TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
BAB III TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
Pers Persam amaa aan n peng pengat atur ur untu untuk k simu simula lasi si alir aliran an supe superk rkri riti tiss dan dan per peris isti tiwa wa lonc loncat atan an hidr hidrol olik ik dua dua dime dimens nsii dapa dapatt dide dideka kati ti deng dengan an menggunakan menggunakan persamaan St. Venant atau hasil penurunan persamaan hidrodinamika di perairan dangkal. Persamaan hidrodinamika tersebut ber beraw awal al dari dari huku hukum m keke kekeka kala lan n mass massaa yang yang akan akan meng mengha hasi silk lkan an persama persamaan an dasar dasar kontinuitas dan dan huku hukum m gera gerak k Newton yang yang akan akan mengha menghasil silkan kan persam persamaa aan n dasar dasar momentum. Sela Selanj njut utny nyaa dila dilaku kuka kan n proses rata-rata masing-masing persamaan pada aliran turbulen terhadap waktu dalam bentuk persamaan tiga dimensi. Menggunakan pengertian aliran aliran di perairan perairan dangkal, dangkal, maka dilakuka dilakukan n proses proses rata-rata rata-rata terhadap terhadap kedalaman untuk masing-masing persamaan, sehingga dapat mengubah bentu bentuk k persa persamaa maan-p n-pers ersama amaan an terseb tersebut ut dalam dalam dua dimens dimensii dimana dimana asumsi jenis fluida yang digunakan adalah fluida Newton .
2.1. Jenis Fluida
Berdasarkan sifat gaya gesernya, fluida dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu :
a.
Fluida Newton Fluida Newton
Tekanan geser (shear stress) sebanding dengan gradien kecepatan/ laju perubahan kecepatan yang ditunjukkan pada persamaan berikut :
τ =µ
du dy
(2.1)
II - 1
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
b. Flui Fluida da Ide dea al
Yang dimaksud dengan fuida ideal adalah fluida yang memiliki sifatsifat tak mampu mampat dan tak kenta kental, l, sehing sehingga ga tidak tidak terdap terdapat at tahanan geser yang menyebabkan tergelincir secara tangensial . Gaya yang bekerja pada fluida ideal terletak pada permukaan batas dengan arah normal terhadap permukaan tersebut. Bukan Newton c. Fluida Bukan Newton
Tekanan geser tidak sebanding dengan laju perubahan kecepatan. Perbedaan mendasar antara fluida ideal dan fluida nyata adalah adanya gelinciran dan tahanan geser yang menyebabkan perbedaan pada analisa teoritis terhadap hasil eksperimen. Berdasarkan anggapan di atas, sebuah benda yang bergerak pada fluida ideal tidak akan mengalami gaya seret " drag force", sedangkan pada fluida nyata dengan adanya kekentalan tangensial menyebabkan terjadinya seretan pada benda yang bergerak.
Gambar 2.1
Jenis fluida berdasarkan gaya gesernya. II - 2
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
2.2. Keadaan Aliran
Keadaan atau perilaku aliran pada saluran terbuka pada dasarnya ditentuk ditentukan an oleh pengaruh pengaruh kekentala kekentalan n dan gaya tarik bumi. Pengaruh Pengaruh kekentala kekentalan n dapat dapat menyeba menyebabkan bkan aliran aliran bersifat bersifat laminar , turbulen dan
peralihan. Peng Pengar aruh uh grav gravit itas asii terh terhad adap ap kead keadaa aan n alir aliran an diny dinyat atak akan an dengan rasio gaya inersia dan gaya tarik bumi. Rasio ini dikenal dengan
bilangan Froude : F
=
V
(2.2)
gh
dimana : V
= ke kecepatan ra rata-rata al aliran (m (meter/detik)
g
= gravitasi (meter/detik 2 )
h
= kedalaman hi hidrolik (meter)
2.2. 2.2.1. 1. Alir Aliran an Krit Kritis is
Suatu aliran dikatakan bersifat kritis jika bilangan Froude F = 1 atau equivalent dengan kecepatan kritis : V
= gh
Kecepatan kritis
(2.3) V
= gh dikenal sebagai kecepatan rambat (celerity)
pad padaa gelo gelomb mban ang g yang yang terj terjad adii di salu salura ran n akib akibat at peru peruba baha han n seke sekeja jap p kedalaman air setempat. 2.2.2. Aliran Subkritis
Apabila bilangan Froude F kurang dari satu atau
V
< gh ,
maka aliran bersifat subkritis. Pada keadaan ini, peranan gaya tarik bumi lebi lebih h meno menonj njol ol sehi sehing ngga ga alir aliran an memp mempun unya yaii kece kecepa pata tan n rend rendah ah dan dan
II - 3
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
tenang. 2.2. 2.2.3. 3. Alir Aliran an Super Superkr krit itis is
Suatu aliran dikatakan superkritis jika bilangan Froude F lebih dari dari satu satu atau atau
V
> gh . Gaya Gaya-ga -gaya ya iner inersi siaa yang yang beke bekerj rjaa sang sangat at
menonj menonjol ol sehing sehingga ga alira aliran n mempun mempunyai yai kecep kecepata atan n tingg tinggii yang yang biasa biasa disebut cepat atau merejam. 2.2. 2.2.4. 4. Lonc Loncat atan an Hidr Hidrol olik ik
Lonc Loncat atan an hidr hidrol olik ik dapa dapatt terj terjad adii jika jika suat suatu u alir aliran an supe superk rkri riti tiss berubah menjadi aliran subkritis pada suatu kedalaman tertentu dimana aliran superkritis akan meloncat untuk mencapai kedalaman alternatif. Peruba Perubahan han ini ini sering sering terjad terjadii dalam dalam salur saluran an terbuk terbukaa yang yang dinyat dinyatak akan an dalam perubahan berturut-turut kecepatan aliran dari tinggi ke rendah yang berlangsung secara tiba-tiba sehingga menghasilkan peningkatan muka air yang mendadak. Peristiwa ini dapat ditemui pada saluran di hilir kolam pembilas, di kaki pelimpah dan pada tempat-tempat di mana saluran yang kemiringannya besar tiba-tiba berubah mendatar. Saluran terbuka transisi banyak digunakan dalam aplikasi teknik hidrol hidrolik ik untuk untuk mengh menghasi asilka lkan n ekspa ekspansi nsi later lateral al atau atau kontra kontraksi ksi alira aliran. n. Biasa iasan nya
alir liran
pada pada
salu salurran
tra transisi sisi
adala dalah h
supe uperkri rkriti tiss
dan
menghasilkan gelombang tegak/berdiri, loncatan hidrolik dan gangguan yang yang besar besar pada pada permuk permukaa aan n air. air. Lonca Loncatan tan hidrol hidrolik ik dapat dapat diarti diartika kan n sebagai disipator energi yang digunakan untuk mendisipasikan energi yang ada dari jatuhan air bagian hilir pada pada struktur hidrolik. Kedalaman aliran sebelum loncatan selalu lebih kecil daripada sesu sesuda dah h lonc loncat atan an.. Keda Kedala lama man n sebe sebelu lum m lonc loncat atan an dike dikena nall deng dengan an
II - 4
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
kedalaman awal h1 (initial depth) dan sesudah loncatan dikenal dengan kedalaman turutan h2 (sequent depth). Keduanya harus dbedakan dengan kedalaman selang-seling (alternate depths) h1 dan h2 yang merupakan dua kemungkinan kedalaman untuk energi spesifik yang sama. Kedalaman awal dan turutan merupakan kedalaman yang sesungguhnya pada saat sebelum dan sesudah loncatan dengan mencantumkan kehilangan energi Δ E. Energi spesifik E 1 pada h1 lebih besar dari energi spesifik E 2 pada h2 serta suatu besaran yang sama dengan kehilangan energi Δ E . Bila tidak terdapat kehilangan energi, kedalaman awal dan kedalaman turutan akan menyerupai kedalaman selang-seling dalam suatu saluran prismatik. Besarnya kehilangan energi tersebut adalah :
∆E = E 1 − E 2 =
( h 2 − h1 ) 3 4h 1 h 2
(2.4)
Dari persamaan (2.2), maka untuk aliran superkritis pada saluran segiempat yang mendatar, energi aliran akan diredam oleh hambatan gesek saluran sehingga menyebabkan terjadinya pengurangan kecepatan dan penambahan ketinggian pada arah aliran. Suatu loncatan hidrolik akan terbentuk pada saluran jika memenuhi persamaan berikut :
h2 h1
1 = 1 + 8F12 − 1 2
(2.5)
Jika h2/h1 = hr , dari persamaan (2.5) yang berhubungan dengan kedalaman aliran pada bagian hulu dan hilir dari suatu Classical Jump dimana bilangan Froude sebelum loncatan adalah F 1, maka dapat dibuktikan bahwa F 1 > 2, dimana berlaku juga :
II - 5
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
=
h r
2 F1
−
1
(2.6)
2
2.3. Persamaan Kontinuitas
Persamaan kontinuitas mengungkapkan persyaratan bahwa suatu fluida harus kontinu, baik terhadap tempat (tidak ada rongga udara di dalam fluida) maupun waktu (massa fluida bersifat kekal dimana tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan). Sifat ini berlaku baik untuk fluida kental ataupun fluida tidak kental. Persamaan matematika untuk mengembangkan konsep ini adalah dengan
memperhatikan
elemen paralepipedum
dengan
ukuran
∆ x,∆ y,∆ z yang dilewati oleh aliran fluida (gambar 2.2).
