KATA PENGANTAR Segala pujii dan syukur kelompok panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Kasih Karunia-Nya. Sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Higiene Industri” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Dalam penulisan makalah ini kelompok banyak mendapatkan bantuan dan pengarahan baik berupa materi maupun spiritual dari berbagai pihak, oleh karena itu
pada
kesempatan
ini
kelompok
mengucapkan
terima
kasih
yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Sahat, SE. MM. Selaku Kepala Pusat Hiperkes dan K3 beserta staf 2. Ibu Rusmawati Sitorus, S.Pd., S.Kep,. MA. Selaku Direktur Akademi Keperawatan Harum Jakarta 3. Rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah ini Kelompok menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kelompok mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan perawat khususnya dalam peningkatan keselamata dan kesehatan kerja di tempat kita bekerja.
Jakarta, 22 Juli 2017
Kelompok 2
1
DAFTAR ISI
2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Keselamatan kesehatan kerja adalah bentuk upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta bebas pencemaran lingkungan yang bertujuan agar produktivitas meningkat sesuai dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
Higiene industri adalah ilmu dan seni beserta penerapan dalam mengenali, menilai dan mengendalikan faktor bahaya di tempat kerja yang dapat membahayakan gangguan terhadap kesehatan kerja atau penyakit akibat kerja. Menurut Suma’mur, Higiene Perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu higiene beserta prakteknya dalam melakukan penilaian pada faktor penyebab penyakit secara kualitatif dan kuantitatif dilingkungan serta pencegahan agar pekerja dan masyarakat disekitar perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja.
Perkembangan nasional di sektor industri sekarang ini berkembang semakin pesat sejalan dengan kemajuan teknologi ini telah mendorong mengangkatnya pengunaan mesin, peralatan kerja dengan teknologi modern dan bahan-bahan kimia dalam proses produksi.
Sektor industri yang berkembang pesat di Indonesia saat ini dapat mendatangkan manfaat positif dari sisi perekonomian yaitu terciptanya lapangan pekerjaan yang lebih luas. Namun, akibat percepatan proses industrialisasi dengan sendirinya akan memperbesar resiko yang terkandung bahaya dalam industri, timbulnya Penyakit Akibat Kerja (PAK). Kecelakaan yang terjadi di tempat kerja menimbulkan kerusakan di lingkungan kerja.
3
Sampai saat ini angka kejadian kecelakaan kerja di Indonesia masih tinggi yaitu pada tahun 2010 terjadi 86.693 kasus kecelakaan kerja, tahun 2009 terjadi 96.314 kasus kecelakaan kerja, tahun 2008 terjadi 92.823 kasus kecelakaan kerja, tahun 2007 terjadi 96.314 kasus kecelakaan kerja, tahun 2006 terjadi 96.624 kasus kecelakaan kerja. Dengan tingginya angka kecelakaan yang terjadi, menunjukkan bahwa aspek keselamatan dan kesehatan kerja belum terlaksana secara maksimal.
Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, setiap tenaga kerja punya hak untuk selamat, karena itu setiap tenaga kerja harus dilindungi dari poetensi bahaya yang ada di tempat kerja. Agar tenaga kerja dapat bekerja dengan selamat, maka perlu diterapkan aspek Higiene Industri, yaitu ilmu dan seni mengenal, menilai/mengevaluasi mengendalikan poternsi berbahaya ditempat kerja.
Berdasarkan UU No.1 Tahun 1970 dan banyaknya angkka kejadian kecelakaan kerja yang semakin tinggi maka kelompok kami tertarik membuat makalah ini.
B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan kelompok kami menulis makalah, yaitu: 1. Sebagai sarana pengaplikasian dari materi yang telah diberikan 2. Sebagai laporan tertulis dari kegiatan yang telah dilakukan 3. Agar peserta mampu menjelaskan pengertian higiene perusahaan 4. Agar peserta mampu menjelaskan faktor-faktor bahaya di tempat kerja
C. Dasar Hukum 1. UU No. 3 Tahun 1969 Tentang Persetujuan Konferensi ILO No. 120 Mengetahui Higiene Dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor. 2. UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. 3. UU No. 10 Tahun 1977 Tentang Ketenaganukliran. 4. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
4
5. Peraturan menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964 Tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja. 6. PP 63 Tahun 2000 Tentang Keselamatan Kerja Terhadap Kemanfaatan Radiasi Pengion. 7. Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan Kerja. 8. Kepmenaker No. 13/Men/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja. 9. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. 2/M/Bw/Bk/1984 Tentang Pengesahan Alat Pelindung Diri. 10. Permenakertrans No. 01/Men/1981 Tentang Penyakit Akibat Kerja. 11. Peratutan Menteri Tenaga Kerja RI No. 13/Men/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja. 12. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep 187/Men/1999 Tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya.
D. Profil Perusahaan PT. Jakarta Cakratunggal Steel Mills adalah salah satu perusahaan pengolahan baja nasional yang memproduksi baja tulangan beton atau yang lebih dikenal masyarakat dengan istilah Besi Beton. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1989 di atas lahan seluas 14.8 ha, berlokasi di Jl. Raya Bekasi Km. 21-22 Pulogadung Jakarta, dan mulai beroperasi pada Juni 1992.
Sejak memulai kegiatan operasi sampai sekarang, PT. JCSM telah berhasil menembus pasar domestic dan internasional. PT. JCSM memiliki komitmen untuk menciptakan produk besi beton berkualitas tinggi ber inisial “CS” sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Indonesia dan juga standar internasional seperti ASTM, JIS dan BS.
Dalam mendukung komitmen tersebut, PT. JCSM telah menerapkan Sistim Manajemen Mutu ISO 9001 yang disertifikasi sejak 1995, dan dalam kontribusinya terhadap penyusunan Standar SNI untuk produk Besi Beton dan
5
keikut sertaan secara konsisten melakukan edukasi bagi masyarakat konsumen untuk ikut peduli terhadap pemilihan bahan-bahan berkualitas dan memenuhi standar, PT. JCSM mendapatkan penghargaan “SNI Award” pada tahun 2008. Menyusul pada saat ini PT. JCSM sedang menggarap untuk pencapaian “Green Steel Manufacturer” dengan menerapkan Sistim Quality, Health, Safety and Environment secara ter integrasi. Melalui pengembangan-pengembangan terakhir yang dilakukan oleh PT. JCSM, inovasi-inovasi terkait perkembangan tehnologi terus diaplikasikan guna mendukung kebutuhan serta kepuasan pelanggan.
Visi: Menjadikan PT Jakarta Cakratunggal Steel Mills sebagai salah satu produsen baja yang terkemuka di Indonesia.
Misi: Menjadikan CS sebagai Quality Leader untuk produk Besi Beton. Menjadikan CS sebagai Price Leader untuk produk Besi Beton di Indonesia. Menjadikan CS sebagai Supplier Besi Beton yang terlengkap dalam memenuhi kebutuhan pasar.
6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Sejarah Higiene Perusahaan Seperti halnya dengan perkembangan higiene industri di Negara-negra maju, perkembangan higiene industri di Indonesia tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya. Kemajuan-kemajuan yang terjadi di eropa sangat dirasakan sejak timbulnya revolusi industri, namun perkembangan higiene industri di Indonesia yang sesungguhnya baru dirasakan (terjadi) beberapa tahun setelah kita merdeka yaitu pada saat munculnya undang-undang kerja dan undang-undang kecelakaan. Pokok-pokok tentang higiene industri dan kesehatan kerja telah dimuat dalam undang-undang tersebut, meskipun tidak atau belum diberlakukan saat itu juga.
B. Pengertian
Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia atau suatu upaya untuk mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan. Dengan ini maka sebenarnya higiene industri dapat diartikan sebagai ilmu higiene yang dikembangkan dan diterapkan ditingkat atau lingkungan kerja suatu industri.
Menurut Thomas J. Smith: Higiene industri atau perusahaan dianggap sebagai ilmu dan seni yang mampu mengantisipasi, mengenal, mengevaluasi dan mengendalikan bahaya faktor-faktor yang timbul di dalam lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau ketidaknyamanan dan ketidakefisienan kepada masyarakat yang berada di lingkungan kerja tersebut maupun kepada masyarakat yang berada diluar industri”.
Jadi, higiene industri merupakan aspek perlindungan bagi kesehatan tenaga kerja dan sarana untuk membina dan mengembangkan tenaga kerja
7
menjadi sumber daya manusia yang disiplin, dedikatif, penuh tanggung jawab dan mampu bekerja secara produktif dan efisien.
C. Tujuan Higiene Perusahaan
Hakikat Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah dua hal : 1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya,
baik buruh, petani, nelayan, pegawai negri, atau
pekerja-pekerja bebas, dengan
demikian
dimaksudkan
untuk
kesejahteraan tenaga kerja 2. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada meningginya
efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam
produksi. Oleh karena
hakikat tersebut selalu sesuai dengan maksud dan
tujuan pembangunan didalam
suatu negara maka Higene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja selalu harus diikut
sertakan dalam pembangunan tersebut.
Tujuan utama tersebut diatas dapat terperinci lebih lanjut sebagai berikut : Pencegahan dan pemberantasan penyakit - penyakit dan kecelakaan kecelakaan akibat kerja, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja, perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia, pemberantasan kelelahan kerja dan penglipatan gandaan kegairahan serta kenikmatan kerja, pelindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari bahaya-bahaya pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang bersangkutan, dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk-produk industri.
