GEOLOGI INDONESIA KONDISI DAN SUMBER DAYA GEOLOGI PADA CEKUNGAN ASEM-ASEM, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Disusun oleh:
MUHAMMAD HIDAYAT
(410012219)
MOHAMMAD WILDAN ARIFIN
(410012227)
DIRGAHAYU AYU RELICIA
(410012246) (410012246)
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA 2015
1
PENDAHULUAN Wilayah Indonesia merupakan hasil pertemuan tiga lempeng yaitu Lempeng Eurasia, India-Australia dan Pasifik. Proses pertemuan ketiga lempeng tersebut di antaranya menghasilkan cekungan cekungan. Cekungan Asem-asem adalah salah satu cekungan Tersier di Indonesia yang mempunyai potensi sumber daya energi cukup besar, seperti minyak dan gas bumi serta batubara. Sebelumnya PT Pertamina juga mengoperasikan lapangan minyak yang besar pada daerah daratan Asem-asem. Cekungan Asem-asem berlokasi di tenggara dari Kerak Benua Sundaland dan dipisahkan Cekungan Barito oleh Pegunungan Meratus di bagian Bar at. Bagian
onshore
dari
wilayah
ini
sebelumnya
merupakan
wilayah
operasionalnya Pertamina dan sisanya terdapat Technical Evaluation Agreement dengan Amoseas. Cekungan Asem-Asem terletak pada bagian Tenggara dari batas lempeng benua Sundaland. Cekungan ini terpisahkan dari Cekungan Barito oleh Pegunungan Meratus di sebelah Baratnya.
Gambar 1. Peta Lokasi Cekungan Asem-Asem (Rasoul Sorkhobi, 2012) 2
Cekungan Asem-Asem (Gambar 1) terletak di Kalimantan Selatan dan di sebelah Timur dari sayap Pegunungan Meratus. Bagian sayap timur yang wilayahnya mencakup wilayah lepas pantai diperkirakan memiliki batugamping Oligosen Atas sampai Miosen Bawah terutama di atas basement . Ke Utara, cekungan ini terpisahkan dengan Cekungan Kutai dengan adanya Adang Flexure atau sesar yang memisahkan Barito dengan Kutai. Ke arah Selatan, memanjang ke arah Laut Jawa hingga Tinggian Florence. Cekungan ini berbentuk asimetris dengan bagian depan di zona frontal dari Pegunungan Meratus dan paparan ke arah kraton Sundaland.
B
A Gambar 2. [A] Peta geologi regional Kalimantan (Satyana dkk., 1999). [B] Peta geologi regional Kalimantan Selatan (Witts et al., 2011).
3
TATANAN GEOLOGI
Fisiografi Pulau Kalimantan umumnya merupakan daerah rawa-rawa dan fluvial. Selain itu juga terdapat daerah dataran dan pegunungan yang tersebar di pulau ini. Dataran yang ada tersebar di bagian tepi-tepi pulau dan sebagian besar daerah pegunungan berada di tengah pulau. Pada bagian utara Pulau Kalimantan merupakan zona Pegungungan Kinibalu dna pada bagian Baratlaut terdapat jajaran Pegunungan Muller dan Pegunungan Schwaner. Pada bagian selatan terdapat Pegunungan Meratus.
Gambar 3. Fisiografi Pulau Kalimantan, tanpa skala (Bachtiar, 2005).
4
Van Bemmelen (1949) membagi bagian barat Pulau Kalimantan menjadi dua bagian, yaitu:
Pegunungan Kapuas Atas, berada di antara Lembah Rejang di bagian utara, Cekungan Kapuas Atas dan Lembah Batang Lupar di bagian selatan.
Madi Plateu, berada di antara Cekungan Kapuas Atas dan Sungai Melawi. Sedangkan pada bagian Timur Kalimantan, Van Bemmelen (1949) juga
membagi daerah ini menjadi dua bagian, yaitu:
Rangkaian pegunungan di Kalimantan bagian Utara, berakhir di Semenanjung Teluk Darvel.
