GEOLOGI LOKAL DAERAH HARGOREJO, KOKAP, KULONPROGO dan SEKITARNYA
Daerah Kokap dan sekitarnya Kabupaten Kulon Progo khususnya daerah sekitar G. Ijo, G. Gajah, G. Menoreh secara litologi di dominasi oleh endapan piroklastik berupa tufa, batuan bat uan beku lava, breksi, retas-retas dan sebagainya yang merupakan satuan-satuan batuan dari Formasi Andesit Tua. Litologi ini mencerminkan adanya kegiatan vulkanisme yang cukup besar. Menurut van Bemmelen (1949) di daerah penelitian pada masa lampau terdapat gunungapi yang disebut Gunungapi Ijo, berumur Tersier atau sekitar 37 hingga 22 juta tahun yang lalu (Soeria- Atmadja dkk., 1991). Gununungapi-gunungapi purba yang ada di daerah ini membentuk morfologi tertentu yang menyerupai bentuk kubah dan oleh Bemmelen (1949) disebut sebagai West Progo Dome Complex. Pada saat ini gunungapi purba tersebut sudah tererosi lanjut dan membentuk beberapa puncak gunung antara lain G. Ijo dan G. Kukusan. Pegunungan Kulon Progo merupakan suatu tinggian yang berbentuk kubah dengan panjang arah utara - selatan, timurlaut - baratdaya adalah sekitar 32 km, sedang arah barat – timur timur serta baratlaut – tenggara tenggara adalah 15 – 20 20 km. Terdapat empat kegiatan gunung api yang teramati di daerah ini yaitu : Pembentukan Formasi Andesit Tua Eosen Atas Oligosen Bawah Pembentukan Formasi Andesit Tua OligoMiosen Erupsi dan intrusi Andesit dan Dasit Pliosen Pembentukan Gunung api Kuarter dimulai dengan intrusi basalt-andesit.
Gambar 2. Struktur kubah pada kompleks Pegunungan Kulon Progo (Bemmelen, 1949) Dari segi tektonik jalur pegunungan Kulon Progo telah mengalami si klus orogenesa Tersier yang menggambarkan tiga evolusi tektonik utama yaitu pada akhir Paleogen, Miosen Tengah dan akhir Pliosen. Secara regional daerah kubah Kulonprogo (Kulonprogo Dome) berdasarkan kondisi litologi, fisiografi terbagi atas tiga jalur (Bemmelen, 1949) yaitu : 1. Jalur sedimen sebelah selatan. Jalur ini terdiri dari sedimen-sedimen Paleogen yang ditutup secara diskordan oleh lapisan yang berumur lebih muda. Lapisan Paleogen ini umumnya terlipat dan tersesarkan (thrusted). Sedangkan lipatanlipatan umumnya mempunyai sumbu berarah barat-barat laut. 2. Jalur Eruptiva bagian tengah. Jalur ini sebagian besar terdiri dari Formasi Andesit Tua dengan sedimen-sedimen yang berumur Paleogen. Jalur ini paling potensial dalam pembentukan emas. 3. Jalur sedimen sebelah utara. Jalur ini terdiri dari endapan-endapan geosinklinal seperti lipatanlipatan dari Formasi Kerek, Formasi Tuban dan lain-lain dan ditutupi secara diskordan oleh lapisan volkanik berumur Pliosen. Menurut Bemmelen, 1949, penyebaran ketiga jalur tersebut diatas disebabkan adanya subduksi yang membentuk kubah. Stratigrafi regional daerah Kulon Progo telah diteliti oleh beberapa ahli dengan berbagai pendekatan, diantaranya Bemmelen (1949), Marks(1957), Suyanto dan Roskamil (1977), Raharjo dkk (1977), Harsono dan Riyanto (1981) dan Soeria- Atmadja dkk (1991). Secara garis besar stratigrafi regional Kulon Progo dari tua ke muda sebagai berikut : 1. Formasi Nanggulan 2. Formasi Andesit Tua 3. Formasi Jonggrangan 4. Formasi Sentolo 5. Endapan Gunungapi Kuarter Muda. Pada umumnya keberadaan urat-urat kuarsaqpembawa logam terdapat di dalam Formasi AndesitqTua (OAF). Formasi Andesit Tua tersusun dari breksi
andesit, tufa, lapili, aglomerat dan sisipan lavaqandesit serta terobosan dasit, andesit porfir dan dioritqporfir. Menurut Raharjo dkk (1977) batuan beku terobosan yang berupa dasit, andesit porfir dan dioritqporfir ini menerobos hingga Formasi Nanggulan. Terobosan ini sering disebut sebagai inti kubah gunungapi Pegunungan Kulon Progo yang berbentuk kubah segiempat (elongated dome). Formasi ini dapat dibagi dua bagian yaitu : 1. Sekuen bagian bawah dari OAF (Low Old Andesit, LOA) berhubungan dengan aktifitas subduksi jaman Kapur Akhir sampai Tersier Awal. LOA interfingering dengan anggota Cipager Formasi Bayah (Eosen) sedang UOA interfingering dengan Formasi Cijengkol bagian Atas dan Formasi Citarate (Oligosen Akhir – Miosen Awal). 2. Sedang bagian atas (Upper Old Andesit, UOA) berhubungan dengan aktifitas subduksi Oligosen-Miosen.
