MAKALAH HUMAN PAPILOMA VIRUS
Oleh :
Alifia Rahardhini Nourma Lubis
112210101021 112210101021
Kadek Cahya Kusuma
112210101022 112210101022
Binta Rusydaya D.
112210101023 112210101023
Liliana A.I.K
112210101024 112210101024
Puspita Arum Wijayanti
112210101025 112210101025
Novia Danis Astika
112210101027 112210101027
Rifqi Wafda Rozana
112210101028 112210101028
Ni Putu Pertiwi
112210101029 112210101029
Dessy Pradesyawati
112210101030
Moh Sulthon Habibi
112210101031 112210101031
BAGIAN BIOLOGI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2013
BAB 1. PENDAHULUAN
Human Papilloma Virus (HPV) termasuk golongan pavovavirus yang merupakan virus DNA yang dapat bersifat memicu terjadinya perubahan genetik. HPV berbentuk ikosahedral dengan ukuran 50-55 nm, 72 kapsomer, dan 2 protein kapsid. HPV merupakan suatu virus yang bersifat “non enveloped ” yang mengandung “double stranded DNA”.
Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit
dan selaput lendir dengan karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi. Infeksi virus HPV telah dibuktikan menjadi penyebab lesi prekanker, kondiloma akuminata, dan kanker. Meskipun HPV menyerang wanita, virus ini juga mempunyai peran dalam timbulnya kanker anus, vulva, vagina, penis, dan beberapa kanker orofaring. Virus ini menginfeksi membran basalis pada daerah metaplasia dan zona transformasi serviks. Setelah menginfeksi sel epitel serviks sebagai upaya untuk berkembang biak, virus ini akan meninggalkan sekuensi genomnya pada sel inang. Genom HPV berupa episomal (bentuk lingkaran dan tidak terintegrasi dengan DNA inang) dijumpai pada Carcinoma Insitu (CIN) dan berintegrasi dengan DNA inang pada kanker invasif. Pada percobaan invitro HPV terbukti mampu mengubah sel menjadi immortal. Siklus hidup HPV belum diketahui secara sempurna, tetapi proses timbulnya lesi sudah banyak diketahui. Tempat infeksi pertama adalah pada sel basal atau sel basal dari epitel gepeng yang belum matur. Infeksi HPV yang terjadi pada sel basal tersebut dibagi menjadi 2 jenis yaitu: 1.
Infeksi virus laten, yakni infeksi virus yang tidak menghasilkan virus yang infeksius. Pada saat ini yang terjadi adalah virus tidak berhasil melekat pada permukaan sel tetapi gagal melakukan perkembangbiakan dan tidak terjadi pematangan dari partikel – partikel virus. Pada fase ini kelainan struktur sel tidak ditemukan dan HPV hanya bisa dideteksi dengan metode biomolekuler.
2.
Fase produktif, yakni terjadinya pembentukan DNA virus dan membentuk DNA yang infeksiosus yang disebut virion. Pembentukan DNA virus ini terjadi di sel intermediet dan permukaan epitel sel gepeng. Virion kemudian menjadi banyak jumlahnya dan membentuk efek merusak sel yang bias dideteksi dengan cara sitolo gi dan histopatologi.