D. Ruang Lingkup Higiene Perusahaan Ruang lingkup kegiatan atau aktifitas higiene industri, mencakup kegiatan mengantisipasi, mengenal, mengevaluasi, dan mengendalikan.
8
1.
Mengantisipasi Antisipasi merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya dan
risiko di tempat kerja. Tahap awal dalam melakukan atau penerapan higiene industri/perusahaan di tempat kerja. Adapun tujuan dari antisipasi adalah : a.
Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul menjadi bahaya dan risiko yang nyata.
b.
Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses dijalankan atau suatu area dimasuki.
c.
Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu proses dijalankan atau suatu area dimasuki.
2.
Mengenal Mengenal atau rekognisi merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenali
suatu bahaya lebih detil dan lebih komprehensif dengan menggunakan suatu metode yang sistematis sehingga dihasilkan suatu hasil yang objektif dan bisa dipertanggung- jawabkan. Dimana dalam rekognisi ini kita melakukan pengenalan dan pengukuran untuk mendapatkan informasi tentang konsentrasi, dosis, ukuran (partikel), jenis, kandungan atau struktur, dan sifat. Adapun tujuan dari pengenalan, yaitu : a.
Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan, efek, severity, pola pajanan, besaran).
b.
Mengetahui sumber bahaya dan area yang berisiko.
c.
Mengetahui pekerja yang berisiko.
3.
Mengevaluasi Pada
tahap
penilaian/evaluasi
lingkungan,
dilakukan
pengukuran,
pengambilan sampel dan analisis di laboratorium. Melalui penilaian lingkungan dapat ditentukan kondisi lingkungan kerja secara kuantitatif dan terinci, serta membandingkan hasil pengukuran dan standar yang berlaku, sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya teknologi pengendalian, ada atau tidaknya korelasi kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan lingkungannya , serta
9
sekaligus merupakan dokumen data di tempat kerja. Tujuan dari pengukuran dalam evaluasi, yaitu : a.
Untuk mengetahui tingkat risiko.
b.
Untuk mengetahui pajanan pada pekerja.
c.
Untuk memenuhi peraturan (legal aspek).
d.
Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah dilaksanakan.
e.
Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki pekerja.
f.
Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik.
4.
Pengendalian Pengendalian faktor – faktor lingkungan kerja sesungguhnya dimaksudkan
untuk menciptakan atau memelihara lingkungan kerja agar tetap sehat dan aman atau memenuhi persyaratan kesehatan dan norma keselamatan, sehingga tenaga kerja terbebas dari ancaman gangguan kesehatan dan keamanan atau tenaga kerja tidak menderita penyakit akibat kerja dan tidak mendapat kecelakaan kerja. Ada beberapa bentuk pengendalian atau pengontrolan di tempat kerja yang dapat dilakukan, yaitu : a.
Eliminasi : merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya serta menghentikan semua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi bahaya.
b.
Substitusi : Modifikasi proses untuk mengurangi penyebaran debu atau asap, dan
mengurangi
dengan
mengubah
bahaya,
Pengendalian
bahaya
kesehatan
kerja
beberapa peralatan proses untuk mengurangi bahaya,
mengubah kondisi fisik bahan baku yang diterima untuk diproses lebih lanjut agar dapat menghilangkan potensi bahayanya. c.
Isolasi : Menghapus sumber paparan bahaya dari lingkungan pekerja dengan menempatkannya di tempat lain atau menjauhkan lokasi kerja yang berbahaya dari pekerja lainnya, dan sentralisasi kontrol kamar.
d.
Engineering control : Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada faktor lingkungan kerja selain pekerja.
e.
Administrasi control: Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada interaksi pekerja dengan lingkungan kerja.
f.
APD (Alat Pelindung Diri) : langkah terakhir dari hirarki pengendalian.
10
F. Manfaat Higiene Perusahaan
Beberapa
manfaat
yang
dapat
diperoleh
dari
penerapan
higiene
perusahaan/industri, yaitu: 1) Mencegahan
dan
memberantasan
penyakit-penyakit
dan
kecelakaan-kecelakaan akibat kerja. 2) Dapat memelihara dan meningkatan kesehatan tenaga kerja. 3) Dapat
memeliharaan
dan
meningkatan
efisiensi
dan
daya
produktifitas tenaga manusia. 4) Memberantasan kelelahan kerja dan meningkatan kegairahan kerja. 5) Memeliharaan dan meningkatan higiene dan sanitasi perusahaan pada umumnya seperti kebersihan ruangan-ruangan, cara pembuangan sampah, atau sisa-sisa pengolahan dan sebagainya. 6) Memberikan perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang bersangkutan. 7) Memberikan
perlindungan
masyarakat
luas
(konsumen)
dari
bahaya-bahaya yang mungkin di timbulkan oleh hasil-hasil produksi perusahaan.
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Kerja 1. Faktor Fisika A) Kebisingan a. Pengertian Kebisingan Bunyi
didengar
sebagai
rangsangan-rangsangan
pada
telinga
oleh
getaran-getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Terdapat 2 hal yang menentukan kwalitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitas. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik atau disebut Herzt (Hz). Intensitas atau arus energi persatuan luas dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut dengan desibel ( dB ). Telinga manusia mampu mendengar frekuensi-frekuensi antara 16 -
11
20.000 Hz, sedangkan sensitifitas terhadap
frekuensi-frekuensi
tersebut
berbeda-beda. Nilai Ambang Batas Kebisingan adalah besarnya level suara dimana tenaga kerja masih berada dalam batas aman untuk bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai Ambang Dengar adalah suara yang paling lemah yang masih dapat di dengar telinga.
b. Jenis-Jenis Kebisingan 1)
Kebisingan yang kontinyu (steady state) , misalnya : generator
2)
Kebisingan terputus-putus ( = intermitent ), misalnya : lalu lintas, suara kapal terbang di lapangan udara.
3)
Kebisingan impulsif ( = impact or impulsive noise ), seperti pukulan tukul, tembakan bedil atau meriam, ledakan.
c. Pengaruh Kebisingan Pengaruh utama dari kebisingan pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran, yang menyebabkan ketulian progresif. Mula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah dihentikan kerja ditempat yang bising. Tetapi kerja terus menerus ditempat bising berakibat kehilangan daya dengar yang menetap dan tidak pulih kembali. Biasanya dimulai pada frekuensi sekitar 4000 Hz dan kemudian meluas pada frekwesi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi-frekuensi yang digunakan untuk percakapan. Di Indonesia, NAB kebisingan adalah 85 dB (A) yang terus menerus dinilai oleh Panitia Teknik Nasional NAB.
d. Klasifikasi dampak negatif kebisingan 1) Auditory
Acoustic trauma, menunjukkan kerusakan organik pada pendengaran, merupakan kerusakan yang permanen, yang dapat disebabkan oleh tingkat bunyi yang sangat tinggi (Umumnya di atas 140 dBA).
12
Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS). yaitu kehilangan sensitivitaspendengaran,
tetapi
sensitivitas
pendenagran
ini
dapat
diperoleh kembali.
Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS), yaitu kehilangan sensivitas pendengaran yang tidak dapat kembali (permanent) Hal inidapal disebabkan oleh Acoustic trauma atau kebisingan yang kumulatif berlangsug tererus menerus selama bertahun-tahun.
Tinnitus, yaitu rasa berdengin pada telinga yang sangat menganggu.
Presbicusis, yaitu menurunnya daya dengar karena usia lanjut khususnya terjadi pada frekuensi 4000 - 6000 Hz. Dengan pemajanan kebisingan maka penurunan daya dengar karena usia lanjut itu akan makin cepat.
2) Non Auditory
Gangguan komunikasi o Pada intensitas kebisingan yang tinggi seseorang harus berteriak keras untuk bisa berkomunikasi.
Gangguan tidur o Kebisingan yang terputus-putus akan lebih memngganggu dari pada kebisingan kontinyu.
Gangguan dalam melaksanakan pekerjaan o Akibat dari kebisingan yang tinggi tenaga kerja tidak bisa konsentrasi secara penuh terhadap suatu pekerjaan
Gangguan fisiologis o Meningkatnya kelenjar endokrin dalam tubuh sehingga memacu denyut nadi bergerak cepat.
e. Pengendalian Kebisingan 1. Secara teknis ( pengurangan kebisingan pada sumbernya ) dilakukan dengan cara : 1) Pembatas akustik ( menempatkan peredam pada sumbernya )
13
2) Fondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungan tidak ada yang goyang. 3) Pemeliharaan peralatan 2. Secara Administratif : (i) Pengaturan jam kerja terpapar (ii)Rotasi kerja 3. Dengan penggunaan alat pelindung diri ( APD ) (i) Sumbat telinga ( ear plug ) (ii) Tutup telinga ( ear muff ) 4. Dengan pendidikan dan penyuluhan (Trainning).
Nilai Ambang Batas kebisingan didasarkan pada waktu pemajanan terhadap bising, sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : 51/Men/1999. setiap kenaikan 3 dBA intensitas bising maka akan turun waktu pemajanan ½ nya (waktu paruh).
