LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK II PERCOBAAN V ANALISIS KANDUNGAN KIMIA DALAM TUMBUHAN KUMIS KUCING
OLEH:
NAMA
: EDY PURNOMO
STAMBUK
: A1L1 16 067
KELOMPOK
: IV A
ASISTEN PEMBIMBING : SRIWULAN PURNAMASARI
LABORATORIUM JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018
HALAMAN PENGESAHAN
Telah diperiksa secara teliti dan disetujui oleh Asisten Pembimbing Praktikum Kimia Organik II Percobaan V “Analisis Kandungan Kimia dalam Tumbuhan Kumis Kucing” Kucing” yang telah dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal :
Selasa, 3 April 2018
Waktu
:
Pukul 13.00 WITA-Selesai
Tempat
:
Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari
Kendari, … April 2018 Menyetujui Asisten Pembimbing
SRIWULAN PURNAMASARI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat yang masih menggunakan obat-obatan herbal yang berasal dari tumbuhan obat, kebanyakan berasal dari leluhur yang diwariskan secara turun temurun. Di Indonesia sendiri ada daerah yang mencatat pengetahuan tentang tanaman obat yang dikenal dengan naskah daun lontar Usada yang sudah berusia ratusan tahun. Naskah Usada merupakan salah satu peninggalan budaya Lombok dalam bidang Ilmu pengetahuan, khususnya mengenai tanaman obat. Saat ini penggunaan bahan alam sebagai obat (biofarmaka) cenderung mengalami peningkatan dengan adanya isu back to nature dan krisis ekonomi yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat-obat sintetik yang relatif lebih mahal harganya. Salah satu tanaman obat asli Indonesia yang mempunyai manfaat dan kegunaan yang cukup banyak dalam menanggulangi berbagai penyakit adalah Orthosiphon aristatus atau dikenal dengan nama kumis kucing. Kumis kucing merupakan tanaman obat berupa tumbuhan berbatang basah yang tegak. Tanaman ini dikenal dengan berbagai istilah seperti: kidney tea plants/ja va tea (Inggris), girigiri marah (Sumatera), remujung (Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan songot koneng (Madura). Kumis kucing merupakan tanaman yang berasal dari famili Lamiaceae/Labiatae. Menjadi salah satu tanaman obat yang mudah dijumpai di seluruh daerah di Indonesia, fungsinya dalam menangani banyak penyakit telah
terjamin. Masyarakat lebih sering menggunakan tanaman kumis kucing untuk menjalani terapi pengobatan herbal. Jenis daun yang dipakai kadang basah ada juga yang kering, tergantung bagaimana resep yang diberikan oleh pakar pengobatan tradisional. Tumbuhan-tumbuhan obat telah menjadi tumbuhan pekarangan dirumah masyarakat dan secara turun temurun masih dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat. Masyarakat memanfaatkan tumbuhan obat sering kali tidak mengetahui kandungan kimia dari tumbuhan tersebut, sehingga dalam menentukan jumlah dosis pemakaiannya masyarakat hanya mengandalkan pada pengalaman dan perkiraan semata. Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam obat tradisional selain berkhasiat dapat juga menyebabakan efek samping yang merugikan jika dikonsumsi sembarangan (tanpa kontrol). Berdasarkan hal tersebut menjadi sangat penting untuk mengetahui kandungan fitokimia beberapa jenis tumbuhan lokal yang masih sering dijadikan obat oleh masyarakat.Uji kandungan kimia dilakukan melalui analisis fitokimia secara kualitataif. Uji fitokimia ini masih merupakan suatu metode pengujian awal dalam upaya untuk mengetahui kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam tumbuhan obat lokal yang berperan penting dalam penyembuhan penyakit. Hasil akhir dari seluruh rangkaian penelitian ini diharapkan akan dapat menemukan suatu senyawa yang memiliki efek farmakologi tertentu sehingga memacu penemuan obat baru yang berasal dari keragaman jenis tumbuhan obat lokal.
1.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui golongan kelompok senyawa (alkaloid, triterpenoid, steroid, saponin, flavonoid, tannin, polifenol, dan kuinon) yang terkandung pada daun kumis kucing. 1.3 Prinsip Dasar Percobaan
Prinsip percobaan dari praktikum ini yaitu berdasarkan kandungan tumbuhan yang dimiliki oleh senyawa target yang akan dianalisis. Analisis ini bersifat kualitatif sehingga data yang dihasilkan adalah data kualitatif. Oleh karena itu dengan metode fitokimia dapat diketahui secara kualitatif kandungan kimia, dalam jenis tumbuhan.