Gambar 2.2
Persamaan kesinambungan. Massa mengalir dalam arah x melalui bidang bidang paralelepipedum
Jika pusat element pada (x,y,z) dan kecepatan pada saat t pada titik tersebut adalah u,v,w maka laju aliran masa melewati pusat elemen pada arah- x adalah:
ρ( x, y, z )u ( x, y, z )∆y∆z
(2.7)
II - 6
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
Laju aliran masa yang masuk melalui permukaan yang berjarak 1/2 ∆ x dari pusat masa adalah :
∆x ∆x , y, z ∆y∆z ρ , y, z u x − x − 2 2
(2.8)
atau dengan menggunakan deret Taylor persamaan (2.7) menjadi:
∆x ∂( ρu ) ∆x ∆x ρ x − , y, z u x − , y, z ∆y∆z = ρ( x, y, z )u ( x, y, z ) − 2 2 ∂x 2 (2.9) Dan laju aliran masa yang keluar melalui permukaan sejauh 1/2. ∆ x dari pusat adalah:
∆x , y, z u x + ∆x , y, z ∆y∆z ρ x + 2 2
(2.10)
atau dengan menggunakan deret Taylor persamaan (2.10) menjadi:
∆x ∆x , y, z ∆y∆z = ρ( x, y, z )u( x, y, z ) + ∂( ρu ) ∆x ρ , y, z u x + x + 2 2 ∂x 2 (2.11) Besarnya masa per satuan waktu yang tinggal dari dua permukaan tersebut adalah selisih aliran masa yang masuk dengan aliran masa yang keluar, yaitu :
∂( ρ( x, y, z ).u( x, y, z ) ) − ∆x∆y∆z + O( ∆x ) 4 ∂x
(2.12)
II - 7
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
Untuk memudahkan penulisan persamaan (2.12) ditulis sebagai
∂( ρu ) − ∆x∆y∆z + O( ∆x ) 4 ∂x
(2.13)
Dengan cara yang sama dapat diperoleh untuk dua pasang permukaan lainnya, yaitu :
− ∂ ρ ∆x∆y∆z + O( ∆y ) 4 ∂y (
v)
dan
∂( ρw ) − ∆x∆y∆z + O( ∆z ) 4 ∂z sehingga masa total per satuan waktu untuk seluruh permukaan adalah :
− ∂( ρu ) + ∂(ρv ) + ∂(ρw ) ∆x∆y∆z + O( ∆x ) 4 ∂y ∂z ∂x (2.14) yang harus sama dengan laju kenaikan masa pada seluruh permukaan,
∂ρ [ρ( t + ∆t ) − ρ( t )]∆x∆y∆z = ∆t + O( ∆t ) 2 ∆x∆y∆z ∂t (2.15) sehingga
∂ρ ∆t + O( ∆t ) 2 ∆x∆y∆z = − ∂( ρu ) + ∂( ρv) + ∂( ρw ) ∆x∆y∆z∆t + O( ∆x ) ∂x ∂t ∂y ∂z Untuk volume paralepipedum yang mendekati nol akan didapatkan persamaan :
II - 8
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
∂ρ ∂ρu ∂ρv ∂ρw + + + =0 ∂t ∂x ∂y ∂z (2.16) yang disebut persamaan kontinuitas. Bentuk lain :
∂ρ ∂ρ ∂u ∂ρ ∂v ∂ρ ∂w +u +ρ + v +ρ + w +ρ =0 ∂t ∂x ∂x ∂y ∂y ∂z ∂z ∂ρ ∂ρ ∂ρ ∂ρ ∂u ∂v ∂w u v w + + + + + + =0 ρ ∂t ∂x ∂y ∂z ∂x ∂y ∂z 1
1 Dρ ∂u + ρ Dt ∂x
+ ∂v + ∂w = 0 ∂y ∂z
(2.17)
∂ ρ ρ ∂t 1
Suku pertama
berhubungan dengan perubahan tekanan melalui
modulus volume (bulk modulus), E dari fluida E
=ρ
dp dρ
dimana dp adalah perubahan tekanan yang menyebabkan kompresi dari fluida. 1 dρ
ρ dt
=1
dp
E dt
Untuk air, E = 2,07.109, merupakan bilangan yang sangat besar sehingga memberikan harga perubahan density yang sangat kecil sekali. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa air tak-mampu-mampat dimana harga density, ρ dianggap konstan.
