Hipokalemi Periodik Paralise
Lau Pon Ying
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) 2012/2013
Jln Arjuna Utara no.6
Jakarta 11510
[email protected]
SKENARIO
Seorang perempuan berusia 30 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan utama kelemahan pada kedua tungkai bawah sejak 1 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan nyeri otot dan badan terasa lemas. Adanya diare disangkal.Pasien mengaku ibunya sering mengalami keluhan seperti ini.
PENDAHULUAN
Konsentrasi kalium cairan ekstraseluler normalnya diatur dengan tepat kira-kira 4,2 mEq/ltr, jarang sekali naik atau turunlebih dari 0,3 mEq/ltr. Pengaturan ini perlu karena banyak fungsi sel bersifat sensitive terhadap perubahan konsentrasi kalium cairan ekstraselular. Sebagai contoh, peningkatan kalium plasma hanya 4 mEq/ltr dapat menyebabkan aritmia jantung dan konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat henti jantung.
Sekitar 95% kalium tubuh total terkandung di dalam sel dan hanya 2% dalam cairan ekstraselular. Kegagalan tubuh dalam mengatur konsentrasi kalium ekstraselular dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan kalium dari cairan ekstraselular yang disebut hipokalemia. Demikian juga, kelebihan kalium dari cairan ekstraselular disebut hiperkalemia. Pengaturan keseimbangan kalium terutama bergantung pada ekskresi oleh ginjal.
Periodik paralise adalah kelainan yang ditandai dengan hilangnya kekuatan otot, umumnya terkait dengan abnormalitas K + dan abnormalnya respon akibat perubahan K + dalam serum. Periodik paralise dapat dikelompokkan menjadi :
1. Periodik paralise hipokalemia (genetik, hipertiroid, hiperaldosteronism, gagal ginjal kronik dan idiopatik)
2. Periodik paralise hiperkalemia.
3. Periodik paralise normokalemia.
DEFINISI
Hipokalemia periodik paralise adalah kelainan yang ditandai dengan kadar potassium (kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal.
Periodik paralisis merupakan kelainan pada membran yang sekarang ini dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot skeletal. Kelainan ini dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba yang disertai gangguan pada kadar kalium serum. Periodik paralisa ini dapat terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia.1
Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan sindrom klinis yang jarang terjadi tetapi berpotensial mengancam jiwa. Insidensinya yaitu 1 dari 100.000.HypoPP banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-4. Dengan onset pada dekade pertama, biasanya sebelum 16 tahun, dan jarang sesudah usia 25 tahun.1
Sindrom paralisis hipokalemi ini disebabkan oleh penyebab yang heterogen dimana karakteristik dari sindroma ini ditandai dengan hipokalemi dan kelemahan sistemik yang akut. Kebanyakan kasus terjadi secara familial atau disebut juga hipokalemi periodik paralisis primer.
EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia.
ETIOLOGI
Hipokalemia periodik paralise biasanya disebabkan oleh kelainan genetik otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabakan terjadinya hipokalemia periodic paralise adalah tirotoksikosis.1
Penyebab lain hipokalemia meliputi:
1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh Anda.
2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop (seperti Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadang-kadang aspirin, dan antibiotik tertentu.
3. Ginjal (ginjal) disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.
4. Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare, atau berkeringat.
5. Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron meningkat) - aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan kehilangan kalium.
6. Miskin diet asupan kalium
Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah berulang-ulang, diare kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid berlebihan obat-obat diuretik).
