LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TIROIDEKTOMI Di Ruang 17 RSUD Saiful Anwar Malang
Disusun Oleh: Harsono 2013611033
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG 2014
Laporan Pendahuluan Tiroidektomi A.Pengertian
Tiroidektomi adalah sebuah operasi yang melibatkan operasi pemindahan semua atau sebagian dari kelenjar tiroid. B.Klasifikasi
Tiroidektomi terbagi atas : 1. Tiroidektomi total Tiroidektomi total, yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Klien yang menjalani tindakan ini harus mendapat terapi hormone pengganti yang besar dosisnya beragam pada setiap individu dan dapat dipengaruhi oleh usia, pekerjaan, dan aktifitas. 2. Tiroidektomi subtotal Tiroidektomi subtotal, yaitu mengangkat sebagian kelenjar tiroid. Lobus kiri atau kanan yang mengalami pembesaran diangkat dan diharapkan kelenjar yang masih tersisa masih dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hormonhormon tiroid sehingga tidak diperlukan terapi pen ggantian hormon. C. Indikasi Tiroidektomi
Tiroidektomi pada umumnya dilakukan pada : 1. Penderita dengan tirotoksikosis yang tidak responsif dengan terapi medikamentosa atau yang kambuh 2. Tumor jinak dan ganas tiroid 3. Gejala penekanan akibat tonjolan tumor 4. Tonjolan tiroid yang mengganggu penampilan seseorang 5. Tonjolan tiroid yang menimbulkan kecemasan seseorang
D. Anatomi dan Fisiologi
Glandula thyroidea biasanya ditemukan berhubungan dengan permukaan posterolateral thyroidea. Titik anatomi ini penting dalam pendekatan bedah ke glandula thyroidea. Nervus laryngeus recurrens dan nervus laryngeus superior tidak boleh rusak selama operasi thyroidea. Juga parathyroidea harus diamati dalam operasi tiroid. Kadang-kadang nervus laryngeus recurrens dapat terlihat dalam proses penyakit tiroid yang mempengaruhi fungsinya. Penyakit keganasan dapat menginfiltrasi nervus ini dan menyebabkan malfungsi yang menimbulkan kehilangan abduksi dalam pita suara yang terkena. Selama operasi, laring ditangani dari luar dan diintubasi dari dalam dengan intubasi endotrakea. Serak timbul agak lazim setelah pembedahan tiroid. E. Komplikasi Tiroidektomi
1. Perdarahan.
Resiko
ini
mengamankan hemostasis.
minimum
tetapi
harus
hati-hati
dalam
Perdarahan selau mungkin terjadi setelah
tiroidektomi. Bila ini timbul biasanya ini adalah suatu kedaruratan bedah, yang
perlu
secepat
mungkin dilakukan
dekompresi
leher
dan
mengembalikan pasien ke kamar operasi. 2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara. Dengan tindakan anestesi mutakhir, ventilasi tekanan positif intermiten dan teknik bedah yang cermat, bahaya ini harus minimum dan cukup jarang terjadi. 3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens. Ia menimbulkan paralisis sebagian atau total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang adekuat dan kehati-hatian pada operasi seharusnya mencegah cedera pada saraf ini atau pada nervus laryngeus superior. 4. Memaksa sekresi glandula dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan tekanan. Hal ini dirujuk pada ‘throtoxic storm’, yang sekarang jarang terlihat karena persiapan pasien yang adekuat menghambat glandula tiroid overaktif pada pasien yang dioperasi karena ti rotoksikosis.
5. Sepsis yang meluas ke mediastinum. Perhatian bagi hemostasis adekuat saat operasi dilakukan dalam kamar operasi berventilasi tepat dengan peralatan yang baik dan ligasi yang dapat menghindari terjadinya infeksi. 6. Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hipotiroidisme setelah reseksi bedah tiroid jarang terlihat saat ini. Ini dilakukan dengan pemeriksaan klinik dan biokimia yang tepat pasca bedah.
Konsep Asuhan Keperawatan Pre Dan Post Tiroidektomi 1. a.
Pre Tiroidektomi Pengkajian
1. Aktivitas / latihan Insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat,atrofi otot, frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea. 2. Eliminasi Urine dalam jumlah banyak, diare. 3. Koping / pertahanan diri Mengalami ansietas dan stres yang berat, baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi. 4. Nutrisi dan metabolic Mual dan muntah, suhu meningkat diatas 37,4ºC.Pembesaran tiroid, edema non-pitting terutama di daerah pretibial, diare atau sembelit. 5. Kognitif dan sensori Bicaranya cepat dan parau, bingung, gelisah, koma, tremor pada tangan, hiperaktif reflek tendon dalam (RTD), nyeri orbital, fotofobia, palpitasi, nyeri dada (angina). 6. Reproduksi / seksual Penurunan libido, hipomenorea, menorea dan impoten.
