BAB II TINJAUAN TEORITIS
Laparatomi A. Peng Penger erti tian an
Laparatomi adalah insisi pembedahan melalui dinding perut atau abdomen. (Sanusi, 1999). Laparatomi adalah tindakan operasi pada daerah abdomen (Sjamsuhidayat, 1997). 1. Indikasi Tindakan laparatomi bisa dipertimbangkan atas indikasi : Apendicitis, hernia, kista ovarium, kanker serviks, kanker ovarium, kanker tuba palovii, kanker uterus, kanker hati, kanker lambung, kanker kolon, kanker kandung kemih, kehamilan ektopik, mioma uteri, peritonitis dan pankreatitis. 2. Jenis-jenis operasi laparatomi : a. Adrena Adrenalek lektom tomii :
Pengang Pengangkata katan n salah salah satu satu atau atau kedua kedua kelenj kelenjar ar
b. Appendiktomi :
Operasi pengangkatan apendik
c. Gastre Gastrekto ktomi mi
Pengang Pengangkata katan n
:
sepert sepertiga iga
dista distall
lambung lambung
jejenum, mengangkat sel-sel penghasil bagian sel parietal ) d. Histerektomi
:
Operasi pengangkatan bagian uterus
e. Kolekt Kolektomi omi
:
Eksisi Eksisi bagian bagian kolon kolon atau atau seluru seluruh h kolon kolon
adrenal adrenal
(duo (duodenu denum, m,
gastrin dalam
f. Nefroktomi
:
Operasi pengangkatan ginjal
g. Pankreatektomi :
Eksisi pankreas
h. Prostatektomi :
Operasi pengangkatan prostat
i. Seksio sesaria :
Pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding rahim
j. Sistektomi
:
Operasi pengangkatan kandung kemih.
3. Komplikasi Komplikasi potensial pasca pembedahan adalah sebagai berikut : a. Hemoragi Keadaan hilangnya cairan dari pembuluh darah yang biasanya terjadi dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak. Keadaan ini diklasifikasikan dalam sejumlah cara yaitu, berdasarkan tipe pembuluh darah arterial, venus atau kapiler, berdasarkan waktu sejak dilakukan pembedahan atau terjadi cedera primer, dalam waktu 24 jam ketika tekanan darah naik reaksioner, sekitar
7-10 hari sesudah kejadian dengan disertai sepsis
sekunder, perdarahan bisa internal dan eksternal. b. Trombosis vena Komplikasi histerektomi radikal yang lebih jarang terjadi tetapi membahayakan jiwa adalah trombosis vena dalam dengan emboli paru paru, insidensi emboli paru-paru mungkin dapat dikurangi dengan penggunaan ambulasi dini, bersama sama dengan heparin subkutan profilaksis dosis rendah pada saat pembedahan dan sebelum mobilisasi sesudah pembedahan yang memadai.
1) Infeksi
Infeksi oleh karena adanya mikroorganisme patogen antitoksinnya didalam darah atau jaringan lain membentuk pus. 2) Pembentukan Fistula Saluran
abnormal
yang
menghubungkan
dua
organ
atau
menghubungkan satu organ dengan bagian luar, komplikasi yang paling berbahaya dari Histerektomi Radikal adalah Fistula atau Striktura ureter. Keadaan ini sekarang telah jarang terjadi, karena ahli bedah menghindari pelepasan ureter yang luas dari peritonium parietal, yang dulu biasa dilakukan. Drainase penyedotan pada ruang retroperioneal
juga
digunakan
secara
umum
yang
membantu
meminimalkan infeksi.