.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kumis Kucing ( Orthosiphon aristatus)
Orthosiphon aristatus adalah tanaman yang termasuk ke dalam famili Lamiceae. Tanaman ini merupakan tanaman yang digunakan sebagai obat herbal terkenal di Asia Tenggara yang umumnya berasal dari pulau Jawa dan dikenal dengan nama kumis kucing. Saat ini masyarakat di Asia Tenggara mengkonsumsi daun Orthosiphon aristatus dalam bentuk jamu tradisional yang berfungsi sebagai pengobatan terhadap penyakit ginjal, gout, hipertensi, dan diabetes mellitus. Berikut ini adalah tata nama Orthosiphon aristatus menurut ilmu taksonomi: Kingdom : Plantae Divisi
: Spermatophyte
Kelas
: Tubiflorae
Famili
: Laminaceae
Genus
: Orthosiphon
Spesies
: Orthosiphon aristatus
(Budiman, 2013). Orthosiphon mengandung senyawa komponen bioaktif, yaitu mineral yang sebagian besar adalah mineral kalium, sekitar flavon lipofil (sinensetim dan isosinensetin), glikosida flavonol, asam kafeat (asam rosmarinat), minyak essensial, diterpen
orthosiphol
d,
orthosiphol
E,
triterpen
dan
chromene
seperti
metilpariochromene A. Komponen baru 5, 6, 7, 8-tetra hydroksi-6-metoksiflavon diisolasi dari tanaman ini (Arifianti dkk, 2014). 2.2 Ekstraksi
Ekstraksi maserasi ini adalah proses perendaman sampel dengan metanol. Penggunaan metanol ini dimaksudkan karena metanol dapat menjadi pelarut polar dan non polar. Cairan metanol ini akan masuk ke dalam pori-pori sampel dan akan melarutkan ekstrak di dalam sampel. Sehingga terjadinya perbedaan konsentrasi di dalam dan diluar sampel, sehingga konsentrasi yang lebih tinggi akan keluar dari sampel sehingga didapatkan ekstrak yang larut dalam metanol diluar poripori sampel. Maserasi dilakukan juga dengan pelarut aseton yang bersifat semipolar. Hal ini dilakukan untuk menarik senyawa steroid yang juga bersifat semipolar (Wijaya dkk, 2015) Ekstraksi merupakan salah satu metoda pemisahan zat terlarut dengan pelarutnya berdasarkan titik didih pelarut. Metode ekstraksi terbagi atas 2 cara, yaitu: a. Maserasi Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simpilisia yang digunakan dihaluskan berupa serbuk kasar, dilarutkan dengan bahan pengekstraksi. b. Soxhletasi Soxhletasi merupakan cara ekstraksi yang dilakukan dalam sebuah alat yang disebut soxhlet dengan pelarut polar berdasarkan titik didihnya (Damanik dkk, 2014).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavanoida, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat. Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstraksi merupakan metode pemisahan suatu zat berdasarkan pelarut yang tepat, baik itu pelarut organik atau pelarut anorganik. Secara umum pelarut etanol merupakan pelarut yang banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan
seluruh
golongan
metabolit
sekunder.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi proses ekstraksi antara lain adalah: a. Ukuran bahan Pengecilan ukuran bertujuan untuk memperluas permukaan bahan sehingga mempercepat penetrasi pelarut ke dalam bahan yang akan diekstrak. b. Suhu ekstraksi Ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi. c. Pelarut Larutan yang akan dipakai sebagai pelarut merupakan pelarut pilihan yang terbaik (Tambun dkk, 2016).