PATOFISIOLOGI
Kalium adalah kation utama cairan intrasel. Kenyataannya 98 % dari simpanan tubuh (3000-4000 mEq) berada didalam sel dan 2 % sisanya (kira-kira 70 mEq) terutama dalam pada kompetemen ECF. Kadar kalium serum normal adalah 3,5-5,5 mEq/L dan sangat berlawanan dengan kadar di dalam sel yang sekitar 160 mEq/L. Kalium merupakan bagian terbesar dari zat terlarut intrasel, sehingga berperan penting dalam menahan cairan di dalam sel dan mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipun hanya merupakan bagian kecil dari kalium total, tetapi sangat berpengaruh dalam fungsi neuromuskular. Perbedaan kadar kalium dalam kompartemen ICF dan ECF dipertahankan oleh suatu pompa Na-K aktif yang terdapat dimembran sel.2
Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF adalah penentuan utama potensial membran sel pada jaringan yang dapat tereksitasi, seperti otot jantung dan otot rangka. Potensial membran istirahat mempersiapkan pembentukan potensial aksi yang penting untuk fungsi saraf dan otot yang normal. Kadar kalium ECF jauh lebih rendah dibandingkan kadar di dalam sel, sehingga sedikit perubahan pada kompartemen ECF akan mengubah rasio kalium secara bermakna. Sebaliknya, hanya perubahan kalium ICF dalam jumlah besar yang dapat mengubah rasio ini secara bermakna. Salah satu akibat dari hal ini adalah efek toksik dari hiperkalemia berat yang dapat dikurangi kegawatannya dengan meingnduksi pemindahan kalium dari ECF ke ICF. Selain berperan penting dalam mempertahankan fungsi nueromuskular yang normal, kalium adalah suatu kofaktor yang penting dalam sejumlah proses metabolik.2
Homeostasis kalium tubuh dipengaruhi oleh distribusi kalium antara ECF dan ICF, juga keseimbangan antara asupan dan pengeluaran. Beberapa faktor hormonal dan nonhormonal juga berperan penting dalam pengaturan ini, termasuk aldostreon, katekolamin, insulin, dan variabel asam-basa.2
Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-100 mEq. Sehabis makan, semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel dalam beberapa menit, setelah itu ekskresi kalium yang terutama terjadi melalui ginjal akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil (<20%) akan diekskresikan melalui keringat dan feses. Dari saat perpindahan kalium kedalam sel setelah makan sampai terjadinya ekskresi kalium melalui ginjal merupakan rangkaian mekanisme yang penting untuk mencegah hiperkalemia yang berbahaya. Ekskresi kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron, natrium tubulus distal dan laju pengeluaran urine. Sekresi aldosteron dirangsang oleh jumlah natrium yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum diatas normal, dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian besar kalium yang di filtrasikan oleh gromerulus akan di reabsorpsi pada tubulus proksimal. Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang terekskresi kedalam tubulus distal sebagai penukaran bagi reabsorpsi natrium atau H+. Kalium yang terekskresi akan diekskresikan dalam urine. Sekresi kalium dalam tubulus distal juga bergantung pada arus pengaliran, sehingga peningkatan jumlah cairan yang terbentuk pada tubulus distal (poliuria) juga akan meningkatkan sekresi kalium.2
Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi kalium antara ECF dan ICF. Asidosis cenderung untuk memindahkan kalium keluar dari sel, sedangkan alkalosis cenderung memindahkan dari ECF ke ICF. Tingkat pemindahan ini akan meingkat jika terjadi gangguan metabolisme asam-basa, dan lebih berat pada alkalosis dibandingkan dengan asidosis. Beberapa hormon juga berpengaruh terhadap pemindahan kalium antara ICF dan ECF. Insulin dan Epinefrin merangsang perpindahan kalium ke dalam sel. Sebaliknya, agonis alfa-adrenergik menghambat masuknya kalium kedalam sel. Hal ini berperan penting dalam klinik untuk menangani ketoasidosis diabetik.2
Klasifikasi PP untuk kepentingan klinis, ditunjukkan pada tabel 1, termasuk tipe hipokalemik, hiperkalemik dan paramyotonia.2
Tabel 1. Periodik paralisis primer.3
Sodium channel
Hiperkalemi PP
Paramyotonia kongenital
Potassium-aggravated myotonia
Calcium channel
Hipokalemik PP
Chloride channel
Becker myotonia kongenital
Thomson myotonia kongenital
Dasar fisiologis kelemahan otot flaksid adalah tidak adanya eksitabilitas membran otot (yakni, sarkolema). Perubahan kadar kalium serum bukan defek utama pada PP primer; perubahan metabolismse kaliuim adalah akibat PP. Pada primer dan tirotoksikosis PP, paralisis flaksid terjadi dengan relatif sedikit perubahan dalam kadar kalium serum, sementara pada PP sekunder, ditandai kadar kalium serum tidak normal.
