HUKUM PELAYANAN GAWAT DARURAT ASPEK HUKUM PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT OLEH : ADZANRI,.AMK.,SS.,MH Sekretaris Komite Etik dan Hukum RSUP Dr M Djamil Padang Alumni Magister Ilmu Huk um Universitas Bung Hatta Padang A.Dasar Pemikiran Musibah, malapetaka, kecelakaan dan bencana dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, hal ini membuktikan pentingnya memberikan perlindungan dan pertolongan agar orang orang yang tertimpa musibah terhindar dari kematian dan kecacatan sehingga dapat selamat dan hidup normal sebagaimana adanya. Kesiapan IGD serta sistem pelayanan Gawat Darurat yang terpadu antara Fasilitas kesehatan satu dengan lainnya, akan memberikan nilai tambah dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan, tidak hanya terhadap kasus Gawat Darurat sehari-hari, tetapi juga sekaligus kesiapan bila setiap saat terjadi bencana di wilayah Indonesia. (Sumber : http://buk.depkes.go.id-dalam-sistempenanggulangan-gawat-darurat-terpadu-spgdt-dan-bencana,02-10-2012). Kecelakaan dan musibah serta bencana dapat menimpa siapa saja tidak pandang bulu, orang kaya, miskin, pejabat, politisi, artis dan lain sebagainya, oleh sebab itu kehadiran institusi pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit sakit dan LSM LSM yang peduli terhadap pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan gawat darurat dan bencana mempunyai peran yang penting dan strategis dalam menolong orang orang yang tertimpa musibah, baik akibat kecelakaan maupun akibat bencana. Kegawatan suatu yang menimpa seseorang yang dapat menimbulkan proses mengancam jiwa, dalam arti pertolongan tepat, cermat dan cepat bila tidak dapat menyebabkan seseorang meninggal atau cacat ( Seri PPGD/GELS, Materi Tekhnis Medis Standar Depkes 2003). Sedangkan kedaruratan adalah sebuah tindakan atau aksi secara darurat yang dilakukan oleh seorang petugas yang mempunyai mempunyai keterampilan untuk memberikan pertolongan agar seseorang dapat diselamatkan jiwanya dan terhindar dari kecacatan. Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat darurat mulai dari tingkat pra
rumah
sakit sampai tingkat sakit sampai
rumah
sakit dan rujukan sakit dan
antara
rumah
sakit dengan sakitdengan
pendekatan lintas program dan dan multisektoral. Penanggulangan gawat darurat menekankan respon cepat dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb Saving. Public Safety Care (PSC) sebagai ujung tombak safe community adalah sarana publik/masyarakat yang merupakan perpaduan dari unsur pelayanan ambulans gawat darurat, unsur pengamanan (kepolisian) dan unsur penyelamatan. PSC merupakan penanganan pertama kegawatdaruratan yang membantu memperbaiki pelayanan pra RS untuk menjamin respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan, sebelum dirujuk
ke Rumah Sakit
yang dituju. (Sumber (Sum ber : http://buk.depkes.go.id-dalam -sistem-
penanggulangan-gawat-darurat-terpadu-spgdt-dan-bencana,02-10-2012).
Undang undang penanggulangan bencana nomor 24 tahun 2007 dalam Bab I Tentang ketentuan umum Pasal 1 Ayat (10),”Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsi, serta pemulihan sarana dan pra sarana”. Undang undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 Pasal 32 Ayat (1) Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Ayat (2) Dalam keadaan darurat Fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah dan swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Bab II Pasal 4, setiap orang berhak atas kesehatan, dalam penjelasannya hak untuk memperoleh kesehatan dari fasilitas pelayanan kesehatan, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pasal ini mengatakan setiap individu dan masyarakat berhak atas nilai nilai kesehatan serta mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan paripurna. Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada pembukaan poin (b) bahwa “setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip prinsip non diskriminatif , partisipatif , dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional”. Profesi kesehatan (tenaga kesehatan) seperti perawat dan dokter dan profesi kesehatan lainnya mempunyai tanggung jawab moral untuk memberikan pertolongan pada kasus kasus kegawatan darurat dan bencana, Yang disebut Tenaga Kesehatan dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (6) : “Setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”. Pasal ini mempertegas bahwa petugas kesehatan wajib melakukan upaya kesehatan termasuk dalam pelayanan gawat darurat yang terjadi baik dalam keadaan sehari hari maupun dalam kedaaan bencana. Orang yang tiba tiba menjadi gawat baik akibat penyakit atau trauma kecelakaan tentu saja memerlukan tindakan darurat agar terhindar dari kematian dan kecacatan serta dapat dirujuk untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan secara definitif, apabila tidak atau terlambat mendapatkan tindakan darurat atau pertolongan akan dapat menimbulkan kematian dan kecacatan, oleh sebab itu peran tenaga kesehatan khusus perawat dan dokter mempunyai peran penting dalam memberikan pelayanan gawat darurat secara holistik. Dalam
Peraturan
Pemerintah
(PP)
Republik
Indonesia ,
Nomor
36
Tahun
1996 tentang TENAGA KESEHATAN dalam Bab II Pasal 2 : 1.
