis. Intervensi yang perlu dilakukan saat terjadi phlebitis adalah dengan memindahkan kateter ke area insersi yang lain, jika parah melakukan kompres
hangat. Jika pasien mengalami peningkatan suhu, menggigil dan gemetar, frekuensi nafas dan nadi meningkat maka intervensi yang diperlukan adalah denga melakuka kultur bakteri dan melakukan insersi ditempat lain untuk pemberian obat. Pengguanaan kateter pada pemasangan infuse yang tidak memperhatikan standart medis menimbulkan masalah seperti phlebitis. Pada kejadian phlebitis mikroorganisme terbanyak adalah kolonisasi staphylococcus. Semua kateter dapat memasukkan bakteri kedalam aliran darah, mekanisme infeksi oleh bakteri dapat berupa infeksi local saat insersi yang masuk ke dalam kateter atau kolonisasi yang diikuti oleh infeksi lewat rute insersi. Menurut Sari Ariningsih kultur darah yang diambil kateter dan vena dilakukan saat dijumpai tanda-tanda infeksi sistemik. Dari hasil uji statistic yang dilakukan menunjukkan tidak ada pengaruh umur, jenis kelamin, kecepatan tetesan, pemberian obat intravena, lokasi pemasangan dan lama pemasangan terhadap kolonisasi bakteri. 3. Ciri-ciri phlebitis Vena pada daerah pemasangan infuse dikatakan phlebitis apabila terdapat dua tanda atau lebih dari tanda berikut,yaitu : nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi (pengerasan jaringan atau organ yang abnormal), vena cord (struktur mirip tali atau benang). Phlebitis adalah terdapat dua atau lebih dari tanda phlebitis, yang terdiridari : nyeri pada lokasi pemasangan kateter, eritema, edema, terdapat garis merah pada vena yang terpasang infuse, teraba keras. Skala phlebitis menurut Terry (1995) adalah sebagai berikut : a. 0 : tidak terdapat tanda phlebitis b. 1+: terdapat satu tanda phlebitis c. 2+: terdapat lebih dari satu tanda phlebitis d. 3+: terdapat jelas semua tanda dari phlebitis Skor visual untuk phlebitis yang telah dikembangkan oleh Andrew jakson (2008) adalah: a. Tempat insersi tampak sehat, skor 0 =tidak ada tanda phlebitis b. Terdapat salah satu tanda (nyeri atau kemerahan) pada daerah insersi terlihat jelas, Skor 1 = mungkin tanda dini phlebitis c. Terdapat dua tanda (nyeri, kemerahan, pembengkakan) pada daerah insersi terlihat jelas. Skor 2 = stadium dini phlebitis d. Terdapat semua tanda (nyeri, kemerahan, pembengkakan)pada daerah insersi terlihat jelas. Skor 3= stadium moderat phlebitis e. Terdapat semua tanda (nyeri, kemerahan,indurasi,vena cord) pada daerah insersi terlihat jelas. Skor 4 =stadium lanjut atau awal trombophlebitis.
f. Terdapat semua tanda (nyeri, kemerahan, indurasi, vena cord, demam) terlihat jelas. Skor 5 = stadium lanjut trombophlebitis Pencegahan Phlebitis a. Mencegah phlebitis bacterial Pedoman ini menekankan kebersihan tangan, teknik aseptic, perawatan daerah infuse serta antiseptis kulit. Walaupun lebih disukai sediaan clorhexidine 2%, tictura yodium, iodofor atau alkohol70% juga bisa digunakan. b. Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptic Stopcock atau instopen sekalipun (yang digunakan untuk penyuntikan obat atau pemberian infuse IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk kuman yang potensial kedalam tubuh, pencemaran stopcock lazim dijumpai dan terjadi kira-kira 45-50%dalam serangkaian besar kajian. c. Rotasichateter May dkk (2005) melaporkan dimana mengganti tempat / rotasi kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas phlebitis. Namun, dalam uji control acak yang dipublikasi baru-baru ini oleh Webster dkk disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan aman ditempatnya lebih dari 72 jam JIKA tidak ada kontraindikasi. The Centers Of Diseasse Control and Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi. d. Aseptic perawatan Dianjurkan aseptic perawatan untuk mencegah phlebitis, tegaderm diganti setiap 48 jam. e. Laju pemberian Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infuse larutan hipertonik diberikan makin rendah resiko phlebitis. Namun, ada paradigm berbeda pemberian infuse, obat injeksi dengan osmolaritas tinggi. Vena perifer yang paling besar dan kateter yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infuse yang diinginkan. Chateter harus diangkat bila terlihat tanda dari nyeri atau kemerahan. C. Tata laksana Prosedur pemasangan infuse Terapy intravena adalah pemberian cairan atau obat kedalam pembuluuh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu melalui pemasangan infuse. Dalam pemasangan
