BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Narkoba (singkatan
dari Narkotika dari Narkotika , Psikotropika dan Bahan dan Bahan
Adiktif
berbahaya
lainnya) adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis. Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. ketergantungan. Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Menurut WHO penyalahgunaan zat adalah pemakaian terus-menerus atau jarang tetapi berlebihan terhadap suatu zat atau obat yag sama sekali tidak ada kaitannya dengan terapi medis. Zat yang dimaksud dimaksud adalalah zat psikoaktif psikoaktif yang berpengaruh pada sistem saraf pusat (otak) dan dapat mempengaruhi kesadaran, perilaku, pikiran, dan perasaan. Sedangkan Ketergantungan NAPZA adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus zat ( withdrawal symptom). Oleh karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang dibutuhkannya
dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari- hari secara “normal”. Didunia kedokteran dikenal adanya obat-obat tertentu yang dapat menghilangkan penyakit atau rasa sakit ditubuh, ada pula obat tertentu yang dapat mempengaruhi sistem saraf yang seringkali menimbulkan perasaan yang menyenangkan seperti perasaan nikmat yang disebut dengan melayang, aktivitas luar biasa, rasa mengatuk yang berat sehingga ingin 1
tidur saja, atau bayangan yang memberi rasa nikmat (Halusinasi). Obat-obat semacam itu disebut dengan Zat-Zat Psikoaktif yang bermanfaat bagi ilmu kedokteran jiwa untuk mengobati penyakit mental dan saraf. Akan tetapi bila disalahgunakan dapat menyebabkan terjadinya masalah serius karena mempengaruhi otak atau pikiran serta tingkah laku pemakainya,
dan
biasanya
mempengaruhi
bagian
tubuh
yang
lain.
Selain
itu,
penyalahgunaan Zat-Zat Psikoaktif juga menyebabkan menyebabkan ketergantungan fisik yang lazim disebut dengan ketagihan (adiksi). Seringkali Zat-Zat Psikoaktif tersebut juga menimbulkan kebiasaan psikologis, yaitu orang
akan
mengalami
kesukaran
tanpa Zat-Zat
Psikoaktif tersebut
dan
jika
dia
mengkonsumsi Zat-Zat Psikoaktif biasanya dosis yang diperlukan semakin lama semakin besar. Hal ini disebabkan karena tubuh seseorang telah menjadi kebal terhadap Zat-Zat Psikoaktif tersebut (toleransi zat).
Penggunaan Zat-Zat
Psikoaktif dalam dosis yang tinggi dapat menyebabkan
Psiko aktif masuk kerusakan pada otak dan tubuh serta dapat menimbulkan kematian. Zat-Zat Psikoaktif
kedalam tubuh melalui : a. Mulut (merokok dengan pipa atau sigaret) sigaret) b. Hidung (menghisap (menghisap zat dalam bentuk uap atau bubuk, bubuk, misal : kokain) c. Kulit (menyuntiknya kedalam kedalam otot ataupun ataupun pembuluh darah) darah) Cara yang paling langsung dan keras adalah dengan menyuntikkan kedalam vena karena hasil yang didapatkan cepat dan dramatis. Zat-Zat Psikoaktif diklasifikasikan menurut cara obat itu mempengaruhi pemakainya, yaitu : 1. Stimulan (menstimulasi (menstimulasi kegiatan kegiatan sistem saraf) saraf) 2. Depresan (mengurangi kegiatan kegiatan sistem saraf) saraf) 3. Halusinogen (memberikan efek efek halusinasi) halusinasi) 4. Euforia (memberikan (memberikan rasa gembira gembira dan bergairah) bergairah) Salah satu contoh dari Zat-Zat Psikoaktif yang menyebabkan ketagihan misalnya adalah
Amfetamin atau
lebih
dikenal
dengan
sebutan Shabu-Shabu.
Amfetamin
merupakan satu jenis narkoba yang dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil. Dengan amfetamin, para atlet olahraga dapat meningkatkan penampilannya, misalnya berlari dengan kecepatan yang luar biasa. Amfetamin juga mempengaruhi organorgan tubuh lain yang berhubungan dengan hipotalamus, seperti peningkatan rasa haus, ngantuk ataupun lapar. 2
Oleh karena hal tersebut, penulis tertarik untuk membuat suatu tulisan yang berhubungan dengan salah satu contoh dari Zat-Zat Psikoaktif yang menyebabkan ketagihan yaitu Amfetamin atau lebih dikenal dengan sebutan Shabu-Shabu. 1.2.
Faktor Penyebab Ketergantungan Zat
1.
Individu
Individulah yang paling berperan menentukan apakah ia akan atau tidak akan menjadi pengguna NAPZA. Keputusannya dipengaruhi oleh dorongan dari dalam maupun luar dirinya.Dorongan dari dalam biasanya menyangkut kepribadian dan kondisi kejiwaan seseorang yang membuatnya mampu atau tidak mampu melindungi dirinya dari penyalahgunaan
NAPZA.
Dorongan
atau
motivasi
merupakan
predisposisi
untuk
menggunakan obat, misalnya ingin mencoba-coba, pendapat bahwa NAPZA bisa menyelesaikan masalahnya, dst. Dorongan memakai NAPZA bisa disebabkan adanya masalah pribadi seperti stress, tidak percaya diri, takut, ketidakmampuan mengendalikan diri, tekanan mental dan psikologis menghadapi berbagai persoalan, dan masih banyak lagi yang menyangkut diri atau kepribadian seseorang. Kepribadian tidak begitu saja terbentuk dari dalam individu melainkan juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang tertanam sejak kecil melalui proses enkulturasi dan sosialisasi baik dari keluarga maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan membentuk konsep diri ( self concept ), sistem nilai yang teguh sejak kecil, dan kestabilan emosi merupakan beberapa ciri kepribadian yang bisa membantu seseorang untuk tidak mudah terpengaruh atau terdorong menggunakan NAPZA. Faktor-faktor individual penyebab penyalahgunan NAPZA antara lain:
Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berpikir panjang
mengenai akibatnya
Keinginan untuk mencoba-coba karena "penasaran"
Keinginan untuk bersenang-senang ( just for fun)
Keinginan untuk diterima oleh lingkungan atau kelompok (konformitas)
Lari dari kebosanan, masalah atau kegetiran hidup
Pengertian yang salah bahwa penggunaan sekali-sekali tidak menimbulkan ketagihan
Keinginan untuk mengikuti trend atau gaya ( fashionable)
Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok
pergaulan untuk menggunakan NAPZA 3
Tidak dapat berkata tidak terhadap NAPZA ( Say no to drugs)
2.