Mineralisasi
Terbentuknya gunungapi serta Terbentuknya gunungapi serta naiknya fluida hidrotermal ke permukaan akan menghasilkan mineral bijih maupun mineral ubahan (mineral alterasi). Naiknya magma ke permukaan ini sering dipicu oleh kegiatan tektonik pada litosfera yang menyebabkan terjadinya rekahan-rekahan tektonik. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya rekahan-rekahan radier menuju pusat erupsi pada tubuh gunungapi.` Larutan sisa magma membawa unsur-unsur logam berharga dan terbentuk belakangan akan melewati dan mengisi sistem rekahan volkanik yang ada. Apabila larutan sisa magma ini menjadi dingin maka akan mengendap menjadi mineral bijih dalam bentuk endapan hidrotermal. Larutan sisa magma yang suhunya masih cukup tinggi (500oC) dalam perjalanannya naik ke atas, juga akan mempengaruhi dan mengubah batuan samping yang dilaluinya menjadi batuan teralterasi. Jenis dan intensitas alterasi akan sangat dipengaruhi oleh temperatur serta kimia fluida hidrotermal. Jenis alterasi akan dicirikan oleh himpunan mineral tertentu yang mencerminkan temperatur alterasi. Alterasi ini akan membentuk zona-zona alterasi yang berkaitan dengan jaraknya terhadap sumber panas (heat source). Zona alterasi yang terdekat dengan sumber panas umumnya berupa zona silisik atau serisitik, sedang yang terjauh berupa zona potasik (Corbett and Leach, 1996). Lindgren, 1933 vide Bateman (1950)mengemukakan ada beberapa faktor yang memegang peran penting dalam pembentukan deposit hidrotermal antara lain : Tersedianya larutan mineralisasi Adanya pori-pori atau rekahan-rekahan batuanyang berhubungan dengan larutan sehinggalarutan bisa bergerak naik ke permukaan bumi Adanya reaksi dan perubahan kimia yangmenyebabkan terbentuknya deposit bijih
Tekanan dan temperatur yang cukup untuk terjadinya reaksi Konsentrasi unsur yang cukup untuk menghasilkan endapan yang ekonomis. Lindgren, 1933, mengelompokkan pembentukan deposit bijih hidrotermal atas dasar temperatur, tekanan dan kedalamannya sbb : Deposit hipotermal, terbentuk pada temperatur 300o – 500oC pada kedalaman lebih dari 12.000 kaki dan tekanan cukup tinggi. Deposit yang umum dijumpai pada proses hipotermal antara lain emas, wolfram, skeelit, pirhotit, pentlandit, pirit, arsenopirit, kalkopirit, sfalerit, galena, stanit, kasiterit, uranit, kobalt, bismutinit dan nikel arsenit. Deposit mesotermal, terbentuk pada suhu sekitar 200o – 300oC pada kedalaman antara 4.000 – 12.000 kaki. Deposit yang umum dijumpai pada proses mesotermal adalah kalkopirit, enargit, kalaverit, bornit, tetrahedrit, tennantit, kalkosit, tembaga, perak, seng, molibdenum dan emas. Deposit epitermal, sebagian besar merupakan deposit yang dihasilkan oleh proses pengisian celah yang terbentuk pada suhu antara 100o – 200oC, letaknya dekat dengan permukaan sampai kedalaman 4000 kaki Endapan mineral bijih yang terbentuk adalah emas dan perak, disamping itu juga pirit, kalkopirit, sinnabar, galena dan sfalerit.