14
f. Penilaian Kebisingan • •
Alat : Sound Level Meter (SLM) atau Docimeter NAB : 85 dBA Pengaturan waktu terpajan (Kep.51/1999 lamp.II) 8 T = ------------- ( jam ) (SPL-85)/3 2 T : waktu terpapar yg diperkenankan SPL : intensitas kebisingan yg pekerja terpajang
B) Tekanan Panas / Iklim Kerja a. Pengertian Iklim Kerja Iklim kerja adalah suatu kondisi kerja yang merupakan perpaduan antara suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi. Kombinasi keempat faktor tersebut dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh disebut tekanan panas. Suhu udara diukur dengan thermometer dan disebut suhu kering. Kelembaban udara diukur dengan menggunakaan hygrometer. Sedangkan suhu dan kelembaban
udara
dapat
diukur
bersama-sama
dengan
menggunakan
psychrometer. Suhu basah adalah suhu yang ditunjukkan oleh suatu thermometer yang berbola basah (reservoir dibungkus kain basah). Kecepatan gerakan udara yang besar dapat diukur dengan suatu anemometer, sedangkan kecepatan udara yang rendah diukur dengan Kata Thermometer. Suhu radiasi diukur dengan globe Thermometer. Suhu nikmat bagi orang-orang Indonesia adalah sekitar 24 - 26 oC. Suhu dingin mengurangi efisiensi atau kurangnya koordinasi otot
b. Pengukuran Iklim Kerja Panas Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas, yaitu antara lain : 1) Suhu effektif, yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seorang tanpa baju dan kerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara.
15
2) Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB), yaitu dengan rumus : (i)
ISBB = 0,7 suhu basah + 0,2 suhu radiasi + 0,1 suhu kering
( bekerja di (ii)
luar ruangan dengan sinar matahari ) ISBB = 0,7 suhu basah + 0,3 suhu radiasi ( untuk dalam ruangan pekerjaan tanpa penyinaran matahari )
Pengaturan waktu kerja setiap hari
ISBB (C) Beban Kerja
Waktu Kerja
Waktu istirahat
Ringan
Sedang
Berat
-
30.0
26.7
25.0
75 % Kerja
25% Istirahat
30.6
28.0
25.9
50% Kerja
50% Istirahat
31.4
29.4
27.9
25% Kerja
75% Istirahat
32.2
31.1
30.0
Bekerja menerus jam/hari)
terus (8
c. Gangguan yang disebabkan Tekanan Panas 1)
Kejang Panas ( Heat Cramps ) Dapat terjadi sebagai kelainan sendiri atau bersama-sama kelelahan panas.
Kejang otot timbul secara mendadak, terjadi setempat atau menyeluruh, terutama pada otot ekstremitas dan abdomen. Penyebab utamanya adalah defisiensi garam. Kejang otot yang berat dalam udara panas menyebabkan keringat diproduksi banyak, bersama dengan keluarnya keringat, hilamg sejumlah air dan garam. Gejalanya adalah gelisah, kadang-kadang berteriak kesakitan, suhu tubuh dapat normal atau sedikit meninggi.
2)
Kelelahan Panas ( Heat Exhaustion ) Kelelahan panas timbul akibat kolaps sirkulasi darah perifer karena dehidrasi
dan defisiensi garam. Dalam usaha menurunkan panas, aliran darah ke perifer
16
bertambah, yang mengakibatkan pula produksi keringat bertambah. Penimbunan darah perifer menyebabkan darah yang dipompa dari jantung ke organ-organ lain tidak cukup sehingga terjadi gangguan. Gejalanya : kulit pucat, dingin, basah dan berkeringat banyak, merasa lemah, sakit kepala, pusing, vertigo, badan terasa panas, sesak nafas, palpitasi dan lain-lain.
3)
Sengatan Panas ( Heat Stroke, Heat Pyrexia, Sun Stroke ) Jarang terjadi di industri, namun bila terjadi sangat hebat, biasanya yang
terkena laki-laki yang pekerjaannya berat dan belum beraklimatisasi. Gejala yang terpenting adalah suhu badan yang naik sedangkan kulit kering dan panas.
C) Pencahayaan Pada umumnya pekerjaan memerlukan upaya penglihatan.. Pencahayaan yang kurang memadai dapat merupakan beban tambahan bagi tenaga kerja. Dengan demikian dapat menimbulkan gangguan performance (penampilan) kerja, produktivitas menurun serta pada akhirnya dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
a.
Pengaruh Pencahayaan
Pencahayaan yang buruk akan menimbulkan kelelahan mata yang menyebabkan :
Iritasi, mata berair dan kelopak mata berwarna merah (Konjunctivitis).
Penglihatan rangkap dan sakit kepala.
Ketajaman penglihatan merosot, demikian pula kepekaan terhadap perbedaan (contras sensitifity) dan kecepatan pandangan.
Kekuatan menyesuaikan ( accomodation ) dan konvergensi menurun.
b.
Sumber-sumber Pencahayaan.
Kepadatan pencahayaan ditentukan dari sumbernya, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis :
Sumber pencahayaan alam (sinar matahari)
Sumber pencahayaan buatan (lampu)
17
Sistem penempatan lampu/pencahayaan dapat diatur sebagai :
A. Pencahayaan umum : dimana pencahayaan tersebut dapat menerangi seluruh ruangan
B. Pencahayaan setempat (lokal) : dimana pencahayaan tersebut untuk menerangi satu lokasi pekerja tersebut, misalnya pekerjaan reparasi jam lebih memerlukan pencahayaan yang sifatnya lokal.
c.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengaturan
pencahayaan buatan: 1)
Pembagian cahaya dalam lapangan penglihatan.
2)
Kesilauan.
3)
Arah cahaya.
4)
Warna cahaya.
5)
Panas akibat sumber cahaya.
d.
Langkah-langkah Pengendalian.
Dalam melakukan pengaturan pencahayaan yang memenuhi syarat perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Sumber
pencahayaan
yang
meliputi
:
intensitas
atau
kekuatan
pencahayaan,jenis sumber cahaya, pengaturan lokasi atau sumber cahaya, efisiensi dan efektifitas sumber cahaya.
Keadaan lingkungan atau tempat kerja, yang harus diperhatikan : luas tempat kerja, banyaknya jendela dan genting kaca, langit-langit dan dinding yang berwarna gelap dan terang, bangunan yang tinggi disekitar tempat kerja.
18
Tingkat pencahayaan minimal (Lux)
Keterangan
Pekerjaan kasar & tidak terus-menerus
100
Ruang penyimpanan dan ruang peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu
Pekerjaan kasar dan terus-menerus
200
Pekerjaan dengan perakitan kasar
Pekerjaan rutin
300
Pekerjaan agak halus
500
Pekerjaan halus
1000
Jenis Kegiatan
Pekerjaan amat halus
Pekerjaan detail
1500 (tidak menimbulkan bayangan) 3000 (tidak menimbulkan bayangan)
mesin
Pekerjaan kantor/administrasi, ruang kontrol dan pekerjaan mesin dan perakitan atau penyusun Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin Pemilihan warna, pemrosesan, tekstil, pekerjaan mesin halus dan perakitan halus Mengukir dengan tangan, pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus
D) Getaran a.
dan
Definisi Getaran.
Getaran dapat diartikan sebagai gerakan dari suatu sistem bolak-balik, gerakan tersebut dapat berupa gerakan yang harmonis sederhana dapat pula sangat kompleks, sifatnya dapat periodik atau random, stady-state atau intermitent (solid). Sistem/media : dapat berupa gas (udara), cairan (liquid) dan padat (solid).
19
Apabila media tersebut adalah udara dan getaran yang terjadi dalam frekuensi 20 20.000 Hz akan menimbulkan suara (bunyi). Gerakan partikel-partikel dari suatu sistem (gas, cair, padat) mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1)
Mempunyai amplitudo
2)
Mempuyai frekuensi
3)
Mempunyai kecepatan
4)
Mempunyai percepatan (akselerasi)
b.
Pengaruh Getaran. Tubuh manusia dilihat baik secara fisik maupun biologis merupakan suatu
sistem yang sangat kompleks, dan secara mekanik tubuh terdiri dari elemen-elemen yang linier dan non linier yang berbeda-beda pada setiap orang. Beberapa studi eksperimental menunjukkan bahwa terpaparnya pekerja terhadap getaran dapat mengakibatkan pengaruh negatif pada tubuh manusia baik bersifat mekanik, biologik, fisik dan psikis. Dampak getaran terhadap tubuh manusia sangat tergantung pada sifat pemaparan, yaitu bagian tubuh yang kontak dengan sumber getaran. Bentuk pemaparan dapat dibagi dalam 2 katagori sebagai berikut :
1)
Katagori
I
adalah
pemaparan
seluruh
tubuh
(Whole
body
vibration) terhadap getaran, pada saat pekerja sedang berdiri, atau getaran yang dirasakan pada saat pekerja duduk mengemudikan traktornya. 2)
Katagori II adalah pemaparan yang bersifat segmental (Hand and Arm
vibration) yaitu hanya bagian tubuh tertentu ( misalny : lengan dan bahu ) yang mengalami kontak dengan sumber getaran. Sebagai contoh pekerja yang menggunakan “chain saw” atau “jackhammer”. Pengkatagorian ini tidak berarti bahwa bagian tubuh yang tidak kontak langsung dengan sumber getaran tidak terpengaruh.
