DEPARTEMEN /SMF ILMU KESEHATAN ANAK FKUP/ RS HASAN SADIKIN BANDUNG Sari Pustaka Pembimbing : Prof. Dr. dr.Kusnandi Rusmil, SpA(K).,MM Dr. dr. Eddy Fadlyana.,Sp.A (K).,M.Kes Dr. dr. Meita Dhamayanti,Sp.A(K).,M.Kes Rodman Tarigan,dr.,SpA(K).,M.Kes Oleh : Natasha Amalda Ediwan Tanggal : September 2017
GANGGUAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR DAN HALUS PADA BAYI DAN ANAK DEFINISI PERKEMBANGAN
Anak selalu tumbuh dan berkembang dari masa konsepsi hingga masa remaja. Hal inilah yang membedakan anak-anak dengan dewasa. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses berkelanjutan sampai dewasa yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Konsep perkembangan tidak lepas dari pertumbuhan. Laju perkembangan dipengaruhi oleh laju pertumbuhan, demikian juga sebaliknya. Pertumbuhan dan perkembangan berjalan selaras dan menghasilkan kematangan individu. Perkembangan berkenaan dengan peningkatan kualitas, yaitu peningkatan dan penyempurnaan fungsi. Perkembangan merupakan suatu perubahan dan perubahan ini bersifat kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi material, melainkan pada segi fungsional. Perkembangandapat diartikan sebagai perubahan kualitatif fungsional tubuh.1,2 Terdapat banyak definisi perkembangan yang dikemukakan oleh para ahli. Monks dkk mendefinisikan perkembangan sebagai ‘suatu ‘ suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak dapat terulang kembali. Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diulang kembali.Perkembangan merupakan proses yang kekal dan tetap menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, pematangan, dan belajar.’ belajar.’2 Seiffer dan Hoffnung dalam ‘Child and Adolescent Development’ mengartikan perkembangan sebagai ‘perubahan jangka panjang pada pertumbuhan
perasaan, pola pikir, relasi sosial, dan kemampuan motorik seseorang’.3 Desmita mengartikan bahwa di dalam perkembangan terdapat serangkaian perubahan yang terjadi secara terus menerus, berasal dari fungsi jasmaniah dan rohaniah individu menuju tahap kematangan, melalui proses pertumbuhan dan pembelajaran. 4 Anak akan menjalani pertumbuhan dan perkembangan yang normal yang sesuai dengan usianya pada kondisi optimal. Perkembangan merupakan tingkat fungsional yang dimiliki seorang anak secara individu yang sebagai hasil dari maturasi sistem saraf dan reaksi psikologis. Perkembangan dipengaruhi oleh perpaduan faktor genetik (nature) dengan lingkungan sosial serta lingkungan keluarga (nurture).1 Periode prenatal dan selama 1 tahun pertama kehidupan membentuk landasan pertumbuhan dan perkembangan, menetapkan trajektori kehidupan anak selanjutnya. Plastisitas neural, kemampuan otak untuk beradaptasi atau terbentuk dari pengalaman, baik positif maupun negatif, berada di puncaknya. Total volume otak bertambah dua kali lipat pada tahun pertama kehidupan dan bertambah 15% setelah tahun kedua. Kemampuan untuk melakukan keterampilan sederhana, seperti menelan, merupakan proses rumit dan memerlukan koordinasi tinggi yang melibatkan berbagai tingkat kontrol persarafan yang tersebar di berbagai sistem fisiologis, dimana pematangannya tejadi selama 1 tahun kehidupan. Mielinasi korteks dimulai pada usia kehamilan 7-8 bulan dan berlanjut hingga masa remaja dan dewasa muda. Mielinasi berlangsung dari posterior ke anterior, memungkinkan maturasi progresif pada jaras sensorik, motorik, dan asosiatif. PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR DAN HALUS
Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia, bayi memperoleh kompetensi baru di semua area perkembangan. Konsep alur perkembangan menggambarkan bahwa keahlian kompleks akan dapat dipelajari dari menguasai keahlian-keahlian sederhana, juga perlu disadari bahwa perkembangan pada masing-masing area akan mempengaruhi satu sama lain. Seluruh parameter perkembangan harus diplot dengan menggunakan grafik WHO. Grafik WHO
menunjukkan bagaimana perkembangan dan pertumbuhan anak sejak lahir hingga usia 72 bulan seharusnya berjalan (dalam kondisi optimal). Perkembangan seorang anak meliputi 3 aspek perkembangan yaitu; 1) perkembangan psikomotorik, 2) perkembangan kognitif, 3) perkembangan komunikasi dan bahasa.1 Perkembangan psikomotorik anak merupakan perkembangan yang paling sering diidentifikasi oleh orang tua. Menurut Magill Richard A., keterampilan motorik dibagi menjadi keterampilan motorik kasar dan keterampilan motorik halus.5 -
Keterampilan motorik kasar ( gross motor skill ) merupakan keterampilan motorik menggunakan otot-otot besar seperti berjalan, berlari, melompat.
