1. Fisiologi pernapasan (inspirasi dan ekspirasi)
Proses fisisologi pernapasn yaitu proses O2 dipindahkan dari udara kedalam jaringan-jaringan dan CO2 yang akan dikeluarkan udara ekspirasi. Udara bergerak masuk
dan keluar paru karena ada selisih tekanan yang yang
terdapat antara atmosfir dan alveolus karena kerja mekanik otot-otot. Rangka thoraks berfungsi sebagai pompa. Selama inspirasi volume thoraks bertambah besar karena diafragma turun dan costa terangkat akibat kontraksi beberapa otot. m. skleidomastoideus mengangkat sternum keatas
dan m. seratus m. skalenus skalenus dan intracostalis
eksterna mengangkat costa. volume
Thoraks membesar ketiga arah
anteroposterior, lateral dan vertikal. Peningkatan volume ini menyebabbkan penurunan tekanan intrapleura dari sekitar -4mm Hg (relatif (relat if terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekitar -8mm Hg bila paru mengembang pada waktu inspirasi. Pada saat yang sama tekana intrapulmonal atau jalan napas menurun sampai -2 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer ) dari 0 mmHg pada waktu mulai inspirasi.
Selisih tekanan antara
jalan naps dan atmosfer
menyebabkan udara mengalir ke paru sampai tekanan jalan napas pada akhir inspirasi sama dengan tekanan atmosfer. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding thoraks dan paru. Pada waktu otot intercostalis eksternus relaksasi, rangka costa turun dan lengkung diafragma naik keatas kedalam rongga thoraks yang menyebabkan volume berkurang. Otot intercostalis internus dapat menekan costa kebawah dan kedalam dalam waktu ekspirasi yang kuat dan aktif, batuk, muntah atau defekasi. Sela in itu otot-otot abdomen dapat berkontraksi sehingga tekanan intraabdomen membesar dan menekan difragma ke atas. Pengurangan volumemeningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan tekanan intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal intrapulmonal meningkat mencapai sekitar 1-2 mm Hg diatas tekanan atmosfer. Selisih tekanan antara jalan napas dan atmosfer menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru sampai tekanan jalan napas dan tekanan atmosfer menjadi sama kembali pada
akhir ekspirasi. Tekanan intrapleural selalu berada dibawah tekanan atmosfer selama siklus pernapasan. 2. Bagaimana trauma kimia pada thoraks
Definisi : Trauma kimia merupakan trauma pada organ luar maupun organ dalam tubuh yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang merupakan asam kuat atau basa kuat (sering disebut alkali). Trauma kimia akibat bahan kimia terjadi pada saat tubuh atau kulit terpapar oleh asam atau basa. Bahan kimia ini dapat menimbulkan reaksi terbatas pada kulit, reaksi pada seluruh tubuh ataupun keduanya. Asam didefinisikan sebagai donor proton (H+), dan basa didefinisikan sebagai akseptor proton (OH-). Basa juga dikenal sebagai alkali. Kedua asam dan basa dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang signifikan pada suatu kontak dengan anggota tubuh. Kekuatan asam didefinisikan oleh seberapa kuat donor proton, kekuatan basa ditentukan oleh seberapa kuat ia mengikat proton. Kekuatan asam dan basa didefinisikan dengan menggunakan skala pH, yang berkisar antara 1-14 dan logaritmik. Asam kuat umumnya memiliki pH kurang dari 2, sedangkan basa membutuhkan pH 11.5 atau lebih untuk dapat melukai jaringan. Sejumlah besar produk industri mengandung konsentrasi yang berbahaya asam, basa, atau bahan kimia lain yang dapat menyebabkan trauma kimia. Beberapa produk asam yang lebih umum tersebut adalah sebagai berikut : 1) Asam
sulfat
biasanya
digunakan
dalam
pembersih
toilet,
pembersih saluran, pembersih logam, cairan baterai mobil, dan pupuk manufaktur. Berbagai konsentrasi dari asam 8% sehingga asam yang murni. Konsentrasi asam sulfat adalah higroskopis. Jadi, sehingga bisa menyebabkan luka dermal oleh dehidrasi, cedera termal, dan cedera kimia. kimia. 2) Asam nitrat biasanya digunakan dalam ukiran, pemurnian logam, dan pembuatan pupuk. 3) Asam Hidrofluorik umum digunakan untuk penghilang karat, pembersih ban, pembersih ubin, kaca, semikonduktor, pendingin
dan pembuatan pupuk, serta pengawetan minyak bumi. Ini adalah asam lemah dan dalam bentuk encer, tidak akan menyebabkan trauma langsung. 4) Asam klorida umumnya digunakan dalam pembersih toilet, pembersih logam, pembuatan pewarna, pengawetan logam, pemasangan pipa, pembersih kolam renang, dan bahan kimia laboratorium. Konsentrasinya berkisar 5-44 %. Asam klorida juga dikenal sebagai asam muriatik. 5) Asam fosfat umumnya digunakan dalam pembersih logam, desinfektan, deterjen, dan pembuatan pupuk. 6) Asam asetat biasanya digunakan dalam pencetakan, pewarna, desinfektan. Cuka adalah cairan asam asetat. 7) Asam format umum digunakan sebagai lem pesawat dan pembuatan selulosa. 8)
Asam kloroasetat :
Asam
monochloroacetik
digunakan
dalam
produksi
karboksimetilselulosa, phenoxyacetates dan beberapa obatobatan. Ia memiliki toksisitas sistemik yang signifikan dan bisa menghambat respirasi selular. Hal ini bersifat sangat korosif.
