Fragilitas Osmotik Eritrosit Posted by Riswanto on Saturday, Saturday, July 24, 2010 Labels: Tes Hematologi Bila eritrosit berada dalam larutan yang hipotonis, cairan yang kadar osmolalitasnya lebih rendah daripada plasma atau serum normal (kurang dari 280 mOsm/kg) Uji fragilitas osmotik eritrosit (juga disebut resistensi osmotik eritrosit) dilakukan untuk mengukur kemampuan eritrosit menahan terjadinya hemolisis (destruksi eritrosit) dalam larutan yang hipotonis. Caranya adalah sebagi berikut : eritrosit dilarutkan dalam larutan salin dengan berbagai konsentrasi. Jika terjadi hemolisis pada larutan salin yang sedikit hipotonis, keadaan ini dinamakan peningkatan fragilitas eritrosit (=penurunan resistensi/daya tahan eritrosit), dan apabila hemolisis terjadi pada larutan salin yang sangat hipotonis, keadaan ini mengindikasikan penurunan
fragilitas
osmotik
(=peningkatan
resistensi
eritrosit).
Hemoglobin keluar dari sel pada masing-masing tabung yang berisi larutan NaCl yang
kadarnya
berbeda-beda.
Kadar
Hb
kemudian
ditentukan
secara
fotokolorimetrik. Hasilnya dilaporkan dalam persentase (%) hemolisis. Kumpulan hasil-hasil hemolisis diplot dalam suatu kurva dibandingkan dengan data eritrosit normal. Pada keadaan peningkatan fragilitas, eritrosit biasanya berbentuk sferis, dan kurva tampak bergeser ke kanan. Sedangkan pada penurunan fragilitas, eritrosit berbentuk tipis dan rata, kurva tampak bergeser ke kiri.
Masalah Klinis PENURUNAN FRAGILITAS : Talasemia mayor dan minor (anemia Mediterania atau anemia Cooley), anemia (defisiensi besi, defisiensi asam folat, defisiensi vit B6, sel sabit), penyakit hemoglobin C, polisitemia vera, post splenektomi, nekrosis hati akut dan
sub
akut,
ikterik
obstruktif.
PENINGKATAN FRAGILITAS : Sferositosis herediter, transfusi (inkompatibilitas ABO dan Rhesus), anemia hemolitik autoimun (AIHA), penyakit hemoglobin C, toksisitas obat atau zat kimia, leukemia limfositik kronis, luka bakar (termal).
1
Prosedur Uji ini biasanya dilakukan pada sampel darah segar kurang dari 3 jam dan/atu sampel darah 24 jam yang diinkubasi pada suhu 37oC. Sampel darah yang digunakan berupa darah heparin atau darah “defibrinated”. Tidak ada pembatasan asupan
makanan
atau
minuman.
Pada pengujian ini dibuat larutan NaCl dengan konsentrasi yang berbeda. Penilaian hasil
dengan
metode
fotokolorimetri
(menggunakan
alat
fotometer
atau
spektrofotometer). Sebelum melakukan pengujian, sediakan dulu larutan stock buffer NaCl 10% yang terbuat dari NaCl 9 gram, Na2HPO4 1,365 gram, dan NaH2PO4.H2O 0,215 gram. Bahan-bahan tersebut kemudian dilarutkan dengan aquadest sampai 100 ml. Sebelum digunakan untuk pemeriksaan, buatlah larutan pokok NaCl 1,0% dengan cara melarutkan 5,0 ml stock buffer saline 10% dengan aquadest hingga 50,0 ml. Selanjutnya lakukan pengujian sebagai berikut : 1. Sediakan 12 buah tabung lalu buatlah pengenceran bertingkat larutan NaCl dengan konsentrasi : 0,85%, 0,75%, 0,65%, 0,60%, 0,55%, 0,50%, 0,45%, 0,40%, 0,35%, 0,30%, 0,20% dan 0,10%, masing-masing sebanyak 5,0 ml. Larutan-larutan NaCl tersebut dibuat dari larutan pokok NaCl 1,0%. 2. Tambahkan ke dalam tabung-tabung itu masing-masing 50 µl sampel darah. Campur (homogenisasi) dengan cara membolak-balikkan tabung beberapa kali. 3. Inkubasikan selama 30 menit pada suhu kamar. 4. Campur (homogenisasi) lagi lalu pusingkan (centrifuge) tiap tabung tersebut selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm. 5. Ukur absorbans (OD) dari supernatant pada λ 540 nm dengan blanko supernatant tabung ke-1 (NaCl 0,85%). 6. Hitung % hemolisis dengan cara membagi absorbans (OD) sampel dengan absorbans (OD) tabung ke-12 dikalikan 100%. 7. Buat kurva dengan konsentrasi NaCl sebagai axis (x) dan % hemolisis sebagai ordinat (y). Bandingkanlah dengan kurva dari kontrol darah normal.