Mioma Uteri A. Pengertian
Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga Leimioma, Fibromioma atau Fibroid. (Arief, 2002 ) Mioma Uteri adalah suatu tumor jinak yang tumbuh dalam otot polos uterus. Mioma Uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan. Mioma bisa menyebabkan gejala yang luas termasuk perdarahan menstruasi yang banyak dan penekanan pada pelvis. (Yuad, 2005). Mioma uteri terbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos jaringan fibrosus, sehingga mioma uteri dapat berkonsisten padat jika jaringan ikatnya dominan dan berkonsentrasi lunak jika otot rahim yang dominan. Mioma
terdiri atas serabut-serabut otot polos yang diselingi dengan jaringan ikat. Ukuran tumor dapat bervariasi dari sebesar kacang polong sampai sebasar bola kaki.
Klasifikasi
Sarang Mioma di Uterus berasal dari korpus uterus dan serviks uterus. Menurut letaknya, Mioma dapat kita dapati sebagai (Sutoto 1994, Juanita 2007) : 1. Mioma Submukosum : mioma berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Mioma Submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran servik (Mioma Geburt). 2. Mioma Intramural : mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. 3. Mioma Subserosum: mioma yang tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma Subserosum dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intra ligamenter. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Mioma Uteri ini lebih sering didapati pada wanita nullipara atau wanita yang kurang subur. Faktor keturunan juga memegang peran. Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi, hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma.
B. Patofisiologi
1. Etiologi
Penyebab dari mioma uteri belum diketahui secara pasti, namun diduga hormon estrogen yang berperanan disamping faktor keturunan. (Mansjoer, 2000) 2. Proses Penyakit
Penyebab timbulnya mioma uteri belum diketahui secara pasti,
tapi
diperkirakan peningkatan estrogen menjadi penyebab timbulnya mioma uteri, dikenal 2 tempat asal mioma uteri yaitu : a. Korpus Uteri Pada korpus mioma mulai tumbuh dalam lapisan miometrium. Apabila tumor itu pertumbuhannya tetap tinggal dalam dinding uterus, maka ia dinamakan Mioma Intramunal. Ada kemungkinan pula bahwa ia tumbuh ke arah kavum uteri dan menonjol dalam kavum ion (Mioma Submukosum). Kemungkinan lain ialah bahwa mioma tumbuh ke a rah luar dan menonjol pada permukaan uterus (Mioma Subserosum). Kadang-kadang biarpun lebih jarang Mioma Submukosum dapat bertumbuh terus dalam kavum uteri dan berhubungan dengan dinding uterus dengan tangkai kanalis servikalis dan untuk sebagian kecil atau besar memasuki vagina (Mioma Geburt). b. Serviks Uteri Mioma Subserosum kadang-kadang tumbuh di antara lapisan depan dan
lapisan
belakang
ligamentum
latum
dan
menjadi
Mioma
Intraligameter. Mioma subserosum yang tumbuh ke permukaan uterus yang diliputi oleh serosa, kadang-kadang bertangkai walaupun jarang, bisa terjadi bahwa pada mioma yang bertangkai, tangkainya menjadi tipis dan tumor mendapat makanan dari jaringan yang ditempeli, biasanya
ligamentum atau omentum.
Pada mioma ligamenter
terjadi trombosit dan nekrosis kemudian tangkainya putus. Rasa nyeri bukanlah suatu gejala yang menonjol, akan tetapi dapat terjadi jika mioma menyempitkan kanalis servicalis, rasa nyeri pada mioma tidak jarang terjadi sekitar waktu haid. (Sarwono, 1998)
3. Manifestasi Klinik
a. Perdarahan tidak normal (Lebih dari 100 cc/hari ) b. Terasa berat di abdomen bagian bawah c. Sukar miksi atau defekasi d. Terasa nyeri karena tertekannya urat syaraf e. Kehamilan dapat mengalami keguguran f. Persalinan Prematuritas g. Gangguan saat proses persalinan h. Infertiliti
4. Komplikasi
a. Sarkoma Uteri b. Torsi yang menimbulkan nekrosis, sindrom akut abdomen c. Pengaruh Mioma pada kehamilan dan persalinan : 1). Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada mioma uteri submukosum. 2). Kemungkinan abortus bertambah 3).
Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar.
