SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA PADA AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA
Makalah ke-1
HUKUM TATA NEGARA
SEKSI C
Oleh
Nama :
Nim :
No. Urut :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA
ATMA JAYA
JAKARTA
2014
Latar belakang
Setiap negara yang berdaulat mempunyai sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan ini bersifat independent atau tidak dikuasai atas negara lainnya, dan sistem pemerintahan di setiap negara berbeda-beda sehingga banyak sekali macam-macam sistem pemerintahan.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.Indonesia menjadi negara hukum yang tidak dikuasai oleh negara lain. Sistem pemerintahan Indonesia juga berganti-ganti mencari sistem pemerintahan yang cocok. Sistem pemerintahan yang pernah di terapkan di Indonesia adalah presidensial, parlementer, republik indonesia serikat (RIS), dan sistem pemerintahan menurut UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang tefoentukdalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik.
Rumusan masalah
Apa itu sistem pemerintahan?
Apa pengertian dari sistem pemerintahan?
Apa tujuan adanya sistem pemerintahan?
Apa saja jenis-jenis sistem pemerintahan?
Apa sistem pemerintahan Indonesia pada awal kemerdekaan Indonesia?
Pembahasan dan analisis
Sistem Pemerintahan
Pengertian sistem pemerintahan adalah keseluruhan dari susunan atau tatanan yang teratur dari lembaga-lembaga negara yang berkaitan satu sama lain baik langsung maupun tidak langsung.Istilah sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua kata, yaitu: sistem dan pemerintahan. Sistem berarti keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan tersebut menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhnya itu. Dan pemerintahan dalam arti luas mempunyai pengertian segala urusan yang dilakukan negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara itu sendiri. Tujuan sistem pemerintahan adalah mengatur dan menstabilkan negaranya. Menurut Utrecht ada 3 pengertian :
1. Pemerintahan adalah gabunagn dari semua badan kenegaraan yang memiliki kekuasaan untuk memerintah (legislatif,Eksekutif, Yudikatif).
2. Pemerintahan adalah gabungan badan-badan kenegaraan tertinggi yang memiliki kekuasaan memerintah (Presiden, Raja, Yang dipertuan Agung).
3. Pemerintahan dalam arti kepala negara (Presiden) bersama kabinetnya.
Di dunia ini ada macam macam sistem pemerintahan seperti presidensial, parlementer, semi presidensial, komunis, demokrasi liberal, liberal.
a. Sistem Pemerintahan Presidensial
Pemerintahan presidensial disebut juga sistem kongresional. Sistem pemerintahan presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik, kekuasaan eksekutif dipilih melalui Pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislatif. Rod Haque membagi sistem pemerintahan presidensial ke dalam tiga unsur, di antaranya sebagai berikut
Presiden yang terpilih oleh rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat para pejabat pemerintahan terkait.
Presiden dan dewan perwakilan mempunyai masa jabatan yang tetap. Mereka juga tidak bisa saling menjatuhkan.
Antara badan eksekutif dan badan legislatif tidak terjadi tumpang tindih.
Di dalam sistem pemerintahan presidensial, biasanya, presiden berada pada posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan. Meskipun demikian, presiden tetap bisa dikontrol. Ia juga bisa dijatuhkan apabila melakukan pengkhianatan terhadap negara atau terbukti melakukan pelanggaran-pelanggaran tertentu.
Kelebihan sistem Presidensial:
Kedudukan eksekutif stabil sebab tidak tergantung pada legislatif atau parlemen.
Masa jabatan eksekutif jelas.
Penyususnan program kabinet mudah karena disesuaikan dengan masa jabatan.
Legislatif bukan tempat kaderisasi eksekutif sebab anggota parlemen tidak boleh dirangkap pejabat eksekutif.
Kekurangan Sistem Presidensial:
Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
Pembuatan kebijakan publik hasil tawar-menawar antara eksekutif dengan legislatif, tidak tegas dan waktu lama.
b. Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem pemerintahan parlementer pernah diterapkan di Republik Weimar Jerman dan Republik keempat Prancis. Sistem parlementer, biasanya, memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepada negara. Kepala pemerintahan dipegang oleh seorang perdana menteri dan kepala negara ditunjuk dengan kekuasaan yang sedikit atau seremonial.