Tidak ada mekanisme tunggal yang bertanggung jawab untuk kelainan pada kelompok penyakit ini. Mekanisme itu heterogen tetapi punya bagian yang common traits. Kelemahan biasanya secara umum tetapi bisa lokal. Otot – otot kranial dan pernapsan biasanya tidak terkena. Reflek regang tidak ada atau berkurang selama serangan. Serat otot secara elektrik tidak ada hantaran selama serangan. Kekuatan otot normal diantara serangan tetapi, setelah beberapa tahun, tingkat kelemahan yang menetap semakin berkembang pada beberapa tipe PP (khususnya PP primer). Semua bentuk PP primer kecuali Becker myotonia kongenital (MC) juga terkait autosomal dominan atau sporadik (paling sering muncul dari point mutation).
Ion channel yang sensitif tegangan secara tertutup meregulasi pergantian potensial aksi (perubahan singkat dan reversibel tegangan mebran sel). Disana terdapat permeabelitas ion channel yang selektif dan bervariasi. Energi-tergantung voltase ion channel terutama gradien konsentrasi. Selama berlangsungnya potensial aksi ion natrium bergerak melintasi membran melalui voltage-gated ion channel. Masa istirahat membran serat otot dipolarisasi terutama oleh pergerakan klorida melalui channel klorida dan dipolarisasi kembali oleh gerakan kalium.natrium, klorida dan kalsium channelopati ebagai sebuah grup, dihubungkan dengan myotonia dan PP. Subunit fungsional channel natrium, kalsium dan kalium adalah homolog. Natrium channelopati lebih dipahami daripada kalsium atau klorida channelopati.3
GEJALA KLINIS
Semua Pp dicirikan oleh Kelemahan periodik. Kekuatan noramal diantara serangan. Kelemahan yang menetap bisa berkembang kemudian dalam beberapa bentuk. Paling banyak pasien dengan PP primer berkembang gejala sebelum dekade ketiga.3
Hiperkalemik periodik paralisis
Onset pada umur kurang dari 10 tahun. Pasien biasanya menjekaskan suatu rasa berat dan kekakuan pada otot. Kelemahan dimulai pada paha dan betis, yang kemudian menyebar ke tangan dan leher. Predominan kelemahan proksimal; otot-otot distal mungkin bisa terlibat setelah latihan latihan yang melelahkan. Pada anak, suatu lid lag myotonik (kelambatan kelopak mata atas saat menurunkan pandangan) bisa menjadi gejala awal. Paralisis komplet jarang dan masih ada sedikit sisa gerakan. Keterlibatn otot napas jarng.serangan terakhir kurang dari 2 jam dan pada sebagian besar kasus, kurang dari 1 jam. Spinkter tiidak terlibat. Disfungsi pencernaan dan buli disebabkan oleh kelemahan otot abdomen. Kelemahan terjadi selama istirahat setelah suatu latihan berat atau selama puasa. Hal ini juga bisa dicetuskan oleh kalium, dingin, etanol, karboidrat, atau stres. Penyakit ini bisa dsembuhkan dengan latihan ringan atau intake karbohidrat. Pasien juga mungkin melaporkan nyeri otot dan parestesia. Diantara serangan, klinikal dan alektrikal mtotonia datang pada sebagian besar pasien. Beberapa keluarga tidak mempunyai myotonia. Kelemahan interiktal, jika ada, tidak seberat hipokalemik PP.3
Hipokalemik periodik paralisis