Lingkungan
Masyarakat dan lingkungan sekitar yang tidak mampu mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan NAPZA, bahkan membuka kesempatan pemakaian NAPZA. Yang dimaksud dengan
faktor
kesempatan
di
sini
adalah
tersedianya
situasi-situasi
"permisif"
(memungkinkan) untuk memakai NAPZA di waktu luang, di tempat rekreasi seperti diskostik. Lingkungan pergaulan dan lingkungan sebaya merupakan salah satu pendorong kuat untuk menggunakan NAPZA. Keinginan untuk menganut nilai-nilai yang sama dalam kelompok (konformitas), diakui (solidaritas), dan tidak dapat menolak tekanan kelompok (peer pressure) merupakan hal-hal yag mendorong penggunaan NAPZA. Dorongan dari luar
adalah ajakan, rayuan, tekanan dan paksaan terhadap individu untuk memakai NAPZA sementara individu tidak dapat menolaknya. Dorongan luar juga bisa disebabkan pengaruh media massa yang memperlihatkan gaya hidup dan berbagai rangsangan lain yang secara langsung maupun tidak langsung mendorong pemakaian NAPZA. Di lain pihak, masyarakat pula yang tidak mampu mengendalikan bahkan membiarkan penjualan dan peredaran NAPZA, misalnya karena lemahnya penegakan hukum, penjualan obat-obatan secara bebas, bisnis narkotika yang terorganisir. NAPZA semakin mudah diperoleh dimana-mana dengan harga terjangkau . Berbagai kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan NAPZA memudahkan terjadinya penggunaan dan penyalahgunaan NAPZA. 1.3.
Kriteria Diagnosis Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Zat
Kriteria diagnosis untuk ketergantungan zat, penyalahgunaan zat, intoksikasi zat dan putus zat menurut DSM-IV. Kriteria diagnosis untuk ketergantungan zat :
Suatu pola pemakaian zat maladaptif yang menyebabkan gangguan atau penderitaan yang bermakna secara klinis seperti yang dimanifestasikan oleh tiga (atau lebih) hal berikut, terjadi pada tiap saat dalam periode 12 bulan yang sama. 1. Toleransi, seperti yang didefinisikan oleh berikut : a. Kebutuhan untuk meningkatkan jumlah zat secara jelas untuk mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkan.
4
b. Penurunan efek yang bermakna pada pemakaian berlanjut dengan jumlah zat yang sama. 2. Putus, seperti yang dimanifeskan oleh berikut : a. Sindroma putus yang karakteristik bagi zat (lihat kriteria A dan B dari kumpulan kriteria untuk putus dari zat spesifik). b. Zat yang sama (atau yang berhubungan erat) digunakan untuk meghindari atau menghilangkan gejala putus. 3. Zat seringkali digunakan dalam jumlah yang lebih besar atau selama periode yang lebih lama dari yang diinginkan. 4. Terdapat keinginan terus menerus atau usaha yang gagal untuk menghentikan atau mengendalikan penggunaan zat. 5. Dihabiskan banyak waktu dalam aktivitas untuk mendapatkan zat (misalnya mengunjungi banyak dokter atau pergi jarak jauh), menggunakan zat ( misalnya chain-smoking), atau pulih dari efeknya. 6. Aktivitas sosial, pekerjaan, atau rekreasional yang penting dihentikan atau dikurangi karena penggunaan zat. 7. Pemakaian zat dilanjutkan walaupun mengetahuimeiliki masalah fisik atau psikologis yang menetap atau rekuren yang kemungkinan telah disebabkan dieksaserbasi oleh zat (misalnya baru saja menggunakan kokain walaupun menyadari adanya depresi akibat kokain, atau terus minum walaupun mengetahui ulkus memburuk oleh konsumsi alkohol). Sebutkan jika :
Dengan ketergantungan fisiologis : tanda-tanda toleransi atau putus (yaitu terdapat butir 1 maupun 2)
Tanpa ketergantungan fisiologis : tidak ada tanda-tanda toleransi atau putus (yaitu tidak terdapat butir 1 maupun 2)
5
Kriteria diagnosis untuk penyalahgunaan zat :
A. Pola penggunaan zat maladaptif yang menyebabkan gangguan atau penderitaan yang bermakna secara klinis seperti yang ditunjukkan oleh satu (atau lebih) hal berikut, terjadi dalam periode 12 bulan. 1. Penggunaan zat rekuren yang menyebabkan kegagalan untuk memenuhi kewajiban utama dalam pekerjaan, sekolah atau rumah (misalnya membolos berulang kali, atau kinerja pekerjaan yang buruk yang berhubungan dengan penggunaan zat; mangkir, skor, atau pengeluaran dari sekolah yang berhubungan dengan zat; penelantaran anak atau rumah tangga. 2. Penggunaan zat rekuren dalam situasi yang berbahaya secara fisik (misalnya, mengemudikan kendaraan atau menjalankan mesin saat terganggu oleh penggunaan zat). 3. Masalah hukum yang berhubungan dengan zat yang berulang kali (misalnya penahanan karena gangguan tingkah laku yang berhubungan dengan zat). 4. Pemakaian zat yang diteruskan walaupun memiliki masalah sosial atau interpersonal yang menetap atau rekuren karena efek zat (misalnya, bertengkar dengan pasangan tentang akibat intoksikasi, perkelahian fisik). B. Gejala diatas tidak pernah memenuhi kriteria ketergantungan zat untuk kelas zat ini. Kriteria diagnostik untuk intoksikasi zat :
A. Perkembangan sindroma spesifik zat yang reversibel karena ingesti (atau pemaparan) suatu zat yang belum lama terjadi. ( Catatan : zat yang berbeda dapat menimbulkan sindroma yang mirip atau identik.) B. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis yang disebabkan oleh efek zat pada sistem saraf pusat (misalnya, kekanakan, labilitas mood, gangguan kognitif, gangguan pertimbangan, gangguan fungsi sosial, atau pekerjaan) dan berkembang selama atau segera setelah penggunaan zat. C. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain.
6
Kriteria diagnostik untuk putus zat :
A. Perkembangan suatu sindroma spesifik zat karena penghentian (atau penurunan) pemakaian zat yang telah digunakan lama dan berat. B. Sindroma spesifik zat menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. C. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain.