II - 9
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
1 dρ
ρ dt
≈0
sehingga persamaan kontinuitas menjadi :
∂u ∂v ∂w + + =0 ∂x ∂y ∂z
(2.18)
2.4. Persamaan Momentum
Hukum kedua Newton menyatakan bahwa gaya netto yang bekerja pada suatu masa tertentu sebanding dengan laju perubahan
momentum linier massa tersebut terhadap waktu. Hukum ini dapat diterapkan pada fluida dengan volume kontrol yang diperkecil seukuran titik untuk mendapatkan persamaan-persamaan gerak dalam bentuk differensial. Misal Sebuah partikel di titik (x,y,z) pada saat t bergerak selama ∆ t , menempuh jarak ∆ x=u.∆ t pada arah- x, ∆ y=v.∆ t pada arah- y dan ∆ z =w.∆ t pada arah- z . Perubahan, ∆ u pada komponen kecepatan- u
merupakan
jumlah total perubahan konveksi,
akibat
perubahan ∆ x, ∆ y, dan ∆ z (gambar 2.3), dan perubahan lokal akibat dari perubahan waktu, ∆ t , pada titik x,y,z secara matematis dapat ditulis : u
=u ( x , y, z, t )
∆u =
∂u ∂u ∂u ∂u ∆t + ∆x + ∆y + ∆z ∂t ∂x ∂y ∂z
∆u = ∂u + ∂u ∆x + ∂u ∆y + ∂u ∆z ∆t ∂t ∂x ∆t ∂y ∆t ∂z ∆t bila ∆ t menuju nol, maka percepatan total arah- x adalah :
II - 10
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
du dt
=
∂u ∂u ∂x ∂u ∂y ∂u ∂z + + + ∂t ∂x ∂t ∂y ∂t ∂z ∂t
atau dapat ditulis : du dt
= ∂u + u ∂u + ν ∂u + w ∂u ∂t ∂x ∂y ∂z
(2.19a)
dengan cara yang sama diperoleh percepatan total arah- y dan arah- z , dv dt dw dt
= ∂v + u ∂v + v ∂v + w ∂v ∂t ∂x ∂y ∂z =
Gambar 2.3
(2.19b)
∂w ∂w ∂w ∂w +u +v +w ∂t ∂x ∂y ∂z
(2.19c)
Percepatan komponen-komponen konveksional dari perubahan kecepatan dalam arah- x dari butir fluida ketika partikel berpindah dari P 1 ke P 2 dalam jangka waktu ∆ t
Pada persamaan tersebut diatas, suku pertama ruas kanan merupakan percepatan "lokal" karena merupakan perubahan kecepatan terhadap waktu di titik x, y, z,
dan
suku
lainnya
merupakan
percepatan "konveksi" karena merupakan perubahan kecepatan terhadap perubahan posisi.
II - 11
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
Persamaan Hukum Newton II pada tiga arah koordinat akan menghasilkan persamaan gerak fluida kental, misal persamaan gerak fluida untuk arah koordinat- x.
∑F
x
= ma x
(2.20a) dimana : ax = percepatan partikel arah- x =
Du Dt
u = kecepatan arah- x yang merupakan fungsi ruang dan waktu u = u (x, y, z, t) Turunan total u terhadap t dalam arah- x adalah :
= ∂u + ∂u ∂t ∂x
Du Dt
dx dt
+ ∂u ∂y
dy dt
+ ∂u ∂z
dz dt
= ∂u + u ∂u + v ∂u + w ∂u ∂t ∂x ∂y ∂z
Du Dt
dimana :
∂u ∂t
= percepatan lokal (perubahan u terhadap waktu pada suatu titik
pengamatan) ∂u ∂u +v +w u ∂x ∂y
∂u ∂z
= percepatan konvektif (perubahan u
terhadap jarak akibat gerakan partikel) Persamaan gerak dalam arah- x dapat dinyatakan dalam bentuk :
∑
Fx
= m Du Dt
(2.20b)
dari gambar (2.4) terlihat gaya-gaya permukaan yang bekerja pada enam sisi elemen fluida yang berbentuk kubus, dengan memasukannya ke II - 12
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
dalam persamaan (2.20) dan menerapkan deret Taylor pada gaya-gaya tersebut didapat :
Gambar 2.4
Tegangan geser dan normal pada fluida berbentuk balok persegi empat
σ + ∂σxx ∆x ∆y∆z − σ − ∂σxx ∆x ∆y∆z + xx xx x 2 x 2 ∂ ∂ ∂τ ∂τ τ yx + yx ∆y ∆x∆z − τ yx − yx ∆y ∆x∆z + ρ∆x∆y∆zX + ∂y 2 ∂y 2 τ + ∂τzx ∆z ∆x∆y − τ − ∂τzx ∆z ∆x∆y+ = ρ∆x∆y∆z Du zx zx Dt ∂z 2 ∂z 2
II - 13
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
dimana X menyatakan gaya badan per satuan massa yang bekerja dalam arah- x. Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi :
ρ
Du Dt
=
∂σ xx ∂τ yx ∂τ zx + + + ρX ∂x ∂y ∂z
(2.21a)
Dengan cara yang sama dapat ditentukan untuk arah- y dan arah- z :
ρ
Dv
ρ
Dw
Dt
Dt
∂σ xy ∂τ yy ∂τ zy + + + ρY ∂x ∂y ∂z
(2.21b)
∂σ xz ∂τ yz ∂τ zz = + + + ρZ ∂x ∂y ∂z
(2.21c)
=
Untuk fluida Newton, tegangan geser adalah hasil kali antara viskositas dinamik dan laju deformasi sudut, sehingga: •
Untuk arah-x
∂u 2 σxx = − p − 2 µ ∂u + ∂v + ∂w + µ 3 ∂x ∂y ∂z ∂x τyx = µ ∂v + ∂u ∂x ∂y
∂w ∂u τzx = µ + x ∂ ∂z •
Untuk arah-y
τxy = µ ∂u + ∂v ∂y ∂x 2 ∂u ∂v ∂w ∂v 2 σyy = − p − µ + + + µ 3 ∂y ∂x ∂y ∂z
II - 14
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
∂w ∂v τzy = µ + y ∂ ∂z •
Untuk arah-z
∂u ∂w τxz = µ + z x ∂ ∂ ∂v ∂w τyz = µ + ∂ ∂ z y
∂w τzz = − p − 2 µ ∂u + ∂v + ∂w + µ 2 ∂y ∂z ∂z 3 ∂x Persamaan tegangan geser untuk fluida Newton di substitusikan pada persamaan gerak fluida kental, menjadi : •
ρ
Untuk arah-x
Du Dt
∂u ∂v 2 u v w ∂u ∂ + = ∂ − p − µ ∂ + ∂ + ∂ + µ + µ 2 ∂x ∂y ∂z ∂x ∂y ∂y ∂x 3 ∂x ∂ ∂w ∂u + µ + + ρX ∂z ∂x ∂z
II - 15
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
2 2 Du ∂ p ∂u ∂v ∂w ∂ u ∂ u 2 ∂ =− − μ 2μ μ ρ 2 2 Dt 3 ∂ x ∂ x ∂ y ∂ z ∂ x ∂ x ∂ y
∂
2
v μ ∂ y
ρ
•
Untuk arah-y
ρ
Dv Dt
2
w μ ∂ z ∂ x