Sistem parlementer terkadang juga memiliki presiden yang berfungsi sebagai kepala negara. Di dalam sistem parlementer, parlemen memiliki peranan yang sangat penting. Parlemen mempunyai wewenang mengangkat perdana menteri dan dapat menjatuhkan pemerintahan dengan cara mengeluarkan mosi tidak percaya.
Kelebihan sistem pemerintahan Parlementer :
Pembuatan kebijakan cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat anatar legislatif dengan eksekutif.
Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
Kekurangan sistem pemerintahan parlementer :
Kedudukan eksekutif/kabinet tergantung dukungan mayoritas parlemen, sehingga sewaktu waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
Kabinet sewaktu-waktu dapat bubar tergantung dukungan mayoritas parlemen.
Kabinet yang berasal dari partai pemenang pemilu dapat menguasai parlemen.
Parlemen tempat pengkaderan bagi jabatan eksekutif. Anggota parlemen merangkap menteri atau kabinet.
c. Sistem Pemerintahan Komunis
Komunisme merupakan sebuah ideologi yang lahir untuk menentang paham kapitalisme di awal abad ke-19. Pencetusnya adalah Karl Marx dan Fredrich Engels yang menulis pemikiran berjudul Manifest der Kommunistischen. Komunisme mengambil alih kekuasaan dengan menggunakan sistem partai komunis. Mereka sangat menentang kepemilikan akumulasi modal atas individu.
Komunisme mempunyai prinsip bahwa semua harus dipresentasikan sebagai milik rakyat. Semua alat-alat produksi harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat secara merata. Mereka juga beranggapan bahwa perubahan sosial harus dimulai dari kaum buruh atau proletar. Kenyataannya, produksi beserta alat-alat produksi negara hanya dikelola untuk menguntungkan elit politik saja.
Komunisme coba menerapkan penggunaan sistem demokrasi keterwakilan yang dilakukan elit-elit partai komunis. Mereka sangat membatasi langsung demokrasi pada rakyat yang bukan bagian dari anggota partai komunis. Oleh karena itulah, di dalam paham komunisme, tidak dikenal hak perorangan seperti dalam paham liberalisme.
d. Sistem Pemerintahan Liberal
Sistem politik liberalisme sangat menekankan kebebasan atau kemerdekaan individu sesuai dengan arti liberalisme itu sendiri yang berasal dari kata libre yang berarti bebas daripada perbudakan, perkosaan dan penganiayaan. Sistem politik liberalisme saangat menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia yang utama, yaitu hak hidup, hak mengejar kebahagiaan, dan hak kemerdekaan, dimana di dalamnya terdapat pula hak berbicara, hak untuk mengemukakan pendapat, hak untuk beragama ataupun membawa pemikiran-pemikiran sendiri tentang konsep Tuhan dan agama.
Liberalisme sangat menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, maka didalam sistem pemerintahannya selalu mengadakan pembagian kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Hal ini sebagi reaksi keras terhadap absolutisme mengingat didalam sistem politik absolutisme, hak-hak asasi manusia selalu diperkosa atau manusia-manusia itu selalu diperbudak. Itulah sebabnya dalam Revolusi Prancis sebagai reaksi keras terhadap pemerintahan absolut daripada Raja Louis XVI mengumandangkan suara-suara yang cukup menggetarkan seluruh dunia, yaitu Liberte, Egalite, dan Fraternite.
Sistem politik liberalisme menganggap bahwa sistem politik yang paling tepat untuk suatu negara agar hak-hak asasi manusia itu terlindungi ialah sistem demokrasi. Itulah sebabnya, sebagai contoh, Amerika Serikat menentukan garis kebijaksanan didalam memberikan bantuan terhadp negara-negara yang sedang berkembang dikaitkan dengan hak-hak asasi manusia, pemerintah negara-negara di dunia harus menggunakan sistem demokrasi.
Sistem politik liberalisme karena menekankan terhadap perlindungan hak-hak asasi manusia, maka infrastruktur/ struktur masyarakat/ struktur sosial selalu berusaha untuk mewujudkan tegaknya demokrasi dan tumbangnya sistem kediktatoran.
e. Sistem Pemerintahan Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.