Untuk mendapatkan ekstraksi yang menyeluruh dan mendapatkan senyawasenyawa yang mempunyai aktivitas farmakologi maka pemilihan pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi merupakan faktor yang penting. Pelarut ideal yang sering digunakan adalah alkohol atau campurannya dengan air karena merupakan pelarut pengekstraksi yang terbaik untuk hampir semua senyawa dengan berat molekul rendah seperti saponin dan flavonoid. Jenis pelarut pengekstraksi juga mempengaruhi jumlah senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak, s esuai konsep like dissolve like, dimana senyawa yang bersifat polar akan larut dalam pela rut polar dan senyawa yang bersifat non polar akan larut dalam pelarut non polar (Arifianti dkk, 2014). 2.3 Etanol
Etanol merupakan salah satu pelarut yang umum dan banyak digunakan oleh industri, memiliki titik didih rendah dan cenderung aman digunakan. Etanol mempunyai titik didih 70 OC sehingga suhu ekstraksi yang digunakan dapat menarik seluruh komponen dalam bahan baku. Pelarut yang biasa digunakan untuk mengekstrak lemak adalah golongan alkohol (methanol, etanol, isopropanol, n butanol),aseton, eter (dietil eter, isopropyl eter,dioksan), halokarbon (kloroform, diklorometan), hidrokarbon (heksana, benzene, sikloheksan, isooktan), atau campuran dari pelarut-pelarut tersebut (Susanti dkk, 2014). 2.4 Metabolisme Sekunder
Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, sehingga flavonoid cukup larut dalam pelarut
polar seperti etanol, metanol, butanol dan air. Flavonoid umumnya terikat pada gula sebagai glukosida dan aglikon flavonoid. Uji warna yang penting dalam larutan alkohol ialah direduksi dengan serbuk Mg dan HCl pekat. Diantara flavonoid hanya flavalon yang menghasilkan warna merah ceri kuat.Warna merah pada uji flavonoid disebabkan karena terbentuknya garam flavilium (Wijaya dkk, 2015). Triterpenoid dan steroid adalah suatu kelompok senyawa yang mempunyai kerangka dasar siklopentana perhidro fenantrena, mempunyai empat cincin terpadu. Uji warna Liebermann- Burchard (LB) berguna untuk mengetahui adanya senyawa saponin baik triterpenoid maupun steroid. Apabila pada campuran timbul kecoklatan atau violet pada perbatasan dua pelarut menunjukkan adanya triterpen, sedangkan munculnya warna hijau kebiruan menunjukkan adanya sterol. Uji ini didasarkan pada kemampuan senyawa triterpenoid dan steroid membentuk warna oleh H2SO4 pekat pada pelarut asetat glasial yang membentuk warna jingga. Pada percobaan hanya daun yang memiliki nilai positif terhadap steroid yang ditunjukkan dengan perubahan warna, yaitu hijau (Wijaya dkk, 2015).
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Kimia Organik II “Analisis Kandungan Kimia Dalam Tumbuhan Kumis Kucing” dilaksanakan pada hari Selasa, 3 April 2018 bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari. 3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pemanas, tabung reaksi, penjepit tabung reaksi, lumping, corong pisah, gelas kimia, dan neraca. Sedangkan bahan yang digunakan, yaitu aquadest, air, n-heksan, etil asetat, methanol, etanol, asam sulfat, asam klorida, asam asetat, kloroform, eter, amoniak 10%, pereaksi untuk uji fotokimia (HgCl 2, KI, Bi(NO3)3), HNO3, logam magnesium, larutan FeCl3, dan gelatin 10%. 3.3 Prosedur Kerja a. Preparasi Sampel
Diambil tanaman kumis kucing lalu dikeringkan pada suhu kamar. Lalu sampel kering dihaluskan menggunakan blender. Ditimbang sebanyak 10 gram. Kemudian dimeserasi oleh pelarut etanol sebanyak 80 mL, diaduk secara kontinyu dan disaring untuk diperoleh filtrrat. Filtrat kemudian dievaporasi dengan vacuum rotary evaporator kemudian di waterbath sehingga diperoleh ekstrak kental.