Kasus yang berat muncul pada awal masa kanak-kanak dan kasus yang ringan mungkin muncul selambat-lambatnya dekade ketiga. Sebagian besar kasus muncul sebelum umur 16 tahun. Kelemahan bisa bertingkat mulai dari kelemahan sepintas pada sekelompok otot yang terisolasi sampai kelemahan umum yang berat. Serangan berat dimulai pada pagi hari, sering dengan latihan yang berat atau makan tinggi karbohidrat pada hari sebelumnya. Pasien bangun dengan kelemahan simetris berat, sering dengan keterlibatan batang tubuh. Serangan ringan bisa sering dan hanya melibatkan suatu kelompok otot pentig, dan bisa unilateral, parsial, atau monomelic. Hal ini bisa mempengaruhi kaki secara predominan; kadang – kadang, otot ektensor dipengaruhi lebih dari fleksor. Dursi bervariasi dari beberapa jam sampai hampir 8 hari tetapi jarang lebih dari 72 jam. Serangannya intermiten dan infrekuen pada awalnya tetapi bisa meningkat frekuensinya sampai serangan terjadi hampir setiap hari. Frekuensi mulai berkurang oleh usia 30 tahun;hal ini jarang terjadi setelah umur 50 tahun. Pengeluaran urin menurun selama serangan karena akumulasi air intrasel meningkat. Myotonia interictal tidak sesering hiperkalemik PP. lid lag myotonia diobservasi diantara serangan. Kelemahan otot permanen mungkin terlihat kemudian dalam perjalanan penyakit dan bisa menjadi tajam. Hipertropi betis pernah diobservasi. Otot proksimal wasting daripada hipertropi, bisa terlihat pada pasien dengan kelemahan permanen.3
Potassium-aggravated myotonia
Kelainan terkait autosom dominan ini dibagi dalam 3 kategori, myotonia flunctuan, myotnia permanen, azetazolamide-responsive MC. Kelemahan jarang pada kelainan ini. Tetapi nyeri otot episodik kekakuan disebabkan myotonia muncul pada myotonia flunctuan dan acetazolamide-responsive MC, ketika kelainan itu berlanjut pada myotonia permanen. Serangan dimulai pada istirahat segera setelah latihan pada myotonia tetapi lebih sering dengan latihan pada asetazolamid-responsive MC. Kalium dan dingin merperburuk myotonia dalam 3 kelainan.3
Paramyotonia kongenital
Pada kelainan terkait autosomal dominan ini, myotonia diperburuk dengan aktivitas (paradoxical myotonia) atau temperatur dingin. Gejala-gejala paling diperberat pada wajah. Kelemahan episodik juga bisa berkembang setelah latihan atau temperatur dingin dan biasanya berkangsung hanya beberapa menit, tetapi bisa berlangsung sepanjang hari. Pemasukan kalium biasanya memperburuk gejala, tetapi pada beberapa kasus, menurunkan kadar kalium serum mencetuskan serangan.3
Tirotoksikosis periodik paralisis
Ini adalah hipokalemik PP yang paling banyak. Ini paling banyak terjadi pada dewasa umur 20-40 tahun. Hiperinsulinemia, pemasukan karbohidrat, dan latihan penting dalam mencetuskan serangan paralitik. Kelemahannya proksimal dan jika berat otot pernapasan dan mata. Serangan dalam jam sampai hari. Prevalensi tirotoksikosis periodik paralisis (TPP) pada pasien dengan tirotoksikosis diperkirakan 0,1 – 0,2 % pada kaukasian dan 13 – 14 % pada chinese. 95 % kasus TPP adalah sporadik. Karena TPP lebih sering pada orang asia, diduga kuat predisposisinya adalah genetik. Kelompok keluarga TPP menunjukkan membuka tabir dari suatu penyakit keturunan (yang sporadik) oleh tirotoksikosis.3
Hipokalemia periodik Paralise
1. Kelemahan pada otot
2. Perasaan lelah
3. Nyeri otot
4. Restless legs syndrome
5. Tekanan darah dapat meningkat
6. Kelumpuhan atau rabdomiolisis (jika penurunan K amat berat)
7. Gangguan toleransi glukosa
8. Gangguan metabolisme protein
9. Poliuria dan polidipsia
10. Alkalosismetabolik
Gejala klinis nomor 1, 2, 3, 4 di atas merupakan gejala pada otot yang timbul jika kadar kalium kurang dari 3 mEq/ltr.
