GANGGUAN SISTEM SARAF NERVOUS SYSTEM DISTURBANCE Azki Afidati Putri Anfa 1)*, Nadyatul Khaira Huda2), Nurul Fathjri Rahmayeny3) Rifqi Ramadhana4), Selvi Nur Afni5) 1) NIM. 1410422025, Kelompok V A, Praktikum Fisiologi Hewan 2) NIM. 1410422015, Kelompok V A, Praktikum Fisiologi Hewan 3) NIM. 1410422045, Kelompok V A, Praktikum Fisiologi Hewan 4) NIM. 1410421001, Kelompok V A, Praktikum Fisiologi Hewan 5) NIM. 1410422041, Kelompok V A, Praktikum Fisiologi Hewan * Koresponden :
[email protected] Abstract An experiment about Nervous System Disturbance was done on Saturday, Wednesday 26th October at the Laboratory of Teaching II, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Andalas University, Padang. The experiment to observe the effects of nervous system disorders of the motor activity of animals and to identify forms of symptoms of nervous system disorders due to anesthetic agents in experiments using Hebb-William Maze and Morris Water Maze. The result of Hebb-William Maze experiment at test I, Mus musculus normal rate is 26 seconds and rate of Mus musculus threatment with anesthetic the rate is 4 minute 38 second. In Morris Water Maze experiment, Mus musculus normal rate is 6 seconds whereas rate of Mus musculus threatment with anesthetic is 44 seconds . Due to that the substance of anesthesia affect the nervous system, causing physiological disorders. Keywords: Hebb-William Maze, Morris Water Maze, Nervous system
PENDAHULUAN Sistem saraf terdiri dari dua kelompok yakni Susunan Saraf Pusat (SSP) yang meliputi otak dan sumsum tulang belakang, dan Sistem Saraf Perifer dengan saraf-saraf yang secara langsung atau tak langsung ada hubungannya dengan SSP. Saraf perifer ini terbagi lagi kedalam dua bagian, yaitu Susunan Saraf Motoris yang bekerja sekehendak kita, misalnya otot-otot lurik (kaki, tangan, dan sebagainya) serta Susunan Saraf Otonom (SSO) yang bekerja menurut aturannya sendiri. Susunan Saraf Otonom (SSO), juga disebut susunan saraf vegetatif, meliputi antara lain sarafsaraf dan ganglia (majemuk dari ganglion yang artinya simpul saraf) yang merupakan persarafan ke otot polos dari berbagai organ (bronchia, lambung, usus, pembuluh darah, dan lain-lain). Termasuk kelompok ini pula adalah otot jantung (lurik) serta beberapa kelenjar (ludah, keringat, dan pencernaan). Dengan demikin, sistem saraf otonom tersebar luas di seluruh tubuh dan fungsinya adalah mengatur secara otonom keadaan fisiologi yang konstan, seperti suhu badan, tekanan, dan
peredaran darah serta pernafasan (Tjay dan Rahardja, 2002). Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistemsaraf tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkansaraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otakantara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat. Di dalam sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang danmenuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapa t beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapatpada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion (Pratiwi, 1996). Sistem saraf otonom adalah sistem saraf yang bekerja tanpa mengikuti kehendak dan kemauan kita. Misalnya detak jantung, mata berkedip, kesadaran, pernafasan maupun pencernaan makanan. Menurut fungsi dan tanda -
tanda morfologinya sistem saraf otonom dibedakan menjadi dua yaitu, sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik (Tan, 2002). Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ (Pratiwi, 1996). Pada dasarnya semua sel memiliki sifat iritabilitas, artinya sel dapat menanggapi rangsangan yang sampai kepadanya. Sifat tersebut tampak masih sangat menonjol pada sel otot dan sel saraf. Sel otot akan menunjukkan respon apabila padanya diberikan rangsangan lewat saraf atau langsung pada otot. Respon yang ditunjukkan oleh sel otot umumnya berupa kontraksi otot, sedangkan respon yang pada sel saraf tidak dapat diamati, sebab berupa proses pembentukan potensial aksi yang kemudian dirambatkan berupa impuls. Adanya respon sel saraf hanya dapat diamati pada efektornya (Betram, 2004). Pada umumnya sistem saraf simpatik dan system saraf parasimpatik bekerja berlawanan tetapi dalam beberapa hal bersifat sinergis. Rangsangan dari susunan saraf pusat untuk sampai ke ganglion efektor memerlukan suatu penghantar yang disebut dengan neurotransmiter. Bila rangsangan tersebut berasal dari saraf simpatis maka neurohormon yang bekerja adalah noradrenalin (adrenalin) atau norepinephrin (epinefrin). Sebaliknya apabila rangsangan tersebut berasal dari saraf parasimpatis, maka neurohormon yang bekerja adalah asetilkolin (Tan, 2002). Menurut Campbell (2004), ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf, yaitu: 1)Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita yang bertindak sebagai reseptor adalah organ indera; 2) Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf
itu sendiri. Saraf tersusun dari berkas serabut penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat sel-sel khusus yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron; 3)Efektor, adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah diantarkan oleh penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada manusia adalah otot dan kelenjar. Sel saraf terdiri atas tiga bagian utama yaitu dendrit merupakan uluran pendek dan bercabang-cabang dan berperan menerima rangsang dari lingkungan dan menghantarkan impuls ke arah badan sel, badan sel terdiri atas sitoplasma dan inti, berperan sebagai pusat pengaturan sel saraf, dan akson merupakan uluran yang panjang dan berfungsi untuk menghantarkan impuls saraf ke sel- sel lain. Akson tidak seluruhnya disebungi oleh selaput mielin, ada juga bagian akson yang tidak diselubungi oleh selaput mielin yang disebut takik ranvier (Node of Ranvier). Takik merupakan kesenjangan kesenjangan yang terdapat antara dua sel schwan yang berdekatan sepanjang akson. Sel saraf biasanya menerima informasi melalui dendrit dan badan sel dan menghantarkannya melalui akson. Urutan ini disebut polarisasi dinamik (Pagarra, 2011). Fungsi mielin adalah melindungi akson dan memberi nutrisi. Bagian dari akson yang tidak terbungkus mielin disebut nodus Ranvier, yang dapat mempercepat penghantaran impuls (McKay, 2000). Dendrit pada umumnya tidak diselubungi selaput mielin. Sedangkan pada akson ada yang diselubungi selaput mielin dan ada yang tidak (Pagarra, 2011). Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati efek gangguan sistem saraf terhadap aktivitas motorik hewan dan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk simtom gangguan sistem saraf akibat zat anastesi. PELAKSANAAN PRAKTIKUM Waktu dan Tempat Praktikum mengenai Gangguan Sistem Saraf dilaksanakan pada hari Rabu, 26
Oktober 2016 di Laboratorium Teaching II, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang. Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah wadah pembius terisolasi (toples atau botol), HebbWilliam Maze aparatus, Morris Water Maze aparatus, stopwatch dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah alcohol 70%, umpan berupa ikan asin dan mencit sebanyak dua ekor. Cara Kerja Hebb-William Maze Ikan asin dibakar menggunakan lampu spiritus kemudian diletakkan diujung labirin yang dianggap sebagai pintu keluar, kemudian mencit diletakkan di pintu masuk dengan posisi yang berhadapan dengan pintu keluar, diamati dan dicatat waktu yang dibutuhkan mencit untuk mencapai pintu keluar. Jika melebihi waktu 4 menit, maka percobaan dianggap gagal. Percobaan kedua yaitu menggunakan mencit yang diberi zat anestesi berupa alcohol 70%. Mencit dimasukkan kedalam killing botle namun jangan sampai mencit mati, kemudian diletakkan kembali didalam labirin dan amati kembali pergerakan dan waktu yang diperlukan untuk mencapai pintu
keluar. Selain itu, diamati juga beberapa parameter seperti gerakannya (lincah atau pasif), kondisi mata (orbital terbuka penuh atau tertutup sebagian), tubuh menggigil atau tidak serta dimatai keteraturan gerak. Bandingkan hasil percobaan pada mencit normal dan mencit yang dianestesi. Morris Water Maze Batu diletakkan didalam baskom, kemudian diisi dengan air hingga mencapai setengah tinggi batu, kemudian mencit diletakkan di dalam air, diamati dan dicatat waktu yang dibutuhkan mencit untuk mencapai batu yang dianggap sebagai daratam tersebut. Jika melebihi waktu 4 menit, maka percobaan dianggap gagal. Percobaan kedua yaitu menggunakan mencit yang diberi zat anestesi berupa kloroform. Mencit dimasukkan kedalam killing botle namun jangan sampai mencit mati, kemudian diletakkan kembali didalam baskom dan amati kembali pergerakan dan waktu yang diperlukan untuk mencapai batu tersebut. Selain itu, diamati juga beberapa parameter seperti gerakannya (lincah atau pasif), kondisi mata (orbital terbuka penuh atau tertutup sebagian), tubuh menggigil atau tidak serta dimatai keteraturan gerak. Bandingkan hasil percobaan pada mencit normal dan mencit yang dianestesi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun hasil dari praktikum yang telah dilaksanakan yaitu : 1. Pengamatan kondisi mencit normal dan mencit yang dianestesi (mengalami gangguan syaraf) akibat kloroform pada uji labirin Tabel 1. Pengamatan kondisi mencit normal dan mencit yang dianestesi Mencit dianestesi dengan Mencit normal Parameter alkohol 70% No pengamatan P1 P2 P3 P1 P2 P3 Gerakan (aktif, 1. Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Aktif Pasif, hiperaktif) Orbital (menutup, 2. normal, terbuka Normal Normal Normal Menutup Normal Normal lebar) Tubuh (menggigil 3. Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak atau tidak)
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa pada keadaan normal Mus musculus tidak terjadi gangguan apapun. Orbital pada tiga kali perlakuan selalu normal, hal ini disebabkan bahwa tidak adanya gerakan refleks terhadap kondisi normal, gerakan aktif bahkan hingga hiper-aktif, dan kondisi tubuh tidak mengigil. Pada perlakuan diberi alcohol 70% Mus musculus mengalami gangguan berupa menggigil, hal ini karena zat alkohol tersebut menghambat sistem saraf dari Mus musculus. Menurut Isnaeni (2006), gerak refleks merupakan gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari. Impuls yang menyebabkan
gerakan ini disampaikan melalui jalan yang sangat singkat dan tidak melewati otak. Sistem saraf pusat sebagai pengendali gerak refleks merupakan sebuah mekanisme yang terjadi pada makhluk hidup, salah satunya katak sebagai bentuk pertahanan diri dari berbagai rangsangan yang diberikan. Apabila suatu saraf diberi rangsangan, maka sel saraf akan merespon yaitu mengubah energi rangsangan menjadi energi elektrokimia impuls saraf yang akan dirambatkan sepanjang serabut saraf.