Rangkaian pengunungan lainnya, berakhir di Semenanjung Mangkalihat. Di Pulau Kalimantan Selatan sendiri memiliki beberapa sungai besar, di
antaranya Sungai Kapuas, Sungai Barito, Sungai Negara dan Sungai Kahayan. Sungai Barito merupakan sungai terbesar kedua di Pulau Kalimantan. Sungai Barito ini berhulu di Pegunungan Muller dan menghasilkan Cekungan Barito yang dibatasi oleh Pegunungan Meratus pada bagian timur. Sungai-sungai di daerah Kalimantan Selatan ini berhulu di bagian tengah Pulau Kalimantan yaitu Pegunungan Schwaner dan jua Pegunungan Muller. Pegunungan Schwaner dan Muller ini memiliki ketinggian antara 200-2000 meter di atas permukaan laut. Sedangkan arah aliran sungai-sungai ini relatif berarah utara-selatan dan bermuara di Laut Jawa. Sungai-sungai ini mengalir pada ketinggian 0-200 meter di atas permukaan laut. Daerah aliran sungai-sungai besar ini menempati sebagian besar dari bagian Selatan Pulau Kalimantan. Di bagian timur Provinsi Kalimantan Selatan terdapat Pegunungan Kompleks Meratus yang merupakan jejak adanya kegiatan subduksi pada umur Kapur (Rotinsulu dkk., 2006).
Stratigrafi Cekungan yang terdapat di Kalimantan Selatan yaitu Cekungan Barito dan Cekungan Asem-asem yang secara umum memiliki ciri-ciri susunan stratigrafi dari tua ke muda yang relatif sama. Cekungan Barito dan Cekungan Asem-ase m ini dipisahkan
5
oleh Pegunungan Meratus. Pada bagian utara berbatasan dengan Cekungan Kutai yang dipisahkan oleh Sesar Andang. Sedangkan pada bagian barat dibatasi oleh Paparan Sunda. Pada mulanya Cekungan Barito dan Cekungan Asem-asem merupakan satu
cekungan
yang sama, hingga pada Miosen
Awal terjadi
pengangkatan Pegunungan Meratus yang menyebabkan terpisahnya kedua cekungan tersebut (Satyana, 1995). Stratigrafi daerah Kalimantan Selatan meliputi beberapa formasi, yaitu basement berupa Batuan Malihan, Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi Warukin, dan Formasi Dahor serta Endapan Aluvial. Formasi-formasi ini berumur Eosen sampai Pliosen. Batuan alas (basement ) yang berupa batuan malihan tingkat tinggi yang terdiri atas sekis amfibolit dan malihan tingkat rendah yang terdiri atas filit. Sikumbang (1986) memperkenalkan batuan malihan tingkat tinggi ini sebagai Sekis Hauran yang tersusun oleh sekis hijau yang mengandung mineral kuarsa, muskovit, biotit, hornblenda, epidot dan malihan tingkat rendah sebagai Filit Pelaihari yang terdiri atas filit yang mengandung mineral klorit dan mika pada bidang permukaan yang mengkilap dan batusabak. Batuan malihan ini memiliki umur Jura. Formasi Tanjung pertama kali diperkenalkan oleh Pertamina (1980; dalam Supriatna dkk., 1981) untuk formasi batuan Tersier tertua di lapangan minya k T anjung. Formasi Tanjung yang tersusun oleh perselingan batupasir kasar, batupasir konglomeratan dan konglomerat di bagian bawah, batulempung berwarna kelabu di bagian tengah dan perselingan tipis batulanau dan batupasir halus di bagian atas yang memiliki lingkungan pengendapan sungai atau fluvial dan berumur Eosen Akhir (Martini, 1971). Pada bagian atas formasi ini terdapat batuan karbonat yang merupakan awal dari terbentuknya Formasi Berai. Formasi Berai diendapkan secara selaras di atas Formasi Tanjung, tetapi pada beberapa bagian terdapat hubungan yang menunjukkan adanya ketidakselarasan. Tetapi secara umum formasi ini diendapkan selaras di atas Formasi Tanjung Secara selaras di atas Formasi Tanjung diendapkan Formasi Berai yang didominasi oleh