infuse diperlukan suatu prosedur pemasangan infuse, yaitu suatu tata cara pemasangan jalur pemberian cairan infuse dan obat melalui pembuluh vena perifer menggunakan infuse set. Penetapan prosedur ini bertujuan untuk mendapatkan jalur pemberian cairan dan obat yang aman, aseptic, dan benar. Adapun prosedur pemasangan infuse dilakukan pada pasien antara lain : a. Pasien dengan dehidrasi b. Pasien sebelum tranfusi darah c. Pasien pre dan pasca bedah, sesuai dengan program pengobatan d. Pasien yang memerlukan pengobatan dimana pemberiannya harus dengan infuse. Penatalaksanaan 1) Persiapan peralatan a) Seperangkat alat infuse steril b) Cairan infuse yang dibutuhkan c) Jarum infuse / IV cateter sesuai ukuran d) Kapas alcohol e) Kasa gulung f) Bengkok g) Plester dan gunting verban h) Standar infuse i) Perlak kecil j) Spalk k) Tourniquet l) Handscoen m) Tegaderm atau transparan dressing 2) Persiapan pasien a) Mengidentifikasi pasien b) Beritahuksn kepada keluarga pasien dan pasien tindakan yang akan dilakukan. c) Atur posisi pasien senyaman mungkin 3) Persiapan lingkungan a) Atur pencahayaan dengan baik b) Atur peralatan ditempat tidur atau meja tindakan, dekatkan dengna pasien 4) Pelaksanaan pemasangan infuse a) Petugas mencuci tangan b) Pasang perlak dan alasnya dibawah anggota tubuh yang akan dipasang infus c) Botol cairan digantung di standart infus, buka tutup botol infus d) Tusukkan bagian pangkal dan runcing botol infus e) Tutup jarum dibuka, cairan di alirkan sampai tabung tetes dan selang infus, sehingga tidak ada udara diselang infus, lalu diklem dan jarum ditutup kembali, tabung tetesan infus tidak boleh terisi penuh cairan infuse f) Pakai handscoon, pilih vena terbaik untuk dipasang infus.
g) Bendung bagian atas daerah yang akan dipasang infus kurang lebih 10cm. h) Lakukan disinfeksi pada daerah pemasangan infus dengan alcohol 70% dalam diameter 3cm. i) Tusuk vena dengan iv cateter, posisi jarum menghadap keatas dengan sudut 30 derajat j) Bila sudah berhsil darah akan keluar atau dapat dilihat di IV cateter, lalu mandrin dicabut sambil menekan kulit bagian ujung jarum. k) Sambungkan ujung selang infus dengan ujung IV cateter l) Bila tetesan lancer, pangkal jarum diletakkan pada kulit dengan plester m) Atur tetesan infus sesuai dengan program yang tellah ditentukan n) Tutup lokasi pemasangan infus dengan tegaderm o) Tulis waktu pemasangan infus dengan lengkap pada tempat yang telah di sediakan dengan sticker atau plester p) Rapikan pasien atur posisi pasien senyaman mungkin q) Evaluasi respon pasien terhadap pemasangan infus r) Rapihkan alat dan kembalikan ketempat semula s) Perawat melepaskan sarung tangan dan mencuci tangan t) Lakukan dokumentasi dengan lengkap dicatatan perawatan
5)
Perhatian a) Kelancaran cairan dan jumlah cairan harus tepat sesuai dengan program pengobatan b) Bila terjadi hematom, bengkak, kemerahan dan nyeri pada tempat pemasangan jarum, maka infus harus dihentikan dan dipindahkan pemasangan kebagian tubuh yang lain. c) Perhatikan reaksi selama 15 menit pertama, bila timbul reaksi alergi (misalnya: menggigil, urtikaria atau syok) maka infus juga harus diperlambat tetesannya jika perlu dihentikan, segera lapor kepenanggung jawab ruangan atau dokter yang merawat. d) Buat catatan pemberian infus secara terinci meliputi: 1. Tanggal, hari dan jam dilakukan pemasangan infus 2. Macam dan jumlah cairan atau obat serta jumlah tetesan permenit 3. Keadaan umum pasien 4. Reaksi yang timbul akibat pemberian obat atau cairan 5. Nama dokter dan petugas pelaksana atau yang bertanggung jawab 6. Perhatikan teknik septic dan anti septic 7. Cara pemasangan infus harus sesuai dengan perangkat infus yang digunakan 8. Monitor kondisi pasien dan melaporkan setiap perubahan