Terjadinya keganasan akibat infeksi dari HPV harus memahami terlebih dahulu tentang genom dari HPV. Bangun HPV terdiri atas 3 subbagian yaitu: URR ( Upstein Regulatory Region), ER ( Early Region), dan LR ( Late Region). URR adalah bagian nonkode yang berperan penting pada pengaturan pembentukan dan transkrip pada rangkaian ER ( Early region). ER dan LR mengandung cetakan bacaan yang terbuka ( Open Reading Frame = ORFs) yaitu bagian genom yang punya kemampuan untuk membaca jenis protein. ER terbentuk pertama kali pada siklus hidup virus dan mengkode protein yang sangat berperan pada pembentukan virus, sedangkan LR dibentuk kemudian untuk mengkode struktur protein virus. URR juga adalah bagian regulator yang sangat kompleks di mana peranan dan fungsi yang pasti dalam siklus hidup virus belum diketahui dengan jelas. Bagian ini mengandung tempat ikatan berbagai faktor transkrip seperti protein activator, faktor transkrip keratinositik spesifik, dan faktor transkrip lainnya. Ikatan-ikatan ini diatur oleh Early Region ORFs. Late Region (LR) mengandung gen pengkodean protein kapsid (L). Late region dibagi menjadi L1 dan L2, ada pada akhir siklus hidup HPV, tepatnya di lapisan granular epidermis. Late region membentuk shell virion dan memainkan peran penting dalam mediasi virus infektivitas. Untuk mencapai siklus hidup HPV yang sesuai target, harus mampu mengikat ke permukaan sel reseptor. Heparan sulfat proteoglikan pada permukaan sel dianggap mengikat situs utama untuk L1 dan L2 dari kelompok evolusi HPV tertentu namun berbeda sekunder reseptor yang terlibat untuk jenis HPV lainnya.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi Obat (Cervarix)
Cervarix adalah formulasi bivalen cair (dua antigen) dari recombinant (rangkaian yang dimodifikasi) human papillomavirus (HPV) tipe 11 dan partikel 16 L1 yang menyerupai virus (VLPs) yang ditandai dalam sel serangga (jaringan sel ulat kubis Trichopolsia) dengan menggunakan sistem penandaan baculovirus, dengan adjuvant AS(04) (SBAS04) yang terdiri dari 3-monophosphoryl lipid A (MPL) yang telah dihilangkan kadar keasamannya ditambah aluminum potasium sulfat (alum). Seperti Gardasil dari Merck & Co., Cervarix mengandung recombinant HPV tipe 11 dan VLPs 16 L1 yang menyebabkan sekitar 70% kasus kanker cervix. Namun, Cervarix tidak mengandung HPV tipe 6 dan VLPs 18 L1 yang mengakibatkan sekitar 90% kasus tumor genital lunak, sebagai contoh, vaksin ini digunakan hanya untuk kanker cervix tanpa mengharapkan hasil yang signifikan terhadap pencegahan pada kebanyakan kasus tumor genital lunak. Cervarix merupakan jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang diproduksi oleh Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada preparat ini, Protein L1 dari HPV diekspresikan oleh vektor rekombinan baculovirus dan VLP dari kedua tipe ini diproduksi yang kemudian dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu vaksin yang sangat merangsang sistem imun . Preparat ini diberikan secara intramuskuler dalam tiga kali pemberian yaitu pada bulan ke 0, kemudian diteruskan bulan ke 1 dan ke 6 masing-masing 0,5 ml.
2.2 Cara Produksi Cervarix
Pada vaksin HPV Cervarix gen yang disisipkan adalah gen pengkode protein L1. Protein L1 merupakan protein yang berfungsi dalam pembentukan kapsid bagi Human Papiloma Virus atau sering disebut mayor viral coat protein. Gen pengkode protein L1 memiliki
sekuen
DNA
yang
mengkode
CCACATGTCTCTTTGGCTGCCTAGCG-3’
protein
adalah
dan
GCGGCCGCTCGAGTTACAGCTTACGTTTTTTGC-3’. Nuñez, Veramendi, & Escribano, 2009)
L1
(San
5’ 5’-
Millán,
Sebastián,
Source : Purnadanti, 2012