6
batugamping ini memiliki lingkungan pengendapan terumbu depan, mungkin antara terumbu belakang, sublitoral pinggir, relatif dangkal, mungkin kurang dari 30 meter, berupa laut dangkal atau lagoon yang berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal (Te1-5 Adams, 1970). Formasi Warukin digunakan pertama kali oleh Pertamina (1980; dalam Supriatna dkk., 1981) dan lokasi tipenya terdapat di daerah Kambilin, Balikpapan, Kalimantan Timur. Secara selaras Formasi Warukin diendapkan di atas Formasi Berai yang tersusun oleh batulempung warna kelabu, sisipan batupasir dan batubara. Bagian bawah dari runtunan batuan ini terdiri atas dominasi batulempung warna kelabu sampai kehitaman dengan sisipan batupasir hasul-sedang dengan struktur sedimen paralel laminasi dari material karbon, flaser dan burrow. Formasi ini diendapkan pada lingkungan pengendapan rawa dan pasang surut yang berumur Miosen Awal – Miosen Akhir. Formasi Dahor diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Warukin (Final Report PT Arutmin Indonesia, 2010). Formasi Dahor tersusun oleh batulempung sampai batulempung pasiran, batupasir kasar – konglomeratan yang berstruktur sedimen butiran bersusun ( gradded bedding ), batupasir kemerahan yang berstruktu sedimen laminasi sejajar dan silangsiur serta konglomerat yang memiliki komponen batuan granit, malihan, sedimen dan vulkanik dengan ukuran 5-15 cm. Formasi Dahor memiliki lingkungan pengendapan delta dan berumur Plio-Plistosen. Endapan Aluvial pada Cekungan Asem-asem merupaka hasil dari proses sungai ( fluviatil ) yang terdiri dari endapan lumpur, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah yang berumur Kuarter.
7
Gambar 4. Stratigrafi regional daerah PKP2B Asem-asem PT Arutmin Indonesia (Final Report PT Arutmin Indonesia, 2010)
8
Struktur Geologi Struktur geologi yang terdapat di Kalimantan Selatan adalah antiklin, sinklin, sesar naik, sesar mendatar, dan sesar turun. Sumbu lipatan umumnya berarah timurlaut-baratdaya dan umumnya sejajar dengan arah sesar normal. Di Kalimantan Selatan terdapat dua cekungan besar, yaitu Cekungan Barito dan Cekungan Asem-asem. Dua cekungan ini dibatasi oleh Pegunungan Meratus yang melintang dari utara- baratdaya. Cekungan Barito dan Cekungan Kutai ini dipisahkan oleh sebuah sesar yang berarah timur-barat di bagian utara dari Provinsi Kalimantan Selatan, sesar ini dikenal dengan nama Sesar Adang (Mudjiono dan Pireno, 2006).
B
A Gambar 5. [A] Struktur geologi regional Pulau Kalimantan dan sekitarnya (modifikasi dari Kusum dan Karin, 1989). [B] Elemen tektonik utama Cekungan Asem-asem (Bon et al., 1996).