DIAGNOSIS
Diagnosis didapatkan dari anamnesis seperti adanya riwayat pada keluarga karena erat kaitannya dengan genetik serta gejala klinis seperti yang tersebut di atas, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Tabel 2. Perbedaan gambaran diantara bentuk umum periodik paralisis.4
Gejala
Umur onset
Lama serangan
Faktor pencetus
Keparahan serangan
Gambaran yang berhubungan
Hiperkalemik periodik paralisis
Dekade pertama kehidupan
Beberapa menit sampai kurang dari 2 jam (paling sering kurang dari 1 jam)
· Rendah pemasukan karbohidrat (puasa)
· Dingin
· Istirahat yang diikuti dengan latihan
· Alkohol
· Infeksi
· Stress emosional
· Trauma
· Periode menstruasi
· Jarang parah
· Perioral dan tungkai parestesia
· Myotonia frekuent
· Pseudohipertrofi otot tiba-tiba
Hipokalemik periodik paralisis
· Bervariasi, anak – anak sampai dekade ketiga
· Sebagian kasus sebelum 16 tahun
· Beberapa jam sampai hampir semingu
· Khas tidak lebih dari 72 jam
Serangan awal pagi setelah hari yang lalu beraktivitas fisik
Makanan tinggi karboihdrat
dingin
· Severe
· Paralisis komplet
Myotonik lid lag tiba – tiba
Myotonia diantara serangan jarang
Parsial unilateral, monomelik
Kelemahan otot menetap pada akhir penyakit.
Potasium-associated myotonia
Dekade pertama
Tidak ada kelemahan
· Dingin
· Istirahat setelah latihan
Serangan kekakuan dan dari ringan dampai berat
Hipertrofi otot
Paramyotonia congenital
Dekade pertama
2 – 24 jam
dingin
Jarang parah
Pseudohipertrofi otot
Paradoksal myotonia
Jarang kelemahan menetap
Tirotoksikosis periodik paralisis
Dekade ketiga dan keempat
Beberapa jam sampai 7 hari
Sama seperti hipokalemik PP
hiperinsulinemia
Sama seperti hipokalemik PP
Bisa berkembang menjadi kelemahan otot menetap
Hipokalemia selama serangan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kadar K dalam serum.
2. Kadar K, Na, Cl dalam urin 24 jam.
3. Kadar Mg dalam serum.
4. Analisis gas darah.
5. Elektrokardiografi.
Penurunan kadar serum , tetapi tidak selalu dibawah normal, selama serangan. Pasien punya pengalaman retensi urin dengan penigkatan kadar sodium, kalium dan klorida urin. Penurunan kadar fosfor serum secara bertahap juga terjadi. Kadar fosfokinase (CPK) meningakat selama serangan. ECG bisa menunnjukkan sinus bradikardi dan bukti hipokalemi (gelombang T datar, gelombang U di lead II, V2,V3 dan V4 dan depresi segment ST).4
DIAGNOSIS BANDING
Neuropati motor dan sensori herediter
Anderson sindroma: sindroma ini, dicirikan dengan kalium-sensitif PP dan aritmia jantung, adalah kelainan terkait autosomal dominan. Kadar kalium bisa meningkat atau berkurang selama serangan. Neuropati yang relap lainnya termasuk neuropati herediter dengan kecenderungan menekan palsy., amyotrofik neurologi herediter, Refsum disease, porfiria.5
1. Kehilangan K melalui ginjal.
a. Kalium dalam urin > 15 mEq/24 jam.
b. Ekskresi kalium disertai poliuria (obat-obat diuretik, diuretic osmotik).
2. Kehilangan K yang tidak melalui ginjal.
a. Kehilangan melalui saluran cerna (diare).
b. Kehlangan melaluikeringat berlebihan.
c. Diet rendah kalium.
d. Muntah.
e. Perpindahan kalium ke dalam sel (alkalosis, insulin agonis beta, paralisis periodik, leukemia).
TERAPI
Selama serangan, suplemen oral kalsium lebih baik dari suplemen IV. Yang terakhir diberikan untuk pasien yang mual atau tidak bisa menelan. Garam kalium oral pada dosis 0,25 mEq/kg seharusnya diberikan setiap 30 menit sampai kelemahan improves. Avoiding IV fluid is prudent.6
Kalium Klorida IV 0,05-0,1 mEq/kgBBdalam manitol 5% bolus adalah lebih baik sebagai lanjutan infus. Monitoring ECG dan pengukuran kalium serum berturut dianjurkan.
Untuk profilaksis, asetazolamid diberikan pada dosis 125-1500 mg/hari dalam dosis terbagi. Dichlorphenamide 50-150 mg/hari telah menunjukkan keefektifan yang sama. Potasium-sparing diuretik seperti triamterene (25-100 mg/hari) dan spironolakton (25-100 mg/hari) adalah obat lini kedua untuk digunakan pasien yang mempunyai kelemahan buruk (worsens weakness) atau mereka yang tidak respon dengan penghambat karbonik anhidrase. Karena diuretik ini potassium sparing, suplemen kalium bisa tidak dibutuhkan.6
· Pemberian K melalui oral atau iv untuk penderita berat.
· Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih mudah. Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L, sedangkan pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-3,5 mEq/L.
· Bila ada intoksikasi digitalis, aritmia, atau kadar K serum
· Bila kadar kalium dalam serum > 3 mEq/L, koreksi K cukup per oral.
· Monitor kadar kalium tiap 2-4 jam untuk menghindari hiperkalemia terutama
pada pemberian secara intravena.
· Pemberian K intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena yang besar dengan kecepatan 10-20 mEq/jam, kecuali disertai aritmia atau kelumpuhan otot pernafasan, diberikan dengan kecepatan 40-100 mEq/jam. KCl dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonik.6
· Acetazolamide untuk mencegah serangan.6
· Triamterene atau spironolactone apabila acetazolamide tidak memberikan efek pada orang tertentu.6
Diet rendah karbohidrat dan rendah natrium bisa menurunkan frekuensi serangan.6
KOMPLIKASI
Batu ginjal akibat efek samping acetazolamide.
Arrhytmia.
Kelemahan otot progresif.
PROGNOSA
Baik apabila penderita mengurangi faktor pencetus seperti mengurangi asupan karbohidrat, hindari alcohol dll. Serta pengobatan yang teratur. Pasien yang tidak diobati bisa mengalami kelemahan proksimal menetap, yang bisa mengganggu aktivitas. Beberapa kematian sudah dilaporkan, paling banyak dihubungkan dengna aspirasi pneumonia atau ketidakmampuan membersihkan sekresi.7
KESIMPULAN
Periodik paralisis merupakan sindroma klinis yang dapat menyebabkan kelemahan yang akut pada anak-anak maupun dewasa muda. Pasien akan mengalami kelemahan progresif dari anggota gerak baik tungkai maupun lengan tanpa adanya gangguan sensoris yang diikuti oleh suatu keadaan hipokalemia pada HypoPP. Keadaan hipokalemia yang berat dapat mengganggu fungsi organ lain seperti jantung hingga terjadi gangguan irama jantung yang bila tidak ditangani akan memperburuk keadaan pasien hingga mengancam nyawa. Mengenal dan menegakkan suatu keadaan HypoPP menjadi sangat penting dalam hal ini, dan terapi yang diberikan sangatlah mudah dan murah.
DAFTAR PUSAKA
Browmn RH, Mendell JR., Braundwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longob DL, Jameson JR. 2011. Muscular dystrophies and other muscle diseases. Harrison's 9.-Principles of internal medicine. 15 th Eds. USA: McGraw-Hill. pp.2538.
Kalita J, Nair PP, Kumar G. 2010. Renal tubular acidosis presenting as respiratory paralysis: Report of a case and review of literature. Neurol India. 58:106–108.
Lin SH, Lin YF, Halperin ML.2004. Hypokalemia and paralysis. Q J Med. 94:133–139.
Maurya PK, Kalita J, Misra UK. 2010. Spectrum of hypokalaemic periodic paralysis in a tertiary care centre in India. Postgrad Med J. 86:692–695
Mujais SK and Katz AI. 2009. Kalium deficiency. In: Seldin DW, Giebsich G, 3 th eds. The KIDNEY Physiology & patophysiology. Philadelphia: Lippincott Williams & wilkins. pp. 1615 – 1646.
Robinson JE, Morin VI, Douglas MJ, Wilson RD. 2010. Familial hypokalemic periodic paralysis and Wolff parkinson-white syndrome in pregnancy. Canada Journal Anaesth. 47:160–164.
Saban I and Canonica A. 2010. Hypokalaemic periodic paralysis associated with controlled thyrotoxicosis. Schweiz MedWochenchhr. 130: 1689–1691 Scott MG, Heusel JW, Leig VA, Anderson OS. 2008. Electrolytes and blood gases. In Burtis CA, Ashwood ER. 5 th eds. Tietz fundamentals of clinical chemistry. Philadelphia: WB Saunders. pp. 494–517.