-
Keterampilan motorik halus ( fine motor skill ) merupakan keterampilan mengontrol otot-otot kecil. Secara umum merupakan gerakan-gerakan yang cermat, halus, dan membutuhkan koordinasi mata dan tangan, seperti menjahit, mengancingkan pakaian. Meskipun demikian, kebanyakan orang tua memahami perkembangan
psikomotorik hanya terbatas kepada kemampuan motorik kasar semata. Padahal kemampuan psikomotorik anak tidak hanya ditentukan oleh kemampuan motorik kasar saja, tetapi juga kemampuan motorik halus anak. Kemampuan motorik kasar biasanya ditentukan oleh gerak otot dan fisik. Sementara kemampuan motorik halus lebih merupakan gerak koordinasi yang dilakukan oleh s eorang anak. Tabel 1. Kemampuan Motorik Kasar dan Halus pada Anak Usia 0-24 bulan Usia 0 – 3 bulan Mengangkat kepala setinggi 45O dan dada ditumpu lengan apda waktu tengkurap Menggerakan kepala dari kiri/kanan ke tengah Usia 3 – 6 bulan Berbalik dari telungkup ke telentang Mengangkat kepala setinggi 90 0 Mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil
Usia 6 – 9 bulan Duduk sendiri (dalam sikap bersila) Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang Usia 9 – 12 bulan Mengangkat badannya ke posisi berdiri Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi Dapat berjalan dengan dituntun Usia 12 – 18 bulan Berdiri sendiri tanpa berpegangan Membungkuk untu memungut mainan kemudian berdiri kembali Berjalan mundur 5 langkah Usia 18 – 24 bulan Berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik Berjalan tanpa terhuyung-huyung Usia 24 – 36 bulan Jalan menaiki tangga sendiri Dapat bermain dan menendang bola kecil Usia 36 – 48 bulan Berdiri pada satu kaki selama 2 detik Melompat dengan kedua kaki diangkat Mengayuh sepeda roda tia Usia 48 – 60 bulan Berdiri pada satu kaki selama 6 detik Melompat-lompat dengan satu kaki Menari Usia 60 – 72 bulan Berjalan lurus Berdiri dengan satu kaki selama 11 detik Sumber: Needlman. Growth and Development. 2004 USIA 0 – 2 BULAN
Berat badan bayi akan berkurang 10% dari berat badan la hir pada 1 minggu pertama karena ekskresi dan asupan nutrisi yang terbatas. Bayi kemudian belajar untuk menyusu dengan efisien sehingga bayi mendapatkan asupan ASI, mengembalikan berat badan lahirnya pada usia 2 minggu. Gerakan tungkai sebagian besar berupa geliat, dengan bayi membuka dan menutup telapak tangan tanpa maksud tertentu. Senyum terjadi secara involunter. Tatap mata, menengok, dan mengisap dilakukan dengan kontrol yang lebih baik, dan dapat mencerminkan
kemampuan persepsi dan kognisi bayi. Bayi akan lebih senang menoleh ke arah suara ibu, menggambarkan kemampuan rekognisi memori. Awalnya, tidur dan bangun terjadi merata sepanjang 24 jam. Pematangan neurologis bertanggung jawab atas penggabungan jam tidur selama 5-6 jam di malam hari, dengan periode bangun singkat untuk menyusui. Bayi dengan orang tua yang lebih interaktif dan rajin memberi stimulasus (secara konsisten) pada siang hari akan belajar untuk tidur di malam hari. USIA 2 – 6 BULAN
Selama beberapa bulan selanjutnya, rentang kontrol motorik dan sosial serta aktivitas kognitif bayi meningkat pesat. Refleks – refleks primitif yang membatasi gerakan volunteer mulai hilang. Menghilangnya refleks tonik leher asimetris menandakan bahwa bayi dapat mulai mengamati objek di depannya dan memainkannya
dengan
kedua
tangan.