7
BAB 2 ISI DAN PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Amfetamin
Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut stimulan sistem saraf pusat (SSP) (stimulants). Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil. Senyawa ini memiliki nama kimia α– methylphenethylamine merupakan suatu senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi obesitas, attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi. Amfetamin meningkatkan pelepasan
katekolamin yang mengakibatkan jumlah neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan serotonin) dari saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek stimulan diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan rasa lelah, meningkatkan mood , meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu makan, dan menurunkan keinginan untuk tidur. Akan tetapi, dalam keadaan overdosis, efek-efek tersebut menjadi berlebihan. Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain, tetapi amfetamin memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain (waktu paruh amfetamin 10 – 15 jam) dan durasi yang memberikan efek euforianya 4 – 8 kali lebih lama dibandingkan kokain. Hal ini disebabkan oleh stimulator-stimulator tersebut mengaktivasi “reserve powers” yang ada di dalam tubuh manusia dan ketika efek yang ditimbulkan oleh amfetamin melemah, tubuh memberikan “signal” bahwa tubuh membutuhkan senyawa-senyawa itu lagi. Berdasarkan ICD-10 (The International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems), kelainan mental dan tingkah laku yang disebabkan oleh
amfetamin diklasifikasikan ke dalam golongan F15 (Amfetamin yang menyebabkan ketergantungan psikologis). Cara yang paling umum dalam menggunakan amfetamin adalah dihirup melalui tabung. Zat tersebut mempunyai mempunyai beberapa nama lain: ATS, SS, ubas, ice, Shabu, Speed, Glass, Quartz, Hirropon dan lain sebagainya. Amfetamin terdiri dari dua senyawa
yang
berbeda:
dextroamphetamine
murni dan
levoamphetamine
murni.
Karena
8
dextroamphetamine lebih kuat daripada levoamphetamine, dextroamphetamine juga lebih kuat daripada campuran amfetamin. Amfetamin dapat membuat seseorang merasa energik. Efek amfetamin termasuk rasa kesejahteraan, dan membuat seseorang merasa lebih percaya diri. Perasaan ini bisa bertahan sampai 12 jam, dan beberapa orang terus menggunakan untuk menghindari kehilangan efek obat. Pada dosis tertentu, hampir semua pecandu menjadi psikotik, karena amfetamin dapat menyebabkan kecemasan hebat, paranoia dan gangguan pengertian terhadap kenyataan hidup. Reaksi psikotik meliputi halusinasi dengar dan lihat (melihat dan mendengar benda yang sebenarnya tidak ada) dan merasa sangat berkuasa. Efek tersebut bisa terjadi pada siapa saja, tetapi yang lebih rentan adalah pengguna dengan kelainan psikiatri (misalnya skizofrenia). Ada dua jenis amfetamin, yaitu: o
Methamfetamin ice, dikenal sebagai shabu. Nama lainnya shabu-shabu. SS, ice, crystal, crank . Cara penggunaannya dibakar dengan menggunakan kertas alumunium
foil dan asapnya dihisap, atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus (bong). Ice adalah bentuk murni dari methamphetamine yang dapat diinhalasi, diisap seperti rokok, atau disuntikkan secara intravena oleh pelaku penyalahgunaan zat. Ice paling banyak digunakan di Pantai Barat di Amerika Serikat dan di Hawaii. Efek psikologis dari Ice berlangsung selama beberapa jam dan digambarkan cukup kuat. Tidak seperti crack cocaine, yang harus diimpor, ice adalah suatu obat sintetik yang dapat dibuat dalam laboratorium gelap setempat. Beberapa badan hukum dan dokter ruang gawat darurat perkotaan berpendapat bahwa ice dapat menjadi obat yang disalahgunakan secara luas selama lima tahun mendatang. o
MDMA (methylene dioxy methamphetamin), mulai dikenal sekitar tahun 1980 dengan
nama Ekstasi atau Ecstacy. Nama lain : XTC, fantacy pils, inex, cece, cein, Terdiri dari berbagai macam jenis antara lain : white doft, pink heart, snow white, petir yang dikemas dalam bentuk pil atau kapsul. Obat amfetamin klasik (dextroamphetamine, methamphetamine, dan methylphenidate) mempunyai efek utamanya melalui sistem dopaminergik. Sejumlah obat yang disebut dengan amfetamin racikan / designer amphetamine (MDMA, ecstacy, XTC, Adam, MDEA/Eve, MMDA, DOM/STP) telah dibuat dan mempunyai efek neurokimiawi pada sistem serotonergik dan dopaminergik dan efek perilaku yang mencerminkan suatu kombinasi aktifitas obat mirip amfetamin 9
dan mirip halusinogen. Beberapa ahli farmakologis mengklasifikasikan amfetamin racikan sebagai halusinogen; tetapi, Kaplan dan Sadock mengklasifikasikan obat tersebut dengan amfetamin karena strukturnya yang sangat berhubungan. MDMA merupakan yang paling banyak diteliti dan kemungkinan merupakan yang paling banyak tersedia. 2.2.