b. Di agnosa, I ntervensi, I mplementasi, dan Evaluasi Keper awatan 1. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan insomnia, depresi, gelisah, frekuensi pernafasan meningkat. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan ansietas berkurang, dibuktikan oleh bukti tingkat ansietas hanya ringan
sampai sedang, dan selalu menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, konsentrasi, dan koping. Kriteria Hasil :
a. Pengendalian-Diri terhadap ansietas: tindakan personal untuk menghilangkan atau mengurangi perasaan khawatir,tegang atau perasaan tidak tenang akibat sumber yang tidak dapat diidentifikasi. b. Konsentrasi: Kemampuan untuk focus pada stimulus tertentu. c. Koping: tindakan personal untuk mengatasi stressor yang membebani sumber-sumber individu. Intervensi
a. Kaji untuk faktor budaya (misalnya,konflik nilai) yang menjadi penyebab ansietas. Rasional: nilai yang dipercaya pasien dapat turut serta mempengaruhi tingkat ansietasnya. b. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien, termasuk reaksi fisik, setiap hari. Rasional: Efek-efek kelebihan hormon tiroid menimbulkan manifestasi klinik dari peristiwa kelebihan katekolamin ketika kadar epinefrin dalam keadaan normal. c. Pada saat ansietas berat, damping pasien, bicara dengan tenang dan berikan ketenangan serta rasa nyaman. Rasional : Pendampingan yang diberikan dapat membantu menguatkan sisi psikologis pasien untuk mengurangi ansietasnya. d. Berikan obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu. Rasional : membantu mengurangi ansietas klien dalam menghadapi operasi.
Implementasi :
a. Mengkaji untuk faktor budaya (misalnya,konflik nilai) yang menjadi penyebab ansietas. b. Mengkaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien, termasuk reaksi fisik, setiap hari.
c. Pada saat ansietas berat, mendampingi pasien, bicara dengan tenang dan berikan ketenangan serta rasa nyaman. d. Memberikan obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu. Evaluasi :
Klien mampu mengurangi stressor yang membebani sumber-sumber individu.
2.
Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi mekanis ditandai dengan pembesaran tiroid.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan pasien akan menoleransi ingesti makanan tanpa tersedak atau aspirasi. Kriteria Hasil :
a. Pencegahan aspirasi: tindakan pribadi untuk mencegah pengeluaran cairan dan partikel padat ke dalam paru. b. Status menelan: penyaluran cairan/partikel padat dari mulut ke lambung. Intervensi
a. Pantau tingkat kesadaran, refleks batuk, refleks muntah dan kemampuan menelan. Rasional : Data dibutuhkan untuk mengukur derajat gangguan menelan. b. Posisikan pasien tegak lurus 90 atau setegak mungkin.
Rasional : Posisi ini dapat menghindari resiko aspirasi. c. Ajarkan pasien untuk menggapai partikel makanan di bibir atau di pipi menggunakan lidah. Rasional : Cara ini lebih memudahkan klien dalam menelan makanan. d. Konsultasikan dengan ahli gizi tentang makanan yang mudah ditelan. Rasional : Tindakan kolaborasi dibutuhkan untuk memberikan perawatan yang maksimal kepada klien. Implementasi :
a. Memantau tingkat kesadaran, refleks batuk, refleks muntah dan kemampuan menelan. b. Memposisikan pasien tegak lurus 90 atau setegak mungkin.
c. Mengajarkan pasien untuk menggapai partikel makanan di bibir atau di pipi menggunakan lidah. d. Konsultasikan dengan ahli gizi tentang makanan yang mudah ditelan. Evaluasi:
Kemampuan menelan yang adekuat dan tingkat zat gizi yang tersedia mampu memenuhi kebutuhan metabolik klien.