Beberapa studi penelitian yang digunakan menunjukkan bahwa ambang toleransi tubuh terhadap getaran bagi seorang yang sedang duduk adalah pada
20
frekuensi 3 - 14 Hz. Studi ini juga memberikan indikasi bahwa resonansi tubuh akan terjadi pada frekuensi 3 - 6 Hz, dan 10 - 14 Hz. Dampak resonansi pada bagian kepala dan bahu dirasakan pada frekuensi 20 30 Hz sedangkan gangguan resonansi yang dirasakan pada bola mata terjadi pada frekuensi 60 - 90 Hz dan efek pada rahang bawah dan tengkorak terjadi pada frekuensi 100 - 200 Hz. Pengaruh akibat pemaparan tubuh terhadap getaran tidak saja dirasakan secara mekanikal tersebut diatas, tapi dirasakan juga pengaruhnya secara fisiologis walaupun dampaknya kompleks dan sulit diukur.
c.
Pada umumnya getaran mekanis menyebabkan :
1)
Gangguan kenyamanan kerja.
2)
Mempercepat terjadinya kelelahan.
3)
Gangguan kesehatan
d.
Penilaian Terhadap Getaran
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di tempat Kerja, untuk Getaran adalah : --------------------------------------------------------------------------------Lama Pemaparan
Acceleration ( m/dtk2 )
---------------------------------------------------------------------------------
e.
4 - 8 jam
4
2 - 4 Jam
6
1 - 2 Jam
8
< 1 Jam
12
Alat pengukuran Getaran.
Alat untuk mengukur intensitas getaran adalah vibration meter.
Satuan
percepatan getaran adalah m/detik2 satuan kecepatan getaran adalah m/detik.
21
f.
Pengendalian Getaran.
Cara-cara pengendalian getaran antara lain adalah sebagai berikut : 1)
Memilih peralatan kerja yang rendah intensitas getarannya. Peralatan
tersebut adalah yang telah dilengkapi dengan damping didalamnya (internal damping). Misalnya : Bor listrik yang dilengkapi dengan damping piston. 2)
Menambah/menyisipkan damping diantara tangan dan peralatan.
Misalnya :
Memasang damping material diantara badan peralatan dan pegangan peralatan .
Membalut pegangan peralatan karet.
memakai sarung tangan karet busa pada waktu mengoperasikan peralatan.
Memakai remote controle.
Mengatur waktu kerja, sebagai berikut :
Rotasi jenis pekerjaan Pengaturan jam kerja, sehingga sesuai dengan Threshold Limit Values.
NILAI AMBANG BATAS GETARAN 聽 UNTUK PEMEJANAN LENGAN DAN TANGAN Jumlah pemejanan kerja
waktu per hari
Nilai Percepatan pada frekuensi dominan Meter per kuadrat (m/det 虏)
detik
Gram
4 jam dan kurang dari 8 jam
4
0.40
2 jam dan kurang dari 4 jam
6
0.61
1 jam dan kurang dari 2 jam
8
0.81
Kurang dari 1 jam
12
1.22
22
E) Radiasi Radiasi Sinar UV adl radiasi elektromagnetik dg panjang gelombang 180-400 nanometer
Sumber radiasi sinar UV : sinar matahari, blue printing, laundry, las listrik, sterilisasi makanan dan minuman
Akibat radiasi sinar UV : - akut: ketdknyamanan pd mata, katarak, kerusakan lensa mata, kulit terbakar - kronis : kanker kulit
Penilaian •
Alat : UV Radiometer
•
NAB : 0.1 mikro watt/cm2
•
Waktu pemajanan yg diperkenankan berdasar besarnya efek radiasi
(Kep.51/Men/1999)
WAKTU PEMAJANAN RADIASI SINAR ULTRA UNGU YANG DIPERKENANKAN
23
Masa Pemenajan per hari
Iradiasi Efektif (Eeff) µW/cm²
8 jam 4 jam 2jam 1 jam 30 menit 15 menit 10 menit 5 menit 1 menit 30 detik 10 detik 1 detik 0.5 detik 0.1 detik
0.1 0.2 0.4 0.8 1.7 3.3 5 10 50 100 300 3000 6000 30000
2. FAKTOR KIMIA Faktor kimia merupakan salah satu sumber bahaya potensial bagi pekerja. Bahan kimia yang didefinisikan sebagai unsur kimia, senyawa, dan campurannya yang bersifat alami maupun buatan (sintetis) selalu terdapat di setiap proses industri. Paparan terhadap zat-zat kimia tertentu di tempat kerja dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Untuk memahami faktor kimia di tempat kerja, seorang ahli K3 harus memiliki pengetahuan tentang efek toksik dan sifat dari suatu zat kimia. Identifikasi zat kimia berbahaya dapat dilakukan dengan melihat pelabelan bahan kimia dan Material Safety Data Sheet (MSDS). Dari pelabelan bahan kimia dan MSDS, Ahli K3 harus memberikan promosi kesehatan dan preventif pencegahan PAK (penyakit akibat kerja).
1)
Klasifikasi (berdasarkan bentuknya):
Partikulat, yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang mendispersi
di udara yang mempunyai ukuran demikian lembutnya sehingga kecepatan
24
jatuhnya mempunyai stabilitas cukup sebagai suspensi di udara. Bentuk ini memiliki ukuran 0.02-500µm.Yang termasuk dalam bentuk partikulat diantaranya adalah sebagai berikut. -
Debu: merupakan suspensi partikel benda padat di udara. Butiran debu ini
dihasilkan oleh pekerjaan mekanisasi, seperti pekerjaan yang berkaitan dengan gerinda, pemboran, pemecahan, dan penghancuran material padat. Ukuran debu dapat bervariasi mulai dari yang dapat terlihat dengan mata telanjang (50µm) sampai dengan yang tidak terlihat. Partikel debu yang berukuran kurang dari 10µm dapat membahayakan kesehatan karena dapat terhirup dan masuk ke dalam paru-paru, dan yang berukuran 0.5 – 4 µm dapat terdeposit pada alveolus paru, seperti debu kapas, silica, dan asbes. -
Fume: adalah partikel-partikel benda padat hasil kondensasi bahan-bahan
dari bentuk uap, biasanya terjadi setelah penguapan dari logam cair. Uap dari logam cair terkondensasi menjadi partikel-partikel padat di dalam ruangan logam cair tersebut, misalnya pada pekerjaan penyolderan, pengelasan, atau peleburan logam. Contoh: metal fume pada peleburan logam seperti ZnO dan PbO. -
Kabut (fog): adalah sebaran partikel-partikel cair di udara sebagai hasil
proses kondensasi dari bentuk uap atau gas melalui proses electroplanting dan penyemprotan di mana cairan tersebar, terpercik atau menjadi busa partikel buih yang sangat kecil. Contoh: kabut minyak yang dihasilkan selama operasi memotong dan gerinda. -
Asap (smoke):adalah partikel-partikel karbon yang mempunyai ukuran
kurang dari 0.5µm dan bercampur dengan senyawa hidrokarbon sebagai hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar, seperti hasil pembakaran batubara. -
Smog: adalah bentuk suspense antara smoke dan fog bersama di udara.
Smog terdapat pada pekerjaan pembuihan.
Non Partikulat
-
Gas adalah molekul dalam udara yang menempati ruang yang tertutup dan
dapat diubah menjadi cairan atau keadaan padat dengan pengaruh dari gabungan kenaikan tekanan dan pengurangan suhu. Gas dapat berdifusi dengan cara menjalar atau menyebar. Contoh : bahan seperti oksigen, nitrogen, atau karbon dioksida
25
dalam bentuk gas pada suhu dan tekanan normal, dapat diubah bentuknya hanya dengan kombinasi penurunan suhu dan penambahan tekanan. -
Uap adalah bentuk gas dari suatu bahan yang dalam keadaan normal
berbentuk padat atau cairan pada suhu dan tekanan ruang. Uap dapat dirubah kembali menjadi padat atau cair dengan menambah tekanan atau menurunkan suhu. Bahan-bahan yang memiliki titik didih yang rendah lebih mudah menguap dari pada yang memiliki titik didih yang tinggi. Contoh bentuk uap adalah uap air, uap minyak, uap merkuri, uap toluen.
2)
Pengaruh Fisiologis dan Patologis Bahan Kimia:
Bahan kimia iritatif adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan
iritasi atau menimbulkan bahaya apabila tubuh kontak dengan bahan kimia. Bagian tubuh yang terkena biasanya kulit, mata, dan saluran pernapasan. o
Iritasi melalui kulit apabila terjadi kontak antara bahan kimia tertentu dengan kulit, bahan itu akan merusak lapisan yang berfungsi sebagai pelindung. Keadaan ini disebut dermatitis (peradangan kulit).
o
Iritasi melalui mata kontak yang terjadi antara bahan-bahan kimia dengan mata bisa menyebabkan rusaknya mulai yang ringan sampai kerusakan permanen.
o
Iritasi saluran pernapasan oleh karena bahan-bahan kimia berupa bercak-bercak cair, gas atau uap akan menimbulkan rasa terbakar apabila terkena pada daerah saluran pernapasan bagian atas (hidung dan kerongkongan).