Asam dikloroasetat digunakan dalam pembuatan bahan kimia. Ini adalah asam lemah dari asam trikloroasetat dan tidak menghambat respirasi selular.
Asam trikloroasetat digunakan di laboratorium dan di bidang manufaktur kimia. Asam ini sangat korosif tetapi tidak menghambat respirasi selular.
Patofisiologi Trauma akibat asam akan menyebabkan nekrosis koagulasi oleh protein denaturasi, membentuk koagulum (misalnya, eschar) yang membatasi penetrasi asam. Sedangkan pada basa biasanya menyebabkan luka yang lebih dalam disebut
sebagai nekrosis likuefaktif. Hal Ini melibatkan denaturasi protein serta saponifikasi lemak, yang tidak membatasi penetrasi jaringan.1,3 Derajat luka akibat bahan kimia tergantung pada: 1) Kekuatan dan konsentrasi, 2) Kuantitas, 3) Lamanya kontak, dan 4) Luas penetrasi tubuh oleh bahan kimia. Bahan kimia akan terus bereaksi pada jaringan sampai saat dinetralkan oleh agen lain atau terinaktifasi oleh reaksi jaringan. Bahan kimia menggumpalkan protein dengan cara mereduksi, mengoksidasi, membentuk garam, korosi, meracuni protoplasma, kompetisi metabolik atau inhibisi, desikasi, atau sebagai hasil dari komplikasi iskemik dari vesicants. Luka bakar pada kulit terjadi perubahan mikrosirkulasi kulit dan terbentuk edema. Trauma panas menghasilkan perubahan karakteristik pada daerah yang terbakar yaitu respon lokal, dibagi dalam tiga zona yaitu : 1) Zona koagulasi. Zona ini merupakan zona yang terletak paling dalam dan merupakan zona dengan kerusakan (damage) yang paling berat. Pada zona ini terjadi kerusakan jaringan yang ireversibel yang disebabkan oleh koagulasi protein-protein konstituen. 2) Zona stasis. Zona ini ditandai dengan perfusi jaringan yang menurun. Kehilangan jaringan tidak separah zona koagulasi, dan masih memiliki kemungkinan untuk diselamatkan (salvageable). Penanganan resusitasi pada luka bakar terutama bertujuan untuk mengembalikan tingkat perfusi jaringan yang normal pada zona ini, serta untuk mencegah kerusakan jaringan menjadi bersifat ireversibel. Keadaan-keadaan yang
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan permanen antara lain hipotensi lama, infeksi, dan edema. 3) Zona hiperemia. Zona ini merupakan daerah yang paling luar, yang memperlihatkan hiperemia di mana tingkat perfusi jaringan justru meningkat sebagai mekanisme kompensasi tubuh terhadap adanya inflamasi/trauma. Kerusakan jaringan pada zona ini paling ringan dan akan sembuh, kecuali jika ada faktor-faktor penyulit seperti sepsis yang berat maupun hipoperfusi yang lama. Respon sistemik terhadap luka bakar – berupa pelepasan sitokin dan mediator-mediator radang – akan terjadi jika luas luka bakar mencapai 30% dari total luas permukaan tubuh.
Efek kardiovaskuler. Peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan
perpindahan
volume
cairan
serta
protein
intravaskuler ke jaringan interstisial. Vasokonstriksi perifer dan splanchnic
akan
terjadi,
kontraktilitas
miokard
menurun
(kemungkinan disebabkan oleh pelepasan TNF). Hal ini, disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar itu sendiri, akan berakibat pada hipotensi sistemik serta hipoperfusi ke organ dan jaringan perifer.
Efek respiratorius. Mediator-mediator radang akan menyebabkan bronkokonstriksi, dan pada kasus-kasus luka bakar yang berat dapat terjadi sindrom distres pernapasan akut (acute respiratory distress syndrome).
Efek metabolik. Basal metabolic rate akan meningkat hingga tiga kali dari kadar normal. Hal ini, bersama dengan hipoperfusi splanchnic, membutuhkan asupan nutrisi enteral yang cukup untuk meminimalkan katabolisme dan menjaga mukosa usus.