2. POST TIROIDEKTOMI a. Pengkaj ian
Pengkajian pada pasien bedah saat kembali ke unit terdiri atas : 1. Respirasi : Kepatenan jalan napas, Kedalaman, Frekuensi, Bunyi napas 2. Sirkulasi : a. Tanda-tanda vital : T/D, suhu, nadi b. kondisi kulit : dingin, basah c. sianotis 3. Neurologi : tingkat respons, neurosensori, fungsi bicara, kualitas dan tonasi 4. Drainase a. Mengantisipasi perdarahan: Perhatikan cairan drainase yang keluar khususnya 24 jam pertama pasca operasi. b. Inspeksi balutan luka 5. Kenyamanan a. Tipe nyeri dan lokasi b. Mual dan muntah c. Perubahan posisi yang dibutuhkan 6. Keselamatan : Kebutuhan akan pagar tempat tidur; Peralatan diperiksa untuk fungsi yang baik
b. Di agnosa, I ntervensi, I mplementasi , dan Evaluasi Keper awatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan spasme jalan napas ditandai dengan perubahan frekuensi napas dan perubahan irama napas. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan pasien akan mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal. Kriteria Hasil :
Menunjukkan pembersihan jalan napas yang efektif, yang
dibuktikan oleh
pencegahan aspirasi; status pernapasan; kepatenan jalan napas; dan status pernapasan : ventilasi tidak terganggu. Intervensi :
a. Kaji frekuensi pernapasan, kedalaman, dan upaya pernapasan. Rasional:
pernapasan
secara
normal
kadang-kadang
cepat,
tapi
berkembangnya distres pada pernapasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan. b. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara napas tambahan. Rasional: adanya suara napas tambahan seperti ronki merupakan indikasi adanya obstruksi/spasme laryngeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat. c. Ajarkan pasien untuk membebat/mengganjal luka insisi pada saat batuk. Rasional: Langkah ini dilakukan untuk menghindari gerakan yang bisa menyebabkan luka insisi berdarah. d. Rundingkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu. Rasional: Tindakan kolaborasi dibutuhkan untuk memberikan perawatan yang maksimal kepada klien. Implementasi :
a. Mengkaji frekuensi pernapasan, kedalaman, dan upaya pernapasan. b. Mengauskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau ketiadaan ventilasi dan adanya suara napas tambahan.
c. Mengajarkan pasien untuk membebat/mengganjal luka insisi pada saat batuk. d. Merundingkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu. Evaluasi :
Kepatenan jalan napas dan ventilasi klien tidak terganggu.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (edema pasca operasi) ditandai dengan indikasi nyeri yang dapat diamati; melaporkan nyeri secara verbal. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan pasien akan mempertahankan tingkat nyeri paada 3 atau kurang (dengan skala 0-10) dan memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai keamanan. Kriteria hasil :
a. Pengendalian Nyeri : Tindakan individu untuk mengendalikan nyeri. b. Tingkat Nyeri : Keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan. Intervensi :
a. Lakukan
pengkajian
nyeri
yang
komprehensif
meliputi
lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan factor presipitasinya. Rasional: bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi menentukan efektivitas terapi. b. Lakukan perubahan posisi, masase punggung, dan relaksasi. Rasional: posisi nyaman seperti semi fowler
dengan sokongan
kepala/leher menggunakan bantal kecil dapat mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas garis jahitan. c. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya, teknik relaksasi seperti imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif).
Rasional:
membantu
untuk
memfokuskan
kembali
perhatian
dan
membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif. d. Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam). Rasional : Analgesik narkotik perlu pada nyeri hebat untuk memblok rasa nyeri pascabedah. Implementasi :
a. Melakukan
pengkajian
nyeri
yang
komprehensif
meliputi
lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan factor presipitasinya. b. Melakukan perubahan posisi, masase punggung, dan relaksasi. c. Mengajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya,
teknik
relaksasi seperti imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif). d. Mengelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam). Evaluasi :
Nyeri pada klien dapat berkurang. 3. infeksi ditandai dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat: kerusakan integritas kulit (adanya tindakan tiroidektomi). Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan pasien dan keluarga akan terbebas dari tanda dan gejala infeksi. Kriteria hasil :
a. Penyembuhan Luka: Primer : Tingkat regenerasi sel dan jaringan setelah penutupan luka secara sengaja. b. Keparahan Infeksi : Tingkat keparahan infeksi dan gejala ter kait. Intervensi
a. Pantau tanda dan gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut jantung, drainase, penampilan luka, sekresi, penampilan urine, suhu kulit, lesi kulit, keletihan, dan malaise).
Rasional : Tanda & gejala yang muncul dapat memberikan gambaran terjadinya infeksi b. Kaji factor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Rasional : Data diperlukan untuk menghindari resiko rentan terjadi infeksi. c. Instruksikan untuk menjaga hygiene personal untuk melindungi tubuh terhadap infeksi. Rasional : Hygiene personal yang baik dapat membantu melindungi dari infeksi. d. Berikan terapi antibiotik, bila diperlukan. Rasional : Terapi antibiotik dapat melawan parasit penyebab infeksi. Implementasi :
a.
Memantau tanda dan gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut jantung, drainase, penampilan luka, sekresi, penampilan urine, suhu kulit, lesi kulit, keletihan, dan malaise).
b.
Mengkaji factor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
c.
Menginstruksikan untuk menjaga hygiene personal untuk melindungi tubuh terhadap infeksi.
d.
Memberikan terapi antibiotik, bila diperlukan.
Evaluasi :
Tidak terjadi infeksi ataupun tanda-tanda infeksi.
Daftar Pustaka
Rumahorbo, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Cabang Jakarta. 2008. Penatalaksanaan Penyakit-penyakit
Tiroid
bagi
Dokter.
Jakarta
:
Pusat
Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Doengus Marlyn. E. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC Jakarta, 2001Carpenito Lynda Juail. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta, 2001