Tenaga medis (dokter, dokter gigi)
2.
Tenaga keperawatan (Perawat, Bidan)
3.
Tenaga kefarmasian ( Apoteker, analis farmasi)
4.
Tenaga kesehatan masyarakat ( Epidomologi, Entomolog Kesehatan, Mikrobilogi
Kesehatan, Penyuluh kesehatan, administrasi kesehatan, sanitarian. 5.
Tenaga gizi (nutrisionist)
6.
Tenaga kesehatan keterapian fisik ( fisio terapis )
7.
Tekhnisi elektromedis.
Dalam pelayanan gawat darurat dikenal prinsip cepat dan tepat, khususnya dalam kasus gawat darurat dalam proses tindakan ini aspek hukum bagi tenaga kesehatan dan penderita sangat penting untuk dipahami, untuk menghindari konflik dan kesalah pahaman yang dapat berakibat terjadinya tuntutan hukum bagi pihak yang dirugikan. B.Landasan Hukum Pelayanan Gawat Darurat a)
UU NO 9 Tahun 1960 Pokok Kesehatan
b)
UU NO 6 Tahun 1963 Tenaga Kesehatan
c)
UU NO 29 Tahun 2004 Praktik Kedokteran
d) UU NO 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana e)
UU NO 36 Tahun 2009 Kesehatan
f)
UU NO 44 TAHUN 2009 Rumah sakit
g)
PP NO 32 TAHUN 1996 Tenaga Kesehatan
h)
PP NO 51 Tahun 2009 Pekerjaan Kefarmasian
i)
Berbagai Peraturan Menteri Kesehatan C.Aspek aspek Hukum dan perlindungan hukum Pelayanan Gawat Darurat oleh profesi keperawatan. Dalam Undang undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat (1) Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat Inap, Rawat Jalan dan Rawat Darurat. Ini membuktikan bahwa rumah sakit wajib memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien atau penderita dengan arti kata setiap rumah sakit wajib memiliki sarana, pra sarana dan SDM dalam pengelolaan pelayanan gawat darurat, ini membuktikan adanya kepastian hukum dalam pelayanan gawat darurat di rumah sakit”. Gawat darurat adalah suatu kondisi klinik yang memerlukan pelayanan medis. Gawat Darurat medis adalah suatu kondisi dalam pandangan penderita, keluarga, atau siapapun yang bertanggung jawab dalam membawa penderita ke rumah sakit memerlukan pelayanan medis segera. Penderita gawat darurat memerlukan pelayanan yang cepat, tepat, bermutu dan terjangkau. (Etika dan Hukum Kesehatan, Prof.Dr.Soekijo Notoatmojo 2010). Kepmenkes RI
Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 Tentang Registrasi
dan
Praktik
Keperawatan, Pasal 20, Dalam darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 15, Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Permenkes Nomor RI HK.02.02.MENKES/148/2010, tentang regitrasi dn izin praktik keperawatan Pasal 10 Ayat (1), Dalam darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, Pasal 11 poin (a) Perawat berhak Memperoleh perlindungan hukum. Permenkes Nomor 152/Menkes/Per/IV/2007 Tentang Izin dan penyelenggaran Praktik Kedokteraan dan kedokteran Gigi, BAB III Pasal 15 Ayat (I), Dokter dan dokter Gigi dapat memberilan pelimpahan suatu tindakan kedokteran dan tindakan kedokteran gigi , kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatn lainnya secara tertulis. Tingkat pasien gawat darurat :
1.
Kelompok dengan cedera ringan yang tanpa pelayanan medis tidak akan mengancam
nyawanya. 2.
Kelompok dengan cedera sedang/berat yang jika diberi pertolongan akan dapat
menyelamatkan jiwanya. 3.