4). Menghalang-halangi jalan lahir terutama pada mioma yang letaknya diserviks. 5). Inversia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam rahim atau apabila terdapat banyak mioma. 6). Mempersulit lepasnya placenta, terutama pada mioma yang submukosum dan intramural. d. Pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri : 1). Tumor akan bertambah lebih cepat akibat hipertropi oedema terutama dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh hormonal, setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak bertambah besar lagi. 2). Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk dan mudah terjadi gangguan sirkulasi didalamnya, sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis, terutama di tengah-tengah tumor. Tumor tampak seperti daging (degeneratio karnosa). Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri diperut yang disertai gejala-gejala peradangan, walaupun dalam hal ini peradangan bersifat steril. 3). Mioma uteri subserosum, yang bertangkai dapat mengalami putaran tangkai akibat desakan uterus yang makain membesar. Torsi menyebabkan gangguan sirkulasi yang nekrosis yang menimbulkan gambaran klinik perut mendadak (acute abdomen).
C. Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan Diagnostik a. CT Scan untuk melihat adanya mioma b. Ultrasonografi digunakan untuk memastikan adanya massa pada pelvic termasuk massa ovarium dan kehamilan. c. Culdostomi atau laparascopi untuk membedakan antara mioma uteri dan massa ovarium yang lain. 1) Terapi (a) Pada mioma kecil dan tidak menimbulkan keluhan, tidak diberikan terapi,
hanya
diobservasi
tiap
3-6
bulan
untuk
menilai
pembesarannya, mioma akan lisut setelah menopause. (b) Pemberian estrogen untuk pasien setelah menopause dan observasi setiap 6 bulan. (c) Apabila mioma menghalang-halangi jalan lahir harus dilakukan seksio sesaria. Penatalaksanaan ada 2 yaitu : 1. Yang tidak memerlukan terapi pembedahan. Dilakukan jika klien tidak menunjukkan gejala-gejala atau masih mungkin mempunyai anak perlu dilakukan observasi dan pemeriksaan setiap 4-6 bulan. Ji ka wanita telah menopause, mioma biasanya akan menyusut, tindakan pembedahan mungkin tidak perlu dilakukan. Tetapi wanita menopause yang mendapatkan terapi estrogen harus mewaspadai mioma yang mungkin terus berkembang karena stimulasi estrogen. 2. Yang memerlukan terapi pembedahan
Miomektomi dengan atau tanpa histerektomi bila besar uterus
melebihi
kehamilan
12-14
minggu.
Tindakan
yang
dilakukan pada mioma dan tanda-tanda gejala. Jika klien masih yakin
punya
anak
maka
tindakan
yang
dilakukan
yaitu
miomektomi (yaitu hanya mengangkat mioma saja tanpa uterus). Tindakan miomektomi menggunakan laser, tindakan ini biasa dilakukan pada saat siklus menstruasi untuk meminimalkan perdarahan
dan
untuk
menghindari
kemungkinan
adanya
kehamilan. Klien yang mengalami miomektomi 25% kemudian menjalani
histerektomi
karena
mioma
tumbuh
kembali.
Histerektomi merupakan tindakan pembedahan yang biasanya dilakukan pada wanita yang lebih tua yang mempunyai gejala mioma yang lebih berat.
D. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
( Sjamsuhidajat, 2004 : 726) a. Data Biografi b. Riwayat penyakit Separuh dari penderita Mioma Uterus tidak memperlihatkan gejala, umumnya gejala yang ditemukan tergantung pada lokasi, ukuran dan perubahan pada mioma tersebut, seperti perdarahan pada haid yang abnormal, nyeri dan tanda penekanan. Perdarahan yang berlebihan dan nyeri haid didapat pada mioma submukosum, penekanan terutama didapat pada mioma yang besar.