Sistem Pemerintahan Indonesia
Sistem pemerinatahan negara Republik Indonesia mengalami beberapa kali perubahan seiring dengan berubahnya konstitusi yang digunakan di Indonesia, sistem tersebut antara lain adalah:
Pada masa presidensil tahun 1945-1949
Pada masa ini, lembaga-lembaga negara yang diamanatkan UUD 1945 belum dibentuk, karena UUD 1945 pada saat ini tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya mengingat kondisi Indonesia yang sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Dengan demikian, sesuai dengan Pasal 4 Aturan Peralihan dalam UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Komite ini merupakan cikal bakal badan legislatif di Indonesia. Hal ini berdasarkan pada Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945, diputuskanlah bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Sehingga pada tanggal 14 November 1945 dibentuklah Kabinet Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
Dari segi sejarah sistem pemerintahan yang berlaku di masa ini adalah sistem pemerintahan presidensil, namun terhitung sejak tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir, dengan kata lain sistem pemerintahannya pun berubah ke parlementer. Alasan politis untuk mengubah sistem pemerintahan dari Presidensiil menjadi Parlementer dipicu karena seminggu sebelum perubahan pemerintahan itu, Den Haag mengumumkan dasar rencananya. Soekarno menolak hal ini sedangkan Sjahrir mengumumkan pada tanggal 4 Desember 1945 bahwa pemerintahnya menerima tawaran ini dengan syarat pengakuan Belanda atas Republik Indonesia.
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945, adalah Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 Ir.Sukarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Kemudian BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Pada masa parlementer tahun 1949-1950
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah sistem pemerintahan parlementer, yang meganut Sistem multi partai. Didasarkan pada konstitusi RIS, pemerintahan yang diterapkan saat itu adalah sistem parlementer kabinet semu (Quasy Parlementary). Perlu diketahui bahwa Sistem Pemerintahan yang dianut pada masa konstitusi RIS bukanlah cabinet parlementer murni karena dalam sistem parlementer murni, parlemen mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintah.
Diadakannya perubahan bentuk negara kesatuan RI menjadi negara serikat ini adalah merupakan konsekuensi sebagai diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Perubahan ini dituangkan dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Hal ini karena adanya campur tangan dari PBB yang memfasilitasinya.
Wujud dari campur tangan PBB tersebut adanya konfrensi di atas yaitu : – Indonesia merupakan Negara bagian RIS – Indonesia RIS yang di maksud Sumatera dan Jawa – Wilayah diperkecil dan Indonesia di dalamnya – RIS mempunyai kedudukan yang sama dengan Belanda – Indonesia adalah bagian dari RIS yang meliputi Jawa, Sumatera dan Indonesia Timur.
Dalam RIS pemerintah berhak atas kekuasaan TJ atau UU Darurat, UU darurat mempunyai kekuatan atas UU Federasi, berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem pemerintahan parlementer ini, badan legislatif RIS dibagi menjadi dua kamar, yaitu Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
tahun 1950-1959
Dalam masa 1950-1959 ialah era dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Masa ini merupakan masa berakhirnya Negara Indonesia yang federalis. Landasannya adalah UUD '50 pengganti konstitusi RIS '49. Sistem Pemerintahan yang dianut adalah parlementer cabinet dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu. Adapun ciri-cirinya adalah:
presiden tidak dapat diganggu gugat.
Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.
Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.
Presiden berhak membubarkan DPR.
Diawali dari tanggal 15 Agustus 1950, Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia disetujui oleh DPR dan Senat RIS. Pada tanggal yang sama pula, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat di mana dibacakan piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang bertujuan:
Pembubaran secara resmi negara Republik Indonesia Serikat yang berbentuk federasi;
Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.
UUDS ini merupakan adopsi dari UUD RIS yang mengalami sedikit perubahan, terutama yang berkaitan dengan perubahan bentuk negara dari negara serikat ke negara kesatuan.
Antara 1950 – 1959 Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer yang dalam waktu 4 tahun telah terjadi 33 kali pergantian kabinet (Feith, 1962 dan Feith, 1999). Setelah unitary dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut sistem Demokrasi Liberal dimana dalam sistem ini pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana menteri langsung bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang terdiri dari kekuatan-kekuatan partai. Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri dari Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17 kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik (9 kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi), sedangkan sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau perorangan, yang tak satupun dari mereka mendapat lebih dari 17 kursi. Ini merupakan suatu struktur yang tidak menopang suatu pemerintahan-pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian tersebut akan disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan.