Prosedur observasi, monitoring dan evaluasi pemasangan infus serta aseptic perawatan infus. Observasi, monitoring dan evaluasi tempat penusukan (insersi) dan melaporkan abnormalitas adalah tugas dependen perawat untuk mengatasi beberapa masalah selama pemberian terapi intravena. Salah satu masalah yang muncul dalam pembderian terapi adalah phlebitis. Untuk mengatasi phlebitis observasi yang dilakukan perawat adalah menilai dan mendeteksi adanya phlebitis. Dengan cara aseptic dressing, selain itu aseptic perawatan/ dressing bertujuan juga untuk mencegah terjadinya infeksi dari kuman yang dapat menyebabkan phlebitis bacterial. Aseptik perawatan infus adalah perawatan pada tempat pemasangan infus terhadap tiap 48 jam sekali gyna melakukan pendeteksian dan penilaian adanya phlebitis sehingga kejadian phlebitis akibat infeksi kuman dapat dicegah dan diiatasi secara dini. Daerah insersi pada pemasangan infus merupakan jalan masuk kuman yang potensial kedalam tubuh, dengan perawatan infus tiap 48 jam sekali dapat memutus perkembangbiakan daripada kuman. Phlebitis bisa disebabkan karena timbulnya kontaminasi mikroba melalui titik akses kesirkulasi dalam periode tertentu. Pada aseptic perawatan yang dilakukan tiap 48 jam sekali rentang waktu terhadap pemutusan perkembangbiakan kuman dilakukan lebih lama daripada aseptic perawatan tiap 48 jam sekali. Selain itu pendeteksian dan penilaian terhadap terjadinya phlebitis lebih lambat. Jika penggantian balutan jarang dilakukan mengakibatkan kurangnya observasi pada lokasi pemasangan infus sehingga kurang perhatian pada gejala awal dari phlebitis, selain jarangnya penggantian balutan yang dapat mengakibatkan phlebitis bacterial adalah ketidakteratuuran penggantian balutan. Phlebitis dapat disebabkan karena perawatan cateter infus pada daerah insersi yang tidak dilakukan dengan baik. Cara perawatan infus adalah: a. Persiapan alat - Kassa steril - Nacl 0,9% 25cc - Handscoon steril - Alcohol swab - Transparan dressing - Bengkok - Spalk dan verban - Penunjuk waktu b. Persiapan pasien - Beritahukan pada keluarga pasien dan pasien tindakan yang akn dilakukan - Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan c. Persiapan lingkungan
- Menempatkan peralatan didekat pasien dengan benar - Atur pencahayaan d. Pelaksanaan - Lakukan verifikasi data sebelumnya - Mengatur posisi pasien (tempat tusukan terlihat jelas, pastikan dekat dengan perawat) - Mencuci tangan - Pakai handscoon - Buka plester dan transparan dreesing - Bersihkan daerah bekas plester dengan alcohol - Bersihkan daerah insersi dengan nacl 0,9% - Bersihkan tempat insersi dengan alcohol - Tutup dengan transparan dressing dengan rapi - Pasang verban - Atur kembali tetesan infus sesuai program - Bersihkan peralatan, cuci tangan - Dokumentasi tindakan Pada evaluasi terhadap pemasangan infus The center for disease control and intravenous nurses society menganjurkan penggantian cateter infus secara rutin 72-96 jam untuk membatasi potensi terjadinya phlebitis D. Dokumentasi dan lampiran formulir Manajemen resiko/ ICRA pemberian Therapy infus/ cairan No. 1 2 3 4
Faktor-faktor
Penilaian Ya Tidak
Usia (0-10 tahun dan ≥50 tahun) Status nutrisi kurang atau rendah Stress (memberontak dan sulit diberi arahan) Keadaan vena (mudah pecah, sudah sering dipasang infus dan sulit menemukan vena/ tipis) 5 Faktor penyakit (DM, sepsis dan kanker dalam pengobatan kemo) 6 Infus kalori/ koloid/ pekat dan obat iv pekat 7 Lokasi pemasangan infus selain dilengan dan punggung tangan 8 Kemungkinan lama pemasangan ≥ 2 hari 9 Aseptic dalam pemasangan Keterangan: Bila hasil pernyataan yang disetujui ≤ 4 resiko terjadinya phlebitis rendah Bila hasil pernyataan yang disetujui ≥5 maka resiko terjadinya phlebitis tinggi