Bahan kimia bersifat asfiksian merupakan bahan kimia yang dapat
menyebabkan asfiksia, yaitu keadaan sesak napas dihubungkan dengan gangguan proses oksigensi dalam jaringan tubuh, sehingga menimbulkan sensasi tercekik dan dapat menyebabkan kematian. Terdapat dua jenis asfiksia, yakni: o
Simple asphyxiation (sesak napas yang sederhana) karena ini berhubungan dengan kadar oksigen di udara yang digantikan dan didominasi oleh gas seperti nitrogen, karbon dioksida, ethana, hidrogen
atau
helium
yang
kadar
tertentu
mempengaruhi
kelangsungan hidup.
26
o
Chemical asphyxiation (sesak napas karena bahan-bahan kimia). Pada situasi ini, bahan-bahan kimia langsung dapat mempengaruhi dan mengganggu kemampuan tubuh untuk mengangkut dan menggunakan zat asam, sebagai contoh adalah karbon monoksida, nitrogen, propan, argon, dan metana.
Bahan kimia bersifat zat pembius dapat mehilangkan kesadaran dan
mati rasa. Paparan terhadap konsentrasi yang relatif tinggi dari bahan kimia tertentu seperti ethyl dan prophyl alcohol (aliphatic alcohol), dan methylethyl keton (aliphatic keton), acetylene hydrocarbon ethyl dan isoprophyl ether, dapat menekan susunan saraf pusat.
Bahan kimia beracun/toksin merupakan bahan kimia yang dalam
kosentrasi relatif sedikit dapat mempengaruhi kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian. Manusia memiliki sistem yang komplek. Keracunan sistemik dihubungkan dengan reaksi dari salah satu sistem atau lebih dari tubuh terhadap bahan-bahan kimia yang mana reaksi ini merugikan dan dapat menyebar ke seluruh tubuh. Contoh bahan kimia toksin antara lain pestisida, benzene, dan sianida.
Bahan kimia karsinogenik. Paparan bakan-bahan kimia tertentu bisa
menyebabkan pertumbuhan sel-sel yang tidak terkendali, menimbulkan tumor (benjolan-benjolan) yang bersifat karsinogen. Tumor tersebut mungkin baru muncul setelah beberapa tahun bervariasi antara 4 tahun sampai 40 tahun. Bahan kimia seperti arsenik, asbestos, kromium, nikel dapat menyebabkan kanker paru.
Bahan kimia fibrotik merupakan bahan kimia yang bila masuk ke
dalam tubuh dapat menyebabkan terbentuknya jaringan fibrotik, seperti pneumokoniosis. Pneumokoniosis adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh mengendapnya partikel-partikel debu halus daerah pertukaran gas dalam paru-paru dan adanya reaksi dari jaringan paru dan membentuk jaringan fibrotik. Contoh bahan-bahan yang menyebabkan pneumokoniosis adalah crystalline silica, asbestos, talc, batubara dan beryllium.
27
3)
Pengukuran
Untuk mengetahui kondisi real tentang kadar kontaminan kimiawi di tempat kerja, maka perlu dilakukan pengukuran/pengujian terhadap faktor kimia yang memapari tempat tersebut dengan cara pengambilan sample yang selanjutnya akan dianalisis. Dalam melakukan pengukuran pada lingkungan kerja diperlukan pengambilan sample yang dapat dilakukan secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu yang pada prinsipnya harus representatif dalam 8 jam kerja. Metode yang digunakan antara lain Standar Nasional Indonesia (SNI), NIOSH, AIHA, dan lain-lain. Beberapa instrument analisis yang digunakan dalam pengujian faktor kimia adalah AAS untuk analisis kadar logam, GC untuk kadar hidrokarbon, spectrophotometer UV/Vis untuk analisis gas organik, dan X-Ray deffractometer. Nilai Ambang Batas (NAB), diatur berdasarkan surat edaran Permenakertrans No.13/MEN/X/2011 tentang NAB faktor kimia dan faktor fisika di tempat kerja. Kategori nilai ambang batas:
NAB rata-rata selama jam kerja
NAB pemaparan singkat
NAB tertinggi
4)
Pengendalian
Pengendalian potensi bahaya kimia dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti:
Pemberian label dan simbol pada wadah untuk bahan yang berisikan
tentang: nama bahan kimia, resiko yang ditimbulkan, jalan masuknya ke tubuh, efek paparan, cara penggunaan yang aman dan pertolongan pertama keracunan.
Memiliki MSDS, yaitu semua informasi mengenai suatu bahan kimia
yang dibuat oleh seuatu perusahaan, berisikan antara lain kandungan/komposisi, sifat fisik dan kmia, cara pengankutan dan penyimpanan, informasi APD sesuai NAB, efek terhadap kesehatan, gejala keracunan, pertolongan pertama keracunan, alamat dan nomor telepon pabrik pembuat atau distributor.
Memiliki petugas K3 kimia dan ahli K3 kimia yang mempunyai
kewajiban, melakukan identifikasi bahaya melaksanakan prosedur kerja aman, penganggulangan keadaan darurat dan mengembankan pengetahuan K3 di bidang kimia.
28
Prinsip pengendalian bahan kimia di lungkungan kerja dilakukan dengan
tahapan sebaai berikut: -
Pengendalian secara teknis
a.
Substitusi
b.
Isolasi
c.
Ventilasi (alamiah dan buatan)
-
Pengendalian administrasi
a.
Pemilihan bahan produksi potensi bahaya serendah mungkin
b.
Labelling. Telah dijelaskan sebelumnya.
c.
Penyimpanan bahan sesuai dengan kelompok sifat dan besar potensi
bahaya d.
Penanganan limbah dan sampah kimia secara khusus dan benar.
Dasar hukum yang mengatur pengendalian bahan kimia berbahaya adalah keputusan menteri tenaga kerja RI, No. Kep. 187/MEN/1999.
3. FAKTOR BIOLOGI Dasar hukum faktor biologis yang mempengaruhi lingkungan kerja adalah Kepres No. 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja (point) penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminan khusus. Biological hazard adalah semua bentuk kehidupan atau mahkluk hidup dan produknya yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Faktor biologis dapat dikategorikan menjadi: 1.
Mikroorganisme dan toksinnya (virus, bakteri, fungi, dan produknya);
2.
Arthopoda (crustacea, arachmid, insect);
3.
Alergen dan toksin tumbuhan tingkat tinggi (dermatitis kontak, rhinitis,
asma); 4.
Protein alergen dari tumbuhan tingkat rendah (lichen, liverwort, fern) dan
hewan invertebrata (protozoa, ascaris).
29
Faktor biologis dapat masuk ke dalam tubuh dengan cara:
1.
Inhalasi/ pernafasan (udara terhirup)
2.
Ingesti/ saluran pencernaan
3.
Kontak dengan kulit
4.
Kontak dengan mata, hidung, mulut
Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat
.
dihindari dengan pencegahan antara lain dengan: 1.
Administrasi kontrol seperti administrasi kesehatan awal karyawan baru,
pemeriksaaan kesehatan secara berkala bagi karyawan lama; 2.
Dilarang makan dan minum di area produksi;
3.
Menjaga kebersihan kebersihan perseorangan/individu;
4.
Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat
debu yang mengandung organisme patogen dengan cara menutupi hidung dan mulut dengan tujuan untuk menghindari debu respirabel (< 10 mikrometer); 5.
Menggunakan sarung tangan yang menutupi sampai siku saat
menuangkan bahan baku; 6.
Desinfeksi secara teratur terhadap lantai, dinding dan peralatan produksi;
7.
Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak
satu kali setiap bulan; 8.
Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya
mikroorganisme yang patogen pada sistem pendingin; 9.
Menggunakan alas kaki dan baju khusus dalam area produksi untuk
menghindari kontaminasi mikroorganisme dari luar; 10. Sebelum dan sesudah bekerja dalam area produksi diharuskan mencuci tangan di air mengalir dan sabun; 11. Pengontrolan suhu dan kelembaban udara dengan menggunakan pendingin ruangan untuk menekan pertumbuhan dari mikroorganisme; 12. Melakukan pengolahan terhadap limbah produksi. Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan mencegah penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari. Salah
30
satunya kantin atau tempat makan para pekerja berada di ruangan tertutup sehingga lalat tidak dapat keluar masuk dan hinggap pada makanan pekerja.