b. Uji Fotokimia 1)
Uji Alkaloid
Sampel segar (2-4 gram) ditambahkan kloroform lalu digerus. Kemudian diekstraksi dengan kloroform amoniakal, lalu disaring. Filtratn ya dimasukan ke dalam corong pisah dan ditambahkan 10 mL asam sulfat 2 N, dikocok kuat-kuat lalu didiamkan sampai larutan asam sulfat dan kloroform memisah. Lalu lapisan asam sulfat diambil dan dibagi ke dalam dua tabung reaksi. Kemudian masing-masing tabung ditambahkan pereaksi Meyer (1,36 gram HgCl dilarutkan dalam 60 mL aquadest dan 5 gram KI dilarutkan dalam 100 mL aquades, kemudian ke dua larutan dicampur dan diencerkan hingga 200 mL), dan pereaksi Dragendorf (2,72 gram KI dilarutkan dalam 100 mL aquadest kemudian ditambahkan Bi(NO 3)3 dan 20 mL HNO 3). 2)
Uji Steroid, Triterpenoid, dan Saponin
Sampel segar (10 gram), setelah dihaluskan dalam lumpang diekstraksi dengan etanol panas lalu disaring. Filtratnya kemudian diuapkan dan diekstraksi lagi dengan eter. Ekstrak eter diuji dengan pereaksi Liebermann-Burchard (3-4 tetes asam asetat ditambahkan 2-3 tetes asam sulfat pekat), warna biru/hijau menunjukan adanya steroid dan warna ungu/merah menunjukan adanya triterpenoid. Residu yang tidak larut dalam eter ditambahkan air dan dikocok kuat-kuat. Adanya busa yang stabil s elama 30 menit menunjukan adanya saponin. Selanjutnya dihidrolisis dengan pereaksi
Liebermann-Burchard. Warna hijau/biru menunjukan adanya
saponin dari steroid dan warna ungu/merah menunjukan adanya saponin dari triterpenoid. 3)
Uji Flafonoid
Sampel segar (10 gram), setelah dihaluskan dalam lumpang diekstraksi dengan metanol lalu disaring. Filtratnya diuapkan kemudian diekstraksi dengan n-heksan. Residu diekstraksi dengan 10 mL etanol 80% dan ditambahkan 0,5 gram logam magnesium. Kemudian dibagi ke dalam dua tabung. Tabung pertama ditambahkan asam klorida pekat 0,5 mL (2-3 tetes). Warna merah muda atau ungu menunjukan adanya flavonoid. Tabung ke dua digunakan sebagai kontrol. 4)
Uji Tannin dan Polifenol
Sampel segar (10 gram) digerus dengan air, dipindahkan ke gelas kimia dan dididihkan, disaring dan dibagi menjad dua bagian. Bagian pertama diteteskan dengan larutan FeCl 3 (2-3 tetes), bila timbul warna biru hingga hitam positif tannin/polifenol. Bagian kedua diteteskan (2-3 tetes) larutan gelatin 10%, bila timbul endapan putih positif adanya tannin.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Praktikum 4.1.1 Data Pengamatan Uji Alkaloid Tabel 4.1.1 Pengamatan Uji Alkaloid No Perlakuan
1.
2.
3.
4.
Sampel diekstraksi dengan kloroform amoniakal, dan disaring Filtrat dimasukan dalam corong pisah + 10 mL H2SO4 2 N, dikocok kuat-kuat Asam sulfat dibagi ke dalam 2 tabung reaksi Masing-masing tabung ditambahkan pereaksi Meyer dan dragendorf Catat perubahan yang terjadi
Pengamatan
Larutan berwarna hijau pekat
Membentuk dua lapisan
Pada pereaksi Meyer terdapat endapan putih dan pada pereaksi Dragendarf berwarna merah bata (+) alkaloid
4.1.2 Data Pengamatan Uji Steroid, Triterpenoid, dan Saponin Tabel 4.1.2 Pengamatan Uji Steroid, Triterpenoid, dan Saponin No Perlakuan Pengamatan
1.
2. 3.
4. 5.
Sampel dihaluskan lalu diekstraksi dengan etanol panaslalu disaring. Filtratnya diuapkan dan diekstraksi lagi dengan eter Ekstrak eter diuji dengan pereaksi Liebermann-Burchard Residu yang tidak larut dalam eter ditambahkan air dan dikocok kuat-kuat Endapan diuji dengan pereaksi Liebermann-Burchard Catat perubahan yang terjadi
Diperoleh ekstrak kental
warna merah, (+) triterpenoid (+) saponin
Berwarna merah (+) saponin dari triterpenoid
4.1.3 Data Pengamatan Uji Flafonoid Tabel 4.1.3 Pengamatan Uji Flafonoid No Perlakuan
1.
2.
3.
4.