Sejarah Amphetamine
Amphetamine pertama kali disintesis pada tahun 1887 oleh Lazar Edeleanu di Berlin, Jerman. Amphetamine ini awalnya disebut dengan phenylisopropylamine majemuk. Amphetamine adalah salah satu dari serangkaian senyawa yang merupakan turunan dari efedrin , dan telah diisolasi dari Ma-Huang pada tahun yang sama oleh Nagayoshi Nagai . Amfetamin ditemukan tanpa menggunakan kajian farmakologis pada tahun 1927, oleh pelopor psikofarmakologis Gordon Alles dan diuji pada dirinya sendiri, saat mencari pengganti buatan untuk efedrin. Dari 1933 atau 1934 Smith, Kline dan Perancis mulai menjual
bentuk
dasar
obat
volatile
sebagai obat
semprot di
bawah nama
dagang Benzedrine berguna sebagai dekongestan dan juga dapat digunakan untuk tujuan lain. Salah satu upaya pertama, amfetamin digunakan dalam sebuah studi ilmiah yang dilakukan oleh MH Nathanson, Dokter di Los Angeles , pada tahun 1935. Dia mempelajari efek subjektif amfetamin pada 55 pekerja rumah sakit yang masing-masing diberi 20 mg Benzedrine. Dua efek obat yang paling sering dilaporkan adalah "rasa kenyamanan dan perasaan kegembiraan" dan "kelelahan berkurang". Selama Perang Dunia II, amfetamin secara ekstensif digunakan untuk memerangi kelelahan dan meningkatkan kewaspadaan pada tentara. Setelah beberapa dekade pada tahun 1965, FDA melarang penggunaan Inhaler Benzedrine dan amfetamin secara bebas, penggunaannya terbatas dan harus menggunakan resep, tetapi dalam kegiatan non-medis tetap umum digunakan. Produksi, pemakaian legal, dan penggunaan gelap amfetamin meningkat sampai tahun 1970-an, saat berbagai faktor sosial dan aturan mulai membatasi penggunaannya yang luas. Senyawa terkait metamfetamin pertama kali disintesis dari efedrin di Jepang pada tahun 1920 oleh kimiawan Akira Ogata , melalui pengurangan efedrin menggunakan fosfor merah dan yodium . Farmasi Pervitin adalah tablet 3 mg metamfetamin yang tersedia di Jerman dari tahun 1938 dan secara luas digunakan dalam Wehrmacht , namun pada pertengahan tahun 1941, metamfetamin menjadi zat yang terbatas penyebarannya, hal tersebut karena prajurit yang mengkonsumsinya memiliki waktu istirahat yang sangat sedikit dan
tak
punya
banyak
waktu
untuk
memulihkan
tenaganya
serta
adanya 10
penyalahgunaan. Selama sisa perang, dokter militer terus mengeluarkan obat tersebut, tetapi dibatasi dan dengan adanya diskriminasi. Pada tahun 1997 dan 1998, para peneliti di Texas A & M University mengklaim telah menemukan amphetamine dan methamphetamine di dua dedaunan Acacia spesies asli Texas, A. berlandieri and A. berlandieri dan A. rigidula. Sebelumnya, kedua senyawa ini telah
dianggap sebagai penemuan manusia. Temuan ini tidak pernah diduplikasi, dan analisis yang diyakini oleh banyak ahli kimia sebagai hasil dari kesalahan eksperimental, dan dengan demikian validitas laporan telah datang ke pertanyaan. Alexander Shulgin , salah satu peneliti biokimia yang paling berpengalaman dan penemu banyak zat psikotropika yang baru, telah mencoba untuk menghubungi peneliti Texas A & M dan memverifikasi temuan mereka. 2.3.
Epidemiologi
Di tahun 1991 kira-kira 7 persen populasi di Amerika Serikat menggunakan stimulan sekurangnya satu kali, walaupun kurang dari 1 persen merupakan pengguna sekarang ini (current user). Kelompok usia 18-25 tahun mempunyai tingkat penggunaan paling tinggi, dengan 9 persen melaporkan menggunakan sekurangnya satu kali dan 1 persen menggambarkan dirinya sebagai pengguna sekarang ini. Di antara kelompok usia 12 sampai 17 tahun adalah cukup tinggi, dengan 3 persen melaporkan menggunakan sekurangnya satu kali dan 1 persen melaporkan penggunaan sekarang ini. Pemakaian amfetamin ditemukan dalam semua kelas ekonomi, dan kecenderungan umum untuk penggunaan amfetamin adalh tinggi di antara profesional bangsa Kaukasia. Karena amfetamin tersedia oleh peresepan untuk indikasi spesifik, dokter yang mengeluarkan resep harus menyadari resiko penyalahgunaan amfetamin oleh orang lain, termasuk teman dan anggota keluarga pasien yang mendapatkan amfetamin. Tidak tersedia data yang dapat dipercaya tentang epidemiologi penggunaan amfetamin racikan. 2.4.
Mekanisme kerja Amfetamin
Semua amfetamin cepat diabsorbsi peroral dan disertai dengan onset kerja yang cepat, biasanya dalam satu jam jika digunakan peroral. Amfetamin klasik juga digunakan secara intravena; dengan cara tersebut mereka mempunyai efek yang hampir segera. Amfetamin yang tidak diresepkan dan amfetamin racikan juga dimasukkan dengan inhalasi. Toleransi dapat timbul pada amfetamin klasik dan racikan, sehingga pemakai amfetamin sering kali mengatasi toleransi dengan menggunakan lebih banyak obat. Amfetamin l ebih kurang adiktif dibandingkan kokain, seperti yang dibuktikan pada percobaan binatang dimana tidak semua tikus memasukkan sendiri dosis rendah amfetamin. 11
Amfetamin adalah senyawa yang mempunyai efek simpatomimetik tak langsung dengan aktivitas sentral maupun perifer. Strukturnya sangat mirip dengan katekolamin endogen seperti epinefrin, norepinefrin dan dopamin. Efek alfa dan beta adrenergik disebabkan oleh keluarnya neurotransmiter dari daerah presinap. Amfetamin klasik mempunyai efek menghalangi re-uptake dari katekolamin oleh neuron presinap dan menginhibisi aktivitas monoamin oksidase, sehingga konsentrasi dari neurotransmitter terutama dopamin cenderung meningkat dalam sinaps. Efek tersebut terutama kuat pada neuron dopaminergik yang keluar dari area tegmental ventralis ke korteks serebral dan area limbik. Jalur tersebut disebut jalur hadiah (reward pathway) dan aktifasinya kemungkinan merupakan mekanisme adiksi utama bagi amfetamin. Amfetamin racikan (MDMA, MDEA, MMDA, DOM) menyebabkan pelepasan katekolamin (dopamin dan norepinefrin) dan pelepasan serotonin. Serotonin adalah neurotransmiter yang berperan sebagai jalur neurokimiawi utama yang terlibat dalam efek halusiogen. Farmakologi MDMA adalah yang paling dimengerti di antara semua jenis amfetamin racikan. MDMA diambil dalam neuron serotonergik oleh transporter serotonin yang bertanggung jawab untuk reuptake serotonin. Setelah di dalam neuron, MDMA menyebabkan pelepasan cepat suatu bolus serotonin dan menghambat aktifitas enzim yang menghasilkan serotonin. Pengguna SSRI/Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (fluoxetine) tidak dapat mencapai perasaan elasi jika mereka menggunakan MDMA karena SSRI mencegah pengambilan/uptake MDMA ke dalam neuron serotonergik. Mekanisme kerja amfetamin pada susunan saraf pusat dipengaruhi oleh pelepasan biogenik amine yaitu dopamin, norepinefrin dan serotonin atau ketiganya dari tempat penyimpanan pada presinap yang terletak pada akhiran saraf. Efek yang dihasilkan dapat melibatkan neurotransmitter atau sistim monoamine oxidase (MAO) pada ujung presinaps saraf. Dari beberapa penelitian pada binatang diketahui pengaruh amfetamine terhadap ketiga biogenik amin tersebut yaitu:
1. Dopamin Amfetamine menghambat re uptake dan secara langsung melepaskan dopamin yang baru disintesa. Pada penelitian didapatkan bahwa isomer dekstro dan levo amfetamine mempunyai potensi yang sama dalam menghambat up take dopaminergik dari sinaptosom di hipothalamus dan korpus striatum tikus. 2. Norepinefrin 12
Amfetamine memblok re uptake norepinefrin dan juga menyebabkan pelepasan norepinefrin baru, penambahan atau pengurangan karbon diantara cincin fenil dan nitrogen melemahkan efek amfetamine pada pelepasan re uptake norepinefrin 3. Serotonin Secara umum, amfetamine tidak mempunyai efek yang kuat pada sistem serotoninergik. Menurut Fletscher p-chloro-N-metilamfetamin mengosongkan kadar 5 hidroksi triptopfan (5HT) dan 4 hidroksi indolasetik acid (5-HIAA), sementara kadar norepinefrin dan dopamin tidak berubah. Hasil yang sama dilaporkan juga oleh Fuller dan Molloy, Moller Nielsen dan Dubnick bahwa devirat amfetamine dengan elektron kuat yang menarik penggantian pada cincin fenil akan mempengaruhi sistim serotoninergik. Aktivitas susunan saraf pusat terjadi melalui kedua jaras adr energik dan dopaminergik dalam otak dan masing-masing menimbulkan aktivitas lokomortor serta kepribadian stereotopik. Stimulasi pada pusat motorik di daerah media otak depan (medial forebrain) menyebabkan peningkatan dari kadar norepinefrin dalam sinaps dan menimbulkan euforia serta meningkatkan libido. Stimulasi pada ascending reticular activating system (ARAS) menimbulkan peningkatan aktivitas motorik dan menurunkan rasa lelah. Stimulasi pada sistim dopaminergik pada otak menimbulkan gejala yang mirip dengan skizofrenia dari psikosa amfetamine.