Regim
struktur
yang
terjadi
di
Cekungan
Barito
adalah
regim
transpression dan transtension. Struktur yang didapati adalah lipatan yang berarah utara timurlaut-selatan baratdaya (NNE-SSW) pada bagian utara cekungan. Sedangkan
9
pada Pegunungan Meratus terdapat sesar-sesar yang membawa basement. Sesar – sesar ini ditandai dengan adanya drag atau fault bend fold dan sesar naik. Sedangkan lipatan-lipatan yang terdapat di Pegunungan Meratus yaitu di bagian utara pegunungan ini berarah utara timurlaut-selatan baratdaya (NNE- SSW) dan yang berada di bagian selatan berarah utara-selatan. Lipatan yang banyak ditemui berupa antiklin dan beberapa sinklin. Sesar-sesar naik banyak terdapat pada daerah Pegunungan Meratus dengan arah umum utara timurlaut-selatan baratdaya (NNE-SSW). Sesar-sesar mendatar juga banyak ditemui di Pegunungan Meratus ini, umunya tidak terlalu panjang, berbeda dengan sesar naik yang memiliki kemenerusan yang pajang. Sesar-sesar mendatar umumnya berupa sesar mengiri dan berarah baratlaut-tenggara (Satyana, 2000). Studi dari data geofisika menunjukkan bahwa antiklinorium Meratus – Samarinda diperkirakan mempunyai kemiringan sumbu berarah umum utara dan secara regional terindikasi berdasarkan jurus batuan bahwa zona patahan secara umum dapat dibagi menjadi tiga blok yaitu blok utara, tengah dan selatan. Blok utara telah mengalami pengangkatan pada sayap sebelah barat anticlinorium di sepanjang utara zona sesar dan disebut sebagai zona sesar Tanjung. Blok tengah terletak antara zona sesar Tanjung dan zona sesar Klumpang yang dicirikan oleh munculnya batuan terobosan granitik dan ultrabasa sepanjang zona sesar. Sedangkan blok selatan dicirikan oleh luasnya perkembangan sesar berarah timur laut yang erat kaitannya dengan komplek batuan terobosan diorit dan ultrabasa. Sejumlah sesar berarah tenggara - barat laut yang berasosiasi dengan endapan magnetit di wilayah Pleihari dan dapat diamati dari munculnya perpotongan sistem sesar dari semua blok diatas.
Tektonik dan Vulkanisme Elemen tektonik di Kalimantan (Arifullah dkk., 2004) tersaji dalam gambar 6, menunjukkan bahwa Pulau Kalimantan terbentuk oleh elemen tektonik yang terdiri atas lempeng kontinen dan lempeng samudra. Cekungan Asem-asem sendiri dulu adalah satu cekungan dengan Cekungan Barito yang menyebabkan susunan stratigrafi kedua
10
cekungan ini sama. Pada Miosen Akhir – Pliosen Awal gejala tektonik inversion mulai terjadi yang mengakibatkan batuan sedimen mulai terlipat. Puncaknya terjadi pada kala Plio-Plistosen akibat terjadinya subdaksi lempeng kerak samudra dengan Mikrokontinen Paternoster dari arah timur yang menunjam ke bawah kerak benua Kraton Sunda di sebelah barat yang menyebabkan bercampurnya batuan ultramafik dan batuan malihan. Penunjaman ini be rlangsung mulai Jura sampai dengan umur Kapur Awal yang menghasilkan batuan busur vulkanik Granit Belawayan. Pada Zaman Kapur Awal atau sebelumnya terjadi penerobosan granit dan diorit yang menerobos batuan ultramafik dan batuan malihan.
Gambar 6. Elemen tektonik Kalimantan (Arifullah, dkk., 2004). Lingkaran merah merupakan lokasi Cekungan Asemasem.
Pada akhir Kapur Awal terbentuk
Kelompok
Alino
yang
sebagian
merupakan olistostrom, diselingi dengan kegiatan gunungapi Kelompok Pitanak. Pada awal Kapur kegiatan tektonik menyebabkan tersesarkannya batuan ultramafik dan malihan ke atas Kelompok Alino. Proses tersebut mengakibatkan sesar-sesar normal yang ada mengalami reaktifasi menjadi sesar naik yang juga melipatkan batuan
11
sedimen Tersier. Deformasi ini juga mengakibatkan terangkatnya Tinggian Meratus ke permukaan sebagai prosuk dari kolisi dan memisahkan Cekungan Asem-asem dan Cekungan Pasir dengan Cekungan Barito.
Gambar 7. Penampang memotong kontinen Schwaner, Cekungan Barito, Pegunungan Meratus dan Cekungan Pasir – Asem-asem. Orogen Meratus menindih subduksi kontinen Paternoster. Tumbukan ini mengakibatkan terangkatnya Orogen Meratus (Satyana dkk., 2007 dalam: Satyana dan Armandita, 2008).