2 2 2 ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ p 2 u v w u u u =− − µ + + + µ + + 2 ∂x 3 ∂x ∂y 2 ∂z 2 ∂x ∂y ∂z ∂x ∂u ∂v ∂w +µ ∂ + + +ρX ∂x ∂x ∂y ∂z
Du Dt
∂ x
μ
∂
∂ ∂ ∂u ∂v ∂v ∂w ∂v 2 ∂u µ + + − − µ + + + µ p 2 ∂x ∂y ∂x ∂y ∂y ∂z ∂y 3 ∂x ∂v ∂w ∂ + ρY + µ + ∂z ∂z ∂y
=
II - 16
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
ρ
Dv Dt
2 2 2 u v p 2 u v w v ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ =µ + µ 2 − − µ + + + µ 2 ∂x ∂y ∂y 3 ∂y ∂x ∂y ∂z ∂x ∂y 2 2 2 v ∂ ∂ + µ 2 + µ w + ρY ∂z∂y ∂z
Dv ρ Dt
•
2 2 2 ∂ p 2 ∂ ∂u ∂v ∂w ∂ ∂ ∂ v v =− − µ + + +µ + 2 + 2 ∂y 3 ∂y ∂ ∂ ∂ y z ∂y ∂z x ∂x ∂ ∂u ∂v ∂w +µ + + +ρY ∂y ∂x ∂y ∂z
Untuk arah-z
D w
ρ
D t
D w
ρ
D t
∂ ∂ ∂ ∂ ∂ w u v = µ + + µ + ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ x x z y z ∂ ∂ ∂ ∂ 2 u v w + − + + + p − µ 2 ∂ ∂ ∂ z 3 x y z ∂
2 2 2 2 w u v ∂ ∂ ∂ ∂ = µ 2 + µ + µ + µ x z y z ∂ ∂ ∂ ∂ x y ∂ ∂ 2 2 u v w ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ 2µ − µ + + + 3 z x y z ∂ ∂ ∂ ∂ z ∂
II - 17
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
ρ
Dw Dt
∂2 w ∂2 w ∂2 w ∂ p 2 ∂ ∂ ∂ ∂ u v w =− − µ + + +µ + 2 + 2 2 ∂z 3 ∂z ∂x ∂y ∂z ∂ ∂y ∂z x ∂ ∂u ∂v ∂w +µ + + +ρZ ∂z ∂x ∂y ∂z
Dengan menganggap fluida tak mampu mampat ( incompressible fluid ), maka untuk persamaan kontinuitas yang terdapat dalam persamaan
diatas adalah
∂u ∂v ∂w ∂x + ∂y + ∂z = 0 , sehingga persamaan Navier
Stokes dapat ditulis sebagai berikut : Du Dt
2 2 2 µ ∂ ∂ ∂ u u u =− + 2 + 2 + 2 +X ρ ∂x ρ ∂x ∂y ∂z
1 ∂ p
(2.22a) dengan cara yang sama untuk arah- y dan arah- z : Dv Dt
2 2 2 µ ∂ ∂ ∂ v v v =− + 2 + 2 + 2 +Y ρ ∂y ρ ∂x ∂y ∂z
1 ∂ p
(2.22b) Dw Dt
2 2 2 w w w µ ∂ ∂ ∂ =− + 2 + 2 + 2 +Z ρ ∂z ρ ∂x ∂y ∂z
1 ∂ p
(2.22c)
Jika ditulis dalam bentuk konservatif, maka persamaan ruas kiri ditambahkan dengan persamaan kontunitas dikali dengan kecepatan (sesuai arah yang ditinjau) seperti berikut ini :
II - 18
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
•
Untuk arah-x
Du Dt
∂2 u ∂2 u ∂2 u ∂u ∂v ∂w 1 ∂ p + + + ⋅u = − + υ 2 + 2 + 2 +X ρ ∂x ∂y ∂z ∂x ∂y ∂z ∂x
∂u ∂u ∂u ∂u ∂u ∂v ∂w 1 ∂ p +u +v +w + + + ⋅ = − u ∂t ∂x ∂y ∂z ∂x ∂y ∂z ρ ∂x ∂2 u ∂2 u ∂2 u + υ 2 + 2 + 2 +X ∂y ∂z ∂x
∂u ∂u ∂u ∂u ∂v ∂u ∂w 1 ∂ p +u + u +v + u +w + u =− ∂t ∂x ∂x ∂y ∂y ∂z ∂z ρ ∂x ∂2 u ∂2 u ∂2 u + υ 2 + 2 + 2 +X ∂y ∂z ∂x
∂2 u ∂2 u ∂2 u ∂u ∂uu ∂uv ∂uw 1 ∂ p + + + =X− + υ 2 + 2 + 2 ∂t ∂x ∂y ∂z ρ ∂x ∂y ∂z ∂x (2.23a) Dengan cara yang sama didapat persamaan untuk arah- y dan arah- z •
Untuk arah-y
II - 19
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
∂2 v ∂2 v ∂2 v ∂v ∂vu ∂vv ∂vw 1 ∂ p + + + =Y− + υ 2 + 2 + 2 ∂t ∂x ∂y ∂z ρ ∂y ∂y ∂z ∂x (2.23b) •
Untuk arah-z
∂2 w ∂2 w ∂2 w 1 ∂ p ∂w ∂wu ∂wv ∂ww + + + =Z− + υ 2 + 2 + 2 ∂t ∂x ∂y ∂z ρ ∂z ∂y ∂z ∂x (2.23c) dimana: µ = viskositas dinamik fluida =
υ
viskositas
kinematik
fluida X, Y, Z = gaya badan
2.5. Aliran Turbulen
Dalam kenyataan di lapangan, aliran di sungai, muara, dan laut dangkal pada umumnya bersifat turbulen, dengan fluktuasi kecepatan
"sesaat”. Dalam aliran turbulen sangat sulit menghitung besarnya kecepatan sesaat. Biasanya kecepatan sesaat aliran diuraikan dalam komponen kecepatan utama dan kecepatan fluktuasi, yaitu : u v w
dimana
u
u'
= = = v
w
v'
w'
II - 20
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
u, v, dan w = kecepatan sesaat arah sumbu x, y, dan z
u , v , dan w = kecepatan utama/ kecepatan rata-rata temporer u', v', dan w' = fluktuasi dari komponen kecepatan u, v, dan w
Gambar 2.5 Fluktuasi pada aliran turbulen.
Untuk kecepatan utama/rata-rata temporer dan fluktuasi kecepatan didefinisikan sebagai berikut : t + ∆ t 1 u = ud t t t ∆
∫
u'
1
t + t ∆
u 'd t ∫
= t t ∆ 1
v =
0 =
t + t ∆
vd t ∫
t t ∆
v'
1
t + t ∆
v'd t ∫
= t t ∆
1
0 =
∆ t + t
wd t ∫ t ∆
w =
t
II - 21
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
w'
1
∆ t + t
w 'd t ∫
= ∆ t t
0 =
dengan selang waktu, Δ t yang cukup kecil. Selanjutnya dalam aliran turbulen kecepatan yang dihitung adalah kecepatan utama (kecepatan rata-rata)
u , v , dan w bukan kecepatan sesaat u, v, dan w.
2.5.1.
Persamaan Kontinuitas pada Aliran Turbulen
Jika disubstitusikan persamaan diatas ke dalam persamaan akan memberikan :
∂( u + u ') + ∂( v + v') + ∂( w + w ') = 0 ∂x ∂y ∂w Proses rata-rata
∂( u + u ') ∂( v + v') ∂( w + w ') + + =0 ∂x ∂y ∂w ∂u ∂v ∂w ∂u ' ∂v ' ∂w ' + + + + + =0 ∂x ∂y ∂z ∂x ∂y ∂z Proses rata-rata terhadap
∂u ∂x
, memberikan
∂u ' ∂x
memberikan
∂u ∂u = ∂x ∂x dan diterapkan terhadap
∂u ' = ∂u ' = 0 ∂x ∂x sehingga persamaan kontinuitas untuk gerak rata-rata menjadi II - 22
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
∂u ∂v ∂w + + =0 ∂x ∂y ∂z Jika tanda bar komponen utama dihilangkan (untuk memudahkan) persamaan menjadi:
∂u ∂v ∂w + + =0 ∂x ∂y ∂z 2.5.2.