Sampel dihaluskan lalu diekstraksi dengan metanol lalu disaring. Residu diekstraksi dengan 10 mL etanol 80 % dan ditambahkan 0,5 gram logam magnesium Tabung dibagi dua, tabung pertama diteteskan HCl pekat 0,5 mL. tabung kedua digunakan sebagai control Catat perubahan yang terjadi
Pengamatan
Diperoleh ekstrak kental
Logam tidak larut
Berwarna merah
(+) flavonoid
4.1.4 Data Pengamatan Uji Tannin dan Polifenol Tabel 4.1.4 Pengamatan Uji Tannin dan Polifenol No Perlakuan Pengamatan
1.
2. 3.
Sampel dipindahkan ke gelas kimia dan didihkan, disaring dan dibagi menjadi dua bagian Bagian pertama diteteskan dengan FeCl3 Catat perubahan yang terjadi
Larutan berwarna hitam
Berwarna hitam (+) polifenol
4.2 Pembahasan
Sampel yang digunakan yaitu daun kumis kucing ( Orthosiphon aristatus). Pada proses pengambilan sampel, sampel dipanen pada pa gi hari, hal ini dilakukan karena pada saat itu tumbuhan masih aktif dalam melakukan fotosintesis sehinggan hasil metabolisme dalam tumbuhan tersebut banyak. Cara panen untuk daun
dilakukan dengan cara dipetik menggunakan tangan agar tidak merusak jaringan atau sel tanaman. Kemudian dilanjutkan dengan sortasi basah untuk memisahkan sampel dari tumbuhan lain atau benda asing yang mengikut. Setelah itu semua sampel dicuci menggunakan air mengalir agar kotoran-kotoran yang tidak hilang saat sortasi kering dapat ikut bersama dengan air mengalir dan tidak kembali lagi pada sampel. Setelah semua sampel bersih kemudian sampel dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, karena daun memiliki tekstur lunak yang dikhawatirkan akan rusak bersama dengan kandungan zat aktifnya saat dijemur dibawah sinar matahari langsung. Sampel yang telah kering kemudian disortasi kering untuk memisahkan benda asing yang mengikut pada sampel saat proses pengeringan, selanjutnya sampel dimasukkan dalam wadah yang aman lalu disimpan ditempat yang aman dari serangga, tikus, kecoa, paparan sinar matahari langsung dan tidak lembab. Sampel yang telah kering kemudian dihaluskan dengan cara diblender. Sampel daun kumis kucing yang telah halus kemudian diekstraksi dengan menggunakan metode
maserasi.
Sampel
diekstraksi
dengan
pelarut
etanol. Pemilihan metode ekstraksi maserasi pada daun kumis kucing yaitu karena maserasi merupakan cara penyarian yang sangat sederhana. Selain itu, sangat cocok untuk menarik zat-zat yang terkandung dalam sampel dan dapat dilihat bahwa tekstur dari sampel memiliki tekstur yang lunak dan dikhawatirkan jika menggunakan metode ekstraksi dengan menggunakan pemanasan akan merusak senyawa yang terkandung dalam sampel tersebut sehingga dalam menarik senyawa yang terkandung dalam sampel tersebut yang paling cocok digunakan dengan menggunakan metode maserasi. Dalam mengekstraksi sampel digunakan cairan penyari etanol,karena etanol merupakan penyari yang bersifat semi polar sehingga dapat menarik zat-zat dalam sampel baik yang bersifat polar maupun yang bersifat non polar.