2.5.
Pengaruh Amfetamin
2.5.1. Amfetamin Mempengaruhi Otak
Ketika seseorang menggunakan “upper”, zat tersebut akan merangsang sistem saraf pusat penggunanya. Zat bekerja pada sistem neurotransmiter norepinefrin dan dopamin otak. Menggunakan amfetamin dapat menyebabkan otak untuk menghasilkan tingkat dopamin yang lebih tinggi. Jumlah dopamin yang berlebih di dalam otak akan menghasilkan perasaan euforia dan kesenangan yang biasa dikenal sebagai “high.” Seiring berjalannya waktu, orang yang menggunakan shabu akan mengembangkan toleransi terhadap zat amfetamin yang terkandung di dalam Shabu. Toleransi artinya seseorang akan membutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang sama. Jika sejumlah dosis yang dibutuhkan tidak terpenuhi maka pengguna zat amfetamin akan muncul perasaan craving/withdrawal atau dikenal dengan perasaan sakaw.
13
2.5.2. Sensasi yang ditimbulkan oleh amfetamin
Sensasi yang ditimbulkan akan membuat otak lebih jernih dan bisa berpikir lebih fokus. Otak menjadi lebih bertenaga untuk berpikir berat dan bekerja keras, namun akan muncul kondisi arogan yang tanpa sengaja muncul akibat penggunaan zat ini. Pupil akan berdilatasi (melebar). Nafsu makan akan sangat ditekan. Hasrat ingin pipis juga akan ditekan. Tekanan darah bertendensi untuk naik secara signifikan. Secara mental, pengguna akan mempunyai rasa percaya diri yang berlebih dan merasa lebih happy. Pengguna akan lebih talkative, banyak ngomong dan meningkatkan pola komunikasi dengan orang lain. Karena seluruh sistem saraf pusat terstimulasi maka kewaspadaan dan daya tahan tubuh juga meningkat. Pengguna seringkali berbicara terus dengan cepat dan terus menerus. Amfetamin dosis rendah akan habis durasinya di dalam tubuh kita antara 3 sampai 8 jam, Setelah itu pengguna akan merasa kelelahan. Kondisi ini akan membuat dorongan untuk kembali “speedup” dan kembali mengkonsumsi satu dosis kecil lagi, begitu seterusnya. Penggunaan bagi social user dimana biasanya hanya menggunakan amfetamin pada akhir minggu biasanya menjadi tidak bisa mengontrol penggunaannya dan banyak yang berakhir dengan penggunaan sepanjang minggu penuh, mulai dari Sabtu ke Jumat, begitu seterusnya.
2.6.
Efek Mengkonsumsi Amfetamin
Karena efeknya yang menimbulkan kecanduan dengan adanya toleransi dari zat yang dikonsumsi, maka zat ini juga akan menimbulkan efek secara fisik. Begitu seseorang telah kecanduan amfetamin, maka orang tersebut harus kembali menggunakan amfetamin untuk mencegah sakaw (withdrawal). Karena efek yang ditimbulkan amfetamin bisa boosting energi pada penggunanya, maka efek withdrawal
yang paling sering muncul adalah
kelelahan. Pengguna zat ini kemungkinan juga akan membutuhkan waktu tidur yang lebih lama dan sangat sensitif/mudah marah pada saat dibangunkan. Begitu efek obatnya hilang, pengguna yang tadinya tidak merasa lapar kemudian menjadi sangat lapar. Pada beberapa kalangan selebriti, penggunaan zat ini sering digunakan sebagai obat untuk menurunkan nafsu makan. Namun sebenarnya sama saja karena nafsu makan akan kembali meningkat setelah efek obatnya hilang. Itulah sebabnya banyak selebriti perempuan yang mati-matian menjaga berat badannya dan akhirnya berakhir pada kecanduan amfetamin. Depresi juga merupakan efek withdrawal yang paling sering pada pengguna amfetamin. Pada kasus-kasus yang berat malahan dapat menimbulkan tentamen suicide
14
(hasrat ingin bunuh diri). Karena efek depresinya ini terkadang pengguna dapat menjadi orang yang berlaku sangat kasar.