Setelah pembentukan NKRI diadakanlah berbagai usaha untuk menyusun Undang-Undang Dasar baru dengan membentuk Lembaga Konstituante. Lembaga Konstituante adalah lembaga yang diserahi tugas untuk membentuk UUD baru. Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.
Masa orde baru 1959-1966
Sebagaimana dibentuknya sebuah badan konstituante yang bertugas membuat dan menyusun Undang Undang Dasar baru seperti yang diamanatkan UUDS 1950 pada tahun 1950, namun sampai akhir tahun 1959, badan ini belum juga berhasil merumuskan Undang Undang Dasar yang baru, hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959. Bung Karno dengan dukungan Angkatan Darat, mengumumkan dekrit 5 Juli 1959. Isinya; membubarkan Badan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. Sejak 1959 sampai 1966, Bung Karno memerintah dengan dekrit, menafikan Pemilu dan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup, serta membentuk MPRS dan DPRS. Sistem yang diberlakukan pada masa ini adalah sistem pemerintahan presidensil.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin. Isinya ialah:
Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
Pembubaran Konstituante
Pembentukan MPRS dan DPAS
Sejak tahun 1959-1966, Bung Karno menerapkan demokrasi terpimpin. Semua anggota DPR-GR dan MPRS diangkat untuk mendukung program pemerintahannya yang lebih fokus pada bidang politik. Bung Karno berusaha keras menggiring partai-partai politik ke dalam ideologisasi NASAKOM—Nasional, Agama dan Komunis. Tiga pilar utama partai politik yang mewakili NASAKOM adalah PNI, NU dan PKI. Bung Karno menggelorakan Manifesto Politik USDEK. Dia menggalang dukungan dari semua kekuatan NASAKOM. Era Demokrasi Terpimpin adalah kolaborasi antara kekuasaan kaum borjuis dengan komunis itu ternyata gagal dalam memperbaiki sistem perekonomian Indonesia, malahan yang terjadi adalah penurunan cadangan devisa, inflasi terus menaik tanpa terkendali, korupsi kaum birokrat dan militer merajalela, sehingga puncaknya adalah pemberontakan PKI yang dikenal dengan pemberontakan G 30 S/ PKI. Selain itu, Presiden mempunyai kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan kekuasaan-kekuasaan yang menghalanginya sehingga nasib partai politik ditentukan oleh presiden (10 parpol yang diakui). Tidak ada kebebasan mengeluarkan pendapat. Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen. Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR. Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat : Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada manifesto Politik. Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang wakil golongan. Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). TAHUN 1966-1998 UUD yang sama pernah ditafsirkan sebagai single-executive sistem, sesuai ketetapan Pasal 4 sampai 15 dan Presiden menjabat sebagai Kepala Negara serta sekaligus Kepala Pemerintahan. Antara 1966 sampai 1998, berlaku sistem pemerintahan untuk negara integralistik dengan konsentrasi kekuasaan amat besar pada Presiden (too stong presidency). Orde baru pimpinan Soeharto lahir dengan tekad untuk melakukan koreksi terpimpin pada era orde lama. Namun lama kelamaan banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Soeharto mundur pada 21 Mei 1998. Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada dasarnya sistem yang diberlakukan pada masa ini adalah sistem pemerintahan presidensil. Dalam masa ini, DPR berada di bawah kontrol eksekutif. Kekuasaan presiden yang terlalu besar dianggap telah mematikan proses demokratisasi dalam bernegara. DPR sebagai lembaga legislatif yang diharapkan mampu menjalankan fungsi penyeimbang (checks and balances) dalam prakteknya hanya sebagai pelengkap dan penghias struktur ketatanegaraan yang ditujukan hanya untuk memperkuat posisi presiden yang saat itu dipegang oleh Soeharto.