(2.24)
Persamaan Momentum pada Aliran Turbulen
Penjelasan masing-masing komponen persamaan Navier-Stokes sebagai fungsi dari nilai rata-rata dan nilai fluktuasi serta proses ratarata, mengarah pada pembentukan persamaan Reynold . Persamaan
Reynold adalah bentuk persamaan Newton atau Momentum untuk aliran turbulen. Penurunan persamaan Reynold dari persamaan Navier-Stokes diuraikan berikut ini :
∂( u + u ') ∂( u + u ')( u + u') ∂( u + u ')( v + v') ∂( u + u ')( w + w ') + + + ∂t ∂x ∂y ∂z ∂2 ( u + u ') ∂2 ( u + u') ∂2 ( u + u ') 1 ∂( p + p') = ( X + X ') − + υ + + 2 2 2 ρ ∂x ∂y ∂z ∂x Proses rata-rata :
II - 23
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
∂( u + u ') + ∂( uu + 2uu '+u ' u ') + ∂( uv + uv'+u ' v + u ' v') ∂t ∂x ∂y + ∂( uw + uw '+u ' w + u ' w ') = (X + X ') − 1 ∂( p + p') ∂z ρ ∂x ∂2 ( u + u ') ∂2 ( u + u ') ∂2 ( u + u ') + υ + + 2 2 2 ∂y ∂z ∂x
∂( u + u ') ∂( uu + 2uu '+u ' u ') ∂( uv + uv'+u ' v + u ' v' ) + + ∂t ∂x ∂y ∂( uw + uw '+u ' w + u ' w ') 1 ∂( p + p') + = (X + X') − ∂z ρ ∂x ∂2 ( u + u ') ∂2 ( u + u ') ∂2 ( u + u ') + υ + + 2 2 ∂x 2 ∂y ∂z Dalam persamaan diatas harga rata-rata dicari sebagai berikut :
1
t+ ∆ t
(u +u ')dt
∆ t ∫
u + u' =
uu
t
+2 uu '+u ' u ' =
1 t ∆
1
t+ ∆ t
= u + u ' dt = ∫ t ∆ t
t +∆
∫ (uu +2uu '+u ' u ')dt
=uu +u ' u '
t
Dengan cara yang sama dilakukan untuk komponen-komponen yang lainnya, sehingga didapat persamaan Reynold :
II - 24
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
∂u + ∂uu + ∂u ' u ' + ∂uv + ∂u 'v' + ∂uw + ∂u ' w ' = X − 1 ∂ p ∂t ∂x ∂x ∂y ∂y ∂z ∂z ρ ∂x 2 2 2 u u u µ ∂ ∂ ∂ + 2 + 2 + 2 ρ ∂x ∂y ∂y persamaan tersebut disusun kembali menjadi:
∂u ∂uu ∂uv ∂uw ∂u ' u ' ∂u ' v ' ∂u ' w ' 1 ∂ p + + + + + + =X − ∂t ∂x ∂y ∂z ∂x ∂y ∂z ρ ∂x 1 ∂ ∂u 1 ∂ ∂u 1 ∂ ∂u µ + µ µ + + ρ ∂z ρ ∂x ∂x ρ ∂y ∂ y ∂z sehingga didapat bentuk akhir persamaan Reynold dalam arah- x sebagai berikut : •
Untuk arah-x
∂u + ∂uu + ∂uv + ∂uw = X − 1 ∂ p + 1 ∂ µ ∂u −ρu ' u ' ∂t ∂x ∂y ∂z ρ ∂x ρ ∂x ∂x 1 ∂ ∂u + 1 ∂ µ ∂u −ρu ' v' + µ − ρ u ' w ' ρ ∂y ∂y ρ ∂z ∂z (2.25a) Dengan cara yang sama, persamaan Reynold dalam arah- y dan arah - z : •
Untuk arah-y
II - 25
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
∂v + ∂vu + ∂vv + ∂vw = Y − 1 ∂ p + 1 ∂ µ ∂v − ρv' u ' ∂t ∂x ∂y ∂z ρ ∂y ρ ∂x ∂x 1 ∂ ∂v 1 ∂ ∂v µ − ρv' v' + + µ − ρ v ' w ' z z ρ ∂y ∂y ρ ∂ ∂ (2.25b) •
Untuk arah-z
∂w + ∂wu + ∂wv + ∂ww = Z − 1 ∂ p + 1 ∂ µ ∂w −ρw ' u ' ∂t ∂x ∂y ∂z ρ ∂z ρ ∂x ∂x 1 ∂ ∂w 1 ∂ ∂w µ + − ρw ' v' + µ − ρ w ' w ' z z ρ ∂y ∂y ρ ∂ ∂ (2.25c) dimana suku-suku :
µ ∂u ∂x
∂u , ∂y
, µ
µ ∂u ∂z
dst = tegangan viskos (viscous stress)
ρ u' u' , ρ u' u' , ρ u ' u ' dst = tegangan Reynold ( Reynold stress)
sehingga total tegangan merupakan gabungan antara tegangan viskos dan tegangan Reynold seperti uraian persamaan berikut ini : •
Untuk arah-x
∂u τxx =µ −ρu ' u ' ∂x
,
∂u τyx =µ −ρu ' v' ∂y
,
∂u τzx =µ −ρu ' w ' ∂z II - 26
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
•
Untuk arah-y
∂v τxy =µ −ρv' u ' ∂x
,
∂v τyy =µ −ρv' v' ∂y
,
∂v τzy =µ −ρv' w ' ∂z •
Untuk arah-z
∂w τxz =µ −ρw ' u ' ∂x
,
∂w τyz =µ −ρw ' v' , ∂y
τzz = µ ∂w −ρw ' w ' ∂z Berdasarkan hasil percobaan dari laboratorium diketahui bahwa secara empirik: tegangan Reynold
〉 〉 tegangan viskos (orde 104 kali
lebih besar), sehingga tegangan geser viskos dapat diabaikan. Persamaan
Reynold dapat ditulis dengan menghilangkan tanda bar pada kecepatan utama (untuk memudahkan penulisan) menjadi: •
Untuk arah-x
∂u + ∂uu + ∂uv + ∂uw = X − 1 ∂ p ∂t ∂x ∂y ∂z ρ ∂x ∂ ∂ (−ρu ' v') + ∂ (−ρu ' w ') u ' u ' ( ) +1 − ρ + ρ ∂x ∂y ∂z (2.26a) •
Untuk arah-y
II - 27
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
∂v ∂vu ∂vv ∂vw 1 ∂ p + + + =Y − ∂t ∂x ∂y ∂z ρ ∂y ∂ ∂ 1 ∂ ( ) ( ) ( ) + − ρ + − ρ + − ρ v ' u ' v ' v ' v ' w ' ρ ∂x ∂y ∂z (2.26b) •
Untuk arah-z
∂w + ∂wu + ∂wv + ∂ww = Z − 1 ∂ p ∂t ∂x ∂y ∂z ρ ∂z ∂ ∂ (−ρw ' v') + ∂ (−ρw ' w ') w ' u ' ( ) +1 − ρ + x y z ρ ∂ ∂ ∂ (2.26c) 2.5.2.1. Gaya Badan
Untuk gaya badan X dan Y tidak dapat diabaikan, jika kasusnya untuk daerah kutub utara dan kutub selatan. Sedangkan gaya badan Z berlaku sama untuk seluruh daerah. Gaya-gaya badan tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan berikut : X= f v ,
Y= f u ,
Z= g −
(2.27) dimana : f
= =
ω
percepatan Coriolis 2ω s i n
= kecepatan sudut rotasi bumi
II - 28
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
7,3 x1 0
≅
5 −
r a d
/ d e t
(24
=
= lintang lokasi yang ditinjau, bertanda negatif jika berada di belahan bumi selatan dan bertanda positif jika berada di belahan bumi utara 2.5.2.2. Tekanan
Pada kasus aliran di perairan dangkal ( shallow water ), seperti di estuary lebar, pantai, dan lain-lain, aliran umumnya dominan dalam arah horizontal dimana percepatan vertikal kecil
dibandingkan
percepatan gravitasi. Dengan demikian percepatan vertikal dan tegangan arah vertikal dapat diabaikan, sehingga tegangan yang bekerja dianggap hanya tekanan hidrostatis saja, yaitu :
∂ p = −ρg ∂z (2.28) Integrasi persamaan (2.21) terhadap kedalaman dengan syarat batas tekanan yang bekerja di permukaan, z = η adalah tekanan atmosfir, pa memberikan persamaan sebagai berikut: η
p z
= p a +∫ ρg dz z