Pada awal Eosen terendapkan Formasi Tanjung dalam lingkungan paralas (Sikumbang dan Heryanto, 2009). Pada saat bersamaan Kompleks Meratus telah ada, namun hanya berupa daerah yang sedikit lebih tinggi di bagian cekungan dan diendapkan berupa lapisan sedimen yang lebih tipis dari daerah sekitarnya (Hamilton, 1979). Pada Kala Oligosen terjadi genang laut yang membentuk Formasi Berai. Kemudian pada Kala Miosen terjadi susut laut yang membentuk Formasi Warukin (Sikumbang dan Heryanto, 2009). Gerakan tektonik yang terakhir terjadi pada Kala Miosen yang menyebabkan batuan yang tua terangkat membentuk Tinggian Meratus dan melipat kuat batuan Tersier dan Pre-Tersier. Sejalan dengan itu terjadilah pensesaran naik dan geser yang diikuti sesar turun dan pembentukan Formasi Dahor pada Kala Pliosen. (Sikumbang dan Heryanto, 2009). Secara umum gambaran perkembangan tektonik dan kegianatan magmatisme di Tinggian Meratus telah di bahas oleh Hartono dan Permanadewi (2000). Selanjutnya
12
Heryanto dan Hartono (2003) membahas perkembangan magmatisme dan tektonik, serta hubungannya dengan tatanan stratigrafinya, hasilnya diilustrasikan di dalam model kartun (Gambar 8, 9, 10, 11 dan 12), Uraian berikut ini sebagian besar merupakan rigkasan dari keduanya di tambah dengan data dan pandangan baru termasuk (Satyana dan Armandita, 2008).
Gambar 8. Kondisi tektonik lempeng pada Jura – Kapur Awal di Pegunungan Meratus, Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003 dalam: Heryanto, 2010).
Gambar 9. Kondisi tektonik lempeng pada Kapur Tengah di Pegunungan Meratus, Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003 dalam: Heryanto, 2010).
13
Gambar 10. Kondisi tektonik lempeng pada Kapur Akhir di Pegunungan Meratus, Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003 dalam: Heryanto, 2010).
Gambar 11. Kondisi tektonik lempeng pada Kapur Akhir – Eosen-Miosen di Pegunungan Meratus, Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003 dalam: Heryanto, 2010).
Gambar 12. Kondisi tektonik lempeng pada Plio-Plistosen di Pegunungan Meratus, Kalimantan (modifikasi dari Heryanto and Hartono, 2003 dalam: Heryanto, 2010).
14
SUMBER DAYA ENERGI DAN MINERAL Hidrokarbon Kemungkinan keterdapatan hidrokarbon di Cekungan Asem-asem dapat di indikasi dengan keterdapatan batuan induk ( source rock ), batuan waduk atau batuan penyimpan hidrokarbon (reservoir rock ), batuan penutup ( seal rock ) dan kondisi geologi yang membentuk jebakan hidrokarbon ( oil play). Kolom stratigrafi Cekungan Asem-asem yang menunjukkan potensi batuan induk dan batuan waduk (Gambar 13).
Formasi Warukin
Formasi Tanjung
Gambar 13. Kolom stratigrafi Cekungan Asem-asem yang memiliki runtunan batuan induk (S), batuan waduk (R) dan batuan penutup (garis hitam tebal) oleh PND (2006).