4. FAKTOR PSIKOSOSIAL Caplan (1984) mengatakan bahwa faktor-faktor psikososial adalah interaksi yang terjadi antara dan di tengah-tengah lingkungan kerja, isi pekerjaan, kondisi organisasi
dan
kapasitas
serta
kebutuhan
pekerja,
budaya
dan
pertimbangan-pertimbangan pribadi dengan pekerjaan yang berlebih. melalui persepsi dan pengalaman serta berpengaruh pada kesehatan, kinerja dan kepuasan kerja. Sedangkan Nitisemito (1996) mendefinisikan lingkungan kerja dengan segala sesuatu yang berada di sekitar karyawan dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Dimberg (dalam Johansson dick., 1993) menyatakan bahwa dalam suatu penelitian yang melibatkan sekitar 3.759 pekerja dari lingkungan pabrik diketahui bahwa betapa besar peran faktor psikososial dalam lingkungan kerja. Secilra jelas dikatakan bahwa ternyata peran faktor psikososial dalam lingkungan kerja begitu penting untuk meningkatkan dukungan sosial dan menciptakan kesempatan bagi karyawan atau pekeJja untuk mengendalikan situasi kerja dan juga meningkatkan motivasi kerja. Johansson & Rubenowitz (1994) menjelaskan faktor-faktor psikososial dalam lingkungan kerja yang memiliki pengaruh dalam kinerja sebagai berikut :
a. Pengaruh dan kontrol pekerjaan Dalam hal ini ada beberapa hal yang bisa dilihat antara lain seperti pengaruh tingkatan kerja, pengaruh metode kerja, pengaruh aIokasi kerja dan kontrol teknis serta pengaruh peraturan kerja
b. Iklim terhadap penyelia Iklim yang bisa dilihat adalah kontak dengan penyeJia, saat penyelia meminta saran dan masukan terbadap masalah-masalah yang dengan pekerjaan. saat penyeJia memberikanpertimbangan sudut pandang tertentu dan memberikan informasi yang dibutuhkan serta iklim berkomunikasi dalam organisasi atau perusahaan
31
c. Rangsang dari kerja itu sendiri Hal-hal yang diperhatikan adalah apakah pekerjaan tersebut menarik dan menstimulasi individu untuk bekerja atau tidak, apakah pekerjaan tersebut bervariasi dan terbagi-bagi atau tidak, kesempatan untuk mempergunakan bakat dan keterampilan, kesempatan untuk belajar banyak hal baru dari pekerjaan dan perasaan keseluruhan tentang pekerjaan yang dilakukan
d. Hubungan dengan rekan kerja Hal-hal yang diperhatikan antara lain adalah hubungan dan kontak dengan rekan kerja, pembicaraan tentang halhal yang berkaitan dengan pekerjaan dengan rekan kerja, perluasan pengalaman dalam suasana kerja yang menyenangkan, diskusi tentang masalah yang berkaitan dengan pekerjaan dan penghargaan rekan kerja sebagai seorang teman yang baik atau bukan e. Beban kerja secara psikologis Beberapa hal yang dipertimbangkan adalah stres kerja, beban kerja, perasaan lelah dan kejenuhan sehabis bekerja yang meningkat, ada atau tidaknya kemungkinan untuk relaksasi dan beristirahat saat bekerja dan beban mental yang ditimbulkan oleh pekerjaan itu sendiri
Konsekuensi dari Kurang Diperhatikannya Faktor Psikososial dalam Lingkungan Kerja
Menurut Sitaniapessy (2000), paling tidak ada dua hal yang bisa dilakukan untuk mempertahankan keberadaan karyawan atau pekerja. Dua hal tersebut adalah : I. Pemberian upah yang layak. Karyawan bukan sesuatu yang tidak ada nilainya sehingga perlakuan yang diterima menjadi eksploitatif. Pemberian upah harus sebanding dengan stan dar dan kesejahteraan karyawan pun harus diperhatikan. 2. Penghargaan non finansial. Penghargaan seperti ini bisa berupa puj ian dan penghargaan secara formal. Peran Faktor-Faktor Psikososial .(Wahyu Rahardjo)
32
Penghargaan Inl dapat berguna meningkatkan rasa memiliki, kebanggaan dan menimbulkan harapanharapan yang positif. Paling tidak perusahaan atau organisasi menyadari bahwa manusia memiliki sisi psikologis, bukan mesin yang dapat diganti serta dibongkar pasang oleh pemiliknya atau digunakan nonstop selama beberapa tahun (Sitaniapessy, 2000). Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat dipahami betapa sisi psikologis memang harns lebih diperhatikan oleh perusahaan sebab tak banyak yang menyadari bahwa konsekuensi buruk yang akan ditimbulkan kelak akan sangat merugikan karyawan itu sendiri.
Caplan (1984) mengatakan bahwa jika tercipta interaksi yang negatif antara kondisi pekerjaan dengan faktor manusia atau pekerja maka akan terjadi keguncangan emosi, masalah perilaku, perubahan biokimia dan neohormonal sampai pada resiko sakit secara mental dan psikis. Secara lebih jauh, konsekuensi-konsekuensi psikologis yang bisa terjadi antara lain adalah (1) perasaan kesepian dan terpencil, (2) pasrah dan merasa trurang atau tidal( dihargai dengan pantas, (3) perasaan jenuh dan lelah yang berlebih, (4) timbulnya leamed heIpIesness, (5) penurunan motivasi kerja sampai pada (6) kioerja yang buruk dan (7) penurunan produktivitas kerja.
Sedangkan dari sisi konsekuensi yang dapat terjadi adaIah (1) kelelahan yang sifatnya nyata dan terjadi secara dini, (2) nyeri pada bagian-bagian tubuh tertentu seperti leber, bahu dan punggung bagian bawah yang sering disebut dengan musculoskeletal symptoms (Johansson & . Nonas, 1994; Johansson & Bemowitz, 1994), dan (3) kemudian jatuh sakit.
33
Musculoskeletal symptoms sendiri menurut Everly & Girdano (dalam Munandar. 2001) ditandai dengan tanda-tanda seperti (I) jarijari dan tangan gemetar, (2) tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat, (3) mengembangkan tic, (4) kepala mulai sakit, (5) merasa o1ot menjadi tegang atau kaku, (6) berbicara gagap. dan (7) leher menjadi kaku
H) Sanitasi Industri Prinsip dasar sanitasi terdiri dari:
Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga kebersihan;
Sanitasi ini merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh industri dalam
menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP);
Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit pada tenaga kerja dan
lingkungan sekitar perusahaan;
Manfaat yang diperoleh bagi konsumen bila industri pangan adalah konsumen
terhindar dari penyakit atau kecelakaan karena keracunan makanan;
Manfaat yang diperoleh bagi produsen adalah produsen dapat meningkatkan
mutu dan umur simpan produk, mengurangi komplain dari konsumen;
Mengurangi biaya recall;
Praktik sanitasi meliputi pembersihan, pengelolaan limbah, dan higiene
pekerja yang terlibat. Sanitasi industri meliputi: 1) Water supply: Suplai air dibagi menjadi dua berdasarkan penggunaannya, yaitu:
Domestik untuk karyawan, makan, minum, dll
Proses produksi
2) Pembuangan kotoran dan sampah: sampah dibagi menjadi dua, yaitu:
Domestik berasal dari karyawan, bukan dari proses produksi
Sampah industri padat, cair
34
Sampah ini memerlukan manajemen khusus dalam pengelolaannya. Sampah dapat diolah kembali untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat ataupun sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi dan dikembalikan ke alam sebagai bahan yang tidak berbahaya dan mudah terurai. 3) Sanitasi makanan: Sanitasi makanan memegang peranan penting dalam proses produksi. Sanitasi makanan berhubungan langsung kepada tenaga kerja ataupun proses produksi dalam industri pangan. Sanitasi makanan merupakan usaha pencegahan penyakit, dapat menjadi pertimbangan ekonomi dalam penyediaan makanan dan merupakan pencegahan penyakit yang efektif. Hal–hal yang diperhatikan dalam sanitasi makanan adalah:
Kebersihan makanan penyediaan bahan makanan, pengolahan makanan,
pengangkutan bahan makanan dan penyajian makanan
Kebersihan peralatan
Kebersihan fasilitas
Kantin dan ruang makan
Kercunan makanan
4) Pencegahan dan pembasmian vektor dan roden: Vektor adalah binatang yang berperan dalam pemindahan penyakit dari sumbernya ke manusia. Contoh-contoh vektor seperti tikus, lalat, nyamuk, kecoa, kutu dan lain-lain. Masing-masing vektor membawa penyakit tertentu dan dapat mengenai tenaga kerja, sehingga dapat menurunkan produktivitas. Pengendalian vektor dapat dilakukan oleh pihak perusahaan sendiri ataupun memakai jasa pengendalian vektor profesional. 5) Penyediaan fasilitas kebersihan: Fasilitas kebersihan merupakan hal yang mutlak harus tersedia dalam industri dan memegang peranan penting dalam proses produksi. Fasilitas kebersihan menjamin tenaga kerja untuk menjalankan fungsi-fungsi biologis seperti buang air kecil, buang air besar, makan, tempat ganti pakaian, dan lain-lain. Hal – hal yang termasuk fasilitas kebersihan, yaitu:
WC (kakus) memenuhi syarat-syarat wc sehat, jumlah wc sebanding
dengan jumlah pekerja
Tempat cuci
Tempat mandi membersihkan badan sebelum pulang
35
Tempat baju kerja (locker) tempat ganti pakaian sebelum dan sesudah
kerja
Ruang makan dan kantin memenuhi syarat – syarat rumah makan sehat
atau kantin sehat.
I) Pengolahan Limbah Limbah industri merupakan buangan yang keberadaannya di tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah industri tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu, yang memiliki nilai ekonomis berupa limbah yang dengan melakukan proses lanjut akan memberi nilai tambah, serta limbah yang tidak mempunyai nilai ekonomis berupa limbah yang diolah dalam bentuk proses apapun tidak dapat memberikan nilai tambah tetapi hanya dapat mempermudah sistem pembuangan. Limbah padat dan cair yang dihasilkan akibat proses produksi sebaiknya ditempatkan pada bak sampah tersendiri yang telah dipilah-pilah berdasarkan jenisnya serta apakah termasuk limbah B3 atau bukan. Untuk limbah yang bukan termasuk B3 perlu dipilah lagi apakah bisa didaur ulang atau bisa langsung dibakar atau dikubur. Yang termasuk ke dalam limbah B3 adalah limbah industri yang mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan berbahaya, di mana limah B3 tersebut merupakan bahan dalam jumlah sedikit tetapi mempunyai potensi mencemari dan merusak lingkungan hidup dan sumber daya. Limbah cair yang dihasilkan industri harus diolah terlebih dahulu sesuai dengan spesifikasinya. Kontainer tempat menampung limbah yang termasuk kategori B3 tidak boleh bocor, sampah tidak boleh tercecer pada waktu pengumpulan dan penyimpanan sementara sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir B3. Secara umum, pengolahan limbah industri dapat dilakukan melalui 3 proses, yaitu: 1) Proses pengolahan secara fisika:
Sedimentasi,yaitu suatu proses pemisahan bahan padat dari cairan secara
gravitasi.