Masa reformasi tahun 1998-sekarang
Masa ini merupakan masa dimana telah berakhrirnya rezim orde baru dan dimulainya masa reformasi. Pasca orde baru UUD 1945 telah diamandemen sebanyak empat kali. Sejak 2002, dengan berlakunya UUD hasil amandemen keempat, berlaku sistem presidensial. Posisi MPR sebagai pemegang kedaulatan negara tertinggi dan sebagai perwujudan dari rakyat dihapus, dan badan legislatif ditetapkan menjadi badan bi-kameral dengan kekuasaan yang lebih besar (stong legislative). UUD 2002 hasil amandemen bahkan telah menimbulkan kompleksitas baru dalam hubungan eksekutif dan legislative, bila presiden yang dipilih langsung dan mendapat dukungan popular yang besar tidak mampu menjalankan pemerintahannya secara efektif karena tidak mendapat dukungan penuh dari koalisi partai-partai mayoritas di DPR. Political gridlocks semacam itu telah diperkirakan dan karenanya ingin dihindari oleh para perancang UUD 1945, hampir 6 dekade yang lalu, sehingga akhirnya tidak memilih sistem presidensial sebagai sistem pemerintahan untuk negara Indonesia yang baru merdeka. (Setneng RI, 1998 dan Kusuma, FH-UI, 2004). Setelah MPR mengesahkan amandemen ketiga dan keempat UUD 1945, sistem pemerintahan negara Indonesia berubah menjadi sistem presidensial. Perubahan tersebut ditetapkan dengan Pasal 1 ayat (2) UUD baru. MPR tidak lagi merupakan perwujudan dari rakyat dan bukan locus of power, lembaga pemegang kedaulatan negara tertinggi. Pasal 6A ayat (1) menetapkan "Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat". Dua pasal tersebut menunjukkan karakteristik sistem presidensial yang jelas berbeda dengan staats fundamental norm yang tercantum dalam Pembukaan dan diuraikan lebih lanjut dalam Penjelasan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberikan ruang gerak pada parpol maupun DPR untuk mengawasi pemerintah secara kritis dan dibenarkan untuk unjuk rasa. Sistem Pemerintahan setelah:
Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat
MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi.
Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh rakyat.
Presiden tidak dapat membubarkan DPR
Kesimpulan
Sistem pemerintahan bertujuan untuk menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut serta dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.
Pada masa 1945 – 1949, perdana menteri diangkat hanya untuk menggantikan posisi presiden, presiden hanya menjadi simbol negara tetapi tidak mengurus masalah secara langsung, sedangkan kebijakan – kebijakan masih dipengaruhi oleh Presiden. Kemudian pada masa 1949 – 1950 merupakan masa pembentukan RIS (Republik Indonesia Serikat) yang merupakan negara federasi yang didasarkan pada KMB (Konferensi Meja Bundar). Pada periode ini sistem pemerintahan masih menjalankan parlementer namun dengan kabinet semu, sehingga fungsi – fungsi kekuasaan perdana menteri selaku pimpinan tertinggi tidak dilaksanakan dengan maksimal. Namun karena berbentuk RIS maka pada masa ini pemerintahannya menjadi DPR-RIS dan Senat. Dan kemudian pada masa 1950 – 1959 merupakan masa yang masih menjalankan sistem parlementer namun sudah mulai menjalankan parlementer kabinet secara penuh, namun karena merupakan masa peralihan dari RIS 1949 ke UUDS 1950 maka terjadi instabilitas politik di parlemen (DPR). Instabilitas ini disebabkan oleh sistem demokrasi liberal yang menjadikan perdana menteri merupakan pimpinan terhadap dewan perwakilan rakyat (DPR), sehingga bila perdana menteri diganti maka DPR akan ikut dirombak. Sehingga anggota DPR mengikuti pemimpinnya (perdana menteri). Namun pada akhirnya sistem pemerintahan yang diberlakukan ini yakni UUDS 1950 tidak menemukan solusi yang tepat untuk bangsa, maka Presiden mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 yang menetapkan bahwa UUD 1945 sebagai dasar negara.
BIBLIOGRAFI
Daliyo. 1995. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Chotib, dkk. Kewarganegaraan 3. Yogyakarta: Yudhistira.
Mahfud M.D. 2001. Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Bandung: Rineka Cipta.
www.google.com
id.wikipedia.com
http://www.anneahira.com/sistem-pemerintahan-liberal.htm
http://adiadelsetiawan.blogspot.com/2012/04/sistim-politik-liberal.html
http://malghi-dontworrybehappy.blogspot.com/2009/11/sistem-pemerintahan-negara-indonesia.html
18
J.B Dalio, S.H., Pengantar Hukum Indonesia, hal 53.
Drs. Chotib; Drs. H.M. Djazuli; Drs. H. Tri Duharno; Drs. H. Suardi Abubakar; Drs. H. Murchlis Catio, Kewarganegaraan 3, hal 22.
Ibid, hal 29; Mahfud M.D., Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, hal 74.