Menghilangnya
refleks
genggam
memungkinkan bayi memegang objek dan melepaskannya secara volunter. Objek-objek baru membuat bayi ingin meraih dengan sengaja meskipun gerakannya masih tidak eisien. Kualitas gerakan-gerakan spontan juga berubah, dari menggeliat, menjadi gerakan sirkular yang lebih kecil (‘ fidgety’). Saat bayi dapat mempertahankan kepalanya selama duduk, mereka dapat melihat hal-hal lain di sekitar mereka, daripada sekadar melihat ke atas, membuka rentang visual baru. Bayi dapat mulai makan dengan sendok. Pada periode ini, bayi memiliki waktu bangun dan tidur yang stabil. USIA 6 – 12 BULAN
Bayi dapat duduk, banyak bergerak, dan memiliki berbagai keahliankeahlian baru untuk mengeksplorasi lingkungan di sekitar mereka. Pertumbuhan akan melambat. Pada usia 1 tahun, berat badan tiga kali lipat berat badan lahir, panjang badan bertambah 5-%, dan lingkar kepala bertambah sekitar 10 sentimeter. Bayi akan mampu duduk tanpa bantuan pada usia 6-7 bulan dan berputar saat duduk pada usia 9-10 bulan, memampukan bayi bermain dengan beberapa objek sekaligus
dan bereksperimen dengan beberapa objek baru. Pembelajaran ini dibantu dengan kemampuan menggenggam dengan jari-jari (thumb-finger grasp) pada usia 8-9 bulan dan pincer grasp (dengan telunjuk dan ibu jari) pada usia 12 bulan. Bayi belajar melepas benda dengan keinginan sendiri pada usia 9 bulan. Kebanyakan bayi mulai merangkak dan berdiri dari duduk sekitar usia 8 bulan. Beberapa mulai berjalan di usia 1 tahun. Keterampilan motorik kasar meningkatkan rentang eksplorasi bayi namun juga bahaya fisik. USIA 12 – 18 BULAN
Mayoritas anak mulai berjalan tanpa bantuan sekitar usia 12-15 bulan. Pada mulanya bayi akan belajar dengan gaya berjalan dengan tungkai terbuka leb ar, lutut tertekuk dan siku fleksi; seluruh batang tubuh ikut berputar seturut langkah; ibu jari dapat mengarah ke dalam atau ke luar, dan telapak kaki menginjak lantai dengan datar. Gambaran ini disebut genu varus. Latihan yang terus menerus akan menghasilkan gerakan yang lebih stabil dan penggunaan energi yang lebih efisien. Setelah latihan selama beberapa bulan, pusat gravitasi tubuh akan bergeser ke belakang dan batang tubuh menjadi stabil, sementara lutut dilebarkan dan tangan diayunkan di sisi tubuh untuk mencari keseimbangan. Telapak kaki akan berada pada garis yang lebih baik saat melangkah, anak dapat berhenti berjalan, menoleh, dan membungkuk tanpa jatuh. USIA 18 – 24 BULAN
Perkembangan motorik dalam periode terlihat dengan keseimbangan yang lebih baik, anak lebih gesit serta dpaat berlari dan naik tanga. USIA PRA SEKOLAH (2 – 5 TAHUN)
Pertumbuhan somatik tubuh dan otak melambat pada tahun kedua kehidupan, dengan menurunnya kebutuhan nutrisi dan nafsu makan, dan munculnya kebiasaan memilih-milih makanan pada anak.