Asam dengan pH kurang dari dua akan mempresipitasikan protein, sehingga menyebabkan nekrosis koagulasi dengan hasil akhirnya berupa krusta atau keropeng. Ciri-ciri luka bakar yang disebabkan oleh asam yaitu: a) Batas tegas b) Kering dan keras c) Edema ringan Luka bakar yang timbul sering kali
kedalaman dan ketebalannya derajad
kedua. Bila ada kontak yang lama dapat menjadi luka bakar derajad ketiga, terutama dari sulfur atau asam nitrat pekat. Dalam kasus ini, krusta kemudian menjadi gelap, seperti kulit, dan kering. Asam hidroflorida memberikan luka bakar yang jauh lebih dalam dibanding jenis asam-asam lain. Pengecualian terjadi pada asam hidroflorida karena bahan ini merupakan suatu asam lemah yang dengan cepat menembus membran sel dimana senyawa ini tetap tidak terionisasi. Dengan cara ini, asam hidroflorida bekerja seperti asam, menyebabkan nekrosis liquiefactive. Tambahan lagi, ion fluorida dilepaskan ke dalam sel. Ion fluorida ini dapat menghambat enzim-enzim glikolitik dan dapat bersama-sama dengan kalsium dan magnesium membentuk suatu senyawa komplek yang tidak larut. Nyeri lokal yang amat berat diduga disebabkan oleh karena imobbilisasi kalsium, yang menyebabkan stimulasi saraf dengan mengganti ion kalium. Fluorinosis akut dapat terjadi ketika ion fluoride memasuki sirkulasi sistemik, menyebabkan gejala-gejala kardiak, respiratori, gastroinsestinal, dan neurologis. Hipokalsemia yang parah, dimana resisten terhadap pemberian dosis besar kalsium, dapat terjadi. Warna krusta tergantung pada derajat keasaman. Karakteristik warnanya yaitu:
Asam nitrat menghasilkan krusta kuning,
Asam sulfat (Sulfur) berwarna hitam atau cokelat,
Hidroklorin berwarna putih atau abu-abu, dan
Asam karbol (fenol) berwarna abu-abu terang atau cokelat terang.
Paru Luka bakar inhalasi dapat disebabkan oleh asam hidroklorik atau bahan kimia lainnya setelah seseorang menghirup zat kimia ini. Edema saluran pernapasan atas, gangguan pernapasan, dan toksisitas karbon monoksida ( CO ) adalah contoh dari trauma kimia dari inhalasi. Gejala ini muncul dalam waktu 12 sampai 24 jam setelah kejadian luka bakar. Juga suatu kondisi yang jarang dapat terjadi di mana bahan kimia mengoksidasi hemoglobin paru-paru yang mengakibatkan gangguan transportasi oksigen (methemoglobinemia) dan gangguan pernapasan. Menghirup bahan kimia beracun dapat menyebabkan luka bakar di jalan napas atas dan bawah. Individu dengan luka bakar inhalsi bahan kimia datang dengan radang tenggorokan, sesak napas, dan nyeri dada. Penatalaksanaan luka Bakar Karena Bahan Kimia/Kimiawi Luka bakar dapat disebabkan oleh asam alkali , dan hasil-hasil pengolahan minyak. Luka bakar alkali lebih berbahaya dari asam, sebab alkali lebih dalam merusak jaringan. Baju yang terkena zat kimia harus segera dilepas . sikap yang sering mengakibatkan keadaan menjadi buruk adalah menganggap luka karena dari luar tampak sebagai kerusakan kulit yang hanya kecoklatan, padahal daya rusak masih terus menembus kulit kadang sampai 72 jam. Pada umumnya penanganan dilakukan dengan mengencerkan zat kimia secara masif yaitu dengan mengguyur penderita dengan air yang mengalir kalau perlu diusahakan dibersihkan perlahan-lahan. Netralisasi dengan zat kimia yang lain dapat merugikan karena membuang waktu untuk mencarinya dan panas yang timbul dari reaksi kimianya dapat menambah kerusakan jaringan. Sebagai tindakan lanjut kalau perlu dilakukan resusitasi, perbaikan keadaan umum serta pemberian cairan elektrolit. Pengecualian penyiraman dengan air :
Asam HCl atau H2SO2 : Berikan NaOH atau air sabun
Fenol atau fosfor : larutkan dengan minyak.
3. Penangan simple fraktur costa
Pada trauma thoraks harus ditentukan dulu penyebabanya karena benda tumpul atau tajam. Diagnosis fraktu tulang berdasarkan tanda nyeri lokal yang timbul berupa nyeri kompresi kanan-kiri, depan-belakang dan gerak napas. Fraktur costa tunggal atau majemuk dengan gerak dada yang masih memadai dan teratur ditangani dengan anagesik atau anastetik. Nyeri harus dihilangkan untukmenjamin adekuatnya pernapasan atau mencegah penemonia akibat tidak memadainya gerak napas dan terganggunya batuk akibat rasa nyeri . jika analgesik tidak menghilangkan nyeri harus dilakukan anastesia blok intercostalis yang meliputi segmen kaudal dan kranial costa yang patah. Pemasangan bidai rekat tidak bermanfaat walau memberi rasa aman kepada penderita. Bidai rekat dapat mengganggu gerakan napas.