Hasil maserasi kemudian dipindahkan kedalam botol gelap dan ditempatkan diruangan gelap hal ini dilakukan agar senyawa yang ada didalam botol tidak mudah bereaksi dan terhindar dari sinar matahari, Setelah itu sampel didiamkan satu malam. Setelah malam berganti pagi sampel kemudian di evaporasi menggunakan vacuum rotary evaporator. Vacuum rotary evaporator merupakan suatu instrumen yang tergabung antara beberapa instrumen, yang menggabung menjadi satu bagian dan menggunakan prinsip destilasi ( pemisahan). Prinsip utama dalam instrumen ini terletak pada penurunan tekanan pada labu alas bulat dan pemutaran labu alas bulat hingga berguna agar pelarut dapat menguap lebih cepat dibawah titik didihnya. Pengunaan instrumen ini lebih disukai, karena hasil yang diperoleh sangatlah akurat bila dibandingkan dengan teknik pemisahan lainnya. Dalam percobaan ini dilakukan pengujian senyawa metebolit sekunder dalam ekstrak tumbuhan kumis kucing, dimana perlakuan ini menggunakan beberapa perlakuan identifikasi golongan senyawa-senyawa yakni identifikasi senyawa golongan alkaloid, identifikasi senyawa golongan steroid, identifikasi senyawa golongan saponin, identifikasi senyawa golongan triterpenoid, identifikasi senyawa golongan flafonoid, identifikasi senyawa golongan tannin dan identifikasi senyawa golongan Polifenol. Pengujian untuk mengetahui keberadaan senyawa metabolit sekunder ini dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi tertentu misalnya FeCl3, dragendorf, lieberman burchard dan meyer. Uji alkaloid menggunakan pereaksi meyer (endapan putih-kuning) dan dragendorf (larutan merah bata). Hal ini bertujuan untuk melihat hasil uji alkaloid dari pereaksi yang berbeda. pereaksi ini digunakan untuk mendeteksi adanya
senyawa alkaloid. Hasil yang diperoleh pada pereaksi meyer untuk sampel, larutan keruh dan ada endapan putih yang menandakan reaksi positif atau pereaksi meyer mampu menarik senyawa alkaloid dalam sampel. Sedangkan hasil untuk pereaksi dragendorf pada sampel diperoleh larutan warna merah bata yang menandakan terdapat senyawa alkaloid dalam sampel. Uji triterpenoid, steroid dan saponin menggunakan Liebermann burchard yang berfungsi untuk mendeteksi adanya senyawa triterpenoid (merah-ungu) dan steroid (biru-hijau) dalam sampel. Hasil yang diperoleh pada pereaksi Liebermann burchard, larutan berwarna merah dan berbusa yang menandakan positif adanya senyawa saponin dan triterpenoid sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan alam yang digunakan mengandung saponin dan triterpenoid. Uji flavonoid menggunakan metanol. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil uji flavonoid dari pereaksi yang bersifat garam dan basa. Hasil yang diperoleh pada larutan berwarna merah yang menandakan bahwa sampel mengandung senyawa flavonoid. Uji tannin dan polifenol dilakukan dengan memindahkan sampel ke gelas kimia dan dididihkan, disring dan dibagi menjadi dua bagian tabung reaksi. Adapun yang teridentifikasi adalah tabung pertama dengan pereaksi FeCl 3, terdapat polifenol yang ditandai dengan larutan yang berwarna hitam. Sedangkan pada tabung kedua tidak dapat di identifikasi karena tidak terjadi apa-apa saat ditambahkan pereaksi.
BAB V SIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada tanaman kucing (Orthosiphon aristatus) memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yang mana setalah diuji diperoleh adanya alkaloid, saponin, triterpenoid, saponin, flavonoid, dan tannin.
DAFTAR PUSTAKA
Arifianti, L., Oktarina, R. D., dan Kusumawati, I. 2014. Pengaruh Jenis Pelarut Pengekstraksi terhadap Kadar Sinensetin dalam Ekstrak Daun Orthosiphon Stamineus Benth. Padang: E-Journal Planta Husada. Vol. 2, No. 1. Budiman, E. D. 2013. Pengaruh Ekstrak Daun Kumis Kucing ( Orthosiphon Aristatus) terhadap Kontraktilitas Otot Polos Vesika Urinaria Guinea Pig In Vitro. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Damanik, D. D. P., Subakti, N., dan Hasibuan, R. Ekstraksi Katekin dari Daun Gambir (Uncaria gambir roxb) dengan Metode Maserasi. Medan: Jurnal Teknik Kimia USU. Vol. 3, No.2. Susanti, M. C., Sugiharto, R., Setyani, S., dan Subeki. 2014. Pengaruh Jumlah Pelarut Etanol dan Suhu Fraksinasi terhadap Karakteristik Lemak Kakao Hasil Ekstraksi Non Alkalized Cocoa Powder. Lampung: Jurnal Teknologi dan Hasil Pertanian. Vol. 19, No. 2. Tambun, R., Limbong, H. P., Pinem, C., dan Manurung, E. 2016. Pengaruh Ukuran Partikel, Waktu dan Suhu pada Ekstraksi Fenol dari Lengkuas Merah. Medan: Jurnal Teknik Kimia USU. Vol. 5, No.4. Wijaya, D., Putri, P. Y., Raffty, S. A., dan Rizal, M. Screening Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Daun Eceng Gondok ( Eichhornia crassipes). Jakarta: Jurnal Kimia Valensi. Vol. 1, No.1.