2.6.1. Efek Jangka Pendek dari Amfetamin
Berikut ini adalah beberapa efek dari mengkonsumsi Amfetamin, yaitu :
Meningkatkan suhu tubuh
Menurunkan nafsu makan
Kerusakan sistem kardiovaskular
Euforia
Paranoia
Mulut kering
Meningkatkan denyut jantung
Dilatasi pupil
Meningkatkan tekanan darah
Mual
Menjadi hiperaktif
Sakit kepala
Mengurangi rasa kantuk
Perubahan perilaku seksual
Tremor
2.6.2. Efek Jangka Panjang dari Amfetamin
Selama jangka panjang, seseorang yang menggunakan amfetamin secara teratur akan menemukan tanda-tanda efek samping jangka panjang yang biasanya terdiri dari :
Pandangan kabur
Pusing
Peningkatan detak jantung
Sakit kepala
Tekanan darah tinggi
Kurang nafsu makan
Nafas cepat
Gelisah
Pada penggunaan zat terus menerus akhirnya akan menimbulkan gangguan gizi dan gangguan tidur. Pengguna akan lebih rentan untuk sakit apapun karena kondisi kesehatan yang secara keseluruhannya buruk. 2.6.3. Intoksikasi Amfetamin
Sindrom intoksikasi oleh kokain (yang menghambat reuptake dopamin) dan amfetamin (yang menyebabkan pelepasan dopamin) adalah serupa. Dalam DSM IV kriteria 15
diagnostik intoksikasi amfetamin dan intoksikasi kokain dipisahkan tetapi sebenarnya adalah sama. DSM-IV memungkinkan spesifikasi adanya gangguan perseptual. Jika tes realitas yang utuh tidak didapatkan, diagnosis gangguan psikotik akibat amfetamin dengan onset selama intoksikasi diindikasikan. Gejala intoksikasi amfetamin hampir menghilang sama sekali setelah 24 jam dan biasanya menghilang secara lengkap setelah 48 jam. Kriteria diagnostik untuk intoksikasi amfetamin menurut DSM-IV: A.
Pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan (misalnya methylphenidate) yang
belum lama terjadi. B.
Perilaku maladaptif atau perubahan perilaku yang bermakna secara klinis (misalnya
euforia atau penumpulan afektif, perubahan sosiabilitas, kewaspadaan berlebihan, kepekaan interpersonal, kecemasan, ketegangan, atau kemarahan, perilaku stereotipik, gangguan pertimbangan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan. C.
Dua (atau lebih) hal berikut berkembang selama atau segera sesudah pemakaian
amfetamin atau zat yang berhubungan;
D.
(1)
takikardia atau bradikardia
(2)
dilatasi pupil
(3)
peninggian atau penurunan tekanan darah
(4)
berkeringat atau menggigil
(5)
mual atau muntah
(6)
tanda-tanda penurunan berat badan
(7)
agitasi atau retardasi psikomotor
(8)
kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada, atau aritmia jantung
(9)
konfusi, kejang, diskinesia, distonia, atau koma
Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan
oleh gangguan mental lain Sebutkan jika: dengan gangguan persepsi 2.6.4. Putus Amfetamin
Keadaan setelah intoksikasi amfetamin dapat disertai kecemasan, gemetar, mood disforik, letargi, fatigue, mimpi menakutkan (disertai oleh rebound tidur REM), nyeri kepala, keringat banyak, kram otot, kram lambung, dan rasa lapar yang tidak pernah kenyang. Gejala putus biasanya memuncak dalam dua sampai empat hari dan menghilang dalam satu minggu. Gejala putus amfetamin yang paling serius adalah depresi, yang dapat berat setelah 16
penggunaan amfetamin dosis tinggi secara terus menerus dan yang dapat disertai dengan ide atau usaha untuk bunuh diri. Kriteria diagnostik DSM-IV untuk putus amfetamin menyebutkan bahwa suatu mood disforik dan sejumlah perubahan fisiologis diperlukan untuk diagnosis putus amfetamin. Kriteria diagnostik untuk putus amfetamin menurut DSM-IV: A.
Penghentian (atau penurunan) amfetamin (atau zat yang berhubungan) yang sudah
lama atau berat B.
Mood disforik dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis berikut, yang berkembang
dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria A:
C.
(1)
kelelahan
(2)
mimpi yang gamblang dan tidak menyenangkan
(3)
insomnia atau hipersomnia
(4)
peningkatan nafsu makan
(5)
retardasi atau agitasi psikomotor
Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain D.
Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh
gangguan mental lain
2.6.5. Amfetamin Psikosis
Efek penggunaan jangka panjang bisa menimbulkan kondisi yang disebut dengan amfetamin psikosis. Gangguan mental ini sangat mirip sekali dengan paranoid schizophrenia. Efek psikosis ini juga bisa muncul pada penggunaan jangka pendek dengan dosis yang besar. Kondisi psikosis inilah yang tidak disadari oleh kebanyakan pengguna amfetamin. Karena efeknya baru muncul jangka panjang maka sering kali efek ini disalah artikan. Pengalaman dari negara-negara lain yang sudah lebih lama muncul penggunaan amfetamin, telah banyak korban dengan gangguan psikosis atau gangguan kejiwaan yang parah. Tanda utama dari gangguan psikotik akibat amfetamin adalah adanya paranoia. Skizofrenia dapat dibedakan dari gangguan psikotik akibat amfetamin oleh sejumlah karakteristik seperti menonjolnya halusinasi visual, afek yang biasanya sesuai, hiperaktifitas, hiperseksualitas, konfusi dan inkoherensi, dan sedikit bukti gangguan berpikir (sebagai contohnya, asosiasi longgar). Beberapa penelitian juga menemukan bahwa, walaupun gejala positif skizofrenia dan gangguan psikotik akibat amfetamin adalah serupa, pendataran afek dan alogia dari 17
skizofrenia biasanya tidak ditemukan pada gangguan psikotik akibat amfetamin. Tetapi, secara klinis, gangguan psikotik akibat amfetamin akut mungkin sama sekali tidak dapat dibedakan dari skizofrenia, dan hanya resolusi gejala dalam beberapa hari atau temuan positif pada uji saring urine yang akhirnya mengungkapkan diagnosis yang tepat. Beberapa bukti menyatakan bahwa penggunaan amfetamin jangka panjang adalah disertai dengan peningkatan kerentanan terhadap perkembangan psikosis di bawah sejumlah keadaan, termasuk intoksikasi alkohol dan stres. Pengobatan terpilih untuk gangguan psikotik akibat amfetamin adalah penggunaan jangka pendek antagonis reseptor dopamin seperti haloperidol. DSM-IV menuliskan kriteria diagnostik untuk gangguan psikotik akibat amfetamin dengan gangguan psikotik lainnya. DSM-IV memungkinkan dokter menyebutkan apakah waham atau halusinasi adalah merupakan gejala yang menonjol. 2.6.6. Gangguan Lain Berhubungan Amfetamin
Gangguan lainnya yang berhubungan dengan amfetamin antara lain delirium, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, dan disfungsi seksual. 2.7.