15
Batuan Induk
Batuan induk atau batuan pembawa hidrokarbon ( source rock ) adalah batuan tempat hidrokarbon secara alami dapat terbentuk. Batuan ini merupakan batuan sedimen klastika halus terdiri atas serpih dan batulumpur, berwarna kelabu gelap sampai hitam, berlembar sampai berlaminasi, setempat berstruktur sedimen laminasi sejajar dan kaya akan material organik yang pada umumnya diendapkan dalam lingkungan lakustrin. Batuan seperti ini di Cekungan Asem-asem dijumpai dalam bagian tengah Formasi Tanjung dan juga pada Formasi Warukin. Hasil analisis TOC (Total Organic Carbon) menujukkan bahwa batuan dari kedua formasi ini termasuk dalam kategori sangat baik. Formasi Tanjung menunjukkan kualitas kerogen tipe III, yaitu jika s udah matang akan terbentuk menjadi gas, sedangkan Formasi Warukin menunjukkan kualitas kerogen tipe II, yaitu jika sudah matang akan terbentuk menjadi minyak dan gas. Selain serpih dan batulumpur karbonat, lapisan batubara juga dapat bertindak sebagai batuan sumber, karena maseral liptinit dan eksinit yang merupakan sumber dari hidrokarbon banyak dijumpai dalam lapisan batubara. Batuan Waduk
Batuan waduk (reservoir rock ) adalah batuan dimana tempat hidrokarbon terakumulasi. Batuan waduk ini umumnya merupakan batuan sedimen klastika kasar, mempunyai porositas dan permeabilitas yang baik dan juga mempunyai volume yang cukup besar. Pada umumnya yang bertindak sebagai batuan induk adalah batupasir dan batugamping. Di Cekungan Asemasem batuan yang dapat menjadi batuan waduk adalah batupasir pada Formasi Tanjung dan Formasi Warukin. Batupasir Formasi Tanjung dikuasai oleh batupasir sublitarenit, litarenit dan subarkose. Porositas batupasir ini terdiri atas porositas primer adalah porositas yang terbentuk pada waktu pengendapan, sedangkan porositas sekunder yaitu porositas yang terbentuk setelah pengendapan atau selam proses diagenesa seperti pelarutan. Porositas sekunder yang terjadi ada Formasi
16
Tanjung adalah pelarutan dari fragmen batuan volkanik dan butiran feldspar. Batupasir Formasi Warukin umumnya berbutir halus sampai sedang dengan komposisi litarenit, porositas primer berkembang sangat baik dikarenakan proses diagenesa pada batupasir ini masih belum kuat. Batugamping Formasi Berai secara mikroskopik pada umumnya terdiri atas batugamping packstone dan wackstone dengan fragmen terdiri atas kepingan foram dan fosil lain. Porositas yang terjadi dalam batugamping ini adalah porositas sekunder yang interkristalin, mouldic dan vug . Batuan Penutup
Batuan penutup (caprock ) adalah batuan sedimen berbutir halus yang kedap air. Batuan ini berperan sebagai penutup dan mencegah hidrokarbon yang sudah terakumulasi dalam batuan waduk bermigrasi ke tempat lain. Batuan yang dapat menjadi batuan penutup adalah batulempung yang masif dan kedap air. Batuan seperti ini di Cekungan Asem-asem dijumpai sebagai sisipan baik dalam Formasi Tanjung ataupun Formasi Warukin. Batuan ini berasosiasi dengan batupasir yang diperkirakan deoat bertindak sebagai batuan waduk atau reservoir dalam Formasi Tanjung. Batuan penutup ini peranannya sangat berhubungan erat dengan bentuk jebakan minyak, dengan kata lain bahwa batuan penutup adalah merupakan bagian dari sistem jebakan miyak itu sendiri (oil play). Jebakan dan Migrasi Hidrokarbon
Jebakan hidrokarbon adalah kondisi geologi setempat yang dapat membentuk jebakan hidrokarbon, sedangkan migrasi hidrokarbon adalah perpindahan hidrokarbon dari batuan induk ke batuan waduk setelah kerogen mencapai kematangan. Kondisi geologi yang dapat menunjang jebakan hidrokarbon adalah stratigrafi dan struktur geologi. Stratigrafi adalah posisi satuan batuan terhadap satuan lainnya, sedangkan struktur geologi adalah perubahan kondisi dari satuan batuan akibat tektonik. Sesar-sesar banyak dijumpai di Cekungan Asem-asem yang merupakan kontrol utama sistem jebakan dan migrasi hidrokarbon.
17
Gambar 14. Petroleum play pada Formasi Tanjung bagian bawah di Cekungan Asem-asem.
Serpih Minyak (Oil
Shale )
Runtunan batuan sedimen yang mengandung lapisan “oil shale” terdiri atas serpih dan batulumpur, berwarna kelabu gelap sampai hitam, berlembar sampai berlaminasi tebal, setempat berstruktur sedimen laminasi sejajar dan kaya akan material organik. Sifat fisik batuan ini adalah keras jika segar dan lunak jika telah lapuk. Batuan ini bersisipan dengan batulumpur berwarna kelabu terang yang biasanya miskin akan material organik. Pada umumnya batua serpih minyak ini selalu berasosiasi dengan lapisan batubara. Di cekungan Asem-asem batuan serpih minyak ini dijumpai dalam Formasi Tanjung dan Formasi warukin. Serpih minyak juga merupakan batuan induk, perbedaannya adalah untuk serpih minyak diperlukan kematangan termal dari material organiknya berkisar belum matang akhir sampai matang awal, sedangkan batuan induk diperlukan kematangan termal matang awal sampai matang akhir. Berdasarkan analisis TOC menunjukkan bahwa batulumpur berwarna kelabu kehitaman banyak mengandug material organik
18
ini lebih cocok untuk serpih minyak (oil shale) dari pada sebagai batuan induk ( source rock ).