4. Contoh gambar radiologi thoraks fail chest
5. Definisi trauma tajam ,tumpul a. Trauam tumpul Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks. Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.dapat berupa benturan benda tumpul, perlambatan (deselerasi) dan kompresi. Benturan benda tumpul dapat menyebabkan fraktur costa baik tunggal atau majemuk (fail chest), hematothoraks. Cedera perlambatan (deselerasi) pada kecelkaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan kemudian tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancing bergerak terus dan menyebabkan robekan pada hilus organ tersebut. Organ yang mungkin robek adalah aorta, jantung, pangkal bronkus utama. Cedera kompresi terjadi bila orang tertimbun runtuhan atau longsoran yang menyebabkan tekanan secara tiba-tiba pada rongga dada. Pemeriksaan fisik : pemeriksaan pada korban trauma harus cepat dan sistematis sehingga tidak ada tidaka cedera yang tidak terdeteksisebelum dilakuakn penggulanagan yang efisien dan terencana. Riwayat trauma harus diketahui karena dari riwayat dapat diketahui atau diduga bagian tubuh yanf cedera dan jenis kelainnya. Cara pemeriksaan fisik diarahkan untuk mencari bagian tubuh yang terkena trauma, kemudian menetapaka derajat cedera berdasarkan hasil analisis riwayat trauma. Prioritas yang harus didahulukan adalah : jalan napas bebas, nadi dapat diraba, jatung berdenyut, ada perdarahan masif, yang lansung mencam jiwa seperti luka tembus jantung,
Dalam menilai sirkulasi, sifat dan
kualitas nadi lebih peka dibandingkan dengan tekanan darah karean tekanan drah sifatnya relatif. Manifestasi klinis dari gangguan stabilitas kardiovaskuler adalah : rasa haus, lemas, rasa ini diikuti oleh tanda hipotensi,
takikardi, sianosis,
gelisah,akral dingin, penurunan pengisian kapiler. Tindakan berikutnya
dalah melakukan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Dasar pemerikssaan ini tidak berbeda dengan pemeriksaan rutin. Pemeriksaan fisik pada tulang leher
dinilai
dengan
palpasi
pada
prosesus
spinosusdan
celah
interspinosus. Penderita diminta menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri, fleksi dan ekstesi dan sambil menekan sternum gerakan melawan tahanan. Thoraks dinilai sambil inspeksi dan palpasi sambil menekan kedua sisi dengan ke dua tangan. Foto thoraks sebaiknya selalu dilakukan pada penderita trauma thoraks yang
mengancam
nyawa.
Dengan
foto
thoraks
dapat
diketahui
pneumothoraks, hematothoraks, fraktur costacedrea mediastinum dan kadang dapat dilihat cedera diafragma. Pada penderita yang syok tanpa tanda perdarahandiluar biasanyaterjadi perdarahan di daerah fraktur didalam thoraks. Bila foto thoraks normal hampir pasti perdarahan ada pada abdomen. Penilaian derajat trauma The Revised Trauma Score (RTS) Glasgow Coma Scale Systolic Blood Pressure Respiratory Rate Coded Value (GCS)
(SBP)
(RR)
13-15
>89
10-29
4
9-12
76-89
>29
3
6-8
50-75
6-9
2
4-5
1-49
1-5
1
3
0
0
0
Prioritasa 1
: 1-10
2
: 11
3
: 12
Mati
:0
Pengelolaan dasar : Tanagani premeri survey
Bila ada jejas di dada : kemungkinana
b. Trauma tajam Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma.
Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca,
dsb) atau peluru. Mekanisme
Akselerasi : Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan percepatan (akselerasi); sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang menerima gaya perusak dari trauma tersebut. Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti senjata militer
high
velocity
(>3000
ft/sec)
pada
jarak
dekat
akan
mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru.
Deselerasi Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan. Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma, organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta, organ visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding toraks/rongga tubuh lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
Torsio dan rotasi Gaya torsio dan rotasio yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya deselerasi organ-organ dalam yang sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/fiksasi, seperti Isthmus aorta, bronkus utama, diafragma atau atrium. Akibat adanya deselerasi yang
tiba-tiba, organ-organ tersebut dapat terpilin atau terputar dengan jaringan fiksasi sebagai titik tumpu atau poros-nya. Penalaksanaan 1) Atasi ABC 2) Hilangkan nyeri dengan analgesik 3) Monitor KU pasien 4) Bila luka tusuk & pisau masih menancap, jangan dicabut karena Peluru, panah, tongkat dan pisau. Ketika penyebabnya seperti benda-benda tersebut menembus tubuh di daerah vital (dekat batang saraf atau arteri) mencabut mereka dapat menyebabkan perdarahan lebih parah yang tidak dapat dikendalikan. Obyek yang tertancap di tubuh dapat menekan arteri atau struktur internal lainnya yang penting dan benar - benar dapat membantu mengurangi perdarahan sehingga dapat berfungsi seperti tampon. Bila tensionpneumothorax à DECOMPRESI dengan jarum suntik / Abocath. Mengontrol perdarahan dengan menggunakan kombinasi presure langsung ,elevasi tungkai ,titik tekan.