Tabel 2. Pengamatan Uji Hebb-William Maze Perlakuan Ulangan 1 Tanpa diberi zat 2 apapun 3 1 Di beri anestesi 2 (alkohol 70%) 3
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui pada Mus musculus normal menemukan umpan berupa ikan asin yang telah di panaskan lebih cepat di bandingkan Mus musculus yang di beri anestesi berupa alcohol 70%. Hal ini disebabkan karena pada Mus musculus yang di beri anestesi mengalami gangguan yakni terhambatnya penerimaan informasi dari luar hingga ke otak. Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh o-w Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesia umum yaitu hilang rasa sakitdisertai hilang kesadaran. Sejak dahulu sudah dikenal tindakan anastesia yang digunakan untuk mempermudah tindakan operasi. Anastesia yang dilakukan dahulu oleh orang mesir menggunakan narkotik, oarang cina menggunakan canabis indica dan pemukulan kepala dengan tongkat kayu
Waktu 26 detik 4 menit 4 detik 2 menit 49 detik 4 menit 38 detik 7 menit 32 detik 2 menit 52 detik
untuk menghilangkan kesadaran (Ganiswarna, 1994). Menurut Boylan (1983), impuls dapat mengalir melalui serabut saraf karena adanya perbedaan potensial listrik antara bagian luar dan bagian dalam serabut saraf. Kecepatan merambatnya impuls pada mamalia tertentu dapat lebih dari 100 meter per detik sedangkan pada beberapa hewan tingkat rendah kira-kira hanya 0,5 meter per detik. Ada dua faktor yang mempengaruhi kecepatan rambatan impuls saraf, yaitu selaput myelin dan diameter serabut saraf. Pada serabut saraf yang bermyelin, depolarisasi hanya terjadi pada nodus ranvier sehingga terjadi lompatan potensial kerja, akibatnya implus saraf lebih cepat merambat. Semakin besar diameter serabut saraf semakin cepat rambatan impuls sarafnya.
Tabel 3. Pengamatan Uji Moriz Water Maze Perlakuan Ulangan 1 Normal 2 3 1 Di beri anestesi 2 (alkohol 70%) 3 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada Mus musculus yang normal lebih cepat di bandingkan Mus musculus normal Sel saraf bekerja dengan cara menimbulkan dan menjalarkan impuls. Impuls dapat menjalar pada sebuah sel saraf, tetapi juga dapat menjalar ke sel lain dengan melintasi sinaps. Komunikasi antara satu neuron dengan
Waktu 6 detik 6 detik 3 detik 44 detik 4 detik 10 detik
neuron lainnya atau dengan otot dan kelenjar melalui proses transmisi sinaptik. Terdapat dua jenis transmisi sinaptik :transmisi sinaptik elektrik dan kimiawi. Pada transmisi sinaptik terjadi hubungan dimana akson dari suatu neuron sel presinaps akan berhubungan dengan dendrit dan akson neuron postsinaps (Halwatiah, 2009)
KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pada uji Hebb-William Maze, gerak Mus musculus normal lebih cepat di
bandingkan Mus musculus yang diberi anestesi berupa alkohol 70%. 2. Pada uji Moriz Water Maze, gerak Mus musculus nurmal lebih cepat di bandingkan Mus musculus yang diberi anastesi.
DAFTAR PUSTAKA Betram, G. Katzung. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. EGC. Jakarta. Boylan, C. J.1983. Pharmaceutical Excipient. Pharmaceutical Societ y of Britian. London. Campbell, Neil A. Jane B. Reece, dan Lawrence G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi ke 5 Jilid 3. Erlangga. Jakarta. Halwatiah. 2009. Fisiologi. Alauddin Press. Makassar. Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta. McKay R: Stem cells and the cellular organization of the brain. J Neurosci Res 2000;59:298. [PMID: 10679764]
Pagarra, Halifah dan Adnan. 2011. Struktur Hewan. Jurusan Biologi FMIPA UNM. Makassar. Pratiwi, DA. 1996. Biologi. Erlangga. Jakarta. Tan, Hoan Tjay. dan Rahardja. 2002. Farmakologi. EGC. Surabaya. Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2002. ObatObat Penting. PT Elex Media Kompoitindo Gramedia. Jakarta