TUGAS SETELAH PRAKTIKUM
1. Tuliskan reaksi umum yang terjadi pada: a) Uji alkaloid b)
Uji steroid
c) Uji flavonoid d)
Uji tannin dan polifenol
2.
Pada uji alkaloid, kesimpilan yang akan saudara berikan (+) atau (-). Jika uji dengan pereaksi meyer (+) sementara uji dengan dragendorf (-) ? JAWAB:
1. Adapun reaksi-reaksinya adalah sebagai berikut: a) Reaksi pada uji alkaloid 4KI + HgCl 2
K 2HgI4 2 KCl
4 KI + Bi(NO3)3 HNO3
KBI4 + 3 KNO 3
e) Reaksi pada uji steroid KBiI4 ↔ K + + BiI-4
f) Reaksi pada uji flavonoid C2H5OH + Mg
Mg(OH)2 + C2H5(OH)2 + CH3 – CH2 + HCl
g) Reaksi pada uji tanin dan polifenol FeCl3
Fe3+ + 3 Cl -
2. Dalam uji alkaloid dengan menggunakan uji pereaksi meyer (kalium tetraiodo merkurat) dan pereaksi dragendorf (kalium tetraiodo bismulat).
a. Dalam uji pereaksi meyer dihasilkan (+) alkaloid, apabila terbentuk endapan putih. Dimana pereaksi meyer bersifat elektrofilik (Hg2+), mengadisi atom C no 2, dimana terlebuh dahulu K 2HgI4 terlarut dalam air secara reversibel dengan mensorvasi asam iodida + KI + HgO. Hg 2+ dari HgO membentuk kompleks dengan dua molekul kolid sebagai endapan putih. b. Dengan menggunakan pereaksi dragendrof (kalium tertaiodo bismutat) hasilnya (+) alkaloid apabila terbentuk endapan hijau atau hitam.
PROSEDUR KERJA a. Uji Alkaloid
Sampel 10 gram (Daun kumis kucing)
- ditambahkan kloroform
- digerus Hasil Ekstraksi
Residu
Filtrat
- dimasukkan kedalam corong pisah - ditambahkan 10 mL asam sulfat 2N Terbentuk 2 lapisan
- dipisahkan
Larutan atas
Larutan bawah
- dimasukkan kedalam tabung reaksi -ditambahkan pereaksi mayer/pereaksi dragendorf
Alkaloid Positif (+) Endapan putih (Pereaksi Mayer) Endapan Coklat (Pereaksi Dragendorf)
b. Uji Steroid, Triterpenoid dan saponin
Sampel 10 gram (Daun kumis kucing)
- dihaluskan
- diekstraksi dengan etanol Hasil Ekstraksi
- disaring
Filtrat
- diuapkan - diekstraksi lagi dengan eter Estrak eter
- diuji dengan pereaksi Lieberman-Burchard
Warna biru/Hijau menunjukkan adanya steroid Warna merah/merah menunjukkan adanya triterpenoid
Residu
Residu
- ditambah air - dikocok kuat terbentuk busa
- dihidrolisis dengan asam klorida 2N ` sebanyak 10 ml Hasil Hidrolisis - disaring endapan
- diuji dengan pereaksi Liberman-Burchard
Warna biru/Hijau steroid)
(saponin
Warna merah/merah dari triterpenoid)
dari
(saponin
c. Uji Flavonoid
Sampel 10 gram (Daun kumis kucing) - dihaluskan
Hasil Ekstraksi
-disaring
Residu
Filtrat - diuapkan - diestraksi dengan n-heksana Residu
- diekstraksi dengan 10 mL etanol 80% -ditambahkan 0,5 g logam mangnesium Hasil Ekstraksi
-dibagi 2 tempat
Tabung 1
- ditambahkan HCl pekat 0,5 mL Warna merah muda Positif Flavonoid
Tabung 2
d. Uji Tannin dan Polifenol
Sampel 10 gram (Daun kumis kucing) - digerus dengan air
-dipindahkan ke gelas kimi
Filtrat
Residu
-dibagi 2 tempat
Tabung 1
- ditambahkan larutan FeCl 3
Tabung 2
-diteteskan dengan gelatin
Warna biru kehitaman (Positif polifenol)
tidak ada perubahan warna (Negatif Tanin)