(2.29) Dengan anggapan ρ konstan terhadap kedalaman ( ρ bukan fungsi kedalaman, z ), maka integrasi persamaan (2.22) menjadi :
p z
= p a − ρg ( z − η)
(2.30)
II - 29
2π x3 6 0
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
Dengan membuat acuan terhadap permukaan bebas, dianggap pa = 0. Jadi gradien tekanan untuk arah- x dinyatakan dalam muka air η, sebagai berikut :
∂ p ∂ η ∂ ∂z ∂η = ρ = ρ ( − η ) = ρ − ρ g dz g z g g ∂x ∂x ∫ ∂x ∂x ∂x z (2.31) dengan cara yang sama untuk arah- y :
∂ p = ∂ ηρg dz = ρg ∂ ( z −η) = ρg ∂z −ρg ∂η ∂y ∂y ∫ ∂y ∂y ∂y z (2.32)
2.5.2.3. Tegangan Turbulen (Reynold Stress)
Masalah dalam persamaan hydrodinamika adalah menentukan empat variabel yang tidak diketahui, u, v, w, dan p. Untuk aliran turbulen, empat variabel yang tidak diketahui adalah u , v , w , dan p . Secara teori memerlukan empat persamaan. Beberapa fungsi dari
nilai fluktuasi u', v', w', seperti u ' v' , v' w ' , u ' w ' , dinyatakan seperti fungsi rata-rata u , v , w . Dengan adanya tiga fungsi anu tersebut maka dibutuhkan tiga persamaan lagi untuk menyelesaikan persamaan turbulen di perairan dangkal. Terlihat bahwa p' tidak muncul dalam persamaan Reynold , yang mana mempengaruhi gerak rata-rata, disebabkan linierisasi tekanan. Lebih jauh lagi nilai p' sangat kecil dibandingkan p , sehingga dapat diabaikan.
II - 30
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
Pada persamaan turbulen (2.29) diatas terdapat sembilan variabel baru berupa tegangan Reynold atau tegangan turbulen. Hal ini berarti jumlah variabel yang tidak diketahui lebih besar dari jumlah persamaan, sehingga tidak membentuk sistem tertutup. Untuk menyelesaian persamaan ini, maka diperlukan persamaan empirik untuk memecahkan persamaan turbulen tersebut. 2.6. Persamaan Hidrodinamika Aliran 3 Dimensi
Persamaan hidrodinamika untuk aliran turbulen dapat ditulis kembali tanpa menggunakan tanda rata-rata sebagai berikut: •
Persamaan kontinuitas :
∂u ∂v ∂w + + =0 ∂x ∂y ∂z •
(2.33)
Persamaan momentum :
°
Untuk arah - x
∂u ∂uu ∂uv ∂uw ∂z ∂η + + + = fv + g −g + ∂t ∂x ∂y ∂z ∂x ∂x ∂τ ∂τ 1 ∂τ xx + yx + zx ρ ∂x ∂y ∂z °
(2.34a)
Untuk arah - y
∂v ∂vu ∂vv ∂vw ∂z ∂η + + + = fv + g −g + ∂t ∂x ∂y ∂z ∂y ∂y ∂τ ∂τ 1 ∂τ xx + yx + zx ρ ∂x ∂y ∂z
(2.34b)
II - 31
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
°
Untuk arah - z
−
2.7.
∂P =g ρ ∂z 1
(2.34c)
Persamaan Hidrodinamika Aliran 2 Dimensi (2D Depth Averaged Model)
Pemodelan perilaku aliran pada muara lebar dan perairan pantai harus menggunakan model tiga dimensi karena meliputi bathymetri yang sangat kompleks dan cukup dalam yang disertai terjadinya pelapisan (stratification). Berbeda dengan hal tersebut maka pemodelan aliran superkritis dan loncatan hidrolis pada saluran dapat didekati dengan perilaku aliran pada muara yang tidak lebar. Untuk kasus tersebut dapat didekati dengan persamaan dua dimensi (two-dimentional depth average equation) pada persamaan hidrodinamikanya. Dalam hal ini kedalaman air dianggap cukup dangkal dibandingkan lebar muara dan perairan pantai (shallow water) dimana tidak terjadi perlapisan (non-stratification) atau perlapisan yang terjadi kecil sekali (weakly stratified). Variasi kecepatan dalam arah vertikal biasanya kecil dan jarang ditinjau, hanya distribusi horisontal dari harga kecepatan rata-rata terhadap kedalaman yang diperlukan. Persamaan perairan dangkal dua dimensi dapat diperoleh dengan berbagai metode, salah satunya adalah dengan mengintegrasikan
II - 32
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
persamaan hidrodinamika tiga dimensi terhadap kedalaman, yaitu dari batas dasar sampai permukaan bebas, mengeliminasi permukaan bebas dan dasar sebagai batas dari daerah solusi. Asumsi-asumsi yang diambil dalam teori perairan dangkal untuk menyederhanakan persamaan hidrodinamik adalah sebagai berikut : a. Distribusi
kecepatan
secara
vertikal
hampir
seragam
dan
didefinisikan kecepatan rata-rata kedalaman sebagai berikut : ū
z
Kondisi batas konematik Permukaan bebas
y η (x,y, t)
Muka air rata-rata
x
Arah aliran h(x,y)
H=h+η
Kondisi batas di dasar Gambar 2.6 Distribusi kecepatan pada perairan dangkal.
U
=
1
h
η
η
1 V = v dz ∫ h η −h
∫ +η− h
u dz
(2.35) z
y b. Tekanan dinyatakan sebagai η (x,y,t )
2.7.1.
Arah aliran
Kondisi batas konematik tekanan hidrostatis. Permukaan bebas Muka air rata-rata
x
Kondisi Batas Aliran Air di Perairan Dangkal
H=h+η h(x,y)
Kondisi batas di dasar
II - 33
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
Gambar 2.7 Kondisi batas pada perairan dangkal
2.7.1.1.
Kondisi Batas di Permukaan Bebas
Pada permukaan bebas berlaku kondisi batas bahwa partikel pada permukaan tetap berada pada permukaan. Persamaan permukaan bebas dinyatakan sebagai : S( x , y, z, t )
= η( x , y, t ) +h −z = 0
(2.36)
dengan menurunkan S terhadap waktu t, dimana dS/dt = 0 pada permukaan bebas, sehingga dS dt
=
dimana
∂η ∂η dx ∂η dy dz + + − =0 ∂t ∂x dt ∂y dt dt
dx dt
= u,
dy dt
= v,
dan
dz dt
pada z
=η
(2.37)
= w , maka persamaan
(2.37)
menjadi:
∂η ∂η ∂η +u ( x , y, η) + v( x , y, η) = w ( x, y, η) ∂t ∂x ∂y z
=η
pada
(2.38a)
atau
II - 34
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
∂η = − ( ∂η − ( ∂η + ( u x , y, η) v x , y, η) w x , y, η) ∂t ∂x ∂y z=η
pada
(2.38b)
2.7.1.2.