Vektor kloning yang digunakan sebagai media agar target DNA dapat diperbanyak untuk selanjutnya diekspresikan menjadi protein yang diinginkan adalah pGEM-T. Kemudian enzim restriksi yang digunakan adalah AfI1 dan NotI. Setelah itu, plasmid kloning dimasukan ke dalam E. Coli.(Deschuyteneer et al., 2010; San Millán et al., 2009) Sementara vektor ekspresi yang digunakan adalah Autographa californica nucleopolyhedrovirus (AcMNPV) yang merupakan jenis Baculovirus Expressing sistem. Baculovirus Exspresssing Vector System merupakan virus yang menginfeksi serangga, salah satu protein penting yang disandi oleh genom virus ini adalah polihedrin, yang akan terakumulasi dalam jumlah sangat besar didalam nuclei sel-sel serangga yang diinfeksi karena gen tersebut mempunyai promoter yang sangat aktif. Promoter ini dapat digunakan untuk memacu overekspresi gen-gen asing yang diklon ke dalam genom baculovirus sehingga akan diperoleh produk protein yang sangat banyak jumlahnya di dalam kultur sel-sel serangga yang terinfeksi. Nantinya
protein yang diekspresikan
dalam sel serangga akan dimurnikan dan berubah menjadi VLP (Virus Like Partikel).(Deschuyteneer et al., 2010) Baculovirus tersebut akan diekspresikan didalam sel serangga (Eukaryota) yaitu Trichoplusia nii. Lebih tepatnya diinfeksikan ke sel Trichoplusia nii Hi-5 Rix4446. Penggunaan organisme eukaryota pada pengekspresian protein tersebut karena dengan diproduksi pada sel insecta maka akan menghasilkan vaksin dengan imun respon humoral yang lebih baik dan lebih tinggi serta jumlah yang lebih banyak.(Deschuyteneer et al., 2010) Human Papilloma Virus (HPV) (Rekombinan) merupakan rangkaian yang dimodifikasi dengan 3-monophosphoryl lipid A (MPL) yang telah dihilangkan kadar
keasamannya ditambah adjuvant (zat yang dapat meningkatkan respon kekebalan tubuh terhadap antigen) aluminum [AS(04)].
2.3 Proses Produksi Cervarix
Pembuatan vaksin ini menggunakan prinsip pengekspresian gen L1 menjadi Kapsid yang kosong (Virus Like Partikel). Di mana telah kita ketahui L1 berfungsi dalam membentuk kapsid dari HPV16. SKEMA PEMBUATAN VAKSIN
HPV-16 L1 cDNA diisolasi terlebih dahulu dari virus HPV. Gen L1 ini diamplifikasi
dengan
PCR
dengan
primer
CCACATGTCTCTTTGGCTGCCTAGCG-3’ GCGGCCGCTCGAGTTACAGCTTACG
5’-
dan
TTTTT
TGC- 3’.
Gen
5’L1
kemudian
disisipkan pada vektor klonning pGEM-T yang dimasukkan ke bakteri E. coli untuk memastikan protein yang diisolasi sudah benar. Kemudian gen disisipkan pada vektor ekspresi Autographa californica nucleopolyhedrovirus (AcMNPV) (salah satu jenis dari vektor baculovirus) dengan enzim restriksi AfI1 dan NotI. Kemudian setelah vektor tersisipi oleh gen L1, vector baculovirus dimasukkan ke dalam sel insekta yaitu Trichoplusia ni yakni pada sel Hi-5 Rix4446. Setelah menginfeksi sel serangga, salah satu protein penting yang disandi oleh genom virus ini adalah polihedrin, yang akan terakumulasi dalam jumlah sangat besar didalam nuclei sel-sel serangga yang diinfeksi karena gen tersebut mempunyai promoter
yang sangat aktif. Promoter ini dapat
digunakan untuk memacu overekspresi gen-gen asing yaitu gen L1 yang diklon ke dalam
genom baculovirus sehingga akan diperoleh produk protein L1 yang sangat banyak jumlahnya di dalam kultur sel-sel serangga yang terinfeksi. Selanjutnya dilakukan ekstraksi untuk mengeluarkan protein L1 yang sudah diekspresikan. Protein ini akan menjadi VLP (Virus Like Partikel) yang berupa kapsid virus kosong dimana didalamnya tidak terdapat materi genetik virus.
-
Konstruksi vector ekspresi baculovirus Gen L1 dikloning ke dalam vektor pGEM-T (Promega), dicerna dengan Not I, diperlakukan dengan alkali fosfatase. Untuk vektor ekspresi digunakan vektor Autographa californica nucleopolyhedrovirus (AcMNPV) Baculovirus Ekspresi System Setelah itu dilakukan inkubasi selama 72 jam pada suhu 28 0C.