2
Nilai Normal Permulaan hemolisis pada konsentrasi NaCl 0,40% - 0,45% Hemolisis sempurna pada konsentrasi NaCl 0,30% - 0,35% Persentase hemolisis dalam keadaan normal adalah : 97 - 100 % hemolisis dalam NaCl 0,30% 50 - 90 % hemolisis dalam NaCl 0,40% 5 - 45 % hemolisis dalam NaCl 0,45% 0 % hemolisis dalam NaCl 0,55%
Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium
pH plasma, suhu, konsentrasi glukosa, dan saturasi oksigen pada darah
Eritrosit yang berumur lama cenderung memiliki fragilitas osmotik yang tinggi
Sampel darah yang diambil lebih dari 3 jam dapat menunjukkan peningkatan fragilitas osmotik.
Anemia Hemolitik Kuliah Pengantar : dr. Suhaemi Sp.PD, Finasim Anemia hemolitik ditandai dengan: - peningkatan destruksi eritrosit - normokrom normositer - survival eritrosit pendek - retikulositosis - peningkatan bilirubin indirect - peningkatan LDH Etiologi anemia hemolitik : 3
1. intrakorpuskular hemolisis hereidter : -abnormalitas membran - abnormalitas metabolisme - hemoglobinopati didapat : mikroangiopati 2. ekstrakorpuskular hemolisis - non imun - imun Intrakorpuskular Hemolisis : anemia hemolitik defek membran : - microskeletal defect : hereditary spherositosis - defek permeabelitas membran : stomatositosis herediter - peningkatan sensitivitas complement : paroxysmal nocturnal hemogloninuria 1. hereditary spherocytosis - deefektif molekul spectrin - leads to loss of RBC - decrease deformability of cell - peningkatan fragilitas osmotik -ektravaskular hemolisis di spleen 2. paroxysmal nocturnal hemogloburia - intra da ekstra vaskular hemolisis pada malam hari - pemeriksaan : ham's test (acid hemolysis), sucrose hemolysis, CD-59 negative - defisit GIP-A protein 3. abnormalitas membran-enzymopati anemia hemolitik - defisiensi hexosa monopospat : defisiensi glucosa-6 phosphat dehidrogenase - defisiensi enzimopati : defisiensi pyruvate kinase Fungsi Glucosa-6 phosphat dehidrogenase : - regenasi NADPH untuk meregenerasi glutathion - melindungi dari stres oksidatif - defisiensi G6PD hemolisis terjadi selama stres oksidatif : infeksi, obat, fava beans - stres oksidatif membentuk heinz bodiy formation-->ekstravaskular hemolisis
Intrakorpuskular hemolisis didapat mikroangiopati anemia hemolitik 4
a. abnormalitas vaskular - trombotik trombositopenia purpura - AV fistula - cavernous hemangioma -renal lesions : malignant hipertensi, glomeluronepritis, preeklampsia, transplant relection - vasculitis : polyarteritis nodosa, rocky mountain spotted fever, wegener's granulomatosis b. intavaskular koagulasi predominan - abruptio placenta - disseminated intravascular coagulation
Ekstrakorpuskular hemolisis non imun - mekanik - infeksi - kimia - suhu - osmotik Ektraskorpuskular hemolisis anemia hemolitik imun: - disebabkan oleh reaksi antigen-antibodi - tipe reaksi bergantung pada : a. jenis antibodi b. jumlah dan jarak antigen pada sel c. ketersediaan komplemen d. suhu lingkungan e. status fungsional sistem reikuloendotelial - manifestasi : intavaskular hemolisis dan ekstravaskular hemolisis - antibodi berikatan dg RBC: a. mengaktifkan kaskade komplemen-->terjadi lisis intravaskular. jika komplemen hanya partially fixed-makrofag mengenali reseptor Fc pada Ig/ C3b komplemen-memfagosit RBCektravaskular RBC destruksi b. opsonisasi RBC oleh sistem imun Pemeriksaan coomb's test pada anemia hemolitik imun. 1. DIRECT COOMB'S TEST ANEMIA HEMOLITIK - melihat imunoglobulin/komplemen pada permukaan eritrosit 5
- reagen : anti-human imunoglobulin dan anti komplemen - direaksikan dg RBC pasien--> test coomb + jika terjadi aglutinasi 2. INDIRECT COOMB'S TEST - melihat anti-RBC antibodi dalam serum pasien - reagent : cell panel yang diketahui antigennya - serum pasien direaksikan dengan sel panel jika ada anti-RBC antibodi dalam serum->timbul aglutinasi anemia hemolisis imun-oleh obat -immune compex : quinine, quinidine, isoniazid - hapten imun mekanisme : cephalosporin, penicillin - autoimun mekanisme : metildopa, l-dopa,procainemide, ibuprofen alloimun hemolisis: a. reaksi transfusi hemoolitik -tipe cepat : terjadi intravaskular oleh antibodi -slow ekstravaskular hemolisis (days) : biasanya terpapar oleh antigen asing yang sebelumnya pernah tersensitasi. mild symptomps - delayed senstitazion (weeks) : biasanya paparan pertama antigen asing, asimtomatik pemeriksaan pre-transfusi : gol darah ABO dan Rh resipien dan donor, screening antibodi donor dan pasien termasuk indirect coomb's test, cross match (resipien serum + darah donor) b. hemolytic disease of newborn -incompatibilitas rhesus. akibat ibu berrehsus negatif fan ayah rhesus positif. - terjadi pada hamil kedua --> IgG antibodi ibu dg RBC fetus - reaksi terjadi akibat sistem imun ibu membentuk antibodi thd anti-D autoimun hemolytic anemia : a. warm AIHA : - oleh IgG - terjadi pada suhu tubuh 37C -idiopatik -sekunder : penyakit limfoproliperatif pada leukemia limfositik kronik, limfoma maligna, penyakit kolagen spt SLE,obat tipe hapen : penisilin,complek imun,autoantibodi : metildopa. - responsif thd steroid/splenectomy - tjd pd semua umur, tp lebih sering pd wanita muda - gejala : anemia, ikterus, demam, splenomegali b. cold AIHA - oleh IgM - trjadi pada suhu <32 C 6
- idiopatik - sekunder : penyakit limfoproliperatif, infeksi : mycoplasma pneumonia, infectious mononucleosis, EBV. - kurang responsif thd steroid/splenektomi - responsif thd plasmapheresis c. paroxysmal cold hemoglobinuria - pd sifilis stadium III - pasca infeksi virus d. campuran tipe warm dan cold AIHA
anemia hemolitik BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Anemia hemolitik adalah anemia yang tidak terlalu sering dijumpai, tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat. Pada kasus-kasus penyakit dalam yang dirawat di RSUP sanglah tahun 1997. Anemia hemolitik merupakan 6% dari kasus anemia, menempati urutan ketiga setelah anemia aplastik dan anemia sekunder keganasan hematologis. Anemia hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan destruksi eritrosit sebelum waktunya. Dal am keadaan in sumsum tulang memproduksi darah lebih cepat sebagai kompensasi hilang nya sel darah merah. Pada kasus Anemia biasanya ditemukan splenomegali diakibatkan karena absorbsi sel darah ysng telah mati secara berlebihan ol eh limpa. Karena pada anemia hemolitik banyaknya sel darah merah yang mati pada waktu yang relative singkat Pada kasus anemia hemolitik yang akut terjadi distensi abdomen di karenakna hepatomegali dan splenomegali Dalam makalah ini penulis membahas tentang konsep dasar anemia hemolitik serta asuhan keperawatannya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan masalah yaitu sebagai berikut : 1.
Apa Pengertian dari Anemia Hemolitik ?
2.
Apa Etiologi dari anemia Hemolitik ? 7
3.
Bagaimanakah patofisiologis pada anemia Hemolitik?
4.
Apa saja manifestasi dari anemia Hemolitik?
5.
Pemeriksaan penunjang apa saja yang perlu dilakukan ?
6.
Bagaimankah penatalaksanaan nya ?
7.
Bagaimnakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Anemia Hemolitik ?
1.3
Tujuan
BAB II KONSEP DASAR TEORI
2.1
Pengertian
Anemia hemolitik adalah anemia yan di sebabkan oleh proses hemolisis,yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya.Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari). Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah merah (sel darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau di tempat lain dalam tubuh (extravascular).. 2.2
Etiologi
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor intrinsik & faktor ekstrinsik. 1.
Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu: Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: a.
Gangguan struktur dinding eritrosit Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Kadangkadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik
8
Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.
Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.
A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kel ainan komposisi lemak pada dinding sel. b.
Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit m udah pecah, misalnya pada panmielopatia tipe fanconi. Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:
Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
Defisiensi Glutation reduktase
Defisiensi Glutation
Defisiensi Piruvatkinase
Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
Defisiensi difosfogliserat mutase
Defisiensi Heksokinase
Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
c.
Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan yang normal Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:
Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal HbS, HbE dan
lain-lain
Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia
9
2.
Faktor Ekstrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit
yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk oleh tubuh sendiri.
2.3
Infeksi, plasmodium, boriella Patofisiologi
Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh turun-temurun dan gangguan. etiologi dari penghancuran eritrosit prematur adalah beragam dan dapat disebabkan oleh kondisi seperti membran intrinsik cacat, abnormal hemoglobin, eritrosit enzima tik cacat, kekebalan penghancuran eritrosit, mekanis cedera, dan hypersplenism. Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan hemoglobin dan asam laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak langsung dan urobilinogen berasal dari hemoglobin dilepaskan. Seorang pasien dengan hemolisis ringan mungkin memiliki tingkat hemoglobin normal jika peningkatan produksi sesuai dengan laju kerusakan eritrosit. Atau, pasien dengan hemolisis ringan mungkin mengalami anemia ditandai jika sumsum tulang mereka produksi eritrosit transiently dimatikan oleh virus (Parvovirus B19) atau infeksi lain, mengakibatkan kehancuran yang tidak dikompensasi eritrosit (aplastic krisis hemolitik, di mana penurunan eritrosit terjadi di pasien dengan hemolisis berkelanjutan). Kelainan bentuk tulang tengkorak dan dapat terjadi dengan ditandai kenaikan hematopoiesis, perluasan tulang pada masa bayi, dan gangguan anak usia dini seperti anemia sel sabit atau talasemia.
2.4
Manifestasi Klinis
Kadang – kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan:
Demam
Mengigil
Nyeri punggung dan lambung
Perasaan melayang
Penurunan tekana darah yang berarti
Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu: 1. Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil pemecahan eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil ekskresi yaitu urin dan feses. 2. Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya tidak ada karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat hemoglobin 10
dilepaskan kedalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan menyebabkan hemoglobinemia. 3.
Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih.
4.
Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi banyaknya eritrosit yang
hancur sehingga sel muda seperti retikulosit banyak ditemukan. 2.5
Pemeriksaan Diagnostik
1. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
Bilirubin serum meningkat
Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat
Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
2. Gambaran peningkatan produksi eritrosit
3.
Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang Gambaran rusaknya eritrosit: morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer, target cell, sickle
cell, sferosit.
fragilitas osmosis, otohemolisis
umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom. persentasi aktifikas crom
dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek umur eritrosit 2.6
Penatalaksanaan / Pengobatan
Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan perawatan khusus. Oleh karena itu, hanya aspek perawatan medis yang relevan dengan sebagian besar kasus anemia hemolitik yang dibahas di sini. 1. Terapi transfusi
Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin penting bagi
pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.
Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres jantung.
Pada anemia hemolitik autoimun (AIHA), jenis pencocokan dan pencocokan silang mungkin sulit.
Gunakan paling tidak kompatibel transfusi darah jika ditandai.. Risiko hemolisis akut dari transfusi darah tinggi, tetapi derajat hemolisis tergantung pada laju infus.. Perlahan-lahan memindahkan
11
darah oleh pemberian unit setengah dikemas sel darah m erah untuk mencegah kehancuran cepat transfusi darah.
Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya, talasemia atau
kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi. Tinjauan sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator deferasirox dengan lisan dan chelator deferiprone parenteral tradisional agen, deferoxamine. 10 2. Menghentikan obat
Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan tubuh
dan obat oksidan seperti obat sulfa (lihat Diet).
Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai berikut (lihat Referensi
untuk daftar lebih lengkap): -
Penisilin
-
Sefalotin
-
Ampicillin
-
Methicillin
-
Kina
-
Quinidine -
Kortikosteroid dapat dilihat pada anemia hemolitik autoimun.
3. Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis anemia hemolitik, seperti spherocytosis turun-temurun.
Dalam kasus lain, seperti di AIHA, splenektomi dianjurkan bila langkah-langkah lain telah gagal.
Splenektomi biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik seperti anemia hemolitik
agglutinin dingin.
Diimunisasi terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti Haemophilus influenzae dan
Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur mungkin. BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan Anemia hemolitik adalah anemia yan di sebabkan oleh proses hemolisis,yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya.Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari) 12
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor intrinsik & faktor ekstrinsik. 1.
Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu: Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
2.
Gangguan struktur dinding eritrosit Gangguan pembentukan nukleotida Hemoglobinopatia Faktor Ekstrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk oleh tubuh
sendiri.
4.2
Infeksi, plasmodium, boriella Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. DAFTAR PUSTAKA Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit . Jakarta : EGC Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi . Jakarta : Salemba Medika
http://poetriezhuzter.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-anemia.html
13