Kelompok dengan cedera sangat berat atau parah yang walau diberi pertolongan tidak
akan menyelamatkan jiwanya (Etika dan Hukum Kesehatan, Prof.Dr.Soekijo Notoatmojo 2010). C.1. Definisi Pelayanan Gawat Darurat 1. Pasien gawat darurat Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya. 2. Pasien gawat tidak darurat Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut. 3. Pasien darurat tidak gawat Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam jiwa dan anggota badannya, misal : luka sayat dangkal. 4. Pasien tidak gawat tidak darurat Misalnya pasien TBC kulit 5. Kecelakaan (accident ) Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehingga menimbulkan cedera (fisik, mental, sosial) 6. Cedera Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan. 7. Bencana Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderita manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongan dan bantuan. (http://nursecarewithlove.blogspot.com/2011/08/konsep-pelayanan-gawat-darurat.html ) C.2. Dalam undang undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 Pasal 27 : 1.
Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. 2.
Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. 3.
Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Disamping wajib dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi profesi kesehatan juga mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan profesinya, dan diwajibkan juga untuk mengembangkan
pengetahuan
dan
keterampilan
dalam
meningkatkan
profesionalisme
dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan secara maksimal, bagi perawat tanggap darurat tentu saja diharuskan memiliki keterampilan kegawat-daruratan, semisalnya pelatihan bantuan hidup dasar (BHD),
pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat, Nursing Emergency, General Emergency Life Support dan lain sebagainya, sebagai bagian dari kompetensi perawat tanggap darurat. Bayangkan apabila perawat tidak pernah dinas di Instalasi Gawat Darurat, dan juga tidak pernah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan gawat darurat, apabila ditugaskan sebagai tim tanggap darurat kemungkinan tidak akan maksimal dalam memberikan pelayanan tanggap gawat darurat bersifat khusus dan spesifik dan memerlukan keterampilan khusus di samping itu juga waktu tindakan juga sangat penting dalam penyelamatan pasien gawat darurat. Di sisi lain dari aspek hukum pelayanan gawat darurat seperti standar operasi prosedur, petunjuk pelaksanaaan, kebijakan dan aturan aturan dalam sistem pelayanan gawat darurat harus dijadikan pedoman, sertifikat atau kompetensi petugas sangat penting dimiliki dan dipahami oleh tim tanggap darurat agar pelayanan gawat darurat mempunyai kepastian hukum, sehingga sinkronisasi dan koordinasi yang bersifat holistik dalam pelayanan gawat darurat akan mampu melahirkan sikap profesional dan bertanggung jawab sebagai bentuk kepedulian terhadap keselamatan umat manusia Bagi profesi keperawatan pelatihan kegawatan daruratan, dapat juga dijadikan sebagai aspek legalitas dan kompetensi dalam melaksanakan pelayanan keperawatan gawat daruratan yang tujuannya antara lain :
Memberikan
perlindungan
kepada
masyarakat
terhadap
pelayanan
keperawatan gawat
darurat yang diberikan
Menginformasikan kepada masyarakat tentang pelayanan keperawatan gawat darurat yang
diberikan dan tanggung jawab secara profesional
Memelihara kualitas / mutu pelayanan keperawatan yang diberikan
Menjamin adanya perlindungan hukum bagi perawat
Memotivasi pengembangan profesi
Meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan. Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pelayanan kesehatan, Pelayanan
Kesehatan Pada Bencana : Pasal 82 1.
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan
sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana. 2.
Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan
kesehatan pada tanggap darurat dan pascabencana. 3.
Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup pelayanan
kegawatdaruratan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut. 4.
Pemerintah menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1). 5.
Pembiayaan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(4)
bersumber
dari
anggaran
pendapatan dan belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), atau bantuan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 83
(1) Setiap orang yang memberikan pelayanan kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk penyelamatan nyawa, pencegahan kecacatan lebih lanjut, dan kepentingan terbaik bagi pasien. (2) Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki C.3.Fungsi aspek hukum dan legalitas pelayanan gawat darurat bagi perawat : 1.
Hukum Menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan tindakan asuhan keperawatan
gawat darurat agar diterima oleh etik dan hukum, sehingga menimbulkan adanya kepastian hukum. 2.
Hukum juga memberikan penjelasan tentang tanggung jawab perawat gawat darurat
yang berbeda dari tanggung jawab tenaga kesehatan lainnya 3.
Hukum dapat
membantu
perawat
gawat
darurat menetapkan
batas
batas
tindakankeperawatan mandiri (otonomi profesi) 4.