-
Perlakuan pada Serangga Organisme yang digunakan adalah Trichoplusia ni yang merupakan organisme eukariot. Dalam proses pembuatan, fifth-instar Trichoplusia ni disuntik dengan baculoviruses rekombinan dekat proleg (depan rongga tubuh). Kemudian mereka dikumpulkan, segera dibekukan dan disismpan pada -20 0C sampai selesai proses.
-
Western Blot dan Analisis Pewarnaan Coomassie T. ni dihomogenasi dalam buffer fosfat saline 0,5 M NaCl, pH 7,4 (PBS-HS) dan disonikasi selama 20 detik. Setelah disentrifugasi pada 20000 g selama 5 menit, supernatan dianggap larut. Protein dipisahkan pada 10% SDS (b/v) gel poliakrilamida (SDS-PAGE) dan diwarnai dengan Coomassie Brilliant Blue G-250 (BioRad) atau ditransfer ke membran nitroselulosa (Hybond C, GE Healthcare). Membran diblokir semalam dalam PBS dengan 0,1% (v / v) Tween 20 (PBS-T) dan 4% susu skim (PBS-TM), dan diinkubasi selama 1 jam dengan antibodi primer, Cam Vir-1 (Abcam) diencerkan 1:25000 dalam PBS-TM. Setelah dicuci dalam PBS-T, membran diinkubasi selama 1 jam dengan peroxidase conjugated rabbit antimouse IgG (Sigma) diencerkan 1:25000 dalam PBS-TM. Setelah pencucian, sinyal spesifik dideteksi menggunakan sistem ECL Lanjutan (GE Healthcare) sesuai dengan instruksi.
-
ELISA Quantification of HPV-16 L1 Protein Sampel diresuspensi dalam 10 vol (b / v) dari PBS-HS, disonikasi selama 10 s, dan disentrifugasi pada 20000 g selama 5 menit pada 4 º C untuk menghilangkan serpihan sel. Sampel diinkubasi dalam 96 sumur polivinil klorida mikro plate (Costar, Corning) semalam pada 4 º C. Sumur-sumur tersebut diblok dengan PBSTM 1% susu skim selama 1 jam pada RT, dicuci tiga kali dengan PBS-T dan
diinkubasi dengan anti-L1 H16.V5 mAb pada 1:500 dalam PBS-TM (1 jam pada 37 º C). Sumur dicuci tiga kali dengan PBS-T dan diinkubasi dengan pengenceran 1:1500 rabbit anti-mouse IgG peroxidase conjugate dalam PBS-TM (1 jam pada 37 º C). Setelah tiga pencucian dengan PBS-T, lempeng dikembangkan dengan ABTS [2, 2'azino-bis (3-ethylbenzthiazoline-6- sulfonat) Asam] (Roche). Reaksi dibaca pada 405 nm dalam lempeng mikrotiter reader. Standar kurva untuk menghitung jumlah protein rekombinan dengan H16.V5 mAb dibuat oleh pemurnian lempeng produksi VLPs dalam sel serangga oleh infeksi baculovirus. VLPs digunakan dalam kisaran 30-150 ng per sumur diencerkan dalam 100 mM PBS pH 7,4 penyangga. Ekstrak Larva
mengandung
protein
L1
diencerkan
(1:1000
untuk
1:8000)
untuk
menyesuaikan dengan rentang linier dari standar.
2.4 Pemurnian Vaksin Cervarix
Untuk mendapatkan vaksin HPV (pemurnian / purifikasi) dilakukan dengan beberapa cara, sesuai dengan sumber atau vector penghasil vaksinnya anntara lain (Perez-Filgueira et al., 2006) :
Sel Serangga Proses pemurnian vaksin HPV yang diperoleh dari sel serangga dilakukan dengan cara: Sel serangga yang masih dalam tahap berkembang diberikan 50 mg / mL gentamisin, 50 unit / MLE penisilin dan 50 mg / mL streptomisin. masukkan dalam labu ukur 75ml Kemudian pellet yang dihasilkan disentrifugasi dalam 1000g selama 5 menit. 500 mg pellet yang telah terinfeksi sel serangga diresuspensi dalam 8 mL PBS-HS dan disonikasi selama 2 menit.