Flotasi, yaitu memisahkan partikel dengan densitasnya, menggunakan aliran
udara yang dimasukkan kedalam sistim.
36
Separasi minyak-air, yaitu dengan memisahkan bagian terbesar minyak dari
aliran limbah dengan menggunakan prinsip dasar perbedaan spesifitas gravities anatara air dan minyak yang dibuang. 2) Proses pengolahan secara kimiawi:
Koagulasi-presipitasi, yaitu pencampuran bahan kimia secara merata menjadi
gumpalan-gumpalan yang cukup besar.
Netralisasi, yaitu proses untuk menurunkan sifat asam atau basa dalam air.
3) Proses pengolahan secara biologi:
Aerobic suspended growth process, yaitu memasukkan air limbah ke dalam
reaktor concrete steel earthen tank dengan aliran konsentrasi yang sangat tinggi.
Aerobic attached growth process, yaitu proses mikroorganisme dimasukkan
kedalam beberapa media.
Aerobic lagoons (kolam stabilisasi), yaitu kolam tanah yang luas dan dangkal
untuk mengolah air limbah dengan menggunakan proses alami dengan melibatkan ganggang dan bakteri.
Anaerobic lagoons, yaitu air limbah mentah bercampur dengan massa
mikrobial aktif dalam lapisan sludge. Pengolah limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya dapat berasal dari limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawah bersama gas tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani pencemaran udara oleh limbah gas dan materi partikulat yang terbawah bersamanya. 1) Mengontrol Emisi Gas Buang:
Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan
hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas sulfur oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan cara desulfurisasi menggunakan filter basah (wet scrubber);
Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan
berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi partikulat, karena filter basah juga digunakan untuk menghilangkan materi partikulat;
Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan
bermotor dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon
37
monoksida dan hidrokarbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan cara memasang alat pengubah katalitik (catalytic converter) untuk menyempurnakan pembakaran;
Selain cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang jugadapat dikurangi
kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan sumber bahan bakar alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas buang yang merupakan polutan. 2) Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan:
Filter Udara:
Filter udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau stack, agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih yang saja yang keluar dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus secara tetap diamati (dikontrol), kalau sudah jenuh (sudah penuh dengan abu/debu) harus segera diganti dengan yang baru. Jenis filter udara yang digunakan tergantung pada sifat gas buangan yang keluar dari proses industri, apakah berdebu banyak, apakah bersifat asam, atau bersifat alkalis dan lain sebagainya
Pengendap Siklon:
Pengendap Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu / abu yang ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara/gas buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang relatif
“berat” akan jatuh ke bawah. Ukuran partikel/debu/abu yang bisa
diendapkan oleh siklon adalah antara 5 µ - 40 µ. Makin besar ukuran debu makin cepat partikel tersebut diendapkan.
Filter Basah:
Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alat, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut semprotkan air turun ke bawah. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dapat juga prinsip kerja pengendap siklon dan filter basah digabungkan menjadi satu.
Pegendap Sistem Gravitasi:
38
Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 µ atau lebih. Cara kerja alat ini sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung pada dimensi alatnya.
Pengendap Elektrostatik:
Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara yang kotor dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah aerosol atau uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara yang keluar dari alat ini sudah relatif bersih. Alat pengendap elektrostatik ini menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai tegangan antara 25-100 kv. Alat pengendap ini berupa tabung silinder di mana dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding tabung, diberi muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan yang cukup besar akan menimbulkan corona discharge di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan udara kotor seolah-olah mengalami ionisasi. Kotoran udara menjadi ion negatif sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan masing-masing akan menuju ke elektroda yang sesuai. Kotoran yang menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan udara bersih akan berada di tengah-tengah silinder dan kemudian terhembus keluar.
39
BAB III HASIL PENGAMATAN A. Faktor Fisika Lokasi
Potensi Bahaya
Steel Melting 1. Pencahayaan
Hasil Pengamatan 1. Menurut yang
Saran
pengamatan 1.
dilakukan
Saran
pada
pada control room lebih
tempat tersebut sumber baik pencahayaan pencahayaan
masih ditingkatkan agar
kurang, terutama pada tidak
terjadi
control room. Diruang kemungkinan ini dimaksudkan untuk kelalaian
dalam
mengontrol pergerakan mengoperasikan crane.
tombol
akibat
cahaya
yang
minimal.
2. Kebisingan
2. Menurut yang
pengamatan 2. Saran kepada
dilakukan
tempat
pada pegawai
agar
tersebut dituntut
untuk
didapatkan suasana kerja selalu yang sangat bising yang menggunakan bersumber dari mesin APD dengan baik. yang
beroperasi. Untuk
manager
Walaupun bising pada disarankan
agar
pekerja tetap melakukan lebih pekerjaan.
tegas
Ditemukan terhadap
para
beberapa pekerja tidak pegawai
yang
menggunakan
patuh
yang sesuai.
APD tidak terhadap
SOP
yang berlaku.
40
3. Getaran
3. Menurut yang
pengamatan 3.
dilakukan
Dilakukan
pada pengukuran besar
tempat tersebut terdapat getaran
untuk
getaran yang disebabkan mengetahui oleh mesin-mesin yang besarnya
potensi
sedang bekerja, tetapi bahaya besaran
getaran
yang
tidak ditimbulkan oleh
dapat ditentukan karena getaran mesin. tidak tersedia alat untuk mengukur
sehingga
kami tidak mengetahui seberapa besar potensi bahaya
yang
ditimbulkan.
4. Radiasi
4.
Kami
sulit
untuk 4.
Dilakukan
menentukan adanya potensi pemeriksaan bahaya radiasi.
atau
ada
tidaknya
potensi
bahaya
radiasi.
5. Iklim Kerja
Ruang 5.
Menurut
pengamatan 5.
Diharapkan
yang dilakukan pada tempat untuk
pihak
tersebut didapatkan suasana perusahaan untuk kerja yang cukup panas dan menyediakan lembab dikarenakan proses tempat peleburan.
istirahat
dengan suhu yang nyaman cukup
dan pasokan
minum
untuk
menghindari dehidrasi.
41
Rolling Mills
1. Pencahayaan
1.
Menurut
pengamatan 1. Saran agar lebih
yang dilakukan pada tempat baik pencahayaan tersebut
sumber ditingkatkan agar
pencahayaan masih kurang. tidak
terjadi
Diruang ini dimaksudkan kemungkinan untuk
mengontrol kelalaian
dalam
pergerakan overhead crane mengoperasikan dan aktivitas pekerjaan.
dan
mengawasi
crane
akibat
cahaya
yang
minimal.
2. Kebisingan
2.
Menurut
pengamatan 2. Saran kepada
yang dilakukan pada tempat pegawai
agar
tersebut didapatkan suasana dituntut
untuk
kerja yang sangat bising selalu yang bersumber dari mesin menggunakan yang beroperasi. Walaupun APD dengan baik. bising pada pekerja tetap Untuk melakukan
manager
pekerjaan. disarankan
agar
Ditemukan beberapa pekerja lebih
tegas
tidak menggunakan APD terhadap
para
yang sesuai.
pegawai
yang
tidak
patuh
terhadap
SOP
yang berlaku.
3. Getaran
3.
Menurut
pengamatan 3.
Dilakukan
yang dilakukan pada tempat pengukuran besar tersebut yang
terdapat disebabkan
getaran getaran
untuk
oleh mengetahui
mesin-mesin yang sedang besarnya
potensi
42
bekerja,
tetapi
getaran
tidak
besaran bahaya
yang
dapat ditimbulkan oleh
ditentukan
karena
tidak getaran mesin.
tersedia
alat
untuk
mengukur sehingga kami tidak mengetahui seberapa besar potensi bahaya yang ditimbulkan.
4. Radiasi
4.
Kami
sulit
untuk 4.
Dilakukan
menentukan adanya potensi pemeriksaan bahaya radiasi.
atau
ada
tidaknya
potensi
bahaya
radiasi.
5. Iklim
Ruang 5.
Kerja
Menurut
pengamatan 5.
Diharapkan
yang dilakukan pada tempat untuk
pihak
tersebut didapatkan suasana perusahaan untuk kerja yang cukup panas dan menyediakan lembab dikarenakan proses tempat pembentukan.
istirahat
dengan suhu yang nyaman cukup
dan pasokan
minum
untuk
menghindari dehidrasi. Warehouse
1. Pencahayaan
1.
Menurut
pengamatan 1. Sudah cukup
yang dilakukan pada tempat baik. tersebut
sumber
pencahayaan sudah cukup baik
dikarenakan
hanya
tempat untuk penyimpanan
43
sehingga tidak dibutuhkan pencahayaan yang terang.
2. Kebisingan
2.