Kondisi Batas di Dasar Perairan
Untuk dasar yang impermeabel, maka berlaku kondisi batas bahwa partikel tidak akan menembus ke dasar. Misalkan persamaan pada dasar dinyatakan sebagai : S( x , y, z , t )
=−h ( x , y, t ) −z =0
(2.39)
dengan menurunkan S terhadap waktu t, dimana dS/dt = 0 pada dasar, sehingga : dS dt
=
∂h ∂h + ∂t ∂x
dx dt
+
∂h ∂y
dy dt
+
dz dt
=0
pada z = -h
(2.40)
dimana : dx dt
=u ,
dy dt
=v
dan
dz dt
=w ,
maka persamaan (2.40) menjadi :
∂h +u ( x , y,−h ) ∂h + v( x , y,−h ) ∂h + w ( x , y,−h ) = 0 ∂t ∂x ∂y di z = -h (2.41a)
∂h ∂h ∂h =−u ( x , y, −h ) −v( x , y, −h ) −w ( x , y, −h ) ∂t ∂x ∂y di z = -h (2.41b)
2.7.2. Penurunan Persamaan Kontinuitas 2D Depth Averaged
Penurunan persamaan kontinuitas untuk perairan dangkal dimulai II - 35
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
dengan mengintegrasikan persamaan (2.33) terhadap kedalaman sebagai berikut :
η
η η ∂u ∂v ∂w u ∂ ∂v d z d z dz +w ( x , y, η) + + = + ∂x ∂y ∫ ∫ ∫ ∂z ∂x ∂y −h −h −h −w ( x, y,−h ) =0
(2.42) Untuk menyelesaikan bentuk integral untuk suku-suku sebelah kanan persamaan (2.42) dilakukan dengan menggunakan Leibniz Rule. Bentuk umumnya adalah
β( x )
β( x )
∂ ∂ β( x ) ( ) = ( ) + ( β ( ) ) −Q ( x , α( Q x , y d y Q x , y d y Q x , x ∫ ∫ ∂x α( x ) ∂x α( x ) (2.43) Integrasi persamaan (2.42) dapat dituliskan sebagai berikut :
Suku I
η
∂u ∂ = d z ∫ ∂x ∂x −h
η
∂ = u d z ∫ ∂x −h
η
∫ −
u dz
h
−u ( x , y, η)
∂ η −u ( x , y,−h ∂x
(2.44)
Suku II
II - 36
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
η
∂v ∂ = d z ∫ ∂y ∂x −h
η
∂ = v d z ∫ ∂y −h
η
∫ −
v dz
h
−v( x, y, η)
∂ η −v( x, y,−h ∂y
(2.45) Bentuk integral persamaan kontinuitas menjadi :
∂ ∂x
η
∂ η ∂h ∂ u d z − u x , y , η − u x , y , − h + ( ) ( ) ∫ ∂x ∂x ∂y −h −v( x , y,−h )
η
v dz ∫ −
−v(
h
∂h +w ( x, y, η) −w (x , y,−h ) = ∂y
(2.46) Jika diketahui definisi kecepatan rata-rata seperti pada persamaan (2.35), maka persamaan (2.46) menjadi :
∂ [ U( h + η)] + ∂ [ V( h + η)] + ∂x ∂y ∂η − v( x, y, η) ∂η + w( x, y, η) u x , y , − ( η ) x y ∂ ∂ + − u( x, y,−h ) ∂h − v( x, y,−h ) ∂h − w( x, y,−h ) = 0 ∂x ∂y (2.47)
II - 37
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
Masukkan kondisi batas di permukaan bebas, persamaan (2.38b) dan di dasar perairan, persamaan (2.41b), sehingga bentuk persamaannya
∂ [U h + η ] + ∂ [V h + η ] + ∂ h + η = 0 ( ) ( ) ( ) ∂x ∂y ∂t (2.48) diketahui H
= h + η , maka persamaan (2.48) menjadi
∂H + ∂HU + ∂HV = 0 ∂t ∂x ∂y (2.49)
2.7.3. Penurunan Persamaan Momentum 2D Depth Averaged
Persamaan momentum di perairan dangkal dapat dicari dengan mengintegrasikan persamaan momentum terhadap kedalaman dari batas dasar perairan (-h) sampai permukaan bebas (η) sebagai berikut : η
∂u + η ∂uu dz ∂ ∂x t −h −h
∫
∫
η
dz
+ ∂uv ∂y −h
∫
η
dz
+ ∂uw ∂z −h
∫
η
dz
= f
∫ −
η
v dz
h
η
+
∫ − h
∂τ xx ρ ∂x −h 1
∫
(2.50)
II - 38
∂( z − η) ∂x ∂τ + yx + ∂y
g
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
∂ η u dz − u ( x , y, η) ∂η + u ( x, y,−h ) ∂( − h ) + ∂ η u 2 dz ∫ ∂t −∫ ∂ ∂ ∂ t t x −h h η ∂ η ∂ ( − ) ∂ ∂η h − u 2 ( x , y, η) + u 2 ( x , y,−h ) + − ( η ) uv dz uv x , y , ∂x ∂x ∂y −∫ ∂y h
∂( − h ) ∂ η ∂η + uv ( x, y,−h ) + − ( η ) uw dz uw x , y , ∂y ∂z −∫ ∂z h η ∂( − h ) ∂ η ∂η + uw ( x, y,−h ) = f ∫ v dz + g ( − η ) − ( − η ) z dz g z z =η ∫ ∂z ∂ ∂x x −h −h τ ( η) τzx ( − h 1 ∂τ xx 1 ∂τ yx η η + g( z − η) z =−h ∂( − ) + − z −h + z −h + zx ∂x ρ ∂x ρ ∂y ρ ρ
(2.51) Maka akan diperoleh persamaan berikut ini :
η
∂ ∂ u dz + ∂t −h ∂x
∫
v ( x , y, η)
η
∂ u dz + ∂y −h
∫
2
η
∫ −
uv dz
h
∂ η −u ( x , y, η) +u ( x , y, η) ∂t
∂ η ∂h ∂h −w ( x , y, η) − − + − + u ( x , y , h ) u ( x , y , h ) ∂y ∂x ∂t
η ∂h ∂ 1 2 +w ( x , y,−h ) = + − η ( ) v ( x , y,−h ) f v dz g z ∂y 2 ∂x −h τ yx τ xx τ (η) τzx ( −h ) 1 ∂ 1 ∂ + − ( h +η) + ( h +η) + zx ρ ∂x ρ ∂y ρ ρ
∫
(2.53)
II - 39
η −h
+g (
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
Apabila diketahui :
1 g 2
η ∂ 2 z − g( h η + ( ) − h x ∂
(2.52) sehingga persamaan (2.53) menjadi :
η ∂ η ∂ η 2 ∂ η u dz + u dz + uv dz = f ∫ v dz − ∫ ∫ ∫ ∂t −h ∂x −h ∂y −h −h
∂τ xx ∂τ yx 1 ∂ 1 ∂h 1 2 2 + + g( h + η) − gh + gη + ( h + η) 2 ∂x 2 ∂x ρ ∂y ∂x τzx ( η) τzx ( − h ) − ρ ρ (2.54) Jika digunakan definisi kecepatan rata-rata U dan V serta dengan definisi koefisien koreksi momentum sebagai berikut :
βxx =
1
( h +η)U 2
η
∫ −
u 2 dz
dan
h
II - 40
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
βyx =
1
η
(h +η)UV −∫ uv dz
(2.55)
h
Maka persamaan (2.55) dapat ditulis
∂ ∂ ∂ [ U( h + η)] + [U 2 ( h + η)βxx ] + [UV ( h + η)βyx ] = ∂t ∂x ∂y ∂ 1 ∂h 1 fV ( h + η) − g( h + η) 2 − gh 2 + gη + 2 ∂x 2 ∂x ∂τ xx ∂τ yx τzx ( η) τzx ( − h ) 1 ( h + η) + + − ρ ∂y ρ ρ ∂x (2.56) dengan mengambil harga koefisien koreksi momentum adalah 1, persamaan (2.56) menjadi :
∂ ∂ ∂ [ U( h + η) ] + [U 2 ( h + η) ] + [ UV ( h + η)] = fV( h + η) ∂t ∂x ∂y ∂τ xx ∂τ yx ∂ 1 ∂h 1 1 2 2 − g( h + η) − gh + gη + ( h + η) + 2 ∂x 2 ∂x ρ ∂y ∂x τ ( η) τ ( − h ) + zx − zx ρ ρ (2.57) II - 41
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
dimana: τxx, τxy = tegangan turbulen (dominan sebagian besar kedalaman perairan) τzx (η) = tegangan pada permukaan bebas (tegangan akibat angin) τzx (-h) = tegangan/gesekan di dasar perairan (tegangan viskos dominan) Besar tegangan turbulen dinyatakan dengan persamaan tegangan Reynold
τxx =−ρu ' u '
τxy =−ρu ' v'
dan
(2.58)
Untuk menyelesaikan persamaan (2.58) digunakan konsep zero
equation
model.