Sel-sel yang sudah resisten atau terekombinan
terhadap antibiotik tersebut, pelletnya disentrifugasi pada 1000 g selama 5 menit. Sedangkan untuk ekstrak dilakukan dengan penambahan sukrosa 40% dan disentrifugasi dalam rotor ayun (Kontron TST4114) selama 2 jam pada 140000 g pada 4 0 C. Pelet yang dihasilkan diresuspensi dalam CsCl pada larutan PBS-HS dan disentrifugasi selama 20 jam pada 260.000 g dalam ember berayun rotor pada 10 0 C. Fraksi yang dihasilkan diukur dengan refraktometer.
Larva Untuk mengekstraksi vaksin HPV dari larva, dilakukan dengan cara:
500mg larva ditambahkan dengan 8mL PBS-HS kemudian dihomogenisasi dengan blender dan disonikasi selama 2 menit. Selanjutnya disentrifugasi dalam 20000gr selama 5 menit pada suhu 4 derajat celcius. Supernatan yang dihasilkan ditambahkan dengan sukrosa 40%. Proses selanjutnya dilakukan sama seperti pemurnian vaksin HPV pada sel serangga.
Mikroskop elektron dan pelabelan immunoglobulin Sampel fraksi dinyatakan positif apabila dalam gradient CsCl yang didialisis dengan PBS-HS mengambang pada filter (ukuran pori 0.2 um, Millipore). Sehingga sampel harus ditempatkan ke grid tembaga yang berlapis karbon (ukuran 400 jala), ditutupi dengan membran Formvar dan diwarnai dengan uranil asetat 1% selama 1 menit. Sampel diperiksa di bawah Zeiss EM 910 Transmisi Mikroskop Elektron (TEM) yang beroperasi pada 60 dan 80 kV.
Analisis perakitan L1 dengan pengendapan sukrosa Untuk mengidentifikasi bentuk perakitan dari L1, ekstrak yang larut dari sel serangga dan larva disiapkan untuk keperluan Blotting Barat. Sampel dimasukkan ke dalam gradient yang berupa sukrosa. Setelah 2 jam sampel disentrifugasi pada 150.000 g dalam ember rotor berayun, ditentukan densitasnya dengan refraktometri dan dianalisis dengan ELISA Vir-1 Antibodi Cam (Abcam). Hasil sedimentasi L1 dikalibrasi dengan katalase hati sapi sebagai penandanya. Sapi tersebut diimunisasi secara injeksi intraperitoneal dengan CsCl dari larva yang telah dimurnikan (menggunakan Adjuvant Freund lengkap). Serum yang dihasilkan selanjutnya dititrasi dengan VLPs yang telah dimurnikan (Gardasil, Merck) dengan ELISA di piring microtitre pada 40 C dan diencerkan dengan PBS (pH 7,4). Tahapan yang terakhir dilakukan adalah piring diinkubasi selama 1 jam pada 37 0 C dengan anti-IgG dari kambing (antibodi horseradish peroksidase yang terkonjugasi). Tahap pencucian dalam analisis perakitan L1 ini harus dilakukan setiap langkah ketika menggunakan PBS-T. Sehingga bisa didapatkan absorbansi pada panjang gelombang 405 nm yang diukur dengan pembacaan plat pada mikrotiter. Titer antibodi dinyatakan sebagai pengenceran serum tertinggi yang dapat menghasilkan dua kali absorbansi yang merata untuk serum pra-imun.
2.5 Bentuk Sediaan Cervarix
Vaksin ini diberikan dengan cara intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan), respon antibodi pada pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas vaksin diperlukan deteksi respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak mempunyai efek penangkalan maka diperlukan pemberian Booster.