Batubara Batubara di Cekungan Asem-asem dijumpai dalam Formasi Tanjung dan Formasi Warukin. Pada Formasi Tanjung batubara dijumpai di bagian tengan dengan ketebalan 50 sampai 200 cm. Secara megaskopik lapisan batubara di Formasi Tanjung warna hitam, mengkilap, gores warna hitam, dengan pecahan konkoidal dan ringan. Analisis petrografi organik dilakukan pada batubara dari Formasi Tanjung menunjukkan bahwa kadar kalorinya yang paling rendak adalah 5970 cal/gr dan paling tinggi adalah 7725 cal/gr. Pada Formasi Warukin secara umum keseluruhan tersusun oleh sepuluh lapisan. Tebal perlapisan batubara yang teramati berkisar 1 sampai 8 m. Secara fisik batubara yang teramati adalah berwarna hitam, kilap kusam, ringan mengandung banyak resin dan memperlihatkan struktur kayu. Nilai kalori berkisar antara 4565 – 5925 cal/gr, dengan rata-rata nilai kalori 5418 cal/gr. Peringkat batubara di Formasi Warukin termasuk high volatile subbituminous B.
Coal Bed M ethane (CBM)
CBM adalah sumber metana ekonomis yang tersimpan dalam lapisan batubara. Metana baik tipe biogenik primer dan termogenik yang ada di dalam batubara dihasilkan dari pembatubaraan (coalification). Coalification adlaah suatu proses perubahan gambut menjadi batubara selama berlangsungnya penimbunan (burial ). Gas yang tersimpan dalam batubara terdapat dalam empat cara. Pertama sebagai gas bebas dalam mikropori dan rekahan-rekahan (cleat ) batubara. Kedua sebagai dissolved gas dalam air yang terkandung dalam batubara. Ketiga sebagai gas yang terserap di antara partikel batubara, mikropori dan permukaan rekahan. Keempat
19
sebagai gas yang terserap dalam struktur molekul batubara (Yee et al., 1993 dalam Montgomery, 1999). Berdasarkan hasil penelitian oleh PSG-Lemigas (2006) untuk batubara Formasi Tanjung memiliki kandungan gas metana berkisar antara 0, 4 m3 sampai 8,2 m3/ton, sedangkan hasil penelitian untuk Formasi War ukin oleh PSG-Lemigas (2004) menunjukkan kandungan gas metana berkisar antara 0,9 m 3 sampai 5,77 m 3/ton.