Tekanan Langsung : Anda dapat mengontrol perdarahan dengan menempatkan tekanan langsung pada luka Mencoba untuk menerapkan tekanan langsung ke permukaan yang berdarah. Kulit kepala ,misalnya ,berdarah deras. Menggunakan ujung jari anda untuk menekan tepi luka kulit kepala terhadap tulang yang mendasari nya ini lebih efektif dari pada menggunakan telapak tangan Anda untuk menerapkan tekanan daerah yang lebih luas. menggunakan ujung jari Anda untuk mengontrol perdarahan arteriol (pembuluh darah kecil). Elevasikan Tungkai : Ketika luka terdapat pada extrimitas
,elevasikan extrimitas lebih tinggi jantung, di tambah dengan
penekanan langsung, bisa mengurangi perdarahan yang jauh lebih besar. Jangan pernah membuat orang yang dalam keadaan syok duduk hanya untuk mengelevasikan luka perdarahan. Titik tekan : Untuk mengurangi aliran darah biasanya harus kita
lakukan tekanan pada pembuluh darah arteri ( pembuluh darah yang dapat dirasakan denyutannya) dekat luka melawan tulang yang mendasarinya. hanya menekan ke dalam perut lembut otot tidak mengurangi aliran darah melalui mekanisme ini. Menstabilkan daerahyang terluka : Menggunakan splints dan
berpakaian
untuk
mengimobilisasi
daerah
luka
membantu
melindungi dari cedera lebih lanjut dan mempertahankan gumpalan yang telah mulai terbentuk. bahkan jika cedera pada tulang atau sendi tidak diduga, immobilation akan membantu pembekuan darah dan membantu penyembuhan dimulai. Balutlah area yang ter luka dan berusaha untuk mencegah infeksi.
Gunakan balutan steril ( atau setidaknya kain bersih sebanyak mungkin ) luka tembus memungkinkan bakteri anaerob untuk masuk jauh ke dalam jaringan .ini adalah alasan mengapa luka penetrasi biasanya diairi dengan cairan antibiotik selama operasi. Penting untuk mengingatkan bahwa luka tembus kecil (paku lubang di kaki dan sejenisnya) harus dikeluarkan darahnya untuk waktu
yang
singkat
hal
ini
disebabkan
untuk
membantu"membersihkan"benda asing yang dapat menimbulkan infeksi. Jangan menggunakan salep atau memperdalam luka tembus karena ini benar-benar dapat meningkatkan infeksi. 4) Lakukan foto Thorax (setengah duduk). Bila sucking chest wound, tutup dengan plastik bersih & plester 3 sisi
Diagnosis Penatalaksanaan pneumothoraks pada neonatal Etiologi 1. Neonatus Pneumothorak terjadi ketika alveolus pada paru bayi pecah, udara bocor kedalam ruang di antara paru dan dinding dada (cavum pleura). Penyebab tersering dari pneumothorak adalah respiratory distress syndrome, terjadi pada bayi-bayi yang lahir premature, yang disebabkan karena kurangnya surfaktan pada bayi, sehingga alveolus tidak dapat mengembang dengan mudah. Jika bayi menggunakan mesin pernafasan (ventilator), terdapat tekanan ekstra pada paru bayi, dimana terkadang dapat memecahkan alveolus. Mekonium aspirasi syndrome merupakan penyebab lain dari pneumothorak pada bayi baru lahir. Ketika bayi dilahirkan, dia bernafas pada pergerakan usus pertama. Sehingga ini dapat menyebabkan masalah pernafasan dan memerlukan mesin ventilator. Yang jarang terjadi, seorang bayi sehat dapat menderita kebocoran udara ketika bayi bernafas pertama kali setelah lahir. Hal ini terjadi karena tekanan diperlukan untuk mengembangkan paru pertama kali. 2. Anak
Spontan Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma. Pneumotoraks Pneumotoraks
spontan Spontan
dapat Primer
diklasifikasikan dan
Pneumotoraks
menjadi Spontan
Sekunder. Pneumothorak spontan primer dapat terjadi pada seseorang tanpa trauma atau penyakit paru yang mendasarinya. Penurmothorak spontan dengan atau tanpa daya valsava kadang terjadi pada anak dan pada dewasa muda, paling sering pada anak laki-laki yang tinggi dan kurus. Pneumotoraks Spontan Primer biasanya disebabkan oleh pecahnya bleb pada paru (sering terjadi pada pria muda yang tinggi kurus dan pada Marfan syndrome).
Sedangkan Pneumotoraks Spontan Sekunder seringkali terjadi pada pneumonia, biasanya dalam hubungannya dengan empiema, abses paru, gangrene, infark, robekan kista dalam paru.
Luka Tusuk Dada, fraktur iga Pneumotoraks
pada
trauma
tumpul
dada
seringkali
disebabkan oleh fraktur iga yang menusuk ke parenkim paru. Pnemotoraks dapat juga akibat deselerasi atau barotrauma pada paru tanpa berkaitan dengan patah iga. Di dalam praktek, banyak pasien dengan pneumotoraks traumatik juga mempunyai gejala perdarahan yang mengakibatkan hemopneumotoraks.1,2,4
Paska prosedur medis atau iatrogenik. Dapat merupakan komplikasi dari trakeostomi, pemindahan garis subklavia, torakosentesis, biopsi pleura, pemasangan kateter vena central, biopsi transbronkhial, ventilasi mekanik tekanan positif, dan intubasi bronkhus utama, atau prosedur diagnostik dan terapeutik
lain.