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum individu terpapar infeksi HPV. Infeksi HPV yang menyerang organ genitalis biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan, dan imunisasi siberikan untuk melakukan perlindungan terhadap sejumlah besar penyakit yang dihasilkan oleh infeksi virus tersebut. Sebagai target populasi dari imunisasi ini adalah wanita sebelum puber dan usia remaja. Hal ini disebabkan pada usia – usia tersebut dimulainya aktivitas seksual seseorang. Sebaiknya vaksiniasi secara rutin diberikan untuk wanita umur 11 – 12 dengan dosis pemberian. Serial vaksin bisa dimulai saat wanita tersebut berumur 9 tahun. Selain itu vaksin juga direkomendasikan untuk diberikan pada umur 13 – 26 tahun yang tidak mendapat pengulangan vaksin atau tidak mendapatkan vaksin secara lengkap. Idealnya vaksin diberikan sebelum usia yang rentan kontak dengan HPV yaitu wanita yang akan memasuki usia seksual aktif sehingga wanita yang mendapat vaksinasi tersebut bisa
merasakan keuntungan dari pemberian vaksin. Selain itu apabila vaksin siberikan pada usia tersebut, respons kekebalan tubuh yang dihasilkan akan lebih besar dibandingkan bila diberikan setelah pubertas. Vaksin dikocok lebih dahulu sebelum dipakai dan diberikan secara muskuler sebanyak 0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot deltoid).
BAB 3. KESIMPULAN
Dari penjelasan pada Bab sebelumnya, dapat ditulis beberapa kesimpulan sebagai berikut. 3.1 Human Papilloma Virus (HPV) termasuk golongan pavovavirus yang merupakan virus DNA yang dapat bersifat memicu terjadinya perubahan genetik. 3.2 Cervarix adalah formulasi bivalen cair dari recombinant (rangkaian yang dimodifikasi) human papillomavirus (HPV) tipe 11 dan partikel 16 L1 yang menyerupai virus (VLPs). 3.3 Cervarix dibuat dari protein L1 rekombinan, diekspresikan
pada serangga
melalui baculovirus rekombinan. 3.4 Vaksin Cervarix diberikan dengan cara intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix diberikan bulan ke 0,1 dan 6.
DAFTAR PUSTAKA
Deschuyteneer, M., Elouahabi, A., Plainchamp, D., Plisnier, M., Soete, D., Corazza, Y., Lockman, L., Giannini, S., & Deschamps, M. 2010. Molecular and structural characterization of the L1 virus-like particles that are used as vaccine antigens in CervarixTM, the AS04-adjuvanted HPV-16 and -18 cervical cancer vaccine. Landes Bioscience, 6(5): 407 – 419. Fernández San Millán, A., Gómez Sebastián, S., Núñez, M. C., Veramendi, J., & Escribano, J. M. 2010. Human papillomavirus-like particles vaccine efficiently produced in a non-fermentative system based on insect larva. Retrieved from http://digital.csic.es/handle/10261/48483 Gondo, Harry Kurniawan. Vaksin dan Human Papiloma Virus (HPV) untuk Pencegahan Kanker Serviks Uteri. Surabaya : Fakultas Kedokteran wijaya Kususma Perez-Filgueira, D. M., Gonzalez-Camacho, F., Gallardo, C., Resino-Talavan, P., Blanco,
E.,Gomez-Casado,E.,
Alonso,
C.,
and
Escribano,
J.
M.
2006.
Optimization and Validation of recombinant serological tests for African Swine Fever diagnosis based On detection of th p30 protein produced in Trichoplusia ni larvae. J"Clin"Microbiol 44(9), 3114A21. Perez-Filgueira, D. M., Resino-Talavan,P., Cubillos, C., Angulo, I., Barderas, M. G., Barcena, J., And Escribano, J.(M. (2007). Development of a low cost, insect larvae derived Recombinant subunit vaccine against RHDV. Virology 364(2), 422A30. Purnadanti, Sinta. 2012. Ekspresi Protein Fusi E6/GFP dan E7/GFPpada Sel HeLa. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Depok : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Biologi Universitas Indonesia = San Millán, A. F.-, Sebastián, S. G., Nuñez, M. C., Veramendi, J., & Escribano, J. M. 2009. Human papillomavirus like particles vaccine efficiently produced in a nonfermentative system based on insect larva. Instituto de Agrobiotecnología (Universidad Pública de Navarra-CSICGobierno de Navarra), Campus Arrosadía, 31006 Pamplona, Spain.