Konsep
ini
dikembangkan
Bossineqs
dengan
menganggap tegangan turbulen dapat dianalogikan seperti viscositas pada aliran laminar. Dengan model turbulen zero equation model persamaan (2.58) dapat dinyatakan sebagai berikut :
τxx = 2υt
∂U ∂x
dan
∂V ∂U τxy = υt + ∂ ∂ x x
(2.59) dimana : υt = koefisien turbulen Eddy kedalaman rata-rata υt = 0,15.U*.H (menurut Fisher) H = kedalaman rata-rata perairan U* = kecepatan geser ( shear velocity ) U*
τ bx
=
τbx ρ
=
gaya gesekan di dasar arah- x (bed shear stress) digunakan
persamaan Chezy :
τ bx =
ρgU C
2
U
,
U
=
U
2
+V 2 ,
C
=
R 1 / 6 n
II - 42
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
Tegangan di permukaan bebas, dinyatakan sebagai tegangan yang ditimbulkan oleh angin yang dinyatakan dalam bentuk persamaan
τzx ( η) = ρa C* Wx W
(2.60)
dimana :
ρa C
= rapat massa udara
*
= koefisien Ekman = 0,0026 2
W =
Wx
+ Wy2
Wx = kecepatan angin arah sumbu- x Wy = kecepatan angin arah sumbu- y Tegangan geser di dasar (dominan tegangan viskos) dinyatakan dengan menggunakan persamaan Chezy, yaitu :
τzx ( − h ) = U
=
C=
U
2
gU U C2
(2.61)
+V 2
R 1 / 6 n
dimana : C = koefisien Chezy R = jari-jari hidraulik n = koefisien kekasaran Substitusi persamaan (2.59), (2.60), dan (2.61) kedalam persamaan (2.57) menjadi :
II - 43
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
∂[ ∂ 2 ∂[ U( h + η) ] + U ( h + η) ] + UV ( h + η) ] = fV ( h + η) [ ∂t ∂x ∂y ∂ 1 1 ∂h ∂ ∂U − g( h + η) 2 − gh 2 + gη + 2υt ( h + η) ∂x 2 2 ∂x ∂x ∂x * gU U ∂ ∂ ∂ V U ρa C WW x + υt ( h + η) + + − 2 ∂y ρ C ∂x ∂y (2.62) Jika H = h +η, maka persamaan (2.62) menjadi persamaan momentum arah sumbu- x sebagai berikut :
1 ∂ ∂ ∂ [ HU ] + HU 2 + g( H 2 − h 2 ) + [ HUV ] = ∂t ∂x 2 ∂y ∂V ∂U ∂h ∂ ∂U ∂ fVH + gη + 2υt H + υt H + ∂x ∂x ∂x ∂y ∂x ∂y
ρa C* WW x gU U + − 2 ρ C (2.63a) Dengan cara yang sama didapat persamaan momentum arah sumbu- y sebagai berikut :
∂ ∂ ∂ 1 [ HV ] + [ HUV ] + HV 2 + g( H 2 − h 2 ) = ∂t ∂x ∂y 2 ∂V ∂U ∂h ∂ ∂ ∂V − fUH + gη + υt H + + υ 2 H t ∂y ∂y ∂x ∂x ∂y ∂ y ρa C* WW y gV U + − 2 ρ C (2.63b) 2.8. Persamaan Pengatur II - 44
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
Persamaan yang dibutuhkan untuk mensimulasikan persamaan aliran superkritis dan loncatan hidrolik dua dimensi memerlukan tiga persamaan diferensial sebagai berikut : • Persamaan Kontinuitas Dari penurunan persamaan kontinuitas di atas telah diperoleh persamaan kontinuitas dua dimensi, yaitu :
∂ ∂ ∂ [H ] + [ HU ] + [ HV ] = 0 ∂t ∂x ∂y •
(2.49)
Persamaan Momentum
Dengan penyederhanaan persamaan momentum pada (2.63a) dan (2.63b) maka diperoleh persamaan momentum St. Venant sebagai berikut : ° Arah sumbu-x
∂ ∂ ∂ ∂H 1 [HU ] + HU 2 + gH 2 + [HUV ] = −gH − gH (Sox −Sf ∂t ∂x 2 ∂x ∂y (2.64a) ° Arah sumbu-y
1 ∂ ∂ ∂ ∂H [HU ] + [HUV ] + HV 2 + gH 2 = −gH − gH (Soy − Sfy 2 ∂t ∂x ∂y ∂y (2.64b) Persamaan tersebut diperoleh dengan penyederhanaan persamaan sebelah kiri dari persamaan momentum (2.63a) dan (2.63b), dengan
II - 45
TEORI DASAR PERSAMAAN HIDRODINAMIKA
asumsi bahwa : °H = h + η
°gaya badan fu dan fv diabaikan °gaya geser turbulensi νt = 0, maka :
∂V ∂U ∂ ∂U ∂ = 0 υ + υ + 2 H H t t ∂x ∂x ∂y ∂x ∂y dan
∂ ∂ ∂V ∂U ∂V υt H + + υ =0 2 H t ∂x ∂y ∂x ∂y ∂y ° gη
∂h ∂H = −gH +Sox ∂x ∂ x
gη
∂h ∂ = −gH H − gHS ox ∂x ∂x
gη
∂H ∂h = −gH ∂y +S oy ∂y
dan
∂h ∂H = −gH −gHS ∂y ∂y
gη
oy
°tegangan dipermukaan bebas (tegangan akibat angin) = 0
τzx ( η) = 0
;
τzx ( η) = ρa C* Wx W = 0
° Sfx dan Sfy adalah kemiringan garis energi arah- x dan arah- y yang berhubungan dengan tegangan geser dasar di saluran. Sfx =
gU U C2
,
Sfy =
gU V C
2
II - 46