Pertumbuhan organ seksual selaras dengan pertumbuhan somatik. Anak usia pra sekolah memiliki genu valgum dan pes planus ringan. Batang tubuh menjadi lebih kurus seiring dengan pemanjangan kaki. Energi memuncak, dan kebutuhan tidur berkurang menjadi 11-13 jam dalam 24 jam sehari, biasanya dimulai dengan anak tidak tidur siang. Ketajaman penglihatan mencapai 20/30 pada usia 3 tahun dan 20/20 pada usia 4 tahun. Semua gigi susu muncul pada usia 3 tahun. Mayoritas anak telah memiliki gaya berjalan matang dan dapat berlari dengan stabil/mantap sebelum mencapai usia 4 tahun. Setelah kemampuankemampuan dasar ini, terdapat variasi luas kemampuan motorik karena aktivitas motorik anak berkembang, termasuk melempar, menangkap, menendang bola, memanjat mainan, menari, bersepeda, dan sebagainya. Karakteristik aktivitas motorik kasar seperti tempo, intensitas, dan kehati-hatian anak juga bervariasi. Pada usia 3 tahun, anak menetapkan yang mana tangan yang dominan. Variasi perkembangan motorik halus akan menggambarkan kecenderungan dan kesempatan belajar anak. Misalnya, anak yang dibiasakan menggambar dengan menggunakan krayon akan mengembangkan kemampuan menggenggam pensil yang matang nantinya. Kontrol anak untuk buang air akan mulai muncul pada periode ini, saat anak-anak dapat mengutarakan keinginannya untuk buang air, dengan kesiapan untuk pergi ke toilet sendiri bervariasi pada tiap individu maupun pada budaya masing-masing. Anak perempuan cenderung berlatih lebih cepat dan lebih dulu dari anak laki-laki. Mengompol merupakan hal yang normal hingga usia 4 tahun pada perempuan dan usia 5 tahun pada anak laki-laki. USIA 6 – 11 TAHUN
Merupakan periode dimana anak-anak mulai berpisah dengan orang tua dan mencari validasi dari guru, orang dewasa lain, dan teman-teman sebayanya.
Kekuatan otot, koordinasi, dan stamina meningkat, begitu pula kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan rumit, seperti menari atau melempar bola basket. Keterampilan motorik tinggi tersebut merupakan hasil dari pematangan tahap perkembangan dan latihan; tingkat keberhasilan menunjukkan variasi dalam bakat, minat, dan kesempatan anak. Kebugaran fisik menurun pada usia sekolah. Kebiasaan sedenter pada usia ini berhubungan dengan meningkatnya risiko obesitas, pencapaian akademis, dan penghargaan diri yang lebih rendah. Persepsi akan ‘body image’ mulai berkembang pada periode ini, pada usia 5 dan 6 tahun anak menunjukan ketidakpuasan dengan tubuhnya; pada usia 8 dan 9 tahun kebanyakan mulai membatasi asupan makan (diet). Hilangnya kontrol untuk berhenti makan (‘binge eating ’) terjadi pada 6% anak pada usia ini. Sebelum pubertas, terjadi peningkatan sintesis gonadotropin, menyebabkan meningkatnya minat dan keingintahuan anak pada perbedaan jenis kelamin dan perilaku seksual sampai masa pubertas. Meskipun dorongan seksual pada usia ini terbatas, masturbasi umum dilakukan, dan anak-anak tertarik pada perbedaan jenis kelamin. SKRINING PERKEMBANGAN
Skrining perkembangan merupakan penggunaan alat-alat skrining yang pendek,
terstandardisasi,
dan
tervalidasi
untuk
mendeteksi
gangguan
perkembangan pada anak-anak. Sensitivtas merupakan kemampuan alat untuk mendeteksi anak-anak dengan gangguan perkembangan sedangkan sensitivitas merupakan kemampuan alat untuk menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan perkembangan pada anak-anak. Skrining perkembangan umumnya membutuhkan sensitivtas dan spesifisitas sebesar 70 – 80%. Meskipun terlihat kecil, gangguan perkembangan akan menjadi semakin terlihat sesuai dengan jalur pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga dengan sensitivtas dan spesifisitas yang kecilpun kemungkinan untuk terdeteksi menjadi semakin besar. Berikut di bawah me rupakan