Penyalahgunaan Amfetamin
Kebanyakan zat dalam narkoba sebenarnya digunakan untuk pengobatan dan penelitian. Tetapi karena berbagai alasan, maka narkoba kemudian disalahgunakan. Penggunaan terus menerus dan berlanjut akan menyebabkan Ketergantungan
atau
Dependensi, yang bisa juga disebut dengan Kecanduan. Tingkatan penyalahgunaan biasanya
sebagai berikut: 1.
Coba-coba
2.
Senang-senang
3.
Menggunakan pada saat atau keadaan tertentu
4.
Penyalahgunaan
5.
Ketergantungan
Amfetamin bisa disalahgunakan selama bertahun-tahun atau digunakan sewaktuwaktu. Bisa terjadi ketergantungan fisik maupun ketergantungan psikis. Dulu ketergantungan terhadap amfetamin timbul jika obat ini diresepkan untuk menurunkan berat badan, tetapi sekarang penyalahgunaan amfetamin terjadi karena penyaluran obat yang ilegal. Banyak wanita yang berlomba-lomba menjadi kurus agar terlihat menarik sehingga mereka memilih jalan pintas, yaitu dengan menggunakan produk pelangsing. Padahal produk pelangsing tersebut belum tentu aman. Beberapa produk pelangsing ditemukan mengandung suatu senyawa yang disebut amfetamin. Amfetamin merupakan senyawa yang cukup banyak 18
ditemukan dalam produk-produk pelangsing (penurun berat badan) yang mengklaim produk tersebut bebas dari senyawa berbahaya. Pada mulanya sekitar tahun 1960-an, amfetamin boleh digunakan secara bebas untuk menurunkan berat badan. Amfetamin menekan nafsu makan, mengontrol berat badan, serta menstimulasi sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular. Efek-efek tersebut dihasilkan diperantarai dengan meningkatkan konsentrasi sinapsis dari norepinefrin dan dopamine melalui stimulasi pelepasan neurotransmitter atau menghambat pengambilannya. Amfetamin merupakan suatu obat yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat. Oleh karena itu, hal ini berbahaya jika digunakan secara tidak terkendali oleh praktisi kesehatan (dokter atau apoteker). Beberapa amfetamin tidak digunakan untuk keperluan medis dan beberapa lainnya dibuat dan digunakan secara ilegal. Di AS, yang paling banyak disalahgunakan adalah metamfetamin. Penyalahgunaan MDMA sebelumnya tersebar luas di Eropa, dan sekarang telah mencapai AS. Setelah menelan obat ini, pemakai seringkali pergi ke disko untuk triping. MDMA mempengaruhi penyerapan ulang serotonin (salah satu penghantar saraf tubuh) di otak dan diduga menjadi racun bagi sistim saraf. 2.8.
Gambaran Klinis
2.8.1. Amfetamin Klasik
Pada seseorang yang sebelumnya belum pernah menggunakan amfetamin, dosis tunggal 5 mg meningkatkan rasa kesehatannya dan menyebabkan elasi, euforia, dan keramahan. Dosis kecil biasanya memperbaiki pemusatan perhatian mereka dan meningkatkan kinerja dalam tugas menulis, oral, dan kinerja. Terdapat juga penurunan kelelahan, menyebabkan anoreksia, dan peningkatan ambang rasa nyeri. Efek yang tidak diharapkan menyertai penggunaan dosis tinggi untuk periode waktu yang lama. 2.8.2. Amfetamin Racikan
Karena efeknya pada sistem dopaminergik, amfetamin racikan memiliki sifat mengaktifkan dan memberikan energi. Tetapi, efeknya pada sistem serotonergik, mewarnai pengalaman dengan obat tersebut dengan suatu karakter halusinogenik. Amfetamin racikan dikaitkan dengan disorientasi dan distorsi persepsi yang lebih sedikit daripada halusinogen klasik seperti lysergic acid diethylamine (LSD). Rasa keakraban dengan orang lain dan rasa nyaman pada diri sendiri dan peningkatan kecerahan objek adalah merupakan efek yang sering dilaporkan pada MDMA. Beberapa ahli psikoterapi telah menggunakan dan menganjurkan penelitian lebih lanjut tentang amfetamin racikan sebagai adjuvan terhadap
19
psikoterapi. Anjuran tersebut adalah kontroversial; dokter lain menekankan kemungkinan bahaya dari penggunaan obat tersebut. 2.9.
Efek Merugikan
2.9.1. Amfetamin Klasik
Efek pada serebrovaskular, jantung, dan gastrointestinal adalah salah satu di antara efek merugikan yang paling sering yang berhubungan dengan penyalahgunaan amfetamin. Keadaan spesifik yang mengancam kehidupan adalah infark miokardium, hipertensi berat, penyakit kardiovaskular, dan kolitis iskemik. Gejala neurologis yang terjadi terus menerus, dari kedutan, tetani, kejang sampai koma dan kematian disertai dengan dosis amfetamin yang semakin tinggi. Penggunaan amfetamin intravena berhubungan dengan transmisi HIV dan hepatitis. Efek merugikan yang kurang mengancam kehidupan adalah kemerahan, pucat, sianosis, demam, nyeri kepala, takikardi, palpitasi, mual, muntah, bruxism (menggesekkan gigi), napas sesak, tremor, dan ataksia. Penggunaan amfetamin oleh wanita hamil didapatkan berat badan lahir rendah, lingkar kepala kecil, prematur, dan retardasi pertumbuhan. Efek psikologis yang merugikan dari amfetamin adalah kegelisahan, insomnia, iritabilitas, sikap permusuhan, dan konfusi. Gejala gangguan kecemasan, seperti gangguan kecemasan menyeluruh dan gangguan panik, dapat diinduksi oleh penggunaan amfetamin. Waham rujukan, waham paranoid, dan halusinasi dapat disebabkan oleh pemakaian amfetamin. 2.9.2. Amfetamin racikan
Amfetamin racikan mempunyai banyak efek merugikan yang sama dengan amfetamin klasik. Tetapi, berbagai efek lainnya juga didapatkan pada amfetamin racikan. Secara klinis, suatu efek merugikan yang berat yang berhubungan dengan MDMA adalah hipertermia yang disebabka oleh obat dan selanjutnya dieksaserbasi oleh aktifitas yang berlebihan (seperti berdansa dengan liar di dalam klub dansa yang panas dan padat). Terdapat sejumlah laporan klinis tentang kematian yang berhubungan dengan pemakaian MDMA di bawah situasi tersebut.
2.10.