Menurut
pengamatan 2. Sudah cukup
yang dilakukan pada tempat baik. tersebut didapatkan suasana kerja yang cukup baik dan tidak bising karena tidak adanya mesin yang bekerja pada ruangan tersebut.
3. Getaran
3.
Menurut
pengamatan 3. Sudah cukup
yang dilakukan pada tempat baik. tersebut getaran
tidak
terdapat
yang
menyebabkan
dapat potensi
bahaya karena tidak ada mesin-mesin yang sedang bekerja.
4. Radiasi
4.
Kami
sulit
untuk 4.
Dilakukan
menentukan adanya potensi pemeriksaan bahaya radiasi.
atau potensi
ada
tidaknya bahaya
radiasi.
5. Iklim
Ruang 5.
Kerja
Menurut
pengamatan 5. Sudah cukup
yang dilakukan pada tempat baik. tersebut didapatkan suasana kerja yang cukup baik untuk tempat penyimpanan.
Quality
1. Pencahayaan
1.
Menurut
pengamatan 1. Sudah cukup
44
Control Lab
yang dilakukan pada tempat baik. tersebut
sumber
pencahayaan sudah cukup baik dan terang.
2. Kebisingan
2.
Menurut
pengamatan 2. Sudah cukup
yang dilakukan pada tempat baik. tersebut didapatkan suasana kerja yang cukup baik dan tidak bising karena tidak adanya mesin yang bekerja pada ruangan tersebut.
3. Getaran
3.
Menurut
pengamatan 3. Sudah cukup
yang dilakukan pada tempat baik. tersebut getaran
tidak yang
menyebabkan
terdapat dapat potensi
bahaya karena tidak ada mesin-mesin yang sedang bekerja.
4. Radiasi
4.
Kami
sulit
untuk 4.
Dilakukan
menentukan adanya potensi pemeriksaan bahaya radiasi.
atau potensi
ada
tidaknya bahaya
radiasi.
5. Iklim Kerja
Ruang 5.
Menurut
pengamatan 5. Sudah cukup
yang dilakukan pada tempat baik. tersebut didapatkan suasana kerja dan iklim yang cukup
45
baik dan nyaman.
B. Faktor Kimia Lokasi Steel Melting
Potensi Bahaya 1. Debu
Hasil Pengamatan 1.
Saran
Menurut 1.
Alangkah
pengamatan
yang baiknya
diberikan
dilakukan
pada masker yang lebih
tempat
tersebut baik dengan ukuran
terdapat
banyak dan pori-pori yang
debu
diakibatkan lebih sesuai agar
oleh pemecahan
proses dapat
menyaring
dan debu.
Serta
peleburan material. pemberian
APD
Sehingga
untuk
dapat kacamata
terlihat secara kasat melindungi
mata
mata. Pekerja telah dari
Serta
memakai dalam
debu.
masker sosialisasi proses pekerja
kepada mengenai
produksi meskipun dampak debu bagi masker dipakai pori-pori
yang kesehatan dan juga memiliki dilakukan yang pemeriksaan
cukup besar dan kesehatan ukuran kurang sehingga pekerja dapat
secara
yang berkala. sesuai para masih menghirup
debu dan banyak yang
belum
menggunakan APD dengan baik salah
46
satunya
seperti
pelindung mata.
2. Fume
2.
Menurut
pengamatan kami
yang
lakukan,
terdapat
metal
fume
dari 2.
Alangkah
peleburan material baiknya yang
diberikan
berpotensi masker yang baik
menimbulkan
dengan ukuran dan
masalah
pori-pori
pernapasan,
lebih sesuai agar
yang
masalah mata dan dapat
menyaring
masalah kesehatan debu.
Serta
lainnya.
pemberian
APD
kacamata
untuk
melindungi
mata.
Dan juga dilakukan 3. Kabut
3.
Menurut pemeriksaan
pengamatan kami
yang kesehatan
secara
lakukan, berkala.
terdapat kabut yang dihasilkan penuangan leburan ketempat
dari 3. cairan baiknya
Alangkah diberikan
besi masker yang baik dengan ukuran dan
pembentukan yang pori-pori
yang
berpotensi
sesuai.
Serta
menimbulkan
pemberian
APD
masalah
kacamata
untuk
pernapasan,
melindungi
mata.
47
masalah mata dan Dan juga dilakukan masalah kesehatan pemeriksaan lainnya.
kesehatan
secara
berkala.
Rolling Mills
1. Debu
1.
Menurut 1.
Alangkah
pengamatan
yang baiknya
diberikan
dilakukan
pada masker yang lebih
tempat
tersebut baik dengan ukuran
terdapat
banyak dan pori-pori yang
debu
diakibatkan lebih sesuai agar
oleh
proses dapat
menyaring
pembentukan baja. debu.
Serta
Sehingga
dapat sosialisasi
terlihat secara kasat pekerja
kepada mengenai
mata. Pekerja telah dampak debu bagi memakai dalam
masker kesehatan. proses
produksi meskipun masker
yang
dipakai
memiliki
pori-pori
yang
cukup besar dan ukuran
yang
kurang
sesuai
sehingga pekerja dapat
para masih menghirup
debu dan banyak yang
belum
menggunakan APD
48
dengan baik.
C. Faktor Biologi Lokasi
Temuan
Jenis Bahaya
Dampak
Saran
Potensi Steel
1. Kemungkinan 1. Mikroorganisme 1.
Melting
adanya
pada ruangan yang terjadi infeksi secara berkala
Rolling
mikroorganisme
lembab akibat suhu pada saluran pada
Mills
di
ruang
Resiko 1. Pembersihan
kerja pernafasan
sehingga
lingkungan.
dapat akibat
menimbulkan
mikroorganis
gangguan
me
kesehatan. Warehouse
1. Kemungkinan 1. Nyamuk dapat 1. adanya nyamuk berperan
Resiko 1.
sebagai terjangkitnya
Memberishkan
yang bersarang vector penyakit.
penyakit
gedung
di tempat gelap
penyakit
penyimpanan,
dan
yang
fogging
ditularkan
berkala
oleh nyamuk
pemberian
tumpukan
barang
dan
penerangan yang memadai.
D. Kebersihan, Higiene Indsutri dan Pengolahan Limbah Ruang Lingkup Water Supply
Temuan di Lapangan 1. Penggunaan air yang diberikan kepada pekerja untuk minum tersedia di setiap ruangan sehingga mudah dijangkau. Air yang digunakan hasil dari proses filtrasi dari perusahaan yang sudah di uji pada lab Kesda.
49
2. Air yang digunakan untuk proses produksi digunakan untuk berulang-ulang karena memiliki sirkulasi tertutup sehingga tidak mencemari persediaan air lainnya. Pembuangan
1. Menurut narasumber, pembuangan sampah dari para pekerja
Sampah
diproses dinas kebersihan setempat. 2. Untuk sampah industri digunakan untuk membuat material baru. Apabila barang sudah tidak dapat digunakan kembali, barang diberikan kepada pihak ke-3 yang akan mengolah lebih lanjut
Sanitasi Makanan
1. Untuk saat ini narasumber mengatakan bahwa makanan yang diperoleh oleh pekerja didapat melalui catering dikarenakan sedang dilakukan renovasi pada kantin. Untuk nutrisi sudah dikonsultasikan dengan dokter perusahaan tersebut. Perusaahn juga selalu mengambil sampling pada setiap makanan untuk berjaga-jaga.
Fasilitas
1. Pembersihan dilakukan setiap harinya oleh karyawan
Kebersihan
kebersihan. 2. Fasilitas kebersihan dinilai cukup.
50
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Higiene perusahaan adalah aspek yang memberikan perlindungan kepada tenaga kerja sehingga tenaga kerja dapat terhindar akibat penyakit kerja yang disebabkan oleh karena higiene perusahaan yang tidak berjalan dengan baik serta sebagai sarana untuk membina tenaga kerja agar mampu bekerja secara produktif dan efektif sehingga produktifitas tetap meningkat.
Penerapan higiene perusahaan di tempat kerja sangat penting agar tenaga kerja selalu dalam kondisi sehat, bebas dari penyakit akibat kerja, bekerja dengan nyaman, produktif, selamat dan sejahtera. Namun untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu adanya kemampuan, kemauan, dan rasa peduli antar sesame pihak, serta adanya kerjasama yang baik.
Dari hasil observasi yang sudah dilakukan secara keseluruhan PT. Jakarta Cakra Tunggal Steel memenuhi syarat higiene industri namun ada beberapa kekurangan pada ruangan-ruangan tertentu seperti pencahayaan yang masih kurang, suasana kerja yang cukup panas dan lembab serta masih kurangnya kesadran beberapa pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri saat bekerja.
B. Saran Diharapkan perusahaan mampu untuk melakukan atau melaksanakan pengukuran uji lingkungan diketahui nilai ambang batas, sehingga tenaga kerja dapat bekerja dengan nyaman dan terhindar dari penyakit akibat kerja dan alat pelindung diri untuk bagian sablon dan printing agar terhindar dari bahaya yang dapat timbul serta melaksanakan pemeriksaan kesehatan secara berkala kepada tenaga kerja.
51
Lampiran
Gambar 1. Steel Melting
Gambar 3. Toilet
Gambar 2. Rolling Mills
Gambar 4. Mesin Quality Control
52
Gambar 5. Rolling Mills
Gambar 6. Control Room
53