kumpulan red flag dari skrining perkembangan anak. Kebanyakan anak dalam masa perkembangan tidak menunjukkan red flag , oleh karena itu, dibutuhkan skrining berkualitas untuk mendeteksi masalah tersebut. Apabila ditemukan, pasien harus diedukasi untuk segera berkonsultasi ke dokter spesialis anak untuk dilakukan intervensi dini. 1 Tabel 2. Red flag dalam Skrining Perkembangan1
Indikator Positif (adanya tanda-tanda di bawah) Hilangnya kemampuan pada usia berapapun Kekhawatiran oleh orang tua atau dokter mengenai penglihatan, pemusatan perhatian, atau mengikuti gerakan benda atau gangguan penglihatan yang telah dikonfirmasi pada usia berapapun Kehilangan pendengaran pada usia berapapun Tonus otot rendah atau otot lemas secara persisten Tidak bisa bicara sampai usia 18 bulan, terutama saat anak tidak berusaha untuk berkomunikasi dengan cara lain selain gerak tangan Asimetri dari gerakan atau gejala klinis lain yang menandakan adanya palsi serebral, seperti meningkatnya tonus otot Berjalan menggunakan ujung jari secara persisten Disabilitas kompleks Lingkar kepala lebih dari 99.6 persentil atau kurang dari 0.4 persentil. Apabila lingkar kepala melewati 2 sentil (atas atau bawah) sesuai dengan grafik atau tidak proporsional dengan lingkar kepala dari orang tua Dokter yang menilai dari aspek penilaian manapun namun memiliki kecurigaan adanya gangguan perkembangan
Indikator Negatif (aktivitas yang tidak dapat dilakukan oleh anak) Duduk tegak tanpa bantuan saat berusia 12 bulan Berjalan saat usia 18 bulan (laki-laki) atau 2 tahun (perempuan) Berjalan dengan menggunakan alat gerak selain ujung jari Berlari saat berusia 2.5 tahun Memegang benda yang diletakkan di tangan pada usia 5 bulan Mengambil benda pada usia 6 bulan Menunjuk pada benda yang diinginkan pada orang lain untuk menunjukkan ketertarikan pada usia 2 tahun
Gangguan perkembangan kurang lebih terjadi pada 12 – 16% dari anakanak. Apabila terdapat satu atau lebih aspek perkembangan yang tidak mencapai
milestone sesuai dengan waktunya, maka dapat disimpulkan bahwa anak tersebut perkembangan yang terlambat. Gangguan perkembangan umumnya berhubungan dengan kondisi medis dan genetik serta pada umumnya dapat berdampak buruk terhadap aspek sosial, emosional, fungsional, dan akademik anak. Identifikasi dari gangguan perkembangan tersebut sedini mungkin disertai dengan intervensi dini merupakan
penanganan
yang
penting
dilakukan
untuk
mengoptimalkan
kesejahteraan anak. 6 Manfaat dari skrining perkembangan, apapun aspek perkembangannya, adalah
memperbolehkan
supaya
intervensi
dini
dapat
dilakukan
untuk
mengoptimalkan tumbuh kembang anak. 3 Salah satu aspek, yaitu fungsi motorik kasar, merupakan fondasi dari banyak aktivitas fisik yang dapat dijalankan oleh anak kecil. Dari perspektif kesehatan, fungsi motorik kasar yang baik berkaitan secara positif dengan indeks massa tubuh yang lebih rendah, serta perkembangan kognitif yang lebih baik. Ulasan sistematik oleh Veldman dkk yang meliputi 6 penelitian menunjukkan bahwa intervensi dini untuk anak dengan gangguan perkembangan
motorik
dapat
memberikan
perkembangan kemampuan motorik ke depannya.