Putaran tangkai mioma subserosum dapat mengakibatkan nyeri yang hebat. c. Pemeriksaan Fisik Pada inspeksi dan palpasi perut, terutama pada pemeriksaan vagina abdominal, uterus ditemukan membesar, keras dan berbenjol-benjol, diagnosis ditentukan atas gejala dan tanda klinis. Pemeriksaan Ultrasonografi sangat membantu dalam menentukan diagnosis, dan pemeriksaan Hispatologik merupakan bukti pemeriksaan terakhir, diagnosa banding adanya pembengkakan atau massa diperut bagian
bawah,
umumnya
pemeriksaan
Vagino
Abdominal
akan
memberikan gambaran diagnosis yang lebih pasti. d. Pengkajian Psikososial Karena mioma terjadi kadang tanpa gejala mungkin membuat klien merasa takut bahwa dia mengalami penyakit yang berbahaya. Klien merasa takut akan prosedur pembedahan yang mungkin akan dialaminya sehingga perawat perlu mengkaji perasaan klien dan memperhatikan gejalgejala ketakutan yang terjadi karena kurangnya pengetahuan. Jika proses pembedahan dianjurkan, perawat perlu mengkaji perasaan kehilangan bagian tubuh penting (uterus) klien. e. Riwayat Alergi f.
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap dapat mengidentifikasi kekurangan kadar darah Haemoglobin karena adanya. Test kehamilan mungkin dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kehamilan. Test endometrium untuk mengetahui adanya penyakit yang berbahaya.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan Inkontinuitas jaringan b. Resiko Tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan c. Resiko Tinggi infeksi berhubungan dengan efek pembedahan d. Resiko Tinggi injuri berhubungan dengan immobiliti e. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma mekanis dan efek anasthesi f.
Resiko tinggi terhadap konstipasi atau berhubungan dengan bedah abdominal
g. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan taruma intra operasi h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
3. Rencana Keperawatan Dx 1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan adanya
inkontinuitas jaringan. Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang, skala nyeri 0-3 KH
: Klien dapat mempraktekkan tehnik mengurangi nyeri
Intervensi : a) Monitor nyeri klien dan ukur skala nyeri dan karakteristik b) Anjurkan tehnik relaksasi napas dalam c) Gunakan metode untuk mengurangi ketidaknyamanan, contohnya usapan, ubah posisi dan kompres air hangat d) Pertahankan lingkungan disekitar klien tenang
e) Kolaborasi pemberian analgesik. Diskusikan denngan klien tentang keefektifan pengobatan.
Dx 2. Resiko Tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya
perdarahan Tujuan KH
: Kekurangan volume cairan dapat dihindari : klien tidak menngalami dehidrasi : mukosa lambab, kulit tidak kering, turgor kulit baik, tanda- tanda vital dalam batas normal.
Intervensi : a) Kaji tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit buruk, membran mukosa kering) b) Monitor TTV c) Kolaborasi pemberian cairan IV sesuai indikasi sampai mulai diberikan intake oral d) Monitor intake dan output cairan e) Kaji perdarahan post operasi setiap 4-6 jam dengan menghitung jumlah balutan f) Lakukan pemeriksaan darah lengkap.
Dx 3. Resiko Tinggi infeksi berhubungan dengan efek pembedahan
Tujuan
: Infeksi tidak terjadi (kalor, rubbor, tumor, dolor, fungsiolaesa)
KH
: Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi, TTV dalam batas normal
Intervensi : a) Kaji adanya indikasi infeksi b) Pertahankan tehnik steril selama perawatan luka, memudahkan penentuan rencana pengobatan
c) Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori, tinggi protein (diet TKTP) ketika intake oral dimulai d) Kaji tanda-tanda infeksi pada luka e) Kaji TTV terutama suhu f) Kolaborasi pemberian antibiotik.
Dx 4. Resiko Tinggi injuri berhubungan dengan immobilisasi
Tujuan : Injuri tidak terjadi. KH : Klien tidak menunjukkan adanya efek merugikan dari immobilisasi Intervensi : a) Monitor intake output cairan b) Kaji suara napas dan RR anurkan dan bantu klien untuk batuk dan nafas dalam c) Bantu klien untuk melakukan gerakan ROM, ambulasi dna untuk merubah posisi d) Kaji suara bising usus e) Kolaborasi pemberian obat nyeri untuk menigkatkan kenyamanan
Dx 5. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma mekanis dan
efek obat anasthesi. Tujuan : Perubahan eliminasi urine tidak terjadi. KH
: Klien dapat berkemih seperti biasa, setelah pelepasan catheter.