Pneumothorak
dapat
juga
terjadi
sesudah
pengobatan akupuntur dan diklasifikasikan sebagai iatrogenik atau traumatik. 3. Manifestasi Klinis Gejala umum yang timbul pada anak dan dewasa, meliputi:
Keadaan Umum
Diaforesis
Menekan dinding dada untuk mengurangi nyeri pleura yang terjadi.
Sianosis (tension pneumothorax)
Tanda vital
Takipneu
Takikardi (jika lebih dari 135 kali per menit, kemungkinan tension pneumothorax)
Pulsus paradoxus
Hipotensi (sering pada tension pneumothorax)
Cardiovascular (distensi vena jugularis, pada tension pneumothorax)
Neurologi (perubahan status mental)
4. Pemeriksaan fisik: thorak
Inspeksi : Statis
: asimetris, bagian yang sakit cembung.
Dinamis
: yang sakit tertinggal
Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
Palpasi : Sela iga normal/melebar, Fremitus melemah.
Perkusi Hipersonor, Pergeseran mediastinum. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat.
Auskultasi : Suara napas melemah-hilang. Banyak bayi dengan pneumothorak tidak mempunyai gejala. Gejala yang dapat muncul, yaitu : a) Warna kulit sianosis b) Nafas cepat c) Grunting d) Iritabilitas e) Lemah f) Retraksi
Sesak napas tiba-tiba, napas pendek, batuk kering, sianosis, dan nyeri dada, punggung dan lengan merupakan gejala utama. Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka tembus. Yang selanjutnya disebut sucking chest wound (luka dada menghisap). Jika tidak ditangani maka hipoksia mengakibatkan kehilangan kesadaran dan koma. Selanjutnya pergeseran mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera dapat menyebabkan penyumbatan aliran vena kava superior dan inferior yang dapat mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac output.
Jika ini tak ditangani, pneumotoraks makin berat dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit. 5. Pemeriksaan Penunjang a) Rontgen toraks PA + Lateral Garis
penguncupan
paru
(halus),
Paru
kolaps,
Bayangan
radiolusen/avaskular, Air fluid level, Pendorongan mediastinum. 6. Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan umum pneumothorak meliputi:5
Mengeluarkan udara dalam rongga pleura
Mengusahakan penyembuhan lesi di pleura
Mencegah timbulnya pneumotorak ulangan
Mengurangi masa rawat
Keputusan untuk melakukan observasi atau menangani secara segera harus didasari oleh derajat resiko berdasarkan luasnya kolaps, keadaan penderita, kemungkinan penyembuhan spontan dan kemungkinan relaps. British Thoracic Society and American Collage of Chest physician
telah memberikan rekomendasi penanganan pneumotoraks dengan prinsip : Konservatif
Observasi tanpa pemberian oksigen: observasi sederhana yang sesuai
pada
pasien
asimptomatis
dengan
pneumothorak
minimal (<5% oleh kriteria Light; 2-3 cm dari apex ke cupola oleh criteria alternate). Udara akan direabsorbsi secara spontan sekitar 1.25% per hari. Observasi dan pemberian tambahan oksigen. a) Jika luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. b) Fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara perlahan akan diresorbsi (1,25% perhari).
c) Laju resorpsi akan meningkat dengan tambahan oksigen. d) Oksigen kanula nasal 3 L/menit atau aliran yang lebih tinggi kemungkinan dapat menangani hipoksemia dan dihubungkan dengan peningkatan empat kali absorbsi udara oleh pleura dibandingkan dengan udara kamar. e) Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto dada serial setiap 12-24 jam selama 2 hari dengan atau tanpa dirawat di RS. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau tanpa pluerodosis.
Jika luas pneumotoraks >15%
Mengeluarkan udara dari rongga pleura.
ada penelitian terdahulu sikatakan bahwa aspirasi jarum sama aman dan efektifnya seperti chest tube untuk pneumothorak spontan primer, ditambah lagi dengan lama rawat inap yang lebih pendek.
Dengan cara : Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil, yaitu dengan jarum infuse, jarum abbocath 14,
WSD (Water Sealed Drainage) : persiapkan kulit dengan cairan antiseptic dan tutupi dengan duk steril. Gunakan Xylocaine 1% untuk anestesi lokal. Tentukan lokasi pungsi pada ICS dua atau tiga pada linea midklavikula atau pada ICS empat atau kelima diatas batas superior dari costa di linea axilaris anterior. Tempatkan kateter plastik pada jarum yang dimasukkan pada cavum pleura. Gunakan 3-way dan syringe untuk evakuasi udara. Jika tidak ada lagi udara diaspirasi atau tiba-tiba pasein batuk, paru kemungkinan telah mengalami reekspansi. Lepaskan kateter, pijat lokasi pungsi dengan gauze steril untuk menutup saluran yang menuju kavum pleura. Lakukan follow-up dengan foto thoraks
Chest tube: Selang dimasukkan ke dalam cavum pleura yang dihubungkan dengan sebuah alat dengan aliran satu arah.