efek
yang
positif
terhadap
8
Skrining perkembangan yang dilakukan sekarang masih lebih rendah daripada prevalensi yang seharusnya. Hal ini mengusulkan bahwa jumlah anakanak dengan gangguan perkembangan yang terjaring pada skrining lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah anak-anak dengan gangguan perkembangan. Skrining perkembangan masih belum dilakukan secara rutin meskipun alat untuk asesmennya sudah tersedia.2 Frekuensi skrining yang direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics (AAP) adalah setiap usia 9, 18, dan 30 bulan. 7 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Guevara dkk ditemukan bahwa penggunaan Parents’ Evaluation of Developmental Skills (PEDS) memiliki asosiasi dengan
meningkatnya
perkembangan. 6
identifikasi
dari
gangguan
sikap
dan
gangguan
Gambar 2. Alat Skrining Perkembangan13
Gambar 3. HINE (H ammersmith I nfant Neurologi cal Examination) Developmental Milestones14 GANGGUAN PERKEMBANGAN
Gangguan perkembangan merupakan keadaan di mana perkembangan dari anak tidak sesuai atau terlambat dibandingkan dengan milestone pada usia tertentu. Anak-anak secara normal berkembang dalam aspek-aspek, seperti kognisi, bicara dan bahasa, motorik, kemampuan personal dan sosial, dalam kehidupan sehari-hari dengan interval waktu yang sesuai dan secara berurutan. Gangguan perkembangan didefinisikan menurut aspek tertentu yang mengalami gangguan atau keterlambatan perkembangan. Pada gangguan perkembangan global, seluruh aspek dari anak memiliki gangguan atau keterlambatan perkembangan sedangkan pada gangguan perkembanganmotorik, hanya aspek motorik dari anak yang memiliki gangguan atau keterlambatan perkembangan. 9
Evaluasi dari gangguan perkembangan membutuhakn beberapa aspek yang ditinjau. Identifikasi dari etiologi perkembangan anak yang terlambat dan/atau terganggu merupakan tahapan yang penting untuk memprediksi dampak terhadap perkembangan fungsional, memberikan penanganan yang sesuai, dan memberikan edukasi sebagai upaya preventif yang sesuai untuk orang tua. Evaluasi klinis yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan wawancara disertai dengan pemeriksaan fisik pada anak. Informasi mengenai riwayat kehamilan dari ibu, riwayat kelahiran mati, paparan terhadap teratogen selama masa kehamilan, adanya komplikasi yang terjadi pada saat kelahiran sampai neonatus, riwayat keluarga dengan penyakit yang identik, gangguan tidur, mengorok, asupan makanan, pica, dan informasi kes ehatan secara umum dapat ditanyakan dalam upaya mencari penyebab dari gangguan perkembangan. Pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan adalah memeriksa parameter
pertumbuhan,
dismorfisme,
abnormalitas
kongenital,
gangguan
neurologis, penglihatan, pendengaran, dan gejala penyakit lain yang mungkin ada pada anak. 9 Terdapat beberapa penyebab secara etiologi yang dapat mengakibatkan gangguan perkembangan motorik. Spina bifida merupakan kelainan kongenital yang dapat mengakibatkan gangguan perkembangan, mulai dari motorik, sensorik, sampai kognitif. Gangguan perkembangan yang dapat terjadi adalah skoliosis, kelainan bentuk kaki, paralisis motorik, dan spastisitas. Selain kelainan anatomis tersebut, perkembangan dari anak dengan spina bifida mengalami penurunan di mana mereka biasanya belajar berdiri dan berjalan lebih lambat dibandingkan anak-anak seusianya. Lesi tulang belakang yang lebih tinggi pada spina bifida umumnya memiliki prognosis yang lebih buruk, dikarenakan anak-anak dengan spina bifida pada level vertebra yang lebih tinggi belajar berdiri dan berjalan lebih terlambat dibandingkan dengan anak-anak seusia mereka. Intervensi yang dapat diberikan umumnya adalah pembedahan dengan menutup lesi pada bagian dengan spina bifida yang dilakukan 24 – 48 jam setelah kelahiran.10 Palsi serebral merupakan salah satu penyebab disabilitas fisik pada bayi. Kelainan ini dapat mengakibatkan gangguan secara motorik dan kognitif. Gejala-gejala