Intervensi : a) Kaji intake output klien setiap hari b) Anjurkan klien untuk berkemih setelah pelepasan catheter. c) Anjurkan untuk banyak minum 6-8 gelas perhari. d) Observasi tanda-tanda vital
Dx 6.
Resiko Tinggi terhadap konstipasi atau diare berhubungan dengan
bedah abdominal. Tujuan : Konstipasi atau diare tidak terjadi. KH : Klien dapat melakukan eliminasi seperti biasa. Intervensi : a) Auskultasi bising usus, observasi distensi abdomen. b) Anjurkan klien untuk banyak minum 6-8 gelas perhari. c) Anjurkan klien untuk mobilisasi secara bertahap. d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.
Dx 7. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan trauma intra operasi
Tujuan : Perfusi jaringan tidak mengalami perubahan setelah operasi KH : Menunjukan perfusi adekuat Intervensi : a) Observasi tanda-tanda vital b) Kaji pengisian kapiler c) Monitor intake output d) Bantu klien melakukan aktifitas, ambulansi dini dan untuk merubah posisi Dx 8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan : Pengetahuan klien bertambah KH :
Klien dapat memahami tentang prognosis, kondisi dan pengobatan penyakitnya.
Intervensi : a) Observasi pemahaman klien tentang kondisi, prognosis dan pengobatan penyakitnya.
b) Berikan penyuluhan berupa pendidikan kesehatan c) Kaji kembali pemahaman klien setelah penyuluhan dengan menanyakan kembali apa yang sudah di jelaskan.
4. Implementasi.
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Implementasi dibedakan menjadi : a. Secara mandiri ( Independent ) adalah tindakan yang diprakarsai diri sendiri oleh perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalah atau menanggapi reaksi karena adanya stressor ( penyakit ). b. Saling ketergantungan atau kolaborasi (Interdependent ) adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama tim perawat dan tim kesehatan lainnya. c. Ketergantungan (Dependent) adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan profesi lainnya. Pelaksanaan adalah memberikan asuhan keperawatan secara nyata, kegiatan yang sistimatis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam rumusan asuhan keperawatan pada pasien dengan post Laparatomi atas indikasi Mioma Uteri yang perlu diperhatikan antara lain : Pemberian
terapi
sesuai
program,
mengajarkan
tehnik
relaksasi,
melakukan perawatan luka tiap 3 hari sekali dan meningkatkan kemandirian klien dalam beraktifitas.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan yang digunakan sebagai alat ukur keberhasilan suatu asuhan keperawatan yang telah dibuat.
Evaluasi ini berguna untuk menilai setiap langkah dalam perencanaan, mengukur kemajuan bayi dalam mencapai tujuan akhir. Evaluasi terdiri dari : evaluasi proses dilakukan pada setiap akhir melakukan tindakan keperawatan, evaluasi hasil memberikan arah apakah rencana tindakan dihentikan, dimodifikasi, atau dilanjutkan, evaluasi hasil dicatat dan dapat dilihat pada catatan perkembangan yang meliputi aspek subjektif, objektif, analisa dan perencanaan, evaluasi akhir menggambarkan apakah tujuan tercapai, tercapai sebagian atau tidak sesuai dengan, ataua timbul masalah baru. Adapun evaluasi akhir yang diahrapkan pada Ny. K adalah keluhan rasa nyeri pada daerah luka operasi berkurang/ hilang, skala nyeri 1-3, resiko infeksi tidak terjadi, luka operasi baik, klien tidak megalami konstipasi, frekuesi Bab normal, klien dapat memahami pendidikan kesehatan yang disampaikan oleh perawat.