System Portable (memasukkan katup satu arah): tujuan standar dari system katup satu arah adalah untuk menghindari perawatan di rumah sakit dan masih dapat menangani pneumathorak spontan. Penggunaan katup satu arah juga dapat mempercepat pemulangan dan dapat juga digunakan selama transportasi pada penderita.
Katup Heimlich dapat mengevakuasi udara secara komplit, tidak membutuhkan suction dan dapat mengeliminasi kemungkinan terjadinya tension pneumothorax; hal ini memberikan mobilitas yang besar dan ketidaknyamanan yang lebih minimal. Katup Heimlich dihubungkan dengan kateter, memungkinkan udara untuk keluar secara spontan dalam waktu 24-48 jam. Setelah itu, jika paru gagal untuk mengembang, maka suction diperlukan. Pasien dengan kebocoran udara persisten lebh dari 4 hari disarankan untuk dilakukan pembedahan.
Intervensi Pembedahan o
Kebocoran udara persisten lebih dari 7 hari
o
Pneumothorax ipsilateral rekuren
o
Pneumothorax kontralateral
o
Pneumothorax Bilateral
o
Pasien dengan infeksi HIV AIDS karena adanya nekrosis ekstensif
o
Lymphangiomyomatosis,
kondisi
resiko
tinggi
terjadi
pneumothorax
5) Indikasi WSD WSD adalah Suatu sistem drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura ( rongga pleura) TUJUANNYA :
• Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut • Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican. Perubahan Tekanan Rongga Pleura INDIKASI PEMASANGAN WSD :
Hemotoraks : robekan pleura, kelebihan antikoagulan, pasca bedah thoraks,
efusi pleura : Penyakit paru serius, kondisi inflamasi
Emfiema
Pneumotoraks ( > 25 % ) : luka tusuk tembus, klem dada yang terlalu lama, Kerusakan selang dada pada sistem drainase
Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
KONTRA INDIKASI PEMASANGAN : • Infeksi pada tempat pemasangan • Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol Komplikasi Pemasangan WSD
Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia
Komplikasi sekunder : infeksi, emfisema
6) Trauma tembus (tajam) Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi Pada luka tembak perlu diperhatikan jenis senjata dan jarak tembak; penggunaan senjata dengan kecepatan tinggi seperti
senjata militer high velocity (>3000 ft/sec) pada jarak dekat akan mengakibatkan kerusakan dan peronggaan yang jauh lebih luas dibandingkan besar lubang masuk peluru. Penatalaksanaan Trauma Toraks Prinsip
Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum (primary survey - secondary survey) Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif (berturutan) Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang emergency. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa.
Pengambilan
anamnesis
(riwayat)
dan
pemeriksaan
fisik
dilakukan bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma. Penanganan pasien trauma toraks sebaiknya dilakukan oleh Tim yang telah memiliki sertifikasi pelatihan ATLS (Advance Trauma Life Support). Oleh karena langkah-langkah awal dalam primary survey (airway, breathing, circulation) merupakan bidang keahlian spesialistik Ilmu Bedah Toraks Kardiovaskular, sebaiknya setiap RS yang memiliki trauma unit/center memiliki konsultan bedah toraks kardiovaskular.
7) Hemathopneumothoraks dan penatalaksanaannya Gabungan dari pneumothoraks dan hematoraks. Darah akan membeku
bila
bercampur
dengan
darah,
oleh
karean
itu
penannganan hematopneumothoraks, sebelum memasukkan selang WSD ke dalam rongga thoraks dilakukan penghisapan darah terlebih dahulu.
8) Luka tembak pada thoraks dan menejemennya .
Arti Klinis Luka Tembak
Dalam praktek banyak terdapat hal tentang luka tembak masuk pada tubuh manusia. Seperti kita ketahui kulit terdiri dari lapisan epidermis, dermis dan subkutis. Jika dilihat dari elastisitasnya, epidermis kurang elastis bila dibandingkan dengan dermis. Bila sebutir peluru menembus tubuh, maka cacat pada epidermis lebih luas dari pada dermis. Diameter luka pada epidermis kurang lebih sama dengan diameter anak peluru, sedangkan diameter luka pada dermis lebih kecil. Keadaan tersebut dikenal sebagai kelim memar (contusio ring). . . Contusio ring ini didapatkan pada luka tembak masuk dan luasnya tergantung pada arah peluru pada kulit. Peluru yang masuk tegak lurus, maka contusio ringnya akan besar, sedangkan peluru yang masuknya miring, contusio ringnya akan lebih lebar dibagian dimana peluru membentuk mulut yang terkecil pada kulit. Peluru juga mengandung lemak pembersih senjata. Lemak ini juga akan memberi gambaran pada luka tembak berupa kelim lemak yang berupa pita hitam, tetapi kelim lemak ini tidak selalu terdapat misalnya pada senjata yang jarang dibersihkan. Pada waktu senjata ditembakkan, maka yang keluar dari laras senjata api adalah : . a.
Api
b.
Mesiu yang sama sekali terbakar (jelaga,roetneerslag)
c.
Mesiu yang hanya sebagian saja yang terbakar
d.
Mesiu yang tidak terbakar
e.
Kotoran minyak senjata, karatan dan lain sebagainya
f.