Hukum membantu keperawatan dalam menjaga standar asuhan keperawatan yang
dibuat oleh profesi keperawatan. Aspek etika dan hukum dalam pelayanan gawat darurat sangat penting dilaksanakan sebagai pedoman agar pelayanan yang diberikan tidak melanggar norma atau hukum yang dapat merugikan profesi keperawatan atau masyarakat yang berakibat pada konflik. D.Kesimpulan Dalam kegiatan kegawatan daruratan sehari hari dan bencana peran perawat sangat signifikan oleh sebab itu pengembangan pengetahuan dan keterampilan keperawatan khususnya tentang gawat darurat dan bencana harus terus menerus dikembangkan, disisi lain tuntutan akan kepastian hukum legalitas perawat profesional juga harus ditempatkan secara proporsional dengan arti kata adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Disamping wajib dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi profesi kesehatan juga mendapatkan
perlindungan
hukum
dalam
melaksanakan
profesinya,
dan
diwajibkan
juga
untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan pelayanan kesehatan secara maksimal, bagi perawat tanggap darurat tentu saja diharuskan memiliki keterampilan kegawat-daruratan, semisalnya pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD), pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat, Nursing Emergency, General Emergency Life Support, Manajemen Bencana, simulasi tanggap darurat dan lain sebagainya, sebagai bagian dari kompetensi perawat tanggap darurat. (Materi dari berbagai sumber). -----------------------------------------------------------------------------------------------------Sekilas tentang Penulis : Adzanri, AMK., SS., MH, bertugas di Komite Etik dan Hukum RSUP Dr M Djamil. Sebelumnya Kepala Instalasi Humas dan Promosi Kesehatan RSUP Dr M Djamil Padang dan lama bertugas di Instalasi Gawat Darurat, Sekretaris PPNI Sumatera Barat, pernah menjadi pengurus KNPI Sumatera Barat, Ketua Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia Sumatera Barat, sering mengikuti seminar dan pelatihan tentang kesehatan, hukum dan tanggap darurat, pemberi materi tentang hukum kesehatan dan tanggap darurat dibeberapa rumah sakit baik pemerintah maupun maupun swasta, juga menulis di harian Singgalang, Haluan, Media Indonesia dan juga Jurnal Ilmiah Law Reform UBH.
Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pelayanan kesehatan : Pelayanan Kesehatan Pada Bencana Pasal 82 6.
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan
sumber daya, fasilitas, dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana. 7.
Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan
8.
kesehatan pada tanggap darurat dan pascabencana.
9.
Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup pelayanan
kegawatdaruratan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut. 10.
Pemerintah menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1). 11.
Pembiayaan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(4)
bersumber
dari
anggaran
pendapatan dan belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), atau bantuan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 83 (3) Setiap orang yang memberikan pelayanan kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk penyelamatan nyawa, pencegahan kecacatan lebih lanjut, dan kepentingan terbaik bagi pasien. (4) Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
DASAR HUKUM KOMPETENSI PERAWAT GADAR KUALIFIKASI PERAWAT GADAR
PENDIDIKAN D3 DENGAN PENGALAMAN KLINIK DUA TAHUN DI RUMAH SAKIT.
NERS DENGAN PENGALAMAN KLINIK 1 TAHUN DI RUMAH SAKIT.
DAN SUDAH TERSERTIFIKASI EMERGENCY NURSING BASIC 2. (SUMBER : Standar Pelayanan GADAR Depkes tahun 2011)
KOMPETENSI PERAWAT GADAR 1.
Mampu menguasai Basic Assesment Primary Survey dan Secondary Survey
2.
Mampu memahami Triase dan Retriase
3. Mampu memberikan askep kegawat-daruratan, mampu melakukan tindakan keperawatan life saving tanpa alat dan stabilisasi 4.
Mampu memhami therapi definitif
5.
Mampu menerapkan aspek etik dan legal
6.
Mampu melakukan komunikasi therapeutik pada pasien dan keluarga
7.
Mampu bekerjasama dengan tim
8.
Mampu melakukan pendokumentasi dan pencatatan dan pelaporan
(SUMBER : Standar Pelayanan GADAR Depkes tahun 2011 Dirjen BUK) UU NO 38/TENTANG KEPERAWATAN PASAL 35 1. Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, Perawat dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan kompetensinya. 2. Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyelamatkan nyawa Klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut. 3. Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan yang mengancam nyawa atau kecacatan Klien. 4. Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Perawat sesuai dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. UU NO 36/2009 TENTANG KESEHATAN PASAL 83 1. Setiap orang yang memberikan pelayanan kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk penyelamatan nyawa, pencegahan kecacatan lebih lanjut, dan kepentingan terbaik bagi pasien. 2. Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi setiap orang sebagaimana dimaksud pada ay at (1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. PASL 84 Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada bencana diaturdengan Peraturan Menteri. PASAL 85 1. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan. 2. Fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka terlebih dahulu.
Diposkan oleh Adzanri AMK SS MH di 04.05 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest