Penyakit cacing tambang adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infestasi parasit Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Di Indonesia infeksi oleh N. americanus lebih sering dijumpai dibandingkan infeksi oleh A.duodenale. Di Indonesia insiden tertinggi ditemukan terutama didaerah pedesaan khususnya perkebunan. Dapat melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, menentukan pemeriksaan penunjang lalu menegakkan diagnosa klinis serta rencana penatalaksanaan yg komprehensif Keputusan kepala puskesmas tentang layanan klinis Permenkes RI Nomor 5 Tahun 2014 Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer PERSIAPAN ALAT Alat
6. PROSEDUR / LANGKAH – LANGKAH
:
1. Bolpen 2. Tensimeter 3. Termometer 4. Stetoskop 5. Peralatan laboratorium mikroskopis sederhana untuk pemeriksaan spesimen tinja. 6. Peralatan laboratorium sederhana untuk pemeriksaan darah 1. Pasien datang ke poli umum 2. Dilakukan pengukuran vital sign oleh perawat dan anamnesa sederhana
1/4
3. Pasien konsultasi ke dokter 4. Dokter menyapa pasien 5. Dokter melakukan anamnesa,adanya gatal dikulit. Tamapak terowongan cacing(creeping eruption). Tampak pucat, mual, muntah, diare, penurunan berat badan,nyeri pada daerah duodenum, jejunum, dan ileum.bengkak pada anak. 6. Dokter menanyakan pula Faktor Risiko Kurangnya penggunaan jamban keluarga Kebiasaan menggunakan tinja sebagai pupuk Tidak menggunakan alas kaki saat bersentuhan dengan tanah Perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang. 7. Dokter melakukan Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan tanda vital 2. Pemeriksaan generalis tubuh: konjungtiva anemis, terdapat tanda-tanda malnutrisi, nyeri abdomen jika terjadi obstruksi 8. Dokter melakukan Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan mikroskopik pada tinja segar ditemukan telur atau larva atau cacing dewasa 9. Dokter melakukan Penegakan Diagnostik (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Klasifikasi: 1. Nekatoriasis 2. Ankilostomiasis Diagnosis Banding: jenis kecacingan lainnya Komplikasi: anemia jika menimbulkan perdarahan 10. Dokter melakukan Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan Farmakologis a. Pemberian Pirantel pamoat dosis tunggal 10 mg/kgBB, atau b. Mebendazole 100 mg, 2x sehari, selama 3 hari berturut-turut, atau c. Albendazole untuk anak di atas 2 tahun 400 mg, dosis tunggal, sedangkan pada anak yang lebih kecil diberikan dengan dosis separuhnya. Tidak diberikan pada wanita hamil. Creeping eruption: tiabendazol topikal selama 1 minggu. Untuk cutaneous laeva migrans pengobatan
2/4
dengan Albendazol 400 mg selama 5 hari berturut-turut. d. Sulfasferosus 11. Dokter melakukan Konseling dan Edukasi Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan, yaitu antara lain: a. Sebaiknya masing-masing keluarga memiliki jamban keluarga. Sehingga kotoran manusia tidak menimbulkan pencemaran pada tanah disekitar lingkungan tempat tinggal kita. b. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk. c. Menghindari kontak dengan tanah yang tercemar oleh tinja manusia. d. Menggunakan sarung tangan jika ingin mengelola limbah/sampah. e. Mencuci tangan sebelum dan setelah melakukkan aktifitas dengan menggunakan sabun dan air mengalir. f. Menggunakan alas kaki saat berkontak dengan tanah.
3/4
6. 7. DIAGRAM ALUR
Melakukan Anamnesa
Menegakkan Diagnosa Klinis.
Menentukan Terapi
8. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKA N 9. UNIT TERKAIT
Melakukan Pemeriksaan Fisik
Merujuk Pemeriksaan penunjang & mengintepretasi hasil
Memberikan Konseling dan Edukasi.
-
Penyakit ini umumnya memiliki prognosis bonam, jarang menimbulkan kondisi klinis yang berat, kecuali terjadi perdarahan dalam waktu yang lama sehingga terjadi anemia. Poli umum