tersebut umumnya ditandai dengan adanya tonus otot yang abnormal, aktivitas fiisk yang terbatas, ketidakmampuan untuk menjaga keseimbangan, dan perubahan dari posisi duduk yang ditujukan untuk menkompensasi kelemahan otot. Diagnosis dan intervensi dini pada bayi sangat dibutuhkan dikarenakan kemungkinan perkembangan dari palsi serebral yang membutuhkan 1 – 5 tahun dan kebanyakan diagnosis dari palsi serebral yang dapat ditegakkan dalam usia 18 – 24 bulan. Pada periode setelah lahir sampai usia 1 tahun, otak mengalami perkembangan yang sangat pesat, oleh karena itu, periode tersebut merupakan periode yang dapat dijadikan
kesempatan
untuk
mengaplikasikan
intervensi
dini
untuk
mengoptimalkan perkembangan anak dengan palsi serebral. Walaupun terdapat penelitian yang menyatakan adanya manfaat positif dari intervensi dini pada anak dengan palsi serebral, data yang disajikan masih tergolong sangat terbatas untuk menentukan waktu optimal diberikannya intervensi pada anak dengan palsi serebral.11 Developmental coordination disorder (DCD) atau dispraksia merupakan sebuah kelainan yang didiagnosis berdasarkan adanya kelainan motorik yang secara signifikan mengganggu aktivitas sehari-hari dan pencapaian akademis yang tidak terkait dengan kelainan neurologis maupun disabilitas intelektual. Aktivasi yang kurang dari bagian korteks preforntal dorsolateral kanan diusulkan sebagai proses patofisiologi dari penyakit. Kerusakan tersebut mungkin mempengaruhi serebelum juga yang mengakibatkan gangguan kontrol motorik. Pada suatu penelitian, ditemukan fungsi eksekutif yang lebih rendah pada anak-anak dengan DCD dibandingkan dengna grup kontrol yang terdiri anak-anak sehat. 12 SIMPULAN
Gangguan perkembangan dapat terjadi pada seluruh usia anak dan dapat menyebabkan dampak negatif terhadap kesejahteraan anak. Skrining ditujukan untuk menjaring adanya gangguan perkembangan tersebut secepat mungkin sehingga mampu diberikan intervensi dini yang memiliki manfaat dalam memperbaiki hasil keluaran serta prognosis. Anamnesis dan pemeriksaan secara
lengkap harus dilakukan terhadap orang tua dan anak agar dapat menemukan etiologi dari gangguan perkembangan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kliegman RM, Stanton BMD, Geme JS, Schor NF. Nelson Textbook of Pediatrics E-Book: Elsevier Health Sciences; 2015. 2. Monks FJ, Knoers AMP. Ontwikkelings Psychology. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1998. 3. Seifert KL, Hoffnung RJ. Child and Adolescent Development. Boston: Houghton Mifflin Company; 1994. 4. Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosda Kar ya; 2005. 5. Magill RA. Motor Learning Concepts and Applications. USA: C. Brown Publishers; 1989. 6. Guevara JP, Gerdes M, Localio R, Huang YV, Pinto-Martin J, Minkovitz CS, dkk. Effectiveness of Developmental Screening in an Urban Setting. Pediatr ics. 2013;131(1):30-7. 7. Noritz GH, Murphy NA. Motor Delays: Early Identification and Evaluation. Pediatrics. 2013. 8. Veldman SLC, Jones RA, Okely AD. Efficacy of gross motor skill interventions in young children: an updated systematic review. BMJ Open Sport & Exercise Medicine. 2016;2(1). 9. Silove N, Collins F, Ellaway C. Update on the investigation of children with delayed development. Journal of Paediatrics and Child Health. 2013;49(7):51925. 10. DeRosier, Sarah; Martin, Jeremy; Payne, Anna; Swenson, Kelly; and Wech, Elisabeth, The Effect of Conjugate Reinforcement on the Leg Movements of Infants with Spina Bifida 2015. Doctor of Physical Therapy Research Papers. 46. 11. Hadders-Algra M. Early Diagnosis and Early Intervention in Cerebral Palsy. Front Neurol. 2014 Sep 24;5:185. 12. Leonard HC, Bernardi M, Hill EL, Henry LA. Executive Functioning, Motor Difficulties, and Developmental Coordination Disorder. Dev Neuropsychol. 2015 May 19;40(4):201 – 15.
13. Fischer VJ, Morris J, Martines J. Developmental Screening Tools: Feasibility of Use at Primary Healthcare Level in Low- and Middle-income Settings. J Health Popul Nutr. 2014 Jun;32(2):314 – 26. 14. De Sanctis R, Coratti G, Pasternak A, Montes J, Pane M, Mazzone ES, et al. Developmental milestones in type I spinal muscular atrophy. Neuromuscul Disord. 2016 Nov 14;26(11):754 – 9.