20
KESIMPULAN Secara geologi, Cekungan Asem-asem terletak di tenggara Kerak Benua Sundaland dan Selatan Cekungan Kutai serta di bagian barat berbatas an langsung oleh Komplek Pegunungan Meratus. Secara demografi cekungan Asem-asem berada di Provinsi Kalimantan Selatan dan msauk sebagian daerah Provinsi Kalimantan Timur. Kalimantan tenggara yang merupakan cikal bakal tempat terbentuknya Cekungan Asem-asem, tersusun oleh Batuan Paleozoik sampai dengan Batuan Kenozoik. Cekungan Asem-asem sendiri dulu adalah satu cekungan dengan Cekungan Barito yang menyebabkan susunan stratigrafinya kedua cekungan ini sama. Pada Miosen Akhir – Pliosen Awal gejala tektonik inversion mulai terjadi yang mengakibatkan batuan sedimen mulai terlipat. Puncaknya terjadi pada kala PlioPlistosen akibat terjadinya kolisi antara Mikrokontinen Paternoster dengan daratan Kalimantan. Proses tersebut mengakibatkan sesar-sesar normal yang ada mengalami reaktifasi menjadi sesar naik yang juga melipatkan batuan sedimen Tersier. Deformasi ini juga mengakibatkan terangkatnya Tinggian Meratus ke permukaan sebagai prosuk dari kolisi dan memisahkan Cekungan Asem-asem dan Cekungan Pasir dengan Cekungan Barito. Secara stratigrafi, Cekungan Asem-asem terdiri dari lima formasi batuan yaitu, batuan alas (basement ) yang berupa batuan malihan sekis amfibolit, filit, sekis yang berumur Jura. Batuan pengisi cekungan Asem-asem di mulai dari Formasi Tanjung yang tersusun oleh
perselingan batupasir kasar, batupasir konglomeratan dan
konglomerat di bagian bawah, batulempung berwarna kelabu di bagian tengah dan perselingan tipis batulanau dan batupasir halus di bagian atas yang memiliki lingkungan pengendapan sungai atau fluvial dan berumur Eosen Akhir (Martini, 1971). Secara selaras di atas Formasi Tanjung diendapkan Formasi Berai yang didominasi oleh batugamping ini memiliki lingkungan pengendapan terumbu depan, mungkin antara terumbu belakang, sublitoral pinggir, relatif dangkal, mungkin kurang dari 30 meter, berupa laut dangkal atau lagoon yang berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal (Te1-5 Adams, 1970). Secara selaras di atas Formasi Berai diendapkan Formasi
21
Warukin yang tersusun oleh batulempung warna kelabu, sisipan batupasir dan batubara dengan lingkungan pengendapan rawa dan pasang surut yang berumur Miosen Awal – Miosen Akhir. Secara tidak selaras di atas Formasi Warukin terendapkan Formasi Dahor yang tersusun oleh batulempung sampai batulempung pasiran, batupasir kasar dan konglomerat yang memiliki lingkungan pengendapan delta dan berumur Plio-Plistosen. Endapan Aluvial yang terendapkan oleh proses fluviatil yang terdiri dari endapan lumpur, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah yang berumur Kuarter. Potensi hidrokarbon di Cekungan Asem-asem diindikasikan dengan potensi batuan induk yang berasosiasi dengan batubara dan dijumpai pada bagian tengah Formasi Tanjung dan serpih karbonat yang berasosiasi dengan batubara juga dijumpai pada Formasi Warukin. Batuan waduk dijumpai pada batupasir kuarsa pada Formasi Tanjung dan Warukin serta batugamping Formasi Berai. Batuan penutup adalah batulempung sebagai sisipan dalam Formasi Tanjung dan Warukin. Adapun jebakan hidrokarbon yang terbentuk adalah jebakan stratigrafi dan struktur atau kombinasi dari keduanya. Potensi serpih minyak atau oil shale di Cekungan Asem-Asem dijumpai pada Formasi Tanjung dan Formasi Warukin, sebagai batuan serpih karbonat yang juga merupakan batuan induk. Potensi batubara dan gas metana dijumpai juga di Formasi Tanjung yang memiliki ketebalan batubara antara 50 sampai 200 cm dan Formasi Warukin yang memiliki ketebalan batubara bervariasi mulai dari beberapa meter sampai puluhan meter.
22
DAFTAR PUSTAKA Geologi, Suara., 2012., Stratigrafi Cekungan Asem-asem Kalimantan Timur. http://suarageologi.blogspot.co.id/2012/06/stratigrafi-cekungan-asem-asem_ 14.html. Di akses pada tanggal 28 September 2015. Hidayat, Rory., 2012., Fisiografi Kalimantan. http://rorygeobumi.blogspot.co. id/2012/04/fisiografi-kalimantan.html. Di akses pada tanggal 29 September 2015. Hidayat, Rory., 2012., Kerangka Tektonik Kalimantan. http://rorygeobumi.blogspot. co.id/2012/04/kerangka-tektonik-regional-kalimantan.html. Di akses pada tanggal 29 September 2015. Heryanto, R., 2010. Geologi Cekungan Barito. Bandung: Badan Geologi Kementrian Energi Sumber Daya Mineral.
23