Anak pelurunya sendiri
4.
Mekanisme Luka Tembak
Jika anak peluru mengenai tubuh, maka kelainan yang terjadi merupakan resultante dari banyak faktor. Pada bagian tubuh tempat masuknya anak peluru, bagian tubuh sebelah dalam serta pada bagian tubuh tempat keluarnya anak peluru bentuk kelainannya tidak sama karena faktor-faktor yang mempengaruhinya berbeda. a.
Bagian Tubuh Tempat Masuknya Anak Peluru
Luka-luka yang terjadi pada tempat ini disebabkan oleh faktorfaktor sebagai berikut : -
gaya kinetik anak peluru atau proyektil
-
suhu panas anak peluru atau proyektil
-
semburan api
-
ledakan gas dari mesiu (pada jarak tempel)
-
percikan mesiu yang terbakar
Penanganan luka meliputi: 1. Wound Cleansing Langkah membersihkan luka secara umum adalah : Lakukan tindakan a dan antiseptic Anestesi local (kecuali pada luka bakar kemungkinan memrlukan general anestesi) Mechanical Scrubbing, menggosok luka dengan kassa steril, memakai larutan antiseptik Dilusi dan irrigasi 500-2000 cc atau 50-100 cc/panjang luka, tergantung dari luas dan kotornya luka. Larutan yang digunakan adalah NS Dilanjutkan dengan klorheksidin atau betadin. Kembali irigasi dan dilusi sampai benar-banar bersih 2. Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen diawali pada lapisan superfisial jaringan sampai ke lapisan terdalam. Perhatikan tanda-tanda jaringan avital/mati, yaitu warna lebih pucat, lebih rapuh dan tidak berdarah Buang jaringan avital dengan pisau atau gunting, perhatikan anatomi daerah tersebut, jangan mencederai vascular atau nervus Lakukan debridement sampai jaringan yang normal terlihat, biasanya terlihat adanya perdarahan dari jaringan yang dipotong. 3. Penutupan Luka Jika luka bersih dan jaringan kulit dapat menutup, maka lakukan jahitan primer. Jika luka bersih namun diperkirakan produktif, misalnya kemungkinan seroma atau infeksi, maka pansanglah drain. Jika luka kotor, maka lakukan perawatan luka terbuka untuk selanjutnya dilakukan hekting sekunder. 4. Medikamentosa Antibiotik Tujuan pemberian atibiotik adalah untuk profilaksis Topikal /larutan/Salep Mengurangi pembaentukan krusta yang dapat menghambat epitaelisasi Mencegah kassa melekat pada luka Mengurangi tingkat infeksi Sistemik berupa sediaan oral ataupun parenteral. 5. Pemberian Anti Tetanus Pemberian tetanus toksoid dilakukan jika belum atau lama tidak mendapatkan booster TT. Jika telah mendapat booster sebelumnya, cukup diberikan anti tetanus serum yang terlebih dahulu dilakukan skin test. 9) Menejement tamponade jantung dan Penatalaksanaan : evakuasi cepat darah dari perikardium penderita dengan syok hemoragik yang tidak memberikan respon
terhadap usaha resusitasi cairan dan mungkin ada tamponade jantung. Perikardisintesis (aspirasi perikardium dengan jarum pungsi dalam bimbingan ekokardiografi atau elektrokardiografi). Prosedur ini memiliki fungsi diagnostik dan terapeutik :
Sudut antara prosesus sifoideus dan arkus iga kiri. Ini adalah lokasi yang paling aman karena di sini jantung tidak ditutupi paru.
Sela iga 5, kira-kira 2 cm ke arah medial dari perkusi pekak.
Sela iga 5 atau 6 pada garis sternal kiri, yaitu daerah yang bebas dari paru dan pleura. Jarum pungsi diarahkan ke bawah belakang
dan
sedikit
medial
untuk
menghindari
arteri
mammaria interna yang berada 1,25-2,5 cm dari garis sternal di sela iga 4 dan 5.
Sela iga 4 kanan, sekitar 1 cm medial dari perkusi pekak.
Sela iga 5-6 kanan garis sternal. Jarum pungsi diarahkan ke medial dan posterior
Sela iga 7 atau 8 belakang, garis midskapula kiri. Tangan kiri harus diangkat ke atas untuk menghindari skapula. Lokasi ini hanya dipakai bila lokasi lain gagal.
Cara perikardiosentesis adalah:
Pasien bersandar dengan sudut sandaran 45o
Dilakukan anestesi lokal dengan prokain 2% atau silokain 2%.
Jarum no. 18-16 yang terhubung dengan spuit 20-50 ml dihubungkan dengan pemantau EKG (sadapan prekordial) melalui aligator atau hemostat.
Arahkan jarum ke posterosefalad, membentuk sudut 45o dengan permukaan dinding dada.
Tusukkan jarum dengan mantap 24 cm sampai terasa tahanan lapisan perikard dan diperoleh cairan yang mengalir. Bila ada
kecenderungan berulang, sebaiknya dipasang drain sampai cairan yang keluar < 25 ml/hari.
Cairan dikirimkan untuk pemeriksaan laboratorium dan kultur.