Pengobatan
Pengobatan gangguan berhubungan amfetamin (atau mirip amfetamin) adalah mirip dengan gangguan berhubungan kokain dengan kesulitan dalam membantu pasien tetap abstinen dari obat, yang mempunyai kualitas mendorong yang sangat kuat dan menginduksi kecanduan. Lingkungan rawat inap dan macam-macam cara pengobatan (psikoterapi 20
individual, keluarga, dan kelompok) biasanya diperlukan untuk mencapai abstinensi zat yang berlangsung selamanya. Pengobatan gangguan spesifik akibat amfetamin (seperti gangguan kecemasan dan gangguan psikotik) dengan obat yang spesifik (sedatif dan antipsikotik) mungkin diperlukan dalam jangka pendek. Antipsikotik, baik phenotiazine atau haloperidol, dapat diresepkan untuk beberapa hari pertama. Tanpa adanya psikotik, diazepam (Valium) berguna untuk mengobati agitasi dan hiperaktifitas pasien. Dokter harus menegakkan ikatan teraupetik dengan pasien untuk mengatasi depresi atau gangguan kepribadian dasar atau keduanya; tetapi, karena banyak pasien mengalami ketergantungan berat dengan obat, psikoterapi mungkin sulit.
2.11.
Pencegahan
Banyak yang masih bisa dilakukan untuk mencegah remaja menyalahgunakan narkoba dan membantu remaja yang sudah terjerumus Penyalahgunaan Narkoba. Ada tiga tingkat intervensi, yaitu 1.
Primer, sebelum penyalahgunaan terjadi, biasanya dalam bentuk pendidikan,
penyebaran informasi mengenai bahaya narkoba, pendekatan melalui keluarga, dll. Instansi pemerintah, seperti halnya BKKBN, lebih banyak berperan pada tahap intervensi ini. kegiatan dilakukan seputar pemberian informasi melalui berbagai bentuk materi KIE yang ditujukan kepada remaja langsung dan keluarga. 2.
Sekunder , pada
saat
penggunaan
sudah
terjadi
dan
diperlukan
upaya
penyembuhan (treatment). Fase ini meliputi: Fase penerimaan awal (initial intake)antara 1 – 3 hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental, dan Fase detoksifikasi dan terapi komplikasi medik, antara 1 – 3 minggu untuk melakukan pengurangan ketergantungan bahan-bahan adiktif secara bertahap. 3.
Tersier, yaitu upaya untuk merehabilitasi mereka yang sudah memakai dan
dalam proses penyembuhan. Tahap ini biasanya terdiri atas Fase stabilisasi, antara 3-12 bulan, untuk mempersiapkan pengguna kembali ke masyarakat, dan Fase sosialiasi dalam masyarakat, agar mantan penyalahguna narkoba mampu mengembangkan kehidupan yang bermakna di masyarakat. Tahap ini biasanya berupa kegiatan konseling, membuat kelompokkelompok dukungan, mengembangkan kegiatan alternatif, dll.
21
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut stimulan sistem saraf pusat (SSP). Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil. Senyawa ini memiliki nama kimia α– methylphenethylamine merupakan suatu senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi obesitas, attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi Amphetamine pertama kali disintesis pada tahun 1887 oleh Lazar Edeleanu di Berlin, Jerman .
Amphetamine
ini
awalnya
disebut
dengan
phenylisopropylamine
majemuk. Amfetamin ditemukan tanpa menggunakan kajian farmakologis pada tahun 1927, oleh peloporpsychopharmacologist Gordon Alles resynthesized dan ketika diuji pada dirinya sendiri, saat mencari pengganti buatan untuk efedrin Pada tahun 1997 dan 1998, para peneliti di Texas
A
&
M
methamphetamine
University mengklaim di
telah dua
menemukan
amphetamine
dan
dedaunan Acacia spesies
asli Texas , A. berlandieri and A. berlandieri dan A. rigidula .rigidula Amphetamine menyebabkan efek-efek perilaku karena efeknya pada neurotransmitter di otak termasuk dopamin ,serotonin , dan norepinefrin. Ketika seseorang menggunakan “upper”, zat tersebut akan merangsang sistem saraf pusat penggunanya. Zat bekerja pada sistem neurotransmiter norepinefrin dan dopamin otak. Menggunakan amfetamin dapat menyebabkan otak untuk menghasilkan tingkat dopamin yang lebih tinggi. Jumlah dopamin yang berlebih di dalam otak akan menghasilkan perasaan euforia dan kesenangan yang biasa dikenal sebagai “high.” Begitu seseorang telah kecanduan amfetamin, maka orang tersebut harus kembali menggunakan amfetamin untuk mencegah sakaw (withdrawal). Karena efek yang ditimbulkan amfetamin bisa boosting energi pada penggunanya, maka efek withdrawal yang paling sering muncul adalah kelelahan. Penggunaan terus menerus dan berlanjut akan menyebabkan Ketergantungan atau Dependensi, yang bisa juga disebut dengan Kecanduan. Tingkatan penyalahgunaan biasanya
sebagai berikut: 22
1.
Coba-coba
2.
Senang-senang
3.
Menggunakan pada saat atau keadaan tertentu
4.
Penyalahgunaan
5.
Ketergantungan
Banyak yang masih bisa dilakukan untuk mencegah remaja menyalahgunakan narkoba dan membantu remaja yang sudah terjerumus Penyalahgunaan Narkoba. Ada tiga tingkat intervensi, yaitu 1.
Primer,
2.
Tertier
3.
Sekunder
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Gangguan Berhubungan Dengan Zat. Dalam: Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Binarupa Aksara: Tangerang 2010. Hal. 584-698. 2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Gangguan Berhubungan Dengan Amfetamin (atau Mirip Amfetamin). Dalam: Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Binarupa Aksara: Tangerang 2010. Hal. 628-35. 3. Substance Related Disorder dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental th
Disorders (DSM-IV), 4 edition, Washington DC:175-191 4. Penyalahgunaan zat psikotropika. Diunduh dari content/uploads/publikasi_dosen/mengenal%
http://resources.unpad.ac.id/unpad-
20jenis%20dan%20faktor%20penyebab
%20penyalahgunaan%20napza.pdf. Diakses tanggal 25 November 20112. 5. Makalah Penyalahgunaan Obat-obat Terlarang. Diunduh dari http://data.tp.ac.id/ dokumen/makalah+penyalahgunaan+obat-obat+terlarang. Diakses tanggal 25 November 2012. 6. Penyalahgunaan
Narkotika.
Diunduh
dari
http://www.scribd.com/doc/16591348/
Penyalahgunaan-narkotika. Diakses tanggal 25 November 2012.
24